KOMITMEN DUNIA USAHA DALAM PENANGGULANGA

WACANA

KOMITMEN DUNIA USAHA
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Oleh Munawar Amin Ma’ruf

Bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2015 ini menjadi bencana terburuk dalam
sejarah bencana lingkungan hidup di Indonesia. Tidak perlu ditutupi kenyataan bahwa Karhutla
merupakan bencana non alam, bencana lingkungan hidup, akibat ulah manusia. Robert Emmet
Hernan dalam This Borrowed Earth (2010) menyebutkan bahwa sebagian besar bencana
lingkungan hidup paling buruk, disebabkan oleh aktifitas perusahaan.
Sejauh mana peran dan komitmen dunia usaha –yaitu, perusahaan-perusahaan pemegang Hak
Penguasaan Hutan (HPH) atau Hutan Tanaman Industri (HTI)—dalam penanggulangan
bencana? Peran dan komitmen tersebut perlu dipertanyakan mengingat bahwa UU Nomor
24/2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha.
Dunia usaha, atau yang dalam UU Nomor 24/2007 disebut Lembaga Usaha, adalah setiap badan
hukum yang dapat berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau
swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangmenjalankan
jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia
Dunia usaha berkesempatan melaksanakan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri
maupun secara bersama dengan pihak lain. Kegiatannya harus menyesuaikan dengan kebijakan
pemerintah. Mereka memiliki berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau
badan yang diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya
kepada publik secara transparan.
Sebagaimana stakeholder penanggulangan bencana lainnya, dunia usaha berkewajiban untuk
mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya, menekan
seminimal mungkin dampak aktifitas perusahaan, menjunjung tinggi dan taat atas asas
kelestarian alam serta kerangka besar pembangunan berkelanjutan lainnya.
Keengganan mengindahkan prinsip tersebut, berpelung menjadi pelanggaran dan bisa ditetapkan
sebagai tindak pidana yang harus dijatuhi sanksi dan hukuman. Karhutla menunjukan
pelanggaran yang serius dari sisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Apalagi jika korporasi pembakar hutan
ternyata diketahui dan terbukti tidak memiliki dokumen Amdal.

Pilihan Peran
Perusahaan bisa berperan, baik sebelum, saat terjadi atau pada saat setelah terjadi bencana. Peran
perusahaan bisa dimulai dengan pernyataan kesanggupannya untuk bekerjasama dengan

pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana baik pusat, propinsi maupun daerah, serta
para pihak terkait; memiliki program kerja dan kapasitas personil yang diperbaharui secara
teratur; serta memiliki kompetensi dan kapasitas dalam aspek penanggulangan bencana.
Perusahaan bisa melakukan serangkaian kegiatan kesiapsiagaan selagi tidak terjadi bencana
seperti; melakukan identifikasi risiko bencana, menyusun Rencana Penanggulangan Bencana
(RPB) di area kerjanya dengan merujuk pada kebijakan RPB Pemerintah; membuat program
kegiatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), melakukan sosialisasi dan kampanye PRB
berbasis komunitas, melaksanakan pendidikan dan pelatihan Penanggulangan Bencana di area
kerja dan masyarakat sekitar serta melaksanakan gladi untuk meningkatkan kapasitas dan
kesiapsiagaan di area kerja perusahaan.
Pada saat tanggap darurat, perusahaan –dengan kapasitas dan kompetensi personil dan infra
struktur yang dimiliki, bisa mengambil peran pencarian dan penyelamatan, pemenuhan
kebutuhan dasar misal air, sanitasi, sandang, hunian, kesehatan, pemulihan awal sarana dasar
seperti jembatan, listrik, telekomunikasi, pasar, sarana air, instalasi serta kegiatan teknis
merujuk pada peraturan tentang keadaan darurat.
Sedang setelah terjadi bencana, perusahaan bisa ikut melakukan pengkajian kebutuhan pasca
bencana, melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (aspek kemanusiaan, perumahan dan
permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor); aktif terlibat rencana aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana serta ikut memantau pelaksanaannya terhadap
kelompok sasaran.

Pemerintah melalui BNPB, BPBD baik Propinsi maupun Kabupaten Kota, memiliki concern
yang berkelanjutan dalam melaksanakan peran penangulangana bencana. Demikian juga unsur
TNI Polri dan Badan SAR Nasional, Taruna Siaga Bencana. Masyarakat lokal dan komponen
masyarakat peduli kebencanaan lain bahu membahu menggelorakan semangat kerelawanan dan
siap siaga saat menghadapi bencana. Bagaimana dengan komitmen perusahaan dan dunia usaha?

Penulis adalah Anggota Presidium Nasional Forum Relawan Penanggulanan Bencana
Indonesia
====================

Artikel ini dimuat di Harian MEDAN BISNIS, 22 Desember 2015.
Link Artikel Dicopy-Paste Tanggal 23 Desember 2015, pukul 17.01 WIB:
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/12/22/206206/komitmen-duniausaha-dalam-penanggulangan-bencana#.Vnpw1U-ajIU
==================
Data Diri Penulis :
Nama
: MUNAWAR AMIN MA’RUF
Alamat
: Jl. Gerilya 31 B Dondong Kesugihan Cilacap Jawa Tengah 53274
Telepon

: 081 327 551 744 / 085 726 500 995
Email
: am.munawar@gmail.com