analisis semiotik erotika pada poster film pacar hantu perawan (2011)

ABSTRACT

SEMIOTIC ANALYSIS OF EROTICA IN PACAR HANTU PERAWAN
(2011) MOVIE POSTER

By

WAHDYA NURUL QOLBY

Horror movie posters in Indonesia are developing to be more erotic, one of
them is Pacar Hantu Perawan (2011) movie poster. Horror movie poster is
tending to cause fear, dread, and shock, but this poster provide sexual desire.
There should be a signs interpretation of this movie poster so we could understand
what kind of ideology it bring up inside.
The study was done in Pacar Hantu Perawan (2011) movie poster with
Roland Barthes Semiotic analysis technique. Held by Feminist-Marxist theory,
it’s bringing the study to be one of social critics study. Observation and
documentation were done to gather all data. The sign analysis was held in
denotation, connotation, and myth.
The study result with semiotic analysis shows that Pacar Hantu Perawan
(2011) movie poster content by certain denotation, connotation, and myth. The

denotation such illustration, title typography, subtitle, and title credit that less

qualified at good visual elements movie poster. The connotation is this movie
poster such love and erotic theme, the ghost is just a joke and supporting role in
this movie. The myth says that the sexy woman is they are who set up American
fashion and the ghost has behavior as lively as human.

Keyword: movie poster, semiotic, erotica, horror

ABSTRAK

ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM
PACAR HANTU PERAWAN (2011)

Oleh

WAHDYA NURUL QOLBY

Perkembangan poster film horor Indonesia mengarah pada nilai yang lebih
erotik, salah satunya adalah poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Poster film

horor yang seharusnya menimbulkan rasa ngeri dan ketakutan justru malah
memancing hasrat birahi. Perlu adanya suatu interpretasi makna tanda dalam
poster film tersebut sehingga dapat dipahami ideologi apa yang disampaikan dan
dibangun di dalamnya.
Penelitian ini dilakukan pada poster film Pacar Hantu Perawan (2011)
dengan teknik analisa Semiotika Roland Barthes. Dengan bertumpu pada
perspektif teoritis Feminis Marxis, mengantarkan penelitian ini ke dalam
paradigma penelitian kritis. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan
dokumentasi. Analisa makna tanda dilakukan pada tataran dikotomis denotasi,
konotasi dan juga mitos.

Hasil penelitian dengan teknik analisa semiotika menunjukkan bahwa poster
film Pacar Hantu Perawan (2011) terdiri dari denotasi, konotasi, dan mitos
tertentu. Denotasi berupa gambar ilustrasi, tipografi judul, subjudul, serta title
credit yang kurang memenuhi syarat elemen visual poster film yang baik.
Konotasi berupa poster film dengan tema cinta dan erotika, hantu sebagai lelucon
merupakan peran pendukung dalam film ini. Mitos dalam poster film ini adalah
perempuan seksi adalah perempuan dengan gaya fesyen ala Amerika, hantu
bukanlah objek yang menakutkan, serta manusia dan hantu memiliki kesamaan
dalam hal tingkah laku.


Kata Kunci: poster film, semiotika, erotika, horor

ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM
PACAR HANTU PERAWAN (2011)

Oleh
WAHDYA NURUL QOLBY

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSTAS LAMPUNG

2014

ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM
PACAR HANTU PERAWAN (2011)

(Skripsi)

Oleh
WAHDYA NURUL QOLBY

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSTAS LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya Ilir, Lampung
Tengah pada tanggal 14 September 1992, sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak

Rianto dan Ibu Siti Munjiah.

Pendidikan formal yang pernah penulis tempuh adalah pendidikan TK
Dharmawanita Bumi Dipasena Sejahtera, Tulang Bawang diselesaikan tahun
1998, SDN 1 Bumi Dipasena Sejahtera, Tulang Bawang diselesaikan pada tahun
2004, SMPN 1 Rawajitu Timur, Tulang Bawang diselesakan pada tahun 2007,
dan SMAN 2 Menggala, Tulang Bawang diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi
melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswi penulis pernah menjadi
Sekretaris Umum HMJ Ilmu Komunikasi FISIP Unila periode Tahun 2012-2013.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Simpang Asam,
Kecamatan Banjit Kabupaten Waykanan pada Januari 2013. Pada Juli 2013,
penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kantor Pajak Pratama
Palembang Ilir Timur. Pada bulan April 2014, penulis terpilih sebagai Juara 2
pada Pemilihan Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Tahun 2014.

Untuk Ayah dan Mama Tercinta
serta Adikku yang sholeh.


i

SANWACANA

Alhamdulillahihorbbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik
Erotika pada Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011)” dapat diselesaikan.
Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Lampung;
2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
serta selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi;
3. Bapak Agung Wibawa, S. Sos. I., M. Si., selaku Pembimbing atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyusunan skripsi ini;

4. Ibu Wulan Suciska, S. I. Kom., M. Si., selaku Pembimbing Akademik;

ii

5. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Administrasi Jurusan Ilmu Komunikasi
dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;
6. Kedua orangtua, Bapak Rianto dan Ibu Siti Munjiah, serta adik tercinta
Iqbal Ridho Abdillah yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak
terhingga kepada penulis;
7. Sahabatku Andrie, Elsa, Iin, Cahyatin, Tira, Esy, Emirullyta, Waskito,
Galuh, Darwin, Bagus, Andini, Tiara Luthfi, The Backpacker Crew dan
seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi 2010 atas dukungan, kebersamaan,
dan kenangan selama studi. Semangat dan sukses untuk kita semua;
8. Kepada seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu, semoga Allah membalas kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat.


Bandarlampung, 19 Mei 2014
Penulis,

Wahdya Nurul Qolby

iii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR BAGAN ..........................................................................................viii
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 11


II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Erotika ........................................................... 12
A.1. Penelitian Terdahulu ........................................................ 13
A.2. Perbedaan Erotika dan Pornografi ................................... 17
A.3. Indikator Erotika dalam Perangkat Budaya ..................... 18
B. Poster Film ................................................................................ 23
B.1. Simbol dalam Poster ........................................................ 23
B.2. Poster sebagai Visualisasi Film........................................ 24
B.3. Elemen Visual Poster Film .............................................. 25
C. Film Horor ................................................................................. 26
C.1. Subgenre Film Horor ....................................................... 28
D. Semiologi Roland Barthes ........................................................ 29
E. Kerangka Pikir .......................................................................... 32

iv

III.


METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian ................................................................. 34
B. Pemikiran Teoritis ..................................................................... 34
C. Tipe Penelitian .......................................................................... 35
D. Definisi Konsep ......................................................................... 35
E. Metode Penelitian...................................................................... 37
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 37
G. Sumber Data .............................................................................. 38
H. Teknik Analisa Data .................................................................. 39
I. Kriteria Kualitas Penelitian ....................................................... 40

IV.

GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Poster ............................................................................ 44
B. Poster Film Indonesia ................................................................ 45
C. Filmografi Pacar Hantu Perawan (2011) ................................. 47
D. Sinopsis Film Pacar Hantu Perawan (2011) ............................ 49


V.

HASIL DAN PENELITIAN
A. Analisis Elemen Visual Poster Film Pacar Hantu
Perawan (2011)......................................................................... 52
B. Analisis Makna Tanda dalam Poster Film Pacar Hantu
Perawan (2011)......................................................................... 58
C. Mitos dalam Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) .......... 90
D. Sintesa ..................................................................................... 100

VI.

PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 103
B. Saran ........................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA

v

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel
1. Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010 .............. 45
2. Penggolongan Tanda ............................................................................. 59
3. Makna Warna Menurut Molly E. Holzschlag ....................................... 64
4. Isyarat Gerak Erotik dalam Poster Film Pacar Hantu
Perawan (2011)..................................................................................... 73

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar
1. Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) ............................................. 7
2. Dewi Perssik ......................................................................................... 48
3. Vicky Vette ........................................................................................... 48
4. Misa Campo .......................................................................................... 48
5. Jonathan Frizzy ..................................................................................... 48
6. Natha Narita .......................................................................................... 48
7. Rafi Cinoun ........................................................................................... 48
8. Olga Syahputra ...................................................................................... 48
9. K.K. Dheeraj ......................................................................................... 48
10. Ilustrasi Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) Berupa Foto ........ 53
11. Tagline1 ................................................................................................ 54
12. Tagline2 ................................................................................................ 54
13. Nama-nama Pemeran Utama dan Pendukung ....................................... 54
14. Logo K2K Production ........................................................................... 55
15. Judul Poster ........................................................................................... 58

vii

DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan
1. Erotika dan Pornografi .......................................................................... 22
2. Kerangka Pikir ...................................................................................... 33
3. Grafik Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode
Tahun 2000-2010 .................................................................................. 46

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahirnya karya Marx dan Friederich Engels mengenai sistem produksi dan
kehidupan sosial-ekonomi menjadi induk cabang tradisi pemikiran kritik ilmu
komunikasi. Sebagai sebuah pemikiran, tradisi kritik memberikan kontribusi yang
besar terhadap teori-teori yang menyangkut bagaimana kekuatan, tekanan, dan
keistimewaan sebagai hasil dari bentuk-bentuk komunikasi tertentu dalam
masyarakat. Marx mengajarkan bahwa cara-cara produksi dalam masyarakat
menentukan sifat dari masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi adalah dasar dari
semua struktur sosial. Dalam sistem kapitalis, keuntungan mendorong produksi,
yaitu suatu proses yang berakhir dengan menekan buruh atau pekerja.

Sebagai

sebuah

kegiatan

produksi,

media

merupakan

produsen

yang

menghasilkan berbagai produk pesan untuk didistribusikan ke seluruh audiens
sebagai konsumen. Tradisi pemikiran kritik melihat media bukan hanya sebagai
mekanisme sederhana untuk menyebarkan informasi: media merupakan organisasi
kompleks yang membentuk institusi sosial masyarakat yang penting. Jelasnya,
media adalah pemain utama dalam perjuangan ideologis. Media merupakan

2

bagian dari sebuah industri budaya yang secara harfiah menciptakan simbol dan
gambaran yang dapat menekan kelompok kecil.1

Berbicara mengenai industri budaya yang menciptakan simbol, film merupakan
salah satu media massa yang menciptakan simbol-simbol dalam industri budaya.
Hal ini yang membuat film menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan produksi film, komunikator dalam hal ini
sutradara, berusaha mengemas pesan menjadi rangkaian alur film yang sarat nilainilai. Karena sifat penyampaiannya yang massif inilah yang menyebabkan film
menjadi media komunikasi massa paling efektif dalam mempengaruhi audiens.
Audiens yang passif menerima begitu saja apa yang disajikan oleh film. Dengan
teknologi penyajian yang tinggi dan alur cerita yang segar menjadikan film
berdaya tarik besar dalam meraih simpati audiens. Penonton terbawa ke dalam
nuansa psikologis yang dibangun film kemudian mengabsorbsinya ke dalam nilai
yang dianut sehingga tidak sedikit penonton yang pada akhirnya menjadikan film
sebagai pedoman kehidupan.

Ada beberapa genre film yang dapat dikategorikan sebagai yang paling populer
dalam beberapa dekade yaitu film horor. Film horor menjadi genre film yang
paling populer di Indonesia setelah fim Jelangkung (2001) berhasil meraih 700
ribu penonton. Keberhasilan ini membuat perubahan arah genre yang dominan
horor pada perfilman Indonesia dalam dekade terakhir. Selain itu, Tempo dalam

1

Littlejohn, Stephen W. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta: Penerbit Salemba.

3

sebuah laporannya menyebutkan bahwa film horor Kuntilanak (2006) ditonton
oleh 2,4 juta penonton, Hantu Bangku Kosong (2007) meraup jumlah penonton
843 ribu orang, film Rumah Pondok Indah (2006) ditonton oleh 700 ribu orang,
film Hantu Jeruk Purut (2006) mencapai 790 ribu orang, film Pocong 2 (2006)
sebanyak 813 ribu orang. Bahkan selama tahun 2000-2007 produksi film horor
berjumlah sekitar 40% dari total film yang diproduksi.

Film horor sebenarnya telah ada di Indonesia sejak Indonesia masih di bawah
kekuasaan Belanda. Katinka van Heeren menyebutkan bahwa genre film horor
telah diproduksi sejak tahun 1930-an. Film Doea Oeler Poeti en Item (1934) oleh
The Teng Cun dianggap sebagai film horror pertama. Setelah itu film Lisa (1971)
yang menjadi film horor pertama yang dibuat pada masa Orde Baru, disusul oleh
film Beranak dalam Kubur (1971), kemudian diikuti oleh produksi film horor lain
selama dekade tahun 1970-an hingga 1990-an.

Meskipun populer dan banyak diproduksi, pengertian tentang genre film horor di
Indonesia tidaklah seragam. Film-film horor yang diproduksi pada tahun 1970-an
hingga 1990-an banyak disebut film mistik karena film-film ini mengintegrasikan
mistisisme ke dalamnya. Sedangkan film-film horor yang diproduksi setelah tahun
2000-an memiliki ciri estetik naratif yang sangat berbeda dengan dekade
sebelumnya. Setelah reformasi, film horor Indonesia lebih banyak mengangkat
legenda urban sebagai sajian naratifnya. Sekelompok remaja kota yang penasaran
terhadap legenda tempat-tempat horor kemudian melakukan petualangan untuk

4

membuktikan kebenarannya menjadi jamuan yang banyak disajikan dalam film
horor saat ini. Terlebih lagi, kini film horor Indonesia banyak melakukan impor
aktris luar negeri sebagai pendongkrak kepopuleran film tersebut. Tidak
tanggung-tanggung, aktris yang ditawarkan merupakan nama-nama yang
berkecimpung di dunia perfilman dewasa seperti Maria Ozawa, Terra Patrick,
Sora Aoi, Rin Sakuragi, dan Sasha Grey.2 Hadirnya aktris-aktris film dewasa
tersebut sedikit banyak merubah citra dan rasa film horor Indonesia menjadi
berbau erotis.

Perubahan alur, karakter, dan ikon ini mencerminkan perubahan situasi produksi
film di Indonesia sekaligus perubahan sosial-politik-ekonomi yang telah melanda
masyarakat Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Riceour3 mengatakan bahwa
titik tolak struktur naratif adalah alur. Oleh karena itu, pemilihan alur tertentu
mencerminkan wacana tertentu. Dalam pengertian Foucoult, wacana adalah
sebuah konstruksi sosial atas kenyataan, serangkaian gagasan dan praktik sosialkultural yang membentuk bagaimana sebuah subjek melihat dan menilai dunia.
Konsep wacana ini juga dituangkan sang pembuat film dalam poster film itu
sendiri.

Poster film sebagai media komunikasi visual dibuat untuk menyampaikan
informasi mengenai film yang diusung sekaligus sebagai media promosi. Poster

2

Sumber: http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=113id edisi 12 Juni 2011,
Mempornokan Perfilman Indonesia
3
Joy (1997) dalam Cheng, Khoo Gaek. 2011. Mau Dibawa Kemana Sinema Kita. Jakarta:
Penerbit Salemba.

5

film adalah cetakan yang relatif luas ataupun display suatu barang atau peristiwa
pada sebuah papan ataupun kertas yang kebanyakan berupa ilustrasi, iklan, atau
pemberitaan untuk mengomunikasikan sesuatu dan sekaligus menarik perhatian
orang lain akan suatu produk film.4 Bungin5 menyebutkan bahwa proses desain
poster atas visualisasi film dalam tahapan dimana poster dirancang berdasarkan
konsep dasar pemasaran layaknya iklan. Dengan memperhatikan perilaku sosial di
masyarakat sebagai wacana kajian.

Sebagai media informasi dan promosi, poster film cukup banyak menggambarkan
konten film secara eksplisit. Konten film sebagai wacana, disajikan sedemikian
rupa dalam poster film dengan mempertimbangkan aspek visual, tanda, dan
makna tentunya. Film horor sebagai film yang mengundang rasa takut dalam poin
pentingnya, justru kini banyak menampilkan erotika dalam sajian naratifnya.

Erotika merupakan adjektiva bagi kata erotisme. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), erotik berkenaan dengan cinta asmara, nafsu birahi, dan bersifat
(bertema) keasmaraan (tentang karya seni). Dari definisi ini dapat disimpulkan
bahwa erotika merupakan semua materi yang berakar pada hal-hal yang
berhubungan dengan cinta atau nafsu birahi, baik dalam sajian film, literatur, foto,
video, dan sebagainya. Contoh dari sebuah karya yang erotik seperti puisi erotik
yang banyak ditulis orang sepanjang zaman, diantaranya karya Henri Baude
(1430-1495) dan Charles Baudelaire (1821-1867) di Prancis. Di tanah air banyak
4

Margono (1998) dalam Gustina, Citra. 2010. Tren Poster Film Indonesia Periode tahun 20002010. Universitas Lampung.
5
Ibid.

6

terdapat karya yang menggambarkan tindakan seksual seperti Centhini, dan di
India Kama Sutra. Secara visual, erotika digambarkan dengan menampakkan
bagian tubuh tertentu seperti paha, payudara, bokong secara close-up atau medium
shot; menampilkan atau mengesankan ketelanjangan; mengesankan tindakan
seksual atau persenggamaan; menampilkan ekspresi wajah atau mimik dan atau
pose yang berhasrat seksual; gerakan atau tarian erotik; serta penggunaan katakata erotik (yang didasari libido).

Dalam karya erotik suatu gambaran tentang tindakan seksual dianggap sebagai
bagian kehidupan manusia yang seringkali dianggap sebagai bagian penting dari
kehidupan pribadi dan sosial.6 Mengutip pandangan Bungin yang menyatakan
proses desain poster berdasarkan konsep pemasaran dengan memperhatikan
„perilaku sosial‟ masyarakat, hal ini menjelaskan bahwa karya erotika merupakan
suatu bagian dari perilaku sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
pribadi dan sosial masyarakat Indonesia. Dikatakan sebagai bagian dari kehidupan
sosial masyarakat karena erotika hadir dalam setiap kesempatan dimana sektor
publik dalam produksinya secara eksplisit diintegrasikan dengan nilai erotika.
Salah satunya adalah poster film horor Indonesia.

Poster film horor Indonesia mengalami banyak perubahan alur sebagaimana yang
terjadi pada filmnya. Poster film sebagai teras muka dari suatu film menjanjikan
suatu kesan tertentu yang sengaja dimunculkan untuk menarik perhatian khalayak.

6

Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.

7

Hal ini menjadi dasar pertimbangan integrasi nilai erotika ke dalam poster film.
Salah satunya adalah poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Film yang
dibintangi Dewi Persik ini juga menghadirkan aktris film porno luar negeri Vicky
Vette dan model seksi Misa Campo. Dalam suatu scene terdapat gambar Vicky
dan Misa dalam balutan bikini, hampir seluruh lekuk tubuh dua bintang film
dewasa itu dipamerkan dalam adegan tersebut. Selain itu, Dalam adegan Dewi
Persik mandi, terlihat jelas Dewi mengenakan pakaian transparan yang
mempelihatkan pakaian dalamnya. Selain itu, goyangan erotis yang menunjukan
kemolekan tubuhnya sambil didepan kamera mempertegas erotika didalamnya.7

Gambar 1. Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011)

7

Sumber: http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=113 edisi 3 Mei 2013, Eksploitasi
Tubuh Perempuan di Film Horor Indonesia.

8

Poster film Pacar Hantu Perawan (2011) termasuk dalam kategori poster erotik
karena di dalamnya terdapat visualisasi bagian tubuh tertentu seperti paha,
payudara dan bokong secara close-up atau medium shot; menampilkan ekspresi
wajah atau mimik dan atau pose yang berhasrat seksual; dan menggunakan kata
„perawan‟ yang berarti „milik wanita‟ (dalam aspek biologis dan sosial) yang
bersumber pada hasrat atau nafsu birahi.

Poster film sebagai media komunikasi visual tersusun dari serangkaian tanda
dengan makna yang dibuat berdasarkan wacana tertentu. Untuk dapat melihat
poster film sebagai bagian dari kajian komunikasi, tidak salah bila kita
memposisikan poster film sebagai sekumpulan tanda yang tersusun atas gambar,
teks, warna, dan wacana. Sehingga akan lebih mudah apabila analisa tanda dan
makna dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011) dengan menggunakan
metode analisa Semiotika Roland Barthes.

Konsep analisa Semiotika Roland Barthes yang bertumpu pada dikotomis
penanda-petanda merupakan kembangan dari warna strukturalisme ke dalam
semiotika. Tekanan teori tanda Barthes adalah pada denotasi, konotasi dan mitos.
Denotasi atau makna yang paling awal adalah hubungan antara penanda dan
petanda dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Sedangkan konotasi
adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi
dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna
yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah

9

apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan makna konotasi
adalah bagaimana menggambarkannya.

Barthes mengkritik masyarakatnya dengan mengatakan bahwa semua yang sudah
dianggap wajar dalam sebuah kebudayaan sebenarnya adalah hasil dari proses
konotasi. Bila konotasi menjadi tetap, itu akan menjadi mitos, sedangkan kalau
mitos menjadi mantap, akan menjadi ideologi. Ia mengatakan bahwa dalam
sebuah kebudayaan selalu terjadi “penyalahgunaan ideologi” yang mendominasi
pemikiran masyarakat.8 Ideologi yang berkembang di masyarakat sebagai hasil
dari konotasi dan mitos merupakan ideologi yang dikonstruksikan. Sebagaimana
sebuah drama yang telah dibuat skenarionya sehingga pada akhirnya penonton
akan merasa bahwa pertunjukkan drama itulah realitas yang sesungguhnya.

Kehadiran tanda dalam industri budaya merupakan suatu kajian yang penting
untuk didalami. Karena kita sebagai bagian, pembentuk, dan pemakai budaya,
perlu untuk dapat membedakan apa yang lahir sebagai budaya konstruksi media.
Begitu pula dengan poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Dengan analisa
semiotika Roland Barthes penulis berusaha untuk dapat menggali makna tanda
dalam paparan denotasi, konotasi, dan mitos dalam budaya tanda media massa
Indonesia khususnya dalam poster film horor.

8

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.

10

Berdasarkan paparan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
mengenai erotika dalam poster film horor Indonesia yang berjudul Pacar Hantu
Perawan dengan menggunakan analisa semiotika Roland Barthes.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan memperhatikan metode analisa
Semiotika Roland Barthes maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Bagaimanakah denotasi erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan
(2011)?
b. Bagaimanakah konotasi erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan
(2011)?
c. Bagaimanakah mitos erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan
(2011)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran secara deskriptif mengenai denotasi, konotasi, dan mitos
erotika dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011) bila dianalisa dengan
teknik analisa Semiotika Roland Barthes.

11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Secara teoritis kajian, diharapkan penelitian ini dapat menambah
kekayaan studi Ilmu Komunikasi khususnya bagi perkembangan
penelitian dengan analisis kualitatif dengan model pendekatan semiotika
Roland Barthes. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah
wawasan dan membuka cakrawala berpikir yang lebih baik dalam studi
komunikasi yang objektif dan bermanfaat.

b) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan renungan
sosial dan lebih jauh menjadi awal bagi perubahan persepsi dan sikap
masyarakat terhadap film, wanita, dan kultur sosial yang berkembang di
masyarakat Indonesia menjadi lebih baik.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Erotika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), erotik berkenaan dengan cinta
asmara; nafsu birahi; bersifat (bertema) keasmaraan (tentang karya seni).
Sedangkan erotika merupakan ajektiva dari kata erotik. Sehingga dapat dikatakan
bahwa erotika merupakan semua materi yang memiliki sifat erotik. Definisi yang
diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merujuk kata erotik
sebagai sebuah tema, nuansa, atau kondisi yang berkenaan dengan atau diilhami
oleh cinta, nafsu birahi, keasmaraan.

Apabila kita tinjau makna erotik dalam Bahasa Inggris erotic adalah of, relating
to, or tending to arouse sexual desire, hal yang menyebabkan atau bertujuan
untuk membangkitkan hasrat seksual. Sedangkan erotica adalah literature or art
intended to arouse sexual desire, literatur atau seni yang bertujuan untuk
membangkitkan hasrat seksual. Dan eroticism adalah the quality of being erotic or
being represented as erotic, hal yang mengandung nilai erotis atau
direpresentasikan dengan erotis.

13

Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa erotika merupakan literatur
atau karya yang bertema dan bertujuan menimbulkan hasrat seksual. Pada
dasarnya erotika berkaitan erat, dan bahkan didasari oleh libido yang dalam
perkembangan selanjutnya teraktualisasi dalam keinginan seksual. Libido
merupakan dasar atau ilham untuk menggambarkan sesuatu yang lebih luas
misalnya konsep cinta, perbedaan antar jenis, atau masalah yang timbul dalam
tradisi interaksi sosial.

A.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai
tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya. Penelitian terdahulu
memudahkan

penulis

dalam

menentukan

langkah–langkah

yang

sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep.
Tinjauan pustaka harus mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan
dalam pendekatan permasalahan penelitian: teori, konsep-konsep, analisa,
kesimpulan, kelemahan dan keunggulan pendekatan yang dilakukan orang
lain.

Dengan adanya penelitian terdahulu penulis ingin melihat dari peneliti
lain, hal apa yang bisa diteliti dan dengan cara apa, dengan begitu penulis
dapat belajar dari kekurangan peneliti lain dan mengisi kekosongan yang
tidak atau belum sempat diteliti oleh orang lain, dalam hal ini tentang

14

erotika dalam poster film horor untuk perkembangan ilmu komunikasi
selanjutnya.

Telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai
erotika. Ratih Puspaning Ayu (2006) yang menganalisis Konstruksi
Erotika dalam Majalah Cosmopolitan (Analisis Semiotik Artikel pada
Rubrik Love and Lust. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa, pertama,
penggunaan bahasa lisan-tulis cenderung tulis (akademik-ilmiah) dalam
teks sudah sangat efektif, mengingat khalayaknya adalah perempuan
menengah ke atas (dewasa-berpendidikan). Kedua, pemilihan bahasa dan
penampilan selera merupakan upaya Cosmopolitan untuk merangkul
khalayak. Pemilihan bahasa terkait dengan strategi ideologis, yaitu
menerapkan solusi penyederhanaan problem hidup melalui penyeragaman
selera seksual–dengan strategi bujuk rayu. Sedangkan, penampilan selera
berkaitan dengan strategi “pemolesan wajah”, yaitu mengkonstruksi citra
majalah Cosmopolitan sebagai majalah kelas atas–dengan menampilkan
materi seks ilmiah-edukatif. Ketiga, Cosmopolitan merupakan majalah
khusus perempuan yang menganut ideologi liberalisme seksual dengan
keberpihakan pada ideologi kapitalis-patriarki (bertentangan dengan spirit
liberasi seksual).

Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa efek negatif dari tampilan
seksual dalam media massa tidak hanya dilihat dari tampilan luarnya

15

(terkategori porno atau tidak), melainkan juga harus dilihat dari substansi
materi seksualnya (tingkat edukasi dan efek psikologisnya bagi pembaca).
Dengan demikian, diperlukan kajian-kajian tentang ketidakadilan gender
dalam media massa, melalui berbagai studi terhadap penggunaan bahasa
dalam teks erotik di media, dengan tujuan membuka kesadaran dan
meningkatkan pengetahuan khalayak tentang strategi ideologis media dalam
mempengaruhi pandangan, tindakan, dan minat pembaca.

Selanjutnya penelitian yang berjudul Analisis Struktural-Semiotik Roman La
Salamandre Karya Jean-Christophe Rufin oleh Rizka Kurniawati (2011).
Penelitian ini berfokus pada objek penelitian roman La Salamandre karya
Jean-Christophe Rufin yang diterbitkan oleh Gallimard pada tahun 2005.
Penelitian yang dikaji berkaitan dengan unsur-unsur intrinsik yaitu alur,
penokohan, latar, tema, dan keterkaitan atau wujud hubungan antar unsure
tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif
dengan pendekatan teknik analisis isi (content analysis). Validitas data
diperoleh dan diuji dengan validitas semantik. Sedangkan reliabilitas data
diperoleh dengan teknik pembacaan dan penafsiran teks roman La
Salamandre dan didukung dengan teknik expert-judgement.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) roman La Salamandre
mempunyai alur campuran dengan lima tahapan penceritaan yaitu la
situation initiale, l’action se déclenche, l’action se développe, l’action se
dénoue, dan la situation finale. Cerita berakhir secara fin réflexive. Tokoh

16

utama dalam cerita ini adalah Catherine, sedangkan tokoh-tokoh tambahan
adalah Gilberto dan Aude. Cerita ini mengambil latar tempat dominan di
Paris, Recife, dan Olinda. Latar waktu dalam cerita ini terjadi pada tahun
1986. Latar sosial dalam roman ini adalah kehidupan masyarakat Brazil
dengan rasismenya yang kental, (2) unsur-unsur intrinsik tersebut saling
berkaitan dalam membangun keutuhan cerita yang diikat oleh tema. Adapun
tema yang mendasari cerita ini adalah tentang pencarian jati diri, (3) wujud
hubungan antara tanda dan acuannya terlihat pada ikon (ikon topologis, ikon
diagramatik, ikon metafora), indeks (l’indice trace, l’indice indication),
simbol (le symbole emblême, le symbole allégorie, le symbolle ecthèse).
Makna cerita yang terkandung dalam roman ini yaitu keputusan yang

diambil secara emosional akan memberikan dampak yang buruk bagi
kehidupan.

Penelitian berjudul Konstruksi Erotisme dalam karya Eksperimental
media Audio Visual oleh Zuhdan Aziz (2010) juga menggunakan analisis
makna tanda Semiotika Roland Barthes. Penelitian ini berfokus pada
media audio visual khususnya film. hasil dari penelitian ini adalah
konstruksi erotisme muncul dalam berbagai bentuk dan versi estetika seni
yang berbeda-beda. Namun eksplorasi keindahan tubuh tersebut pada
umumnya digambarkan berupa penonjolan unsur-unsur ciri fisik
perempuan yang mendominasi. Juga ekspresi dan bahasa tubuh yang
merangsang dan erotis seperti tatapan mata, gerakan bibir dan ekspresi
wajah. Citra-citra yang ditampilkan dalam karya video maupun film
eksperimental, pada dasarnya merupakan hasil identifikasi pemaknaan

17

secara konotatif atau yang disebut Roland Barthes sebagai identifikasi
tahap dua. Dalam identifikasi tahap dua ini menyertakan nilai-nilai
ideologi budaya yang terbentuk lewat mitos. Nilai mitos yang ingin
diusung dalam estetika karya film maupun video adalah dominasi pria
atas perempuan.

A.2. Perbedaan Erotika dan Pornografi

Erotika jelas berbeda dari pornografi. Pornography1 adalah sexually
explicit writing, images, video, or other material whose primary purpose
is to cause sexual arousal; lurid or sensational material, often used in
combination: violence pornography. Bila diterjemahkan menjadi „tulisan,
gambar, video, atau materi lain yang secara eksplisit mengandung materi
seksual yang bertujuan untuk membangkitkan hasrat seksual; materi yang
mengerikan atau sensasional, sering berbentuk kombinasi: pornografi
dengan kekerasan‟. Definisi ini menunjukkan bahwa ada sebuah
penekanan

dimana

pornografi

merupakan

semua

produk

yang

menunjukkan kegiatan seksual secara eksplisit bahkan ada beberapa yang
menyertakan kekerasan di dalamnya. Tentu hal ini berbeda dengan erotika
yang menggunakan „ilham‟ dari libido atau nafsu cinta sebagai tema
dalam materinya.
Erotika berasal dari kata Yunani Kuno, Eros, yaitu nama dewa cinta,
putera Aphrodite, sedangkan pornografi berasal dari bahasa Yunani yaitu
1

Ibid.

18

porne „pelacur‟ dan graphein „menulis‟. Jelaslah bahwa makna erotika
lebih mengarah pada penggambaran perilaku, keadaan, atau suasana yang
didasari libido dalam arti keinginan seksual, sedangkan makna pornografi
lebih

cenderung

pada

tindak

seksual

yang

ditonjolkan

untuk

membangkitkan nafsu birahi. Jika selanjutnya kita tinjau definisi
pornografi dalam bahasa Prancis2, kita akan lebih melihat sifat „kasar‟
yang ada dalam pornografi, yaitu „representation des choses obscenes
(cetak tebal dari penulis) en matiere litteraire on artistique; publications
obscenes‟ penyajian hal-hal cabul dalam sastra atau seni; penerbitan
cabul.

A.3. Indikator Erotika dalam Perangkat Budaya

Erotika sebagai sebuah nilai memiliki batas yang berbeda antara
masyarakat satu dengan yang lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam
memahami sesuatu yang erotik itu pornografis atau tidak, tergantung pada
kebudayaan yang kita miliki.3 Kita akan sulit bila mendeskripsikan
erotika dengan definisi yang dibuat masyarakat dalam konvensi tidak
tertulis.

Tidak adanya kejelasan tentang batasan tampilan seksual yang mengarah
pada erotika dan atau pornografi menyebabkan standarisasi porno dan
erotika menjadi relatif. Ada UU Pornografi namun tidak ada UU Erotika.
2

Lexis (1979) dalam Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta:
Komunitas Bambu.
3
Ibid.

19

Pemerintah telah berusaha merumuskan standarisasi tersebut ke dalam
RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Namun hingga saat ini kehadirannya
masih belum bisa menjelaskan secara komperehensif, ditambah sebagian
masyarakat tidak mau menerima berlakunya peraturan tersebut.

Di dalam UU Pornografi No 44 tahun 2008, pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh, atau pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau perrtunjukkan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat. Pada Bab II mengenai Larangan dan
Pembatasan Pasal 4 poin (1) berbunyi: setiap orang dilarang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat:
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. Kekerasan seksual;
c. Masturbasi atau onani;
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. Alat kelamin; atau
f. Pornografi anak.

20

Dalam peraturan ini, pornografi dijelaskan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan seksual. Ada peraturan lain yang juga membatasi
masalah adegan seksual yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran (P3SPS). Di dalam P3SPS tidak tertulis secara detail
mengenai erotika, namun pada Bab XII tentang Pelarangan dan
Pembatasan Seksual Bagian Pertama Pelarangan Seksual Pasal 18
berbunyi “Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang:
a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin;
b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks
dan/atau persenggamaan;
c. menayangkan kekerasan seksual;
d. menampilkan

suara

yang

menggambarkan

berlangsungnya

aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks
dan/atau persenggamaan;
f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan
hubungan seks antarbinatang secara vulgar;
g. menampilkan adegan ciuman bibir;
h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh
tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau
medium shot;
i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis;
j. mengesankan ketelanjangan;
k. mengesankan ciuman bibir; dan/atau

21

l. menampilkan kata-kata cabul.

Peraturan ini telah mendefinisikan adegan seksual baik yang erotik
maupun porno secara bersamaan. Namun peraturan ini dibuat untuk
kegiatan penyiaran, dimana penyiaran atau yang disebut broadcasting
memiliki pengertian sebagai kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut, dan di
antariksa dengan menggunakan spectrum frequency radio (sinyal radio)
yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui
udara, kabel dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Sehingga
kurang tepat bila peraturan ini dijadikan sebagai acuan untuk
mengkategorisasi erotika secara lebih luas.

Rangkaian peraturan yang tersedia ternyata belum mampu memenuhi
kebutuhan peneliti untuk mendefinisikan erotika dan porno secara
keseluruhan. Eksploitasi seksual yang dimaksud dapat dimaknai sebagai
sesuatu yang erotik dan/atau porno. Namun dalam penelitian ini, peneliti
hanya akan berfokus pada erotika saja. Keterbatasan peraturan yang ada
mengharuskan peneliti untuk mampu merumuskan perbedaan antara
erotika dan porno dari sudut pandang kajian ilmiah. Di bawah ini
merupakan gambar hubungan antara pornografi dan erotika ditinjau dari
pengertian dan sifat di antara keduanya.

22

Bagan 1. Erotika dan Pornografi

Erotika

Pornografi

Daerah persinggungan

Gambar di atas menunjukkan bahwa antara erotika dan pornografi
memiliki pengertian yang berbeda namun ada persamaan di antara
keduanya. Hubungan ini seperti continuum, di mana erotika berada di
salah satu ujung dan pornografi berada di ujung lain dan keduanya
terhubung di daerah persinggungan. Hal ini menjelaskan bahwa sesuatu
yang

erotika

dapat

berarti

pornografis

maupun

tidak.

Daerah

persinggungan ini ada karena kedua kategori ini sama-sama berakar pada
hasrat seksual. Perbedaan yang terjadi ada pada fungsinya. Pornografi
dibuat untuk membangkitkan hasrat seksual/libido, namun tidak selalu
begitu dalam erotika. Seperti karya Sade yang mengilhami kata „sadis‟,
tulisan-tulisannya bermuatan erotis namun ia sendiri tidak mau karyakaryanya disebut pornografis karena semuanya dibuat sebagai kritik
sosial.

23

B. Poster Film

Poster film sebagai media komunikasi visual dibuat untuk menyampaikan
informasi mengenai film yang diusung sekaligus sebagai media promosi. Poster
film adalah cetakan yang relatif luas ataupun display suatu barang atau peristiwa
pada sebuah papan ataupun kertas yang kebanyakan berupa ilustrasi, iklan, atau
pemberitaan untuk mengomunikasikan sesuatu dan sekaligus menarik perhatian
orang lain akan suatu produk film.

B.1. Simbol dalam Poster

Komunikasi didefinisikan sebagai "proses penyampaian suatu pesan
dalam bentuk lambang sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide,
informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya, yang
dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka
maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap,
pandangan, atau perilaku".

Dalam berkomunikasi manusia mengenal simbol-simbol. Menurut Peirce
(1839-1914), simbol merupakan tanda yang hadir karena mempunyai
hubungan yang sudah disepakati bersama atau sudah memiliki perjanjian
(arbitrary relation) antara penanda dan petanda. Lambang (simbol)
bermakna dioperasikan dalam proses komunikasi. Jika di antara partisipan

24

terdapat kesesuaian pemahaman tentang simbol-simbol tersebut, tercapai
suatu keadaan yang bersifat komunikatif.4

B.2. Poster sebagai Visualisasi Film

Poster merupakan media yang mampu membentuk imajinasi atau
bayangan orang akan film yang diwakilinya. Poster turut pula
memvisualisasikan realitas semu kedalam alam pikiran orang yang
kemudian semakin lama akan menjadi bayangan akan reka cerita suatu
film.

Proses design poster atas visualisasi film dibentuk dalam tahapan dimana
poster dirancang berdasarkan konsep dan logika komunikasi, serta
pemberian

konsep

dasar

pemasaran

layaknya

iklan,

dengan

memperhatikan perilaku sosial di masyarakat sebagai wacana kajian.5
Wacana kajian yang dimaksud berkembang melalui media interaksi
simbolis dengan permainan semiotika yang dikemas dalam bentuk
wacana

kreativitas,

seni,

sosial

dan

budaya

populer

sehingga

menghasilkan sebuah tahap proses dalam koridor realitas sebuah film.
Berbicara tentang poster sebenarnya lebih merujuk pada penggunaan
simbol karena sebagian besar tampilan yang disajikan pada sebuah poster
tidak menggambarkan sebuah realitas dan memiliki referensi yang jelas
4

5

Morissan dan Wardhany, Andy Corry. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

25

terhadap produk filmnya tetapi dipakai untuk menarik mata dan rasa ingin
tahu dari orang-orang.

Saat ini kita berada dalam era simulasi dimana simbol didorong oleh
media merupakan salah satu aspek simulasi. Dari simbol memberitahu
kita apa yang harus dilakukan, simbol ini membentuk selera, pilihan,
kesukaan dan kebutuhan kita. mengkonsumsi menjadi sangat penting,
bukan apa yang kita konsumsi atau apa yang sebenarnya kita inginkan.
Kita mengira bahwa kebutuhan pribadi kita terpenuhi tetapi kebutuhan ini
sebenarnya adalah kebutuhan yang disamakan yang dibentuk oleh
penggunaan tanda-tanda dalam media.6

B.3. Elemen Visual Poster Film

Menurut Askurifai Baksin7, elemen-elemen yang harus ada pada poster
film antara lain adalah sebagai berikut.
a. Ilustrasi. Karena ilustrasi merupakan unsur yang menarik dalam
poster dan harus banyak ditonjolkan pada poster film
b. Tagline. Karena tagline merupakan premis dari sebuah film yang
akan ditayangkan untuk mengundang rasa penasaran.

6

Littlejohn, Stephen W. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta: Penerbit Salemba.
Praktisi film dan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, Dalam Ganeshya
(2010) Tinjauan Tipografi Judul Film Horor Indonesia pada Media Poster. (Skripsi). Universitas
Komputer Indonesia. Bandung.
7

26

c. Titel Kredit (Credit Title) Titel kredit dalam poster film terdiri atas
nama, produser film, sutradara, judul film, nama-nama pemeran
utama dan pemeran pendukung, desainer kostum, pembuat efek
visual (visual effect), pengarah musik, editor film, desainer
produksi, pengarah koreografi, fotografer, penyusun naskah
skenario, logo-logo pendukung suara, serta logo-logo perusahaan.
d. Tipografi Judul Film. Tipografi judul film merupakan bagian dari
rancangan grafis yang diciptakan oleh desainer grafis dengan
harapan mewakili konsep, karakteristik serta kekuatan kata-kata
guna mengekspresikan cerita filmnya.

C. Film Horor

Menurut Askurifai Baksin8 film horor Indonesia cenderung diangkat dari tradisi,
adat, ritual, menampilkan keadaan yang benar-benar dialami masyarakat setempat.
Ketegangan,

kerisauan,

kejijikan,

dan

berbagai

ketidakmasukalan

yang

disuguhkan dalam film-film horor merupakan situasi yang berkembang dalam
masyarakat. Dalam alur cerita film horor, berbagai kekuatan, kejadian, atau
karakter jahat, terkadang semua itu berasal dari dunia supernatural, memasuki
dunia keseharian masyarakat Indonesia.

8

Ibid.

27

Horor9 adalah a very strong feeling of fear, dread, and shock; the quality of
something that cause of fear, dread, and shock: the horrible or shocking quality
or character of something; something that causes feelings of fear, dread, and
shock: something that is shocking and horrible. Definisi pertama merujuk pada
horor sebagai ketakutan, kengerian, dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu
hebat. Kedua, horor sebagai tema yang berkenaan dengan ketakutan, kengerian,
dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu hebat. Dan yang ketiga
menyebutkan horor sebagai sesuatu yang berkenaan dengan ketakutan, kengerian,
dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu hebat.

Dengan demikian, pengertian dari film horor adalah film yang dirancang untuk
menerbitkan rasa, takut, teror, atau horor dari para penontonnya. Film horor
memusatkan diri pada tema kejahatan dalam berbagai ragam bentuknya. Dalam
film horor Indonesia sosok yang adalah hantu yang bergentayangan untuk
melampiaskan dendam, sang hantu yang sebelumnya adalah manusia biasa selalu
teraniaya, diperkosa, diinjak-injak, dan dihinakan. Balas dendam hanya bisa
terjadi ketika sang manusia berubah sebagai hantu.

9

The Merriam-Webster Dictionary (2013)

28

C.1. Subgenre Film Horor

Menurut Seorang kritikus film Amerika, Charles Derry dalam bukunya
Dark Dreams: A Psychological History of the Modern Horror Film
(1977) membagi genre horor dalam tiga subgenre.10

a. Horror-of-personality adalah jenis film horor yang tak lagi
menokohkan karakter-karakter mistis sebagai sumber horornya.
Dalam horor jenis ini, objek horor bukan lagi sosok berciri
monster, melainkan manusia biasa yang terlihat normal dan
biasanya baru pada bagian akhir cerita tampak tabiatnya yang
mengerikan. Secara tipikal, film-film jenis ini memberikan
tekanan pada tema-tema psikologi aliran Freud dan seks. Contoh
film dari subgenre horor ini adalah film Hannibal dan Saw.

b.

Horror-of-the-Armageddon adalah jenis film horor yang
memetik arketip kisah/mitologi biblikal tentang kiamat. Namun,
dalam film, arketip ini diambil melewati rute perkembangan filmfilm fiksi ilmih (science-fiction) pada 1950-an. Contoh film dari
subgenre horor ini adalah film-film Zombie yaitu, 28 Weeks Later,
Dawn of The Dead, Shaun of The Dead dan film The Birds.

10

RS, Ganeshya. 2010. Tinjauan Tipografi Judul Film Horor Indonesia pada Media Poster.
(Skripsi). Universitas Komputer Indonesia. Bandung.

29

c.

Horror-of-the-Demonic adalah film yang menawarkan tema
tentang dunia yang buruk karena kuasa Setan ada di dunia, dan
selalu

mengancam

kehidupan

umat

manusia.

Kuasa

Setan/Kejahatan itu bisa hanya berupa penampakan spiritual
belaka. Contoh film dari subgenre horor ini adalah Child’s Play,
Nightmare On Elm’s Street, The Exorcist dan The Omen.

Melihat dari ceritanya, film horor Indonesia menggunakan
subgenre

Horror-of-the-Demonic.

Karena

film-film

horor

Indonesia selalu mengisahkan tentang kekuasaan dari setan itu
sendiri, contohnya adalah film Tengkorak Hidoep, Dendam Nyi
Roro Kidul, Jelangkung, Pocong, Suster Ngesot, dan Kuntilanak.

D. Semiologi Roland Barthes

Semiotika berasal dari kata semeiotics yang diperkenalkan oleh Hippocrates (460377 SM), penemu ilmu medis Barat. Hippocrates menggambarkan semeion
sebagai “gejala-gejala” yang kini lebih dikenal dengan istilah “tanda”. Tandatanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi. menurut Littlejohn,
manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan
sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini.

Menurut Umberto