Khotbah Kedua Materi Pembelajaran

36 Buku Guru Kelas VII SMP

F. Petunjuk Kegiatan Pembelajaran

Mencermati indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran pada bab ini, yaitu peserta didik dapat menyimpulkan, menjelaskan, menceritakan, pembabaran Dharma, kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan tersebut adalah, seperti berikut. 1. Guru mengajak peserta didik ke perpustakaan untuk membaca buku tentang perjalanan Buddha Gotama dalam membabarkan Dharma. 2. Guru menyuruh peserta didik menceritakan alasan Buddha membabarkan Dharma. 3. Peserta didik menggambar peta perjalanan Buddha Gotama dalam membabarkan Dharma. 4. Guru menugaskan peserta didik mencari informasi tentang kendala-kendala yang dihadapi Buddha Gotama pada saat pembabaran Dharma. 5. Peserta didik berdiskusi kelompok menggali informasi dari berbagai sumber pustaka mengenai pertemuan Buddha dengan Tapussa dan Bhallika. 6. Guru melakukan tanya jawab hasil presentasi kelompok. 7. Guru menyimpulkan hasil presentasi kelompok. 8. Peserta didik memajangkan hasil kesimpulan kelompok.

G. Materi Pembelajaran

Pembabaran Dharma 2

1. Khotbah Kedua

Khotbah kedua ini dinamakan sebagai Anattalakkhana Sutta Sutta tentang corak umum tanpa diri yang kekal. Ketika Buddha sedang berdiam di Taman Rusa Isipatana, Beliau memanggil lima orang pertapa yang sudah ditahbiskan menjadi Bhikkhu. Sebelum materi ini disampaikan, guru mengajak peserta didik untuk melakukan hening meditasi sejenak. 37 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti “Para Bhikkhu, marilah mendengarkan apa yang akan Kujelaskan lebih lanjut tentang lima Khandha.” “Baik, Yang Mulia,” jawab mereka. Buddha menjelaskan lebih lanjut, “Rupa badan jasmani, oh Bhikkhu, Vedana perasaan, Sañña pencerapan, Sankhara pikiran, dan Viññana kesadaran adalah lima Khandha lima kelompok kehidupan yang semuanya tidak memiliki Atta roh. Seandainya Khandha itu memiliki Atta roh, ia dapat berubah sekehendak hatinya dan tidak akan menderita karena semua kehendak dan keinginannya dapat dipenuhi, misalnya ‘Semoga Khandha-ku begini dan bukan begitu.’ Tetapi karena badan jasmani ini tidak mempunyai jiwa, ia menjadi sasaran penderitaan, dan tidak dapat untuk memerintah ‘Biarlah seperti ini saja, jangan seperti itu’ dan sebagainya” Setelah mengajar kelima orang bhikkhu itu untuk menganalisis badan jasmani dan batin menjadi lima khandha, Buddha lalu menanyakan pendapat mereka mengenai hal berikut: “Oh, Bhikkhu, bagaimana pendapatmu, apakah Khandha itu kekal atau tidak kekal?” “Mereka tidak kekal, Bhante.” “Di dalam sesuatu yang tidak kekal, apakah terdapat kebahagiaan atau penderitaan?” “Di sana terdapat penderitaan, Bhante.” “Mengenai sesuatu yang tidak kekal dan penderitaan, ditakdirkan untuk musnah, apakah tepat kalau dikatakan bahwa itu adalah ‘milikku’, ‘aku’ dan ‘diriku’?” “Tidak tepat, Bhante.” Selanjutnya Buddha mengajar untuk jangan melekat kepada lima Khandha tersebut dengan melakukan perenungan sebagai berikut. “Kenyataannya memang demikian, oh Bhikkhu, lima Khandha yang lampau atau yang ada sekarang, kasar atau halus, menyenangkan atau tidak menyenangkan, jauh atau dekat, harus diketahui sebagai Khandha kelompok kehidupankegemaran semata-mata. Selanjutnya, engkau harus melakukan perenungan dengan memakai kebijaksanaan, bahwa semua itu bukanlah ‘milikmu’ atau ‘kamu’ atau ‘dirimu’. Siswa Yang Ariya yang mendengar uraian ini, oh Bhikkhu, akan melihatnya dari segi itu. Setelah melihat dengan jelas dari segi itu, ia akan merasa jemu terhadap lima Khandha tersebut. Setelah merasa jemu, ia akan melepaskan nafsu-nafsu keinginan. Setelah melepaskan nafsu-nafsu keinginan batinnya, ia tidak melekat lagi kepada sesuatu. Karena tidak melekat lagi kepada sesuatu, akan timbul Pandangan Terang sehingga ia 38 Buku Guru Kelas VII SMP mengetahui bahwa ia sudah terbebas. Siswa Yang Ariya itu tahu bahwa ia sekarang sudah terbebas dari tumimbal lahir, kehidupan suci telah dilaksanakan dan selesailah tugas yang harus dikerjakan dan tidak ada sesuatu pun yang masih harus dikerjakan untuk memperoleh Penerangan Agung.” Ketika kelima bhikkhu tersebut merenungkan khotbah Buddha, mereka semua dapat membersihkan diri mereka dari segala kekotoran batin Asava. Mereka terbebas seluruhnya dari kemelekatan Upadana dan mencapai tingkat kesucian yang tertinggi, yaitu Arahat.

2. Kotbah Ketiga