Uji Variasi Ukuran Lubang Saringan Pada Alat Penggiling Tulang Sapi Kering

35

Lampiran 1. Flowchart Penelitian

Mulai

Pemasangan Mesh

Memasukkan Bahan ke Saluran
Pemasukan

Catat Waktu Penggilingan

Pengukuran Parameter:
1. Kadar Air
2. Rendemen
3. Bahan Tertinggal
4. Kehalusan Saringan

Analisis Data


Selesai

Universitas Sumatera Utara

36

Lampiran 2. Data Pengamatan Kadar Air (%)
Tabel data pengamatan kadar air
Perlakuan
M1
M2
M3

1
1,37
0,76
0,31

Ulangan
2

1,84
1,07
0,15

Analisis Sidik Ragam Kadar Air
SK
dB
JK
KT
Perlakua
n
2
2,7758 1,3879
Galat
6
0,2064 0,0344
Total
8
2,9822
Keterangan :

**
= sangat nyata
*
= nyata
tn
= tidak nyata

Total

3
1,48
0,74
0,15

Fhitung
40,3462
5

4,69
2,57

0,61

**

RataRata
1,563
0,857
0,203

F0,05
5,14325
3

F0,01
10,9247
7

Universitas Sumatera Utara

37


Lampiran 3. Data Pengamatan Rendemen (%)
Tabel data pengamatan Rendemen
Ulangan
Perlakuan
1
2
M1
97
96
M2
93
92
M3
94
94

Total

3

97
96
93

290
281
281

RataRata
96,667
93,667
93,667

Analisis Sidik Ragam Rendemen
SK
Perlakua
n

dB


JK

KT

2

18

9
1,66666
7

Galat
6
Total
8
Keterangan :
**
= sangat nyata
*

= nyata
tn
= tidak nyata

10
28

Fhitun
g
5,4

**

F0,05
5,14325
3

F0,01
10,9247
7


Universitas Sumatera Utara

38

Lampiran 4. Data Pengamatan Bahan Tertinggal (%)
Tabel data pengamatan bahan tertinggal
Ulangan
Perlakuan
1
2
M1
2
2
M2
4
5
M3
4
3

Analisis Sidik Ragam Bahan Tertinggal
SK
dB
JK
KT
Perlakuan
2
6,889
3,444
Galat
6
2,667
0,444
Total
8
9,556
Keterangan :
**
= sangat nyata
*

= nyata
tn
= tidak nyata

Total

3
2
3
4

6
12
11

Fhitung
7,75

**

RataRata
2,000
4,000
3,667

F0,05
F0,01
5,143253 10,92477

Universitas Sumatera Utara

39

Lampiran 5. Data Pengamatan Kehalusan Saringan (%)
Tabel data pengamatan Kehalusan
Ulangan
Perlakuan
1
2
M1
52,92
51,33
M2
52,77
52,85
M3
34,53
30,51
Analisis Sidik Ragam Nilai Kehalusan
SK
dB
JK
KT
Perlakuan
2
907,634 453,8169
Galat
6
35,6258 5,937633
Total
8
943,2596
Keterangan :
**
= sangat nyata
*
= nyata
tn
= tidak nyata

Total

3
49,1
52,68
27,02

Fhitung
76,430
6

153,35
158,3
92,06

RataRata
51,117
52,767
30,687

F0,05
**

5,143253

F0,01
10,9247
7

Universitas Sumatera Utara

40

Lampiran 6. Gambar alat

Gambar 5. Tampak depan

Gambar 6. Tampak belakang

Gambar 7. Tampak samping kiri

Universitas Sumatera Utara

41

Gambar 8. Tampak samping kanan

Gambar 9. Mesh 150

Gambar 10. Mesh 250

Universitas Sumatera Utara

42

Lampiran 7. Gambar bahan yang diolah

Gambar 11. Tulang sebelum dipolong dan dikeringkan

Gambar 12. Tulang setelah dipotong dan dikeringkan

Gambar 13. Tepung tulang

Universitas Sumatera Utara

43

Lampiran 8. Gambar teknik

Universitas Sumatera Utara

44

Universitas Sumatera Utara

45

Universitas Sumatera Utara

46

Universitas Sumatera Utara

47

Universitas Sumatera Utara

48

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Z., 2006. Elemen Mesin I. PT Refika Aditama, Bandung.
Ailani, C. 2014. Reduksi dan Pengayakan Tepung Ubi Jalar Menggunakan
Pengayak Goyang (Shaker Screen) dengan Variabel Ukuran Partikel
Sebagai

Bahan

Baku

Pembuatan

Kue

Tradisional.

http://eprints.undip.ac.id [26 Mei 2016].
AOAC, 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemist. AOAC International. Maryland, USA.
Astrina, A. R. Siti, dan Nikmatur. 2010. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan
Bandeng

Sebagai

Bakso

Berkalsium

Tinggi.

http://kemahasiswaan.um.ac.id
[26 Mei 2016].
Khodijah, S. W., H. G. Ariswati, dan T. Indrato, 2014. Mini Sieve Shaker.
http://poltekkesdepkes-sby.ac.id [26 Mei 2016].
McCabe, Warren, L dan Smith, J. C. 1999. Operasi Teknik Kimia Edisi Ke-4.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mochtar. 1990. Fisika Farmasi. UGM Press, Yogyakarta.
Muinah, 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan
Masyarakat

Terhadap

Permintaan

Produk

Asuransi

Jiwa.

http://usu.ac.id [26 Mei 2016].
Murtidjo, B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius Yogyakarta.
Nugraha, B., J. Nugroho dan N. Bintoro, 2012. Pengaruh Laju Udara dan Suhu
Selama

Pengeringan

Kelapa

Parut

Kering

Secara

Pneumatik.

http://repository.ugm.ac.id [26 Mei 2016].

32
Universitas Sumatera Utara

33

Panggabean, J., A Rohanah, A. Rindang dan E. Susanto, 2012. Uji Beda Ukuran
Mesh

Terhadap

Mutu

pada

Alat

Penggiling

Multifucer.

http://repository.usu.ac.id [22 Agustus 2016].
Pratomo, M. dan K. Irwanto, 1983. Alat dan Mesin Pertanian. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Rachmawan, O. 2001. Pengeringan Pendinginan dan Pengemasan Komoditas
Pertanian. Depdiknas, Jakarta.
Retnani, Y., 2011. Proses Produksi Pakan Ternak. Ghalia Indonesia, Bogor.
Rugayah, N. 2014. Potensi Kotoran dan Tulang Ternak Sebagai Sumber Produk
Non-Pangan. http://repository.ipb.ac.id [26 Mei 2016]..
Said, M.

I. 2014.

Pemanfaatan

Limbah

Tulang. http://lms.unhas.ac.id

[26 Mei 2016].
Sari, D. P. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian Terhadap Karakteristik
Tepung Tulang. http://digilib.unila.ac.id [26 Mei 2016].
Septimus, S. 1961. Anatomi of Domestic Animal. Mc.Graw Hill, New York.
Siregar, F. M. 2009. Motor Bakar. http://repository.usu.ac.id [26 Mei 2016].
Soetoyo, R dan Syafaruddin, L. 1981. Laporan Diskusi Pascapanen Padi dan
Palawija. LP3, Karawang.
Standar Nasional Indonesia, 1992. Tepung Tulang. Dewan Standarisasi Nasional
Indonesia, Jakarta.
Stolk, J. dan C. Kross, 1981. Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan
Mesin. Erlangga, Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Sukardi. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Sularso dan K. Suga, 2004. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT
Pradnya Paramita, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

34

Taib, G. G., Said dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada
Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Voight, G. R. 1971. Teknologi Sendian Farmasi Edisi 5. UGM Yogyakarta.
Ward, A. G dan A. Court. 1977. The Science and Technology of Gelatin.
Academic Press, New York.
Wijaya, S. A. 2013. Efek Katalisator (MPG-CAPS) terhadap Daya Torsi Mesin
Sepeda Motor 4 Langkah. http://eprints.undip.ac.id [22 Agustus 2016].

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga November 2016 di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang
sapi yang telah dikeringkan, saringan 150 mesh, 200 mesh , 250 mesh, plastik dan
kertas label.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
penggiling tulang sapi kering, kunci ring 16, kunci pas 10, timbangan, stopwatch,
kalkulator dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial dengan satu faktor yaitu ukuran lubang saringan
alat penggiling tulang sapi kering dengan tiga kali ulangan pada tiap perlakuan.
Faktor ukuran lubang saringan pada alat penggiling tulang sapi kering:
M1 = 150 Mesh
M2 = 200 Mesh
M3 = 250 Mesh

16
Universitas Sumatera Utara

17

Prosedur Penelitian
A. Pembuatan Saringan dan Persiapan Bahan
1.

Pembuatan dan Pemasangan Saringan.
a.

Disiapkan bahan untuk membuat Saringan.

b.

Dilakukan pengukuran terhadap plat besi sesuai dengan ukuran yang
ditentukan.

2.

c.

Dipotong besi yang sudah diukur.

d.

Dilubangi saringan untuk ukuran 150 mesh, 200 mesh dan 250 mesh.

e.

Dihaluskan seluruh permukaan saringan.

f.

Dipasangkan saringan ke alat penggiling tulang.

Persiapan Bahan
a. Disiapkan tulang yang akan digiling.
b. Ditimbang tulang yang akan digiling.
c. Tulang siap untuk digiling.

B. Pelaksanaan Penelitian
a.

Dipasang saringan sesuai ukuran yang diinginkan.

b.

Dinyalakan alat penggiling tulang.

d.

Dimasukkan tulang melalui saluran pemasukan.

e.

Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menggiling tulang.

f.

Dilakukan pengamatan sesuai dengan parameter yang ditentukan.

g.

Dicatat hasil pengamatan.

Universitas Sumatera Utara

18

Parameter yang Diamati
1.

Kadar Air Tepung Tulang
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat

persatuan bobot bahan. Adapun prosedur perhitungan kadar air adalah sebagai
berikut: bahan ditimbang sebanyak 5 gram didalam alumunium foil yang telah
dikeahui berat kosongnya. Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 4
jam. Kemudian dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.
Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat konstan. Kadar air kemudian
dihitung dengan rumus:
Kadar air =

berat awal-berat akhir
berat awal

× 100% .............................................. (3)

(AOAC, 1984).
2.

Rendemen
Rendemen menunjukkan persentase perbandingan berat bahan akhir

terhadap berat bahan awal. Rendemen dieroleh dengan cara sebagai berikut, bahan
ditimbang sebelum percobaan, bahan setelah percobaan ditimbang kembali,
kemudian dihitung dengan rumus:
Rendemen =

berat akhir
berat awal

× 100% ............................................................. (4)

(Sudarmadji, dkk, 1989).
3. Bahan Tertinggal
Menurut (Henderson dan Perry, 1989) untuk menentukan nilai bahan
tertinggalnya dinilai berdasarkan hasil ayakan. Tepung diayak kemudian tepung
yang tertinggal pada saringan ditimbang. Fraksi bahan tertinggal dihitung dengan
rumus:

Universitas Sumatera Utara

19

X1=

Wi
Wtot

dimana :

x 100 % ................................................................................... (5)

Xi

= Fraksi bahan tertinggal pada saringan (%)

Wi

= Berat bahan tertinggal pada saringan

Wtot = Total Berat Bahan
Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang
tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan
dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat
keluar

dari

mesin

pengolahan

membutuhkan

tenaga

operator

untuk

mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan
biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugroho, dkk, 2012).
4. Kehalusan Saringan Tepung Tulang
Pengamatan

parameter

kehalusan

saringan

dilakukan

dengan

menggunakan sieve shaker yang berfungsi dalam memilah sedimen berdasarkan
ukuran partikelnya. Ukuran saringan yang digunakan adalah 150, 200 dan 250
mesh. Cara menggunakan sieve shaker yaitu sebagai berikut
1.

Disusun ayakan bertingkat dari atas ke bawah dengan diawali ayakan yang
memiliki diameter lubang paling besar hingga terkecil.

2.

Dimasukkan tepung ke dalam ayakan paling atas (diameternya paling besar).

3.

Diletakkan di atas sieve shaker dan tutup dengan menggunakan tutup
pemberat yang sudah tersedia di shaker guna untuk menekan ayakan
bertingkat agar tidak goyang dan tumpah.

4.

Ditekan set/display untuk mengatur waktu yang diperlukan selama
pengadukan (20 menit).

5.

Dinyalakan mesin dengan menekan tombol start/resume.

Universitas Sumatera Utara

20

6.

Setelah mesin berhenti, diambil ayakan dari mesin dan dilihat hasil tepung
dari setiap ayakan. Untuk hasil ayakan yang paling kecil dimasukkan ke
dalam cawan.

7.

Ditimbang berat hasil ayakan dan dihitung persentase kehalusan dengan
menggunakan persamaan (1).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, perbedaan ukuran saringan pada alat penggiling tulang sapi
kering memberikan pengaruh terhadap kadar air tepung tulang, rendemen, bahan
tertinggal dan kehalusan saringan tepung tulang. Hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Parameter
Perlakuan

KadarAir
Tepung
Tulang (%)

Rendemen
(%)

Bahan
Tertinggal (%)

M1
M2
M3

1,563
0,857
0,203

96,667
93,667
93,667

2,000
4,000
3,667

Kehalusan
Saringan
Tepung
Tulang (%)
51,117
52,767
30,687

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar air tepung tulang tertinggi
terdapat pada perlakuan M1 yaitu sebesar 1,563 % dan kadar air tepung tulang
terendah terdapat pada perlakuan M3 yaitu sebesar 0,203 %. Rendemen tertinggi
terdapat pada perlakuan M1 yaitu sebesar 96,667 % dan rendemen terendah
terdapat pada perlakuan M2 dan M3 yaitu sebesar 93,667 %. Sementa itu
persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada perlakuan M2 yaitu sebesar
4,000 % sedangkan persentase bahan tertinggal terendah terdapat pada perlakuan
M1 yaitu sebesar 2,000. Untuk persentase kehalusan saringan tepung tulang
tertinggi terdapat pada perlakuan M2 yaitu sebesar 52,767 % sedangkan yang
terendah terdapat pada perlakuan M3 yaitu sebesar 30,687 %.
Pengaruh Ukuran Lubang Saringan terhadap Kadar Air Tepung Tulang
Kadar air tepung tulang setiap beda ukuran lubang saringan perlu diketahui
agar dapat disesuaikan dengan standar. Menurut SNI tepung tulang (1992), kadar
air maksimal tepung tulang yang diizinkan yaitu 8%. Hasil sidik ragam

21
Universitas Sumatera Utara

22

(lampiran 2) menunjukkan bahwa perbedaan ukuran lubang saringan memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar air tepung tulang. Hasil pengujian dengan
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) yang menunjukan pengaruh
perbedaan ukuran lubang saringan pada alat terhadap kadar air tepung tulang pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4. Hasil uji DMRT pengujian variasi ukuran lubang saringan pada alat
terhadap kadar air tepung tulang
DMRT
Notasi
Jarak
Perlakuan
Rataan
0,05
0,01
0,05 0,01
1
M3
0,203
a
A
2
0,37051 0,56143
M2
0,857
b
B
3
0,38400 0,58242
M1
1,563
c
C
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan yang satu berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan lainnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
perlakuan M3 dengan ukuran lubang saringan 250 mesh merupakan perlakuan
terbaik. Hubungan perbedaan ukuran lubang saringan dengan kadar air tepung

Kadar air tepung tulang (%)

tulang dapat dilihat dari grafik berikut
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

y = -0.0136x + 3.5943
R² = 0.9995

0

50

100

150

200

250

300

Ukuran lubang saringan (Mesh)
Gambar 1. Grafik hubungan ukuran lubang saringan dengan kadar air
tepung tulang

Universitas Sumatera Utara

23

Berdasarkan Gambar 1 menunjukan persamaan regresiŷ =

-0,0136x +

3,5943 nilai -0,0136x menyatakan nilai yang negatif artinya semakin besar ukuran
lubang saringan (x) maka semakin rendah kadar air tepung tulang (ŷ). Nilai
0,9995 menunjukkan nilai koefisien korelasi. Berdasarkan literatur Muinah
(2011), nilai koefisien korelasi antara 0,800-1,000 menunjukkan tingkat hubungan
antara dua variabel yang sangat kuat. Nilai ini juga berarti bahwa perbedaan
ukuran lubang saringan memberi pengaruh sebesar 99,95% terhadap kadar air
tepung tulang.
Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran lubang saringan
maka kadar air tepung tulang semakin rendah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan
oleh semakin besar ukuran lubang saringan maka waktu penggilingan tepung
tulang akan semakin lama. Rata-rata waktu penggilingan tepung tulang pada
perlakuan M1 yaitu 16,95 menit, M2 yaitu 19,18 menit dan M3 yaitu 25,74 menit.
Waktu penggilingan yang lama akan menyebabkan panas yang dihasilkan oleh
motor bakar akan berpindah ke bahan sehingga ukuran lubang saringan yang lebih
besar memiliki kadar air tepung tulang tertinggi. Hal ini sesuai dengan literatur
Wijaya (2013) yang menyatakan bahwa Energi kimia bahan bakar pertama diubah
menjadi energi panas melalui proses pembakaran atau oksidasi dengan udara
dalam mesin, energi panas ini meningkatkan temperatur dan tekanan gas pada
ruang bakar.
Pengaruh Ukuran Lubang Saringan terhadap Rendemen
Rendemen merupakan merupakan persentase produk yang didapat dari
hasil perbandingan antara berat awal tepung tulang dan berat akhirnya. Semakin

Universitas Sumatera Utara

24

tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa tepung tulang yang dihasilkan semakin
besar. Menurut Sudarmadji, dkk (1989) rendemen menunjukkan persentase
perbandingan berat bahan akhir terhadap berat bahan awal. Hasil sidik ragam
(lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan ukuran lubang saringan memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap rendemen. Hasil pengujian menggunakan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh perbedaan ukuran
lubang saringan terhadap rendemen pada masing-masing perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 5. Hasil uji DMRT pengujian variasi ukuran lubang saringan pada alat
terhadap rendemen
Jarak
1
2
3

DMRT
0,05
0,01
2,57893 3,90790
2,67285 4,05399

Perlakuan

Rataan

M2
M3
M1

93,667
93,667
96,667

Notasi
0,05
0,01
a
A
a
A
b
A

Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
dan sangat nyata pada taraf 1%
Berdasarkan Tabel 5 hasil uji DMRT pada taraf uji 0,05 menunjukkan
bahwa perlakuan M1 saling bebeda nyata dengan perlakuan M2 dan perlakuan
M3. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata pada perlakuan M3. Sedangkan pada taraf
uji 0,01 menunjukkan bahwa perlakuan M1, perlakuan M2 dan perlakuan M3
tidak berbeda nyata. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan M1
dengan ukuran lubang saringan 150 mesh merupakan perlakuan terbaik karena
memiliki rendemen tertinggi. Hubungan perbedaan ukuran lubang saringan
dengan rendemen dapat dilihat pada grafik di bawah ini

Universitas Sumatera Utara

Rendemen (%)

25

97
96,5
96
95,5
95
94,5
94
93,5
93
92,5

y = -0,03x + 100,6
R² = 0,75

0

50

100

150

200

250

300

Ukuran lubang saringan (Mesh)
Gambar 2. Grafik hubungan ukuran lubang saringan dengan rendemen
Pada Gambar 2 di atas persamaan garis terbentuk dari persamaan regresi
ŷ = -0,03x + 100,67. Nilai -0,03 menunjukkan nilai yang negatif. Artinya,
semakin kecil ukuran lubang saringan (x), maka semakin tinggi pula rendemen
(ŷ). Nilai 0,75 menunjukkan nilai koefisien korelasi. Berdasarkan literatur Muinah
(2011) nilai koefisien korelasi antara 0,600 – 0,799 menunjukkan tingkat
hubungan antara dua variabel yang kuat. Nilai ini juga berarti bahwa perbedaan
ukuran lubang saringan memberi pengaruh sebesar 75% terhadap rendemen.
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran lubang
saringan maka semakin tinggi rendemen dan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh
besar diameter lubang yang terdapat pada setiap saringan, semakin besar ukuran
diameter lubang pada saringan maka persentase bahan yang lolos ayakan akan
semakin tinggi sehingga persentase rendemen akan semakin besar. Hal ini sesuai
dengan literatur Panggabean, dkk (2013) yang menyatakan bahwa Semakin kecil
ukuran lubang saringan yang digunakan maka persentase bahan yang lolos ayakan
akan semakin maksimum. Hal ini dipengaruhi oleh besar diameter lubang atau
pori pengeluaran pada ayakan yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

26

Pengaruh Ukuran Lubang Saringan terhadap Bahan Tertinggal
Bahan tertinggal merupakan tepung hasil gilingan yang tidak lolos dari
saringan yang masih terdapat pada alat penggiling tulang. Bahan tertinggal dapat
dihitung dengan perbandingan berat bahan atau tepung yang tertinggal pada
saringan dibagikan dengan berat bahan yang masuk kemudian dikalikan seratus
persen. Menurut Nugroho, dkk (2012), persentase bahan yang tertinggal di alat
adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah
saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan.
Hasil pengujian menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
menunjukkan pengaruh perbedaan ukuran lubang saringan terhadap bahan yang
tertinggal pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Uji DMRT Pengujian Variasi Ukuran Lubang Saringan terhadap
Bahan Tertinggal
DMRT
Notasi
Jarak
Perlakuan
Rataan
0,05
0,01
0,05
0,01
1
M1
2
a
A
2
1,331755 2,01803
M3
3,667
b
A
3
1,38025 2,09347
M2
4,000
b
A
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
dan sangat nyata pada taraf 1%

Berdasarkan Tabel 6 di atas hasil uji DMRT dengan taraf uji 0,05
menunjukkan bahwa perlakuan M1 berbeda nyata dengan perlakuan M2 dan
perlakuan M3. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata pada perlakuan M3. Pada taraf
uji 0,01 menunjukkan bahwa perlakuan M1, perlakuan M2 dan perlakuan M3
tidak berbeda nyata. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan M1
dengan ukuran lubang sarigan 150 mesh adalah perlakuan terbaik karena memiliki

Universitas Sumatera Utara

27

persentase bahan tertinggal terendah. Hubungan Ukuran Saringan dengan bahan

Bahan Tertinggal (%)

tertinggal dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
5
4

y = 0.0167x - 0.1117
R² = 0.605

3
2
1
0
0

50

100

150

200

250

300

Ukuran lubang saringan (Mesh)

Gambar 3. Grafik hubungan ukuran lubang saringan dengan bahan tertinggal
Berdasarkan gambar di atas persamaan garis terbentuk dari persamaan
regresi ŷ = 0,0167x – 0,1117. Nilai 0,0167x menunjukkan hubungan yang positif.
Artinya, semakin besar ukuran lubang saringan (x) maka semakin banyak bahan
yang tertinggal (ŷ). Nilai 0,605 menunjukkan nilai koefisien korelasi. Berdasarkan
literatur Muinah (2011), nilai koefisien korelasi antara 0,600 – 0,799
menunjukkan tingkat hubungan antara dua variabel yang kuat. Nilai ini juga
berarti bahwa perbedaan ukuran lubang saringan memberi pengaruh sebesar
60,5% terhadap bahan tertinggal.
Grafik (gambar 3) menunjukkan bahwa semakin besar ukuran lubang
saringan maka semakin banyak bahan yang tertinggal pada alat dan sebaliknya.
Hal ini disebabkan ukuran partikel tepung yang terlalu halus terbawa oleh udara
yang dihasilkan oleh kipas yang terdapat pada alat penggiling tepung tulang
kering sehingga tepung banyak menempel di bagian dalam alat penggiling.

Pengaruh Ukuran Lubang Saringan terhadap Kehalusan Saringan

Universitas Sumatera Utara

28

Kehalusan saringan tepung tulang dapat diketahui dengan menggunakan
metode sieve shaker. Tepung yang lolos pada saringan paling bawah kemudian
ditimbang dan dihitung persentase kehalusannya. Menurut Khodijah, dkk (2014),
Saringan bertingkat dengan nilai mesh sama akan memperbaiki kualitas dan
keseragaman hasil, sedangkan saringan bertingkat dengan nilai mesh berbeda akan
menghasilkan beberapa produk dengan keseragaman berbeda. Kehalusan saringan
tepung tulang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Hasil Uji DMRT Pengujian Variasi Ukuran Lubang Saringan terhadap
Kehalusan
DMRT
Notasi
Jarak
Perlakuan
Rataan
0,05
0,01
0,05
0,01
1
M3
30,687
a
A
2
4,86768 7,376085
M1
51,117
b
B
3
5,04494 7,651827
M2
52,767
b
B
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
dan sangat nyata pada taraf 1%
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji DMRT dengan taraf uji 0,05
menunjukkan bahwa perlakuan M1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2
namun berbeda nyata pada perlakuan M3. Perlakuan M2 berbeda nyata dengan
perlakuan M3. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan bahwa perlakuan M1 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan M2 namun perlakuan M2 sangat berbeda nyata
pada perlakuan M3. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan M2
dengan ukuran lubang saringan 200 mesh merupakan perlakuan terbaik karena
memiliki kahalusan tertinggi. Hubungan ukuran lubang saringan dengan
kehalusan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

29

Kehalusan saringan (%)

60
50
40

y = -0,204x + 85,71
R² = 0,689

30
20
10
0
0

50

100

150

200

250

300

Ukuran lubang saringan (Mesh)

Gambar 4. Grafik hubungan ukuran lubang saringan dengan kehalusan
Berdasarkan gambar di atas, persamaan garis pada grafik terbentuk dari
persamaan regresi ŷ = -0,2043x + 85,717. Nilai -0,2043x menunjukkan hubungan
yang negatif Artinya, semakin kecil ukuran lubang saringan (x), maka semakin
tinggi pula persentase kehalusanŷ).
( Nilai 0,6898 menunjukkan nilai koefisien
korelasi. Berdasarkan literatur Muinah (2011), nilai koefisien korelasi antara
0,600 – 0,799 menunjukkan tingkat hubungan antara dua variabel yang kuat. Nilai
ini juga berarti bahwa perbedaan ukuran lubang saringan memberi pengaruh
sebesar 68,98% terhadap kehalusan saringan.
Grafik (gambar 4) menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran lubang
saringan maka semakin tinggi pula persentase kehalusan dan sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh besar diameter lubang pengeluaran pada saringan, sehingga
memungkinkan ukuran lubang saringan yang lebih kecil persentase bahan yang
lolos ayakan akan semakin maksimum. Hal ini sesuai dengan literatur

Universitas Sumatera Utara

30

Panggabean, dkk (2013) yang menyatakan bahwa semakin besar diameter pori
ayakan maka akan semakin besar pula persentase bahan yang lolos ayakan.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Perbedaan ukuran lubang saringan memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata terhadap kadar air tepung tulang, rendemen, bahan tertinggal dan
kehalusan saringan tepung tulang.

2.

Persentase rata-rata kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan M1 1,563 %
dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan M3 yaitu sebesar 0,203 %.

3.

Persentase rata-rata rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan M1 yaitu
sebesar 96,667 % dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan M2 dan
M3 yaitu sebesar 93,667 %.

4.

Persentase rata-rata bahan tertinggal tertinggi diperoleh pada perlakuan M2
yaitu sebesar 4,000 % sedangkan persentase bahan tertinggal terendah
terdapat pada perlakuan M1 yaitu sebesar 2,000 %.

5.

Persentase rata-rata kehalusan saringan tertinggi diperoleh pada perlakuan
M2 yaitu sebesar 52,767 % sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan
M3 yaitu sebesar 30,687 %.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi mutu tepung tulang seperti, kadar lemak, kadar kalsium, kadar
fospat dan kadar fosfor agar tepung tulang yang dihasilkan sesuai dengan SNI.

31
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan
pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.
Garam-garam mineral yang paling banyak terdapat pada tulang adalah kalsium
fospat 58,3 %, kalsium karbonat 1 %, magnesium fospat 2,1 % dan kalsium
florida 1,9 %, sisanya sebanyak 30,6 % protein (Ward dan Court, 1977).
Hidroksiapatit merupakan faktor yang menentukan kekuatan tulang. Dari
komposisi unsur kalsium yang ada pada tubuh, maka sebanyak 99% ion Ca2+
terdapat pada tulang. Komponen tulang selalu berada dalam kondisi dynamic
equilibrium atau lebih dikenal dengan istilah peristiwa tukar ganti. Proses
pembentukan tulang melibatkan proses osteoklas dan osteoblas. Osteoklas adalah
proses reabsorbsi tulang atau yang lazim disebut sebagai demineralisasi.
Sedangkan osteoblas merupakan proses sintesis matriks baru (Said, 2014).
Tulang merupakan jaringan yang dinamis yang secara kontinyu dapat
diperbaharui dan di direkonstruksi. Tulang sapi mengandung kurang lebih 50
persen air dan 50 persen sumsum merah dan kuning. Sumsum tulang mengandung
96 persen lemak. Tulang yang telah mengalami penghilangan lemak (degreasing)
terdiri dari bahan organik dan anorganik dengan perbandingan 1:2. Persenyawaan
bahan organik dalam tulang disebut yang apabila dididihkan atau di ekstraksi akan
menghasilkan gelatin (Septimus, 1961).

4
Universitas Sumatera Utara

5

Tepung Tulang
Tepung tulang selain dijadikan sebagai sumber mineral juga mengandung
asam amino dan protein. Kalsium dan fosfor sangat diperlukan oleh hewan karena
memiliki peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan metabolism tubuh.
Fungsi mineral bagi hewan ternak antara lain:
1. Menjaga keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh
2. Sebagai zat pembentuk kerangka tubuh
3. Sebagai bagian aktif dalam struktur protein
4. Sebagai bagian dari asam amino
5. Sebagai bagian penting dalam tekanan osmotik sel
6. Pendukung aktivitas enzim
7. Membantu mekanisme transportasi dalam tubuh
(Murtidjo, 2001).
Tabel 1. SNI Tepung Tulang
Karakteristik

Mutu I (%)
Kadar air (maks)
8
Kadar lemak
3
Kadar kalsium (min)
20
Kadar fospat (P2O5) (min)
20
Kadar fosfor (P) (min)
8
Kehalusan saringan 25 (min)
90
Kadar pasir/silika (maks)
1
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).

Syarat
Mutu II (%)
8
6
30
20
8
90
1

Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang sudah
lama dikenal. Tujuan dari proses pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan
sehingga menjadi lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan
dan menghemat biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan. Namun ada

Universitas Sumatera Utara

6

kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat
fisik dan sifat kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan. Pada
pengeringan buatan atau mekanis; suhu, kelembaban nisbi udara serta kecepatan
pengeringan dapat diatur dan diawasi. Kecepatan pengeringan lempengan bahan
basah

yang

tipis

akan

berbanding

terbalik

dengan

kuadrat

tebalnya

(Rachmawan, 2001).
Secara garis besar, pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengeringan secara alami (natural drying) dan pengeringan buatan (artificial
drying). Pengeringan alami dapat dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar
matahari (sun drying). Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan
menggunakan alat pengering. Semakin lama kontak antara udara panas dengan
bahan maka semakin cepat pengeringan berlangsung (Taib, dkk, 1988).
Pengeringan yang baik memerlukan panas yang seragam dan laju
pengeringannya tidak terlalu cepat, agar tidak terjadi keretakan dan kadar airnya
seragam. Syarat ini sukar dipenuhi dengan penjemuran langsung dengan matahari,
karena intensitas panas matahari sulit di kendalikan. Untuk itu sangat diperlukan
alat pengering buatan yang murah harganya dan rendah biaya operasinya
(Soetoyo dan Syafaruddin, 1981).
Penggilingan
Penggilingan bertujuan untuk menggerus atau menghancurkan bahan hasil
pertanian supaya ukurannya menjadi lebih kecil dibanding ukuran semula,
sehingga memudahkan penggunaan dan pengolahan sesuai dengan yang
diinginkan. Selain itu, penggilingan juga bertujuan menghaluskan dan

Universitas Sumatera Utara

7

mengecilkan bentuk hasil yang berguna untuk memperbaiki daya cerna, kelezatan,
daya campur, daya simpan, dan dapat menghilangkan benda asing yang terdapat
dalam bahan, serta kemungkinan bahan yang terbuang menjadi lebih kecil.
Pengecilan ukuran secara tradisional dilakukan dengan cara menumbuk bahan
yang diletakkan dalam lumpang menggunakan lesung yang terbuat dari batu
maupun kayu. Penggilingan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat
maupun mesin yang digerakkan oleh motor bakar, motor listrik, maupun tenaga
manusia (Pratomo dan Irwanto, 1983).
Terdapat dua cara yang dapat digunakan dalam proses penggilingan yakni
cara basah dan cara kering. Penggilingan cara basah merupakan penggilingan
yang melibatkan perlakuan fisio-kimia dan mekanik untuk memisahkan fraksifraksi yang diinginkan sedangkan penggilingan kering merupakan proses yang
menyebabkan perlakuan fisik dan mekanik untuk membebaskan komponenkomponen dari sifat aslinya (Sari, 2015).
Jenis-jenis mesin giling yang ada sampai saat ini untuk memperkecil
bentuk dan ukuran bahan baku pakan ternak adalah hammer mill, burr mill, roller
mill, dan combination mill.
a.

Hammer Mill
Hammer mill merupakan salah satu alat penghancur biji-bijian dan hijauan
pakan. Pemakaian hammer mill biasa pada peternakan komersial maupun
peternakan tradisional. Dinamakan hammer mill karena mempunyai alat
utama untuk menggiling berupa palu (hammer). Prinsip kerja mesin tersebut
adalah bahan dipukul memakai palu, kemudian disaring sesuai ukuran yang
dikehendaki. Bagian-bagian hammer mill yaitu hopper, dust collector

Universitas Sumatera Utara

8

(pengumpul debu), palu, magnet, die (lubang saringan), exhaust fan (kipas
pembuangan), lubang pengeluaran, dan slope.
b.

Burr Mill
Sebutan lain untuk burr mill adalah attration mill (mesin dengan alat
penggerus), plate mill (mesin dengan kerja lempengan), atau disc mill (mesin
dengan kerja piringan). Komponen utama mesin giling tersebut terdiri atas
hopper (tempat pemasukan bahan), plate atau disc (pelat atau lempengan
untuk mengecilkan ukuran partikel bahan), dan tempat pengeluaran produk.
Cara kerja burr mill yaitu bahan masuk melalui loading (hopper). Kedua
pelat berputar dan saling bergesekan sehingga memecah bahan. Bahan
kemudian keluar melalui tempat pengeluaran. Proses kerja yang terjadi
selama burr mill bekerja terdiri atas cutting, crushing, dan shearing.

c.

Roller Mill
Roller mill digunakan dalam pengolahan pakan untuk crimping atau
menghancurkan biji-bijian. Roller mill ganda terdiri atas dua gulungan
berputar dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama. Roll
biasanya bergelombang atau bergerigi. Sebelum bahan dimasukkan ke dalam
hopper, mesin harus dihidupkan terlebih dahulu. Bahan akan digiling hingga
halus dengan gerak gesek dua rol. Setelah menjadi halus, bahan keluar
melalui tempat pengeluaran. Selama bekerja, roller mill melangsungkan
proses grinding, reducing, rolling, crushing, cracking, crimping, crumbling,
flacking, steaming, shearing, dan cutting.

Universitas Sumatera Utara

9

d.

Combination Mill
Combination

mill

mengkombinasikan

kerja

beberapa

mesin

giling.

Contohnya kombinasi crusher mill-hammer mill, crusher mill-burr mill,
crusher mill-roller mill, dan hammer mill-roller mill.
(Retnani, 2011).
Pengayakan
Pengayakan sendiri adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat
dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal
diayakan (butiran kasar) ukuran butiran tertentu, yang masih bisa melintasi ayakan
dinyatakan sebagai butiran batas. Sekelompok partikel dikatakan memiliki tingkat
kehalusan tertentu jika seluruh partikel dapat melintasi lebar lubang yang sesuai
(artinya tanpa sisa ayakan). Dengan demikian ada batasan maksimal dari ukuran
partikel (Voight, 1971).
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran
tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu
dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang dibawah ukuran atau yang
kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang
diatas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus.
Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe, dkk, 1999).

Universitas Sumatera Utara

10

Setiap ukuran partikel biasanya disebut polidispersi, karenanya perlu
untuk mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tapi juga berapa banyak
partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam sempel. Jadi kita perlu suatu
perkiraan ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-tiap
ukuran partikel, dari sini kita bisa menhgitung ukuran pertikel rata-rata untuk
sampel tersebut (Mochtar, 1990).
Sieve shaker adalah sebuah ayakan terbuat dari kawat, plastik, benang,
logam, atau pelat logam berlubang. Logam yang biasa digunakan adalah baja dan
baja tahan karat. Ukuran ayakan dinyatakan dengan mesh, yaitu banyaknya lubang
dalam setiap inci persegi. Kisaran ukuran mesh standar adalah mulai dari 4 mesh
sampai dengan 400 mesh. Pemisahan ukuran dalam kisaran 4 mesh dan 48 mesh
disebut ayakan halus fine screening, sedangkan yang lebih kecil lagi disebut
ultrafine. Perhitungan persentase produk yang lolos saringan dilakukan dengan
rumus:
Produk lolos saringan =

jumlah produk lolos saringan
jumlah produk yang diayak

× 100% ...............(1)

Saringan bertingkat dengan nilai mesh sama akan memperbaiki kualitas dan
keseragaman hasil, sedangkan saringan bertingkat dengan nilai mesh berbeda
akan menghasilkan beberapa produk dengan keseragaman berbeda. Sieve shaker
biasanya digunakan pada bidang farmasi sebagai pengayak obat dalam bentuk
bubuk (Khodijah, dkk, 2014).
Motor Bakar
Mesin bensin dikategorikan sebagai mesin kalor yang dimaksud dengan
mesin kalor di sini adalah mesin yang menggunakan sumber energi termal untuk

Universitas Sumatera Utara

11

menghasilkan kerja mekanik, atau mesin yang dapat merubah energi termal
menjadi kerja mekanik. Selanjutnya, jika ditinjau dari cara memperoleh sumber
energi termal, jenis mesin kalor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mesin
pembakaran luar (external combustion engine) dan mesin pembakaran dalam
(internal combustion engine) yang dimaksud dengan mesin pembakaran luar
adalah mesin di mana proses pembakaran terjadi di luar mesin, energi termal dari
hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin melalui beberapa dinding
pemisah. Contohnya adalah mesin uap. Sedangkan yang dimaksud dengan mesin
pembakaran dalam adalah mesin dimana proses pembakaran berlangsung di dalam
mesin itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi
sebagai fluida kerja (Siregar, 2009).
Motor bakar adalah jenis motor kalor yang termasuk mesin pembakaran
dalam (Internal Combustion Engine). Internal Combustion Engine adalah mesin
kalor yang mengubah energi kimia bahan bakar menjadi kerja mekanis, yaitu
dalam bentuk putaran poros. Energi kimia bahan bakar pertama diubah menjadi
energi panas melalui proses pembakaran atau oksidasi dengan udara dalam mesin,
energi panas ini meningkatkan temperatur dan tekanan gas pada ruang bakar
( Wijaya, 2013).
Puli
Puli (pulley) sabuk dibuat dari besi cor atau dari baja. Puli kayu tidak
banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan puli dari paduan
aluminium. Puli sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang tinggi (di
atas 35 m/det). Pada sabuk terbuka, puli sabuk yang digerakkan harus cembung.
Sabuk selalu mencari titik tertinggi pada puli, sehingga ketidaktelitian kecil yang

Universitas Sumatera Utara

12

mungkin ada ketika memasang, dapat diatasi secara dini dengan membuat puli
yang digerakkan sedikit cembung. Roda transmisi beralur untuk sabuk V dibuat
dari besi tuang, baja tuang, atau baja cetak (Stolk dan Kros, 1981).
Sabuk V
Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Sabuk
V dibelitkan disekeliling alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang
sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian
dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena
pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada
tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulang sabuk V
dibandingkan dengan sabuk rata. Transmisi sabuk V hanya dapat menghubungkan
poros-poros yang sejajar dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan
transmisi roda gigi atau rantai, sabuk V bekerja lebih halus dan tak bersuara.
Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk V
yang dipasang sebelah-menyebelah (Sularso dan Suga, 2004).
Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin menerusakan tenaga bersama-sama dengan putaran utama
dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Hal-hal yang perlu diperhatikan
di dalam merencanakan sebuah poros adalah kekuatan poros, kekakuan poros,
putaran kritis, dan korosi. Secara umum, untuk poros dengan diameter 3-3,5 inci,
digunakan bahan yang dibuat dengan pengerjaan dingin, yaitu baja karbon. Dan
bila yang dibutuhkan untuk mampu menahan beban kejut, kekerasan, dan

Universitas Sumatera Utara

13

tegangan yang besar, maka dipakai bahan baja paduan yang biasa dikenal sebagai
bahan komersial (Achmad, 2006).
Bantalan
Tempat sebuah poros ditumpu, dinamakan tap poros atau leher poros,
elemen yang menumpu dinamakan bantalan. Bantalan ini dapat dipasang di dalam
mesin di mana poros termasuk atau dalam suatu elemen terpisah yang
difondasikan yang dinamakan blok bantalan, blok atau dengan singkat bantalan.
Dalam bantalan umumnya bekerja gaya-reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih
banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros, bantalan dinamakan
bantalan radial. Kalau gaya reaksi itu jauh lebih banyak mengarah sepanjang garis
sumbu, namanya ialah bantalan aksial (Stolk dan Kros, 1981).
Saringan
Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam satu inci persegi (square
inch), sementara jika dinyatakan dalam mm maka angka yang ditunjukkan
merupakan besar material yang diayak. Proses pengayakan pada pembuatan
tepung sangat penting, karena menentukan ukuran partikel tepung yang
dihasilkan. Pengayakan merupakan suatu metode pemisahan berbagai campuran
partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari
kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat
pengayakan (Ailani, 2014).
Semakin kecil ukuran mesh yang digunakan maka persentase bahan yang
lolos ayakan akan semakin maksimum. Hal ini dipengaruhi oleh besar diameter
lubang atau pori pengeluaran pada ayakan yang digunakan. Dampak dari

Universitas Sumatera Utara

14

penggunaan setiap ukuran mesh pada alat penggiling akan mempengaruhi tekstur,
aroma, rasa dan warna. Hal ini disebabkan pada saat penggilingan adanya gaya
gesekan oleh bahan terhadap alat, serta lamanya penggilingan juga akan
berpengaruh terhadap penggilingan (Panggabean, dkk, 2013).
Analisis Korelasi
Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk
menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih.
Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi
derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk
derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi. Korelasi
dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ 1).
Apabila nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada
korelasi, dan r = 1 artinya korelasinya sangat kuat.
Tabel 2. Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,800 – 1,000
Sangat Kuat
0,600 – 0,799
Kuat
0,400 – 0,599
Cukup Kuat
0,200 – 0,399
Lemah
0,000 – 0,199
Sangat Lemah
(Muinah, 2011).

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tulang atau kerangka adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang
memberi bentuk pada tubuh. Tulang termasuk komponen yang keras, sehingga hal
inilah yang menyebabkan tulang tidak mudah diuraikan, sehingga tulang tersebut
menjadi limbah padat yang lebih dikenal sebagai sampah yang sering kali
dianggap tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Oleh karena itu, perlu pengolahan lebih lanjut agar limbah tulang tidak menjadi
sampah yang mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Tulang atau kerangka adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh (Astrina, 2010).
Pemanfaatan limbah ternak secara efisien dan ekonomis akan mampu
mencegah dahsyatnya pencemaran lingkungan, nilai estetis, dan berbagai masalah
kesehatan terhadap kehidupan manusia. Keberadaan limbah kotoran dan tulang
ternak di Indonesia cukup tinggi akibat tingginya total konsumsi daging sapi di
Indonesia. Mengingat cukup tingginya keberadaan limbah kotoran dan tulang
ternak di Indonesia dan belum tercapainya pengolahan secara optimal, maka
berbagai penelitian untuk mengetahui alternatif pengolahan limbah ternak untuk
meningkatkan nilai ekonomis, mencegah pencemaran lingkungan yang sekaligus
mampu

meminimalkan

masalah-masalah

kesehatan

sangat

perlu

untuk

ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya (Rugayah, 2014).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Salah satu penanganan tulang adalah dengan cara ditepungkan. Hal ini
disebabkan tingginya kandungan mineral yang ada pada tulang sehingga sayang
apabila dibuang dengan percuma. Selain itu dengan cara pengolahan lebih lanjut
pada limbah tulang ini akan memberikan nilai ekonomis. Tulang merupakan salah
satu bentuk limbah dari industri yang memiliki kandungan kalsium terbanyak
karena unsur utama dari tulang adalah kalsium, fosfor dan karbonat.
Tepung tulang merupakan salah satu bahan baku pembuatan pakan ternak
yang terbuat dari tulang hewan. Tulang yang harus dijadikan tepung haruslah
tulang yang berasal dari hewan ternak dewasa dan biasanya berasal dari tulang
hewan berkaki empat seperti tulang sapi, kerbau, babi, domba, kambing dan kuda.
Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan dasar pembuatan pakan karena
mengandung mineral makro yakni kalsium dan fosfor serta mineral mikro lainnya
(Sari, 2015).
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya,
dimana telah dirancang dan dibuat alat penggiling tulang sapi kering oleh Hadi
Jaka Suwarno (2016). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap ukuran
lubang saringan pada alat penggiling tulang sapi kering untuk melihat performasi
alat. Dengan mencari ukuran ukuran lubang saringan yang tepat diharapkan hasil
penggilingan lebih optimal.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah perancangan
percobaan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan satu faktor yaitu
ukuran lubang saringan pada alat penggiling tulang sapi kering dengan tiga kali
ulangan pada tiap perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran lubang saringan
pada alat penggiling tulang sapi kering terhadap kadar air tepung tulang,
rendemen, bahan tertinggal dan kehalusan saringan tepung tulang.
Hipotesis Penelitian
1. Diduga ada pengaruh variabel ukuran lubang saringan terhadap kadar air
tepung tulang.
2. Diduga ada pengaruh variabel ukuran lubang saringan terhadap rendemen.
3. Diduga ada pengaruh variabel ukuran lubang saringan terhadap bahan
tertinggal.
4. Diduga ada pengaruh variabel ukuran lubang saringan terhadap kehalusan
saringan tepung tulang.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk dapat menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masuk yang dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
3. Sebagai referensi bagi pihak yang membutuhkan, terutama limbah tulang
sapi.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
SHELLA KHAIRUNISA: Uji Variasi Ukuran Lubang Saringan pada Alat
Penggiling Tulang Sapi Kering, dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP
dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Keberadaan limbah tulang ternak di Indonesia cukup tinggi akibat
tingginya total konsumsi daging hewan ternak. Banyaknya limbah tulang dapat
mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan lebih lanjut. Salah
satu pemanfaatan limbah tulang yaitu dengan cara diolah menjadi tepung tulang.
Tepung tulang dapat dihasilkan dengan cara digiling menggunakan alat penggiling
tulang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ukuran lubang
saringan pada alat penggiling tulang sapi kering terhadap kadar air tepung tulang,
rendemen, bahan tertinggal dan kehalusan saringan tepung tulang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar air tepung tulang terendah terdapat pada ukuran
lubang saringan 250 Mesh sebesar 0,203 %, rendemen tertinggi terdapat pada
ukuran lubang saringan 150 Mesh sebesar 96,667 %, bahan tertinggal terendah
terdapat pada ukuran lubang saringan 150 Mesh sebesar 2 % dan kehalusan
saringan tepung tulang tertinggi terdapat pada ukuran lubang saringan 200 Mesh
sebesar 52,767 %.
Kata kunci: alat penggiling tulang sapi kering, limbah tulang, ukuran lubang
saringan

ABSTRACT
SHELLA KHAIRUNISA: Test of Various Size Hole sieve of Dry Cow Bone Miller,
supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY.
The esixtance of livestock waste bone in Indonesia is high enough due to
high consumption of livestock meat. The amount of bone waste can pollute the
environment if not addressed further. One of the usage waste bone is processed
into bone powder. Bone powder produced with the way milled usage bone miler.
The aim of this research are to test effect of size sieve hole of dry cow bone miller
on water content of bone powder, yield, material losses and the fineness of bone
powder. The results showed that the lowest water content of bone powder was at
size of hole sieve 250 Mesh that is 0,203 %, the highest yield was at size of hole
sieve 150 Mesh that is 96,667 %, the lowest material losses was at size of hole
sieve 150 Mesh that is 2 % and the highest fineness of bone powder was at of
hole sieve 200 Mesh that is 52,767 %.
Key words: dry cow bone miller, bone waste, size of hole sieve

i
Universitas Sumatera Utara

UJI VARIASI UKURAN LUBANG SARINGAN PADA
ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING

SKRIPSI

OLEH :
SHELLA KHAIRUNISA

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

Universitas Sumatera Utara

UJI VARIASI UKURAN LUBANG SARINGAN PADA
ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING

SKRIPSI

OLEH:
SHELLA KHAIRUNISA
120308061/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana
di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing

(Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si)
Ketua

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)
Anggota

Mengetahui,

Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP
Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
SHELLA KHAIRUNISA: Uji Variasi Ukuran Lubang Saringan pada Alat
Penggiling Tulang Sapi Kering, dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP
dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Keberadaan limbah tulang ternak di Indonesia cukup tinggi akibat
tingginya total konsumsi daging hewan ternak. Banyaknya limbah tulang dapat
mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan lebih lanjut. Salah
satu pemanfaatan limbah tulang yaitu dengan cara diolah menjadi tepung tulang.
Tepung tulang dapat dihasilkan dengan cara digiling menggunakan alat penggiling
tulang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ukuran lubang
saringan pada alat penggiling tulang sapi kering terhadap kadar air tepung tulang,
rendemen, bahan tertinggal dan kehalusan saringan tepung tulang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar air tepung tulang