PENGARUH LIMA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre)
PENGARUH LIMA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN DOSIS PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA
PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre)
(Skripsi)
Oleh
ARI DWINARA JANUARSYAH
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
(2)
PENGARUH LIMA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN DOSIS PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA
PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre)
Oleh
ARI DWINARA JANUARSYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian
pada
Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
(3)
Judul Skripsi : PENGARUH LIMA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN DOSIS PUPUK
NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre)
Nama Mahasiswa : Ari Dwinara Januarsyah No. Pokok Mahasiswa : 0614011020
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agronomi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. Ir. Sugiatno, M.S.
NIP 19660304 199012 2001 NIP 19600226 1986031004
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Prof.Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. NIP 196110211985031002
(4)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc.
Sekretaris : Ir. Sugiatno, M.S.
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196008261987021001
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 Januari 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak TjuTju Sukarsa dan Ibu Hariani, S.Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Mutiara pada tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) YP UNILA Bandar Lampung pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Agropala, Himadita, dan English club. Penulis juga menjadi anggota divisi satu Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian, ketua divisi hubungan antar lembaga Agropala dan pimpinan redaksi Buletin Belantara Agropala. Pada tahun 2010, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di desa Bandar Agung, Lampung Timur dengan tema Kemitraan Agribisnis Jagung Melalui Rekayasa Kelembagaan Kelompok Tani.
(6)
Semuanya telah diketahui, kecuali bagaimana cara untuk hidup (John-Paul Sartre)
Segala sesuatu dalam hidup adalah keberuntungan (Donald Trump)
Percayalah kamu bisa, dan kamu sudah setengah perjalanan (Theodore Roosevelt)
(7)
Untuk Mama, Papa, Teteh, dan Globo. Spirits of my life
(8)
Ari Dwinara Januarsyah
ABSTRAK
PENGARUH LIMA JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA
PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre)
Oleh
Ari Dwinara Januarsyah
Bibit merupakan fase awal pertumbuhan tanaman kopi dan bibit memerlukan unsur hara dan air yang cukup. Lampung sebagai salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia memiliki tanah yang didominasi olleh jenis Ultisol. Tanah jenis ini dapat mengikat unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan mikroorganisme yang dapat mengurai unsur hara sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendapatkan jenis FMA yang sesuai untuk tanaman kopi robusta, (2) mendapatkan takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi robusta, (3) mengetahui apakah tanggapan bibit kopi robusta terhadap pemberian FMA ditentukan oleh takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl, (4) mendapatkan takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang terbaik untuk masing-masing jenis FMA.
(9)
Ari Dwinara Januarsyah Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai September 2011 di rumah kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung. Penelitian disusun secara faktorial (6x2) dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) yang terdiri atas 4 kelompok. Faktor pertama adalah jenis FMA, yang terdiri dari: kontrol (m0), Glomus sp. 1 (m1), Entrophospora sp. (m2), Glomus sp. 2 (m3), Gigaspora sp. (m4), Glomus sp. 3 (m5). Faktor kedua adalah dua takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl. Takaran pertama adalah 0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl (p1). Takaran kedua adalah 0,25 g urea, 0,13 g SP-36, dan 0,13 g KCl (p2). Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data dianalisis ragam kemudian pemisahan nilai tengah diuji dengan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis FMA memberikan pertumbuhan bibit kopi robusta yang baik dibandingkan tanpa FMA dengan peningkatan tingggi tanaman sebesar 14%, bobot kering akar sebesar 41%, bobot kering tajuk sebesar 40%, dan Glomus sp. 3 memberikan respon terbaik melalui peningkatan bobot segar akar sebesar 111% dan bobot kering tajuk sebesar 40%. Takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta. Respon pertumbuhan bibit kopi robusta terhadap jenis FMA tidak ditentukan oleh pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl. Semua jenis FMA menghasilkan pertumbuhan bibit kopi robusta lebih baik dibandingkan kontrol pada kedua dosis pupuk yang diujikan.
(10)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, ridho, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. dan Bapak Ir. Sugiatno, M.S. selaku pembimbing pertama dan kedua atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, arahan, koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. selaku Pembahas dan
Pembimbing Akademik atas nasihat, saran, motivasi, dan perhatiannya kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.
4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P. selaku Ketua Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan bimbingannya.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
(11)
iii 6. Seluruh Dosen Jurusan Budidaya Pertanian yang telah berbagi pengetahuan,
pengalaman yang berharga, serta pembentukan pola pikir ke arah yang lebih baik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7. Malaysian Agri Hi-Tech atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Ayahanda TjuTju Sukarsa, Ibunda Hariani, S.Pd., Ika Mulya Sari, S.S., Digita Globo Yasawara, dan Fitrianingsih, S.Psi. yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan perhatian kepada penulis.
9. Yayah Inayah dan Roosaria Tyara yang telah memberikan saran, motivasi, tenaga, perhatian, dan waktunya kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
10. Stenoschlaena Palustris Team: Novalim Purlasyanko, Ramadian B. Santoso, Gustiawan, dan Virgio Koriyando yang telah memberikan dukungan, tenaga, kebersamaan, dan petualangan kepada penulis selama menjadi mahasiwa. 11. Rio Panjinata, Firmansyah, Adi Cahyadi, Yunita, Fitria Andriani, Mey
Hardiani, Wendi Saputri, Adhe P. Ningrum, Sigit Wahyudi, dan rekan-rekan Agropala lainnya yang telah memberikan keceriaan dan persaudaraan.
12. Diki Wahyudi, Bragah Setiawan, Widiya Wirawan, Ketut, Eko, Juhanda, Linggar, dan Lukas yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penelitian.
(12)
iv 13. Myco Family, Mbak Vida, Mbak Tri, Mbak Anggun, Bang Gerry, Ifah, Ipul,
Defky, Dayat, Ratih, Ambar, Syaifudin, dan Sinta atas bantuan, saran, motivasi, dan perhatian kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
Bandar Lampung, Februari 2012
(13)
v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Landasan Teori ... 4
1.4 Kerangka Pemikiran ... 9
1.5 Hipotesis ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Botani Tanaman Kopi Robusta ... 12
2.2 Syarat Tumbuh Kopi Robusta ... 13
2.3 Pembibitan Kopi ... 14
2.4 Tanah Podsolik Merah Kuning ... 15
2.5 Pupuk Nitrogen ... 16
2.6 Pupuk Fosfor ... 16
2.7 Pupuk Kalium ... 17
2.8 Mikoriza ... 17
2.9 Fungi Mikoriza Arbuskular .. ... 19
(14)
vi Halaman
III. BAHAN DAN METODE ... 21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24
3.4.1 Penyemaian benih ... 24
3.4.2 Persiapan media tanam ... 24
3.4.3 Penanaman dan pemberian fungi mikoriza arbuskular ... 24
3.4.4 Pemeliharaan ... 25
3.4.5 Pemupukan ... 25
3.5 Pengamatan ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Hasil ... 28
4.1.1 Persen infeksi akar ... 29
4.1.2 Tinggi bibit ... 29
4.1.3 Diameter batang ... 30
4.1.4 Jumlah daun ... 31
4.1.5 Bobot basah tajuk ... 32
4.1.6 Bobot kering tajuk ... 33
4.1.7 Panjang akar tunggang ... 34
4.1.8 Jumlah akar primer ... 35
4.1.9 Bobot basah akar ... 36
4.1.10 Bobot kering akar ... 37
4.1.11 Volume akar ... 38
4.2 Pembahasan ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 48 Tabel 14—37 ... 48-60
(15)
vii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Dosis pupuk untuk bibit kopi ... 15 2. Rekapitulasi hasil analisi ragam data penelitian ... 28 3. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada persen infeksi akar bibit kopi robusta 7 bss ... 29 4. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada tinggi bibit kopi robusta 7 bss ... 30 5. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada diameter batang bibit kopi robusta 7 bss ... 31 6. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada jumlah daun bibit kopi robusta 7 bss ... 32 7. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada bobot basah tajuk bibit kopi robusta 7 bss ... 33 8. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada bobot kering tajuk bibit kopi robusta 7 bss ... 34
9. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada panjang akar tunggang bibit kopi robusta 7 bss ... 35 10. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada jumlah akar primer bibit kopi robusta 7 bss ... 36 11. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada bobot basah akar bibit kopi robusta 7 bss ... 37 12. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada bobot kering akar bibit kopi robusta 7 bss ... 38 13. Pengaruh jenis FMA dan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl
pada volume akar bibit kopi robusta 7 bss ... 39 14. Deskripsi Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular ... 48
(16)
viii Tabel Halaman
15. Rekapitulasi uji bartlet untuk homogenitas ragam antarperlakuan .. 49
16. Data persen infeksi akar bibit kopi robusta 7 bss ... 49
17. Analisis ragam untuk persen infeksi akar bibit kopi robusta 7 bss . 50
18. Data tinggi tanaman bibit kopi robusta 7 bss ... 50
19. Analisis ragam untuk tinggi tanaman bibit kopi robusta 7 bss ... 51
20. Data diameter batang bibit kopi robusta 7 bss ... 51
21. Analisis ragam untuk diameter batang bibit kopi robusta 7 bss ... 52
22. Data jumlah daun bibit kopi robusta 7 bss ... 52
23. Data bobot basah tajuk bibit kopi robusta 7 bss ... 53
24. Analisis ragam untuk bobot basah tajuk bibit kopi robusta 7 bss ... 53
25. Data bobot kering tajuk bibit kopi robusta 7 bss ... 54
26. Analisis ragam untuk bobot kering tajuk bibit kopi robusta 7 bss .. 54
27. Data panjang akar tunggang bibit kopi robusta 7 bss ... 55
28. Analisis ragam untuk panjang akar tunggang bibit kopi robusta 7 bss 55
29. Data jumlah akar primer (sebelum transformasi) bibit kopi robusta 7 bss ... 56
30. Data jumlah akar primer (setelah transformasi) bibit kopi robusta 7 bss ... 57
31. Analisis ragam untuk jumlah akar primer bibit kopi robusta 7 bss . 57
32. Data bobot basah akar bibit kopi robusta 7 bss ... 58
33. Analisis ragam untuk bobot basah akar bibit kopi robusta 7 bss .... 58
34. Data bobot kering akar bibit kopi robusta 7 bss ... 59
35. Analisis ragam untuk bobot kering akar bibit kopi robusta 7 bss ... 59
36. Data volume akar bibit kopi robusta 7 bss ... 60
(17)
ix DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tata letak percobaan di rumah kaca ... 23 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman ... 25 3. Bibit kopi robusta umur 7 bss, m0 (tanpa FMA), m5 (Glomus sp. 3),
p1 (0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl), dan p2 (0,25 g urea,
(18)
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
Tanaman kopi telah dibudidayakan di 70 negara atau lebih dan menjadi komoditas penting. Di negara berkembang seperti Indonesia, kopi secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi yang besar dalam menyumbangkan devisa dan menyerap tenaga kerja.
Tanaman kopi tergolong dalam famili Rubiaceae dan sekitar 100 spesies telah
ditemukan yang semuanya berasal dari Afrika. Di dunia, terdapat dua jenis kopi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi yaitu kopi arabika (Coffea arabica L.) dan kopi robusta (Coffea canephora Pierre) (Davis et al., 2006).
Di Provinsi Lampung, kopi yang dibudidayakan adalah kopi robusta karena kopi robusta dapat tumbuh pada dataran sedang dan rendah, berbeda dengan kopi arabika yang jika ditanam pada dataran rendah maka tanaman itu akan rentan terserang penyakit Hemileia vastarix (karat daun) sehingga produksi serta mutunya jadi rendah (Najiyati dan Danarti, 2006). Menurut data Dinas Perkebunan Privinsi Lampung (2011), pada tahun 2009 luas lahan tanaman kopi adalah 162. 954 Ha dengan total produksi 144.521 ton.
(19)
2 Pembibitan merupakan tahap awal pertumbuhan dan perkembangan menjadi bentuk tanaman yang utuh. Khusus untuk tanaman kopi jenis robusta, pembibitan lebih banyak dengan menggunakan cara vegetatif, yaitu dengan cara penyambungan. Biji kopi robusta telah terserbuki oleh tanaman yang lain, hal ini membuat biji kopi robusta yang ditanam tidak akan sama dengan induknya (Wilson, 1999).
Pada tahap pembibitan, tanaman memerlukan suplai unsur hara yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006), podsolik merah kuning (PMK) diklasifikasikan kedalam jenis tanah Ultisol. Jenis tanah ini paling banyak di Indonesia dan untuk daerah Lampung sendiri PMK sangat mendominasi. Jumlah tanah PMK di Lampung 1.522.336 Ha dari total luas daerah Lampung sebesar 3.320.700 Ha. Menurut Cardoso dan Kuyper (2006), jenis tanah ini sebagian besar berada pada daerah tropis, memiliki ciri-ciri nutrisi dalam tanah rendah, risiko erosi, pH rendah yang menyebabkan keracunan alumunium (Al), pengikatan unsur fosfor yang tinggi, kurangnya bahan organik dalam tanah, dan daya menahan air yang rendah.
Untuk itu, pada tanah PMK pemupukan dan penyiraman menjadi syarat mutlak untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk fosfor pada tanaman
memberikan manfaat yang besar untuk membentuk dan memperkokoh tubuh tanaman agar dapat berkembang secara sempurna. Pupuk fosfor yang diberikan ketanaman baik pada saat pembibitan atau pada saat tanaman sudah berada di lahan, sebagian besar diikat oleh ion – ion didalam tanah yang menyebabkan fosfor tersedia yang dapat diserap oleh tanaman sangat sedikit walaupun fosfor dalam tanah banyak.
(20)
3 Penyerapan unsur fosfor akan meningkatkan penyerapan unsur hara yang lainnya. Unsur nitrogen dan kalium merupakan unsur terpenting sama halnya dengan fosfor. Kedua unsur ini juga menunjang pertumbuhan dan perkembangan bibit kopi robusta.
Mikoriza adalah golongan fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman yang banyak berada dibumi ini. Jenis yang sering dijumpai adalah fungi mikoriza arbuskular (FMA). Jenis ini mampu bersimbiosis dengan lebih kurang 90% spesies tanaman dan terdapat lebih dari 150 spesies FMA yang termasuk dalam phylum glomeromycota (Schubler, Schwarzott, dan Walker, 2001). Manfaat FMA bagi tanaman inangnya adalah untuk mempermudah penyerapan unsur hara yang immobil, terutama fosfor, membantu tanaman inangnya untuk dapat bertahan dari serangan patogen, dapat bertahan pada tanah yang memiliki logam berat karena FMA akan menyerap unsur hara disekitarnya untuk menyeimbangkan logam berat yang ada pada tanaman, dapat mengatasi keracunan logam Al, dapat meningkatkan penyerapan air, dan juga dapat memperbaiki agregat dan struktur tanah berkat hifa yang dimiliki oleh FMA (Cardoso dan Kuyper, 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Diantara jenis-jenis FMA yang diuji, jenis FMA mana yang lebih sesuai untuk bibit kopi robusta?
2. Takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang manakah yang terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi robusta?
(21)
4 3. Apakah respon bibit kopi robusta terhadap pemberian FMA ditentukan oleh
takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl?
4. Berapakah takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang terbaik untuk masing-masing FMA?
1.2Tujuan
Berdasarkan indentifikasi dan permasalahan yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan jenis FMA yang sesuai pada pembibitan kopi robusta. 2. Untuk mendapatkan takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang terbaik untuk
pertumbuhan bibit kopi robusta.
3. Untuk mengetahui apakah tanggapan bibit kopi robusta terhadap pemberian FMA ditentukan oleh takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl.
4. Untuk mendapatkan takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl yang terbaik untuk masing-masing jenis FMA.
1.3Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:
Kopi (Coffea spp.) adalah tanaman yang memiliki niai ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun kopi mampu menambah penghasilan para petani walaupun pemeliharaannya tidak intensif. Pemeliharan awal yang harus diperhatikan adalah mulai dari pembibitan (Najiyati dan Danarti, 2006).
(22)
5
Nitrogen pada tanah dan tanaman berasal dari fiksasi N2 dari atmosfer. Di dunia, fiksasi nitrogen hayati mensuplai setengah dari kebutuhan N, sisanya berasal dari fiksasi industri untuk perusahaan pupuk. Pupuk yang banyak digunakan adalah urea (CO(NH2)2). Sumber N lainnya adalah fiksasi N2 hayati dan pupuk organik. Bentuk yang diserap oleh tanaman berupa ion nitrogen: nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+). Tingkat mineralisasi N tidak hanya tergantung pada jumlah dan jenis bahan organik, tetapi juga kadar air tanah dan temperatur (Singers dan Munns, 1992).
Hampir semua unsur N didalam tanaman terkandung pada protein. Protein berfungsi sebagai enzim, yang mengkontrol dan mengkatalis reaksi kimia di dalam sel. Protein mengkatalis reaksi tertentu karena protein dapat berubah bentuk menjadi molekul substrat. N juga berperan dalam transfer energi, transfer elektron, dan informasi genetik (Singers dan Munns, 1992).
Unsur fosfor (P) adalah unsur esensial kedua setelah nitrogen (N) yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Di sebagian kalangan, fosfor dianggap sebagai key of life dari sebuah tanaman. Di dalam tubuh tanaman, fosfor berperan dalam pembentukan ATP, pengaturan aktivitas enzim, partisipasi dalam sintesis protein, lemak, dan pati. Unsur hara P diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4=2). Fosfor memegang peranan penting dalam hal fotosintesis dan pertumbuhan akar. Jika kekurangan unsur P maka volume jaringan tanaman akan menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
(23)
6 Pada tanah masam, fosfor akan bersenyawa dengan alumunium dan besi membentuk Al-P dan Fe-P sedangkan pada tanah alkali, fosfor akan bersenyawa dengan kalsium membentuk Ca-P yang sukar larut. Hal ini membuat fosfor yang tersedia bagi tanaman sedikit walaupun pemberian pupuk fosfor dilakukan terus-menerus. Hal yang terjadi di lapangan adalah fiksasi P yang berdampak pada berkurangnya P tersedia bagi tanaman. Ada 3 macam jenis fiksasi P yaitu fiksasi oleh ion Fe dan Al dalam larutan tanah, bila fosfor bertemu dengan CaCO3 dalam tanah alkalis akan diendapkan, dan reaksi lempung dengan fosfat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Ketersediaan kalium (K) di dalam tanah meningkat bersamaan dengan K ditukarkan, tapi itu tergantung dari kapasitas tukar kation (KTK) dan sumber K lainnya. Jika KTK besar, jumlah K ditukarkan yang diberikan akan membantu kekurangan dan sedikitnya konsentrasi K dalam larutan. Tetapi jika di dalam tanah terdapat sumber K berguna lainnya, maka K ditukarkan akan berkurang. Ion K berguna untuk aktivasi enzim dan regulator osmosis (Singers dan Munns, 1992).
Fungi Mikoriza Arbuskular adalah jenis mikoriza yang dapat bersimbiosis dengan lebih dari 90% tanaman yang hidup dimuka bumi ini. Fungi Mikoriza Arbuskular memiliki tiga bagian penting: hifa, struktur fungal yang berada di dalam dan di antara sel akar tanaman, dan extraradikal miselium di tanah. Fungi ini memiliki hifa yang tidak bersekat atau pembatas sehingga memudahkan dan mempercepat transfer unsur hara ataupun air ke dalam akar. Di ujung hifa pun terdapat enzim fosfatase yang dapat memutuskan ikatan fosfor dengan unsur lain sehingga fosfor tersebut menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman. Unsur hara yang sudah diserap oleh hifa
(24)
7 akan dibawa ke arbuskul tempat bertukarnya makanan. Tanaman akan memberikan karbohidrat dan FMA akan memberikan unsur hara dan air (Read dan Smith, 2008).
Menurut Mandelbaum dan Piche (2000), ada dua tahap yang terjadi pada saat tanaman dan FMA berinteraksi. Tahap pertama adalah tahap perkembangan
prekolonisasi fungi, tanaman akan mengeluarkan daya tarik berupa eksudat akar yang berfungsi sebagai makanan dan seleksi terhadap FMA. Eksudat akar berupa gula, asam organik, dan asam amino. Eksudat akar banyak terdapat di bagian apikal. Pada tahap ini FMA bergantung pada cadangan makanan dalam spora dan jarak spora terhadap akar untuk dapat berinteraksi dengan akar. Tahap kedua adalah
perkembangan hifa fungi secara eksternal dan internal selama kolonisasi, tergantung pada proses yang terjadi di akar. Permulaan kolonisasi FMA dimulai dengan
pertumbuhan hifa yang mengarah ke akar tanaman dan mengelilingi akar, jaringan hifa membengkak lalu membentuk apresoria pada akar, dan penetrasi muncul melalui apresoria. Setelah hifa masuk maka akan membentuk arbuskul dan dimulailah
interaksi simbiosis mutualisme antara tanaman dan FMA.
Hubungan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan ini tidak selamanya terjadi. Beberapa studi telah menjelaskan interaksi antara tanaman inang dan jenis mikoriza tertentu. Terdapat lebih dari 150 jenis FMA untuk hampir seluruh spesies tanaman. Beberapa tanaman yang disebut nonmichorryzal plant sulit untuk terinfeksi oleh mikoriza, contohnya tanaman dari famili Cruciferae and Chenopodiaceae. Perbedaan jenis tanaman mempengaruhi populasi FMA dan juga perbedaan jenis FMA memberikan pengaruh yang beragam terhadap suatu tanaman inang
(25)
8 (Klironomos, 1996). Selain perbedaan tanaman inang, jumlah fosfor tersedia dalam tanah juga mempengaruhi simbiosis tersebut. Begitu tanaman sudah mendapatkan cukup mineral fosfat maka populasi mikoriza di dalam tanah pun ikut berkurang. Hal ini juga dapat terjadi jika terdapat banyak unsur hara fosfat di dalam tanah (Raina, Chamola, dan Mukerji, 2000).
Andrade et al. (2009), menuliskan bahwa hubungan antara FMA dengan tanaman kopi pertama kali ditemukan oleh Jansen pada tahun 1897. Jansen menemukan banyaknya mikoriza pada akar kopi di pulau Jawa, sejak itu studi mengenai hubungan simbiosis tanaman kopi dan mikoriza banyak dilakukan terutama pada cuaca yang ekstrim dan tanah yang tidak subur. Tanaman kopi telah diyakini memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap mikoriza terutama selama tahap pembentukan akar di pembibitan.
Penelitian yang dilakukan Muleta et al. (2007), menyebutkan bahwa tanaman kopi di habitat aslinya yaitu di Ethiopia berasosiasi dengan lima jenis FMA yang
mendominasi, yaitu Glomus, Acalauspora, Gigaspora, Entrophospora, dan Scutellospora. Diantara kelima jenis tersebut, Glomus adalah jenis yang paling mendominasi dari kelompok glomeromycota. Jumlah spora FMA dipengaruhi oleh jumlah populasi kopi dalam satu hektar dan juga ketersediaan P dalam tanah.
(26)
9 1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka dapat dikemukakan kerangka pemikiran sebagai berikut: simbiosis antara FMA dengan tanaman dimulai dengan tahap infeksi akar. Tahap infeksi akar dipengaruhi oleh jenis FMA dan unsur fosfor tersedia di dalam tanah. Masing-masing jenis FMA mempunyai karakteristik
tertentu, sehingga masing-masing FMA hanya cocok untuk beberapa tanaman inang. Jenis Glomus sp. Merupakan FMA yang dapat bersimbiosis dengan banyak tanaman inang. Selain jenis FMA, unsur fosfor tersedia di dalam tanah juga mempengaruhi simbiosis antara tanaman inang dan FMA . Jika di dalam tanah banyak unsur fosfor tersedia maka akan semakin sedikit FMA yang menginfeksi tanaman. Kecocokan antara tanaman inang dan jenis FMA berdampak pada jumlah populasi fungi mikoriza arbuskular dan pertumbuhan tanaman inang.
Fungi Mikoriza Arbuskular akan masuk ke jaringan korteks akar dan hifa akan berkembang diantara sel dan di dalam sel korteks. Hifa yang berada di luar akar berbentuk seperti rambut halus yang akan berfungsi sebagai akar tambahan. Bentuknya yang sangat halus mempermudah hifa untuk dapat memasuki pori-pori tanah dan menyerap unsur hara serta air. Hifa tersebut juga menghasilkan enzim fosfatase yang berfungsi untuk memecah ikatan ion Al-P dan Ca-P sehingga unsur P tersedia dan dapat diserap oleh tanaman. Fosfor yang sudah tersedia bisa diserap oleh akar tanaman dan hifa mikoriza begitu juga halnya dengan air dan unsur hara lainnya. Hifa FMA yang tidak memiliki sekat membuat transfer unsur hara dan juga air cepat sampai di arbuskul. Arbuskul adalah organ FMA yang berada didalam sel akar dan
(27)
10 berfungsi sebagai tempat pertukaran unsur hara dan juga air kepada tanaman, begitu juga sebaliknya tanaman memberikan karbohidrat kepada mikoriza juga melalui arbuskul.
Di dalam tanaman, fosfor yang telah diberikan oleh mikoriza akan digunakan untuk banyak hal. Hal yang paling penting adalah fosfor berperan sebagai pembentuk ATP atau energi. Energi ini dibutuhkan oleh semua sel tanaman untuk melakukan
metabolisme. Jika sel tanaman semua melakukan metabolisme maka tanaman akan lebih cepat tumbuh dan berkembang. Fosfor berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama berguna pada tanaman masih dalam tahap pembibitan. Unsur ini berperan dalam mempercepat pertumbuhan akar sehingga tanaman dapat lebih cepat menyerap unsur hara dan air yang dibutuhkan tanaman pada awal pertumbuhan. Selain itu, fosfor berperan juga dalam hal memperkuat batang tanaman. Semua keuntungan yang terjadi didalam tubuh tanaman tersebut, memiliki efek terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman menjadi lebih tinggi dan akar menjadi lebih panjang adalah akibat dari penyerapan unsur fosfor yang maksimal dari dalam tanah.
Perkembangan akar yang yang disebabkan oleh peningkatan penyerapan fosfor dan hifa FMA berdampak pada penyerapan unsur hara yang lainnya. Penyerapan unsur hara nitrogen dan kalium juga ikut meningkat seiring dengan perkembangan akar. Hal ini membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih bagus. Unsur nitrogen digunakan tanaman untuk transfer energi, transfer elektron, dan informasi genetik. Sedangkan kalium digunakan tanaman untuk aktivasi enzim dan regulator osmosis.
(28)
11
Dampak semakin cocok FMA dengan bibit kopi yang digunakan, maka pertumbuhan dan perkembangan bibit menjadi lebih bagus dibandingkan dengan bibit yang tidak terdapat mikoriza karena bibit akan semakin efisien dalam hal penyerapan unsur hara dan air.
1.5Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Glomus adalah jenis FMA yang lebih sesuai pada pembibitan kopi robusta. 2. Takaran pupuk anjuran memberikan pertumbuhan bibit kopi robusta yang
lebih baik dibandingkan setengah takaran anjuran.
3. Respon tanaman terhadap pemberian FMA ditentukan oleh takaran pupuk Urea, SP-36, dan KCl yang diberikan.
(29)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Kopi Robusta
Tanaman kopi robusta (Coffea canephora Pierre) adalah tanaman yang berasal dari Uganda. Tanaman ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 1900. Tanaman ini memiliki sifat unggul dan sangat cepat berkembang, hal ini menjadikan tanaman ini
mendominasi perkebunan kopi di Indonesia. Beberapa jenis yang termasuk kopi robusta adalah Quillou, Uganda, dan Canephora (Najiyati dan Daniarti, 2006).
Sistem perakaran tanaman ini walaupun merupakan tanaman tahunan tapi
perakarannya dangkal sehingga membuat tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada saat musim kemarau yang panjang. Sedangkan sistem percabangan tanaman ini terbagi dalam beberapa jenis dan memiliki fungsi yang berbeda-beda.
1. Cabang orthrotrop. Cabang ini disebut juga cabang reproduksi karena berasal dari tunas reproduksi yang terdapat disetiap ketiak daun pada batang utama dan tumbuhnya tegak dan lurus.
2. Cabang primer. Cabang utama yang tumbuh tegak dan berasal dari tunas primer. Setiap ketiak daun hanya memiliki satu tunas primer, sehingga jika cabang ini mati maka tidak akan tumbuh cabang ini lagi. Cabang ini memiliki fungsi penting yaitu sebagai tempat tumbuhnya bunga.
(30)
13 3. Cabang sekunder. Cabang ini memiliki fungsi yang sama seperti cabang primer.
Cabang ini tumbuh pada cabang primer dan berasal dari tunas sekunder.
4. Cabang balik. Cabang reproduksi yang tumbuh pada cabang primer, berkembang tidak normal, dan arah pertumbuhannya menuju ke dalam mahkota tajuk.
5. Cabang air. Cabang reproduksi yang tumbuh pesat serta luas daun relatif panjang dan banyak mengandung air (Najiyati dan Daniarti, 2006).
Menurut Najiyati dan Daniarti (2006), tanaman kopi mulai berbunga pada umur sekitar dua tahun. Awalnya bunga akan muncul dari ketiak daun pada cabang reproduksi, tapi bunga ini tidak akan berkembang dan ini hanya dihasilkan oleh tanaman muda. Bunga yang akan berubah menjadi buah tumbuh di ketiak daun pada cabang primer. Bunga kopi berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih, dan berbau harum. Untuk berubah menjadi buah, kopi robusta memerlukan waktu 8 – 11 bulan. Buah kopi yang sudah siap dipanen berwarna merah tua. Umumnya buah kopi mengandung dua biji kopi, tetapi terkadang hanya ada satu biji atau bahkan hampa. Hal ini dikarenakan kegagalan biji untuk berkembang sempurna.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi
Kopi robusta berkembang di hutan dataran rendah Kongo sampai ke danau Victoria di Uganda. Hal ini membuat kopi robusta dapat tumbuh di dataran rendah dari 0 – 1200 m diatas permukaan laut. Habitat di dalam hutan dengan kelembaban yang tinggi, membuat tanaman ini membutuhkan naungan yang berat daripada arabika walaupun daun dan tanaman ini lebih besar dari arabika. Curah hujan rata-rata yang
(31)
14 tepat bagi pertumbuhan tanaman kopi adalah 2000 – 3000 mm/tahun. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 24 – 30 °C, jika berada pada suhu 15 °C pada waktu yang lama dapat membahayakan tanaman. Tanaman kopi lebih menyenangi tanah dengan pH berkisar antara 5,5 – 6,5. Hal terpenting adalah tanah untuk tanaman kopi harus bertekstur remah. Hal ini bertujuan agar drainase tanah berlangsung dengan baik dan agar akar dapat berkembang masuk untuk mencari sumber air pada musim kemarau. Air yang menggenang karena drinase buruk dapat merusak akar dan menghambat penyerapan air dan unsur hara (Wilson, 1999).
2.3 Pembibitan Kopi
Pembibitan kopi menggunakan bibit semai diawali dengan penyemaian benih pada bedengan. Benih kopi yang disemai dapat berupa benih kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduk atau tanpa kulit tanduk. Sebaiknya kulit tanduk dilepaskan agar bibit bebas dari penyakit, karena kulit tanduk tempat menempelnya jamur ataupun parasit lainnya. Bibit kopi dipersemaian dipelihara hingga berumur 2 bulan.
Bibit yang telah berumur 2-3 bulan dapat dipindahkan ke pembibitan. Pembibitan dapat dilakukan di bedengan atau polibag. Bedengan dibuat dengan ukuran 10 x 1,2 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm. bibit yang sudah dipindahkan dilakukan
perawatan seperti pemupukan, penyiraman, dan penyiangan. Pemupukan dimulai pada usia bibit berumur 3 bulan (Tabel 1). Bibit dipelihara di pembibitan hingga berumur 9 bulan sebelum dipindahkan kelapangan (Pusat Penelitian Tanaman Kopi dan Kakao Indonesia, 2006).
(32)
15 Tabel 1. Dosis pupuk untuk bibit kopi.
Umur (bln) Urea (g/m2) SP-36 (g/m2) KCl (g/m2)
3 10 5 5
5 20 10 10
7 30 15 15
9 40 20 20
12 50 25 25
Sumber : Pusat Penelitian Tanaman Kopi dan Kakao Indonesia
2.4 Tanah Podsolik Merah Kuning
Podsolik Merah Kuning (PMK) diklasifikasikan sebagai Ultisol. PMK berwarna kuning kecoklatan hingga merah dan mempunyai penampang tanah yang dalam sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Semua tanah PMK mempunyai kapasitas tukar kation sedang hingga tinggi (> 16 cmol/kg)
sehingga sangat menunjang dalam pemupukan dan mempunyai nilai kejenuhan basa < 35 %. Penampang tanah yang dalam dengan kapasitas tukar kation sedang hingga tinggi menjadikan tanah PMK dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis tanaman. Namun demikian, faktor iklim dan relief perlu diperhatikan (Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006).
Pada umumnya tanah PMK mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan penerapan teknologi seperti pengapuran, pemupukan, pengelolaan bahan organik, dan mikroorganimse. Pemanfaatan tanah PMK untuk pengembangan tanaman pangan
(33)
16 lebih banyak menghadapi kendala dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, kopi, dan hutan tanaman industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
2.5 Pupuk Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak terdapat didalam senyawa penting. Pertumbuhan tanaman akan terhambat jika kekurangan unsur ini. Ada dua bentuk utama ion nitrogen yang diserap dari tanah: nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+). Gejala kekurangan nitrogen, yakni klorosis biasanya pada daun tua. Daun akan menguning keseluruhan lalu agak kecoklatan saat mati. Biasanya, daun gugur pada fase kuning atau kuning kecoklatan. Tanaman yang mendapatkan terlalu banyak nitrogen biasanya mempunyai daun berwarna hijau yang lebat, dengan sistem perakaran yang kecil (Salisbury dan Ross, 1995).
2.6 Pupuk Fosfor
Pupuk fosfor sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, tetapi jumlahnya sedikit karena terfiksasi dalam tanah. Pupuk ini sering diaplikasikan untuk tanaman, walaupun respon langsung terhadap aplikasi pupuk fosfor jarang terlihat pada tanaman kopi yang telah dewasa. Pemberian pupuk fosfor di tahap pembibitan dan pada kebun secara umum memberikan respon yang signifikan. Pemberian nutrisi tanaman termasuk fosfor dengan cara disemprot dapat mempercepat perkembangan tanaman muda.
(34)
17
Pencampuran pupuk fosfor dengan tanah di lubang tanam biasanya menghasilkan peningkatan yang signifikan terhadap pertumbuhan rata-rata tanaman muda. Pupuk fosfor yang biasa digunakan adalah triple superphosphates. Single superphosphate mempunyai kandungan yang rendah akan P2O5 tapi tidak mengandung sulfur. Double dan triple superphosphates memiliki banyak fosfor dan juga kalsium. Pemupukan fosfor yang normal dilakukan adalah 200 kg P2O5/Ha/tahun, tetapi yang biasa diberikan oleh petani adalah 100 kg P2O5/Ha/tahun (Wilson, 1999).
2.7 Pupuk Kalium
Kalium merupakan unsur ketiga yang penting setelah nitrogen dan fosfor. Kalium mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ muda, sehingga gejala kekurangan unsur ini berupa nekrosis dapat dilihat di daun tua. Tanaman yang terserang kekurangan unsur kalium mempunyai batang yang lemah dan akarnya mudah terserang busuk akar, sehingga tanaman akan mudah rebah. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar ion yang penting untuk fotosintesis dan respirasi. Kalium juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein (Salisbury dan Ross, 1995).
2.8 Mikoriza
Menurut Gupta, Satyanarayana, dan Garg (2000), mikoriza pertama kali ditemukan oleh A.B. Frank pada tahun 1885. Nama mikoriza berasal dari Bahasa Yunani yaitu miko artinya fungi dan rhiza yang berarti akar. Mikoriza bukan pathogen tetapi
(35)
18 istilah untuk hubungan yang permanen antara akar tanaman dan jenis fungi tertentu dalam lingkungan yang natural atau budidaya. Pada tahun 1985, Harley dan Smith membagi mikoriza kedalam 7 kategori berdasarkan morfologi dan fisik, yaitu ektomikoriza, endomikoriza, ektendomikoriza, arbutoid mikoriza, monotropoid mikoriza, erikoid mikoriza, orkhidoid mikoriza. Namun secara garis besar, dikenal dua jenis saja yaitu endomikoriza dan ektomikoriza seperti yang dahulu pernah diungkapkan Frank hanya dengan nama yang berbeda.
Asosiasi mikoriza merupakan mekanisme bertahan hidup bagi mikoriza dan tanaman tingkat tinggi. Berikut adalah keuntungan yang biasa diperoleh tanaman dari
hubungan ini:
1. Fungi mikoriza meningkatkan penyerapan air dan nutrisi melalui peningkatan daerah serapan.
2. Hifa mikoriza mengakumulasi unsur N,P,K, dan Zn dan mentranslokasikannya ke tanaman inang.
3. Beberapa mikoriza dapat mendegradasi mineral kompleks dan organik dalam tanah dan menjadikannya tersedia bagi tanaman inang.
4. Fungi mikoriza dapat melindungi akar tanaman dari serangan patogen. 5. Menyediakan tanaman inang zat pertumbuhan seperti auksin, sitokinin, dan
giberelin.
6. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi ekstrim seperti suhu, dan keracunan logam berat (Gupta et al., 2000).
(36)
19 2.9 Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Fungi mikoriza arbuskular adalah jenis mikoriza yang paling terkenal dan merupakan mikoriza dengan jenis yang tertua. Mikoriza ini diperkirakan telah bersimbiosis dengan tanaman lebih dari 1000 juta tahun yang lalu, hal ini dilihat dari
pengelompokan fungi ini di dalam tanah. Jenis ini memiliki 150 spesies yang tergabung dalam ordo Glomeromycota. Diberi nama mikoriza arbuskular karena karakteristik struktur arbuskular yang dibentuk di dalam sel akar tanaman.
Sebelumnya, fungi ini diberi nama mikoriza vesicular arbuskular, tetapi karena hanya sekitar 80% fungi jenis ini memiliki vesicular sehingga namanya pun berubah
menjadi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) (Read dan Smith, 2008).
Pada saat menginfeksi tanaman inangnya, FMA masuk kedalam sel akar tanaman. Hifa FMA menginfeksi jaringan korteks akar tanaman. Di dalam jaringan korteks tersebut terbentuk arbuskul yang merupakan kunci dari pertukaran hara dan akan aktif dalam jangka waktu 4- 15 hari. Jika tanaman terinfeksi FMA, akar masih memiliki rambut akar sehingga jaringan untuk menyerap nutrisi dalam tanah tetap banyak dan lebar (Read dan Smith, 2008).
Hal yang paling esensial dari hubungan antara FMA dengan tanaman adalah FMA mampu menyediakan unsur P yang dibutuhkan bagi tanaman. Mikoriza
menggunakan tiga cara untuk menyediakan unsur P bagi tanaman inangnya, yaitu FMA berinteraksi dengan bakteri pemecah P dan FMA memproduksi enzim fosfatase yang memutus ikatan P. Pemberian unsur P bagi tanaman untuk memenuhi
(37)
20 kebutuhan tanaman dan memaksimalkan tanaman dapat pula berakibat menekan pertumbuhan mikoriza (Raina et al., 2000).
2.10 Mekanisme Serapan P
Penyerapan P pada permukaan akar lebih cepat dibandingkan pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga zona terkurasnya fosfat berada disekitar akar. Fungi Mikoriza Arbuskular memiliki struktur hifa yang menjalar keluar ke dalam tanah. Hifa meluas didalam tanah melampaui jauh jarak yang dapat dicapai rambut akar. Ketika fosfat yang berada disekitar rambut akar sudah habis, maka hifa membantu menyerap di tempat-tempat yang rambut akar sudah tidak bisa menjangkau lagi. Fosfor diangkut melalui hifa eksternal dalam bentuk polifosfat. Terdapat tiga fase bagaimana hara disuplai FMA ke tanaman inangnya: (1) hifa eksternal akan
mengabsorbsi hara dari dalam tanah, (2) hara akan ditranslokasi dari hifa eksternal ke dalam miselium internal yang berada didalam akar tanaman inang, (3) dan pelepasan unsur hara dari miselium internal ke sel-sel akar (Simanungkalit, 2006).
(38)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai September 2011 di rumah kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, polibag, mistar, alat tulis, mikroskop majemuk, mikroskop stereo, saringan, cawan petridis, spidol, plastik, timbangan, dan oven. Bahan-bahan yang digunakan adalah kompos, pupuk SP 36, pupuk Urea, pupuk KCl, 5 jenis fungi mikoriza arbuskular (FMA), tanah, air, pasir kali, larutan KOH 10%, glycerol, trypan blue, HCl 1%, dan benih kopi robusta.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian disusun dengan perlakuan dalam rancangan faktorial (6x2) terdiri atas empat ulangan. Faktor pertama adalah lima jenis FMA (deskripsi masing-masing FMA dapat dilihat pada tabel 14 di lampiran) yaitu; Glomus sp. 1 (MV1),
(39)
22 Glomus sp. 3 (MV18), dan tanpa mikoriza (kontrol). Faktor kedua adalah dua takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl. Takaran pertama adalah 0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl. Takaran kedua adalah 0,25 g urea, 0,13 g SP-36, dan 0,13 g KCl.
Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Pengelompokan didasarkan pada waktu transplanting bibit dari bak semai. Jumlah tanaman per satuan percobaan adalah 1 tanaman dengan total pengamatan adalah 48 tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.
Homogenitas ragam data diuji dengan Uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Jika kedua uji tersebut tidak nyata selanjutnya data dianalisis ragam dan pemisahan nilai tengah diuji dengan menggunakan uji BNT pada taraf 5%.
(40)
23
Keterangan:
m0 = Tanpa Mikoriza m1 = Glomus sp. 1 m2 = Entrophospora sp. m3 = Glomus sp. 2 m4 = Gigaspora sp. m5 = Glomus sp. 3
p1 = 0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl p2 = 0,25 g urea, 0,13 g SP-36, dan 0,13 g KCl
Gambar 1. Tata letak percobaan di rumah kaca.
Ulangan 1 Ulangan 2
m5p1 m0p1 m4p1 m1p2
m3p2 m0p2 m2p2 m1p1
m4p2 m2p2 m0p2 m3p1
m2p1 m3p1 m5p1 m0p1
m1p1 m4p1 m5p2 m4p2
m5p2 m1p2 m3p2 m2p1
Ulangan 3 Ulangan 4
m2p1 m3p2 m2p1 m5p2
m3p1 m1p2 m1p2 m4p2
m4p1 m5p2 m2p2 m5p1
m5p1 m1p1 m3p2 m2p1
m2p1 m0p2 m3p2 m1p2
(41)
24 3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyemaian benih
Benih dipilih berdasarkan ukuran yang seragam. Benih kemudian disemai di bak yang berisikan pasir yang sudah steril dengan posisi benih bagian yang datar menghadap kebawah. Setelah itu benih dirawat dengan melakukan penyiraman menggunakan handsprayer. Penyemaian benih dilakukan selama 2 bulan sebelum dipindahkan ke polibag.
3.4.2 Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah topsoil, pasir, dan bahan organik. Tanah yang telah dikumpulkan diayak agar hanya butiran halus yang terpakai. Tanah yang telah halus disterilkan dengan cara mengukus tanah menggunakan kompor selama satu setengah jam sebanyak dua kali dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme yang ada di dalam tanah tersebut. Pasir dan bahan organik juga disterilkan dengan cara yang sama.
3.4.3 Penanaman dan pemberian fungi mikoriza arbuskular
Tanah, pasir, dan bahan organik yang telah steril selanjutnya dicampur dengan perbandingan (7:1:1=V:V:V) dan dimasukkan kedalam polibag lebih kurang 2 kg media/polibag. Setelah itu, bibit dipindahkan dari bak semaian dan ditanam di masing-masing polibag sebanyak satu bibit. Sebelum bibit ditanam, pada lubang tanam diberikan inokulan FMA sesuai perlakuan sebanyak 300 spora/polibag
(42)
25 (Gambar 2). Polibag yang sudah ditanami kemudian disusun di rumah kaca menurut rancangan kelompok teracak sempurna sesuai tata letak percobaan.
Gambar 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman.
3.4.4 Pemeliharaan
Bibit disiram setiap hari, tetapi diusahakan agar tidak lembab karena bibit dapat terserang jamur. Penyiangan gulma yang tumbuh disekitar bibit dilakukan dengan cara mencabut secara manual. Bibit dipelihara sampai berumur 7 bulan setelah semai (bss).
3.4.5 Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk Urea, SP-36, dan KCl. Takaran anjuran yang diberikan per tanaman adalah 0.5 gram Urea, 0.25 gram SP-36, dan 0.25 gram KCl. Untuk perlakuan yang setengah takaran pupuk adalah 0.25 gram Urea,
1
2
3
a
4 Bibit Kopi
Polibag
Inokulum FMA
Media Tanam
(43)
26 0.13 gram SP-36, dan 0.13 gram KCl. Tanaman diberi pupuk pada saat berumur 3 dan 5 bss.
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada umur tanaman 7 bss. Pengamatan dilakukan terhadap variabel sebagai berikut:
1. Persen infeksi akar oleh FMA. Sampel akar sekunder diambil secara acak ± 20 helai/sampel kemudian dicuci bersih dan dimasukkan ke dalam botol film. Botol yang telah berisi sampel akar diisi dengan larutan KOH 10% sampai seluruh akar terendam dan dikukus dalam water bath selama ± 20 menit untuk membersihkan sel dari sitoplasma. Larutan KOH kemudian dibuang, dan akar dicuci bersih dengan air. Sampel akar kemudian direndam dalam larutan HCl 1% dan dikukus dalam water bath selama ± 20 menit. Setelah itu, larutan HCl dibuang dan akar siap untuk diwarnai dengan merendamnya dalam larutan Trypan blue 0,05% (0,5 gram Trypan blue dalam 450 ml glycerol + 50 ml HCl 1% + 500 ml aquades) dan dikukus dalam water bath selama ± 20 menit. Akar yang sudah diwarnai
dipotong-potong sepanjang ± 2 cm, kemudian diletakkan di atas preparat untuk diamati di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 100 kali. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen infeksi akar oleh FMA adalah sebagai berikut:
Infeksi akar (%) = Σ bagian pengamatan terinfeksi x 100% total pengamatan
(44)
27 2. Tinggi tanaman. Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari
permukaan media tanam sampai ujung daun tertinggi.
3. Jumlah daun. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung semua daun yang telah terbuka sempurna pada satu tanaman.
4. Diameter batang. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter batang pada posisi 5 cm di atas permukaan tanah.
5. Bobot basah tajuk. Pengamatan dilakukan dengan cara memisahkan tajuk dengan akar, lalu menimbang bobot tajuk yang masih segar.
6. Bobot basah akar. Pengamatan dilakukan denmgan cara menimbang bobot akar yang telah dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya.
7. Bobot kering tajuk. Pengamatan dilakukan dengan cara mengeringkan tajuk tanaman dengan oven pada suhu 80 ºC sampai bobotnya konstan, lalu ditimbang. 8. Bobot kering akar. Pengamatan dilakukan dengan cara memisahkan akar dari
tajuk tanaman, dibersihkan dengan air keran lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 80 ºC sampai bobotnya konstan, lalu ditimbang.
9. Panjang akar tunggang. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur panjang akar tunggang mulai dari pangkal batang hingga ujung akar.
10. Jumlah akar primer. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung seluruh akar primer yang terdapat pada akar. Akar primer adalah seluruh akar yang keluar dari akar tunggang.
(45)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semua jenis FMA memberikan pertumbuhan bibit kopi robusta yang baik dibandingkan tanpa FMA dan Glomus sp. 3 memberikan respon terbaik melalui peningkatan bobot segar akar dan bobot kering tajuk.
2. Takaran pupuk urea, SP-36, dan KCl tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta.
3. Respon pertumbuhan bibit kopi robusta terhadap jenis FMA tidak ditentukan oleh pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl.
4. Semua jenis FMA menghasilkan pertumbuhan bibit kopi robusta lebih baik dibandingkan kontrol pada kedua dosis pupuk yang diujikan.
(46)
45 5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap petumbuhan bibit kopi robusta maka sebaiknya dilakukan penambahan taraf pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl, lebih kecil dibandingkan takaran upuk yang digunakan pada penelitian ini, sehingga terlihat pengaruh terhadap FMA dan pertumbuhan bibit kopi.
(47)
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, S. A. L., P. Mazzafera, M. A. Schiavinato, and A. P. D. Silveira. 2009. Arbuscular mychorrizal association in coffee. Journal of Agricultural Science, 147 : 105-115.
Cardoso, I. M., and T. W. Kuyper. 2006. Mychorrizas and tropical
soil fertility. Agriculture, Ecosystems and Environment, 116 : 72—84. Davis, A. P., R. Govaerts, D. M. Bridson, and P. Stoffelen. 2006. An annotated
taxonomic conspectus of the genus coffea (Rubiaceae). Botanical Journal of the Linnean Society, 152 : 465—512.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2011. Produktivitas Kopi Robusta
http://disbun.lampungprov.go.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=117&Itemid=220. Diakses pada tanggal 10 Februari 2012. 1 P. Gupta, V., T. Satyanarayana, and S. Garg. 2000. General aspects of mychorriza.
In K.G. Mukerji, B.P. Chamola, Jagjit Singh (Editors). Mychorrizal Biology. Pp 27—44. Kluwer Academic Press. New York.
Klironomos, J., 1996. Host-specificity and functional diversity among arbuscular mycorrhizal fungi. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=host-specificity%20and%20functional%20diversity%20among%20arbuscular%20 mycorrhizal%20fungi&source=web&cd=1&sqi=2&ved=0CCMQFjAA&url= http%3A%2F%2Fplato.acadiau.ca%2Fisme%2FSymposium26%2Fklironomo s.PDF&ei=wdE5T7XANsLLrQerkYDOCA&usg=AFQjCNFLb9iBk1ZblKk NwnK5R83q-hOM3g&cad=rja. Diakses tanggal 6 November 2010. 8 P. Pusat Penelitian Tanaman Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pedoman teknis
budidaya tanaman kopi. Jember. 96 P.
Mandelbaum, C. I., and Y. Piche. 2000. The role of root exudates in
arbuscular mychorriza initiation. In K.G. Mukerji, B.P. Chamola, Jagjit Singh (Editors). Mychorrizal Biology. Pp 153—172. Kluwer Academic Press. New York.
(48)
47
Marschner, H., and B. Dell. 1994. Nutrient uptake in mycorrhizal symbiosis. In A. D. Robson, L. K. Abbott, and N. Malajczuk. Management of Mychorrhizas in Agriculture, Horticulture, and Forestry. Pp 89—102. Kluwer Academic Publishers. Netherlands.
Muleta, D., F. Assefa, S. Nemomissa, and U. Granhall. 2007. Composition of coffee shade tree species and density of indigenous arbuscular
mycorrhizal fungi (AMF) spores in Bonga Natural Coffee Forest,
Southwestern Ethiopia. Forest Ecology and Management, 241 : 145—154. Najiyati, S., and Danarti. 2004. KOPI: Budidaya dan Pascapanen. Penebar
Swadaya. Jakarta. 167 P.
Prasetyo, B. H., and D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25 (2) : 39—47.
Raina, S., B. P. Chamola, and K. G. Mukerji. 2000. Evolution of mychorriza. In K.G. Mukerji, B.P. Chamola, Jagjit Singh (Editors). Mychorrizal Biology. Pp 153—172. Kluwer Academic Press. New York. Read, D. J., and S. E. Smith. 2008. Mychorrizal Symbiosis. Academic Press.
Great Britain.
Rosmarkam, A., and N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 325 P.
Sastrahidayat, I. R., K. Wakidah, and Syekhfani. 1999. Pengaruh mikoriza vesikular arbuskula terhadap peningkatan enzim fosfatase, beberapa asam organik, dan pertumbuhan kapas (Gossypium hirsutum L.) pada vertisol dan alfisol. Agrivita, 21 (1) : 10—19.
Salisbury, F. B., and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diterjemahkan oleh Diah R. Lukman. ITB Bandung. Bandung. 225 P.
Schachtman, D. P., R. J. Roberts, and S. M. Ayling. 1998. Phsphorus uptake by plants: from soil to cell. Plant Physiology, 116 : 447—453.
Schubler, A., D. Schwarzott, and C. Walker. 2001. A new fungal phylum, the glomeromycota: phylogeny and evolution. Mycological Research, 105 : 1413—1421.
(49)
48 Simanungkalit, R. D. M. 2006. Cendawan mikoriza arbuskuler. In R. D. M.
Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, W. Hartatik (Editors). Organic Fertilizer and Biofertilizer. Pp 159—190. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat. Singer, M. J., and D. N. Munns. 1992. SOILS: An Introduction. Macmillan
Publishing Company. New York. 473 P.
Stukenbrock, H. E., and S. Rosendahl. 2005. Distribution of dominant arbuscular mycorrhizal fungi among five plant species in undisturbed vegetation of a coastal grassland. Mycorrhiza, 15 : 497—503.
Willson, K. 1999. Coffee, Cocoa and Tea. CABI Publishing. United Kingdom. 285 P.
Yildiz, A. 2010. A native glomus sp. from fields in aydin province and effects of native and commercial mycorrhizal fungi inoculants on the growth of some vegetables. Turky Journal of Biology, 34 : 447—452.
(50)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tata letak percobaan di rumah kaca ... 23 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman ... 25 3. Bibit kopi robusta umur 7 bss, m0 (tanpa FMA), m5 (Glomus sp. 3),
p1 (0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl), dan p2 (0,25 g urea,
(51)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Landasan Teori ... 4
1.4 Kerangka Pemikiran ... 9
1.5 Hipotesis ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Botani Tanaman Kopi Robusta ... 12
2.2 Syarat Tumbuh Kopi Robusta ... 13
2.3 Pembibitan Kopi ... 14
2.4 Tanah Podsolik Merah Kuning ... 15
2.5 Pupuk Nitrogen ... 16
2.6 Pupuk Fosfor ... 16
2.7 Pupuk Kalium ... 17
2.8 Mikoriza ... 17
2.9 Fungi Mikoriza Arbuskular .. ... 19
(52)
Halaman
III. BAHAN DAN METODE ... 21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24
3.4.1 Penyemaian benih ... 24
3.4.2 Persiapan media tanam ... 24
3.4.3 Penanaman dan pemberian fungi mikoriza arbuskular ... 24
3.4.4 Pemeliharaan ... 25
3.4.5 Pemupukan ... 25
3.5 Pengamatan ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Hasil ... 28
4.1.1 Persen infeksi akar ... 29
4.1.2 Tinggi bibit ... 29
4.1.3 Diameter batang ... 30
4.1.4 Jumlah daun ... 31
4.1.5 Bobot basah tajuk ... 32
4.1.6 Bobot kering tajuk ... 33
4.1.7 Panjang akar tunggang ... 34
4.1.8 Jumlah akar primer ... 35
4.1.9 Bobot basah akar ... 36
4.1.10 Bobot kering akar ... 37
4.1.11 Volume akar ... 38
4.2 Pembahasan ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 48 Tabel 14—37 ... 48-60
(53)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, ridho, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. dan Bapak Ir. Sugiatno, M.S. selaku pembimbing pertama dan kedua atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, arahan, koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. selaku Pembahas dan
Pembimbing Akademik atas nasihat, saran, motivasi, dan perhatiannya kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.
4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P. selaku Ketua Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan bimbingannya.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
(54)
6. Seluruh Dosen Jurusan Budidaya Pertanian yang telah berbagi pengetahuan, pengalaman yang berharga, serta pembentukan pola pikir ke arah yang lebih baik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7. Malaysian Agri Hi-Tech atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Ayahanda TjuTju Sukarsa, Ibunda Hariani, S.Pd., Ika Mulya Sari, S.S., Digita Globo Yasawara, dan Fitrianingsih, S.Psi. yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan perhatian kepada penulis.
9. Yayah Inayah dan Roosaria Tyara yang telah memberikan saran, motivasi, tenaga, perhatian, dan waktunya kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
10. Stenoschlaena Palustris Team: Novalim Purlasyanko, Ramadian B. Santoso, Gustiawan, dan Virgio Koriyando yang telah memberikan dukungan, tenaga, kebersamaan, dan petualangan kepada penulis selama menjadi mahasiwa. 11. Rio Panjinata, Firmansyah, Adi Cahyadi, Yunita, Fitria Andriani, Mey
Hardiani, Wendi Saputri, Adhe P. Ningrum, Sigit Wahyudi, dan rekan-rekan Agropala lainnya yang telah memberikan keceriaan dan persaudaraan.
12. Diki Wahyudi, Bragah Setiawan, Widiya Wirawan, Ketut, Eko, Juhanda, Linggar, dan Lukas yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penelitian.
(55)
13. Myco Family, Mbak Vida, Mbak Tri, Mbak Anggun, Bang Gerry, Ifah, Ipul, Defky, Dayat, Ratih, Ambar, Syaifudin, dan Sinta atas bantuan, saran, motivasi, dan perhatian kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
Bandar Lampung, Februari 2012
(1)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tata letak percobaan di rumah kaca ... 23 2. Teknik inokulasi FMA dan penanaman ... 25 3. Bibit kopi robusta umur 7 bss, m0 (tanpa FMA), m5 (Glomus sp. 3),
p1 (0,5 g urea, 0,25 g SP-36, dan 0,25 g KCl), dan p2 (0,25 g urea,
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Landasan Teori ... 4
1.4 Kerangka Pemikiran ... 9
1.5 Hipotesis ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Botani Tanaman Kopi Robusta ... 12
2.2 Syarat Tumbuh Kopi Robusta ... 13
2.3 Pembibitan Kopi ... 14
2.4 Tanah Podsolik Merah Kuning ... 15
2.5 Pupuk Nitrogen ... 16
2.6 Pupuk Fosfor ... 16
2.7 Pupuk Kalium ... 17
2.8 Mikoriza ... 17
2.9 Fungi Mikoriza Arbuskular .. ... 19
(3)
Halaman
III. BAHAN DAN METODE ... 21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24
3.4.1 Penyemaian benih ... 24
3.4.2 Persiapan media tanam ... 24
3.4.3 Penanaman dan pemberian fungi mikoriza arbuskular ... 24
3.4.4 Pemeliharaan ... 25
3.4.5 Pemupukan ... 25
3.5 Pengamatan ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Hasil ... 28
4.1.1 Persen infeksi akar ... 29
4.1.2 Tinggi bibit ... 29
4.1.3 Diameter batang ... 30
4.1.4 Jumlah daun ... 31
4.1.5 Bobot basah tajuk ... 32
4.1.6 Bobot kering tajuk ... 33
4.1.7 Panjang akar tunggang ... 34
4.1.8 Jumlah akar primer ... 35
4.1.9 Bobot basah akar ... 36
4.1.10 Bobot kering akar ... 37
4.1.11 Volume akar ... 38
4.2 Pembahasan ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 48 Tabel 14—37 ... 48-60
(4)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, ridho, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. dan Bapak Ir. Sugiatno, M.S. selaku pembimbing pertama dan kedua atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, arahan, koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc. selaku Pembahas dan
Pembimbing Akademik atas nasihat, saran, motivasi, dan perhatiannya kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.
4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P. selaku Ketua Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan bimbingannya.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
(5)
6. Seluruh Dosen Jurusan Budidaya Pertanian yang telah berbagi pengetahuan, pengalaman yang berharga, serta pembentukan pola pikir ke arah yang lebih baik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7. Malaysian Agri Hi-Tech atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Ayahanda TjuTju Sukarsa, Ibunda Hariani, S.Pd., Ika Mulya Sari, S.S., Digita Globo Yasawara, dan Fitrianingsih, S.Psi. yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan perhatian kepada penulis.
9. Yayah Inayah dan Roosaria Tyara yang telah memberikan saran, motivasi, tenaga, perhatian, dan waktunya kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
10. Stenoschlaena Palustris Team: Novalim Purlasyanko, Ramadian B. Santoso, Gustiawan, dan Virgio Koriyando yang telah memberikan dukungan, tenaga, kebersamaan, dan petualangan kepada penulis selama menjadi mahasiwa. 11. Rio Panjinata, Firmansyah, Adi Cahyadi, Yunita, Fitria Andriani, Mey
Hardiani, Wendi Saputri, Adhe P. Ningrum, Sigit Wahyudi, dan rekan-rekan Agropala lainnya yang telah memberikan keceriaan dan persaudaraan.
12. Diki Wahyudi, Bragah Setiawan, Widiya Wirawan, Ketut, Eko, Juhanda, Linggar, dan Lukas yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam penelitian.
(6)
13. Myco Family, Mbak Vida, Mbak Tri, Mbak Anggun, Bang Gerry, Ifah, Ipul, Defky, Dayat, Ratih, Ambar, Syaifudin, dan Sinta atas bantuan, saran, motivasi, dan perhatian kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
Bandar Lampung, Februari 2012