Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor
(Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat).

Patoh Perangin-Angin

Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Pailitnya suatu perusahaan seringkali tidak diingini oleh banyak pihak, karena memiliki banyak sisi negatif yang merugikan, tidak hanya dari sisi sidebitor dan sikreditor saja namun juga pada kelompok masyarakat tertentu seperti para distributor, retailer, buyer, dalam dan luar negeri ditambah lagi sering terjadi pemutusan hubungan kerja karyawan (PHK), para konsumen kehilangan produk, bahkan negara kehilangan sumber pendapatan dan sektor pajak. Jadi secara luas peristiwa kepailitan menimbulkan mesalah bagi perekonomian suatu bangsa, jadi tidak hanya sekedar masalah pemberesan boedel sipailit dan langkah-langkah rehabilitasi sidebitor sematamata. Oleh karenanya Undang-Undang Kepailitan baik semasa Failisement Verordening Stb. 1905 No.217 juncto Stb. 1906 No. 348 maupun setelah keluarnya Perpu No. 1 Tahun 1998, yang akhirnya ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 dan terakhir dirubah lagi dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, disamping mengatur tentang kepailitan tersebut, juga mengatur hal-hal tentang penundaan pembayaran utang sidebitor yang didalam undang-undang yang baru lebih dikenal dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yaitu semacam moratorium/penundaan pembayaran oleh sidebitor untuk menghindari peristiwa kepailitan tersebut.
Khususnya dalam era krisis semenjak pertengahan tahun 1997 diperkirakan banyak perusahaan yang jatuh pailit di Indonesia, sehingga perlu dikaji/diteliti sejauhmana PKPU ini bermanfaat sebagai upaya menghindarkan suatu perusahaan dari kepailitan tersebut dan sejauhmana pula bermanfaat dalam merestrukturisasi dan mereorganisasi perusahaan sehingga banyak pihak yang tidak dirugikan. Disamping itu peranan Pengadilan Niaga yang dibentuk pertama kali berdasarkan ketentuan Perpu No.1 Tahun 1998, perlu dikaji keberadaannya apakah sudah sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan mekanisme penyelesaian sengketa secara adil, cepat, terbuka dan efektif sebagai bentuk peradilan khusus yang diharapkan oleh undang-undang tersebut.
Untuk menjawab hal tersebut, dilakukan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif secara studi dokumentasi terhadap beberapa kasus pengajuan PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditambah dengan melakukan wawancara dengan kurator dan pengurus di Jakarta yang tenibat dengan pengajuan PKPU ini. Untuk ini data dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif anafitis.

Dari hasil penelitian ternyata pengajuan PKPU ini cukup bermanfaat sebagai upaya menghindarkan suatu perusahaan terhindar dari kepailitan, namun dengan beberapa segi hambatan antara lain ditemui masalah etikad baik debitor dalam pengajuan PKPU serta terkadang sulitnya mencapai kata sepakat dalam merumuskan rencana perdamaian (Composition plan) yang nantinya disahkan oleh keputusan Pengadilan Niaga setempat, ditambah lagi kurang dipahaminya

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

1

prinsip-prinsip restrukturisasi dan reorganisasi dalam perusahaan sehingga masih memungkinkan perusahaan yang telah mengajukan PKPU ini akhirnya diputus pailit melalui keputusan Pengadilan Niaga setempat.

Kata Kunci : Manfaat PKPU (Studi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

2