PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR (Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai)

ABSTRACT
LAW ENFORCEMENT TOWARD SMUGGLING OF GOODS
IMPORTED CRIME
(Study on Customs Supervision and Service Office
Madya Type Pabean B of Dumai)
By
BENNY SYAHPUTRA GINTING
Criminal offense of smuggling is caused by several factors including geographical
factors Indonesia as a island country and public mindset in consuming products are
internationally minded. The problem of this research are: (1) What is the mechanism of
law enforcement smuggling of imported goods? (2) What is the applicable law
enforcement against the smuggling of imported goods? (3) How does the criminal
liability for the occurrence of criminal smuggling of imported goods?
The approach used is a problem normative juridical and juridical empirical approach.
Data collected by literature and field studies, further data is analyzed qualitatively.
Research results and discussion indicate: (1) law enforcement mechanism to import
contraband goods with the delivery of results of the investigation carried out directly to
the public prosecutor in accordance with the provisions of the Criminal Procedure
Law. In addition, through the imposition of sanctions, in the form of administrative
sanctions or criminal penalties in accordance with the Customs Law. (2) Enforcement
of applicable laws against smuggling of imported goods held by Customs and Excise

investigators in accordance with their authority as stipulated in the Regulation of the
Director General of Customs and Excise No. P-53 / BC / 2010 or by means of
extermination, auctions or donated to institutions or communities it takes. (3) criminal
liability enforceable against criminals, both individuals and legal entities, both in
violation, the crime of smuggling and other customs criminal acts in accordance with
the Customs Law.
Suggestions in this study were: (1) Combating the crime of smuggling can be
preventive and repressive as well as more severe criminal penalties. (2) It should be an
attempt to review the Customs Act, in particular Article 102 in the explanation, which
is adapted to the development of flexible. (3) Require the addition of infrastructure
such as marine patrol boat fleet better or advanced and equipped with weapons that are
more numerous and sophisticated.
Keywords: Law Enforcement, Smuggling, Import

ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN
BARANG IMPOR
(Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean B Dumai)
Oleh

BENNY SYAHPUTRA GINTING
Tindak pidana penyelundupan disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya faktor
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan mindset masyarakat dalam
mengkonsumsi produk bersifat international minded. Permasalahan penelitian ini
adalah: (1) Bagaimanakah mekanisme penegakan hukum terhadap barang impor
selundupan? (2) Bagaimanakah penegakan hukum yang diterapkan terhadap
penyelundupan barang impor? (3) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana atas
terjadinya pidana penyelundupan barang impor?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan
studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Mekanisme penegakan hukum
terhadap barang impor selundupan dilaksanakan dengan penyampaian hasil penyidikan
langsung kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana.
Selain itu melalui penerapan sanksi, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi
pidana sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. (2) Penegakan hukum yang
diterapkan terhadap penyelundupan barang impor dilaksanakan oleh PPNS Bea dan
Cukai sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor P- 53 /BC/2010 yaitu dengan cara pemusnahan,
pelelangan atau dihibahkan kepada institusi atau masyarakat yang membutuhkan. (3)

Pertanggungjawaban pidana dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana baik
perorangan maupun badan hukum, baik yang melakukan pelanggaran, tindak pidana
penyelundupan maupun tindak pidana kepabeanan lainnya sesuai dengan UndangUndang Kepabeanan.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penanggulangan tindak pidana penyelundupan
dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) dan refresif (penindakan) serta pidana
denda yang lebih berat. (2) Perlu upaya meninjau kembali Undang-Undang
Kepabeanan terutama pada Pasal 102 di dalam penjelasannya, yang disesuaikan
dengan perkembangan yang fleksibel. (3) Perlu diadakan penambahan sarana
prasarana berupa armada kapal patroli laut yang lebih baik/canggih serta dilengkapi
dengan persenjataan yang lebih banyak dan mutakhir.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penyelundupan, Impor

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR
(Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean B Dumai)

Oleh

BENNY SYAHPUTRA GINTING


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM
Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR
(Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean B Dumai)


(Tesis)

Oleh
BENNY SYAHPUTRA GINTING
NPM 13 220 11 058

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

DAFTAR ISI

I.

II.

III.

IV.


PENDAHULUAN ................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...................................

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................

9

D. Kerangka Pemikiran .........................................................................

11


E. Metode Penelitian .............................................................................

16

F. Sistematika Penulisan .......................................................................

20

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

22

A. Penegakan Hukum ............................................................................

22

B. Tindak Pidana Penyelundupan Impor ...............................................

36


C. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai .................................

42

D. Pertanggungjawaban Pidana .............................................................

44

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................

52

A. Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai ..........................................

52

B. Mekanisme Penegakan Hukum Terhadap Barang Impor
Selundupan ........................................................................................


59

C. Penegakan Hukum Terhadap Penyelundupan Barang Impor ...........

73

D. Pertanggungjawaban Pidana Penyelundupan Barang Impor ............

86

PENUTUP .............................................................................................

110

A. Simpulan ...........................................................................................

110

B. Saran .................................................................................................


111

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGAI{TAR

Segala Puji syukur dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang

Menguasai Alam Semest4 sebab karena kasih karunia-Nya, maka penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana

Penyelundupan Barang Impor (Sfudi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Program Pasca
Sarj ana

Universitas Lampung.


Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penyusman sampai terselesaikannya

Tesis ini, mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1.
i

Bapak Prof. Dr. Heryandi, SH., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Larnpung sekaligus sebagai Pembimbing

II dan dosen, terimakasih atas ilmu yang

diberikan selama menempuh studi, serta bimbingan dan saran yang diberikan
selama proses penyusunan tesis.

2.

Bapak Dr. Eddy Rifa'i, S.H., M.H. selaku Pembimbing
Pascasarjana Magister Hukum, terimakasih atas

I

dan Sekretaris Prograrn

ilmu yang diberikan

selama

menempuh studi, serta bimbingan dan sarar yang diberikan selama proses
penyusunan tesis.

3. Bapak Bapali Dr. Khaidir Anwar, S.H., I\4"[Ium.,

selaku Ketua Program

Pascasarjana Magister Hukum sekaligus subagl Fenguji Anggota Tesis yang

banyak memberikan bantuan dan setia membimbing kami sewaktu program
fieldtrip.
4.

Tim Penguji Tesis: Bapak Dr. Maroni, S.H, M.H., sebagai Penguji Utam4 Bapak
Dr. Heni Siswanto, S.H, M.H sebagai Penguji Anggota sebagai Penguji Anggota,
terima kasih atas masukan dan saran yang diberikan kepada penulis demi perbaikan
Tesis

ini. Ibu Dr. Nikmah

yang

telah memberikan informasi

Rosidah, S.H., M.H. selaku narasumber dari akademisi
serta masukan dan arahan dalam penyelesaian

Tesis ini.
5.

Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sefama menempuh studi.

6.

Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B
Bandar Lampung Bapak Muhamad Lukman, yang telah memberikan dukungan
kepada kepada penulis selama menempuh studi sampai dengan penyusunan Tesis

ini.
7.

Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B

Dumai Bapak Puguh Wiyatno, yang telah rnemberikan izin dan bantuan kepada
penulis selama pelaksanaan penelitian.
8.

Ibu Lucia Itaning Prasetya dan Bapak Djoko Bagus Eddy Wijono selaku atasan
langsung penulis, yang tetap memberikan semangat dan dukungan selama
menempuh studi sampai dengan pembuatan Tesis ini.

9.

Kepala Kejaksaan

Negi Dumai yang telah memberikan izin dan memberikan

bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian, khusunya kepada Kasi.
Pidsus Hendarsyah YP, S.H.,

M.tI.

dan

Ajun Jaksa Mas Andriansyah.

10. Seluruh sahabat-sahabat

di Bea Cukai yang telah memberikan dukungan, bantuan

dan saran, khususnya kepada Mas Agus Djoko hasetyo
Nurhayin Habbatul Askuri dan Dedi Setiawan
situmorang

di

di Lampung, Mas

Dumai, Hardianto Belman

di Belawaq Boni Adhi Nugroho dan Yula Fren di Tanjung Balai

Karimun dan sahabat-sahabat lainnya.
11.

Seluruh teman-teman Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas

Lampung atas persahabatan dan kebersamaim selama menempuh studi

serta

dorongan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian'Iesis ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga semua perbuatan baik yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan

balasan kebaikan yang lebih besar dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada akhirnya
penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaal

Bandar Lampung, 17 Desember ZAM

Penulis

MENGESAHKAN
1. Tim Penguji

Ilr. Eddy Rifai, S.E., M.H.

Ketua

:

Sekretaris

: Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S.

Penguji

Utama

: Dr. Maroni, S.H., M.H.

Aaggota

: Dr. Heni Siswaito, S.H., M.H.

Anggota -

:

t:'d;klii}

I)r. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum.

ku lras H ukum

IYMI

eryandi, S.H., M.S.
109 198703 1 003

ektur Program Pascasarjana
Z*qo;t$

^"uk*k
e)

E5
4v4
VO^
\ "tlq[!t

L Sudjarwo, M.S.
30s28 198103 I AA2

Tanggal Lulus Ujian Tesis

:

17 Desember 2014

Judul

Tesis

Mahasiswa

:

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR
(Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai)

:

Benny Syahputra Ginting

Nomor Pokok Mahasiswa

:

1322011458

Program Kekhususan

:

Hukum Pidana

Nama

Fakultas

Hukum

MENYETUJUI
Dosen Komisi Pembimbing

Eddy Rifai, S.H., M.H.
196t09t2 198603 1 003

Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP 19621t09 198703 1 003

MENGETAHUI
Ketua Program Pascasarj ana
um Fakultas Hukum
ampung

SURAT PERI\IYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenamya bahwa:

l.

Tesis denganjudul: "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan
Barang

Impof' (Studi di Kantor

Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe

Madya Pabean B Dumai), adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai
dengan tata etika ilmiah yang berldku dalam masyarakat akademik atau yang
disebut plagiarisme.

2.

Hak intelektual atas karya ihniah ini diseratrkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung.

Atas pemyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata diternukan adanya ketidak
benaran, saya brsedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya;
saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 17 Desember 2014

Yang Membuat Pemyataan

Benny Syahputrr Ginting
NPM. 13220i1ii58

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Tesis ini kepada:
Ayah dan Ibuku tercinta
JK. Ginting dan Ibu Mayam. br. Barus
yang telah melahirkanku, membesarkanku, membimbingku
dan selalu mendoakan untuk kesehatan dan
keberhasilanku
Ayah dan Ibu mertuaku
J. Sembiring Kembaren dan Anna. br. Saragih
yang selalu memberikan dukungan dan doanya
untuk keberhasilanku
Istriku tersayang
Rifka Sembiring Kembaren
engkau wanita yang luarbiasa, aku selalu mencintaimu
Anakku
Ciho Miller Bermana Ginting
dan Holy Khuren Aquilar Ginting
yang kusayangi yang menjadi motivasi dan pemberi semangat,
kalian adalah anak-anakku yang paling berharga dan paling hebat

Abang dan kakak kandungku
Edy Marwan Ginting, Friyansen Ginting,
Murniati Ginting, dan Robert Imanuel Ginting
Kakak, abang, dan adik iparku
Resliana Simanjuntak, Betty Tarigan, Mberngab Barus,
Nurhayati Sembiring, Rehulina Sembiring, Syahriani Sembiring,
Dedi Sembiring, dan Erwin Sembiring
Serta seluruh keponakanku
Yang selalu membanggakanku

Almamater Tercinta
Universitas Lampung

MOTO

“Janganlah memutarbalikkan keadilan,
janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap,
sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana
dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar”
(Ulangan 16:19)
“Lagi kata Absalom : Sekiranya aku diangkat menjadi Hakim
di negeri ini! Maka setiap orang yang mempunyai perkara atau pertikaian hukum
boleh datang kepadaku, dan aku akan menyelesaikan perkaranya dengan adil”
(2 Samuel 15: 4)
“Pohon yang berbuah manis tidak pernah berteriak mengatakan buahnya manis,
tetapi manusia dan hewan pemakan buahlah yang mengatakan
“buah pohon itu manis”,
jangan memuji dirimu sendiri, biarkan orang lain yang menilainya,
walaupun tanpa dipuji teruslah berbuat adil dan baik”
(Penulis)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 September 1973, merupakan putra kelima
dari lima bersaudara, pasangan Bapak JK. Ginting, dan Ibu M. Br. Barus

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah SD Negeri 105324

Desa Ujung

Serdang - Tanjung Morawa (Deli Serdang Sumetera Utara) diselesaikan pada tahun
1985, SLTP Negeri 2 Tanjung Morawa (Deli Serdang Sumetera Utara) diselesaikan
pada tahun 1988, SMA Negeri 1 Tanjung Morawa (Deli Serdang Sumetera Utara)
diselesaikan pada tahun 1992, dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada tahun 2003
di Jakarta.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan
produk yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan, seperti pakaian bekas,
elektronik bekas, rokok produk luar negeri yang tidak dilekati pita cukai
Indonesia, minuman keras (minuman yang mengandung etil alkohol) dan produkproduk lainnya. Hal tersebut membuktikan masih terdapat praktik pemasukan
barang impor secara ilegal atau tindak pidana penyelundupan yang tidak
memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan bidang kepabeanan ke
dalam wilayah Republik Indonesia.

Tindak pidana penyelundupan disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya
faktor geografis, pasar produksi dan masyarakat. Secara geografis, Indonesia
terdiri dari beribu-ribu pulau, letak Indonesia dipersimpangan jalan dua benua
dengan garis pantai yang luas dengan negara-negara yang sudah maju di bidang
Industri, memberikan kesempatan atau peluang, bahkan merangsang para
pengusaha di luar negeri untuk melakukan perbuatan melawan hukum dengan
cara memasukkan barang-barang secara ilegal ke wilayah hukum Republik
Indonesia.

2

Indonesia sebagai negara berkembang, berkeinginan mengandalkan sektor
industrinya sendiri, namun sektor industri tersebut masih jauh dari yang
diharapkan, sedangkan negara-negara di sekitar Indonesia yang sudah maju di
bidang industrinya seperti Jepang, Taiwan, dan lainnya kesulitan dalam
pemasaran hasil industri.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang padat, membuat negara-negara di sekitar
Indonesia yang maju dalam bidang industri tersebut mendapat kesempatan atau
peluang untuk memasarkan hasil industrinya tersebut ke Indonesia dengan
melakukan berbagai cara pemasarannya termasuk dengan perbuatan melawan
hukum, seperti dengan cara mengekspor barang dari negaranya dengan
memberikan data yang tidak benar pada saat membuat dokumen untuk barangbarang yang masuk ke Indonesia atau bahkan melalui penyelundupan murni.

Upaya penanggulangan masalah penyelundupan, dihadapkan pada kendala yaitu
masyarakat kurang memberikan partisipasinya, meskipun media massa cukup
memuat berita-berita tentang penyelundupan, tetapi masyarakat masih tetap pasif,
karena merasa beruntung dapat membeli barang-barang secara murah dengan
mutu yang tinggi. Masyarakat Indonesia yang masih international minded, artinya
lebih memilih produk-produk luar negeri, yang sesungguhnya tidak kalah bagus
mutunya dengan hasil produksi dari dalam negeri.

Faktor kecenderungan masyarakat yang lebih memilih produk luar negeri tersebut
menimbulkan kesempatan atau peluang yang merangsang atau kehendak dari para
importir di Indonesia maupun eksportir di luar negeri untuk melakukan perbuatan
melawan hukum menyelundupan barang ke Indonesia.

3

Eksistensi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
telah mengatur ketentuan tentang memasukkan barang kedalam daerah pabean
termasuk sanksi pidana yang melekat atas perbuatan pidana kepabeanan, akan
tetapi tidak dapat membuat surut para pelaku penyelundupan (memasukkan
barang ke daerah pabean secara ilegal).

Sanksi pidana kepabeanan dapat dikenakan terhadap barang impor yang dibawa
oleh sarana pengangkut, apabila pengangkutan barang tersebut tidak dilindungi
oleh dokumen manifes (daftar rincian muatan/barang), membongkar barang impor
di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean,
menyembunyikan

barang

impor

secara

melawan

hukum

(termasuk

menyembunyikan di dalam sarana pengangkut).

Pengaturan mengenai tindak pidana penyelundupan juga tertuang dalam Pasal 11
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan,
Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang
ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yaitu sebagai berikut:
(1) Barang yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 Ayat (1) wajib dibongkar di Kawasan Pabean di pelabuhan atau
bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat
(2).
(2) Pembongkaran barang di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) merupakan penyelundupan dan dikenai sanksi di bidang
kepabeanan.
(3) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang
diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan

4

bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar
bea masuk atas barang yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang
diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Tindak pidana kepabenan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran terhadap
aturan hukum di bidang kepabeanan. Salah satu bentuk tindak pidana kepabeanan
yang paling terkenal adalah tindak pidana penyelundupan. Sumber hukum tindak
pidana kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan. Undang-Undang Kepabeanan mulai berlaku 1 April 1996, dimuat di
dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Pembentukan Undang-Undang Kepabeanan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yakni: (a) bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah
menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di
bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan
kegiatan perdagangan internasional; (b) bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga
agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan
kebijaksanaan pembangunan nasional dan agar lebih dapat diciptakan kepastian
hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek kepabeanan bagi
bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional
yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi,
diperlukan langkah-langkah pembaharuan; (c) bahwa peraturan perundangundangan Kepabeanan selama ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti
perkembangan perekonomian dalam hubungan dengan perdagangan internasional;
dan (d) bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk
membentuk Undang-undang tentang kepabeanan yang dapat memenuhi
perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan Kepabeanan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

5

Tindak pidana penyelundupan barang impor ini tentu saja sangat merugikan
pemerintah dari segi pendapatan negara maupun sangat meresahkan masyarakat
dari segi stabilitas ekonomi pada saat sekarang. Mengingat tindak pidana
penyelundupan tersebut adakalanya dapat diketahui oleh aparat, akan tetapi
pelakunya tidak tertangkap, maka kenyataan ini juga semakin menggelisahkan
masyarakat. Perbuatan penyelundupan ini menimbulkan pengaruh yang sangat
negatif terhadap beberapa segi dalam kelangsungan hidup bangsa dan negara, baik
secara langsung yang mengakibatkan kerugian dalam penerimaan negara dari bea
masuk serta pungutan-pungutan lain yang seharusnya diterima oleh pemerintah
melalui Dirjen Bea dan Cukai, maupun kerugian yang tidak langsung yaitu
mengakibatkan kemacetan atau hambatan produksi dalam negeri sehingga
merugikan pihak pemerintah yang memproduksinya.1

Uraian di atas menunjukkan bahwa fenomena kejahatan di wilayah kepabeanan
khususnya penyelundupan barang impor merupakan kejahatan yang harus
ditanggulangi dengan serius, khususnya oleh instansi terkait yang dalam hal ini
adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui kantor-kantor wilayah maupun
kantor-kantor pelayanannya yang tersebar di berbagai daerah di wilayah NKRI
dengan membentuk bagian atau unit-unit khusus untuk menangani kasus
kejahatan kepabeanan yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas penegakan
hukum berkaitan tindak pidana kepabeanan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tiga tugas yang harus diemban yang
tertuang dalam misinya, yaitu: we facilitate trade and industry, we guard
1

Purwito M, Ali, Kepabenanan dan Cukai Lalu Lintas Barang, Konsep dan Aplikasinya, Cetakan
Keempat, Kajian Hukum Fiskal FHUI, 2010, hlm. 5

6

Indonesia’s borders and community from smuggling and ilegal trading, we
optimize reveneu collection in customs and excise. Sebagai facilitate trade and
industry, Direktorat Jendral Bea dan Cukai diharuskan dapat meningkatkan
pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang
kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran; mewujudkan iklim usaha dan investasi
yang kondusif dengan memperlancar logistik impor dan ekspor melalui
penyederhanaan prosedur kepabenan dan cukai serta penerapan sistem manajemen
risiko yang handal.
Sebagai guard Indonesia’s borders and community from smuggling and ilegal
trading Direktorat Jendral Bea dan Cukai dituntut untuk melindungi masyarakat,
industri dalam negeri, dan kepentingan nasional melalui pengawasan dan/ atau
mencegah masuknya barang impor dan keluarnya barang ekspor yang berdampak
negatif dan berbahaya yang dilarang dan/ atau dibatasi oleh regulasinya;
melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor dan kegiatan di bidang
kepabeanan dan cukai lainnya secara efektif dan efisien melalui penerapan sistem
manajemen risiko yang handal, intelijen dan penyidikan yang kuat, serta
penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat; membatasi,
mengawasi, dan/ atau mengendalikan produksi, peredaran dan konsumsi barang
tertentu yang mempunyai sifat dan karateristik dapat membahayakan kesehatan,
lingkungan, ketertiban dan keamanan masyarakat melalui instrumen cukai yang
memperhatikan aspek keadilan dan keseimbangan.

Terkait dengan tugas sebagai optimize reveneu collection in customs and excise,
Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang juga merupakan penjaga pintu gerbang

7

negara, berupaya mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk,
bea keluar, dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.
Melalui misinya sebagai guard Indonesia’s borders and community from
smuggling and ilegal trading, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjaga
perbatasan untuk mencegah masuknya barang-barang selundupan ke Indonesia,
maraknya penyelundupan yang dilakukan oleh rakyat di perairan Pantai Timur
Sumatera merupakan salah satu titik yang menjadi perhatian Bea dan Cukai untuk
diberantas.

Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai
yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan salah satu
kantor pelayanan yang berperan penting dalam pemberantasan dan/ atau
mencegah terjadinya penyelundupan barang-barang impor yang masuk ke
Indonesia melalui perairan Pantai Timur Sumatera, Bea Cukai Dumai selalu sigap
dalam menghalau para penyelundup yang beroperasi di wilayah kerjanya. Namun
demikian, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean
B Dumai juga sering menghadapi berbagai kendala ketika melakukan tindakan
dalam menumpas kegiatan para penyelundup tersebut, di antaranya terdapat
kendala dalam penegakan hukum pidana kepabeanan terhadap tindak pidana
penyelundupan tersebut. Hal itu disebabkan oleh masih terdapat titik lemah pada
pasal-pasal Undang-Undang Kepabeanan.

Titik kelemahan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan dapat diidentifikasi pada Pasal 102 huruf b yang menyatakan
“membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin

8

kepala kantor pabean”. Berdasarkan kata “membongkar” tersebut Penyidik Bea
dan Cukai sering mendapatkan kesulitan untuk melakukan penegakan hukum atas
perbuatan tindak pidana penyelundupan itu, karena ketika kapal penyelundup
tersebut ditangkap, mereka belum melakukan pembongkaran muatan kapal, kapal
penyelundup tersebut baru hanya sandar atau berhenti di dekat sebuah dermaga
“rakyat” atau pulau-pulau kecil di seputar wilayah Dumai.
Adanya titik kelemahan tersebut, maka diperlukan suatu penegakan hukum oleh
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai
dalam rangka menanggulangi tindak pidana penyelundupan barang impor. Hal ini
penting dilakukan mengingat masih adanya celah bagi pelaku untuk melakukan
penyelundupan barang impor untuk menghindar dari jeratan hukum kepabeanan,
karena nomenklatur Pasal 102 huruf b menyebutkan bahwa penyelundupan yang
dapat diproses secara hukum adalah aktivitas membongkar barang impor di luar
kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean. Penegakan
hukum ini diperlukan dalam upaya penanggulangan tindak pidana penyelundupan
barang impor, khususnya pada wilayah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai.

Berdasarkan uraian latar belakang maka penulis melaksanakan penelitian yang
berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Barang
Impor (Studi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean B Dumai).

9

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah mekanisme penegakan hukum terhadap barang impor
selundupan?
b. Bagaimanakah penegakan hukum yang diterapkan terhadap penyelundupan
barang impor?
c. Bagaimanakah

pertanggungjawaban

pidana

atas

terjadinya

pidana

penyelundupan barang impor?

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup ilmu penelitian adalah hukum pidana, khususnya kajian tentang
penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan barang impor yang
belum dibongkar di dalam wilayah pabean Indonesia. Ruang lingkup lokasi
penelitian adalah di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
Madya Pabean B Dumai, dengan waktu penelitian yaitu Tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis mekanisme penegakan hukum terhadap barang impor
selundupan.

10

b. Untuk

menganalisis

penegakan

hukum

yang

diterapkan

terhadap

penyelundupan barang impor oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai.
c. Untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana atas terjadinya pidana
penyelundupan barang impor.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara
praktis sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu
hukum pidana, khususnya kajian tentang penegakan hukum terhadap tindak
pidana penyelundupan barang impor oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea dan Cukai;
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran
bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap
tindak pidana penyelundupan barang impor yang merugikan negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu diharapkan
berguna bagi pihak-pihak lain yang akan melakukan penelitian dengan kajian
mengenai kebijakan kriminal di masa-masa yang akan datang.

11

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian





Faktor Penyebab
Geografis Indonesia
Pasar Produksi
Masyarakat

Tindak Pidana
Penyelundupan
Barang Impor

Memberikan
Peluang/Celah
Bagi Pelaku
Penyelundupan

Undang-Undang
Kepabeanan

Kelemahan
pada Pasal
102 huruf b

Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya
Pabean B Dumai

Penegakan Hukum

Mekanisme Penegakan
Hukum Terhadap Barang
Impor Selundupan

Penegakan Hukum yang
Diterapkan terhadap
barang impor selundupan

Pembahasan

Kesimpulan

Pertanggungjawaban
hukum atas tindak pidana
penyelundupan

12

2. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis pada dasarnya merupakan abstraksi pemikiran atau kerangka
acuan dalam penelitian ilmiah. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian
ini teori mengenai penegakan hukum. Penegakan hukum adalah upaya aparat
penegak hukum untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila
berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan
dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di
dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai
pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan
untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana2
Menurut Joseph Goldstein dalam Mardjono Reksodiputro3, penegakan hukum
sendiri, diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:
1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang
menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali
2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept)
yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual
3. Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan2

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan
Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum,
Jakarta,1994, hlm.75.
3
Ibid, hlm.76.

13

keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana, kualitas sumber daya
manusianya, perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Peranan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat penting
untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan
antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan
alam sekitar dan manusia dengan negara. Penegakan hukum memiliki peranan
yang besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk
menjamin kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara, terjaminnya
kepastian hukum sehingga berbagai perilaku kriminal dan tindakan sewenangwenang yang dilakukan anggota masyarakat atas masyarakat lainnya akan dapat
dihindarkan. Penegakan hukum secara ideal akan dapat mendorong masyarakat
untuk menaati dan melaksanakan hukum.

Pentingnya masalah penegakan hukum dalam hal ini berkaitan dengan adanya
kejahatan baik yang mengalami kompleksitas baik pelaku, modus, bentuk, sifat,
maupun keadaannya. Tindak pidana merupakan suatu pelanggaran norma
(gangguan terhadap tertib hukum) dam penjatuhan hukuman terhadap pelaku
adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum4
Menurut Badra Nawawi Arief5, penegakan hukum sebagai upaya untuk
menanggulangi kejahatan dapat dilaksanakan melalui menggunakan dua sarana,
yaitu:

4

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 25-27
5
Badra Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002, hlm. 77

14

a. Penegakan hukum dengan menggunakan sarana penal
Sarana penal adalah penggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum
pidana yang di dalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:
(1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.
(2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.
b. Penegakan hukum dengan menggunakan sarana non penal
Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi
penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi sosial tertentu, namun
secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan. 6

3.

Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian, khususnya penelitian hukum7. Batasan pengertian
tersebut maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Penegakan hukum adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian hukum,
ketertiban

dan

perlindungan

hukum

dengan

menjaga

keselarasan,

keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilainilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang
meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian
tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana
sebagai suatu sistem peradilan pidana8

6

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 25-27
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986, hlm.103
8
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.

15

b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi
siapa yang melanggar larangan itu. Tindak pidana merupakan pelanggaran
norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak
sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku9
c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undangundang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminnya kepentingan umum.10
d. Penyelundupan adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan cara memasukkan (impor) atau mengeluarkan
(ekspor) barang dengan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, melanggar hukum dan merugikan negara.11
e. Pengawasan pabean adalah salah satu model untuk mencegah dan mendeteksi
pelanggaran kepabeanan. Pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung
pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup
kegiatan: penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor.12

9

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 23
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994,
hlm.76
11
Mochammad Anwar, Segi-Segi Hukum Masalah Penyelundupan, Penerbit Alumni Bandung,
2001, hlm. 159
12
Ibid, hlm.162

10

16

f. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas
lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean sertapemungutan bea
masuk dan bea keluar13
g. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-Undang Kepabeanan 14
h. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan
laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang
yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. 15
i. Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini. 16

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah
pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca,
13

Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
14
Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
15
Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
16
Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

2006 tentang Perubahan Atas Undang2006 tentang Perubahan Atas Undang2006 tentang Perubahan Atas Undang2006 tentang Perubahan Atas Undang-

17

mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan yuridis
empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari
permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus (empiris)17

2. Sumber dan Jenis Data
Data merupakan sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam suatu penelitian
yang berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data
lapangan dan kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder18

Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library
research), dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai
teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam
penelitian. Data sekunder terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
17
18

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm.7
Ibid, hlm.36

18

d) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan
Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan
dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang
Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas
e) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-53/BC/2010
Tentang Tatalaksana Pengawasan
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan
hukum yang dapat membantu menganalisa permasalahan, dari berbagai
buku hukum, arsip dan dokumen, brosur, makalah dan sumber internet.

b. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan tanya jawab atau wawancara kepada
narasumber penelitian.
3. Penentuan Narasumber
Narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai

: 1 orang

b. PPNS di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai

: 2 orang

c. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Dumai

: 1 orang

d. Akademisi Hukum Pidana Program Pascasarjana
Magister Hukum Universitas Lampung

: 1 orang +

Jumlah

: 5 orang

19

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi
lapangan sebagai berikut:
2) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan
melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari
bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan
3) Studi lapangan (field research), dilakukan dengan mengumpulkan data
melalui wawancara (interview) kepada narasumber penelitian.

b. Pengolahan Data
Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:
1) Seleksi Data
Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan
data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
2) Klasifikasi Data
Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan
dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat
untuk kepentingan penelitian.
3) Penyusunan Data
Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan
yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang
ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

20

5. Analisis Data
Setelah pengolahan data selesai, dilakukan analisis data dengan melakukan
analisis kualitatif, artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk
penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk
diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan faktafakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Penarikan
kesimpulan dilakukan secara induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat
khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika yang disajikan agar mempermudah dalam penulisan Tesis secara
keseluruhan diuraikan sebagai berikut:

I.

PENDAHULUAN, berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri dari
Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan
Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian serta Sistematika
Penulisan. Sistematika Bab I ini bertujuan untuk menggambarkan hal-hal
terkait dengan Tesis ini.

II.

TINJAUAN PUSTAKA, Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau
kajian yang berhubungan dengan penyusunan Tesis yaitu pengertian
penegakan hukum, tindak pidana penyelundupan dan dasar hukumnya
serta pertanggungjawaban pidana. Bab II ini merupakan bab kajian teoritik
guna mendukung pendapat atau argumentasi sehingga tidak bersifat
subjektif.

21

III.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, berisi penyajian hasil
penelitian dan pembahasaan mengenai mekanisme penegakan hukum
terhadap barang impor selundupan, penegakan hukum yang diterapkan
terhadap penyelundupan barang impor oleh Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Dumai dan
pertanggungjawaban pidana atas terjadinya pidana penyelundupan barang
impor. Bab III ini merupakan jawaban permasalahan dengan sistematika
seperti ini diharapkan dapat tergambar dan terjawab seluruh permasalahan
yang ada dan pembahasannya.

IV.

PENUTUP, berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis
dan pembahasan penelitian serta berbagai

saran sesuai dengan

permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum

Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya
guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga
mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan.
Kendatipun demikian tidak dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna
(secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan
adil (secara filosofis), belum tentu berguna bagi masyarakat. 1

Masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum, yaitu adanya
suatu peraturan yang dapat mengisi kekosongan hukum tanpa menghiraukan
apakah hukum itu adil atau tidak. Kenyataan sosial seperti ini memaksa
pemerintah untuk segera membuat peraturan secara praktis dan pragmatis,
mendahulukan bidang-bidang yang paling mendesak sesuai dengan tuntutan
masyarakat tanpa perkiraan strategis, sehingga melahirkan peraturan-peraturan
yang bersifat tambal sulam yang daya lakunya tidak bertahan lama, akibatnya
kurang menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

1

Barda Nawawi Arief. Op. Cit. hlm. 12.

23

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila
berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan
dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di
dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai
pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan
untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana2

Sistem peradilan pidana pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum
pidana melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendirisendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan
yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut
masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya.

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang
menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana
materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks
sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan
kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan
demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran

2

Mardjono Reksodiputro. Op. Cit, hlm.76.

24

yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang
bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum. 3
Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut sebagai model
kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang
melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan
perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan
hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut
seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian dari kegiatan dalam
rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime control
suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan
itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 4

Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana
substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam
bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan
nampak keterkaitan dan saling ketergantungan antar subsistem peradilan pidana
yakni lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, menurut
Muladi yaitu due process of law yang dalam Bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak. Secara keliru arti dari
proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan
penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu negara pada seorang tersangka
atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar
penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.5

3

Ibid, hlm.78.
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni,Bandung, 1986, hlm.7.
5
Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP,
Semarang, 1997, hlm.62.

4

25

Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan laya

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Pidana di Bidang Kehutanan (Studi Putusan No.481/K/Pid.B/2006 PN Jkt.Pst & Putusan Mahkamah Agung No. 2462/K/Pid/2006 dengan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus)

6 90 359

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DARI LUAR NEGERI (Studi Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya)

2 36 36

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN (STUDI DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B BANDAR LAMPUNG )

4 22 59

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN ( Studi Kasus di Kantor Keimigrasian Surakarta ).

0 0 13

SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Cyberpornografi.

1 9 12

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Cyberpornografi.

1 5 18

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PENYU DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DENPASAR.

5 25 55

SISTEM PEMIDANAAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG EKSPOR IMPOR DI INDONESIA.

2 3 13

PERAN KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI (KPPBC) TIPE MADYA PABEAN C PANGKALPINANG DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PEREDARAN ROKOK ILEGAL DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

0 0 14

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BARANG IMPOR (STUDI KASUS DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JAWA TENGAH DAN DIY)

0 2 13