STATUS NUTRIEN SAPI PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

ABSTRAK

STATUS NUTRIEN SAPI PERANAKAN ONGOLE

DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

DEWA KETUT ADI PERIAMBAWE

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Januari 2015 di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status sapi peranakan ongole berdasarkan konsumsi ransum, kandungan zat makananya, dan manajemen pemberian ransum yang dilaksanakan oleh peternak sapi peranakan ongole di Kecamatan Tanjung Bintang. Peternak yang

diwawancarai sebanyak 50 orang berasal dari dua desa yaitu Budi Lestari (25 peternak), dan Jati Baru (25 peternak). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode survei kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ransum yang digunakan hanya berupa hijauan saja. Rata-rata konsumsi bahan kering 8,21 kg/ekor/hari, sedangkan kebutuhan bahan kering mencapai 8,97 kg/ekor/hari, dan rata-rata konsumsi protein kasar 0,72 kg/ekor/hari, sedangkan kebutuhan protein kasar mencapai 1,08 kg/ekor/hari. Dengan demikian status nutrien sapi peranakan ongole di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten lampung Selatan dinyatakan belum terpenuhi.

Kata kunci : Sapi peranakan ongole, status nutrien, konsumsi bahan kering, konsumsi protein.


(2)

ABSTRACT

NUTRIENT STATUS OF PERANAKAN ONGOLE CATTLE IN TANJUNG BINTANG DISTRICT SOUTH LAMPUNG REGENCY

BY

DEWA KETUT ADI PERIAMBAWE

This study was conducted in January 2015 in Tanjung Bintang District South Lampung Regency. This study aimed to determine the nutrient status of Peranakan Ongole Cattle based on the feedstuff, nutrient content, and the management of feeding used by the Peranakan Ongole Cattle farmer in Tanjung Bintang District. There were 50 farmers interviewed, came from two villages namely Budi Lestari (25 farmer), and Jati Baru (25 farmer). This study used qualitative approach with survey method, then it was descriptively analyzed. The result of this study showed the feedstuff mostly in the form of pasture. Average dry matter Intake was 8,21 kg/cow/day, even the dry matter need was 8,97 kg/cow/day, and average protein Intake was 0,72 kg/cow/day, even the protein need was 1,08 kg/cow/day. Thus, nutrient status of Peranakan Ongole Cattle in Tanjung Bintang District South Lampung Regency was stated undernourishied.

Key words: Peranakan ongole cattle, nutrient status, dry matter intake, protein intake.


(3)

STATUS NUTRIEN SAPI PERANAKAN ONGOLE

DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

DEWA KETUT ADI PERIAMBAWE

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

STATUS NUTRIEN SAPI PERANAKAN ONGOLE

DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(Skripsi)

Oleh

DEWA KETUT ADI PERIAMBAWE

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik kebutuhan dan konsumsi bahan kering.………..….……….. 52

2. Grafik kebutuhan dan konsumsi protein kasar.………..….……….. 57

3. Survei kerumah peternak di Kecamatan Tanjung Bintang………… 96

4. Mengukur lingkar dada sapi……….. 96

5. Menimbang pakan ……… 97

6. Menimbang sampel pakan……… 97

7. Sisa pakan………. 98

8. Sapi dipelihara secara intesif……… 98

9. Kantor Kecamatan Tanjung Bintang………... 99

10.Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB) Tanjung Bintang… 99 11.BCS Nilai 4………. 100

12.BCS Nilai 3………. 100

13.BCS Nilai 2………. 101


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 2

C.Tujuan Penelitian ... 3

D.Kegunaan Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran ... 3

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Deskripsi Kecamatan Tanjung Bintang ... 7

B. Sapi Potong ... 8

C.Sapi Peranakan Ongole ... 9

D.Konsumsi ... 10

E. Bahan Pakan ... 11

1. Pakan hijauan ... 12

2. Leguminosa... 18

3. Daun-daun... 21

4. Konsentrat ... 22

F. Kebutuhan Pakan ... 23

1. Kebutuhan air... 24

2. Kebutuhan bahan Kering ... 24

3. Kebutuuhan energi ... 25


(7)

5. Kebutuhan mineral... 27

G.Pengaruh Pakan terhadap Pertumbuhan Ternak ... 29

H.Pengertian Status Nutrien ... 31

I. Konversi dan Efisiensi Pakan ... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 33

C.Metode Penelitian ... 34

D.Peubah Penelitian... 34

E. Prosedur Penelitian ... 35

F. Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Kondisi Peternakan Sapi di Kecamatan Tanjung Bintang .. 38

B. Manajemen Pakan dan Bobot Tubuh Sapi ... 40

1. Konsumsi hijauan dan bobot tubuh sapi ... 40

2. Intensitas pemberian pakan... 43

C.Prediksi Bahan Kering yang Terkonsumsi ... 43

D.Prediksi Protein Kasar yang terkonsumsi ... 46

E. Penilaian Body Condition Score (BCS) ... 48

V.SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi jerami jagung ...…...…….. 13

2. Kandungan unsur-unsur nutrien dalam singkong... 15

3. Kandungan nutrisi rumput dan leguminosa di lahan perkebunan... 16

4. Kandungan nutris kulit buah Kakao... 18

5. Kebutuhan pakan dan zat nutrisi sapi... 30

6. Populasi sapi di Kecamatan Tanjung Bintang……….. 38

7. Jumlah sapi yang dipelihara oleh 50 peternak……….. 39

8. Rata-rata bobot tubuh sapi dan konsumsi hijauan ……… 41

9. Rata-rata bobot tubuh dan umur sapi……… 43

10.Rata-rata konsumsi bahan kering………. 44

11.Rata-rata konsumsi protein kasar Desa Budi Lestari dan Jati Baru. 46 12.Rata--rata nilai BCS sapi di Desa Jati baru dan Budi Lestari…….. 48

13.Jumlah peternak di Kecamatan Tanjung Bintang……… 58

14.Konsumsi pakan, umur ternak, bobot tubuh, dan BCS sapi PO di Desa Budi Lestari……… 59

15.Konsumsi pakan, umur ternak, bobot tubuh, dan BCS sapi PO di Desa Jati Baru………. 60

16.Konsumsi hijauan dan bobot tubuh sapi di Desa Budi lestari …… 62

17.Konsumsi hijauan dan bobot tubuh sapi di Desa Jati Baru……….. 63


(9)

19.Prediksi konsumsi bahan kering hijauan sapi di Desa Jati Baru…. 66

20.Prediksi konsumsi protein kasar di Desa Budi Lestari……… 67

21.Prediksi konsumsi protein kasar di Desa Jati Baru………. 69

22.Nilai BCS sapi di Desa Jati baru dan Budi Lestari………. 71

23.Kadar bahan kering pada pakan……….. 72

24.Konsumsi hijaun per hari di Desa Budi Lestari……….. 73

25.Konsumsi hijaun per hari di Desa Jati Baru……… 85

26.Hasil analisis kadar air dan protein kasar bahan pakan dikecamatan tanjung bintang……… 95


(10)

(11)

(12)

MOTO

Pengetahuan menjadi pengetahuan sejati bila di peroleh

dengan usaha pemikiran, bukan ingatan

(Leo Tolstoy)

Persembahan berupa ilmu pengetahuan lebih bermutu

daripada

persembahan materi , dalam keseluruhannya semua kerja ini

berpusat pada ilmu pengetahuan


(13)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi

Wasa, karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Aji dan Biangku tercinta dan terkasih

untuk peluh, restu, do’a dan

yang dengan senantiasa memberikanku kasih sayang yang tak akan

pernah terbalaskan dan tergantikan

Kakakku dan adik-adikku tersayang atas

do’a,

semangat dan

dukungan dalam menanti keberhasilanku

Seluruh keluargaku atas dukungan dan

do’a yang tulus

Almamater tercinta Universitas Lampung


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Mulyasari Kecamatan Negri Agung Kabupaten Way Kanan pada tanggal 19 Desember 1991 yang merupakan putra ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Dewa Gede Sumiarte dan Ibu Desak Ketut Kartini.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Mulyasari, Negri Agung Waykanan pada tahun 2004; Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Negri Agung Waykanan pada tahun 2007; Sekolah Menengah Kejuruan 2 mei Bandar Lampug pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pada bulan Juli sampai Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Peternakan Ayam Petelur di Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur. Pada bulan Januari sampai Februari 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Taholo, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur.


(15)

SANWACANA

Om Brahman Atman Aikyam

Om Awighnam Astu Namo Siddham

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.--selaku pembimbing utama --atas petunjuk, bimbingan, dan arahannya;

2. Bapak Liman, S.Pt., M.Si. --selaku pembimbing anggota --atas bimbingan, petunjuk, dan sarannya;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Pembahas --atas izin, bimbingan, dan bantuannya;

4. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P., selaku pembimbing akademik -- atas perhatian, bimbingan, dan saran serta nasehatnya kepada penulis;

5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt, M.P. -- selaku Ketua Jurusan Peternakan -- atas bantuan dan izin yang telah diberikan;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banwa, M.Si.--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan;


(16)

8. Bapak, Ibu, dan saudara -- saudaraku tersayang, beserta keluarga besarku atas kasih sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti

9. Keluarga besar jurusan peternakan yang telah memberi motivasi, do’a dan kasih sayang selama ini;

Dalam menyusun skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber penghasilan protein hewani, yaitu berupa daging yang bernilai ekonomi. Usaha yang dilakukan untuk menghasilkan daging adalah melalui program penggemukan.

Keberhasilan suatu usaha peternakan ditentukan oleh faktor bibit ternak, pakan dan manajemen. Kualitas produksi ternak sangat erat hubungannya dengan kualitas dan kuantitas pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal dapat menentukan produktivitas secara maksimal pula.

Pemberian pakan yang berkualitas dengan jumlah pemberian sesuai dengan kebutuhan ternak merupakan salah satu aspek yang penting dalam menunjang keberhasilan usaha peternakan. Pakan yang baik adalah yang mengandung zat makanan yang memadai kualitas dan kuantitasnya, seperti energi, protein, lemak, mineral dan juga vitamin, yang semuanya dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang, sehingga bisa menghasilkan produk daging yang berkualitas dan berkuantitas tinggi. Kebutuhan pakan bagi ternak sangat penting karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan


(18)

2 reproduksi. apabila kebutuhan pakan tidak terpenuhi maka akan berdampak pada status nutrien ternak. Status nutrien ternak merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ternak yang diindikasikan oleh bobot tubuh dan tinggi badan ternak. Status nutrien juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Status nutrien dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu cuaca, ketersediaan bahan pakan, kualitas pakan, dan kebersihan lingkungan ternak. Faktor internal meliputi umur ternak, kondisi fisiologis, dan genetik.

Bahan pakan sapi yang utama terdiri dari hijauan yang mengandung nutrisi sebagai sumber serat, energi, dan protein. Bahan pakan sumber serat meliputi rumput-rumputan, limbah pertanian dan lainnya. Sumber energi meliputi dedak, katul, onggok, jagung, tetes, dan lainnya. Sumber bahan pakan yang mengandung protein dapat diperoleh dari legum dan konsentrat yang terdiri dari bungkil, tepung ikan, ampas tahu, dedak, dan lainnya. Kebutuhan nutrisi bagi ternak sangat tergantung pada kondisi fisiologis, jenis kelamin, dan kesesuaian berat tubuhnya. Sebagai contoh, jumlah pakan (bahan kering) yang dibutuhkan oleh sapi dara berbeda dibandingkan sapi penggemukan walaupun dengan bobot tubuh awal yang sama.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah laju pertambahan bobot tubuh sapi lokal rendah dikarenakan kebutuhan nutrien yang tidak tercukupi. Pencapaian


(19)

3 standar bobot tubuh dapat diupayakan melalui perbaikan mutu pakan. Perbaikan mutu pakan dapat diketahui setelah mengetahui hasil identifikasi status nutrien dari beberapa daerah di Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah

1. mengamati bobot tubuh dan BCS ( Body Condition Scoring) sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjung Bintang untuk mengetahui status nutriennya, 2. mengetahui kandungan bahan kering dan protein kasar pada bahan pakan yang diberikan pada sapi,

3. mengetahui status nutrien sapi PO berdasarkan bahan kering dan protein kasar yang terdapat di Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan,

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada peternak untuk melakukan perbaikan mutu pakan dan memberikan informasi mengenai

kebutuhan nutrisi yang seharusnya diberikan untuk seekor ternak.

E. Kerangka Pemikiran

Sapi Peranakan Ongole (PO) sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sapi PO yang dikenal oleh masyarakat sebagai sapi putih merupakan hasil persilangan antara sapi betina berwarna putih asal Jawa dengan sapi jantan jenis Sumba Ongole (SO) asal Sumba-Nusa Tenggara Timur. Sapi PO dikenal sebagai sapi


(20)

4 pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan, memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah beranak, dan jantannya memiliki kualitas semen yang baik.

Provinsi Lampung memiliki potensi untuk perkembangan ternak sapi, sehingga pemerintah setempat memiliki program khusus untuk menjadikan Provinsi Lampung menjadi sentral produksi sapi. Permasalahan yang dihadapi adalah laju pertambahan bobot tubuh sapi lokal rendah salah satunya dikarenakan tidak tercukupinya mutu pakan sesuai kebutuhan yaitu bahan kering 3% dari bobot tubuh dan protein kasar 12% dari kebutuhan bahan kering, ditambah dengan kurangnya wawasan dan informasi yang dimiliki oleh peternak tentang kandungan nutrisi dalam bahan pakan.

Tanjung Bintang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan kawasan pertanian, perkebunan, dan peternakan. Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dengan luas wilayah pertanian meliputi sawah tadah hujan 1.524,5 ha. Lahan kering 4.826, 25 ha, pekarangan 1.441,45 ha, tegalan kebun 4.071,25 ha. Jumlah ternak yang terdapat di Kecamatan Tanjung Bintang adalah sebesar 7.586 ekor dengan peternak sebanyak 2.320 orang (UPK Tanjung Bintang, 2012).

Tanjung Bintang juga memiliki potensi hijauan pakan seperti singkong, jagung, dan kakao. Indonesia khususnya daerah pedesaan, pemeliharaan sapi potong masih terbilang tradisional. Penerapan teknologi pengolahan dalam peningkatan


(21)

5 kualitas pakan juga jarang dilakukan. Sapi potong hanya digembalakan dan untuk pemberian pakan tambahan hanya berupa hijauan rumput, sehingga kebutuhan nutrisi sapi kurang terpenuhi.

Meningkatnya produksi ternak diiringi dengan peningkatan kebutuhan pakan yang harus terpenuhi setiap harinya. Kebutuhan pakan yang harus dipenuhi adalah konsentrat dan hijauan. Hijauan merupakan sumber serat kasar yang sangat dibutuhkan oleh ternak ruminansia untuk menghasilkan Volatile Fatty Acids (VFA) sebagai sumber energi.

Potensi sumber daya di Provinsi Lampung sangat memadai untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi peranakan ongole (PO). Potensi tersebut termasuk: 1. program unggulan daerah untuk mendorong pengembangan sapi PO; 2. potensi sumber daya pakan lokal berlimpah;

3. pengembangan dari teknologi hasil peternakan yang digunakan sebagai pakan alternatif;

4. keberadaan kelompok peternak sapi yang ada di Provinsi Lampung.

Upaya perbaikan laju pertumbuhan produksi ternak sapi dapat dilakukan salah satunya dengan perbaikan mutu pakan. Peternak harus mendapatkan informasi tentang status nutrien ternak mereka, selanjutnya perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya pakan yang berlimpah di daerah tersebut. Zat nutrisi meliputi protein, energi, mineral, karbohidrat, dan lemak.

Status nutrien adalah suatu keadaan kesehatan yang merupakan hasil interaksi antara konsumsi pakan, tubuh dan lingkungan yang bermanifestasi terhadap


(22)

6 keadaan fisik, biokimia, dan antropometri individu. Status nutrien baik tercapai apabila terdapat keseimbangan antara konsumsi nutrisi dengan kebutuhan tubuh. Zat nutrisi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, aktivitas, pertumbuhan dan produksi. Faktor-faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status nutrien adalah konsumsi nutrisi dan kebutuhan nutrisi. Konsumsi nutrisi dipengaruhi oleh jenis pakan dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan kebutuhan nutrisi tergantung pada umur dan bobot tubuh.


(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kecamatan Tanjung Bintang

Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan karet dan sebagian kecil sawah tadah hujan yang merupakan sumber utama mata pencaharian sebagian besar penduduknya selain, pegawai, guru, pedagang, dan peternak. Mayoritas masyarakat Kecamatan Tanjung Bintang awalnya merupakan penduduk pendatang (transmigrasi lokal dari Pulau Jawa) dan cukup banyak pula yang merupakan penduduk pendatang baru yang kemudian menetap. Kecamatan Tanjung Bintang memiliki perbatasan wilayah yaitu:

- Sebelah Barat dengan Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, - Sebelah Timur dengan Kecamatan Waway Karya Kabupaten Lampung Timur, - Sebelah Selatan dengan Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan,

- Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

Kondisi bidang Pertanian di Kecamatan Tanjung Bintang meliputi sawah tadah hujan 1.524,5 ha, lahan kering 4.826,25 ha, pekarangan 1.441,45 ha, tegalan atau kebun 4.071, 25 ha, serta perkebunan seperti perkebunan karet dan perkebunan coklat.Untuk bidang peternakan di Kecamatan Tanjung Bintang memiliki jumlah


(24)

8 ternak sebanyak 7.586 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 2.320 orang dan memiliki organisasi pendukung seperti kelompok tani sebanyak 135 kelompok,

jumlah KWT 14 kelompokdan jumlah taruna tani 5 kelompok(UPK Tanjung

Bintang, 2012).

B. Sapi Potong

Sapi potong merupakan ternak sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.

Sistem pemeliharaan sapi potong dibedakan menjadi 3, sistem yaitu pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif adalah semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan juga pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapi--sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur


(25)

9 sebaiknya 1,5 -- 2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).

C. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole merupakan hasil pemuliaan melalui sistim persilangan dengan grading up sapi Jawa dan Sumba Ongole (SO) lewat setengah abad silam. Sapi PO di beberapa daerah dipelihara dengan tujuan ganda, yaitu disamping sebagai sapi potong penghasil daging, juga untuk sapi kerja; hanya di daerah lahan kering dimana tidak ada persawahan, sapi PO dipelihara sebagai sapi potong penghasil daging (Astuti, 2003). Sapi PO memiliki ciri--ciri kulit berwarna putih, mempunyai perawakan yang besar, bergumba pada pundaknya dan mempunyai gelambir yang menjulur sepanjang garis bawah leher, dada sampai ke pusar (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990).

Keunggulan sapi PO yaitu memiliki daya adaptasi terhadap iklim tropis yang tinggi, tahan terhadap panas, tahan terhadap gangguan parasit seperti gigitan nyamuk dan caplak, disamping itu juga menunjukkan toleransi yang baik terhadap pakan yang mengandung serat kasar tinggi (Astuti, 2003). Secara genetik, sapi PO tidak peka terhadap perubahan temperatur udara lingkungan dikarenakan sapi PO mempunyai kulit lebih tipis dibandingkan sapi dari daerah subtropis, sehingga sapi PO mempunyai kelenjar keringat per luasan kulit yang lebih banyak (Santi, 2008).


(26)

10 Bobot sapi PO saat lahir dapat mencapai 25,4 -- 27 kg. Saat dewasa sapi PO dapat mencapai bobot 201-- 420 kg dengan rata--rata pertambahan bobot badan harian sebesar 0,62 kg/hari (Astuti, 2003). Hasil penelitian Prasetyono (2008)

menunjukkan bahwa sapi PO dapat mencapai pertambahan bobot badan 0,85 kg perhari apabila diberi suplemen protein pada ransum berbasis jerami padi dan dedak padi.

D. Konsumsi Pakan

Menurut Parakkasi (1999), konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan produksi. Kemampuan sapi mengkonsumsi pakan sangat terbatas. Faktor--faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum pada ruminansia yaitu faktor makanan yang diberikan, faktor hewan dan faktor lingkungan.

Faktor makanan antara lain yaitu bentuk, komposisi nutrien, rasa dan tekstur. Sifat pakan seperti bulky/amba juga dapat mempengaruhi konsumsi. Menurut Toharmat et al. (2006), bahwa pakan yang mempunyai serat kasar tinggi seperti jerami padi memiliki sifat amba; sifat amba ini akan menimbulkan sensasi rasa kenyang yang lebih cepat pada ternak ruminansia, sehingga ternak mengurangi konsumsi pakan jenis ini. Semakin meningkatnya nilai nutrisi suatu ransum akan meningkatkan konsumsi sampai mencapai koefisien cerna sekitar 70%. Faktor hewan antara lain yaitu bobot badan, palatabilitas, status fisiologis dan kapasitas rumen; sedangkan faktor lingkungan antara lain yaitu suhu dan kelembaban udara (Parakkasi, 1999). Mc Donald et al. (2002) menambahkan bahwa kecernaan pakan dan laju digesta pakan juga mempengaruhi konsumsi ransum. Kecernaan yang tinggi dan laju digesta yang cepat akan meningkatkan konsumsi ransum.


(27)

11 Konsumsi merupakan aspek yang penting untuk mengevaluasi nilai nutrisi bahan pakan. Keragaman kapasitas produksi ternak yang disebabkan oleh pakan yang paling utama adalah konsumsi, sedangkan konsumsi sangat dipengaruhi oleh gerakan laju pakan dalam saluran pencernaan yang tidak lain sangat dipengaruhi oleh tingkat kecernaan (Chuzaemi dan Hartutik, 1990). Menurut Soebarinoto, Chuzaemi dan Mashudi (1991), keragaman konsumsi pakan disebabkan oleh aspek individu, spesies, bangsa ternak, status fisiologis, kebutuhan energi, kualitas pakan, kondisi lingkungan, kandungan protein kasar dan palatabilitas pakan.

Penambahan pakan dalam jumlah yang besar akan mempercepat aliran pakan dalam usus sehingga mengurangi daya cerna, karena pakan lebih cepat

meninggalkan rumen sebelum proses pencernaannya selesai (Tillman et al.,1998). Ternak yang dapat mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan energinya maka akan memberikan tingkat produksi yang optimal (Tillman et al., 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah iklim, lingkungan, status fisiologis ternak (bunting, laktasi, kering), ukuran tumbuh, kondisi tubuh ternak (gemuk atau kurus) dan perubahan pakan ( jenis, kuantitas, kualitas dan bentuk). Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh faktor eksernal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak)

(Kartadisastra, 1997).

E. Bahan Pakan

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dan bermanfaat bagi ternak (Kamal,1994). bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,


(28)

12 vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil ikutan tanaman pangan, dan kadang berasal dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman et al., 1991).

Pakan ruminansia khususnya sapi terdiri atas konsentrat dan hijauan. Konsentrat adalah suatu bahan makanan yang dipergunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan gizi dari keseluruhan makanan karena mengandung serat kasar rendah, mudah dicerna, mengandung pati maupun protein tinggi, sehingga nilainya lebih baik dari hijauan. Fungsi utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan atau melengkapi nutrien yang belum dipenuhi oleh pakan yang berasal dari hiijauan (Hartadi et al., 2005). Menurut kecepatan degradasinya konsentrat dibagi menjadi empat, yaitu konsentrat sumber energi terdegradasi cepat, sumber energi terdegradasi lambat, sumber energi protein terdegradasi cepat dan sumber energi terdegradasi lambat (Pamungkas et al., 2009; Utomo, 2012).

1. Pakan Hijauan

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman maupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga (Sugeng, 1998). Hijauan biasanya diberikan dalam bentuk segar, silase atau hay. Lubis (1992) mengemukakan bahwa pakan sebaiknya diberikan pada ternak dalam keadaan segar. Pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60:40, apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64:36 (Parakkasi, 1999).


(29)

13 a. Jerami jagung

Jerami jagung merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia terutama pada musim kemarau di daerah yang padat ternaknya (Rangkuti,1987). Jerami jagung merupakan bagian batang dan daun jagung yang telah dipanen janggel jagungnya. Jerami jagung ada yang segar dan ada yang kering. Jerami jagung kering yaitu bagian batang dan daun jagung yang dibiarkan kering di ladang pada saat janggel jagung sudah dipetik. Jerami jagung segar yaitu bagian batang dan daun jagung yang masih dalam keadaan hijau yang dihasilkan dari produksi jagung untuk keperluan pangan.

Setiap kali panen, tanaman jagung akan menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan, misalnya batang dan daun jagung serta janggel jagung. Bila limbah jagung diolah dengan baik sebagai makanan ternak, praktis akan menambah tersedianya makanan ternak yang cukup bermutu. Umur jagung pada dataran rendah berkisar 3-- 4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1.000 meter di atas permukaan laut berumur 4--5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 meter dari permukaan laut, umur panen jagung akan mundur 1 hari (Subandi et al., 1988).

Tabel 1. Kandungan nilai nutrisi jerami jagung

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Bahan kering 50,00

Proten kasar 5,00

TDN 49,10

Serat kasar 30,50

Lemak kasar 1,06

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2001)


(30)

14 Rangkuti (1987) menyatakan bahwa kandungan zat makanan hijauan jagung muda pada BK 90% adalah PK 11,33%, SK 28,00%, LK 0,68%, BETN 49,23%, Abu 10,76%, NDF 64,40%, ADF 32,64% dan TDN 53,00%. Nilai gizi hijauan jagung mempunyai bahan kering 39,8%, jagung juga memiliki hemiselulosa 6,0%, lignin 12,8%, silika 20,4%. Hal ini disebabkan oleh sebagian zat-zat makanan yang terkandung dalam hijauan tanaman telah terdistribusi ke dalam biji-bijiannya (Subandi et al., 1988).

Berdasarkan komposisi nutrisinya, hijauan jagung tersebut yang diberikan kepada ternak dipengaruhi oleh masa panennya. Tanaman jagung yang dipanen muda, maka kadar air tanaman jagung akan tinggi, tetapi kadar air akan menurun dengan semakin tuanya umur tanaman jagung tersebut, terutama pada biji (Lubis, 1992). Hijauan asal tanaman jagung diharapkan dapat menggantikan rumput sebagai pakan ternak. Hijauan jagung termasuk batang dan daun (Jerami jagung) yang masih kering atau segar dipotong-potong untuk dibuat silase. Pada periode jerami jagung segar kaya akan gizi terutama zat gula sehingga membantu proses

fermentasi dan silase yang terbentuk lebih disukai ternak dengan total nutrien tercerna 60--70% dan protein sekitar 11--15% (Tangendjaja dan Wina, 2006).

b. Daun singkong

Daun singkong merupakan sumber hijauan yang potensial untuk ternak. Daun singkong bisa dimanfaatkan melalui defoliasi sistematis setelah umbi singkong dipanen (Martindah dan Kusuma, 2007). Daun singkong memiliki nilai nutrien yang tinggi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Biaya produksi daun singkong tergolong murah, dan daun singkong yang diproduksi tidak


(31)

15 termanfaatkan serta tidak berkompetesi dengan umbinya yang merupakan produk komersial utama dari tanaman singkong (Rusidiana, 2011). Daun singkong memiliki kandungan protein yang tinggi, yaitu sebesar >20% dan untuk daun singkong muda mengandung protein sebesar 21--24% (Afris, 2007).

Tabel 2. Kandungan unsur-unsur nutrisi dalam singkong

Bahan BK% PK% LK% SK% BETN%

Daun** 25.3 25.10 12.70 11.40 46.10

Batang* - 10.90 - 22.60 47.90

Umbi** 30.8 2.30 1.40 3.40 88.90

Kulit** 29.6 4.90 1.30 16.60 68.50

Sumber: Devendra (1977)*, Ramli dan Rismawati (2007)**

Sejak tahun 1970, daun singkong telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Eggum, 1970). Komponen protein akan menurun berdasarkan umur panen singkong, semakin tua umur panen maka presentase protein pada daun singkong akan semakin kecil, sebaliknya jika umur panen singkong lebih muda maka persentase protein pada daun singkong semakin besar (Martindah dan Kusuma, 2007). Komponen nutrien yang paling baik pada tanaman singkong berumur empat bulan, protein mencapai puncaknya, interval depoliasi tiap dua bulan sekali akan menambah presentase protein dan meningkatkan rasio protein dan energi, apabila terlalu sering didefoliasi akan meningkatkan kadar HCN pada daun singkong (Rusdiana, 2011). Menurut Hartadi et al., (1980) nilai nutrisi protein kasar daun singkong dengan tangkainya mencapai 28.66%, kandungan protein daun singkong umumnya berkisar antara 20--36% dari bahan kering, kisaran ini disebabkan perbedaan varietas, kesuburan tanah, komposisi campuran daun dan tangkainya.


(32)

16 c. Rumput dan leguminosa

Perananan penting dari perkebunan karet dan kelapa sawit terhadap sektor

peternakan ialah penyediaan pakan ternak berupa rumput segar. Areal perkebunan yang cukup luas dan jarak tanam antar tanaman perkebunan terlalu renggang, merupakan lahan yang potensial untuk budidaya hijauan makanan ternak guna mendukung integrasi ternak dan lahan perkebunan. Rumput yang memiliki sifat toleran terhadap naungan adalah rumput benggala (Panicum maximum), rumput bede (Brachiaria decumbens), Calopogonium caeruleum, Desmodium Pueraria dan ovalifolium.(Crowder dan Chheda, 1982).

Tabel 3. Kandungan nutrisi rumput dan leguminosa di lahan perkebunan

Rumput dan leguminosa BK SK LK PK

BET

N Abu TD

N %

Brachiaria decumbens 19,0 35,1 2,2 7,0 49,2 6,5 52,0 Calopogonium caeruleum 30,0 34,0 3,0 14,7 40,3 3,0 58,0 Pueraria phaseoloides 26,0 34,1 3,1 17,3 37,6 7,8 59,0 S. guinensis 27,0 33,1 2,6 12,3 45,9 5,6 59,0 Sumber: Hartadi (2005)

Fungsi rumput dalam perkebunan karet dan kelapa sawit adalah produksi bahan kering dan energi untuk pakan ternak, tetapi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan ternak dalam lahan perkebunan yang berasal dari rumput belum cukup, sehingga perlu penambahan tanaman legum pada lahan tersebut. Fungsi legum dalam padang penggembalaan adalah menyediakan atau memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama fosfor dan kalsium.


(33)

17 d. Kulit Kakao

Kulit buah kakao adalah bagian dari buah kakao yang pemanfaatannya masih terbatas. Umumnya kulit buah kakao dapat dibenamkan kembali kedalam tanah sebagai penambah unsur hara atau pupuk. Selain itu kulit buah kakao juga sering dijadikan pakan ternak karena kandungan protein dan karbohidratnya cukup tinggi. Pada perkebunan rakyat umumnya kulit buah kakao yang dihasilkan dari panen biji kakao dari buah yang telah matang hanya dibiarkan membusuk di sekitar area perkebunan kakao tersebut. Kulit buah kakao mengandung air dan senyawa -- senyawa lain. Komposisi kimia kulit buah kakao tergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah kakao itu sendiri (Riyadi, 2003).

Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996). Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar tinggi. Selain mengandung serat kasar tinggi (40,03%) dan protein yang rendah (9,71%) (Laconi, 1998), kulit Kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95% (Amirroenas, 1990). Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak.

Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi ransum serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan

ketersediaan ransum. Kandungan nutrisi kulit buah kakao dapat dilihat pada Tabel 4.


(34)

18 Tabel 4. Kandungan nutris kulit buah kakao

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Bahan kering 89,40

Proten kasar 7,35

TDN --

Serat kasar 33,10

Lemak kasar 1,42

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2001)

2. Leguminosa

Leguminosa adalah tanaman dikotilledon (bijinya terdiri dari dua kotiledon atau disebut juga berkeping dua). Famili tanaman leguminosa terbagi atas tiga sub-famili yaitu Mimosaceae, Caesalpinaceae dan Papilionaceae. Mimosaceae adalah tanaman perdu berkayu dengan bunga biasa sedangkan Caesalpinaceae mempunyai bunga irregular. Adapun Papilionaceae adalah tanaman semak berkayu dengan bunga papilionate atau berbentuk seperti kupu. Antar jenis leguminosa terdapat perbedaan morfologi. Umumnya, sistem perakaran leguminosa terdiri atas akar primer yang aktif dan mempunyai cabang-cabang sebagai akar sekunder. Akar primer (tap root) tumbuh jauh kedalam tanah. Sistem perakaran itu umumnya terinfeksi oleh bakteri dari species Rhizobium sehingga terbentuk bintil-bintil atau nodul-nodul akar. Antara bakteri dan tanaman leguminosa terjadi simbiose mutualistik. Untuk pertumbuhannya, bakteri menggunakan Nitrogen yang diserap dari udara dan kemudian populasi bakteri yang mati menjadi sumber Nitrogen untuk pertumbuhan tanaman leguminosa. Manurung (1996) menyatakan bahwa hijauan leguminosa merupakan sumber protein yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan.


(35)

19 Leguminosa memegang peranan penting sebagai hijauan pakan ternak dan

rumput-- rumputan untuk ternak herbivora (Lubis, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa leguminosa mempunyai sifat-sifat yang baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan protein dan mineral yang tinggi. Tanaman leguminosa meskipun mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi tetapi hanya dapat

digunakan sebagai campuran pakan hijauan paling banyak 50% dari total hijauan yang diberikan (Susetyo, 1980). Hal ini disebabkan di dalam leguminosa terdapat zat anti nutrisi seperti mimosin, anti tripsin, dan juga mempunyai banyak bulu sehingga palatabilitasnya rendah. Jenis leguminosa antara lain: Sentro

(Centrosema pubescens, Puero (Pueraria phaseoloidse), Kalopo (Calopogonium muconoides), Gamal (Gliricida maculata) Lamtoro (Leucaena Leucocephala). Berikut beberapa contoh karakteristik beberapa jenis legum.

a. Gamal

Gamal adalah sejenis legum yang mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon, warna batang putih kecoklatan, perakaran kuat dan dalam (Syarief, 1986). Gamal merupakan leguminosa berumur panjang, tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan dengan temperatur suhu antara 20 – 30° C dan ketinggian tempat antara 750 – 1200 m. Tanaman ini mampu hidup di daerah kering dengan curah hujan 750 mm/tahun dan tahan terhadap genangan. Perkembangan tanaman ini dilakukan dengan stek, dengan banyak cabang dan responsif terhadap pupuk N (Soedomo, 1985).

Penanaman gamal yang harus diperhatikan yaitu jarak tanaman dibuat 2 -- 2,5 m antar baris. Tanaman gamal tinggi menjulang dengan batang lurus panjang. Bunga


(36)

20 gamal tersusun dengan warna merah muda keputihan (Reksohadiprodjo, 1985). Pada daun gamal anak daunyang paling ujung berbentuk agak melebar dan membesar. Anak--anak daunnya tersusun secara berselang--seling dengan jumlah yang ganjil dan anak daun tersebut tersusun secara menyirip.

b. Lamtoro

Lamtoro merupakan leguminosa yang berasal dari kepulauan pasifik, Amerika tengah, dan Amerika selatan. Tanaman ini tumbuh tegak, berupa pohon dan tidak berduri (Sutopo, 1988). Lamtoro dapat tumbuh pada daerah dataran rendah

sampai dengan 500 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan lebih dari 760 mm/tahun (Soedomo, 1985). Lamtoro dapat tumbuh baik pada tanah dengan tekstur berat dengan drainase yang baik dan sangat responsif terhadap Ca dan P pada tanah masam (Susetyo, 1980). Bahan tanam dari lamtoro adalah berupa biji dan stek. Lamtoro dapat dipotong pertama kali setelah mencapai 0,6 -- 0,9 meter yaitu sekitar umur 4 -- 6 bulan, dengan interval pemotongan 2 -- 3 bulan (Soegiri et al., 1982). Tanaman lamtoro dapat di tanam bersama dengan rumput Guinea. Daun muda lamtoro terdapat racun mimosin (Sutopo, 1988). Lamtoro berakar dalam, mempunyai ketinggian antara 6,5 -- 33 kaki. Daun -- daunnya berkurang, berbunga dengan bentuk bola berwarna putih kekuning -- kuningan atau merah muda. Lamtoro dapat ditanam untuk makanan ternak, pemotongan pertama dapat dilakukan 6 -- 9 bulan sesudah penyebaran bijinya, pemotongan dilakukan sampai sisa tanaman adalah 2 -- 4 inci dari atas tanah dan kemudian pemotongan

berikutnya dapat dilakukan tiap 45 bulan sekali. Petai cina atau lamtoro ini dapat ditanam sebagai tanaman annual dan perennial (Reksohadiprodjo, 1985).


(37)

21 c. Turi

Turi (Sesbania grandiflora) adalah sejenis legum yang mempunyai ciri--ciri tanaman berbentuk pohon yang berumur pendek, tinggi sekitar 5 -- 10 meter, rantingnya menggantung, daun penumpu bulat telur miring sekitar 0,5 -- 1cm, tanaman turi mempunyai dua varietas yaitu yang berbunga putih dan berbunga merah. Daun dan bunga muda juga dimakan oleh orang sebagai sayur mayur. Menurut Soegiri et al. (1982) turi merupakan sejenis tanaman semak yang bisa tumbuh mencapai tinggi 5--10 m, tumbuh dengan cepat di daerah tropis yang lembab. Tanaman ini berbunga besar berwarna putih, merah atau ungu. Buahnya berbentuk polong yang panjang, daunnya majemuk, kecil-kecil dan bulat. Sejenis tanaman semak yang bisa mencapai tinggi 5--10 m dan tumbuh cepat di daerah tropis yang lembab. Tanaman ini banyak ditanam di pematang sawah. Jenis legum ini memiliki bunga berukuran besar dan berwarna putih tapi ada pula yang merah dan ungu. Daun berukuran bulat kecil dan majemuk. Buahnya berbentuk polong yang panjang. Merupakan sumber vitamin seperti pro vitamin A, B, C dan E dan sumber mineral terutama Ca dan P.

3. Daun-daunan

Adapun yang dimaksud dengan daun--daunan adalah daun-daunan dari tanaman yang tidak tergolong sebagai jenis tanaman yang secara konvensional dikenal sebagai hijauan pakan ternak seperti rumput--rumputan ataupun leguminosa. Mereka dapat tergolong sebagai tanaman buah-buahan ataupun tanam pohon dikawasan hutan. Penggunaan daun -- daunan ini umumnya dapat diamati


(38)

22 yang merupakan periode dimana jenis-jenis hijauan pakan ternak konvensional sulit didapatkan. Adapun beberapa jenis daun-daunan yang dimaksud misalnya berasal dari tanaman alpukat (Persea sp), nangka (Artocarpus sp) serta pisang (Musa sp). Jenis-jenis pohon yang daunnya dilaporkan digunakan sebagai pakan ruminansia di kawasan asia meliputi Erythrina variegata, Ficus (F. exasperata, F. bengalnensis, F. religiosa), Albizia lebbeck, Tamarindus indica, Cajanus cajan (Devendra dan Burns,1994).

4. Konsentrat

konsentrat (Pakan penguat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998). Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi--umbian.

Bekatul dalam susunannya mendekati analisis dedak halus, akan tetapi lebih sedikit mengandung selaput putih dan bahan kulit, di dalam bekatul tercampur pecahan halus dari menir. Kandungan nutrien dari bekatul adalah 15% air, 14,5% PK, 48,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), 7,4% SK, 7,4% LKdan 7,0 % abu (Lubis, 1992). Menurut Santosa (1995) bekatul mengandung 85% BK, 14% PK, 87,6% TDN, 0,1% kalsium (Ca) dan 0,8% phospor (P).


(39)

23 Ampas tahu adalah ampas yang diperoleh dari pembuatan tahu yang diberikan kepada ternak besar dan kecil. Ampas tahu dalam keadaan segar mengandung lebih dari 80% air. Kandungan nutrien dari ampas tahu adalah 84% air, 5% PK, 5,8% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), 3,2 % SK, 1,2% LK, dan 0,8% abu. Ampas tahu yang sudah dikeringkan masih mengandung kira-kira 16% air, dengan kadar protein dapat dicerna (Prdd) 22,3% (Lubis, 1992). Menurut Siregar (1994) ampas tahu mengandung 23% BK, 23,7% PK, 23,6% SK dan 79% TDN.

Ketela pohon (Manihot utilissima) mempunyai umbi dengan kadar tepung yang sangat tinggi. Umbi ketela pohon yang masih segar tidak dianjurkan diberikan pada ternak secara rutin, karena mengandung racun sianida yang sangat berbahaya (Lubis, 1992). Menurut Siregar (2008), kandungan nutrisi umbi ketela pohon adalah 32,3% BK, 3,3% PK, 4,2% SK, 81,8% TDN.

F. Kebutuhan Pakan

Kebutuhan ternak akan zat gizi terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Zat-zat pakan dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan zat-zat pakan dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman et al., 1991).

Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi zat-zat gizi, frekwensi pemberian, keseimbangan zat-zat-zat-zat gizi serta kandungan bahan


(40)

24 toksik dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat ransum.

Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat-zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Siregar, 1994).

a. Kebutuhan air

Air merupakan bahan pakan utama yang tidak bisa diabaikan, tubuh hewan terdiri dari 70% air, sehingga air benar-benar termasuk kebutuhan utama yang tidak dapat diabaikan. Kebutuhan air bagi ternak tergantung pada berbagai faktor yaitu kondisi iklim, bangsa, umur dan jenis pakan yang diberikan (Sugeng, 1998). Air dalam tubuh ternak berfungsi sebagai transportasi zat pakan melalui dinding-dinding usus ke dalam peredaran darah, mengangkut zat-zat sisa, sebagai pelarut beberapa zat dan mengatur suhu tubuh (Siregar, 1994). Air minum sangat

dibutuhkan bagi kesehatan sapi. Kebutuhan air minum sapi kurang lebih 20-- 40 liter/ekor/hari yang harus disediakan dalam kandang (Setiadi, 2001).

b. Kebutuhan bahan kering

Bahan kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan airnya. Sapi potong mampu mengkonsumsi ransum berupa bahan kering sebanyak 3-4% dari bobot badannya (Tillman et al., 1991). Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: 1) faktor pakan yang


(41)

25 meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan merangsang pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al., (1991) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri. Pakan konsentrat yang diberikan pada ternak masih dalam kondisi yang baik dan tidak ada efek ketengikan sehingga dapat meningkatkan konsumsi. Pemberian pakan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan, makin banyak

konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan pengosongan rumen meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak akibatnya memungkinkan ternak untuk menambah konsumsi pakan.

c. Kebutuhan energi

Energi adalah sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan oleh semua proses hidup. Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang parah dapat


(42)

26 mengganggu reproduksi, sedangkan kelebihan energi yang dikonsumsi akan mengakibatkan penimbunan jaringan adiposa dalam tubuh. Satuan energi dapat dinyatakan dalam satuan TDN (Total Digestable Nutrient) yaitu jumlah nutrien yang dapat dicerna (Ensminger et al., 1990).

Karbohidrat merupakan nutrien yang cepat mensuplai energi sebagai sumber energi tubuh. Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida utama yang terdapat dalam bentuk bebas dalam pakan ialah glukosa. Pada hewan ruminansia glukosa darah didapatkan dari perubahan propionat. Semua Volatile Fatty Acid (VFA) yang diproduksi dalam rumen yaitu asetat, propionate, dan butirat, dapat menghasilkan energi, tetapi propionate

merupakan satu-satunya sumber utama glukosa (Piliang dan Djojosoebagio,2006).

d. Kebutuhan protein

Selain energi, protein merupakan nutrien yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen, protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen, dan sebagian kecil dari protein endogenus (Tillman et al., 1991). Tubuh memerlukan protein untuk membentuk, memperbaiki, dan menggantikan sel tubuh yang rusak. Protein dalam tubuh mengalami perombakan dan asam amino yang terbentuk dapat diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein yang didapat dari pakan berasal dari tumbuhan yang biasa disebut protein nabati dan dari hewan yang disebut protein hewani (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Kondisi tubuh ternak yang normal dapat dipertahankan melalui konsumsi protein dalam jumlah yang cukup.


(43)

27 Defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Ensminger et al., 1990).

Asam amino merupakan komponen protein di dalam tubuh ternak ruminansia, dapat dibedakan menjadi asam amino yang dapat disintesis dan asam amino yang tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dinyatakan dalam bentuk protein kasar (PK) atau protein dapat dicerna (Prdd). Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan dikalikan dengan 6,25; sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dapat dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999).

Menurut Anggorodi (1994) kekurangan protein dapat menghambat pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk metabolisme, sumber energi, memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, bahan baku pembentukan antibodi, enzim, dan hormon.

e. Kebutuhan mineral

Selain makro nutrien, tubuh ternak juga membutuhkan mikro nutrien untuk stabilitas fungsi sel, salah satu mikro nutrien yang diperlukan adalah mineral. Mineral merupakan unsur kimiawi yang diperlukan oleh jaringan hidup untuk fungsi biologis normal. Berdasarkan jumlahnya, unsur-unsur tersebut

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu unsur makro dan mikro (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa terdapat 15 unsur mineral yang essensial dalam tubuh, termasuk unsur mineral makro dan mineral mikro. Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar,


(44)

28 mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl. Sedangkan mineral mikro yang diperlukan oleh tubuh relative lebih kecil dibandingkan dengan mineral makro, dan mineral mikro mencakup Zn, Cu, Fe, I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni.

Status nutrisi mineral ternak sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan sering menimbulkan keracunan. Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak

(Anggorodi, 1994). Kebutuhan mineral pada ternak, sering dinyatakan dalam bentuk % atau mg/kg ransum.

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa kebutuhan mineral pada ternak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur ternak, jenis dan tingkat produksi, jumlah dan bentuk ikatan mineral yang dikonsumsi, dan interaksi dengan nutrien lain. Defisiensi, tidak seimbang atau keracunan mineral dapat menghambat pertumbuhan dan tingkat produksi ternak yang berakibat buruk pada efisensi penggunaan pakan (Sutardi, 1982).

Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting dalam metabolisme nutrien dalam tubuh salah satunya adalah Zn. Unsur Zn terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan protein dan juga dalam proses penggantian sel dan sangat penting dalam menunjang aktifitas enzim. Enzim yang mengandung Zn sangat banyak jumlahnya, antara lain anhidrase karbonat, urease, dehidrogenase glutamate, dan polimerase RNA dan DNA. Unsur Zn ditemukan terikat dengan kelenjar penghasil insulin dan juga digunakan dalam metabolisme vitamin A (Church dan Pond, 1988).


(45)

29 G. Pengaruh Pakan terhadap Pertumbuhan Ternak

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik (30%) dan faktor lingkungan (70%). Faktor lingkungan (iklim dan pakan) merupakan faktor terbesar yang dapat mempengaruhi produtivitas seekor ternak. Pemberiaan pakan dan nutrisi yang efisien bergantung pada cara pemberian pakan, tingkat manajemen pemberian pakan, dan ketersediaan nutrisi untuk mendapatkan produksi yang tinggi (Wodzicka, et al.,1993).

Pakan untuk ternak dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu hijauan dan konsentrat (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan adalah pakan yang

mengandung serat kasar tinggi, sedangkan kosentrat didefinisikan sebagai bahan pakan atau campuran pakan yang melengkapi kebutuhan nutrisi utama.

Hijauan sangat penting bagi ternak ruminansia terutama bagi sapi sebagai makanan pokok. Bahan tersebut memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi serta memiliki palatabilitas yang baik namun kandungan energinya relatif rendah. Menurut Anggorodi (1984), kualitas nutrisi hijauan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kualitas rendah, sedang, dan tinggi. Hijauan berkualitas rendah (seperti jerami, tebon, dan pucuk tebu) memiliki kadar protein kasar kurang dari 5,0% bahan kering, energi kurang dari 40% TDN, dan kadar vitamin rendah; kualitas sedang (rumput lapang, rumput setaria, rumput gajah, dan benggala) memiliki kadar protein kasar 5,0--10,0 bahan kering, energi 41,0--50,0% TDN, dan kadar kalsium 0,3%; kualitas tinggi (seperti daun lamtoro, gamal, kaliandra) memiliki kadar protein kasar lebih dari 10% bahan kering, energi lebih dari 50% TDN, dan kadar kalsium lebih dari 1 %.


(46)

30 Besarnya kebutuhan pakan sapi menggambarkan kemampuannya dalam

memanfaatkan pakan untuk mencukupi kebutuhan tubuhnya. Kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan sapi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kebutuhan pakan dan zat nutrisi sapi

BB(kg) PBBH(kg) BK (kg) Hijauan(%) PK (%) TDN(%)

150 0 2,8 100 8,7 50

0,5 4,1 70-80 11 55

0,7 4,0 50-60 12,4 62

1,1 4,0 15 15 77

200 0 3,5 100 8,5 50

0,3 5,4 100 9,1 50

0,7 6,0 70-80 10,2 58

1,1 5,0 15 12,8 77

250 0 4,1 100 8,5 50

0,3 6,4 100 8,9 50

0,7 5,8 55-65 10,5 65

1,1 6,5 20-25 11,4 72

300 0 4,7 100 8,6 50

0,3 7,4 100 8,9 50

0,7 6,6 55-65 10,5 65

1,1 7,5 20-25 11,4 72

Sumber: Ednadisnak (2011)

Dalam penyusunan pakan ternak sapi potong, formulasinya harus menyediakan nutrisi yang diperlukan sebagai komponen pembangun dan pengganti sel-sel tubuh yang rusak serta produksinya. Kebutuhan nutrisi dipengaruhi beberapa faktor seperti: tingkat pertumbuhan (status faali), ukuran tubuh ternak,

lingkungan, keturunan, penyakit, parasit, jenis ternak, ketidakserasian pakan dan kekurangan nutrisi.

H. Pengertian Status Nutrien

Status nutrien adalah tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat nutrien dan pengeluaran oleh organisme dan menunjukan


(47)

31 keadaan kesehatan individu yang dipengaruhi oleh masukan zat nutrien dan

penggunaan zat nutrien tersebut.

Menurut Soekirman (2000) status nutrien adalah suatu keadaan kesehatan yang merupakan hasil interaksi antara konsumsi pakan dan lingkungan yang

bermanifestsi terhadap keadaan fisik, dan status faali.

Status nutrien adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan (Suhardjo, 2003). Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kusnanto (1990), mengungkapkan ada beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi. Istilah -- istilah tersebut adalah

a. Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi,

penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat--zat yang tidak tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ organ serta menghasilkan energi.

b. Keadaan gizi, adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi

tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.

c. Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada tiga bentuk malnutrisi diantaranya adalah : (1) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific deficiency, kekurangan zat


(48)

32 I. Konversi dan Efisiensi Pakan

Konversi pakan adalah perbandingan antar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut (Siregar, 2001). Menurut Darmono (1993) konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualiltas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan yang tidak kalah penting. Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama (Santosa, 1995). Konversi pakan yang baik adalah 8,56--13,29 dan efisiensi penggunaan pakan untuk sapi berkisar 7,52--11,29% (Siregar, 2001). Efisiensi pakan untuk produksi daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ternak, komposisi dan tingkat produksi serta nilai gizi pakan.

Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat-zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Siregar, 1994).


(49)

33

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung pada Februari -- April 2015.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: - bahan pakan yang diberikan kepada ternak sapi ; - sapi PO.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah

- Kuisioner yang berisi pertanyaan untuk data yang dibutuhkan; - Data recording yang berisi data bobot badan dan jumlah ternak.

- Timbangan gantung kapasitas 50 kg dengan tingkat ketelitian 0,10 kg.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei. Umumnya, penelitian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan


(50)

34 dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Sasaran penelitian ini adalah anggota peternak yang memiliki usaha peternakan sapi peranakan ongole yang dipelihara secara intensif di Kecamatan Tanjung Bintang. Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan peternak berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, yang meliputi: identitas peternak, kondisi ternak yang dimiliki dan manajemen pemberian pakan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh desa yang memiliki peternak di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Menurut Gay dan Diehl (1992), jika penelitiannya bersifat deskriptif, maka sampel minimumnya adalah 10% dari populasi. Sampel wilayah diambil dengan menggunakan metode purposive sampling (sengaja) yaitu sebanyak dua desa yang memelihara sapi peranakan ongole dan memiliki populasi sapi terbanyak. Sampel peternak diambil secara sensus sebesar 10% dari populasi.

D. Peubah Penelitian

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data konsumsi bahan kering

Merupakan identifikasi bahan kering yang dikonsumsi sapi PO di Kecamatan Tanjung Bintang;

2. Data konsumsi protein kasar

Merupakan identifikasi protein kasar yang dikonsumsi sapi PO di Kecamatan Tanjung Bintang;


(51)

35 Merupakan data umur dan bobot tubuh ternak sapi PO;

4. Data Body Condition Scoring (BCS) atau skor kondisi tubuh

Merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat kegemukan seekor ternak sapi potong. Menghitung BCS menggunakan skala 1--5. Nilai 1 mempunyai arti tubuh sapi sangat kurus, nilai 2 mempunyai arti kurus, nilai 3 mempunyai nilai sedang, nilai 4 mempunyai arti gemuk, nilai 5 mempunyai arti sangat gemuk.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. melakukan survei ke lokasi peternakan untuk melakukan wawancara menggunakan kuisioner;

2. melihat dan mengamati jenis pakan yang diberikan oleh peternak yang berupa hijauan dan konsentrat;

3. mengamati jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak per harinya; 4. mengukur lingkar dada sapi untuk mengetahui bobot tubuh dengan

menggunakan rumus Scroll sebagai berikut: (LD + 22)²

BT =

100 Keterangan:

BT = Bobot Tubuh (kg) LD = Lingkar Dada (cm)

5. analisis kadar air dilakukan dengan memanaskan cawan porselin beserta tutupnya kedalam oven 105ºC selama ± 1 jam. Selanjutnya didinginkan dalam


(52)

36 desikator selama 15 menit, kemudian menimbang cawan porselin beserta tutupnya dan mencatat bobotnya (A). Masukkan sampel ke dalam

cawan porselin sekitar satu gram kemudian dicatat bobotnya (B). Panaskan cawan porselin yang berisi sampel di dalam oven 105ºC selama 6 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya ditimbang cawan

porselin tanpa tutup berisi sampel analisis (C). Kemudian hitung kadar air dengan rumus sebagai berikut :

(B—A) — (C—A)

Kadar air = x 100%

(B—A) Keterangan :

KA = kadar air (%)

A = bobot cawan porselin (g)

B = bobot cawan porselin berisi sampel sebelum dipanaskan (g) C = bobot cawan porselin berisi sampel sesudah dipanaskan (g) 6. menghitung kadar bahan kering dengan rumus sebagai berikut : BK = 100% — KA

Keterangan :

BK = kadar bahan kering (%) KA = kadar air (%)

7. menghitung konsumsi bahan kering (BK) dengan cara persentase BK dikalikan dengan bahan pakan yang dikonsumsi.

Rumus perhitungan konsumsi bahan kering: BK

Konsumsi BK = × konsumsi pakan (kg) 100

8. menghitung konsumsi protein dengan cara persentase PK dikalikan dengan BK yang dikonsumsi, dengan rumus sebagai berikut :


(53)

37 PK

Konsumsi PK = x konsumsi BK (kg) 100

F. Analisis Data


(54)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Sapi Peranakan Ongole yang dipelihara oleh peternak di Kecamatan Tanjung Bintang mempunyai status gizi yang kurang baik, karena nilai rata-rata bahan kering dan protein kasar yang dikonsumsi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Konsumsi bahan kering 8.21 kg/ekor/hari, sedangkan kebutuhannya 8.97 kg/ekor/hari, dan rata-rata konsumsi protein kasar 0.72 kg/ekor/hari, sedangkan kebutuhannya 1.08 kg/ekor/hari. Pakan yang digunakan hanya berupa hijauan yang terdiri dari rumput gajah, rumput lapang, daun

singkong, daun jagung dan kolonjono. Nilai BCS yang diperoleh mengindikasikan bahwa manajemen pemeliharaan sapi peranakan ongole di Kecamatan Tanjung Bintang dilakukan kurang baik, dengan nilai BCS rata--rata 2.70 dan rata--rata bobot tubuh 298.25 kg.

B. Saran

Perlu dilakukan sosialisasi terhadap peternak tentang wawasan untuk pemberian bahan pakan yang sesuai dengan kebutuhan seperti:

(1). menambahkan jenis tanaman leguminosa sebagai hijauan sumber protein dan memaksimalkan dalam penggunaan dalam ransum; (2). menyusun kosentrat


(55)

50 dari limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering dan protein kasar; (3). membuat silase untuk


(56)

51

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta. Afris, M. 2007. Pengolahan Limbah Pertanian Sebagai Pakan. Universitas

Andalas. Padang.

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amirroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis Magister. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anggorodi, R. 1984. Ilmu Pakan Ternak Umum. Gramedia pustaka utama.

Jakarta.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

Anonim. 2012. Terminologi: Budidaya Tanaman Singkong.

http://manglayang.blogsome.com/2013/04/21/terminologi-bahan-pakan-dari hasil ikutan-industri-pangan/. Diakses 28 Oktober 2014.

Astuti. 2003. Potensi dan Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi PO. Wartazoa. Blakely, J. dan D.H, Blade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Church, D.C. dan Pond, W.G. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3th ed. John Wiley & Sons Inc. New York.

Chuzaemi, S dan Hartutik. 1990. Ilmu Makanan Ternak Khusus (Ruminansia). Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

Crowder, L.V. and H.R. Cheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Group. New York.

Darmono,, 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. Darmono., 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kareman. Kanisius. Yogyakarta.


(57)

52 Devendra, C. 1977. Cassava as a Feed Source for Ruminants. In: Nestle B. and

Graham, M. Cassava as Animal Feed. IDRC. Canada.

Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto, 1990. Epidemiologi I. Jakarta: Pusdiknakes. Ednadisnak. 2011. Menyusun Ransum Sapi

http://ednadisnak.blogspot.com/2011/01/ menyusun-ransum-sapi.html. Diakses pada 12 November 2014.

Eggum, O.L. 1970. The Protein Quality of Cassava Leaves. British Journal of Nutrition. 24: 761-768.

Edmonson, A. J., I.J. Lean, L.D. Weaver, T. Farver, and G. Webster. 1989. A Body Condition Scoring Chart for Holstein Dairy Cows. J. Dairy Sci. 72:68-78.

Ensminger, M.E., Oldfield, J.E., dan Heinemann, W.W. 1990. Feed and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publishing, Co.

Gay, L.R. and P.L. Dielh. 1992. Research Methods for Business and Management. Publishing Company. New York.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hartadi, H. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartadi, H., L.C. Kearl, S. Reksohadiprojo, L.E. Harris dan S. Lebdosukoyo. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan. Data Ilmu Makanan Ternak untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Kearl, L.C. 1982. Nutrition Requirement of Ruminant in Developing Countries. Utah State University Logah. USA.

Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Gramedia. Jakarta.


(58)

53 Laconi, E.B. 1998. Peningkatan Mutu Pod Cacao Melalui Amoniasi dengan Urea

dan Biofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta Penjabarannya ke dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.

Manurung, T. 1996. Penggunaan Hijauan Leguminosa Pohon Sebagai Sumber Protein Ransum Sapi Potong. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.1: 143-148.

Martindah dan Kusuma. 2007. Pengembangan Peternakan Sapi Perah Terintegrasi dengan Industri Bio Etanol Berbahan Singkong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

McDonald and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 5th Edition. Longman Scientific and Technical, Inc. New York.

Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Cetakan

Pertama Penerbit UP. Jakarta.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Pammusureng. 2009. Penilaian Kondisi Tubuh dan Pengukuran Pertumbuhan Pedet & Dara. Bahan Presentasi KPSBU Lembang.

Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu dan E. Sihite. 2009. Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Petunjuk Teknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Piliang W.G., S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-2. Bogor: IPB Press.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metodologi Penelitian

Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Prasetyono. 2008. Pemanfaatan Limbah Pertanian dengan Biofermentasi dalam Meningkatkan Daya Gunanya Sebagai Pakan Ternak. Puslit Bangtek LPN Undip, Semarang.


(59)

54 Prawira. H.Y. 2015. Potensi Pengembangan Sapi Potong di Kecamatan Tanjung

Bintang Kabupaten Lampung selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Ramli. H dan Rismawati. 2007, Integrasi Tanaman Singkong dan ternak Unggas. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Rangkuti, M. 1987. Meningkatkan Pemakaian Jerami Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia dengan Suplementasi. Bioconvertion Project Workshop on Crop Residues For Feed and Other Purposes. Grati. Ravindran, V. 1992. Utilization Cassava Leaves in Animal Nutrition. Count.

Sri Lanka.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Yogyakarta. Riyadi. 2003. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penerbit Pohon Cahaya. Jakarta.

Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.

Rusidiana. 2011. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi Perah Berbasis Tanaman Ubi Kayu di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Santi W.P. 2008. Respon Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya Sebagai Hasil Inseminasi Buatan Terhadap Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, B. 2001. Beternak Sapi Daging dan Masalahnya. Aneka Ilmu. Semarang. Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar, S. B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.


(60)

55 Soedomo, R 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT

Gramedia, Jakarta.

Soegiri, H. dan S. Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Daerah Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Soeparno. 1993. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Subandi, M.M., M.D.,Dahlan, Moentono, S. Iskandar, Sudaryono, dan M. Sudjaji. 1988. Status Penelitian Jagung dan Sorgum. Risalah Simposium II

Penelitian Tanaman Pangan. Ciloto. Bogor. Sugeng, B.,1998, Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng, B. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, D.S. Oetomo, 2003. Teknik Sampling. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung. Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Susetyo, B. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Susetyo, S. 1985. Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Pakannya. Bogor. Departemen Ilmu

Makanan Ternak. IPB.

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV. Rajawali, Jakarta.

Syarief. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana, Bandung.

Tangendjaja, B dan E. Wina. 2006. Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.


(61)

56 Tillman, A.D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991.

Ilmu Makanan Ternak Dasar Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Toharmat, T., C.I. Novita, A. Sudono, dan I.K. Sutama. 2006. Produktivitas Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Berbasis Jerami Padi Fermentasi. Media Peternakan. 29: 96 – 106.

UPT dinas peternakan. 2011. Rekapitulasi Indentifikasi Data Populasi Ternak Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

Unit Pengelola Kegiatan. 2012. Profi Kecamatan Tanjung Bintang. Lampung selatan.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Utomo, R. 2012. Bahan Pakan Berserat untuk Sapi. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Wahyono. D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Grati. Pasuruan.

Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wodzicka . 1993. Produksi Sapi di Indonesia. Diterjemahkan oleh I Made Mastika. Sebelas Maret University Press. Surakarta.


(1)

51

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta. Afris, M. 2007. Pengolahan Limbah Pertanian Sebagai Pakan. Universitas

Andalas. Padang.

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amirroenas, D.E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet dengan Bahan Serat Biomassa Pod Coklat untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis Magister. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anggorodi, R. 1984. Ilmu Pakan Ternak Umum. Gramedia pustaka utama.

Jakarta.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

Anonim. 2012. Terminologi: Budidaya Tanaman Singkong.

http://manglayang.blogsome.com/2013/04/21/terminologi-bahan-pakan-dari hasil ikutan-industri-pangan/. Diakses 28 Oktober 2014.

Astuti. 2003. Potensi dan Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi PO. Wartazoa. Blakely, J. dan D.H, Blade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Church, D.C. dan Pond, W.G. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3th ed. John Wiley & Sons Inc. New York.

Chuzaemi, S dan Hartutik. 1990. Ilmu Makanan Ternak Khusus (Ruminansia). Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.

Crowder, L.V. and H.R. Cheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Group. New York.

Darmono,, 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. Darmono., 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kareman. Kanisius. Yogyakarta.


(2)

52 Devendra, C. 1977. Cassava as a Feed Source for Ruminants. In: Nestle B. and

Graham, M. Cassava as Animal Feed. IDRC. Canada.

Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto, 1990. Epidemiologi I. Jakarta: Pusdiknakes. Ednadisnak. 2011. Menyusun Ransum Sapi

http://ednadisnak.blogspot.com/2011/01/ menyusun-ransum-sapi.html. Diakses pada 12 November 2014.

Eggum, O.L. 1970. The Protein Quality of Cassava Leaves. British Journal of Nutrition. 24: 761-768.

Edmonson, A. J., I.J. Lean, L.D. Weaver, T. Farver, and G. Webster. 1989. A Body Condition Scoring Chart for Holstein Dairy Cows. J. Dairy Sci. 72:68-78.

Ensminger, M.E., Oldfield, J.E., dan Heinemann, W.W. 1990. Feed and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publishing, Co.

Gay, L.R. and P.L. Dielh. 1992. Research Methods for Business and Management. Publishing Company. New York.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hartadi, H. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartadi, H., L.C. Kearl, S. Reksohadiprojo, L.E. Harris dan S. Lebdosukoyo. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan. Data Ilmu Makanan Ternak untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Kearl, L.C. 1982. Nutrition Requirement of Ruminant in Developing Countries. Utah State University Logah. USA.

Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Gramedia. Jakarta.


(3)

53 Laconi, E.B. 1998. Peningkatan Mutu Pod Cacao Melalui Amoniasi dengan Urea

dan Biofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta Penjabarannya ke dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.

Manurung, T. 1996. Penggunaan Hijauan Leguminosa Pohon Sebagai Sumber Protein Ransum Sapi Potong. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.1: 143-148.

Martindah dan Kusuma. 2007. Pengembangan Peternakan Sapi Perah Terintegrasi dengan Industri Bio Etanol Berbahan Singkong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

McDonald and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 5th Edition. Longman Scientific and Technical, Inc. New York.

Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Cetakan

Pertama Penerbit UP. Jakarta.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Pammusureng. 2009. Penilaian Kondisi Tubuh dan Pengukuran Pertumbuhan Pedet & Dara. Bahan Presentasi KPSBU Lembang.

Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu dan E. Sihite. 2009. Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Petunjuk Teknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Piliang W.G., S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-2. Bogor: IPB Press.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metodologi Penelitian

Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Prasetyono. 2008. Pemanfaatan Limbah Pertanian dengan Biofermentasi dalam Meningkatkan Daya Gunanya Sebagai Pakan Ternak. Puslit Bangtek LPN Undip, Semarang.


(4)

54 Prawira. H.Y. 2015. Potensi Pengembangan Sapi Potong di Kecamatan Tanjung

Bintang Kabupaten Lampung selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Ramli. H dan Rismawati. 2007, Integrasi Tanaman Singkong dan ternak Unggas. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Rangkuti, M. 1987. Meningkatkan Pemakaian Jerami Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia dengan Suplementasi. Bioconvertion Project Workshop on Crop Residues For Feed and Other Purposes. Grati. Ravindran, V. 1992. Utilization Cassava Leaves in Animal Nutrition. Count.

Sri Lanka.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Yogyakarta. Riyadi. 2003. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penerbit Pohon Cahaya. Jakarta.

Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.

Rusidiana. 2011. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi Perah Berbasis Tanaman Ubi Kayu di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Santi W.P. 2008. Respon Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya Sebagai Hasil Inseminasi Buatan Terhadap Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, B. 2001. Beternak Sapi Daging dan Masalahnya. Aneka Ilmu. Semarang.

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar, S. B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.


(5)

55 Soedomo, R 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT

Gramedia, Jakarta.

Soegiri, H. dan S. Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Daerah Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Soeparno. 1993. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Subandi, M.M., M.D.,Dahlan, Moentono, S. Iskandar, Sudaryono, dan M. Sudjaji. 1988. Status Penelitian Jagung dan Sorgum. Risalah Simposium II

Penelitian Tanaman Pangan. Ciloto. Bogor. Sugeng, B.,1998, Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng, B. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, D.S. Oetomo, 2003. Teknik Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung. Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Susetyo, B. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Susetyo, S. 1985. Hijauan Makanan Ternak. Dirjen Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Pakannya. Bogor. Departemen Ilmu

Makanan Ternak. IPB.

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV. Rajawali, Jakarta.

Syarief. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana, Bandung.

Tangendjaja, B dan E. Wina. 2006. Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.


(6)

56 Tillman, A.D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991.

Ilmu Makanan Ternak Dasar Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Toharmat, T., C.I. Novita, A. Sudono, dan I.K. Sutama. 2006. Produktivitas Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Berbasis Jerami Padi Fermentasi. Media Peternakan. 29: 96 – 106.

UPT dinas peternakan. 2011. Rekapitulasi Indentifikasi Data Populasi Ternak Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

Unit Pengelola Kegiatan. 2012. Profi Kecamatan Tanjung Bintang. Lampung selatan.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Utomo, R. 2012. Bahan Pakan Berserat untuk Sapi. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Wahyono. D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Grati. Pasuruan.

Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wodzicka . 1993. Produksi Sapi di Indonesia. Diterjemahkan oleh I Made Mastika. Sebelas Maret University Press. Surakarta.