POTENSI LIMBAH JERAMI PADI DAN DAUN SINGKONG UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMBIBITAN SAPI PO (PERANAKAN ONGOLE) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN TANJUNG SARI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

POTENSI LIMBAH JERAMI PADI DAN DAUN SINGKONG UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMBIBITAN SAPI PO (PERANAKAN

ONGOLE) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN TANJUNG SARI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh :

Maulana Azis

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Peternakan

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

POTENSI LIMBAH JERAMI PADI DAN DAUN SINGKONG UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMBIBITAN SAPI PO (PERANAKAN

ONGOLE) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN TANJUNG SARI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh Maulana Azis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi limbah jerami padi dan daun singkong dan mengetahui berapa besarnya kapasitas tampung ternak Sapi PO di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2013, bertempat di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian mengunakan metode survei purposive sampling. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas data primer dan sekunder serta analisis kadar air dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan luas lahan padi dan singkong di Desa Sidomukti penghasil limbah hijauan masing – masing seluas 43 ha dan 11,6 ha. Secara keseluruhan mampu menghasilkan 469.669,81 kg/th (46,96 ton/th) berdasarkan bahan kering dan berdasarkan protein 27.511,677 kg/th (2,75 ton/th). Berdasarkan limbah jerami padi dan daun singkong kapasitas tampung untuk bibit sapi PO pejantan di Desa Sidoumkti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten lampung Selatan sebanyak 54 UT/tahun.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 5

1. Deskripsi Desa Sidomukti ... 5

2. Potensi Pertanian Desa Sidomukti ... 6

3. Pola Tanam Tanaman Padi dan Singkong ... 7

4. Gambaran Ternak di Desa Sidomukti ... 8

B. Tanaman Padi ... 9

1. Gambaran Umum Tanaman Padi ... 9

2. Limbah Jerami Padi ... 11

C. Tanaman Singkong ... 12

1. Gambaran Umum Tanaman Singkong... 12


(6)

D. Sapi PO (Peranakan Ongole) ... 16

E. Persyaratan Bibit Sapi PO (Peranakan Ongole) ... 17

F. Kapasitas Tampung (Carrying Capacity) ... 20

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 23

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

C. Metode Penelitian ... 23

D. Pelaksanaan Penelitian ... 24

E. Peubah yang Diamati ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

A. Potensi Limbah Jerami Padi dan Daun Singkong... 29

B. Kapasitas Tampung ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

A. Kesimpulan ... 35

B. Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

1

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan. Hal ini didukung oleh letak strategis Provinsi Lampung yang merupakan pintu gerbang transportasi utama antara Pulau Sumatera dan Jawa yang sangat potensial sebagai jalur pemasaran produk peternakan. Selain itu, Provinsi Lampung juga memiliki berbagai macam sumber daya alam yang dapat menunjang keberhasilan usaha peternakan, seperti ketersediaan pakan yang

berasal dari limbah pertanian ( limbah singkong, limbah padi, dan limbah jagung).

Salah satu jenis ternak yang dikembangkan di Provinsi Lampung yaitu, ternak ruminansia khususnya sapi, kambing, dan domba. Upaya pengembangan populasi dan daya produksi perlu didukung dengan penyediaan makanan dan sedapat mungkin yang tidak bersaing dengan manusia. Pakan ruminansia sebagian besar (lebih dari 50%) berasal dari hijauan makanan ternak yang dapat berasal dari padang pengembalaan dan tanaman hijauan yang dapat dipotong dan diangkut. Pertambahan populasi penduduk mengakibatkan lahan pertanian untuk

penggembalaan atau untuk menanam pakan hijauan semakin terbatas jumlahnya. Faktor tersebut akan menyebabkan ketersediaan pakan hijauan berkurang dan akhirnya akan mengakibatkan penurunan produksi ternak khususnya ternak ruminansia.


(8)

2

Pertanian di kecamatan Tanjung sari Kabupaten Lampung selatan merupakan salah satu potensi yang layak dikembangkan. Tanaman singkong di Desa

Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari memiliki luas 11,6 ha. Setiap tahun produksi singkong selalu meningkat. Pada musim gadu (kering) petani lebih banyak menanam tanaman singkong jika dibandingkan dengan saat musim rendeng (basah).Tanaman padi di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari memiliki luas 43 ha. Padi yang dihasilkan di Desa Sidomukti menghasilkan limbah yang kurang dimanfaatkan oleh petani. Jerami dan dedak merupakan limbah tanaman padi yang mudah diperoleh dan dijadikan bahan campuran ransum karena nilai gizi yang dimiliki limbah tersebut dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan ternak.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor:

B/54/III.10/HK/2011 tanggal 18 Februari 2011, Kecamatan Tanjung Sari ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit/Kawasan Pusat Pelestarian dan

Pengembangan Sapi PO di Kabupaten Lampung Selatan. Program ini diharapkan bukan saja untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi PO, tetapi juga dapat berperan penting dalam mendukung program nasional swasembada daging sapi/kerbau yang berkelanjutan dan mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan para peternak. Diharapkan dalam jangka waktu 5 tahun kedepan wilayah Lampung Selatan dapat mewujudkan harapannya menjadikan wilayah sumber bibit Sapi PO dan Kecamatan Tanjung Sari berperan sebagai pusat pertumbuhannya sekaligus sebagai show window dan representasi keberhasilan pembangunan peternakan nasional.


(9)

3

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai potensi limbah jerami padi dan daun singkong untuk mendukung program pembibitan sapi PO di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Sealatan.

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui luas dan produksi limbah jerami padi dan daun singkong di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan;

2. mengetahui berapa besarnya kapasitas tampung ternak sapi PO bibit pejantan di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan potensi limbah jerami padi dan daun singkong;

C.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peternak atau instansi terkait, sehingga dapat mendukung program pembibitan sapi PO yang ada di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

D.Kerangka Pemikiran

Kecamatan Tanjung Sari merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Tanjung Sari memiliki 8 (delapan) desa yaitu Desa Bangun Sari, Purwodadi Dalam, Sidomukti, Wawasan, Mulyosari, Wonodadi, Kertosari, dan Malang Sari. Kecamatan Tanjung Sari khususnya Desa Sidomukti memiliki potensi di bidang peternakan dan pertanian. Desa Sidomukti merupakan salah satu desa yang dijadikan sentra pembibitan sapi PO di kecamatan Tanjung


(10)

4

Sari. Kecamatan Tanjung Sari ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit/kawasan pusat pelestarian dan pengembangan sapi PO di Kabupaten Lampung Selatan (Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor : B/54/III.10/HK/2011 tanggal 18 Februari 2011). Program ini diharapkan bukan saja untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi PO, tetapi juga dapat berperan penting dalam mendukung program nasional swasembada daging sapi/kerbau yang berkelanjutan dan mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan para peternak.

Pertanian Desa Sidomukti terdiri dari padi, sayur-sayuran, buah-buahan, jagung, ketela pohon, kacang tanah dan kedelai. Limbah singkong dan padi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan di Desa Sidomukti. Pakan hijauan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia yang tidak hanya berfungsi sebagai pengeyang, tetapi juga sebagai sumber zat-zat makanan seperti protein, energi, lemak, vitamin dan mineral yang sangat diperlukan bagi tubuh ternak. Dengan demikian, ketersediaan pakan hijauan akan mempengaruhi kelangsungan hidup dalam memenuhi kebutuhan pokok dan produksi ternak.

Ketersediaan sumber pakan hijauan semakin lama semakin terbatas. Seiring dengan pertambahan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun sehingga mempersempit lahan yang menjadi tempat berkembangnya tanaman penghasil hijauan. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan penelitian untuk

mengetahui tentang potensi limbah hijauan pakan ternak khususnya limbah jerami padi dan daun singkong, serta kapasias tampung khusus untuk sapi PO bibit pejantan yang ada di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.


(11)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian 1. Deskripsi Desa Sidomukti

Desa Sidomukti merupakan salah satu desa di Kecamatan Tanjung Sari

Kabupaten Lampung Selatan. Desa Sidomukti berdiri sejak 1969. Pada saat itu Desa Sidomukti masih dalam wilayah kecamatan Tanjung Bintang. Seiring dengan pembangunan yang terus bergerak pemerintah melakukan pemekaran, salah satunya Kecamatan Tanjung Sari yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Tanjung Bintang.

Berdasarkan PERDA NO.3 Tahun 2006, tentang pembentukan empat kecamatan dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan salah satunya Kecamatan Tanjung Sari yang telah diresmikan oleh Bapak Bupati Lampung Selatan

H. Zulkifli Hasan pada tanggal 31 Juli 2007. Desa Sidomukti memiliki luas 1.000 ha. Jarak ke pemerintah kecamatan dari desa Sidomukti 3 km, ke pemerintah kabupaten/kota 98 km dan ke pemerintah propinsi 35 km. Adapun batas wilayah sebagai berikut :

- sebelah utara berbatasan dengan Desa Wonodadi; - sebelah timur berbatasan dengan Desa Wawasan;

- sebelah selatan berbatasan dengan Desa Trimulyo (Kec. Tanjung Bintang); - sebelah barat berbatasan dengan Desa Purwodadi;


(12)

6

Gambar 1. Peta Desa Sidomukti.

Jumlah penduduk Desa Sidomukti sebanyak 1.953 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.004 jiwa dan perempuan sebanyak 949 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 629 kk. Jumlah dusun di Desa Sidomukti terdiri dari 6 (enam) dusun dengan penyebaran penduduk di tiap-tiap dusun. Suku penduduk Desa Sidomukti mayoritas adalah suku Jawa dengan mata pencaharian sebagai petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pedagang, wiraswasta, dan peternak sapi PO.

2. Potensi Pertanian Desa Sidomukti

Desa Sidomukti merupakan daerah agropolitan yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang cukup luas. Pertanian dan perkebunan di Desa Sidomukti

memiliki luas 299,6 ha. Tanaman pertanian dan perkebunan di Desa Sidomukti berpotensi menghasilkan limbah yang dapat dijadikan pakan hijauan ternak. Adapun potensi tanaman pertanian dan perkebunan yang ada di Desa Sidomukti dapat dilihat pada Tabel 1.


(13)

7

Tabel 1. Potensi tanaman pertanian dan perkebunan Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan

No. Jenis tanaman pertanian dan perkebunan

Luas (Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12 Karet Kakao Sawit Kelapa Padi Jagung Singkong Ketela rambat Kacang tanah Kedelai Sayuran Buah-buahan 208 6 12 6 43 8,5 11,6 0,5 0,5 0,5 1,5 1,5

Jumlah 299,6

Sumber : Kantor Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan (2012)

3. Pola Tanam Tanaman Padi dan Singkong

Menurut Novitan (2002), pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman dengan sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu,

termasuk pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan

memperhatikan curah hujan. Pola tanam sangat diperlukan karena usaha tani yang dilakukan diharapkan dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Hasil maksimal dapat diperoleh dengan tidak mengabaikan pengawetan tanah dan menjaga kestabilan kesuburan tanah.

Pola tanam di Desa Sidomukti menggunakan pola monokultur. Menurut Wirosoedarmo (1985), pola monokultur adalah penanaman dengan satu jenis


(14)

8

tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam.

Pada tanaman padi, lahan yang sudah di panen akan digemburkan kembali sehingga dapat ditanam padi untuk periode selanjutnya. Dalam satu tahun tanaman padi dapat panen dua kali. Jenis atau varietas padi yang ditanam oleh petani Desa Sidomukti adalah Intani, Ciherang, dan Sangyan Sri. Varietas Intani merupakan varietas padi yang banyak ditanam oleh petani di Desa Sidomukti karena harga yang murah dan mudah didapat.

Pada tanaman singkong, lahan yang sudah dipanen akan dibiarkan atau ditanam jenis tanaman lain sampai musim panas kembali. Petani di Desa Sidomukti menanam tanaman singkong pada musim panas/kering karena tanaman singkong tahan terhadap musim panas/kering. Dalam satu tahun tanaman singkong hanya dapat panen satu kali. Jenis atau varietas yang ditanam oleh petani di Desa Sidomukti adalah Khasesat dan Thailand.

4. Gambaran Ternak di Desa Sidomukti

Penduduk Desa Sidomukti sebagian besar sebagai petani dan peternak. Usaha peternakan di Desa Sidomukti pada umumnya adalah peternakan rakyat dengan skala usaha rumah tangga karena usaha peternakan merupakan usaha sampingan yang dikerjakan petani di Desa Sidomukti. Selain itu, Desa Sidomukti merupakan sentra pembibitan Sapi PO di kecamatan Tanjung Sari yang sudah ditetapkan oleh pemerintah karena sebagian besar ternak yang dipelihara di Desa Sidomukti


(15)

9

adalah Sapi PO. Jenis dan populasi ternak Desa Sidomukti dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan populasi ternak di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan

No. Jenis ternak Jumlah (ekor)

1. 2. 3.

Sapi PO Kambing

Unggas

366 490 9540

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan (2012)

Pada 2011, penduduk yang memiliki ternak Sapi PO ialah 297 kepala keluarga dengan jumlah sapi PO 478 ekor. Pada tahun berikutnya dengan jumlah kepala keluarga yang sama terjadi penurunan jumlah ternak menjadi 366 ekor. Penurunan tersebut terjadi karena kematian ataupun penjualan ternak oleh peternak.

Desa Sidomukti merupakan sentra pembibitan Sapi PO yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Peternak di Desa Sidomukti lebih memilih memelihara jenis Sapi PO karena dapat beradaptasi dengan baik di iklim yang tropis dan memiliki reproduksi yang baik. Jenis sapi PO memiliki tingkat konsumsi pakan yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis sapi yang lain.

B. Tanaman Padi

1. Gambaran Umum Tanaman Padi

Menurut Suparyono dan Setyono, (1994), padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang menghasilkan produk beras. Beras


(16)

10

adalah di Pulau Jawa ( Karawang dan Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi, dan Kalimantan. Klasifikasi ilmiah tanaman padi adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Oryza Spesies : O. sativa

Suparyono dan Setyono ( 1994), mengemukakan syarat pertumbuhan yang berkaitan dengan iklim pertanian untuk tanaman padi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

- tumbuh di daerah tropis/subtropis (45oLU--45oLS) dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan;

- curah hujan optimum sebesar 200mm/bulan atau 1.500 – 2.000 mm/tahun;

- dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah, padi memerlukan ketinggian 0—650 meter diatas permukaan laut dengan temperatur 22--27o C sedangkan di dataran tinggi 650— 1500 meter di atas permukaan laut dengan temperatut 19--23o C;

- padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Nilai keasaman tanah berkisar atara pH 4,5 sampai 8,2;


(17)

11

Menurut Gahara (1989), di Indonesia padi ditanaman di dataran rendah sampai ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian di atas 1.300 meter di atas permukaan laut, pada umumnya tanaman padi sudah tidak

diusahakan orang lagi, karena pertumbuhannya terlalu lambat. Taslim dan Fagi (1988), menambahkan bahwa umur panen padi dari masa tanam sampai dengan panen ialah 3 bulan. Tanaman padi dapat ditanam 2 – 3 kali dalam setahun asalkan ketersediaan air selama masa pertumbuhan terjamin. Ketersediaan air dapat tercukupi dengan adanya sistem irigasi.

2. Limbah Jerami Padi

Menurut Anonim (1993), jerami padi merupakan limbah hasil pertanian yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman padi mengandung protein kasar 3,6 %; lemak 1,3%; BETN 41,6%; lignin 4,9%; serat kasar 32%; silika 13,5%; kalsium 0,24%; kalium

1,20%; magnesium 0,11%; posphor 0,10%. Sekitar 40% jerami padi dapat dicerna sebagai sumber energi dalam proses pencernaan ternak ruminansia. Daya cerna yang rendah disebabkan oleh adanya lignin dan silika yang mengikat cellulosa dan hemicellulosa dalam bentuk ikatan rangkap sehingga sukar dicerna oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen.

Menurut Dwiyanto (2001), limbah jerami padi ini dapat digunakan untuk pakan sapi dewasa sebanyak 2 – 3 ekor sepanjang tahun. Pada satu hektar sawah dengan waktu panen dua kali per tahun akan tersedia pakan ternak untuk 4 – 6 ekor ternak sapi. Produksi limbah jerami padi di Indonesia cukup banyak yaitu hampir 40 juta ton per tahun. Penggunaan limbah jerami untuk pakan ternak baru sekitar 22%


(18)

12

dan sisanya dibakar untuk dijadikan pupuk atau dibuang. Produksi jerami padi yang melimpah memungkinkan untuk digunakan sebagai pakan ternak dalam jumlah yang lebih besar. Manfaat jerami padi masih dapat ditingkatkan melalui proses kimia atau dengan teknologi pengolahan sehingga dapat meningkatkan efektivitas daya cerna.

C. Tanaman Singkong

1. Gambaran Umum Tanaman Singkong

Menurut Purwono (2009), singkong merupakan tanaman perdu. Singkong berasal dari Benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebaran tanaman singkong hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman singkong masuk ke Indonesia pada 1852. Singkong berkembang di negara- negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya.

Menurut Suprapti (2005), sistematika (taksonomi) tumbuhan dan kedudukan tanaman singkong diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh- tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (biji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot


(19)

13

Menurut Lingga (1986), tanaman singkong dapat dilakukan dengan cara generatif (biji) dan vegetative (stek batang). Singkong pada umumnya diperbanyak dengan cara stek batang. Petani biasanya menanam tanaman singkong dari golongan singkong yang tidak beracun untuk mencukupi kebutuhan pangan, sedangkan untuk keperluan industri atau bahan dasar untuk industri biasanya dipilih golongan umbi yang beracun. Golongan ini mempunyai kadar pati yang lebih tinggi dan umbinya lebih besar serta tahan terhadap kerusakan, misalnya perubahan warna.

Lingga (1986), menambahkan bahwa tanaman singkong memiliki beberapa kelebihan diantaranya :

- dapat tumbuh dilahan kering dan tidak subur; - daya tahan terhadap penyakit realtif tinggi;

- masa panen tidak dipercepat sehingga bisa dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan pada tempatnya untuk beberapa minggu;

- daun dan umbinya dapat dimanfaatakan menjadi aneka makanan;

Menurut Purwono (2009), tanaman singkong memiliki banyak nama daerah antara lain ketela, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur, huwi jendral, kasapen, sampeu, ubikayu (Sunda), bolet, kasawe, kaspa, kaspe, katela budin, katela jendral, katela kaspe, katela mantri, katela marikan, katela menyog, katela poung, katela prasman, katela sabekong, katela sarmunah, katela tapah, katela cengkol, tela pohung (Jawa), blandong, manggala menyok, puhung, pohong, sabhrang balandha, sawe, sawi, (Madura), kesawi, ketela kayu, sabrang


(20)

14

sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame kayu (Makasar), lame aju (Bugis), kasibi (Ternate,Tidore).

Menurut Devendra (1977), produk utama tanaman ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu daun 6%, batang 44%, dan umbi 50%. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80%-90% dengan pati sebagai komponen utamanya.

Tanaman ini tidak dapat langsung dikonsumi ternak dalam bentuk segar tapi selalu dilakukan pengolahan seperti pemanasan, perendaman dalam air, dan penghancuran atau beberapa proses lainnya untuk mengurangi asam sianida yang bersifat racun yang terkandung dalam semua varietas singkong.

Menurut Prihatman (2000), tanaman singkong mulai menghasilkan umbi pada umur 6 bulan. Umbi yang dihasilkan banyak digunakan untuk bahan baku produk olahan seperti tapioka dan produk tanaman lainnya. Daun muda tanaman singkong sering digunakan sebagai sayur, batang tanaman singkong dapat digunakan untuk kayu bakar bahkan sebagai pagar hidup. Kustantinah et.al., (2005), menyatakan bahwa tanaman singkong juga potensial sebagai pakan ternak dan dapat

menghasilkan biomassa sumber energi pada bagian umbi dan protein pada daun.

2. Limbah Daun Singkong

Menurut Devendra (1977), semua bagian dari tanaman singkong dapat

dimanfaatkan sebagai pakan. Bagian daun dapat dijadikan sebagai sumber protein dengan pemberian dalam bentuk kering atau silase. Batang dapat dicampurkan dengan daun dalam pakan penguat. Umbi dapat diubah bentuknya menjadi pelet. Bagian kulit umbi dan onggok dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum


(21)

15

tunggal (single cell protein). Kandungan nutrisi limbah singkong berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutrisi limbah singkong

Bahan PK SK Abu Ca P Mg

(%BK) Batang Daun Kulit 10,9 23,2 4,8 22,6 21,9 21,2 8,9 7,8 4,2 0,3 0,9 0,3 0,3 0,5 0,1 0,4 0,4 0,2

Sumber: Devendra (1977).

Menurut Fasae et. al., (2006), daun singkong merupakan sumber hijauan yang potensial untuk ternak. Daun singkong bisa dimanfaatkan menjadi pakan hijauan setelah umbi singkong dipanen. Daun singkong memiliki nilai nutrien yang tinggi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Wanapat et. al., (2006), menambahkan bahwa biaya produksi daun singkong tergolong murah dan daun singkong yang diproduksi tidak termanfaatkan serta tidak berkompetisi dengan umbinya yang merupakan produk komersial utama dari tanaman singkong.

Menurut Sokerya dan Preston (2003), daun singkong memiliki kandungan protein sebesar >20%. Daun singkong muda (pucuk) mengandung protein sebesar 21-24%. Ravindran (1992), melaporkan bahwa daun singkong bisa dijadikan sumber mineral Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, vitamin A dan B2 (riboflavin) yang baik. Daun singkong memiliki zat anti nutirisi berupa asam sianida (HCN) dan tanin. Kandungan asam sianida (HCN) dalam daun singkong merupakan salah satu senyawa pembatas dalam penggunaan daun singkong sebagai pakan ternak. Menurut Gomez et. al., (1984), komposisi asam sianida (HCN) pada daun


(22)

16

singkong lebih tinggi dibandingkan dengan umbi singkong. Asam sianida (HCN) pada daun singkong dapat diturunkan kadarnya melalui proses pengolahan pakan dengan dilayukan di bawah sinar matahari. Makkar (2003), menambahkan bahwa untuk menurunkan kadar asam sianida (HCN) daun singkong dapat diolah

menjadi hay dan silase.

Menurut Makkar (2003), tanin memiliki manfaat dan kerugian bergantung pada konsentrasi dan jenisnya. Faktor lain yang mempengaruhi manfaat dan kerugian tanin pada ternak seperti spesies ternak, kondisi fisiologis ternak dankomposisi

pakan yang diberikan. Smith et. al., (2004), menyatakan bahwa tanin dapat

berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim.

Menurut Smith et. al., (2004), keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan oleh protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen, sehingga protein dapat tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen.

D. Sapi PO (Peranakan Ongole)

Menurut Anonimus (2003), sapi PO adalah sapi hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole dengan sapi betina lokal di Jawa yang berwarna putih. Sapi PO yang murni mulai sulit ditemukan karena telah banyak di silangkan dengan sapi Brahman. Sapi PO dapat diartikan sebagai sapi lokal berwarna putih (keabu-abuan) dan gelambir.


(23)

17

Menurut Talib (1991), sapi PO memiliki ciri-ciri berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir, berpunuk dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura. Sapi PO memiliki bobot mulai dari 220 kg hingga mencapai sekitar 600 kg. Sapi PO memiliki beberapa keunggulan yaitu :

- tahan terhadap panas;

- terhadap ekto dan endoparasit;

- pertumbuhan relatif cepat walaupun adaptasi terhadap pakan kurang; - persentase karkas dan kualitas daging baik;

Sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja. Selain itu, sapi PO memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, tenaga yang kuat, dan jantannya memiliki kualitas semen yang baik. Sapi PO merupakan salah satu bangsa sapi yang memegang peranan penting dalam menyediakan kebutuhan daging. Keberhasilan pengembangan sapi PO dipengaruhi oleh kualitas ternak bibitnya. Oleh karena itu, standar bibit sangat diperlukan sebagai acuan bagi peternak dalam upaya mengembangkan sapi PO baik kualitas maupun kuantitasnya.

E. Persyaratan Bibit Sapi PO (Peranakan Ongole)

Bibit sapi PO merupakan bibit sapi yang memenuhi persyaratan klasifikasi dan spesifikasi. Mutu bibit yang dibudidayakan memiliki daya produksi dan

reproduksi yang telah memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut telah

ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) No.7356:2008 pada tanggal 7 November 2006 di Jakarta. Adapun persyaratan yang harus di miliki pada bibit sapi PO baik secara umum atau khusus adalah sebagai berikut:


(24)

18

a. Persyaratan umum

- bakalan sapi untuk penggemukan berasal dari sapi lokal ataupun persilangan;

- sapi bakalan berumur satu sampai dua tahun, dengan berat 100 - 150 kg untuk sapi lokal dan 250 - 350 kg untuk sapi persilangan;

- sapi betina yang ideal digunakan sebagai bibit sumber,

dimulai pada umur sekitar 18 – 24 bulan yaitu ditandai dengan mulai bunting yang pertama, kemudian harus sudah dikeluarkan sebagai indukan pada umur sekitar 6 – 7 tahun atau sudah beranak 4 – 5 kali;

- sapi pejantan ideal digunakan sebagai bibit sumber, dimulai pada umur sekitar 24 – 28 bulan yaitu ditandai dengan mulai intensifnya mengawini sapi-sapi betina, kemudian harus sudah dikeluarkan sebagai pejantan pada umur sekitar 5 – 6 tahun;

- sapi harus bebas dari penyakit menular seperti penyakit mulut, kuku, ngorok, rinderpest, brucellosis (keluron), anthrax (radang limpa) dan blue tangue (lidah biru);

- sapi bebas dari cacat fisik, yaitu untuk sapi bibit betina harus bebas cacat alat reproduksi, tidak memiliki ambing abnormal dan tidak menunjukkan gejala kemajiran, sedangkan untuk sapi jantan harus bebas dari cacat alat kelamin dan memiliki kualitas dan kuantitas semen yang baik serta tidak mempunyai silsilah keturunan yang cacat secara genetik;


(25)

19

- usaha peternakan sapi potong yang mengadakan kegiatan pembibitan wajib mengikuti petunjuk, pengarah serta pengawasan dari instansi yang berwenang;

b. Persyaratan khusus

Bibit sapi PO harus memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Adapun persyaratan kualitatif bibit sapi PO adalah sebagai berikut:

- warna bulu putih, abu-abu, kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan bulu sekitar mata berwarna hitam;

- badan besar, gelambir longgar bergantung, punuk besar dan leher pendek;

- tanduk pendek;

persyaratan kuantitatif bibit sapi PO dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Persyaratan kuantitatif sapi PO betina

Sapi umur 18 – 24 bulan Sapi umur 24 bulan Parameter Kelas I Kelas II Kelas III Kelas I Kelas II Kelas III LD min(cm)

TP min (cm) PB min (cm)

143 116 123 137 113 117 135 111 115 153 126 135 139 121 127 134 119 125

Tabel 5. Persyaratan kuantitatif sapi PO jantan

Sapi umur 18 – 24 bulan Sapi umur 24 bulan Parameter Kelas I Kelas II Kelas III Kelas I Kelas II Kelas III LD min(cm)

TP min (cm) PB min (cm)

151 127 139 141 125 133 138 124 130 180 136 145 161 131 138 154 130 135 Keterangan : LD min = lingkar dada minimum

TP min = tinggi pundak minimum PB min = panjang badan minimum


(26)

20

Menurut Parakkasi (1999), satu ekor sapi memerlukan konsumsi bahan kering sebesar 3% dari bobot badan. Sapi bibit memerlukan pakan yang memiliki kandungan protein lebih besar dari sapi penggemukan. Tamminga (1979), menyatakan bahwa sapi bibit membutuhkan kandungan protein sebesar 13,4%.

Usaha pembibitan sapi PO selama ini masih didominasi oleh peternakan rakyat yang sebagian besar berskala kecil. Usaha pembibitan sapi PO lokal kurang diminati karena secara ekonomi kurang menguntungkan. Oleh karena itu,

pembibitan sapi PO lokal di masa mendatang bisa dilakukan dengan memajukan usaha pembibitan sapi rakyat melalui peningkatan kualitas dan kuantitas bibit penghasil bakalan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan usaha pembibitan.

F. Kapasitas Tampung (Carrying Capacity)

Menurut Mcllroy (1977), kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan dari kebun hijauan makanan ternak atau padang penggembalaan untuk kebutuhan ternak selama satu tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak per hektar. Kapasitas tampung sebidang tanah dipengaruhi oleh curah hujan, topografi, persentase hijauan yang tumbuh, jenis, kualitas hijauan, pengaturan jumlah ternak yang digembalakan, sistem penggembalaan, dan luas lahan. Penentuan kapasitas tampung secara cuplikan memiliki peran penting dalam pengukuran produksi hijauan.

Menurut Susetyo (1981), penentuan pengambilan petak-petak cuplikan dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut:

1. pengacakan, yaitu menentukan secara acak suatu lahan hijauan seluas 1 m2 atau dalam bentuk lingkaran dengan garis tengah 1 m. petak cuplikan kedua


(27)

21

diambil pada jarak lurus 10 langkah ke kanan dari petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak ini kemudian di sebut cluster. cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cluster pertama;

2. sistematik, yaitu pengambilan cuplikan dimulai dari titik yang telah

ditentukan. Cuplikan berikutnya diambil pada suatu titik dari cuplikan pertama sehingga membentuk garis lurus yang merupakan garis terpanjang dari lahan sumber hijauan;

3. stratifikasi, yaitu pengambilan sampel cuplikan pada lahan sumber pakan hijauan dari setiap lahan sumber hijauan yang ada;

metode pengambilan cuplikan harus dilakukan sebaik mungkin agar dapat memberikan keterangan yang obyektif tentang produksi suatu pakan hijauan ternak. Jumlah cuplikan yang diperlukan dalam penentuan letak petak-petak cuplikan tergantung dari ketidak seragaman lahan sumber hijauan, alat-alat yang digunakan, tujuan pengambilan data, tingkat ketelitian yang diinginkan, biaya, dan fasilitas yang tersedia.

Susetyo (1981), menambahkan bahwa pakan hijauan yang ada dalam petak cuplikan termasuk bagian tanaman yang dapat dimakan oleh ternak, lalu dipotong sehingga menghasilkan produksi hijauan segar per meter persegi. Produksi

hijauan segar yang diperoleh dapat diketahui dengan menghitung produksi hijauan persatuan luas lahan yang ada. Besarnya bagian tersebut harus diperhitungkan sebagai faktor yang disebut proper use. Besarnya faktor proper use untuk hijauan yang digunakan secara ringan adalah 25—30%, sedang 40—45% dan penggunaan yang berat 60—70%.


(28)

22

Menurut Susetyo et. al., (1980), taksiran daya tampung didasarkan pada jumlah hijauan yang tersedia. Pengamatan daya tampung ini sulit untuk dilakukan pada setiap bagian lahan sumber hijauan maka dilakukan pengambilan secara cuplikan. prosedur pengambilan cuplikan adalah sebagai berikut :

- menentukan petak cuplikan pertama secara acak seluas 1 m2 bujur sangkar;

- petak cuplikan kedua diambil pada jarak lurus 10 langkah ke kanan dari petak pertama dengan luas yang sama;

- setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat dalam petak dipotong sedekat mungkin dengan tanah termasuk bagian tanaman yang dapat dimakan oleh ternak;

- hijauan pakan ternak tersebut dimasukkan ke dalam kantong pelastik untuk dianalisis proksimat;

Susetyo et. al., (1980), menambahkan bahwa dengan mengetahui produksi hijauan yang tersedia dari suatu lahan per tahun, maka dapat dihitung jumlah satuan ternak (ST) yang dapat ditampung oleh suatu lahan sumber hijauan.

Perhitungan tersebut dengan menghitung jumlah hijauan berdasarkan bahan kering yang tersedia pada suatu lahan selama satu tahun (kg/ha/th) dibagi dengan jumlah hijauan yang dibutuhkan untuk satu satuan ternak (kg) selama setahun berdasarkan bahan kering.


(29)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau sabit, karung yang digunakan untuk tempat menampung sampel, timbangan digunakan untuk mengukur berat sampel, tali plastik, gunting, patok kayu, meteran, alat tulis, alat hitung, kamera dan kuisioner.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah pertanian berupa jerami padi dan daun singkong yang diambil di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode survei purposive sampling . Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Metode ini memungkinkan peneliti

memperoleh informasi dalam jangka waktu yang pendek dan digunakan untuk mendapatkan informasi yang bersifat kualitatif untuk menganalisis permasalahan yang ada.


(30)

24

Pengumpulan data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung pada obyek dan wawancara dengan peternak (berupa kuisioner) sebanyak 10 orang peternak. Data sekunder diperoleh dari kantor Balai Desa Sidomukti, Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan, Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Selatan dan Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Selatan. Mengetahui data jumlah populasi ternak sapi PO yang ada di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

Mengetahui luas lahan padi dan singkong yang merupakan salah satu sumber pakan hijauan di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.

Pengambilan data sekunder juga dilakukan dengan turun langsung ke lapangan. Pengembilan dilakukan dengan mengambil sampel per komoditas berupa jerami padi dan daun singkong. Pada tanaman pertanian seperti padi dilakukan

pengambilan data dengan menggunakan bujur sangkar 1x1 m2 dan tanaman singkong dilakukan pengambilan data dengan menggunakan bujur sangkar 3x3 m2, kemudian di ambil bagian yang tidak dibutuhkan oleh manusia dan dapat dikonsumsi oleh ternak ruminansia.

D. Pelaksanaan Penelitian

Cara kerja pada penelitian ini adalah:

1. pengambilan sampel jerami padi dan daun singkong di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan;

2. hijauan di ambil berdasarkan jenisnya seperti padi dan singkong/ketela pohon yang merupakan tanaman pertanian yang bisa dikonsumsi ternak ruminansia;


(31)

25

3. pada tanaman seperti padi dilakukan pengambilan data dengan menggunakan bujur sangkar 1 x 1 m2, pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali pada tempat yang berbeda, kemudian ditimbang berdasarkan bahan segar, lalu dijemur dan di timbang kembali berdasarkan berat kering udara. Hijauan digiling terlebih dahulu kemudian dilakukan analisis lab;

Gambar 2. Proses pengambilan sampel padi Padi

Pemanenan

Bujur sangkar 1x1m2

Potong bagian bawah padi (ketinggian 5 cm dari tanah)

Gabah Jerami

Timbang (bobot segar)

Jemur

Timbang (bobot kering udara)

Giling Sampel

Analisis kadar air


(32)

26

4. menghitung produksi limbah dari padi dengan rumus : produksi perhektar = produksi limbah 1 m2 x 1 hektar

produksi pertahun = produksi limbah perhektar x luas wilayah areal x frekuensi panen dalam setahun

5. pada tanaman pertanian seperti singkong/ketela pohon, dilakukan

pengambilan data dengan menggunakan bujur sangkar 3 x 3 m2, pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali pada tempat yang berbeda. Kemudian di timbang berdasarkan bahan segar, lalu dijemur dan ditimbang kembali berdasarkan berat kering udara. Hijauan digiling terlebih dahulu kemudian dilakukan analisis lab;

Gambar 3. Proses pengambilan sampel singkong Ketela pohon

Pemanenan

Bujur sangkar 3x3 m2

Potong bagian bawah ketela pohon

Timbang (bobot segar) Daun

Batang

Jemur

Timbang (bobot kering udara) Giling

Sampel Analisis kadar


(33)

27

menghitung produksi limbah singkong/ketela pohon dengan rumus: produksi perhektar = produksi limbah 1 m2 x 1 hektar

produksi pertahun = produksi limbah perhektar x luas wilayah areal x frekuensi panen dalam setahun

7. menghitung kapasitas tampung ternak dengan rumus :

jumlah produksi hijauan (kg/th) kapasitas tampung = ---

kebutuhan pakan (kg/satuan ternak/th) Ket : konsumsi/ ekor/ tahun berdasarkan bahan kering

8. mencatat hasil data yang diperoleh dan melakukan analisis kadar air dari tiap sampel;

Analisis proksimat : 1) Kadar air

Cara kerja analisis kadar air (Fathul., 2007) yaitu :

a. memanaskan cawan porselin beserta tutupnya yang telah dibersihkan ke dalam oven 1050 C selama ± 1 jam;

b. mendinginkan di dalam desikator selama 15 menit;

c. menimbang cawan porselin beserta tutupnya dan mencatat bobotnya (A); d. memasukkan sampel analisa ke dalam cawan porselin sekitar satu gram

kemudian mencatat bobotnya (B);

e. memanaskan cawan porselin yang berisi sampel di dalam ovenn1050 C

selama ≤ 6 jam (penutup jangan dipasang);

f. mendinginkan di dalam desikator selama 15 menit;


(34)

28

h. menghitung kadar air dengan rumus sebagai berikut :

(B –A) — (C –A)

Kadar air = X 100% (B –A)

Keterangan :

KA = kadar air (%)

A = bobot cawan porselin (g)

B = bobot cawan porselin berisi sampel sebelum dipanaskan (g) C = bobot cawan porselin berisi sampel sesudah dipanaskan (g) i. melakukan analisis sebanyak dua kali (duplo), kemudian menghitung

kadar air rata –rata dengan rumus sebagai berikut :

KA1 + KA2 Kadar air % =

2 Keterangan :

KA1 = kadar air pada ulangan pertama (%) KA2 = kadar air pada ulangan kedua (%)

j. menghitung kadar bahan kering dengan rumus sebagai berikut : BK = 100% KA

Keterangan :

BK = kadar bahan kering (%) KA = kadar air (%)

E.Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah produksi limbah jerami padi dan daun singkong yang dapat dijadikan pakan ternak serta kapasitas tampung sapi PO bibit pejantan berdasarkan produksi tanaman padi dan singkong di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.


(35)

35

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Luas lahan padi dan singkong di Desa Sidomukti penghasil limbah hijauan masing – masing seluas 43 ha dan 11,6 ha dengan produksi bahan kering masing – masing sebesar 469.669,81 kg/th (46,96 ton/th) dan produksi protein 27.511,677 kg/th (2,75 ton/th).

2. Berdasarkan limbah jerami padi dan daun singkong kapasitas tampung untuk bibit sapi PO pejantan di Desa Sidoumkti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten lampung Selatan sebanyak 54 UT/tahun.

B.Saran

Perlu dilakukan pengolahan pada jerami padi dan daun singkong seperti amoniasi dan silase, sehingga sesuatu hal baik itu kualitas dan kuantitasnya dapat terjamin serta pemanfaatan limbah jerami padi dan daun singkong sebagai hijauan pakan ternak dapat lebih optimal.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S., A. Halim, A. Ahmad, dan S.T. Amidarmo. 1986. Limbah Tanaman Ubi Kayu. Dalam: Limbah Hasil Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. Jakarta

Anonim. 1993. Perbaikan Kualitas Jerami Padi dan Pucuk Tebu Sebagai Pakan Ternak. Lipatan (lembar Informasi Pertanian) Departemen Pertanian. BPTP Yogyakarta

Anonimus. 2008. Pengolahan Ubi Kayu. http:// Files.wordpress.com/2008/02/ubi kayu. Diakses tanggal 17 Maret 2009

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Bibit Sapi Peranakan Ongole. Jakarta

Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. 2013. Jenis dan Populasi Ternak. Lampung

Boer, M., P. B. Arizal, Y. Hendri, dan Ermidias. 2003. Tingkat penggunaan onggok sebagai bahan pakan penggemukan sapi bakalan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 103

Balitbang Pertanian. 1987. 5 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan Pertanian. Departemen pertanian. Jakarta

B. Sudaryanto. Kulit Ubi sebagai Bahan Pakan Ternak. Warta Litbang Pertanian. No. 3 Vol. XI, Mei 1989. Departemen Pertanian. Jakarta

Ciptadi, W. 1977. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta


(37)

37

Devendra. 1977. Produk Utama Tanaman Singkong. Harper’s College press.

Institut Teknologi Bandung. Bandung

Dwiyanto, K. dan Inounu. 2001. Proceding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor

Fasae, O. A., O. S. Akintola., O.S. Sorunke, and I. F. Adu. 2006. Replacement Value of Agricultura Troica et Subtropica 42.Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fathul, F. 2007. Kualitas dan Kuantitas Zat Makanan dalam Bahan Makanan Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung Gahara. 1989. Fisiologi Tanaman. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gomez, M., Jobling, and E. Diaz. 2002. Feeds Type Manufacturer and Ingredient in Food Intake. Blackwell Science Ltd. Osney Mead. Oxford

Kantor Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Potensi Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Lampung Kencana, S. 2000. Kapasitas Tampung Padang Alam Taman Buru Rumberpon.

Manokwari

Kustantinah. 2008. Anti Nutritional Factor Of Cassava Product. Proceedings The 13th Animal Science Congres Of The Asian Australasian Association of Animal Production Societies (AAAP). Sept 22-26. Hanoi. Vietnam Lingga, P. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta

Makkar. 1993. Gravimertric Determination Of Tannins and Their Correlation With Chemical nd Protein Precipitation Methods. Journal of The Science pf Food and Agriculutre. 61:161-165

McIlroy, R. J. 1977. Pengantar Budi Daya Padang Rumput Tropika. PT. Paramita. Jakarta

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Tatalaksana Padang Pengembalaan. Buku Ajar. Universitas Lampung. Lampung

Novitan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedi Pustaka. Jakarta Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot Utilissima Pohl). Available

at: http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 15 Maret 2012

Purwanti, S. 2007. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu sebagai Pakan Alternatif. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Hasanudin, Makasar


(38)

38

Purwono. 2009. Tanaman Ubi Kayu. http:www.psychologymania.com. Diakses pada tanggal 5 Juli 2013

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bandung

Ravindran. V., and R. Blair. 1992. Feed Resources For Poultry Production in Asia and The Pacific.II. Plant Protein Sources. W. Poult. Sci. J. 48:205-231 Santosa. U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.

Jakarta

Sokerya, S. and T. R. Preston. 2003. Effect Of Grass Or Cassava Foliage on Growth And Nematode Parasite Infestation In Goats Fed Low OR High Protein Diets In Confinement. Livestock Research For Rural Development (15) 8 Retrieved. From http://www.Irrd.org/irrd15/8/kery158.htm

Smith, M. E., J. K. Long, and M. Banziger. 2004. Effect of Condensed Tannis on Bacterial Diversity and Metabolic Activity in the Rat Gastrointestinal Tract. Applles and Environmental Microbiology, V. 70, p. 1104-1115, 2004

Sudaryanto, B. 1989. Biomas Ubi Kayu sebagai Pakan Ternak. Pengkajian Pengembangan Teknologi Pra dan Pasca Panen Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional UPT-EPG. Lampung

Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tepung Terigu dan Pemanfaatanya. Kanisius. Yogyakarta

Sumadi, A. Budiarto, Aryogi, N. Ngadiyono, D. Nataria, dan D. S. Agustien. 2008. Pengaruh Bangsa Sapi Potong Terhadap Kinerja Induk di Peternakan Rakyat

Suparyono dan A. Setyono. 1994. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta

Susetyo.S., I. Kismono, dan B. Soewandi. 1980. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Susetyo, S. 1981. Padang Penggembalaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta Talib, R. 1991. Karakteristik Ulang Sapi Ongole Sumba di Sumba Timur.

Magister Thesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Tamminga. 1979. Meningkatkan Sintesis Protein Mikroba. New York


(39)

39

Taslim, H. dan A.M. Fagi, 1988. Ragam Budidaya Padi.Tanaman Pangan Bogor. Bogor

UPT. Balai Pembibitan Sapi PO dan Puskeswan Kecamatan Tanjung Sari

Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Jenis dan Jumlah ternak Ruminansia. Lampung

Usri, N., M. Tabroni, dan M.P. Rukmana. Perbandingan Berat Sapi Persilangan Antara PO dan Brahman dan Persilngan Charolais. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. P : 321-323 Wanapat, M. and S. Khampa. 2006. Effect of Cassava hay in High Quality Feed

Block as Anthelminyics in Steers Grazing on Ruzi Grass. Asian-Aust. J.Anim. Sci. 19:695-698

Wiradinata, S., Y. Kartasubrata., S. Maman., dan C. Mashar. 1981. Pembinaan dan Pengembangan Hutan Serba Guna. Balai Penelitian Hutan. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Jakarta

Wirosoedarmo. 1985. Dasar-dasar Irigasi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang


(1)

h. menghitung kadar air dengan rumus sebagai berikut :

(B –A) — (C –A)

Kadar air = X 100% (B –A)

Keterangan :

KA = kadar air (%)

A = bobot cawan porselin (g)

B = bobot cawan porselin berisi sampel sebelum dipanaskan (g) C = bobot cawan porselin berisi sampel sesudah dipanaskan (g) i. melakukan analisis sebanyak dua kali (duplo), kemudian menghitung

kadar air rata –rata dengan rumus sebagai berikut :

KA1 + KA2 Kadar air % =

2 Keterangan :

KA1 = kadar air pada ulangan pertama (%) KA2 = kadar air pada ulangan kedua (%)

j. menghitung kadar bahan kering dengan rumus sebagai berikut : BK = 100% KA

Keterangan :

BK = kadar bahan kering (%) KA = kadar air (%)

E.Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah produksi limbah jerami padi dan daun singkong yang dapat dijadikan pakan ternak serta kapasitas tampung sapi PO bibit pejantan berdasarkan produksi tanaman padi dan singkong di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan.


(2)

35

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Luas lahan padi dan singkong di Desa Sidomukti penghasil limbah hijauan masing – masing seluas 43 ha dan 11,6 ha dengan produksi bahan kering masing – masing sebesar 469.669,81 kg/th (46,96 ton/th) dan produksi protein 27.511,677 kg/th (2,75 ton/th).

2. Berdasarkan limbah jerami padi dan daun singkong kapasitas tampung untuk bibit sapi PO pejantan di Desa Sidoumkti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten lampung Selatan sebanyak 54 UT/tahun.

B.Saran

Perlu dilakukan pengolahan pada jerami padi dan daun singkong seperti amoniasi dan silase, sehingga sesuatu hal baik itu kualitas dan kuantitasnya dapat terjamin serta pemanfaatan limbah jerami padi dan daun singkong sebagai hijauan pakan ternak dapat lebih optimal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S., A. Halim, A. Ahmad, dan S.T. Amidarmo. 1986. Limbah Tanaman Ubi Kayu. Dalam: Limbah Hasil Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. Jakarta

Anonim. 1993. Perbaikan Kualitas Jerami Padi dan Pucuk Tebu Sebagai Pakan Ternak. Lipatan (lembar Informasi Pertanian) Departemen Pertanian. BPTP Yogyakarta

Anonimus. 2008. Pengolahan Ubi Kayu. http:// Files.wordpress.com/2008/02/ubi kayu. Diakses tanggal 17 Maret 2009

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Bibit Sapi Peranakan Ongole. Jakarta

Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. 2013. Jenis dan Populasi Ternak. Lampung

Boer, M., P. B. Arizal, Y. Hendri, dan Ermidias. 2003. Tingkat penggunaan onggok sebagai bahan pakan penggemukan sapi bakalan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 103

Balitbang Pertanian. 1987. 5 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan Pertanian. Departemen pertanian. Jakarta

B. Sudaryanto. Kulit Ubi sebagai Bahan Pakan Ternak. Warta Litbang Pertanian. No. 3 Vol. XI, Mei 1989. Departemen Pertanian. Jakarta

Ciptadi, W. 1977. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta


(4)

37

Devendra. 1977. Produk Utama Tanaman Singkong. Harper’s College press. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Dwiyanto, K. dan Inounu. 2001. Proceding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor

Fasae, O. A., O. S. Akintola., O.S. Sorunke, and I. F. Adu. 2006. Replacement Value of Agricultura Troica et Subtropica 42.Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fathul, F. 2007. Kualitas dan Kuantitas Zat Makanan dalam Bahan Makanan Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung Gahara. 1989. Fisiologi Tanaman. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gomez, M., Jobling, and E. Diaz. 2002. Feeds Type Manufacturer and Ingredient in Food Intake. Blackwell Science Ltd. Osney Mead. Oxford

Kantor Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Potensi Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Lampung Kencana, S. 2000. Kapasitas Tampung Padang Alam Taman Buru Rumberpon.

Manokwari

Kustantinah. 2008. Anti Nutritional Factor Of Cassava Product. Proceedings The 13th Animal Science Congres Of The Asian Australasian Association of Animal Production Societies (AAAP). Sept 22-26. Hanoi. Vietnam Lingga, P. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta

Makkar. 1993. Gravimertric Determination Of Tannins and Their Correlation With Chemical nd Protein Precipitation Methods. Journal of The Science pf Food and Agriculutre. 61:161-165

McIlroy, R. J. 1977. Pengantar Budi Daya Padang Rumput Tropika. PT. Paramita. Jakarta

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Tatalaksana Padang Pengembalaan. Buku Ajar. Universitas Lampung. Lampung

Novitan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedi Pustaka. Jakarta Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot Utilissima Pohl). Available

at: http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 15 Maret 2012

Purwanti, S. 2007. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu sebagai Pakan Alternatif. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Hasanudin, Makasar


(5)

Purwono. 2009. Tanaman Ubi Kayu. http:www.psychologymania.com. Diakses pada tanggal 5 Juli 2013

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bandung

Ravindran. V., and R. Blair. 1992. Feed Resources For Poultry Production in Asia and The Pacific.II. Plant Protein Sources. W. Poult. Sci. J. 48:205-231 Santosa. U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.

Jakarta

Sokerya, S. and T. R. Preston. 2003. Effect Of Grass Or Cassava Foliage on Growth And Nematode Parasite Infestation In Goats Fed Low OR High Protein Diets In Confinement. Livestock Research For Rural Development (15) 8 Retrieved. From http://www.Irrd.org/irrd15/8/kery158.htm

Smith, M. E., J. K. Long, and M. Banziger. 2004. Effect of Condensed Tannis on Bacterial Diversity and Metabolic Activity in the Rat Gastrointestinal Tract. Applles and Environmental Microbiology, V. 70, p. 1104-1115, 2004

Sudaryanto, B. 1989. Biomas Ubi Kayu sebagai Pakan Ternak. Pengkajian Pengembangan Teknologi Pra dan Pasca Panen Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional UPT-EPG. Lampung

Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tepung Terigu dan Pemanfaatanya. Kanisius. Yogyakarta

Sumadi, A. Budiarto, Aryogi, N. Ngadiyono, D. Nataria, dan D. S. Agustien. 2008. Pengaruh Bangsa Sapi Potong Terhadap Kinerja Induk di Peternakan Rakyat

Suparyono dan A. Setyono. 1994. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta

Susetyo.S., I. Kismono, dan B. Soewandi. 1980. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Susetyo, S. 1981. Padang Penggembalaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta Talib, R. 1991. Karakteristik Ulang Sapi Ongole Sumba di Sumba Timur.

Magister Thesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Tamminga. 1979. Meningkatkan Sintesis Protein Mikroba. New York


(6)

39

Taslim, H. dan A.M. Fagi, 1988. Ragam Budidaya Padi.Tanaman Pangan Bogor. Bogor

UPT. Balai Pembibitan Sapi PO dan Puskeswan Kecamatan Tanjung Sari

Kabupaten Lampung Selatan. 2012. Jenis dan Jumlah ternak Ruminansia. Lampung

Usri, N., M. Tabroni, dan M.P. Rukmana. Perbandingan Berat Sapi Persilangan Antara PO dan Brahman dan Persilngan Charolais. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. P : 321-323 Wanapat, M. and S. Khampa. 2006. Effect of Cassava hay in High Quality Feed

Block as Anthelminyics in Steers Grazing on Ruzi Grass. Asian-Aust. J.Anim. Sci. 19:695-698

Wiradinata, S., Y. Kartasubrata., S. Maman., dan C. Mashar. 1981. Pembinaan dan Pengembangan Hutan Serba Guna. Balai Penelitian Hutan. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Jakarta

Wirosoedarmo. 1985. Dasar-dasar Irigasi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang