16
purwa penokohan semacam itu memang menjadi ciri khasnya. Dengan kata lain tokoh-tokoh dalam wayang purwa tidak ditekankan dari sisi psikologisnya tetapi
dari sisi perkembangan kejadiannya. Hal ini akan dijelaskan lagi dalam bagian yang membicarakan tentang wayang purwa.
Tentu saja, penokohan tersebut sedikit berbeda dengan yang terjadi dalam drama tradisional yang berupa kethoprak. Hal ini dikarenakan sejumlah lakon
kethoprak diambil dari cerita babad yang notabene merupakan realita sejarah yang pernah terjadi. Dengan demikian penokohannya relatif lebih beragam
perkembangannya dan sebagian besar tidak ditentukan atau tidak didikte oleh idealisme masyarakatnya, namun lebih ke arah realitas.
D. Latar atau Seting
Latar atau seting, merupakan dasar pijak atau landas tumpu bagi peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Secara umum, latar dapat dibagi menjadi
empat, yakni latar tempat, latar sosial, latar waktu, dan latar suasana. Latar berfungsi membantu memberikan pencitraan tokoh-tokohnya penokohan secara
tidak langsung. Misalnya tokoh-tokoh yang berwatak buruk dan keras bisa dibantu pencitraannya melalui latar yang serba tidak teratur, berantakan, gersang,
di kolong jembatan, di keramaian kota, siang hari yang panas, kegerahan, dsb.
Cara penggambaran latar dalam drama sedikit berbeda dengan sastra prosa, karena tujuan penulisannya yang diperuntukkan sebagai pentas di
panggung. Oleh karena tujuan itu, latar dalam drama dapat dibagi menjadi dua, yakni:
1 yang ditujukan untuk sutradara dan para pemain drama dan 2 yang ditujukan untuk para penonton.
Pada umumnya latar dalam drama dituliskan dalam teks samping sebagai
keterangan pemandu bagi sutradara dan pemain drama. Namun demikian, khususnya berbagai hal yang berhubungan dengan suasana yang tidak cukup
dijelaskan dalam teks samping, harus dimunculkan dalam bentuk dialog. Dalam teks samping, latar hanya dituliskan pada bagian sebelum atau awal adegan atau
awal babak saja. Karena tujuannya dipanggungkan, tentu saja jarang ada penggambaran latar tempat dalam drama yang terjadi di perjalanan, yang pada
17
realitas kehidupan sering berpindah-pindah dan berubah-ubah karena bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Hal yang demikian itu hanya bisa dimainkan
dalam drama yang bermedia film, drama radio, atau dimunculkan dalam bentuk dialog sebagai penjelasan bagi penonton atau pendengar.
Dalam drama panggung terdapat konvensi yang menyatakan bahwa suatu peristiwa terjadi pada saat itu dan di situ pada saat dipentaskan itu dan di
panggung yang bersangkutan itu. Dalam panggung wayang purwa, sering kali sang dalang mengatakan bahwa padha papane amung beda caritane awit dumadi
saka sapanggung sama tempatnya berbeda ceritanya karena terjadi dalam satu panggung. Dalam hubungannya dengan hal itu, bila drama itu hanya ditujukan
untuk dipentaskan di panggung, suatu latar tempat yang berupa nama tempat atau latar waktu yang berupa nama hari tertentu atau jam tertentu, atau latar suasana
tertentu, yang ditekankan secara khusus, agar dapat diketahui penonton drama yang bersangkutan, maka perlu disebutkan oleh tokoh-tokohnya dalam bentuk
dialog pada adegan masing-masing. Misalnya suasana mistis pada malam Jumat Kliwon yang bagi latar sosial tertentu, seperti suku Jawa, mengandung makna
khusus, tentu saja tidak cukup dituliskan dalam teks samping, jadi perlu dilontarkan melalui dialog bahwa saat itu malam Jumat Kliwon. Latar suasana
yang demikian itu bisa dibantu dengan berbagai lakuan seperti membakar kemenyan, dsb., yang dapat dijelaskan atau dituliskan dalam teks samping.
E. Tema dan Amanat dalam Drama