EFEKTIVITAS MODEL RETURN BERPASANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN DROPSHOOT DAN PUKULAN LOB PADA ATLET PB. SRIKANDI BANDAR LAMPUNG

(1)

EFEKTIVITAS MODEL RETURN BERPASANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN DROPSHOOT DAN PUKULAN LOB PADA ATLET PB.

SRIKANDI BANDAR LAMPUNG

Oleh DODI ALVINDO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(2)

EFEKTIVITAS MODEL RETURN BERPASANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN DROPSHOOT DAN PUKULAN LOB PADA ATLET PB.

SRIKANDI BANDAR LAMPUNG

Oleh Dodi Alvindo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampung. Populasi pada penelitian ini adalah atlet PB. Srikandi Bandar Lampung yang berjumlah 43 atlet dengam sempel 28 orang, kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan oridinal pairing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni, Untuk analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukan: pertama, ada pengaruh yang signifikan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampung. Kedua, ada perbedaan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampug.

Maka dapat peneliti simpulkan bahwa model return berpasangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pukulan dropshoot dan pukulan lob. Pada penelitian ini.

Kata Kunci : Model return Berpasangan, Dropshoot, Lob.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis antara lain: Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 02 Bhakti Negara dan selesai pada tahun 2005. Kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Baradatu pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Kemudian masuk Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 13 Bandar lampung pada tahun 2008 dan selesai pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktiv di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti kejuaraan-kejuaraan dan meraih prestasi, yakni:

Penulis bernama lengkap Dodi Alvindo, dilahirkan di Desa Setia Negara Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan provinsi Lampung pada tanggal 12 April 1993 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Amrizal dan Ibu Liwariyani.


(7)

2. Juara 3 Tunggal Putra Kejuaraan Putra POLINELA CUP antar Perguruan Tinggi Tingkat Nasional Tahun 2013.

3. Juara 1 Tunggal Putra Kejuaraan POMDA antar Perguruan Tinggi Se-Propinsi Lampung Tahun 2013

4. Juara 3 Tunggal Putra Kejuaraan Putra POLINELA CUP antar Perguruan Tinggi Tingkat Nasional Tahun 2014.

5. Mengikuti Program GYNESIS 2.0 Kunjungan Lima Negara Cabaang Olahraga Bulutangkis ke Jepang.


(8)

vi

Kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua Orang Tua yang sangat kusayangi Ibunda Liwariyani dan ayahanda Amrizal serta nenekku Rosdiana, dan kedua saudaraku Windi Wulandari dan adek tersayang Dea Adelia

Fitri. yang telah membesarkan, dan mendidikku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang serta tak pernah henti mendoakan Keberhasilan dan kebahagiaanku.

Semua pihak yang mendukung dan mendoakan keberhasilanku serta almamaterku tercinta Universitas Lampung.


(9)

v MOTO

‘’Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang

Sabar’’ ( Al-Qur’an)

‘’Keajaiban terjadi karena ada usaha, semangat serta doa’’

(Dodi Alvindo)

‘Dunia adalah komedi bagi mereka yang memikirkannya,

atau tragedi bagi mereka yang merasakannya’’

( Harace Walpole)

‘’Jangan Pernah membanting pintu, siapa tau kita harus

kembali’’ (Don Herold)


(10)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data Penelitan... 64

2. Deskripsi Data……... 72

3. Uji Normalitas………... 74

4. Uji Homogenitas ... ... 76


(11)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Hasil Tes Awal Pukulan Dropshoot ... 87

2. Data Hasil Tes Awal Pukulan Lob………..………. 88

3. Data Pembagian Kelompok Berdasarkan Ordinal Pairing ……..……….... 89

4. Uji Prasyarat ……… 91

5. Tes Akhir Dropshoot... 98

6. Tes Akhir Lob………... 99

7. Uji Normalitas Tes Akhir... ... 100

8. Uji Pengaruh... ... 106

9. Tabel Z... ... 113

10. Tabel L untuk uji Normalitas... 114


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Konsep Olahraga Heru Suranto... 10

2. Piramida Pembinaan... 17

3. Pembinaan dan Motivasi... 22

4. Pola gerak pukulan dropshoot... 34

5. Pola gerak pukulan lob……..... 38

6. Model Return Berpasangan 1 ... 49

7. Model Return Berpasangan 2 ... 50

8. Model Return Berpasangan 3 ... 50

9. Model Return Berpasangan 4 ... 51

10. Model Return Berpasangan 5 ... 52

11. Model Return Berpasangan 6 ... 52

12. Model Return Berpasangan 7 ... 53

13. Model Return Berpasangan 8 ... 54

14. Model Return Berpasangan 9 ... 54

15. Hubungan sebab akibat antara model return berpasangan... 60

16. Rancangan Penelitian………... 63

17. Skema Pembagian Kelompok dengan Cara Ordinal Pairing... 62

18. Lapangan Tes Dropshoot …………... 66


(13)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

G.Penjelasaan Judul ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA FIKIR, DAN HIPOTESIS A. Pendidikan Olahraga... ... 9

B. Hakikat Olahraga ... 9

C. Fungsi dan Manfaat Olahraga ... 12

D. Pembinaan Olahraga dan Fair Play... 15

E. Ciri Khas Olahraga dan Ciri Khas Hakiki Olahraga... 20

F. Kualitas Prestasi dan Keterampilan Dengan Untuk Teknik, Fisik, Taktik Dan Mental ... 21

G. Pengertian Belajar ... 23

H. Hakekat Pembelajaran Gerak ... 25

I. Hakikat Permainan Bulutangkis ... 27

J. Prinsip-Prinsip Latihan 48 L. Kerangka Pikir... 55

M. Hipotesis... 56 ... 39 K. Model Return Berpasangan...


(14)

x

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data………... 72

B. Hasil Penelitian ... 74

C. Pembahasan... 80

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran... 82

LAMPIRAN………. 87

SURAT SURAT……….. 117

FOTO DOKUMENTASI……… 121

B. Variabel Penelitian ... 59

C. Definisi Operasional Variabel ... 62

D. Populasi dan Sampel... ... 64

E. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data Penelitian ... 64 F. Uji Prasyarat dan Teknik Analisis Data... 68


(15)

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang

UU RI NO 3 tahun 2005 BAB II pasal 4 sistem keolahragaan nasional berbunyi Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Dari pernyataan diatas bahwa olahraga dapat mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa, salah satunya melalui olahraga bulutangkis.

Bulutangkis merupakan salah satu olahraga yang paling terkenal didunia. Olahraga ini menarik minat berbagai kelompok umur, berbagai tingkat keterampilan, dan pria maupun wanita memainkan olahraga ini di dalam ataupun di luar ruangan. Olahraga bulutangkis biasa dijadikan konsumsi masyarakat untuk berekreasi maupun dijadikan sebagai ajang persaingan. Permainan bulutangkis sebagai olahraga prestasi mendapat perhatian yang relative besar di masyarakat yang ditunjukan dengan dukungan dan pembinaan melalui berbagai wadah yang salah satunya adalah diklat atau sekolah yang dilakukan oleh pengurus cabang persatuan bulutangkis seluruh Indonesia (pengcab PBSI). Wadah ini merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap


(16)

perkembangan bulutangkis dan upaya pencapaian terhadap prestasi yang setinggi-tingginya. Sekolah atau diklat bulutangkis sebagai wadah pembinaan olahraga bulutangkis usia dini banyak bermunculan didaerah-daerah. Dalam upaya pembinaan, keberadaan diklat bulutangkis menempati posisi penting, karena para pesertanya adalah anak-anak usia sekolah yang merupakan bibit-bibit atau sumber daya manusia yang sangat diharapkan bagi perkembangan prestasi oalahraga bulutangkis dimasa mendatang. Oleh karna itu, atlet atau pemain usia dini yang berpotensi hendaknya perlu dibina agar menjadi atlet atau pemain bulutangkis yang dapat bersaing d tingkat nasional, regional maupun internasional. Keberhasilan tersebut, dikarenakan atlet berlatih secara teratur, sistematis dan berkesinambungan dan didukung oleh kualitas pelatih, menejemen kepelatihan, sarana dan prasarana latihan yang memadai. Selain itu juga memiliki aspek-aspek latihan yang baik seperti : teknik, fisik, taktik, mental yang baik.

Pengertian gerak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 544) adalah peralihan tempat atau kedudukan, baik hanya sekali maupun berkali-kali. Kemampuan dasar merupakan faktor yang penting dalam olahraga. Seorang atlet bisa memperoleh prestasi yang tinggi tak lepas dari faktor kemampuan dasar yang baik. Hal ini tentu juga ada kaitannya dengan keterampilan gerak dasar yang baik juga , pembinaan kualitas keterampilan gerak dasar lebih penting dibandingkan dengan pembinaan kualitas daya fisik. Keterampilan gerak merupakan perwujudan dari kualitas koordinasi dan kontrol atas bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan. Keterampilan gerak yang baik tentunya diperoleh melalui proses belajar, yaitu dengan cara memahami


(17)

gerakan dan melakukan gerakan berulang-ulang yang disertai dengan kesadaran fikir akan benar tidaknya gerak yang telah dilakukan . Untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu , seseorang membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Ada yang hanya membutuhkan waktu singkat dalam

mempelajarinya dan ada pula yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mampu menguasai keterampilan gerak tersebut walaupun prosedur dan intensitas belajarnya sama. Untuk meningkatkan keterampilan dalam bermain bulutangkis, atlet harus menguasai teknik dasar dalam bermain bulutangkis, salah satunya adalah cara memukul shuttle cock.

Dari beberapa teknik dasar yang dibutuhkan saat bermain bulutangkis, salah satu pukulan yang harus dikuasai ialah pukulan dropshoot dan pukulan lob, dropshoot adalah pengembangan atau pukulan yang melintasi di atas net dan jatuh kearah lantai di dekat net (Grice 2007:71). Dropshoot dikenal juga dengan istilah pukulan potong yang dilakukan seperti pukulan smash.

Perbedaannya hanya pada posisi raket saat perkenaan shuttle cock, shuttle cock dipukul dengan dorongan dan sentuhan yang halus. Dengan kata lain

dropshoot yang baik apabila jatuhnya shuttle cock dekat dengan net dan tidak melewati garis short service serta melalui atas net setipis mungkin. Pukulan lob adalah gerak dasar dalam permainan bulutangkis yang bertujuan untuk menerbangkan shuttle cock setinggi mungkin mengarah jauh kegaris belakang lapangan lawan. Pukulan lob itu sendiri merupakan keterampilan yang penting untuk dikuasai oleh pemain karena pukulan ini sangat efektif untuk memaksa lawan untuk kebelakang sehingga daerah pertahanan bagian depan menjadi terbuka, dan untuk mengecoh lawan serta merusak konsentrasi lawan.


(18)

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis pada atlet yang tergabung di dalam club PB. Srikandi Bandar Lampung, kemampuan atlet dalam melakukan pukulan dropshoot dan pukulan lob masih rendah. Dalam hal ini dapat diliat dari masih banyak atlet yang melakukan kesalahan dasar dalam melakukan pukulan dropshoot dan pukulan lob. Kenyataan ini ditunjukan dengan masih sering atlet melakukan pukulan dropshoot namun tidak dapat menyebrangi net ataupun dapat menyebrangi net tetapi bola terlalu jauh ketengah lapangan dan atau terlalu tinggi, begitu pula dengan pukulan lob masih banyak atlet yang memukul bola tidak sampai kegaris belakang lapangan lawan ataupun sampai keluar lapangan.

Peneliti mengidentifikasi penyebab rendahnya kemampuan penguasaan gerak dasar dropshoot dan lob adalah karena model pembelajaran yang digunakan masih kurang efektiv. Pelatih perlu mengadakan perbaikan dalam

menggunakan model pembelajaran untuk meningkatkan hasil pukulan

dropshoot dan pukulan lob. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat akan berpengaruh pula terhadap keberhasilan atau pencapaian dari tujuan pembelajaran itu sendiri, karena dengan model pembelajaran yang tepat dan sesuai maka tingkat keberhasilan pembelajaran gerak akan mudah dikuasai oleh atlet. Untuk meningkatkan hasil keterampilan pukulan dropshoot maupun pukulan lob dapat dilatih dengan menggunakan model pembelajaran return berpasangan. Melalui model pembelajaran return berpasangan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dasar dalam permainan bulutangkis teruatama gerak dasar pukulan dropshoot dan pukulan lob.


(19)

Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Efektivitas model return berpasangan terhadap hasil pukulan

dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB Srikandi Bandar Lampung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. kemampuan atlet dalam melakukan pukulan dropshoot masih rendah sehingga sering terjadi kesalahan sendiri seperti out, tidak dapat melewati net dan bola dropshoot terlalu tinggi sewaktu melewati atas net.

2. kemampuan atlet dalam melakukan pukulan lob masih rendah sehingga sering terjadi bola keluar, bola tanggung sehingga merugikan bagi diri sendiri.

3. Program latihan atlet kurang bervariasi seperti model return berpasangan ini belum diterapkan dalam program latihan pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampung.

C. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang, identifikasi masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah model return berpasangan berpengaruh terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet putra PB Srikandi Bandar Lampung


(20)

2. Apakah ada perbedaan pengaruh dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB Srikandi Bandar Lampung

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang dihasilkan melalui model pembelajaran return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob.

E. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi: 1. Bagi Peneliti

Berguna bagi peneliti dalam merencanakan program latihan yang tepat bagi atlet untuk meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis. 2. Bagi atlet bulutangkis

Sebagai bahan latihan dan acuan dalam melatih pukulan dropshoot dan pukulan lob bulutangkis.

3. Bagi pelatih

Sebagai bahan acuan dalam mengelola program latihan untuk meningkatkan kemampuan dasar pukulan dropshoot dan lob.


(21)

4. Bagi program Studi Penjaskes Sebagai salah satu bahan acuan dalam pengkajian dan analisis ilmu biomekanik untuk diaplikasikan dalam praktik pembelajaran maupun kepelatihan olahraga prestasi, khususnya bulutangkis baik di club.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tempat penelitian dilaksanakan di Gedung Sumpah Pemuda Bandar Lampung dan gedung Dhekafin Bandar Lampung.

2. Objek penelitian yang diamati adalah efektivitas model return

berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob di PB Srikandi Bandar Lampung, dan

3. Subjek yang diamati adalah atlet PB Srikandi Bandar Lampung.

G. Penjelasan Judul

1. Pengertian efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:352) ialah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target berupa kuantitas, kualitas, dan waktu yang telah tercapai dengan prinsip semakin besar persentase target yang dicapai maka semakin tinggi efektivitasnya.

2. Pengertian dropshoot menurut Tony Grice (2007:71) ialah pengembalian atau pukulan yang melintasi net dan jatuh ke arah lantai dipukul secara underhand atau overhead dari dekat atau belakang lapangan (pukulan drop).


(22)

3. Pengertian Lob Pukulan lob adalah bola overhead (di atas) yang dipukul di bagian belakang (samping telinga sebelah kiri). PB PBSI (2003:29). 4. Pengertian return menurut Tony Grice (2007: 98) ialah setiap metode

pukulan untuk mengembalikan bola melintasi net kembali kearah lawan (Pengembalian).


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Olahraga

Sebelum kita jauh membahas tentang Pendidikan Olahraga alangkah baiknya kita bahas dulu tentang pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan. Berikut

Pengertian Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:667) proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan . Harsono mengartikan Olahraga adalah aktivitas otot besar yang menggunakan energi tertentu untuk meningkatkan kualitas hidup.

Dapat disimpulkan kedua pendapat dari para ahli tersebut pendidikan olahraga adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dengan aktivitas otot besar yang menggunakan energi melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

B.Hakikat Olahraga

1. Apabila kita mempelajari sejarah perkembangan olahraga, maka konsep tentang olahraga tidak selalu sama dan sukar difahami. Namun demikian, olahraga telah menjadi salah satu pembicaraan orang sehari-hari. Pada umumnya orang memiliki pengertian yang berbeda tentang olahraga walaupun mereka menganalisis bagian-bagian konsep tetapi tetap


(24)

mengandung banyak kebimbangan karena adanya perbedaan-perbedaan pendapat tersebut.

Mungkin aspek yang paling mengacaukan orang adalah hubungan antara konsep-konsep yang serupa. Kita ketahui bahwa pendidikan jasmani adalah salah satu dari konsep-konsep yang mempunyai hubungan erat. Sekurang-kurangnya ada dua konsep lain yang tidak dapat dihindari hubungannya dengan olahraga, yang mempunyai sumbangan besar dalam membawa konsep olahraga kearah focus yang lebih jelas .

Gambar 1. Konsep Olahraga, Suranto (1991:3)

Ada : bermain (play) dan permainan (games). Sesungguhnya sukar sekali membicarakan olahraga tanpa berfikir tentang bermain dan permainan baik satu persatu maupun kedua-keduanya secara bersamaan. Konsep-konsep yang akan dibahas dalam bab ini, ialah bermain sebagai hal yang paling umum dan mendasar. Olahraga memperoleh nilai sentralnya dari bermain. Permainan adalah bermain yang telah mempunyai bentuk atau peraturan-peraturan. Namun demikian, kesemuanya itu tidak sederhana seperti nampaknya. Karna itu perlu adanya analisis tentang bermain, permainan dan olahraga sebelum

Olahraga

Bermain (play)

Permainan ( games)


(25)

kita dapat memulai menetapkan apa hakikat olahraga, dan bagaimana

menentuukan hubungan antara olahraga dengan konsep-konsep lain yang ada itu.

2. Olahraga sebagai Perluasaan Bermain, Harsono (1998: 3) berpendapat bahwa olahraga adalah suatu perluasaan dari bermain. Pendapatnya tersebut dibahas dan dikemukakan secara deskriptis, singkat dan jelas tentang hal-hal yang membedakan antara olahraga dan bermain yang sampai saat ini kita jumpai. Menurut Harsono olahraga memperoleh nilai-nilai sentralnya dari bermain. Ini dapat pula diinterprestasikan bahwa sekurang-kurangnya olahraga memiliki semangat dan jiwa bermain.

Apabila olahraga dipandang sebagai perluasaan bermain, maka dapat diletakkan keduanya pada satu garis kesinambungan (garis continuum), dimulai dari ujung bermain menuju ke ujung olahraga. Seperti halnya pada saat kita membandingkan bermain dengan kerja, di sini kita tidak dapat menggolongkan berbagai macam kegiatan sebagai bermain yang murni atau olahraga yang murni. Dalam batas-batas tertentu mereka bersifat bermain, sedang dalam batas-batas yang lain, mereka lebih bersifat berolahraga. Oleh karena itu harus dicatat bahwa olahraga harus dipandang lebih menyerupai bekerja.

3. Faktor yang cenderung mengurangi ciri-ciri kegembiraan olahraga

Salah satu faktor yang menyebabkan olahraga dianggap sebagai perluasaan bermain, karena dalam olahraga ada beberapa hal tertentu yang bertentangan


(26)

dengan semangat murni bermain. Dalam olahraga Harsono

mengkatagorisasikan perbedaan-perbedaan ini sebagai yang tidak baik dan salah.. Untuk mengatakan bahwa faktor-faktor ini merupakan hal yang salah dan dapat mengurangi makna olahraga sebagai sesuatu yang kurang

mempunyai mengembangkan kemungkinan yang manusiawi. Olahraga dapat berupa perluasaan dari bermain karena faktor ini, tetapi dalam hal-hal tertentu olahraga dapat sah dalam bentuknya sendiri-sendiri.

Yang dikatakan salah oleh Harsono (1998:12) adalah: a. Membesar-besarkan pentingnya kemenangan.

b. Rasionalisasi teknik-teknik bila didorong oleh pengertian berlebih-lebihan tentang nilai daya guna.

c. Hadirnya penonton.

Masing-masing dari penggunaan salah itu, atau faktor-faktor itu memerlukan analisis lebih jauh. Adalah benar bahwa unsur kompetisi di dalam olahraga akan merangsang perhatian ke arah kemenangan, sedang sebaliknya

kemenanngan dan kekalahan tidak nyata dalam bermain.

C.Fungsi dan Manfaat Olahraga

1. Ruang lingkup olahraga a. Olahraga di sekolah

Olahraga yang dikembangkan di lembaga-lembaga pendidikan, di sekolah khususnya, adalah dalam rangka pelaksanaan pendidikan, sehingga pendidikan yang dilakukannya bukan pendidikan yang menyebelah.


(27)

Olahraga itu dilakukan, bukan saja karena olahraga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, melaikan olahraga itu sendiri adalah bagian integral dari pendidikan, kerena olahraga itu sendiri merupakan salah satu muka, salah satu sisi dari pendidikan.

Kalau membicarakan pendidikan jasmani di sekolah maka tidak dapat kita mengesampingkan tujuan utama pendidikan pada umumnya, yaitu

membantu setiap anak agar dapat berkembang penuh dengan potensi masing-masing. Yang dimaksud potensi di sini, termasuk perkembangan keterampilan kognitif pada pemikiran anak tadi, belajar serta ide yang kreatif.

b. Olahraga dan pemuda

Pemuda adalah penerus cita-cita bangsa penentu masa depan. Ucapan itu berisikan suatu kebenaran dan kita harus insyaf dan sadar, kea rah manakah hendak kita bimbing pemuda masa depan juga berarti nasib nusa dan bangsa. Masa muda adalah masa perkembangan jasmaniah dan rohaniah. Jadi pada masa inilah anak itu harus belajar, harus menyesuaikan diri, harus dibentuk dalam berbagai lapangan. Pada masa inilah anak muda berlimpah-limpah tenaganya yang ingin disalurkan dalam perbuatan. Banyak kemungkinan yang terkandung dalam pemuda itu. Banyak cita-cita yang dapat diwujudkannya.


(28)

c. Olahraga dan masyarakat

Olahraga sungguh besar fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat, karena olahraga memperluas hubungan sosial dan merupakan jembatan antara berbagai lapisan masyarakat.

Disini jelas bahwa olahraga sangat sesuai dengan berbagai kebutuhan manusia dan masyarakat. Dengan melihat itu semua maka dimasa yang akan mendatang olahraga dapat dan harus dibuat berperan lebih

menentukan dalam pengembangan serta integrasi social manusia yang lebih baik. Dengan melihat betapa pentingnya olahraga bagi masyarakat,

maka di negara telah banyak upaya dilakukan antara lain:” Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat”.

Usaha memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat merupakan salah satu usaha pokok dalam usaha pembinaan yang sehat, maka tumbuhlah kegiatan olahraga di lingkungan masyarakat sehingga berkembang menjadi gerakan olahraga nasional yang berkesinambungan.

2. Olahraga dan manfaat bagi individu dan masyarakat

Ada sementara orang yang berpendapat, bahwa olahraga hanya

mendatangkan kelelahan, dan menilai olahraga sebagai hal yang tidak perlu bahkan merugikan, menghabiskan waktu belajar atau membuat anak bodoh, membuat orang menambah beban yang paling memperihatinkan adalah anak yang melakukan olahraga tidak mempunyai masa depan. Hal itu semua adalah


(29)

pandangan dari orang awam atau orang-orang yang sangat sempit

pandangnnya terhadap olahraga. Padahal olahraga mempunyai fungsi dan manfaat yang besar sekali bagi kehidupan manusia.

Olahraga mempunyai fungsi biologis, misalnya untuk menjaga kesehatan, memelihara sikap dan bentuk badan yang harmonis, memeberikan kecakapan dan ketangkasan gerak. Olahraga juga mempunyai fusngsi social, misalnya dapat dan mudah menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada. Rasa gotong royong dan mudah bergaul dengan lingkungannya.

3. Olahraga dan waktu senggang

Waktu senggang adalah waktu yang dapat diisi secara sekehendak oleh yang bersangkutan, maka waktu senggang dipergunakan, diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan yang bersangkutan, yang biasanya disebut sebagai kegiatan-kegiatan yang bersifat rekreatif dan

kegiatannya disebut sebagai rekreasi.

D.Pembinaan Olahraga dan Fair Play

1. Pembinaan Olahraga

Pembinaan adalah usaha kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KONI, 1998:5). Pada pola pembinaan ada dua aspek yang harus diperhatikan, dan yang


(30)

pertama adalah latihan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola Pembinaan berdasar pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi :

a. Latihan dari cabang olahraga dari spesialisasi harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan atlet.

b. Perhatian harus difokuskan pada kelompok otot, keleturan persendian, stabilitas dan penggiatan anggota tubuh.

c. Pengembangan kemampuan fungsional dan morfologis sampai tingkat tertinggi yang akan diperlukan untuk membangun tingkat ketrampilan teknik dan taktik yang tinggi secara efisien.

d. Pengembanhgan penguasaan ketrampilan adalah sebagai persyaratan pokok yang diperlukan untuk memasuki tahap spesialisasi dan prestasi. e. Prinsip perkembangan penguasaan teknik dan ketrampilan harus

didasarkan pada fakta bahwa semuanya ada saling ketergantungan satu sama lain anatara semua organ dan sisitem tubuh manusia dan antara dengan faktor psikologis.

f. Latihan khusus untuk suatu cabang olahraga yang mengarah kepada perubahan morfologis dan fungsional.

g. Spesialisasi adalah salah satu komponen yang didasarkan pada pengembangan keterampilan terpadu yang diterapkan dalam program latihan bagi anak – anak ( pemula ) samapi pada tingkatan tarunasamapai remaja.


(31)

Pola pembinaan dengan menggunkan sistem bertahap. Ketrampilan gerak dapat mulai diperbaiki dari gerakan yang besar sampai gerakan yang sulit terpadu. Kecenderungan perkembangan dari yang sederhana menuju perkembangan yang kompleks dan dari perkembangan yang kasar sampai halus. Dari kegiatan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan prestasi diperlukan tahap persiapan yaitu dengan adanya pemassalan, pembibitan dan pemanduan bakat pemain agar dapat dihasilkan bibit-bibit pemain yang berprestasi secara profesional. Untuk meningkatkan pembinaan kualitas atlet sepakbola menjadi lebih berdaya saing tinggi sehingga dapat mencapai prestasi yang diinginkan yang dipersiapakan untuk sebuah even atau kejuaraan yang bergengsi, perlu digunakannya system piramida yang

komponen – komponennya terdiri dari, pemassalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi (Kamiso, 1998 :18)


(32)

Apabila salah satu komponen terpenting tersebut, tidak dilaksanakan

dengan benar maka tidak akan dihasilkan atlet andalan yang berkualitas dan berprestasi. Oleh karena itu untuk menghasilkan atlet yang berkualitas, perlu diadakannya pemasslan olahraga, sehingga kemudian seorang pelatih akan mengetahui serta dapat menilai mana atlet potensial dan berbakat untuk dimasukan pada tahap pembibitan. Tahap prestasi akan berada pada tahap selanjutnya dimana pelatih telah memiliki program – program latihan untuk meningkatkan prestasi, sehingga dengan berjalanya tahapan - tahapan tersebut diharapkan dapat mampu menghasilkan atlet yang berkulitas dan berprestasi, sedangkan tahapan berikutnya adalah tahapan evaluasi dimana seorang pelatih mengadakan evaluasi untuk menganalisa dan menilai kinerja atlet dan tim secara keseluruhan, sesaat setelah pertandingan maupun pasca kejuaraan atau kompetisi berakhir, hal tersebut sangat diperlukan guna melihat kekurangan dan kelebihan atlet maupun tim secara lengkap dan terperinci, sehingga setelah evaluasi dilakukan, mereka (atlet) mengerti kesalahan masing –

masing, dan diharapkan dapat diperbaiki sedini mungkin, agar tercipta prestasi yang lebih baik dari sebelumnya untuk atlet maupun tim. Atlet dan tim yang berprestasi dan berkualitas tinggi harus melakukan ketiga komponen tersebut secara berkelanjutan, dengan pengawasan ketat dari pelatih. Apabila terdapat atlet yang sudah sampai di masa puncaknya atau masa keemasannya karena faktor usia, maka perlu diadakannya regenarasi atlet, dimana yang muda menggantikan atlet yang telah uzur, tentunya dengan kualitas yang harus lebih


(33)

baik. Apabila kesalahan dapat diminimalisir dan ditekan, serta komponen – komponen tersebut dijalankan sebagai man mestinya, maka akan didapatkan atlet yang berkualitas dan berprestasi.

2. Pengertian fair play

Orang yang banyak berkecimpung dalam olahraga kiranya tidak asing lagi dengan kata Fair Play, walaupun kita mengakui bahwa tidak setiap

olahragawan mengerti dan memahami arti sebenarnya dari fair play itu sendiri sebagai semangat yang harus dimiliki oleh setiap insan olahragawan.

Kemenangan bukan merupakan tujuan akhir, karena yang paling penting adalah tindakan fair play dari setiap pemain, sehingga penonton turut

menikmati penampilan bermain kedua tim. Lutan (2001:127) mengungkapkan

bahwa, “Fair play merupakan kesadaran yang selalu melekat, bahwa lawan bertanding adalah kawan bertanding yang diikat oleh persaudaraan olahraga.” Rusli Lutan menjelaskan lebih rinci bahwa fair play adalah kebesaran hati terhadap lawan yang menimbulkan hubungan kemanusiaan yang akrab, hangat, dan mesra. Jadi, fair play merupakan sikap mental yang menunjukkan martabat ksatria dalam olahraga. Perilaku yang menunjukkan fair play akan diawali dengan kemampuan untuk sepenuhnya tunduk kepada peraturan tertulis. Ini berarti, setiap pihak yang berurusan dengan olahraga, terutama para atlet atau olahragawan, harus memahami peraturan, dan setelah itu harus siap mematuhi peraturan yang berlaku.


(34)

3. Wujud nyata fair play

Keating menjelaskan bahwa wujud nyata dari fair play adalah kesiapan dan kesediaan untuk mentaati peraturan, respek terhadap lawan, menghargai keputusan wasit, menghormati ofisial dan penonton, berjiwa besar dalam kekalahan, dan tidak berlebihan dalam merayakan kemenangan.

E.Ciri Khas Olahraga dan Ciri Khas Hakiki Olahraga a. Ciri Khas Olahraga

Ciri-ciri yang terdapat dalam olahraga menurut Lutan (2001 : 13-15) menjelaskan tentang ciri khas yaitu :

1. Olahraga ditekankan pada kegiatan jasmani yang berwujud keterampilan gerak, daya tahan, kekuatan, kecepatan.

2. Olahraga sebagai realitas, olahraga dilakukan dalam suasana yang tidak sebenarnya, tetapi keterlibatan seseorang dalam melakukan olahraga merupakan sesuatu yang nyata.

3. Prinsip prestasi dalam olahraga, mengenai tanda-tanda prinsip prestasi dalam olahraga adalah:

a. Peragaan kemampuan jasmani ditunjukan secara maksimal. b. Kegiatan olahraga dilakukan secara sukarela.

c. Tidak bertujuan untuk menghancurkan lawan.

d. Aspek sosial olahraga, dalam melakukan olahraga akan memungkinkan terjadi interaksi sosial yang akan menbentuk kelompok sosial.


(35)

Dari penjelasan mengenai ciri-ciri olahraga maka penulis berasumsi bahwa olahraga merupakan kegiatan fisik yang lebih dominan, kegiatan yang nyata, terdapat prinsip prestasi, dan terdapat aspek social.

b. Ciri Khas Hakiki Olahraga

Ciri-ciri hakiki olahraga menurut Lutan (2001: 7 ) menjelaskan bahwa “ciri -ciri hakiki olahraga adalah: (1) aktivitas fisik, (2) permainan, (3)

pertandingan.

F. Kualitas Prestasi dan Keterampilan Dengan Untuk Teknik, Fisik, Taktik Dan Mental

Pembinaan Prestasi adalah mengorganisasikan atau cara mencapai suatu tujuan, teori atau spekulasi terhadap suatu prestasi. Prestasi terbaik hanya akan dapat dicapai bila pembinaan dapat dilaksanakan dan tertuju pada aspek-aspek melatih seutuhnya mencakup kepribadian atlet, kondisi fisik, keterampilan taktik,

keterampilan teknik dan kemampuan mental (Lutan, 2001:32).

Menurut Harsono(1998:24) Tujuan utama latihan adalah untuk meningkatkan ketrampilan dan prestasi semaksimal mungkin. Untuk mencapai keberhasilan ada empat aspek utama yang harus dilatih secara seksama yaitu :


(36)

Gambar 3. Pembinaan dan Motivasi

1. Latihan fisik adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik, yaitu faktor yang amat penting bagi setiap atlet. Tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat mengikuti latihan, apalagi pertandingan dengan sempurna. 2. Latihan teknik bertujuan untuk mempermahir penguasaan ketrampilan gerak

dalam suatu cabang olahraga, seperti misalnya teknik menendang, melempar, menangkap, menggiring bola, mengumpan dalam bolavoli, smash, menarik busur, teknik start, lari dan sebagainya. Penguasaan ketrampilan dari teknik dasar amatlah penting.

3. Latihan taktik bertujuan untukmengembangkan dan menumbuhkan kemampuan daya tafsir pada atlet ketika melaksanakan kegiatan olahraga yang

bersangkutan. Yang dilatih ialah pola-pola permainan, strategi dan taktik pertahanan dan penyerangan. Latihan taktik akan bisa berjalan mulus apabila


(37)

teknik dasar sudah dikuasai dengan baik dan atlet mempunyai kecerdasan yang baik pula.

4. Latihan mental sama penting dengan ketiga tersebut di atas. Sebab betapa sempurna pun perkembangan fisik, teknik dan taktik atlet apabila mentalnya tidak turut berkembang, prestasi tinggi tidak mungkin akan dapat dicapai. Latihan mental adalah latihan yang lebih banyak menekankan pada

perkembangan kedewasaan (maturitas) serta emosional atlet, seperti semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi terutama bila dalam situasi stress, fair play, percaya diri, kejujuran, kerjasama, serta sifat-sifat positif lainnya.

Keempat aspek tersebut diatas harus diajarkan secara serempak dan tidak satupun boleh diabaikan. Keempat aspek tersebut juga harus dilatih dengan metode yang benar agar setiap aspek dapat berkembang semaksimal mungkin sehingga

memungkinkan tercapainya peningkatan prestasi yang diinginkan.

G.Pengertian Belajar

Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu apabila terjadi perubahan tertentu, misalnya dari tidak dapat menghitung menjadi dapat menghitung. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 223 ) menjelaskan, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kepandaian dan ilmu. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2009:2) belajar adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indera (stimulus) dan impuls untuk berbuat (respons). Ada tiga


(38)

aspek penting dalam belajar, yaitu hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum pengaruh.

a. Hukum kesiapan

Berarti bahwa individu akan belajar jauh lebih efektif dan cepat bila ia telah siap atau matang untuk belajar dan seandainya ada kebutuhan yang dirasakan. Ini berarti dalam aktivitas Pendidikan Jasmani guru seharusnyalah dapat menentukan materi-materi yang tepat dan mampu dilakukan oleh anak. Guru harus

memberikan pemahaman mengapa manusia bergerak dan cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektiv sehingga kegiatan belajar akan memuaskan.

b. Hukum latihan

Jika seseorang ingin memperoleh hasil yang lebih baik, maka ia harus berlatih. Sebagai hasil dari latihan yang terus-menerus akan diperoleh kekuatan, tetapi sebagai hasil tidak berlatih akan memperoleh kelemahan. Kegiatan belajar dalam pendidikan diperoleh dengan melakukan. Melakukan berulang-ulang tidak berarti mendapatkan kesegaran atau keterampilan yang lebih baik. Melalui pengulangan yang dilandasi dengan konsep yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan dan dilakukan secara teratur akan menghasilkan kemajuan dalam pencapaian tujuan yang dikehendaki. Ini berarti guru harus menerapkan latihan atau pengulangan dengan penambahan beban agar meningkatnya kesegaran jasmani anak, dengan memperhatikan pula fase pertumbuhan dan perkembangan anak.


(39)

c. Hukum pengaruh

Bahwa seseorang individu akan lebih mungkin untuk mengulangi pengalaman-pengalaman yang memuaskan daripada pengalaman-pengalaman-pengalaman-pengalaman yang

mengganggu. Hukum ini seperti yang berlaku pada Pendidikan Jasmani

mengandung arti bahwa setiap usaha seharusnya diupayakan untuk menyediakan situasi-situasi agar siswa mengalami keberhasilan serta mempunyai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Guru harus merencanakan model-model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, akan lebih baik jika disesuaikan dengan fase pertumbuhan dan perkembangan anak, pada usia remaja, anak akan menyukai permainan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi. Perubahan itu dapat berupa penguasaan, sikap dan cara berpikir yang bersifat menetap sebagai hasil dari latihan dan

pengalaman belajar. Kondisi internal belajar dengan eksternal belajar yang bersifat interaktif. Sehingga perlu pengaturan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki.

H.Hakekat Pembelajaran Gerak

Keterampilan gerak adalah kemampuan seseorang melakukan gerakan secara efisien dan efektif. Keterampilan gerak yang baik diperoleh melalui proses belajar dengan melakukan gerakan berulang-ulang yang disertai dengan kesadaran fikir akan benar atau tidaknya gerakan yang dilakukan. Gerak adalah belajar yang


(40)

diwujudkan melalui respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh. Kemudian menurut dalam Lutan (1988:102) belajar motorik adalah seperangkat proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang

mengantarkan kearah perubahan permanen dalam perilaku gerak. Yang dipelajari dalam belajar gerak adalah pola-pola gerak mempelajari gerakan olahraga, seorang siswa berusaha untuk mengerti gerakan yang dipelajari kemudian apa yang

dimengerti itu dikomandokan pada otot-otot tubuh untuk mewujudkan dalam gerakan tubuh secara keseluruhan atau hanya sebagian sesuai dengan pola gerakan yang dipelajari.

Dalam proses belajar gerak ada 3 tahap yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap sebelumnya adalah prasyarat untuk tahap berikutnya. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan maka tidak akan mencapai suatu keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai. Lutan (1988:305) mengemukakan bahwa belajar keterampilan gerak berlangsung melalui beberapa tahap yakni:

1. Tahap Kognitif

Pada tahap ini seseorang yang baru mulai mempelajari keterampilan motorik membutuhkan informasi bagaimana cara melaksanakan tugas gerak yang bersangkutan. Karena itu, pelaksanaan tugas gerak itu diawali dengan penerimaan informasi dan pembentukan pengertian, termasuk bagaimana


(41)

penerapan informasi atau pengetahuan yang diperoleh. Pada tahap ini gerakan seseorang masih nampak kaku, kurang terkoordinasi, kurang efisien, bahkan hasilnya tidak konsisten.

2. Tahap Asosiatif

Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektif cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan dia mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan. Akan nampak penampilan yang terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun semakin konsisten.

3. Tahap Otomatis

Pada tahap ini, keterampilan motorik yang dilakukannya dikerjakan secara otomatis. Pelaksanaan tugas gerak yang bersangkutan tak seberapa terganggu oleh kegiatan lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, belajar gerak (motorik) merupakan suatu perubahan perilaku motorik berupa keterampilan sebagai hasil dari latihan dan pengalaman yang mengantarkan ke arah perubahan permanen dalam prilaku terampil.

I. Hakikat Permainan Bulutangkis

Bulutangkis merupakan cabang olahraga yang mendapat perhatian dimasyarakat Indonesia maupun di pemerintah. Banyaknya klub-klub bulutangkis di Indonesia


(42)

dapat dijadikan bukti bahwa olahraga bulutangkis ini banyak diminati oleh masyarakat. Dengan banyak nya klub-klub ataupun pusat latihan bulutangkis di setiap daerah tentunya mempunyai harapan yaitu melahirkan atlet-atlet yang mempunyai prestasi yang membanggakan.

Setiap cabang olahraga memiliki ciri khas permainan masing-masing yang mencerminkan tujuan, cara pelaksanaan, dan tuntutan dalam pembinaan. Permainan bulutangkis ini adalah permainan yang bersifat individual dan dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melawan dua orang. Permainan bulutangkis ini menggunakan raket sebagai alat untuk memukul shuttle cock. Lapangan permainan berbentuk persegi panjang yang ditengah-tengah dibatasi oleh net atau jaring yang berfungsi untuk memisahkan daerah permainan lawan dan daerah permainan sendiri.

Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttle cock di daerah permainan lawan dan menjaga agar tidak jatuh di lapangan sendiri, seperti yang dikemukakan Subardjah (2000;13) bahwa tujuan permainan

bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttle cock di daerah lapangan permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttle cock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri. Pada saat permainan berlangsung, masing-masing harus berusah agar shuttle cock tidak menyentuh lantai di daerah permainan sendiri apabila shuttle cock jatuh dilantai atau menyangkut di net maka permainan terhenti. Dari penjelasan di atas, maka dalam permainan bulutangkis pemain harus berusha secepat mungkin mengembalikan shuttle cock


(43)

ke daerah lapangan permainan lawan dan menyulitkan lawan untuk mengembalikan shuttle cock.

1. Teknik Dasar Permainan Bulutangkis

Dalam permainan bulutangkis untuk dapat meraih kemenangan diperlukan penguasaan teknik dasar yang baik. Dengan teknik dasar yang baik dari setiap individu akan bisa melakukan permainan yang baik, sehingga kemenangan dalam permainan pun bisa diraih. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kosasih

(1993:135) bahwa: “untuk mempertinggi prestasi bulutangkis teknik erat

hubungannya dengan kammpuan gerak, kondisi fisik, taktik dan mental”. Untuk mencapai prestasi yang maksimal, maka setiap cabang olahraga harus memperhatikan beberapa aspek, salah satunya adalah penguasaan teknik dasar yang sempurna. Oleh karena itu penguasaan teknik dasar mutlak diperlukan agar prestasi dapat dtingkatkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Harsono (1998:100) sebagai berikut Kesempurnaan teknik-teknik dasar dari setiap gerakan adalah penting oleh karena itu akan menentukan gerak keseluruhan. Oleh karena itu, gerak-gerak dasar setiap bentuk teknik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga haruslah dilatih dan dikuasai secara sempurna.

Dengan menguasai teknik dasar serta gerak gerak dasar yang baik, setiap pemain bulutangkis bisa melakukan gerak ataupun bermain secara efektif dan efisien sehingga bisa memperoleh prestasi yang maksimal. Menurut PB PBSI (2003;10) teknik dasar bermain bulutangkis ada 6, yaitu : 1) cara pegang raket 2) sikap dan


(44)

posisi 3) pukulan forehand 4) pukulan backhand 5) persiapan smash 6) variasi stroke . Teknik dasar permainan bulutangkis diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu : 1) cara memegang raket 2) sikap berdiri 3) gerakan kaki (foot Work) 4) teknik pukulan (Strokes). Berdasarkan penjelasan darui para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam permainan bulutangkis teknik dasar ada 3 macam , yaitu:

a. cara pegangan raket, b. gerak kaki dan posisi, dan c. teknik dan variasi pukulan.

Dalam permainan bulutangkis setiap pemain harus menguasai teknik melakukan pukulan pukulan poshuttle cock. Pukulan-pukulan poshuttle cock terdiri dari pola-pola gerakan tertentu untuk memukul shuttle cock secara underhand (dari bawah ke atas), sidearm (dari samping lengan) dan overhead (dari atas kepala ke bawah), baik backhand maupun untuk forehand. Pada saat melakukan suatu pola pukulan tersebut pemain dapat menghasilkan suatu jenis pukulan service, lob ,dropshoot, smash, dan drive. Teknik-teknik pukulan tersebut dapat dilakukan untuk melakukan serangan ataupun untuk pengembalian hasil pukulan dari lawan. Dalam penelitian ini memfokuskan pada teknik forhand dropshoot dan teknik forehand lob.


(45)

2. Pukulan Dropshoot

Pukulan dropshoot merupakan pukulan lunak dengan menjatuhkan shuttle cock sedekat mungkin dengan net didaerah lawan melewati net bagian atas. Mengenai pukulan dropshoot, pukulan dropshoot , menurut PB PBSI (2003:32)

menjelaskan bahwa: dropshoot adalah pukulan yang dilakukan seperti smash. Perbedaannya pada posisi raket saat perkenaan dengan shuttle cock. Bola dipukul dengan dorongan dan sentuhan yang halus. Dropshoot yang baik dalah apabila jatuhnya dekat dengan net dan tidak melewati garis ganda.

Menurut Johnson (1984:89) dropshoot adalah pukulan-pukulan lunak yang meluncur melampaui net. Dropshoot dapat dilakukan dari mana saja di lapangan , overhead dropshoot terutama sekali bermanfaat untuk memaksa lawan

mengambil shuttle cock pada saat-saat terakhir hingga nyaris terlambat, sebab gerakan-gerakan overhead dropshoot pada mulanya menyerupai baik smash maupun clear. Bentuk kerucut dan terbang shuttle cock yang berputar-putar memungkinkan pemain melakukan aneka ragam pukulan yang amat cermat, baik yang lunak maupun yang keras sekali.

Sebagai siasat pukulan overhead dropshoot harus dilakukan hanya di daerah belakang arena saja. Setiap shuttle cock yang datangnya tinggi dan jauh dan jauh dibelakang dapat ditangkis dengan dropshoot yang mengelabui lawan, sehingga memaksa lawan bergerak ke depan mendekati net untuk mengambilnya. Ciri yang paling penting dari pukulan overhead dropshoot yang baik adalah gerakan


(46)

tipuan. Gerak tipuan pada pukulan overhead dropshoot tersbeut, kadang-kadang sulit untuk diantisipasi dan dapat menghasilkan angka/poin kemenangan.

Alhusin (2007:47) menjelaskan bahwa: ciri utama dalam pukulan potong ini adalah shuttle cock selalu jatuh dekat jarring di daerah lapangan lawan. Oleh karena itu, pemain harus mampu melalukakn pukulan yang sempurna dengan berbagai sikap dan posisi badan dari sudut-sudut lapangan permainan. Faktor pegangan raket, gerak kaki yang cepat, posisi badan, dan proses perpindahan berat badan yang harmonis pada saat memukul merupakan factor penentu keberhasilan pukulan ini. Dalam pemainan bulutangkis, pukulan overhead dropshoot hasilnya akan lebih efektif apabila pemain dapat mengkombinasikan pukulan lob dan smash, karena hal ini memaksa lawan untuk lebih banyak bergerak.

Berkaitan dengan hal ini, Grice yang diterjemahkan oleh Nasution (2007:71) menjelaskan bahwa: Dropshoot (pukulan drop) dipukul rendah, tepat di atas net, dan pelan, sehingga shuttle cock langsung jatuh ke lantai. Shuttle cock dipukul di depan tubuh dengan jarak lebih jauh dari pukulan clear overhead, dan permukaan raket anda dimiringkan untuk mengarahkan shuttle cock lebih ke bawah. Shuttle cock lebih seperti diblok atau ditahan daripada dipukul.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan bahwa penekanan gerakan pukulan overhead dropshoot hampir sama dengan pukulan overhead lainnya. Namun, ketika melakukan pukulan overhead dropshoot shuttle cock seperti diblok atau dipotong daripada ditepuk, dan dengan bola dengan pesat kehilangan


(47)

kecepatan dan jatuh lurus ke bawah setelah melewati net. Dengan demikian, untuk menghasilkan pukulan overhead dropshoot dengan baik, maka gerakan yang dilakukan oleh seorang pemain harus berdasarkan prinsip-prinsip mekanika yang berhubungan dengan gerakan tubuh dan benda lain, yang nantinya

bermanfaat untuk menganalisis dan mengoreksi pola gerak pemain.

Berikut ini cara melakukan pukulan overhead dropshoot, menurut Grice yang

diterjemahkan oleh Nasution (2007:73) menjelaskan bahwa: “ada tiga fase

gerakan yang sangat menentukan keberhasilan teknik pukulan ini, yaitu 1) fase persiapan, 2) fase pelaksanaan , dan 3) fase follow through”. Untuk lebih jelasnya mengenai cara melakukan pukulan overhead dropshoot penulis akan

menguraikan sebagai berikut.

a) Fase persiapan

(1) Grip handshake atau pistol

(2) Kembali ke posisi menunggu atau menerima

(3) Angkat tangan ke atas dengan kepala raket yang mengarah ke atas. (4) Berat badan seimbang pada telapak kaki bagian depan.

b) Fase pelaksanaan

(1) Raih shuttle cock dengan kaki yang dominan.

(2) Putar dan balikan tubuh kea rah bola yang akan datang. (3) Backswing menempatkan pergelangan tangan dengan posisi


(48)

ditekukkan.

(4) Forward swing untuk memukul shuttle cock.

(5) Raket menjangkau ke atas untuk memukul shuttle cock, yang merupakan blok, bukan pukulan.

(6) Kepala raket bergerak searah dengan shuttle cock.

b) Fase follow through

(1) Lanjutkan gerakan lurus dengan gerakan shuttle cock. (2) Gerakan mengayun mengikuti sudut gerakan shuttle cock.

(3) Dengan menggunakan kaki, dorong tubuh anda ke bagian tengah lapangan.

(4) Kembali ke bagian tengah lapangan,

Gambar 4. Pola gerak pukulan dropshoot ( Grice:2007)

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pukulan dropshoot adalah pukulan lunak yang dilakukan secara halus melewati atas net dan jatuh di dekat


(49)

net. Pukulan ini bisa digunakan sebagai serangan dan memaksa lawan untuk bergerak ke depan mendekati net.

3. Pukulan Lob (Overhead Lob)

Pukulan overhead merupakan jenis pukulan yang lebih produktif untuk menambah angka dibanding dengan pukulan yang secara mendatar atau drive maupun dengan cara ayunan raket dari bawah.

Pukulan overhead merupakan pukulan yang paling utama dari permainan bulutangkis dikarenakan pukulan overhead ini merupakan pukulan dasar dari keempat jenis pukulan dalam permainan bulutangkis, seperti lob, drive, drop, dan smash. Dengan pukulan overhead ini kita dapat menyerang maupun bertahan maupun mengalihkan lawan kebagian depan , belakang, atau kearah samping.

Menurut Grice (2007:41), pukulan overhead merupakan pukulan taktik yang paling penting dalam permainan bulutangkis , dilakukan dengan gerakan

melempar sepenuhnya dari setengah sisi belakang lapangan. Sedangkan menurut Subardjah (2000:15) pukulan overhead merupakan pukulan dari atas kepala bisa berbentuk lob, dropshoot, smash dan pukulan melingkar (around the head).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pukulan overhead adalah pukulan yang dilakukan di atas kepala dengan gerkan melempar sepenuhnya dari setengah sisi belakang lapangan. Salah satu gerakan pukulan overhead adalah gerak dasarb pukulan lob.


(50)

Pukulan lob adalah bola overhead (di atas) yang dipukul di bagian belakang (samping telinga sebelah kiri) PB PBSI (2003:29). Pukulan lob dilakukan dengan memukul shuttle cock dari atas kepala, posisinya dari belakang lapangan dan diarahkan keatas pada bagian belakang lapangan lawan Alhusin (2007:41).

Pukulan lob yang tinggi dan jauh di arena lawan serta jatuh secara vertikal, baik sekali untuk memaksanya mundur kebagian belakang arena. Lob dipukul tinggi dan jatuh ke suatu titik yang dipilih di sebelah dalam garis belakang lapangan lawan Johnson (1984:81).

Pukulan lob berbentuk lob serang dan lob bertahan. Lob serang ditandai dengan lambungan shuttle cock yang tidak terlalu tinggi tetapi jatuh digaris belakang digunakan sebagai pukulan menyerang untuk memaksanya bergerak cepat. Sedangkan lob bertahan dilakukan dengan cara melambungkan shuttle cock setinggi-tingginya, supaya pemain bisa memperbaiki posisi badannya, sehingga pukulan ini dapat dikatakan sebagai pukulan taktik pertahanan untuk

memulihkan keseimbangan.

Pukulan lob menggunakan kekuatan dan kecepatan serta lecutan pergelangan tangan. Posisi tubuh pada pukulan lob yaitu dengan posisi menyamping dengan arah net. Posisi kaki terkuat berada dibelakang saat memukul shuttle cock. Harus terjadi perpindahan beban dari kaki yang terkuat berpindah kedepan bergantian dengan kaki yang lemah. Pada saat perkenaan shuttle cock, tangan harus lurus. Posisi akhir raket mengikuti arah shuttle cock, lalu dilepas, sedangkan raket jatuh


(51)

di depan badan. Untuk menghasilkan pukulan yang baik maka diperlukan koordinasi antara gerakan badan, lengan dan pergelangan. Lecutan pergelangan tangan (raket) saat mengenai shuttle cock dan usahakan shuttle cock dipukul di depan badan dalam posisi raket condong kedepan. Gerak dasar melakukan pukulan lob menurut Grice (2007:59) adalah sebagai berikut.

1) Fase Persiapan

(1) Grip handshake atau pistol.

(2) Kembali ke posisi menunggu atau menerima.

(3) Tahan tangan yang memegang raket di atas dengan kepala raket yang menghadap ke atas.

(4) Berat badan seimbang pada kedua kaki.

2) Fase Pelaksanaan

(1) Raih bola dengan kaki yang dominan.

(2) Putar dan balikkan badan kea rah datangnya bola. (3) Pergelangan tangan pada posisi ditekukkan ke belakang.

(4) Lakukan foreward swing untuk memukul bola setinggi mungkin. (5) Tekungkupkan tangan bagian bawah.

(6) Kepala raket mengikuti gerakan.

3) Fase Follow-Through


(52)

(2) Lakukan ayunan kearah net.

(3) Tangan yang memegang raket berputar.

(4) Dorong tumbuh kembali kebagian tengah lapangan. (5) Kembali kebagian tengah lapangan.

Gambar 5. Pola gerak pukulan lob ( Grice:2007)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pukulan lob dilakukan dengan memukul shuttle cock dari atas kepala, di posisi dari belakang lapangan, dan di arahkan ke atas pada bagian belakang lapangan lawan. Ada dua jenis lob yang digunakan pada permainan bulutangkis yaitu, lob serang dan lob bertahan. Lob serang ditandai dengan lambungan shuttle cock yang tidak terlalu tinggi tetapi jatuh digaris belakang digunakan sebagai pukulan menyerang untuk memaksa lawan bergerak cepat. Kemudian jenis lob yang kedua adalah lob bertahan ditandai dengan lambungan shuttle cock tinggi dan jauh kebagian garis belakang lapangan lawan bagian dalam digunakan sebagai pukulan taktik agar pemain bisa memperbaiki posisi badannya untuk memulihkan keseimbangan.


(53)

J. Prinsip-Prinsip Latihan

Sudah diketahui pula bahwa olahraga olahraga bulutangkis pada dekade ini dan bahkan pada masa-masa yang akan dating sudah merupakan olahraga kompetitif dan bahkan sudah resmi dipertandingkan di Olympiade. Oleh karna itu

pembinaan harus dilakukan secara sistematis, berjenjang dan berkesinambungan dan harus diprogramkan secara ketat.

Latihan merupakan salah satu faktor strategi yang sangat penting dalam proses kepelatihan untuk mencapai mutu prestasi maksimal suatu cabang olahraga. Pada jaman modern ini di negara-negara maju, latihan dilakukan lima sampai tujuh kali per minggu dengan model latihan dua kali setiap hari. Latihan

dijalankan oleh atlet sebelum masuk puncak pertandingan, baik secara extensive maupun intensive.

Menurut Suharno (1993:5), latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik, dan mental yang teratur, terarah, meningkat, bertahap, dan berulang-ulang waktunya. Pelatih maupun atlet didalam mengerjakan latihan selalu berpegang kepada prinsip-prinsip latihan. Masalah prinsip latihan sangat penting demi mempercepat tercapainya tujuan latihan suatu cabang olahraga. Sebagai dasar/landasan prinsip-prinsip latihan adalah proses adaptasi manusia terhadap lingkungan. Manusia memiliki daya adaptasi istimewa terhadap lingkungannya, atlet akan beradaptasi terhadap beban latihan yang diterima saat latihan maupun dalam pertandingan. Menurut Suharno (1993:5),


(54)

adaptasi adalah penyesuaian fungsi dan struktur organisme atlet akibat beban latihan yang diberikan. Adaptasi atlet akan timbul bila terkena rangsangan beban latihan berat, kerap dan teratur interval antara unit latihan satu dengan yang lain. Adaptasi manusia bersifat labil dan sementara yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Seorang atlet didalam melakukan latihan selalu berpegang teguh kepada prinsip-prinsip latihan. Masalah ini sangat penting demi mempercepat tercapainya tujuan latihan bagi pelatih maupun atlet.

Menurut Suharno ( 1993:7) Prinsip-prinsip latihan itu adalah sebagai berikut:

1. Latihan sepanjang tahun tanpa terseling (kontinyunitas)

Mengingat sifat adaptasi atlet terhadap beban latihan yang diterima bersifat labil dan sementara, maka untuk mencapai mutu prestasi maksimal, perlu adanya beban latihan sepanjang tahun terus menerus secara teratur, terarah dan kontunyu, supaya prestasi tinggi, meningkat dan fluktuasi prestasi tidak tajam.

Pembagian periode latihan per tahun, pada garis besarnya : a. Periode persiapan 3-4 bulan

b. Periode pertandingan 6-7 bulan c. Periode peralihan 1-2 bulan

Masing-masing periode mempunyai corak, isi dan penekanan tujuan latihan yang berbeda-beda.


(55)

Periode persiapan merupakan periode untuk mengadakan seleksi atlet sebelum memulai latihan. Penekanan latihan setelah pemilihan atlet pada periode persiapan ialah :

a. Pembentukan fisik umum. b. Pembentukan fisik khusus.

c. Pembentukan teknik dasar maupun teknik tinggi sesuai dengan kemampuan atlet.

d. Pertandingan percobaan untuk mengecek hasil latihan kondisi fisik dan teknik. e. 60 % penekanan latihan kondisi fisik.

f. 40% penekanan latihan teknik.

g. Bentuk latihan dari ektensive dan intensive.

3. Periode Pertandingan (Competition Period)

Klimak pertandingan/puncak pertandingan terletak pada akhir periode pertandingan. Latihan extensive dilaksanakan pada periode ini, peningkatan penguasaan teknik taktik dan kematangan bertanding latihan kondisi khusus sesuai dengan cabang olahraga masih diberikan oleh pelatih dengan proporsi sedang.

Penekanan sasaran latihan pada periode pertandingan dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Latihan kondisi fisik khusus sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga yang diikuti.


(56)

b. Peningkatan penguasaan teknik dasar, teknik tinggi secara otomatis yang sempurna dan benar.

c. Latihan taktik sesuai dengan penguasaan kemampuan fisik dan teknik, sehingga serasi dalam penerapan system, pola da tipe yang dikehendaki. d. Pembinaan mental yang berbentuk latihan stress di lapangan, petuah-petuah,

brifing untuk diarahkan kesasaran perkembangan aspek kejiwaan, kepribadian, karakter, budi pekerti dan ketaqwaa.

e. Melatih kematangan bertanding dengan banyak mengadakan pertandingan-pertandingan percobaan.

f. Perbaikan kekurangan hasil evaluasi dari pertandingan percobaan terutama teknik individu dan taktik.

g. Hasil maksimal latihan fisik, taktik mental dan kematangan bertanding pada periode persiapan dan pertandingan dipertahankan untuk digunakan dalam klimak pertandingan.

4. Periode Peralihan (Transation Period)

Periode peralihan terletak diantara klimak pertandingan dan periode persiapan tahun berikutnya. Pada periode ini atlet harus rilek, rekreasi, latihan ringan dan menilai kekurangan/kelebihan hasil prestasi dalam klimak pertandingan. Sasaran latihan dapat disebutkan sebagai berikut.

a. Evaluasi hasil bertanding dalam klimak pertandingan sebelummnya, kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan diteliti secara cermat dan tepat.


(57)

b. Latihan ringan untuk pemeliharaan kondisi umum, kesehatan dan kesegaran jasmani

c. Tidak ada pertandingan sesuai cabang olahraganya, atlet dapat melakukan cabang olahraga lain untuk pengayaan gerak.

d. Rekreasi dan rilek untuk menyenangkan atlet.

5. Kenaikan Beban Latihan Teratur

Latihan semakin lama semakin meningkat beratnya, tetapi kenaikan beban latihan harus sedikit demi sedikit. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak terjadi overtraining dan proses adaptasi atlet terhadap beban latihan akan

terjamin keteraturannya dan daya adaptasi organisme atlet ada keterbatasannya. Beban latihan diperberat sedikit demi sedikit dengan mengubah salah satu atau semua ciri-ciri beban latihan seperti : intensitas, volume, recovery, dan frekuensi. Kenaikan beban yang meloncat dan cepat, akan mengakibatkan terjadinya

overtraining dan penghentian prestasi atlet. Peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk

beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit dua puluh empat jam , agar timbul superkompensasi.

6. Prinsip Stress

Latihan harus mengakibatkan stress fisik dan mental atlet. Beban latihan yang dikerjakan oleh atlet, sebaiknya atlet betul betul merasakan berat, kemudian


(58)

timbul kelelahan fisik dan mental seluruhnya. Stress fisik akan menimbulkan kelelahan anatomis dan fisiologis, organisme atlet beradaptasi terhadap kelelahan akibat beban latihan tersebut, seterusnya atlet akan mengalami kenaikan akibat beban latihan tersebut, seterusnya atlet akan mengalami kenaikan kemampuan (superkompensasi). Stres fisik yang diberikan secara terus menerus kepada atlet tanpa memperhatikan istirahat serta asupan gizi makan dan lain-lainnya, akan menimbulkan penurunan prestasi maupun overtraining bagi si atlet.

7. Prinsip Individual

Setiap atlet sebagai manusia yang terdiri dari jiwa dan raga pasti berbeda-beda dalam segi fisik, mental, watak dan tingkat kemampuan. Perbedaan-perbedaan itu perlu diperhatikan oleh pelatih agar pemberian dosis latihan, metode latihan dapat serasi untuk mencapai mutu prestasi tiap-tiap individu.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:

a. jenis kelamin, umur, kesehatan, proporsi tubuh dapat untuk membedakan berat ringannya beban latihan,

b. umur latihan dan tingkat keterampilan atlet perlu diteliti secara cermat agar dalam pemberian beban latihan dapat tepat di masing-masing individual,

c. tingkatkan daya fikir dan kreatifitas atlet perlu diperhatikan serius agar pemberian bahan latihan taktik dapat tepat di masing-masing individu, d. watak-watak istimewa atlet perlu diperhatikan pelatih, agar latihan dapat


(59)

e. individu atlet yang banyak pengalaman bertanding perlu mendapat perhatian pelatih, sehingga beban latihan sudah barang tentu dibedakan dengan atlet yang kurang berpengalaman bertanding.

Prinsip individual merupakan suatu prinsip yang membedakan secara mencolok antara melatih dan mengajar demi tercapainya mutu prestasi olahraga secara maksimal.

8. Prinsip Interval (Selang)

Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian, mingguan, bulanan, kwartalan, tahunan yang berguna untuk pemilihan fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan. Masalah interval dapat dilaksanakan dengan

istirahat penuh tanpa menjalankan aktifitas latihan fisik maupun istirahat aktif. Kegunaan prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk :

1. menghindari terjadinya overtraining,

2. memberikan kesempatan organisme untuk beradaptasi terhadap beban latihan, dan

3. pemilihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan.

9. Prinsip Spesialisasi (Spesifik)

Latihan harus memiliki cirri khas dan bentuk yang khas sesuai dengan cabang olahraga yang ditangani. Hal tersebut sesuai dengan sifat dan tuntutan tiap-tiap cabang olahraga yang selalu berbeda-beda. Ciri keunikan dan tenaga dominan


(60)

yang digunakan. Baik dalam bentuk fisik, teknik, taktik, mental, skill, dan kematangan bertanding. Masing-masing cabang olahraga memiliki ciri khas cara latihan-latihan. Setiap cabang olahraga memerlukan persiapan-persiapan khusus dalam pembuatan program latihan serta isi dan bentuk beban latihan yang

spesifik pula.

10. Prinsip Ulangan (Repetition)

Untuk mengotomatiskan penguasaan unsur gerak fisik, teknik, taktik, dan keterampilan yang benar atlet harus melakukan latihan berulang-ulang dengan frekuensi sebanyak-banyaknya secara kontinyu.

Penguasaan skill secara otomatis dan benar tidak cukup hanya dipelajari secara teoritis, melainkan masih dituntut latihan praktek dilapangan secara berulang-ulang dan terus-menerus, sehingga jumlah berulang-ulangan gerak sampai ribuan kali. Sehingga mencapai otomatisme gerak yang benar. Latihan siap drill masih sangat diperlukan untuk mencapai gerak otomatis yang benar.

11. Prinsip Nutrisium (Gizi Makanan)

Olahraga prestasi pada prinsipnya menggunakan tenaga manusia yang cukup tingggi, baik tenaga aerobik maupun tenaga anaerobik. Tenaga diperoleh dari zat makanan yang masuk dalam organ atlet. Sangat penting penjagaan

keseimbangan gizi makanan yang masuk kedalam tubuh dengan tenaga yang dikeluarkan saat kerja keras/berlatih ataupun bertanding olahraga prestasi.


(61)

Kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, air dan vitamin-vitamin yang harus berimbang perbandingannya bagi atlet yang menjalakan latihan keras.

12. Prinsip Latihan Extensive dan Intensive

Latihan extensive dimaksudkan beban latihan yang diberikan kepada atlet memiliki ciri-ciri diantara lain sebagai berikut.

a. Volum beban latihan besar.

b. Intensitas beban latihan rendah atau sedang . c. Waktu recovery lama

d. Frekuensi dan irama gerak sedikit lambat.

Latihan extensive bertujuan untuk meningkatkan daya tahan aerobic (endurance), melatih teknik-teknik pada permulaaan dan melatih taktik. Sedangkan latihan intensive artinya beban latihan yang diberikan kepada atlet memilki cirri-ciri berikut :

a. Volume beban latihan relative kecil.

b. Intensitas beban latihan sub maksimal atau maksimal, dapat dikatakan intensitas tinggi.

c. Waktu recovery pendek atau sebentar.

13. Prinsip Penyempurnaan Menyeluruh

Prinsip menyeluruh artinya atlet sebagai kesatuan jiwa dan raga yang utuh dalam usaha meningkatkan kualitas atlet untuk mencapai prestasi puncak (juara)


(62)

diusahakan secara serempak, selaras dan seimbang. Jadi jangan sampai terjadi menyebelah atau tidak seimbang. Aspek-aspek atlet yang perlu ditingkatkan kualitasnya secara menyeluruh dan serempak adalah sebagai berikut:

a. Aspek fisik harus segar dan sehat;

b. Unsur-unsur kemampuan gerak, kekuatan daya tahan, kecepatan, kelincahan, kelentukan, power, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, stamina, perasaan gerak;

c. Teknik-teknik; d. Taktik;

e. Keterampilan;

f. Sikap mental/kepribadian; g. Kematangan bertanding.

Diharapkan aspek a s/d g secara utuh dapat tercapai kualitas prima untuk menjadi juara dalam pertandingan.

K. Model Return Berpasangan

Menurut Kagen (1993) model pembelajaran berpasangan adalah model pembelajaran yang juga untuk melatih rasa social siswa, kerja sama dan kemampuan member nilai. Pemilihan model pembelajan berpasangan juga disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga dengan model pembelajaran


(63)

berpasangan ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai materi yang diberikan.

Pengertian return menurut Grice (2007:98) adalah setiap metode pemukulan untuk mengembalikan bola melintasi net kembali kea rah lawan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model return berpasangan adalah metode pemukulan pengembalian bola melintasi net kembali yang dilakukan dua orang atau lebih.

Mengenai model return berpasangan dalam usaha meningkatkan pukulan dropshoot dan pukulan lob dapat dijelaskan seperti pada tabel berikut ini: Kegiatan Model Return Berpasangan.

1. “Latihan pukulan lob berpasangan 1 VS 1”

Gambar 6. Sumber: Tony Grice ( 2007)

Keterangan:

a. Atlet A melakukan service panjang kepada atlet B


(64)

c. Kemudia atlet A mengembalikan kepada atlet B dengan Pukulan lob d. Begitu seterusnya

2. “Latihan Dropshoot berpasangan 1 VS 1dengan neting dan underhand

Gambar 7. Sumber: Tony Grice ( 2007)

Keterangan:

a. A melakukan dropshoot kepada B b. B melakukan neting kepada A c. A melakukan underhand kepada B

d. B kemudian melakukan dropshoot kepada A e. Kemudian A melakukan neting kepada B

f. B kemudian melakukan underhand kepada A begitu sterusnya.

3. “Melakukan pukulan dropshoot dan pukulan lob ditambah dengan neting


(65)

Keterangan:

a. A Melakukan pukulan dropshoot kepada B b. B menerima dengan pukulan neting

c. A mengembalikan dengan pukulan underhand

d. B mengembalikan dengan pukulan lob dan begitu seterusnya

4. “Melakukan dropshoot silang, netting, lob silang dan netting silang

Gambar 9. Sumber: Tony Grice ( 2007)

Keterangan:

a. A melakukan servis tinggi kepada B b. B melakukan dropshoot silang ke A c. A melakukan netting silang kepada B d. B melakukan underhand kepada A e. A melakukan Lob kepada B f. B kembali melakukan Droshoot


(66)

5. “ Melakukan dropshoot yang dan underhand silang “

Gambar 10. Sumber: Tony Grice ( 2007)

Keterangan:

a. A melakukan servis tinggi kepada B b. B melakukan dropshoot lurus kepada A c. A melakukan underhand silang kepada B d. B melakukan dropshoot lurus kepada A

e. A melakukan underhand silang kepada B dan begitu seterusnya

6. “Melakukan dropshoot dan lob dikombinasikan dengan smash dan neting”


(67)

Keterangan :

7. “ Melakukan pukulan dropshoot dan pukulan dan lob ”

Gambar 12. Sumber: Tony Grice ( 2007)

Keterangan:

a. B melakukan servis tinggi kepada A b. A melakukan dropshoot kepada B

c. B melakukan underhand silang kepada A d. A melakukan lob clear kepada C

a. A melakukan servis tinggi kepada B b. B melakukan lob clear kepada A c. A melakukan smash kepada B d. B melakukan return smash kepada A e. A melakukan underhand silang kepada B f. B melakukan Dropshoot kepada A

g. A melakukan underhand silang kepada B , dan seterusnya kembali pada nomor 2


(68)

e. C melakukan lob silang kepada A, dan seterusnya kembali kepada nomor 2

8. “Dropshoot silang , lob silang dikombinasikan dengan underhand silang”

Gambar 13. Sumber: Tony Grice ( 2007) Keterangan:

a. A melakukan servis tinggi kepada B b. B melakukan lob lurus kepada A

c. A melakukan dropshoot silang kepada C d. C melakukan underhand lurus kepada A

e. A melakukan lob silang kepada B, dan begitu seterusnya

9. “ Melakukan dropshoot dan lob dikombinasikan dengan pukulan underhand lurus


(69)

Keterangan:

a. A melakukan servis kepada B b. B melakukan dropshoot kepada A

c. A melakukan underhand silang kepada C d. C melakukan lob lurus kepada A

e. A melakukan dropshoot lurus kepada C f. C melakukan underhand silang kepada A

g. A melakukan lob kepada B, dan begitu seterusnya

10. Manfaat Model Return Berpasangan

Dalam model return berpasangan ini banyak manfaat yang diterima bagi atlet, antara lain meningkatkan hasil pukulan dropshoot, lob, smash, neting dan lain lain. Metode return berpasangan ini menggunakan metode latihan yang

mengharuskan mereka bekerja sama dan memiliki kecakapan dalam melakukan bermacam-macam teknik dasar permainan bulutangkis. Jadi latihan model return berpasangan merupakan latihan untuk mematangkan pukulan dropshoot, lob, dan semua pukulan teknik dasar bulutangkis tergantung pada kita membuat model return berpasangannya.

L. Kerangka Pikir

Didalam kerangka pikir harus memuat suatu teori sebagai arahan untuk

membimbing penelitian ini dalam memilih data yang relevan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis. Dalam mempelajari gerak keterampilan


(70)

olahraga, anak akan berusaha untuk mengerti gerakan yang akan dipelajari, selanjutnya memberikan perintah pada otot-ototnya untuk mewujudkan gerakan yang sesuai dengan gerak yang dipelajari. Dengan demikian belajar

keterampilan gerak merupakan suatu proses kegiatan mengamati, meniru,

melakukan pola gerak tertentu pada situasi yang dihadapi, dan juga dalam bentuk kegiatan-kegiatan menciptakan pola gerak baru untuk tujuan tertentu.

Dalam uraian diatas, bahwa tujuan utama anak dalam belajar keterampilan gerak adalah untuk meningkan keterampilan gerak yaitu perubahan prilaku yang bersifat psikomotor dan perubahan itu diartikan dalam perubahan penguasaan keterampilan gerak suatu cabang olahraga.

Selain perubahan psikomotor, anak juga akan mengalami perubahan bersifat kognitif dan afektif, selain itu dalam berlatih pola gerak, adapun belajar

memahami konsep dan peraturan serta nilai yang terkandung di dalam olahraga tersebut.

Oleh karena itu dapat diketahui bahwa untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik, harus terlebih dahulu menguasai keterampilan bulutangkis, keterampilan teknik dasar serta memiliki kebugaran jasmani yang baik.

M. Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahas Yunani yaitu “hupo” (sementara) dan “thesis” (pernyataan atau teori) karena merupakan penyataan sementara yang masih lama


(71)

keberadaanya, hipotesis dapat menjadi penuntun kea rah proses penelitian untuk menjelaskan permasalahan yang harus dicari pemecahannya. Kemuadian para ahli menafsirkan arti dari hipotesis adalah dugaan terhadap hubungan antara dia variabel atau lebih. Menurut Arikunto (2010:110) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho1: Tidak ada Pengaruh yang signifikan dari model return berpasangan

terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampung

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar

Lampung.

Ho2: Tidak da perbedaan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan

dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampug.

Ha2: Ada perbedaan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampug.


(72)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian eksperimen murni diartikan sebagai Penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan sebab dan akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen yang dipilh dengan menggunakan teknik acak. Oleh sebab itu penelitian ini relative paling cermat dalam mengungkapkan hubungan sebab akibat antar variabel . Di samping itu penulis ingin mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang diselidiki atau diamati. Mengenai metode eksperimen ini Sugiyono (2008:3) mengemukakan bahwa: “secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu.” Selain itu eksperimen menurut Sugiyono (2008: 107) mengemukakan bahwa Metode eksperimen dapat diartikan sebagai mode penelitian yang digunakan untuk mencari perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Berdasarkan pemaparan di atas metode penelitian eksperimen murni merupakan kegiatan percobaan dengan tujuan untuk menyelidiki sesuatu hal atau masalah sehingga diperoleh hasil dengan adanya kelompok kontrol . Jadi dalam metode eksperimen murni harus ada faktor yang dicobakan dan adanya faktor yang digunakan untuk membandingkan pengaruh , dalam hal ini faktor yang dicobakan dan


(73)

merupakan variabel bebas adalah return berpasangan. Untuk diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu pukulan dropshoot dan pukulan lob. Untuk mengetahui pengaruh model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob digunakan instrument penelitian berupa tes dropshoot dan tes lob yang mengandung unsur kecabangan olahraga khususnya cabang olahraga bulutangkis.

B. Variabel dan Data Penelitian

1. Variabel

Menurut Arikunto (2010:159), variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan. Dalam penelitian ini terdapat satu variabele bebas, yaitu model return berpasangan.

b. Variabel Terikat (Y)

Variable terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil dalam pukulan dropshoot (Y1) dan hasil pukulan lob (Y2).

Hubungan antara kedua variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah dapat digambarkan sebagai berikut.


(74)

Gambar 15: Hubungan sebab akibat antara model return berpasangan

Keterangan:

Y1 : Pukulan Dropshoot

Y2 : Pukulan Lob

X : Model return berpasangan

2. Data Penelitian

Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain

menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.

Menurut Sugiyono (2012:7), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,

X

Y1


(75)

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pretest-posttest desain eksperimen seperti dalam table sebagai berikut:

P S

Gambar 16. Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

S : Sampel

Pretest 1 : Tes awal pukulan dropshoot Pretest 2 : Tes awal pukulan lob OP : Ordinal Pairing

K : Model return berpasangan

Treatment : Pukulan dropshoot dan lob dengan model return berpasangan

Post test 1 : Tes akhir pukulan drpshoot Post test 2 : Tes akhir pukulan lob

Pembagian kelompok eksperimen berpasangan dan kelompok eksperimen perorangan didasarkan pada hasil rangking pada tes awal. Adapun pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordinal pairing sebagai berikut :

K Treatment

Post test 2 Post test 1 Pretest 1

Pretest 2


(76)

Keterangan:

A = Kelompok eksperimen B = Kelompok kontrol

1,2,3 dst = Rangking (hasil tes awal) OP = Ordinal pairing

Gambar 17. Skema Pembagian Kelompok dengan Cara Ordinal Pairing.

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam melatih pukulan dropshoot dan pukulan lob melaalui model return berpasangan persepsi mengenai variabel-variabel yang diukur dalam

penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian, maka perlu dipaparkan dalam definisi operasional sebagai berikut.

Pengertian return menurut Grice (2007:98) ialah setiap metode pukulan untuk mengembalikan bola melintasi net kembali kearah lawan (Pengembalian). Menurut Kagen (1993) model pembelajaran berpasangan adalah model pembelajaran yang juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian. Pemilihan model pembelajaran berpasangan juga disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga dengan model pembelajaran berpasangan ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai materi yang diberikan.


(1)

Sebutlah harga terbesar ini denganL0. Setelah hargaL0, nilai hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan nilai kritis L0 untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. Bila hargaL0 lebih kecil (<) dari L tabel maka data yang akan di olah tersebut berdistribusi normal sedangkan bilaL0 lebih besar (>) dari L tabel maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

0 L

< L tabel : normal 0

L > L tabel : normal

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi apakah kedua kelompok sample memiliki varian yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2002:250) untuk pengujian homogenitas digunakan rumus sebagai berikut :

F =

Terkecil Varians

Terbesar Varians

Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel dengan rumus Dk pembilang: n-1 (untuk varians terbesar)

Dk penyebut: n-1 (untuk varian terkecil)

Taraf signifikan (0,05) maka dicari pada tabel F Dengan kriteria pengujian,

Jika :Fhitung ≥ Ftabel ≤ tidak homogen atau Fhitung ≤ Ftabel≤ berarti homogeny


(2)

(>) dari Ftabel

maka kedua kelompok mempunyai varian yang berbeda. 2. Analisi Data

a. Uji Pengaruh

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok, maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan berdasarkan alternatif. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran maka menurut Sudjana (2005:242) dapat digunakan rumus uji pengaruh sebagai berikut:

thitung =

n SB

B

Keterangan :

B : Rata-rata Selisih antara post tes-pre test

SB : Simpangan baku Selisih antara post tes – pre test

: akar dari jumlah sampel kelompok eksperimen. n


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa :

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB. Srikandi Bandar Lampung.

Ha2: Ada perbedaan pengaruh yang signifikan dari model return berpasangan terhadap hasil pukulan dropshoot dan pukulan lob pada atlet PB.

Srikandi Bandar Lampung.

B. Saran

1. Kepada para dan guru pendidikan jasmani dan pelatih diharapkan mencoba memberikan bentuk latihan model return berpasangan untuk meningkatkan pukulan dropshoot.

2. Kepada para pelatih diharapkan mencoba memberikan bentuk latihan model return berpasangan untuk meningkatkan pukulan dropshoot dan


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, S. 2007. Gemar Bermain Bulutangkis. CV Setia Aji. Surakarta. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Grice, T. 2007. Bulutangkis Petinjuk Praktik dan Untuk Pemula Lanjutan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harsono. 1998. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam Coaching. CV Tambak Kusuma. Jakarta.

Johnson. 1984. Bimbingan Bermain Bulutangkis. PT Mitra Sumber Widya. Jakarta.

Kagen, Spencer. 1993. http://www.sriudin.com/2012/01/model-pembelajaran-pair-check.html. Diposting tanggal 12 Januari 2013.

Kamiso. 1998. Piramida Pembinaan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada KONI. 1998. Pembinaan Olahraga di Indonesia. Jakarta

Kosasih. 1993. Olahraga Teknik Program Latihan. Jakarta, CV Akademika Persindo

Lutan, R. 1988. Belajar Keterampilan dan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.

Depdikbud. Dirjendikti.Jakarta.

Lutan, R. 2001. Hakiki danHakikat Olahraga. Depdikbud. Dirjendikti.Jakarta. PB PBSI. 2003. Menuju Pretasi Dunia. Jakarta. Mentri Pendidikan Pemuda dan

Olahraga

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Alfabeta. Bandung.


(6)

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta

Suranto, H. 1991. Konsep Olahraga Solo. FPOK UNS, Jawa Tengah. Yusuf, H. 2004. Permainan Bulutangkis. Bandung. FPOK UPI Bandung ,


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERPASANGAN DAN PERORANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN LOB PADA SISWA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG

3 29 74

Perbedaan Latihan Pukulan Lob Berpola dan Latihan Pukulan Lob Bebas Tidak Berpola terhadap Hasil Pukulan Lob dalam Permainan Bulutangkis pada Atlet PB. Pendowo Semarang Tahun 2008

0 4 83

EFEKTIVITAS TEKNIK PEGANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN SERVICE LOB PEMAIN PEMULA PUTRA PB. SEHAT TAHUN 2013

1 16 97

EFEKTIVITAS TEKNIK PEGANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN SERVICE LOB PEMAIN PEMULA PUTRA PB. SEHAT TAHUN 2013

2 110 85

Pengaruh Latihan Pukulan Overhead Lob dengan Pola Mengumpan dan Pola Bergantian Terhadap Hasil Pukulan Overhead Lob Pada Pemain Bulutangkis Putra Usia 11 13 Tahun PB. Pendowo Semarang Tahun 2011

0 70 97

Perbedaan Hasil Latihan Pukulan Lob dengan Metode Pola Pukulan dan Metode Bertahap Terhadap Kemampuan Pukulan Lob Pada Pemain P.B. Sehat Semarang Tahun 2008.

0 0 1

Perbedaan Metode Latihan Drill antara Drill Bebas dan Drill Terfokus Terhadap Ketepatan Pukulan Lob dalam Permainan Bulutangkis Pada Atlet Pemula PB Pendowo Semarang Tahun 2008.

0 0 1

PENGARUH LATIHAN PUKULAN LOB METODE DRILL 30 PUKULAN LANGSUNG DAN 2 KALI 15 PUKULAN TERHADAP KETEPATAN PUKULAN LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP NEGERI 2 NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN.

0 0 92

PENGARUH LATIHAN LEMPAR SHUTTLECOCK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PUKULAN LOB PADA ATLET BULUTANGKIS PUTRI DI PB. NATURA PRAMBANAN YOGYAKARTA.

2 8 316

PENGARUH LATIHAN PUKULAN DENGAN POSISI BERUBAH DAN POSISI TETAP TERHADAP HASIL PUKULAN OVERHEAD LOB

0 2 39