PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERPASANGAN DAN PERORANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN LOB PADA SISWA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG

(1)

PERORANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN LOB PADA SISWA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS

DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG

Oleh

RINI PUSPITA SARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berpasangan dan perorangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen komparatif. Dengan populasi sebanyak 28 siswa yang tergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler bulutangkis, karena populasi kurang dari 100 maka populasi merupakan jumlah sampel penelitian. Jumlah sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Model Pembelajaran Berpasangan dan Model Pembelajaran Perorangan, pembagian kelompok berdasarkan Ordinal Pairing. Instrumen yang digunakan adalah Clear Test dengan validitas 0,92 dan tingkat reliabilitas 0,95. Sedangkan teknik analisis data menggunakan uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran berpasangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung. Kedua, ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran perorangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung. Ketiga, model pembelajaran berpasangan memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan model pembelajaran perorangan terhadap peningkatan hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

Maka dapat peneliti simpulkan bahwa kedua model pembelajaran ini sama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil pukulan lob, namun model pembelajaran berpasangan memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan model pembelajaran perorangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.


(2)

DI SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG

Oleh

RINI PUSPITA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapat Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

SMA Negeri 5 Bandar Lampung Nama Mahasiswa : Rini Puspita Sari

Nomor Pokok Mahasiswa : 0813051069

Program Studi : Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Herman Tarigan, M.Pd Drs. Sudirman Husin, M.Pd. NIP 19601231 198803 1 018 NIP 19581021 198503 1 003

2. Ketua Jurusan Imu Pendidikan

Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd NIP 19510507 198103 1 002


(4)

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Herman Tarigan, M.Pd. …………

Sekretaris : Drs. Sudirman Husin, M.Pd. …………

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Surisman, S.Pd, M.Pd. …………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si. NIP 19600315 198503 1 003


(5)

Bahwa saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Rini Puspita Sari Nomor Pokok Mahasiswa : 0813051069

Tempat Tanggal Lahir : Poncowarno, 06 Januari 1990

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Berpasangan dan Perorangan Terhadap Hasil Pukulan Lob Pada Siswa Ekstrakurikuler Bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung” adalah benar hasil karya penulis, bukan hasil menjiplak, dan atau hasil karya orang lain. Dan jika dikemudian hari ternyata ada hal yang melanggar dari ketentuan akademik universitas maka saya bersedia bertanggungjawab dan disanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya, atas perhatiannya terimakasih.

Bandar Lampung, 30 April 2013


(6)

Penulis dilahirkan di desa Poncowarno Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 06 Januari 1990. Anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Yunnasrul dan Ibu Srimulyati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah TK Aisyiyah Bustanul Athfal Poncowarno tamat tahun 1996, melanjutkan di SDN 1 Poncowarno tamat tahun 2002, melanjutkan pendidikan di SMPN Kalirejo tamat tahun 2005 dan melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Bandar Lampung tamat tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswi pada Program Studi

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswi penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis, dan menjadi asisten dosen; Mata Kuliah Penjaskes, Mata Kuliah Bulutangkis, dan Mata Kuliah Umum (MKU) Olahraga Bulutangkis. Pengalaman lain penulis yaitu menjadi pelatih ekstrakurikuler bulutangkis di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).


(7)

1. Juara 3 Tunggal Putri Kejuaraan Bulutangkis Open Tournament HAORNAS Ke- XXVII Antar Mahasiswa di Universitas Lampung Tahun 2010.

2. Juara 3 Ganda Putri Kejuaraan Bulutangkis Open Tournament HAORNAS Ke- XXVII Antar Mahasiswa di Universitas Lampung Tahun 2010.

3. Juara 3 Tunggal Putri Kejuaraan Bulutangkis UNILA CUP antar Perguruan Tinggi Se- Propinsi Lampung Tahun 2012.

Juara 1 Ganda Putri Opent Tournament Bulutangkis Dies Natalis ke- 47 Universitas Lampung Tahun 2012.


(8)

“…Allah Meninggikan Orang yang beriman Di Antara Kamu Dan Orang-orang Yang Diberi Ilmu

pengetahuan Beberapa Derajat…” ( Almujadaalah : 11 )

Tidak ada yg tidak mungkin selama ada keyakinan. Berikan yang terbaik yang bisa dilakukan.

(Rini Puspita Sari)

Beranilah untuk bermimpi, dan beranikan diri untuk mewujudkan impian karena impian tidak akan

tercapai tanpa keberanian. (Rini Puspita Sari)


(9)

Skripsi ini Aku persembahkan kepada :

Papa dan Mama yang sangat Aku sayangi, yang telah memberikan

segalanya untukku, membesarkanku, mendidikku dengan penuh

kesabaran dan kasih sayang serta selalu

mendoakan keberhasilanku

Saudara ku tersayang, Uda Irwan, Uda Rico, dan Uni Rian

terima kasih atas segala kasih sayang dan perhatian kalian

sehingga membuat aku semakin dewasa


(10)

SANWACANA

Puji syukur Alhamdulillah pada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang mulia.

Skripsi dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berpasangan dan Perorangan Terhadap Hasil Pukulan Lob Pada Siswa Ekstrakurikuler Bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung adalah dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk pencapaian gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

(IP).

3. Bapak Drs. Ade Jubaedi, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

4. Bapak Drs. Herman Tarigan, M.Pd selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi serta kepercayaan kepada penulis.


(11)

dengan baik skripsi ini.

6. Bapak Drs. Surisman, S.Pd, M.Pd selaku penguji utama yang telah memberikan perbaikan dan pengarahan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Penjaskes FKIP Unila yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan keteladanan selama penulis menjalani studi. 8. Kepala SMA Negeri 5 Bandar Lampung yang telah memberikan izin untuk

melaksanakan penelitian pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis.

9. Keluarga besarku, ibu dan bapakku yang telah banyak memberikan nasihat, motivasi dan dukungan.

10. Spesial untuk orang yang penulis sayangi: Wulan, Erna, Rachmi, Afrika yang selalu memotivasi dan menemaniku disaat bimbingan.

11. Teman-teman terbaik: Nur Hayati, Aswin, Ninuk, Sarifah aini, Hesti, Khamid, dan semua teman-teman seperjuangan angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga diberikan kebaikan yang berlimpah dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, 30 April 2013 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 7

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

H. Penjelasan Judul ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran ... 10

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 10

2. Prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran ... 12

B. Model Pembelajaran ... 15

1. Pengertian Model Pembelajaran... 15

2. Model Pembelajaran Berpasangan ... 16

3. Model Pembelajaran Perorangan ... 20

C. Hakekat Belajar Gerak ... 25

D. Tahap Pembelajaran Gerak ... 26

1. Tahap Kognitif ... 26

2. Tahap Asosiatif ... 27

3. Tahap Otomatis ... 27

E. Ekstrakurikuler ... 27

F. Permainan Bulutangkis ... 29

1. Pengertian Bulutangkis ... 29

2. Pukulan Lob (Overhead Lob) ... 31

G. Teori Latihan ... 35

1. Pengertian Latihan... 35

2. Prinsip-prinsip Latihan ... 37

H. Kerangka pikir ... 41


(13)

C. Devinisi Operasional Variabel ... 46

D. Populasi dan Sampel ... 48

1. Populasi ... 48

2. Sampel ... 49

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 49

F. Program Latihan... 51

G. Teknik Analisis Data ... 51

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53

3. Uji t-tes ... 54

4. Uji Pengaruh ... 55

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Deskripsi data ... 56

B. Hasil Penelitian ... 57

1. Uji Instrumen ... 57

a. Uji Validitas Instrumen ... 57

b. Uji Reliabilitas ... 58

2. Uji Prasyarat... 58

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Homogenitas ... 59

3. Pengujian Hipotesis ... 60

a. Uji t Perbedaan ... 60

b. Uji t Pengaruh ... 61

B. Pembahasan ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA


(14)

Tabel Halaman

1. Paket Kegiatan Model Pembelajaran Berpasangan... 17

2. Paket Kegiatan Model Pembelajaran Perorangan ... 22

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 56

4. Uji Normalitas ... 58

5. Uji Homogenitas ... 60

6. Hasil Analisis Uji t Perbedaan ... 60


(15)

Gambar Halaman

1. Pukulan Lob (overhead Lob) ... 35

2. Hubungan Sebab Akibat Antara Model Pembelajaran Berpasangan dan Model Pembelajaran Perorangan ... 45

3. Rancangan Penelitian ... 45

4. Ordinal Pairing ... 45


(16)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sekolah pada hakikatnya merupakan lembaga pendidikan yang bertugas untuk membantu mengembangkan seluruh potensi anak didiknya, membekalinya dengan ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan agar kelak dapat bermanfaat bagi bangsa dan negaranya serta mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 Tahun 2003 menerangkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya. Pendidikan nasional bertujuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia berbudi pekerti luhur, memiliki keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk dapat merealisasikan tujuan pendidikan maka sekolah mengambil peranan penting dalam mengemban amanat tersebut. Salah satu upaya untuk mewujudkan kualitas manusia tersebut adalah melalui pendidikan jasmani.

Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran melalui aktifitas jasmani yang dilakukan secara sadar dan sistematis untuk memperoleh


(17)

pertumbuhan jasmani, kesehatan, dan pembentukan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Pendidikan jasmani merupakan fase dari program pendidikan

keseluruhan melalui pengalaman gerak memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif. Adapun materi pokok pendidikan jasmani itu sendiri diklasifikasikan menjadi enam aspek, yaitu: (1) Teknik/ keterampilan dasar permainan dan

olahraga, (2) Aktifitas pengembangan, (3) Uji diri/ senam, (4) Aktifitas ritmik, (5) Aquatik (aktifitas air), (6) Pendidikan luar kelas (outdoor).

Materi Pendidikan Jasmani pada Sekolah Menengah Atas (SMA), untuk aspek keterampilan olahraga termasuk diantaranya mempraktikkan keterampilan

permainan bulutangkis berdasarkan konsep gerak yang benar serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Permainan bulutangkis adalah olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang atau dua pasang yang saling berlawanan. Permainan ini bertujuan untuk memukul shuttlecock melewati net agar jatuh dibidang lapangan lawan yang sudah ditentukan dan mencegah lawan melakukan hal yang sama. Pada dasarnya permainan ini dimainkan dalam tempo cepat dan membutuhkan reflek gerak yang baik.

Beberapa teknik dasar bulutangkis yang dipelajari pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani seperti memegang raket, pukulan servis, pukulan forehand, pukulan backhand, pukulan dropshot, pukulan lob dan smash. Teknik-teknik dasar tersebut merupakan dasar untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik.


(18)

Dari beberapa teknik dasar yang dibutuhkan saat bermain bulutangkis, salah satu pukulan yang harus dikuasai ialah pukula lob. Pukulan lob adalah gerak dasar dalam permainan bulutangkis yang bertujuan untuk menerbangkan shuttlecock setinggi mungkin mengarah jauh ke belakang garis lapangan lawan. Pukulan lob itu sendiri merupakan keterampilan yang penting untuk dikuasai oleh pemain karena pukulan ini sangat efektif untuk memaksa lawan untuk kebelakang sehingga daerah pertahanan bagian depan terbuka, dan untuk mengecoh lawan serta merusak konsentrasi lawan. Pukulan lob juga sangat berperan dalam perolehan angka dalam permainan bulutangkis. Namun teknik- dasar tersebut tidaklah dapat secara khusus dilatih selama mata pelajaran Pendidikan Jasmani. Dengan terbatasnya alokasi waktu yaitu hanya 2 x 45 menit, maka untuk mempelajari teknik dasar yang lebih kompleks dalam permainan bulutangkis diperlukan waktu pengembangan diri di luar jam pelajaran yang lebih dikenal dengan istilah ekstrakurikuler. Dalam ekstrakurikuler siswa akan lebih diajarkan mengenai teknik-teknik dasar bermain bulutangkis yang baik. Untuk itulah peneliti mengambil sampel penelitian siswa yang mengikuti ekstrakurikuler bulutangkis, sehingga dapat diperbaiki teknik dasar yang memang belum dikuasai oleh siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung, kemampuan siswa dalam melakukan pukulan lob masih rendah. Dalam hal ini dapat dilihat dari masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan pukulan lob. Kenyataan ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang tidak dapat memukul dengan benar ketika sedang melakukan pukulan lob sehingga bola yang dipukul tidak dapat melewati net. Selain itu masih banyak siswa pada saat


(19)

melakukan lob hanya sampai ditengah lapangan sehingga memudahkan lawan untuk balik menyerang, dan tidak sedikit pukulan lob melebar jauh diluar garis lapangan.

Peneliti mengidentifikasi penyebab masih rendahnya kemampuan penguasaan gerak dasar lob adalah karena model pembelajaran yang digunakan masih kurang tepat. Guru perlu mengadakan perbaikan dalam menggunakan model

pembelajaran untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil pukulan lob yang kuat, akurat, dan bisa mendapatkan poin dalam bermain. Dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat akan berpengaruh pula terhadap keberhasilan atau pencapaian dari tujuan pembelajaran itu sendiri, karena dengan model

pembelajaran yang sesuai maka tingkat keberhasilan pembelajaran gerak akan mudah dikuasai oleh siswa. Untuk meningkatkan hasil keterampilan pukulan lob dapat dilatih dengan menggunakan model pembelajaran berpasangan dan

perorangan. Model pembelajaran berpasangan dan perorangan ini disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan

karakteristik siswa. Maka melalui model pembelajaran tersebut diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai gerak dasar dalam permainan bulutangkis terutama gerak dasar pukulan lob.

Dari kedua bentuk model pembelajaran tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga belum diketahui secara pasti bentuk model pembelajaran mana yang lebih berpengaruh dan baik hasilnya terhadap

peningkatan hasil pukulan lob bulutangkis. Oleh karena itu perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam, baik secara teoritis maupun praktik melalui eksperimen. Untuk mengetahui permasalahan tersebut, kedua bentuk model pembelajaran


(20)

tersebut di atas dapat diajarkan pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

”Pengaruh Model Pembelajaran Berpasangan dan Perorangan Terhadap Hasil Pukulan Lob Pada Siswa Ekstrakurikuler Bulutangkis Di SMA Negeri 5 Bandar Lampung”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan penguasaan gerak dasar lob siswa masih rendah.

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam latihan masih kurang tepat. 3. Belum digunakannya model pembelajaran berpasangan dan perorangan

dalam proses pembelajaran.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di uraikan di atas, untuk memudahkan penelitian perlu pembatasan yang berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka penelitian ini terbatas pada pengaruh model pembelajaran berpasangan dan perorangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa

ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

D.Rumusan Masalah


(21)

maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran berpasangan berpengaruh terhadap hasil pukulan lob pada siswa eksktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung?

2. Apakah model pembelajaran perorangan berpengaruh terhadap hasil pukulan lob pada siswa eksktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung?

3. Manakah yang lebih berpengaruh antara model pembelajaran berpasangan dan perorangan terhadap peningkatan hasil pukulan lob pada siswa

eksktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berpasangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa eksktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran perorangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa eksktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

3. Untuk mengetahui yang lebih berpengaruh antara model pembelajaran berpasangan dan perorangan terhadap hasil pukulan lob pada


(22)

F. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Peneliti

Melatih kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan model latihan tepat guna meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis.

2. Bagi siswa ekstrakurikuler bulutangkis

Sebagai bahan acuan dalam pembelajaran pukulan lob bulutangkis bagi siswa yang dijadikan objek penelitian.

3. Bagi pelatih maupun guru Pendidikan Jasmani

Sebagai bahan pertimbangan dan bahan acuan dalam mengelola proses pembelajaran pukulan lob dalam permainan bulutangkis.

4. Bagi Program Studi Penjaskes

Sebagai salah satu acuan dalam bahan pengkajian dan analisis Ilmu Biomekanik untuk diaplikasikan dalam praktik pembelajaran maupun kepelatihan olahraga prestasi, khususnya bulutangkis baik disekolah maupun Universitas.

G.Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Tempat penelitian ialah di Gedung Sumpah Pemuda (GSP) Way Halim. 2. Objek penelitian yang diamati adalah hasil pukulan lob dalam permainan

bulutangkis melalui model pembelajaran berpasangan dan perorangan. 3. Subjek yang diamati adalah siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA


(23)

H.Penjelasan Judul

1. Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:849) ialah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.

2. Model Pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:132) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merencanakan bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran berpasangan dan model pmbelajaran perorangan.

3. Pengertian Hasil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:391) adalah sesuatu yg diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha.

4. Pukulan lob (Overhead lob) menurut Syahri Alhusin (2007:41) ialah pukulan yang dilakukan dengan memukul shuttlecock dari atas kepala, posisinya dari belakang lapangan dan diarahkan keatas pada bagian belakang lapangan lawan.

5. Pengertian ekstrakurikuler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:291) yaitu suatu kegiatan yang berada diluar program yang tertulis didalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Hakekat Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Pendidikan di Indonesia baik di sekolah maupun di luar sekolah selalu mengarah kepada tujuan nasional, seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.”

Tujuan pendidikan nasional yang tercantum di atas dapat terwujud apabila tersedianya suatu perlakuan demi mendukung terwujudnya tujuan yang ingin dicapai. Khususnya pada upaya meningkatkan keterampilan peserta didik melalui pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari sistem

pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas,

emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan jasmani.


(25)

Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:9) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas (kemampuan). Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh

pebelajar. Jadi menurut pengertian diatas, berarti belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus (rangsangan) lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Belajar adalah suatu perubahan yang relatif pemanen dalam suatu

kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktik atau latihan. (Nana Sujana, 1991:5). Menurut Thorndike dalam Arma Abdullah dan Agus Manadji (1994: 162) belajar adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indera (stimulus) dan impuls untuk berbuat (respons). Ada tiga aspek

penting dalam belajar, yaitu hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum pengaruh.

a. Hukum kesiapan

Berarti bahwa individu akan belajar jauh lebih efektif dan cepat bila ia telah siap atau matang untuk belajar dan seandainya ada kebutuhan yang dirasakan. Ini berarti dalam aktivitas Pendidikan Jasmani guru


(26)

dilakukan oleh anak. Guru harus memberikan pemahaman mengapa manusia bergerak dan cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif sehingga kegiatan belajar akan memuaskan.

b. Hukum latihan

Jika seseorang ingin memperoleh hasil yang lebih baik, maka ia harus berlatih. Sebagai hasil dari latihan yang terus-menerus akan diperoleh kekuatan, tetapi sebagai hasil tidak berlatih akan memperoleh

kelemahan. Kegiatan belajar dalam pendidikan diperoleh dengan melakukan. Melakukan berulang-ulang tidak berarti mendapatkan kesegaran atau keterampilan yang lebih baik. Melalui pengulangan yang dilandasi dengan konsep yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan dan dilakukan secara teratur akan menghasilkan kemajuan dalam pencapaian tujuan yang dikehendaki. Ini berarti guru harus menerapkan latihan atau pengulangan dengan penambahan beban agar meningkatnya kesegaran jasmani anak, dengan memperhatikan pula fase pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Hukum pengaruh

Bahwa seseorang individu akan lebih mungkin untuk mengulangi pengalaman yang memuaskan daripada pengalaman-pengalaman yang mengganggu. Hukum ini seperti yang berlaku pada Pendidikan Jasmani mengandung arti bahwa setiap usaha seharusnya diupayakan untuk menyediakan situasi-situasi agar siswa mengalami keberhasilan serta mempunyai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Guru harus merencanakan model-model pembelajaran yang


(27)

menarik dan menyenangkan, akan lebih baik jika disesuaikan dengan fase pertumbuhan dan perkembangan anak, pada usia remaja, anak akan menyukai permainan, bermain dengan kelompok-kelompok dan

menunjukkan prestasinya sehingga mendapat pengakuan diri dari orang lain.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi. Perubahan itu berupa penguasaan, sikap dan cara berpikir yang bersifat menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman belajar. Kondisi internal belajar dengan eksternal belajar yang bersifat interaktif. Sehingga perlu pengaturan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki.

2. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Banyak teori dan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh para ahli antara satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dimyati dan Mudjiono (2009:42) membagi prinsip-prinsip belajar dalam 7 kategori, antara lain:

a. Perhatian dan motivasi

Menurut Gagne dan Berlin dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42) perhatian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Dalam teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Sedangkan motivasi juga mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah


(28)

tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktifitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudian pada mobil. b. Keaktifan

Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalamin sendiri. Belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. John Dewey dalam Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekadar pembimbing dan pengarah.

c. Keterlibatan Langsung/ Berpengalaman

Belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar

mengamati secara langsung tetapi ia harus mengahayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

d. Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh teori Psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya-daya mengamat,

menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya tersebut akan

mengembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih akan menjadi sempurna.


(29)

e. Tantangan

Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai tetapi selalu terdapat hambatan dengan mempelajari bahan ajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya dan tertantang untuk mempelajarinya.

f. Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama tekanan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apabila hasil yang diperoleh baik akan merupakan kebalikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar

selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan (Gagne dan Berlin dalam Dimyati dan Mudjiono 2009: 48)

g. Perbedaan Individual

Siswa merupakan individual yang unik. Artinya, tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang


(30)

lain. Perbedaan individual berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

B.Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:132) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),

merencanakan bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Menurut Burden dan Byrd dalam Juliantine dkk (2011:8) model

pembelajaran merupakan kerangka-kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Kemudian menurut Dedi Supriawan dan Benyamin S dalam Juliantine dkk (2011:9) model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pedekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu


(31)

termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa model pembelajaran merupakan pola langkah yang digunakan dan mekanisme untuk kegiatan pembelajaran juga sebagai acuan pelaku pendidikan agar tercapai tujuan yang ingin dicapai.

Memperhatikan beberapa pengertian model pembelajaran diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu cara atau pola yang akan dipilih oleh seorang pengajar yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam meningkatan hasil pukulan lob adalah model pembelajaran berpasangan dan perorangan. Model ini sangat sesuai untuk diterapkan dengan memperhatikan kondisi siswa, sifat materi/bahan ajar, fasilitas sarana dan prasarananya, serta guru itu sendiri dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2. Model Pembelajaran Berpasangan

Menurut Spencer Kagen (1993) model pembelajaran berpasangan adalah model pembelajaran yang juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian. Pemilihan model pembelajaran berpasangan juga disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga dengan model pembelajaran berpasangan ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai materi yang diberikan.


(32)

Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran berpasangan:

1) Kelebihan :

1. Dipandu belajar melalui bantuan rekan 2. Menciptakan saling kerjasama di antara siswa 3. Meningkatkan pemahaman konsep atau proses 4. Melatih berkomunikasi

2) Kekurangan :

1. Memerlukan banyak waktu

2. Memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap konsep untuk menjadi pelatih.

Mengenai model pembelajaran berpasangan dalam pembelajaran pukulan lob bulutangkis dapat dijelaskan seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Paket Kegiatan Model Pembelajaran Berpasangan (Adaptasi Roji, 2004:42).

No. Gambar Keterangan Gambar

1 “Latihan lempar tangkap bola

(shuttlecock).”

5,6 Meter

1. Siswa A melemparkan shuttlecock kepada siswa B dengan gerakan pukulan forehand.

2. Siswa B menangkap shuttlecock yang dilemparkan dari siswa A 3. Siswa B melempar kembali

shuttlecock kepada siswa A dan seterusnya.

2 “Latihan pukulan forehand

dan backhand berpasang 1

lawan1.”

1. Siswa A melakukan pukulan melambung kepada siswa B. 2.Siswa B melakukan

pengembalian B


(33)

6,3 meter

pukulan dengan gerakan pukulan dari atas kepala (overhead) kepada siswa A. 3. Siswa A kemali melakukan pengembalian pukulan dari

siswa B dan seterusnya.

3 “Latihan pukulan lurus dan

Menyilang berpasangan 2

lawan 2.”

1. Siswa A melakukan pukulan melambung kepada siswa B 2.Siswa B melakukan

pengembalian pukulan dari siswa A kemudian diarahkan kepada siswa C menyilang dengan pukulan overhead. 3.Siswa melakukan pengembalian

pukulan dari siswa B kemudian diarahkan kepada siswa D lurus dengan pukulan overhead. 4.Siswa D melakukan

pengembalian pukulan dari siswa C kemudian diarahkan kembali ke siswa A menyilang dengan pukulan overhead dan seterusnya.

4 “Latihan berpasangan

pukulan forehand dan backhand lurus dengan jarak

selebar lapangan”

1.Siswa A dan C melakukan pukulan melambung kepada siswa C dan D sesuai dengan pasangannya masing-masing. 2.Siswa C dan D melakukan

pengembalian pukulan dengan gerakan forehand/backhand

lurus kepada siswa A dan sesuai dengan pasangannya masing- masing dan seterusnya. Jarak jauhnya gerakan pukulan ini ditingkatkan hingga selebar lapangan.

5 “Latihan pukulan forehand

dan backhand menyilang dengan jarak selebar

lapangan.”

1.siswa A dan C melakukan pukulan melambung secara menyilang kepada siswa C dan D sesuai dengan pasangannya masing-masing.

2.Siswa C dan D melakukan pengembalian pukulan dengan B B D B C A A C A D


(34)

gerakan forehand/backhand menyilang selebar lapangan

kepada siswa A dan B sesuai dengan pasangannya masing- masing dan seterusnya.

6 “Latihan berpasangan 1

lawan 2 dengan 1

shuttlecock.”

1. Siswa A melakukan pukulan melambung yang diarahkan kepada siswa B dengan gerakan menyilang.

2.Siswa B melakukan

pengembalian pukulan kepada siswa A.

3. Siswa melanjutkan kembali pukulan yang diberikan oleh

siswa B kepada siswa C. 4.Siswa C kemudian

mengembalikan pukulan dari Siswa A dan di kembalikan lagi kepada siswa A dan seterusnya.

7 “Latihan pukulan forehand

backhand lurus berpasangan dengan 2 shuttlecock”

1.Siswa A dan C melakukan pukulan melambung kepada siswa C dan D sesuai dengan pasangannya masing-masing. 2. Siswa C dan D melakukan

pengembalian pukulan dengan gerakan forehand/backhand

lurus kepada siswa A dan B sesuai dengan pasangannya masing-masing dan seterusnya.

8 “Latihan pukulan forehand

backhand menyilang berpasangan dengan 2 bola shuttlecock.”

1.Siswa A dan C melakukan pukulan melambung secara menyilang kepada siswa C dan D sesuai dengan pasangannya masing-masing.

2. Siswa C dan D melakukan pengembalian pukulan dengan gerakan forehand/backhand menyilang selebar lapangan kepada siswa A dan B sesuai dengan pasanganny masing- masing dan seterusnya. B D A C B C A A A

C D

B

C B


(35)

Berdasarkan bentuk gerakannya latihan ini mempunyai keuntungan antara lain meningkatkan keterampilan gerak dasar pukulan, kekuatan, daya tahan, kelincahan dan meningkatkan ketepatan mengarahkan shuttlecock pada sasaran serta lebih mudah mengkoordinasikan gerakan pukulan lob antara kaki dan tangan pada saat memukul karena lebih banyak kontak dengan kock. Kelemahannya antara lain kemungkinan pukulannya tidak tepat pada pasangannya.

Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan ini mempunyai manfaat dalam permainan bulutangkis yaitu siswa dapat secara cepat memahami gerak dasar pukulan lob dan sasaran pukulan lob yang tepat dan baik dalam permainan sehingga siswa lebih antisipasi untuk melakukan gerakan selanjutnya dalam mematikan permainan lawan.

3. Model Pembelajaran Perorangan

Pembelajaran secara perorangan tampak pada prilaku atau kegiatan guru dalam mengajar yang menitikberatkan pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing siswa secara individu. Susunan suatu tujuan belajar didesain untuk belajar mandiri harus disesuaikan dengan karakteristik individual dan kebutuhan tiap siswa. Guru dapat melakukan variasi, bimbingan, dan menggunakan media pembelajaran dalam rangka memberikan sentuhan kebutuhan individual.

Syaiful Sagala (2012:185) mengungkapkan pada model pembelajaran secara individual, guru memberikan bantuan belajar kepada masing-masing pribadi


(36)

siswa sesuai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan. Guru akan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing individu siswa untuk dapat belajar sesuatu dengan kemampuan yang

dimiliki siswanya.

Kemudian menurut Achmad Paturusi (2012:125) model pembelajaran individu dikembangkan berdasarkan konsep belajar yang berpusat pada siswa, dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Siswa memperoleh kesempatan untuk belajar sesuai dengan masing-masing. Posisi guru dalam pembelajaran individual membantu siswa dalam membelajarkan siswa, membantu merencanakan kegiatan belajar siswa sesuai dengan kemampuan dan daya dukung yang dimiliki siswa. selain itu peran guru selanjutnya adalah sebagai penasehat atau pembimbing belajar, membantu siswa untuk mengadakan penilaian belajar dan kemajuan yang telah dicapainya. Guru mengorganisasikan kegiatan belajar yaitu mengatur dan memonitor kegiatan belajar siswa sejak awal sampai akhir schedul yang disepakati.

Guru membicarakan kepada siswa mengenai pelaksanaan pembelajarannya, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar, dan menentukan alokasi waktu atau kondisi secara individual ini menggunakan pendekatan yang terbuka antara guru dan siswa, yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar.


(37)

Mengenai pelaksanaan model pembelajaran perorangan dalam pembelajaran pukulan lob bulutangkis dapat dijelaskan seperti pada tabel berikut ini: Tabel 2. Paket Kegiatan Model Pembelajaran Perorangan (Adaptasi Herman

Tarigan, 2011:9 dan Tony Grice, 2007:47).

No. Gambar Keterangan Gambar

1 “Latihan Passing Ball.” Siswa berdiri pada bagian tengah

Batas lingkaran. Latihan dilakukan dengan meletakkan shuttlecock pada permukaan raket yang menghadap keatas. Siswa melakukan gerakan passing ball (melambungkan

shuttlecock) dengan gerakan pukulan forehand dan backhand secara

bergantian yang diarahkan keatas kepala. Latihan dilakukan tidak boleh keluar dari dalam lingkaran dengan ketinggian pukulan 5 meter diatas kepala. Setelah siswa dapat menguasai pukulan kemudian ketinggian pukulan ditingkatkan menjadi 8 meter.

2 “ Latihan memukul

Shuttlecock bergantung.” Pertama siswa menyiapkan shuttlecock bergantung yang diikatkan pada bambu. Ketinggian shuttlecock disesuaikan dengan jangkauan paling tinggi siswa. Kemudian siswa melakukan gerakan pukulan diatas kepala (overhead) dengan memperhatikan timming ketepatan antara jangkauan raket dengan tingginya shuttlecock.

3 “Latihan backhand dengan

Handuk.”

Latihan dilakukan dengan memegang ujung handuk dan melambungkan keatas dengan cara tekan rotasi yang kuat pada tangan yang dominan.


(38)

4 “Latihan pukulan dengan raket tenis.”

Siswa melakukan gerakan dasar pukulan forehand dan backhand ditempat tanpa bola dengan raket tenis sebagai pemberat.

5 “Latihan pukulan dengan

rally ke dinding.”

Siswa berdiri dengan jarak 1 meter didepan dinding dengan melakukan gerakan pukulan drive rally ke dinding.

6 “Latihan pukulan drive

danPassing Ball.” Pertama siswa berdiri menghadap ke dinding dengan jarak 2 meter dari dinding. Kemudian siswa melakukan gerakan passing ball (melambungkan shuttlecock) tinggi diatas kepala. Pada saat shuttlecock turun

kemudian siswa melakukan gerakan pukulan drive yang diarahkan

kedinding dengan kuat hingga shuttlecock memantul dekat dengan siswa. Selanjutnya siswa menyambut shuttlecock dengan kembali

melakukan passing ball dan pukulan drive, begitu seterusnya.


(39)

7 “Latihan melempar bola (Shuttlecock) hingga

melewati tali pembatas.”

6,5 meter

Siswa berdiri digaris belakang lapangan dengan menyiapkan sebanyak 12 shuttlecock bekas dan tali yang dibentangkan pada tiang setinggi net dengan jarak 6,5 meter dari garis belakang lapangan. Siswa melakukan gerakan melempar dari atas kepala (forehand overhead)yang mengarah pada tali. Gerakan

dilakukan sebanyak shuttlecock yang disiapkan.

8 “Latihan pukulan Passing

ball kemudian melambungkan shuttlecock hingga

melewati talipembatas”

9 meter

Siswa berdiri digaris belakang lapangan dengan menyiapkan sebanyak 12 shuttlecock bekas dan tali yang dibentangkan pada tiang setinggi 9 meter. Siswa melakukan gerakan passing ball, kemudian pada saat bola jatuh kebawah selanjutnya siswa melakukan pukulan overhead yang diarahkan melambung keatas melewati tali. Gerakan dilakukan sebanyak shuttlecock yang disiapkan.

Latihan dengan model pembelajaran perorangan memiliki keuntungan antara lain meningkatkan kekuatan dan ketepatan pukulan serta

memperoleh pukulan yang akurat. Kelemahannya antara lain siswa cepat lelah, gerak dasar yang jelek dan lambat mengakibatkan pukulan tidak tepat dan sasaran gerakan yang dinginkan tidak tercapai.

Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan ini mempunyai manfaat dalam permainan bulutangkis yaitu siswa dapat memahami secara jelas gerak dasar, maksud dan tujuan pukulan lob dalam permainan bulutangkis.


(40)

C.Hakekat Belajar Gerak

Keterampilan gerak adalah kemampuan melakukan gerakan secara efisien dan efektif. Keterampilan gerak diperoleh melalui proses belajar yaitu dengan cara memahami gerakan dan melakukan gerakan berulang-ulang yang disertai dengan kesadaran fikir akan benar atau tidaknya gerakan yang dilakukan. Semakin komplek pola gerak yang harus dilakukan semakin komplek pula koordinasi dan kontrol tubuh yang harus dilakukan, dan ini berarti makin sulit juga untuk dilakukan.

Menurut Rusli Lutan (1988:95) keterampilan gerak adalah gerak yang mengikuti pola atau gerak tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagian atau seluruh tubuh yang bisa dilakukan melalui proses belajar.

Semakin kompleks keterampilan gerak yang harus dilakukan, makin kompleks juga koordinasi dan kontrol tubuh yang harus dilakukan, dan ini berarti makin sulit juga untuk dilakukan.

Syarifudin (3:1997) mengatakan belajar gerak dapat diartikan sebagai rangkaian proses pembelajaran gerak yang dilakukan secara terencana, sistematik, dan sistemik untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti yang direncanakan.

Menurut Herman Tarigan (2010:15) bahwa belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh.


(41)

Kemudian menurut Schmidt dalam Lutan (1988:102) Belajar motorik adalah seperangkat proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan kearah perubahan permanen dalam perilaku gerak. Yang dipelajari dalam belajar gerak adalah pola-pola gerak mempelajari gerakan olahraga, seorang siswa berusaha untuk mengerti gerakan yang dipelajari kemudian apa yang dimengerti itu dikomandokan pada otot-otot tubuh untuk mewujudkan dalam gerakan tubuh secara keseluruhan atau hanya sebagian sesuai dengan pola gerakan yang dipelajari.

D.Tahap Pembelajaran Gerak

Dalam proses belajar gerak ada 3 tahap yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap sebelumnya adalah prasyarat untuk tahap berikutnya. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan maka tidak akan mencapai suatu keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai. Rusli Lutan (1988:305) mengemukakan bahwa belajar keterampilan gerak berlangsung melalui beberapa tahap yakni:

1. Tahap Kognitif

Pada tahap ini seseorang yang baru mulai mempelajari keterampilan motorik membutuhkan informasi bagaimana cara melaksanakan tugas gerak yang bersangkutan. Karena itu, pelaksanaan tugas gerak itu diawali dengan penerimaan informasi dan pembentukan pengertian, termasuk bagaimana penerapan informasi atau pengetahuan yang diperoleh. Pada


(42)

tahap ini gerakan seseorang masih nampak kaku, kurang terkoordinasi, kurang efisien, bahkan hasilnya tidak konsisten.

2. Tahap Asosiatif

Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektif cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan dia mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan. Akan nampak penampilan yang terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun semakin konsisten.

3. Tahap Otomatis

Pada tahap ini, keterampilan motorik yang dilakukannya dikerjakan secara otomatis. Pelaksanaan tugas gerak yang bersangkutan tak seberapa

terganggu oleh kegiatan lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, belajar gerak (motorik) merupakan perubahan perilaku motorik berupa keterampilan sebagai hasil dari latihan dan pengalaman yang mengantarkan ke arah perubahan permanen dalam prilaku terampil.

E.Ekstrakurikuler

Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pelaksanaan pendidikan tidak lepas dari kurikulum pendidikan yang bertujuan untuk merencanakan dan mengatur tujuan, isi dan bahan pengajaran guna tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam KTSP disebutkan bahwa


(43)

pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pengayaan dan perbaikan yang berkaitan dengan program ekstrakurikuler, kegiatan ini dapat dijadikan wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti kegiatan tersebut. Melalui

bimbingan dan pelatihan guru kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan dilaksanakan oleh siswa baik disekolah maupun diluar sekolah bertujuan agar siswa dapat memperkaya dan mengembangkan diri. Proses pengembangan diri ini dapat dilakukan dengan cara memperluas wawasan dan mendorong pembinaan sikap atau nilai-nilai.

Pengertian ekstrakurikuler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:291) yaitu suatu kegiatan yang berada diluar program yang tertulis didalam

kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa.

Kegiatan ektrakurikuler yang biasanya dihadirkan di sekolah adalah bentuk kegiatan yang masih berhubungan dengan kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan. Hal ini dikarenakan pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. (Depdiknas, 2006).


(44)

F. Permainan Bulutangkis 1. Pengertian Bulutangkis

Permainan bulutangkis adalah permainan yang bersifat individual atau perseorangan yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu atau dua orang melakukan dua orang. Permainan ini menggunakan raket sebagai alat pukul dan shuttlecock sebagai objek yang dipukul. Lapangan permainan yang berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan. Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha menyerang untuk

menjatuhkan shuttlecock didaerah permainan lawan dan bertahan.

Menurut Tony Grice (1999:1) Bulutangkis merupakan olahraga permainan yang cepat dan membutuhkan gerak reflek yang baik dan tingkat

kebugarannya yang tinggi.

Mirip dengan tenis, bulu tangkis bertujuan memukul bola permainan melewati jaring agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah

ditentukan dan berusaha mencegah lawan melakukan hal yang sama. Ada beberapa nomor yang dapat dipertandingkan dalam permainan bulutangkis, yaitu tunggal (single), ganda (double) dan ganda campuran (Mix double). Pelaksanaannya juga dapat berupa perseorangan atau beregu. Sejak 1

Februari 2006, seluruh nomor memakai sistem “pemenang dua dari tiga set” (best of three) yang masing-masing diraih dengan mencapai 21 poin secara rally point.


(45)

Untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik, terlebih dahulu seseorang memahami bagaimana cara bermain bulutangkis dan menguasai beberapa gerak dasar atau keterampilan dasar permainan ini. Menurut Herman Subarjah (2001:3) keterampilan dasar bulutangkis secara umum dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian, yaitu:

1) Cara memegang raket (Grip). Ada beberapa cara memegang raket yang lazim dilakukan orang diantaranya: (a). Cara pegangan

Western/Amerikan grip (geblek kasur), (b). Cara pegangan Inggris (Backhand Grip), (c). Cara pegangan shakeand grip, yaitu seperti pegangan orang berjabat tangan, dan (d). cara pegangan campuran (combination grip).

2) Sikap berdiri (Stance). Ada beberapa bentuk stance yang perlu diketahui dan dikuasai pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Stance pada saat servis, b) Stance pada saat menerima servis, dan c) Stance pada saat rally (permainan sedang berlangsung).

3) Gerak kaki (Footwork). Dalam permainan kaki berfungsi sebagai penyangga tubuh untuk menempatkan badan dalam posisi yang memungkinkan untuk melakukan gerakan pukulan yang efektif. Footwork adalah gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan agar memudahkan pemain dalam melakukan gerakan memukul shuttlekock sesuai dengan posisinya. 4) Pukulan (Strokes). Gerak dasar pukulan adalah cara-cara melakukan


(46)

shuttlecock ke lapangan lawan. Menurut Herman Subarjah (2001:11), gerak dasar pukulan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Pukulan dengan ayunan raket dari bawah/ Under arms Strokes. Terdiri dari: Servis tinggi/servis lob, Servis pendek, servis kedut (flick

service), under arms lob/mengangkat kok tinggi (defensif clear dan offensif clear).

b. Pukulan mendatar atau menyamping, terdiri dari: Offensif lob, Defensif lob, drive, dropshot, dan netting.

c. Pukulan dari atas kepala (Overhead Strokes) terdiri dari: overhead lob, overhead smash (pull smash dan cutting smash), chopped, dropshot, dan around the head.

2. Pukulan Lob (Overhead Lob)

Pukulan overhead merupakan jenis pukulan yang paling produktif untuk menambah angka atau point dibanding dengan kelompok pukulan yang secara mendatar atau drive maupun dengan cara ayunan raket dari bawah. Pukulan overhead merupakan aspek yang paling utama dari permainan sebab dari keempat pukulan dasar dalam permainan bulutangkis dapat dilakukan dari jenis pukulan ini seperti pukulan lob, drive, drop, smash. Dengan pukulan overhead pemain dapat digunakan untuk bertahan atau menyerang, untuk mengalihkan lawan kebagian belakang lapangannya, mendekati net, atau kearah samping.

Menurut Grice (1999:41), pukulan overhead (yang dilakukan diatas kepala) merupakan pukulan taktik yang paling penting dalam permainan


(47)

bulutangkis dilakukan dengan gerakan melempar sepenuhnya dari setengah sisi belakang lapangan.

Kemudian Subarjah (200:15) mengatakan pukulan overhead merupakan pukulan dari atas kepala bisa berbentuk lob, dropshot, smash dan pukulan melingkar kepala (around the head).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan pukulan overhead adalah jenis pukulan yang dilakukan dari atas kepala dengan gerakan melempar sepenuhnya dari setengah sisi belakang lapangan. Pukulan overhead merupakan pukulan yang penting dan produktif untuk menambah poin dalam permainan bulutangkis. Salah satu gerak dasar pukulan overhead dalam permainan yang produktif dan perlu dikuasai dalam permainan bulutangkis yaitu gerak dasar pukulan lob.

Pukulan lob dilakukan dengan memukul shuttlecock dari atas kepala, posisinya dari belakang lapangan dan diarahkan keatas pada bagian belakang lapangan lawan. Syahri Alhusin (2007:41).

Menurut Marta Dinata dan Herman Tarigan (15:2004) Pukulan lob berbentuk lob serang atau lob bertahan. Lob serang ditandai dengan lambungan kock yang tidak terlalu tinggi tetapi jatuh digaris belakang digunakan sebagai pukulan menyerang untuk memaksakanya bergerak cepat. Sedangkan lob bertahan dilakukan dengan cara melambungkan shuttlecock setinggi-tingginya, supaya pemain bisa memperbaiki posisi badannya, supaya pemain bisa memperbaiki posisi badannya sehingga


(48)

pukulan ini dapat dikatakan sebagai pukulan taktik pertahanan untk memulihkan keseimbangan.

Pukulan lob yang tinggi dan jauh diarena lawan serta jatuh secara vertikal, baik sekali untuk memaksanya mundur kebagian belakang arena. Lob dipukul tinggi dan jatuh kesuatu titik yang dipilih disebelah dalam garis belakang lapangan lawan. Johnson (1984:81). Dengan melakukan pukulan lob yang jauh diarena lawan, memiliki tujuan yaitu agar melelahkankan lawan sehingga pengembalian pukulan menjadi tinggi dan pendek di setengah sisi lapangan. Kondisi ini merupakan kesempatan untuk dapat melakukan pukulan menyerang akibat pola jalannya shuttlecock lob sangat efektif untuk memaksa lawan mundur jauh dari arenanya.

Pukulan lob lebih mengandalkan kekuatan dan kecepatan lengan serta lecutan pergelangan tangan. Posisi tubuh pada pukulan lob yaitu dengan posisi badan menyamping (vertikal) dengan arah net. Posisi kaki kanan berada di belakakng kaki kiri dan pada saat memukul kok, harus terjadi perpindahan beban badan dari kaki kanan ke kaki kiri. Posisi badan harus diupayakan selalu berada di belakang kok. Bola dipukul seperti gerakan melempar. Pada saat perkenaan kok, tangan harus lurus. Posisi akhir raket mengikuti arah kok, lalu dilepas, sedang raket jatuh di depan badan. Untuk menghasilkan pukulan yang sangat tajam maka diperlukan koordinasi antara gerakan badan, lengan dan pergelangan. Lecutkan pergelangan (raket) saat mengenai shuttlecock dan usahakan shuttlecock dipukul didepan badan


(49)

dalam posisi raket condong kedepan. Gerak dasar melakukan pukulan lob menurut Tonny Grice (1999:59) adalah sebagai berikut:

1) Fase Persiapan

1. Grip handshake atau pistol.

2. Kembali keposisi menunggu atau menerima.

3. Tahan tangan yang memegang raket diatas dengan kepala raket yang menghadap keatas.

4. Berat badan seimbang pada kedua kaki. 2) Fase Pelaksanaan

1. Raih bola dengan kaki yang dominan.

2. Putar dan balikkan badan kearah datangnya bola . 3. Pergelangan tangan pada posisi ditekukkan ke belakang.

4. Lakukan foreward swing untuk memukul bola setinggi mungkin. 5. Tekungkupkan tangan bagian bawah.

6. Kepala raket mengikuti gerakan. 3) Fase Follow-Through

1. Lanjutkan gerakan mengayun lurus dengan arah bola. 2. Lakukan ayunan kearah net.

3. Tangan yang memegang raket berputar.

4. Dorong tubuh kembali kebagian tengah lapangan. 5. Kembali kebagian tengah lapangan.


(50)

Gambar 1. Pukulan lob diadaptasi dari Marta Dinata dan Herman Tarigan (2004:15).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pukulan lob dilakukan dengan memukul shuttlecock dari atas kepala, posisinya dari belakang lapangan dan diarahkan keatas pada bagian belakang lapangan. Ada dua jenis pukulan lob yang digunakan yaitu lob bertahan ditandai dengan lambungan kock tinggi dan jauh kebagian garis belakang lapangan lawan bagian dalam digunakan sebagai pukulan taktik agar pemain bisa memperbaiki posisi badannya untk memulihkan keseimbangan. Kemudian jenis lob yang kedua adalah lob serang ditandai dengan lambungan kock yang tidak terlalu tinggi tapi tetapi jatuh digaris belakang digunakan sebagai pukulan menyerang untuk memaksakanya bergerak cepat.

G.Teori Latihan

1. Pengertian Latihan

Menurut Harsono (1988:101) latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih dan bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihannya atau pekerjaannya. Menurut


(51)

Russel R. Pate dkk (1993:317) latihan atau training adalah peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan. Dalam bidang olahraga tujuan akhir latihan adalah untuk meningkatkan penampilan olahraga.

Suatu latihan dapat efisien dan efektif bila pola-pola atau bentuk-bentuk latihannya disusun dengan baik, sesuai dengan tingkat kebutuhan atau kelemahan dari masing-masing siswa, sehingga siswa akan merasakan bahwa latihan yang baru dilaksanakan benar-benar bermanfaat untuk dirinya. Tentu saja sebelum pelatih terjun kelapangan, hendaknya sudah menyusun konsep, pola-pola apa saja yang akan diberikan dalam proses pelatihannya. Disamping memberi materi latihan yang bermanfaat

perhatikan juga prinsip-prinsip latihan yaitu sistematis, dilakukan berulang-ulang yang makin lama makin menambah jumlah beban latihannya. Tujuan latihan menurut Harsono (1988:99) adalah untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan dan prestasi agar semakin maksimal.

Selanjutnya Harsono (1988:100) menjelaskan ada empat aspek latihan yang dilatih secara seksama yaitu:

a. Latihan fisik (Physical training)

Latihan ditujukan untuk perkembangan fisik secara menyeluruh, karena olahraga sangat membutuhkan kondisi fisik yang prima.

b. Latihan Teknik (Technical Training)

Latihan untuk mempermahir teknik-teknik gerakan yang diperlukan pada saat bertanding, baik teknik yang telah ada atau mempelajari teknik baru.


(52)

c. Latihan taktik (Tactical Training)

Latihan untuk menumbuhkembangkan interprestasi atau daya tafsir siswa. Teknik-teknik gerakan dengan baik haruslah dituangkan dan diorganisir dalam pola-pola permainan, bentuk-bentuk dan formasi-formasi-formasi permainan serta strategi dan taktik pertahanan dan penyerangan sehingga berkembang menjadi satu kesatuan gerak yang sempurna. Dalam pola-pola permainan, bentuk-bentuk dan formasi-formasi permainan serta strategi dan taktik pertahanan dan penyerangan sehingga berkembang menjadi satu kesatuan gerak yang sempurna. d. Latihan Mental (Physcological Traning)

Latihan untuk mempertinggi efisiensi mental siswa, terutama bila siswa berada dalam posisi dan situasi stres yang kompleks. Tanpa memiliki mental yang bagus dapat dipastikan akan sulit mengatasi kondisi tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas maka latihan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kepelatihan untuk mencapai penguasaan keterampilan gerak dasar yang optimal melaui proses yang sistematis dari berlatih dan bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihannya yang memberikan pengaruh sendiri pada daya latihannya sendiri.

2. Prinsip-Prinsip Latihan

Selain memperhatikan aspek-aspek latihan, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip dasar latihan, dengan memahami prinsip-prinsip dasar


(53)

latihan diharapkan kegiatan latihan menjadi lebih bermanfaat dan jelas arah tujuannya. Ada beberapa prinsip latihan, Harsono (1988: 102)

mengemukakan sebagai berikut:

a. Prinsip Beban Lebih

Prinsip beban lebih merupakan prinsip yang paling mendasar dari proses berlatih, beban yang diberikan harus cukup berat dan diberikan secara berulang-ulang dengan intensitas latihan yang cukup tinggi, penambahan beban latihan harus dilaksanakan secara teratur. Peningkatan beban latihan yang terus menerus diistilahkan dengan progresifover loading, satu hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sistem latihan ini adalah jangan memberikan beban yang terlalu berat. Jadi selama beban kerja dan tantangan yang diterima masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu menekan, inilah makna sesunguhnya dari beban lebih atau overload.

b. Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral development didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interpedensi (saling

ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia dan antara proses-proses faaliah dengan psikologi. Harsono (1988:109). Dasar perkembangan multilateral, terutama perkembangan fisik merupakan salah satu syarat untuk memungkinkan tercapainya perkembangan fisik khusus dan penguasaan keterampilan yang


(54)

sempurna dari cabang olahraga. Metode latihan demikian merupakan pedoman dan dasar menuju spesialisasi dalam suatu cabang olahraga. c. Prinsip Spesialisasi

Apapun cabang olahraga yang ditekuni, tujuan serta motif atlet adalah untuk melakukan spesialisasi pada cabang olahraga tersebut, oleh karena hanya dengan spesialisasi atlet akan memperoleh sukses yang menonjol prestasinya.

d. Prinsip Intensitas Latihan

Banyak atlet yang enggan berlatih atau melakukan latihan yang berat yang melebihi batas rangsangnya, hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti dikemukakan Karvonnen dalam Harsono (1988:115) bahwa: (a) Rasa ketakutan bahwa latihan yang berat akan mengakibatkan kondisi-kondisi fisiologis yang abnormal yang akan menimbulkan cedera, (b) Kurangnya motivasi, (c) Karena memang tidak tahu bagaimana prinsip-prinsip latihan sebenarnya atau ada

kemungkinan karena kurangnya keberanian pelatih bertindak tegas kepada atlet.

Peserta didik harus dilatih melalui suatu program yang intensif yang dilandaskan pada prinsip beban lebih (overload principle) yang secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repitisi), serta kadar intensitas dari repitisi tersebut. Intensitas yang


(55)

kurang dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa Training Effect (Dampak/ Manfaat latihan).

e. Kualitas Latihan

Yang lebih penting daripada itensitas latihan, adalah mutu atau kualitas latihan yang diberikan oleh pelatih kepada atlet, setiap latihan haruslah berisi aturan-aturan yang bermanfaat dan yang lebih jelas arah serta tujuan dari latihan. Atlet harus merasakan bahwa apa yang diberikan oleh pelatih adalah memang berguna bagi dirinya, dan bahwa hari itu atlet telah belajar hal yang baru, kalau bukan bidang fisik, teknik atau taktik, dari segi mental atlet telah mendapatkan pengalaman baru yang dirasakan sebagai suatu yang penting dan berguna baginya.

f. Prinsip Variasi dalam Latihan

Latihan yang dilakukan dengan benar-benar biasanya menuntut banyak waktu dan tenaga bagi dan yang dikhawatirkan adalah akan muncul kebosan untuk berlatih. Untuk mencegah kebosanan hendaknya diterapkan variasi-variasi latihan dimana dibutuhkan kreatifitas pelatih misalnya bentuk permainan dengan bola, berenang lintas alam dan sebagainya. Variasi latihan dapat dari sifat latihan, lingkungan, grup dan waktu latihan.

g. Prinsip Lama Latihan

Seringnya terjadi kekeliruan dalam latihan yaitu kurangnya penambahan latihan yang sering kali hanya menekankan pada lamanya latihan, waktu


(56)

latihan sebaiknya adalah singkat akan tetapi berisi dan penuh dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat yang menunjang kegiatan prestasi yang diharapkan sehingga dalam melakukan latihan tidak dipandang siksaan karena waktu latihan yang berlangsung lama dan melelahkan tetapi hendaknya adalah pemanfaatan waktu sebaik-baiknya.

H.Kerangka Pikir

Dalam suatu kerangka pemikiran harus memuat suatu teori sebagai arahan untuk membimbing penelitian ini dalam memilih data yang relevan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis. Dalam mempelajari gerak keterampilan olahraga, anak akan berusaha untuk mengerti gerakan yang akan di pelajari, selanjutnya memberi perintah pada otot-otot tubuhnya untuk mewujudkan dalam gerakan yang sesuai dengan pola gerakan yang dipelajari. Dengan demikian belajar keterampilan gerak merupakan proses yang

berbentuk kegiatan mengamati, menirukan, berulang-ulang menerapkan pola gerak-gerak tertentu pada situasi yang dihadapi, dan juga dalam bentuk kegiatan-kegiatan menciptakan pola gerak baru untuk tujuan tertentu.

Selanjutnya Rusli Lutan (1988:95) mendefinisikan keterampilan gerak adalah gerak yang mengikuti pola atau gerak tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagian atau seluruh tubuh yang bisa dilakukan melalui proses belajar. Semakin kompleks keterampilan gerak yang harus dilakukan, makin kompleks juga koordinasi dan kontrol tubuh yang harus dilakukan, dan ini berarti makin sulit juga untuk dilakukan.


(57)

Kedua unsur psikis tersebut menjadi gaya penggerak dalam perubahan prilaku. Anak akan melakukan gerakan tertentu apabila mempunyai kemampuan untuk bergerak dan merasa perlu untuk melakukan gerakan.

Berdasarkan uraian di atas, menjadi jelas bahwa tujuan utama belajar keterampilan gerak adalah untuk meningkatkan keterampilan gerak yaitu perubahan prilaku yang bersifat psikomotor dan perubahan itu dapat ditafsirkan dalam perubahan penguasaan keterampilan gerak suatu cabang olahraga. Selain perubahan yang bersifat psikomotor perubahan itu juga bersifat kognitif dan afektif, karena selain itu berlatih pola gerak, adapun belajar memahami konsep dan peraturannya serta nilai-nilai yang terkandung di dalam cabang olahraga tersebut.

Maka dapat diketahui bahwa untuk dapat bermain bulutangkis dengan baik terlebih dahulu menguasai beberapa keterampilan bulutangkis, keterampilan taktis serta memiliki kebugaran jasmani yang baik.

I. Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani yaitu “hupo” (sementara) dan “thesis” (pernyataan atau teori) karena merupakan pernyataan sementara yang masih lemah keberadaannya, hipotesis dapat menjadi penuntun ke arah proses penelitian untuk menjelaskan permasalahan yang harus dicari pemecahannya. Kemudian para ahli menafsirkan arti hipotesis adalah sebagai dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih. Selanjutnya Suharsimi Arikunto


(58)

(2010:110) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho1: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran

berpasangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran berpasangan

terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

Ho2: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran perorangan

terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

Ha2: Ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran perorangan

terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung

Ho3: Model pembelajaran berpasangan memiliki pengaruh yg lebih signifikan

dibandingkan model pembelajaran perorangan terhadap peningkatan hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

Ha3: Model pembelajaran berpasangan tidak memiliki pengaruh yg lebih

signifikan dibandingkan model pembelajaran perorangan terhadap peningkatan hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.


(59)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2010:3) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen komparatif atau eksperimen semu, karena didalam kedua perlakuan ini tidak ada kontrol.

Pendapat Aswarni yang dikutip Arikunto (2010:236) menyebutkan bahwa metode komparatif akan menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.

B. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010:159) variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu: model pembelajaran berpasangan (X1), model pembelajaran perorangan (X2)


(60)

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil pukulan lob dalam pembelajaran bulutangkis (Y).

Hubungan antara kedua variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Hubungan sebab akibat antara model pembelajaran berpasangan dan perorangan.

Keterangan : X1 : Model pembelajaran berpasangan. X2 : Model pembelajaran perorangan.

Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pretest-posttest desain eksperimen seperti dalam tabel sebagai berikut :

P S Pretest

Gambar 3: Rancangan Penelitian

Y X1

X2

OP

K1

K2

Post test Treatment A


(61)

Keterangan:

P : Populasi

S : Sampel

Pretest : Tes awal pukulan lob OP : Ordinal Pairing

K1 : Model pembelajaran berpasangan K2 : Model pembelajaran perorangan

Treatment A : Pukulan lob dengan model pembelajaran berapsangan Treatment B : Pukulan lob dengan model pembelajaran perorangan Posttest : Tes akhir pukulan lob

Pembagian kelompok eksperimen berpasangan dan kelompok eksperimen perorangan didasarkan pada hasil rangking pada tes awal. Adapun pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordinal pairing sebagai berikut :

Keterangan:

A = Kelompok eksperimen B = Kelompok kontrol

1,2,3 dst = Rangking (hasil tes awal) OP = Ordinal pairing

Gambar 4. Skema Pembagian Kelompok dengan Cara Ordinal Pairing.

C. Definisi Operasional Variabel

1. Pembelajaran pukulan lob melalui model pembelajaran berpasangan dan perorangan dalam menyamakan persepsi mengenai variabel-variabel yang


(62)

diukur dalam penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian, maka perlu dipaparkan dalam definisi operasional sebagai berikut:

Menurut Spencer Kagen (1993) model pembelajaran berpasangan adalah model pembelajaran yang juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian. Pemilihan model pembelajaran berpasangan juga disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga dengan model pembelajaran berpasangan ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai materi yang diberikan.

Menurut Syaiful Sagala (2012:185) pada model pembelajaran secara

individual, guru memberikan bantuan belajar kepada masing-masing pribadi siswa sesuai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan. Guru akan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing individu siswa untuk dapat belajar sesuatu dengan kemampuan yang

dimiliki siswanya. Kemudian menurut Achmad Paturusi (2012:125) model pembelajaran individu dikembangkan berdasarkan konsep belajar yang berpusat pada siswa, dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebututhan seseorang. Siswa memperoleh kesempatan untuk belajar sesuai dengan masing-masing.

Dengan model pembelajaran tersebut diharapkan kian hari kian

meningkatkan beban latihannya untuk mencapai prestasi yang maksimal. latihan ini menekankan pada persiapan, kecepatan, konsentrasi, kordinasi, kekuatan, ketepatan, konsistensi, daya tahan, kelincahan dan kesabaran.


(63)

2. Pukulan lob

Pukulan lob (Overhead lob) menurut Syahri Alhusin (2007:41) ialah pukulan yang dilakukan dengan memukul shuttlecock dari atas kepala, posisinya dari belakang lapangan dan diarahkan keatas pada bagian belakang lapangan lawan.Menurut Marta Dinata dan Herman Tarigan (15:2004) Pukulan lob berbentuk lob serang atau lob bertahan. Lob serang ditandai dengan lambungan kock yang tidak terlalu tinggi tetapi jatuh digaris belakang digunakan sebagai pukulan menyerang untuk

memaksakanya bergerak cepat. Sedangkan lob bertahan dilakukan dengan cara melambungkan shuttlecock setinggi-tingginya, supaya pemain bisa memperbaiki posisi badannya, supaya pemain bisa memperbaiki posisi badannya sehingga pukulan ini dapat dikatakan sebagai pukulan taktik pertahanan untk memulihkan keseimbangan.

D.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan sumber data yang sangat penting karena tanpa kehadiran populasi penelitian tidak akan berarti serta tidak mungkin terlaksana. Menurut Arikunto (2010:173) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dari pengertian tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang tergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 7 siswa putri dan 21 siswa putra.


(64)

2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh objek yang akan menjadi bahan penelitian. Dalam suatu proses penelitian, tidak perlu seluruh populasi diteliti. Arikunto (2010:174) menjelaskan, untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitian ini disebut penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Sampel dalam penelitian ini yaitu 28 siswa dengan teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan ordinal pairing.

E. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tes. Fench Stalter Badminton Test dalam Nurhasan dan Hasanudin Cholil (2007:235)

menjelaskan tes adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pre test dan post test. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan adaptasi dari pendapat Fench Stalter Badminton Test dalam Nurhasan dan Hasanudin Cholil (2007:235), yaitu Clear Test. Tujuan dari tes ini yaitu untuk mengetahui kekuatan pukulan lob.

Adapun prosedur pelaksanaan tes tersebut adalah:

1. Alat yang digunakan antara lain: lapangan bulutangkis, raket, net, shuttlecock, tali plastik, dan formulir pencatat hasil lengkap dengan alat tulis yang dibutuhkan.


(65)

2. Petugas terdiri dari 3 orang yaitu tester/pengumpan, pencatat skor, dan penjaga garis.

4

198cm 231cm 105cm 60cm 75cm 60cm

Gambar 5: Lapangan Clear Test untuk pelaksanaan tes pukulan lob diadaptasi dari Nurhasan dan Hasanudin Cholil (2007:235). Keterangan:

X : Testee

A : Tester (Pengumpan)

0, 2, 4, 5, 3 : Skor yang akan diperoleh oleh testee Y : Posisi berdiri Testee

: Net (155cm)

: Tinggi tali pembatas (2,45 meter) : Tali pembatas antara skor

Pada jarak 4,29 meter dari net dibentangkan tali setinggi 2,45 meter sejajar dengan net. Pada daerah service lapangan sebelahnya dibuat tanda Y sebagai tempat testee memulai mencoba dan tanda X sebagai tempat melakukan pukulan. Seorang pengumpan (A) memberikan shutllecock yang mudah dengan service yang diarahkan ke daerah lapangan Testee dan testee memukul

Y

A

1 2 3 5 4 X

x


(66)

shutllecock melewati net dan tali pembatas untuk di arahkan pada daerah sasaran. Jika teste tidak bisa meraih service dengan baik, percobaan dapat diulangi. Testee memperoleh kesempatan 20 kali memukul shutllecock. Nilai testee adalah jumlah skor yang diperoleh dari 20 kali melakukan

pukulan.Shutllecock yang jatuh pada garis batas skor dianggap masuk ke daerah yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Untuk shutllecock yang liar dari pengumpan boleh tidak dipukul oleh testee, tetapi jika dipukul maka dihitung sebagai satu kali pukulan. Tes ini cukup tinggi objektivitasnya, penilaian dilakukan dengan merobah skor kedalam nilai skala.

F. Program Latihan

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1 minggu (total 18 kali pertemuan). Kelompok model pembelajaran berpasangan dilaksanakan setiap hari Selasa, Jumat, dan Minggu pada pukul 16.00 sampai pukul 18.00. Kemudian untuk kelompok model pembelajaran perorangan dilaksanakan setiap hari Jumat dan Minggu pukul 14.00 sampai 16.00 dan pukul 16.00 sampai 18.00 pada hari Rabu. Kelompok model

pembelajaran berpasangan diberikan latihan dalam bentuk formasi berpasangan pada setiap pertemuannya (seperti pada lampiran), dan untuk kelompok model pembelajaran perorangan diberikan latihan dalam bentuk individu (seperti pada lampiran).

G. Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis adalah data dari hasil tes awal dan akhir. Menghitung hasil tes awal dan akhir dengan model pembelajaran berpasangan dan perorangan


(67)

terhadap hasil pukulan lob menggunakan teknik analisa data uji t. Adapun syarat dalam menggunakan uji t adalah :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk melihat apakah data penelitian yang diperoleh mempunyai distribusi atau sebaran normal atau tidak. Untuk pengujian normalitas ini adalah menggunakan uji Liliefors. Langkah pengujiannya mengikuti prosedur Sudjana (1992:266) yaitu :

a. Pengamatan X1, X2, …, Xn dijadikan bilangan baku

Z1, Z2,…, Zn dengan menggunakan rumus Z1 =    1 x Keterangan : Z : Skor baku xi : Row skor

µ : Rata-rata

σ : Simpangan baku

b. Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal baku. Kemudian di hitung peluang F(Zi)P(ZZi)

c. Selanjutnya dihitung Z1,Z2,...,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi kalau proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi)maka

n Z yang Z Z Z banyaknya Z

S n i

i

 .. , ,..., ...

)

( 1 2

d. Hitung selisih F(Zi)S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya. e. Ambil harga paling besar di antara harga mutlak selisih tersebut.


(1)

54

3. Uji t-tes

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antar kedua kelompok sample maka analisis yang digunakan dapat di

kemukan beberapa alternatif :

a) Data berdistribusi normal dan kedua kelompok mempunyai varians yang homogen (

1

2 ) maka uji t- tes yang dipergunakan untuk menguji hipotesis penelitian seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (1992) sebagai berikut :

t hitung =

2 1 2 1 1 1 . n n

g a b

   

2

.

)

1

(

.

)

1

(

2 1 2 2 2 2 1 1

n

n

n

n

gab

Keterangan :

µ1: Rerata kelompok eksperimen A

µ2: Rerata kelompok eksperimen B

σ1: Simpangan baku kelompok eksperimen A

σ2: Simpangan baku kelompok eksperimen B

1

n : Jumlah sampel kelompok eksperimen A 2

n : Jumlah sampel kelompok eksperimen B

b) Salah satu data berdistribusi normal dan data lain yang tidak berdistribusi

normal (σ ≠ σ) kedua kelompok sampel yang mempunyai varians yang

homogen atau tidak homogen maka rumus yang digunakan menurut Sudjana (1992:241) yaitu:


(2)

Keterangan :

µ1: Rerata kelompok eksperimen A

µ2: Rerata kelompok eksperimen B

σ1: Simpangan baku kelompok eksperimen A

σ2: Simpangan baku kelompok eksperimen B

1

n : Jumlah sampel kelompok eksperimen A 2

n : Jumlah sampel kelompok eksperimen B

4. Uji Pengaruh

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok, maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan berdasarkan alternatif. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran maka menurut Sudjana (2005:242) dapat digunakan rumus uji pengaruh sebagai berikut:

thitung =

n SB

B

Keterangan :

B : Rata-rata Selisih antara post tes-pre test

SB : Simpangan baku Selisih antara post tes – pre test n : akar dari jumlah sampel kelompok eksperimen.


(3)

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran berpasangan terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

2. Ada pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran perorangan

terhadap hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

3. Model pembelajaran berpasangan memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan model pembelajaran perorangan terhadap peningkatan hasil pukulan lob pada siswa ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

B.Saran

1. Peneliti dapat melatih kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang tepat guna meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis, khususnya pukulan lob.


(4)

pertimbangan dan bahan acuan dalam mengelola proses pembelajaran pukulan lob dalam permainan bulutangkis.

4. Bagi Program Studi Penjaskes menjadi alah satu acuan dalam bahan pengkajian untuk diaplikasikan dalam praktik pembelajaran maupun kepelatihan olahraga prestasi, khususnya bulutangkis baik disekolah maupun Universitas.


(5)

66

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, Syahri. 2007. Gemar Bermain Bulutangkis. CV Seti-Aji.Sarakarta. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. PT

Rineka Cipta. Jakarta.

Depdiknas, 2003. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Dinata, Marta dan Herman Tarigan. 2004. Bulu tangkis. Cerdas Jaya. Jakarta. Grice, Tonny. 1999. Bulutangkis Petinjuk Praktik dan Untuk Pemula Lanjutan.

PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam Coaching. CV Tambak Kusuma.Jakarta.

Johnson. 1984. Bimbingan Bermain Bulutangkis. PT Mitra Sumber Widya. Jakarta.

Juliantine, Tite dkk. 2011. Model-model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. FPOK UPI. Bandung.

Kagen, Spencer. 1993. http://www.sriudin.com/2012/01/model-pembelajaran-pair-check.html. Diposting tanggal 12 Januari 2013.

Lampung, Universitas. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Lutan, Rusli. 1988. Belajar Keterampilan dan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud. Dirjendikti.Jakarta.

Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani: Prinsip-prinsip dan penerapannya. Dirjen OR Depdiknas. Jakarta.


(6)

Paturusi, Achmad. 2012. Manajemen Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Rineka Cipta. Jakarta.

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung.

Roji. 2004. Pendidikan Jasmani untuk SMP Kurikulum Berbasis Kompetensi. Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Megembangkan Profesionalisme

Guru. Rajawali Pers. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Subarjah, Herman. 2001. Konsep dan Metode Pembelajaran Pendekatan Taktis

dalam Pembelajaran Bulutangkis. Direktorat Jenderal Olahraga. Depdiknas. Jakarta.

Sudjana. 1992. Metode Statistika.Tarsito. Bandung. ---. 2002. Metode Statistika.Tarsito. Bandung. ---. 2005. Metode Statistika.Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Syarifudin. 1997. Pkok-pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Depdikbud. Jakarta.

Tarigan, Herman. 2010. Materi Pokok belajar Motorik. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

---. 2011. Jurnal Pendidikan Progresif. Unit Database dan Publikasi ilmiah FKIP Universitas Lampung Kerjasama dengan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Efektifitas Model Pembelajaran Passing Ball terhadap Kecakapan Pengembalian Smash Bulutangkis. Bandar Lampung. Tim Penyusun Kamus Bahasa Pusat. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL RETURN BERPASANGAN TERHADAP HASIL PUKULAN DROPSHOOT DAN PUKULAN LOB PADA ATLET PB. SRIKANDI BANDAR LAMPUNG

0 8 89

PEMBELAJARAN GERAK TARI BEDANA PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SISWA DI SMA NEGERI 15 BANDAR LAMPUNG

1 9 72

Perbedaan Latihan Pukulan Lob Berpola dan Latihan Pukulan Lob Bebas Tidak Berpola terhadap Hasil Pukulan Lob dalam Permainan Bulutangkis pada Atlet PB. Pendowo Semarang Tahun 2008

0 4 83

PEMBELAJARAN GERAK TARI BEDANA PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SISWA DI SMA NEGERI 15 BANDAR LAMPUNG

0 8 70

Pengaruh Latihan Pukulan Overhead Lob dengan Pola Mengumpan dan Pola Bergantian Terhadap Hasil Pukulan Overhead Lob Pada Pemain Bulutangkis Putra Usia 11 13 Tahun PB. Pendowo Semarang Tahun 2011

0 70 97

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PUKULAN LOB (CLEAR) DALAM PEMBELAJARAN BULUTANGKIS.

1 6 14

PENGARUH PEMBELAJARAN, HABITUASI, DAN EKSTRAKURIKULER TERHADAP PENGEMBANGAN CIVIC DISPOSITION SISWA DI SMA NEGERI SE-KOTA BANDAR LAMPUNG.

0 3 16

KEMAMPUAN DASAR PUKULAN SERVIS PANJANG DAN LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS PADA SISWA PUTRA SMP NEGERI 3 GOMBONG KEBUMEN YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS.

0 2 65

PENGARUH LATIHAN PUKULAN LOB METODE DRILL 30 PUKULAN LANGSUNG DAN 2 KALI 15 PUKULAN TERHADAP KETEPATAN PUKULAN LOB DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS PADA PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP NEGERI 2 NGAGLIK KABUPATEN SLEMAN.

0 0 92

KETEPATAN PUKULAN SMASH BULUTANGKIS PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS PUTRA DI SMP NEGERI 13 YOGYAKARTA.

0 0 65