PERBANDINGAN KECEPATAN WAKTU MOLTING KEPITING BAKAU (Scylla serrata) JANTAN DAN BETINA DENGAN PEMBERIAN PAKAN PELLET

PERBANDINGAN KECEPATAN WAKTU MOLTING
KEPITING BAKAU (Scylla serrata) JANTAN DAN BETINA
DENGAN PEMBERIAN PAKAN PELLET
Oleh
Suci Wulan Pawhestri
ABSTRAK

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perairan yang bernilai ekonomis dan bergizi
tinggi. Berkaitan dengan nilai ekonomis yang dimiliki kepiting bakau tersebut menarik perhatian
para petambak untuk membudidayakan kepiting bakau. Salah satunya adalah pembesaran
kepiting cangkang lunak atau kepiting soka. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembesaran
kepiting soka adalah waktu molting yang dapat ditentukan melalui konsumsi pakan yang
diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu molting antara kepiting bakau jantan
dan betina dengan pemberian pellet sebagai pakan buatan.
Penelitian ini dimulai pada tanggal 21 Oktober 2010 dan berakhir pada tanggal 19 Januari 2011.
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah panjang dan lebar karapas, berat tubuh, serta
data penunjang yaitu kualitas air tambak yang meliputi suhu, salinitas, pH, dan DO.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung dan lahan bekas tambak udang Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin ,
Pesawaran. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 ulangan dimana sub

sampel sebagai pengulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepiting
jantan dan kepiting betina yaitu dengan membandingkan laju pertumbuhan kepiting jantan dan
betina yang dipelihara dalam keranjang soliter. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji
T pada taraf =5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan berat tubuh terhadap waktu molting
menunjukkan korelasi yang rendah dengan nilai korelasi sebesar 0,232. Rerata hasil pengamatan
pada ulangan individu sub sampel betina selama pemeliharaan mempunyai pertambahan berat
sebesar 61,67 gram, panjang karapas sebesar 1,08 cm, lebar karapas sebesar 1,15 cm, dan waktu
molting selama 42,83 hari. Pada sub sampel jantan mempunyai pertambahan berat sebesar 48,2
gram, panjang karapas sebesar 1,2 cm, lebar karapas sebesar 1,15 cm dan waktu molting selama
42 hari dengan waktu pemeliharaan selama 91 hari.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa waktu molting kepiting bakau jantan lebih cepat
dibanding kepiting bakau betina. Pada pengukuran kualitas air didapatkan rerata DO sebesar 4,9
ppm, dan pH sebesar 7,98 serta rerata suhu sebesar 28,92°C. Untuk hasil pengukuran kualitas air
masih layak sebagai media pemeliharaan kepiting karena memenuhi baku mutu budidaya biota
laut.
Kata kunci : Kepiting soka, molting, pellet

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.

Pada pembesaran kepiting bakau dengan pemberian pakan pellet, waktu molting jantan lebih
cepat dibandingkan dengan waktu molting betina tetapi
0,05.

2.

Kepiting bakau jantan lebih cepat molting dibandingkan betina pada upaya pembesaran
kepiting bakau.

3.

Pada perlakuan individu jantan dan individu betina rerata pertambahan berat tubuh dan
waktu molting memiliki nilai korelasi yang rendah yaitu 0.232.

4.

Hasil pengukuran kualitas air masih memenuhi baku mutu budidaya biota laut.


I. PENDAHULUAN

A.

Latar belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar
dan pulau kecil, serta garis pantai sepanjang 81.000 km yang didalamnya terdapat sekitar
4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan
perairan tawar yang merupakan indikasi bahwa Negara Indonesia memiliki sumberdaya
perikanan yang cukup potensial dan prospektif. Dengan adanya kawasan ini di seluruh
wilayah pantai nusantara menjadikan Negara Indonesia sebagai pengekspor kepiting bakau
yang cukup besar dibandingkan dengan pengekspor lainnya (Kanna, 2002).

Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak digemari
masyarakat Indonesia karena rasa dagingnya yang gurih dan gizi yang tinggi. Setiap 100
gram daging kepiting mengandung protein sebesar 13,6 gram, lemak 3,8 gram, hidrat
arang 14,1 gram, dan air sebanyak 68,1 gram (Kordi, 1997). Daging kepiting mengandung
nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kolesterol, kepiting
rendah kandungan lemak jenuh, sumber vitamin B12, zat besi, serta selenium. Selenium

diketahui dapat mencegah kanker dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
bakteri maupun virus.

Bukan hanya dagingnya yang memiliki nilai komersil, kulitnya pun dapat dimanfaatkan.
Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber kitin, chitosan, dan

karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik,
pangan, dan lain-lain (Kurnain, 2008)

Berkaitan dengan nilai ekonomis yang dimiliki kepiting bakau tersebut menarik perhatian
para petambak untuk membudidayakan kepiting bakau.
Salah satu upaya budidaya yang dilakukan oleh para petambak adalah budidaya kepiting
cangkang lunak atau kepiting soka. Upaya ini giat dilakukan akhir-akhir ini mengingat
permintaan pasar yang mulai meningkat untuk kepiting soka.

B.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan kecepatan waktu molting pada kepiting bakau (Scylla serrata)

jantan dan betina dengan pemberian pakan pellet
2. Mengetahui jenis kelamin yang paling cepat molting dalam upaya pembesaran kepiting
bakau

C.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
perbedaan kecepatan molting pada kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina
dengan pemberian pakan pellet, agar dapat dijadikan alternatif pemberian pakan bagi para
petambak terutama dalam upaya pembudidayaan kepiting soka.

D.

Kerangka Pemikiran
Kepiting bakau (Scylla serrata) banyak ditemukan di daerah ekosistem mangrove atau
hutan bakau. Kepiting bakau merupakan komoditas perikanan yang sangat penting dalam
menunjang perekonomian Indonesia.

Dari segi penyumbang perolehan devisa, kepiting juga mempunyai rekor yang baik dan

selama ini menempati posisi ketiga setelah udang dan tuna. Nilai ekspornya pada tahun
2007 mencapai US$ 179 juta dan selama Januari- September 2008 nilainya telah mencapai
178 US$. Dengan semakin majunya tingkat pengolahan kepiting, kini tersedia beberapa
bentuk olahan yang menarik dan praktis seperti kepiting soka atau kepiting cangkang
lunak.

Permintaan kepiting soka terus melonjak meski harganya cukup tinggi. Harga per kilonya
bisa mencapai sekitar Rp 60 ribu. Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi.
Di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40 U$
sedangkan LB dihargai 6.10 U$

9.70 U$ per kg

9.00 U$ per kg. Ukuran >1000 g (super crab) harganya

10.5 U$ per kg.

Berdasarkan peluang usaha tersebut maka jumlah penangkapan kepiting semakin
meningkat baik yang merupakan ukuran konsumsi maupun ukuran kecil yang umumnya
digunakan untuk budidaya. Untuk itu perlu dilakukan upaya budidaya yang terkendali.


Salah satu upaya budidaya kepiting bakau yang sangat potensial adalah produksi kepiting
soka atau kepiting cangkang lunak. Selain harganya yang lebih menjanjikan, budidaya ini

juga beresiko kecil terhadap kematian. Kepiting dengan postur tubuh yang kokoh dengan
capit kuat memiliki sifat pemangsa yang ganas. Hal ini menjadi faktor pembatas dalam
usaha pembudidayaannya. Kuatnya sifat saling memangsa atau kanibalisme tersebut
ditunjang oleh tabiat kepiting yang harus ganti kulit (molting) pada saat mengalami
pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam budidaya kepiting soka dapat dilakukan dengan
menggunakan keranjang soliter.

Faktor yang mempengaruhi molting antara lain kondisi lingkungan, gejala pasang saat
bulan purnama dan terjadi penurunan volume air atau surut. Selain faktor lingkungan,
faktor jenis kelamin juga berpengaruh terhadap waktu molting. Kepiting bakau jantan
relatif lebih singkat untuk mencapai tahap ganti kulit, sedangkan kepiting bakau betina
mencapai tahap ganti kulit yang relatif lama. Hal ini disebabkan keagresifan jantan mampu
mempersingkat waktu ganti kulit.

Pemberian pakan dalam budidaya kepiting soka umumnya berupa ikan rucah yang mudah
didapatkan dan harganya relatif murah yaitu Rp.5000 per kg. Akan tetapi, kondisi perairan

yang tidak menentu tidak dapat menjanjikan pakan alami ini selalu tersedia di alam.
Sebagai alternatif, pakan buatan dapat menjadi solusi pemberian pakan, seperti pellet
kering maupun pellet basah. Dalam hal budidaya ini, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah faktor biologis, pakan, dan kondisi pemeliharaan.

E.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1.

Terdapat korelasi antara pertambahan berat tubuh kepiting bakau dengan kecepatan
molting.

2.

Kepiting bakau betina lebih cepat waktu molting dibanding kepiting bakau jantan.