PENGARUH PENGGUNAAN KEMENYAN (Styrax benzoin dryand) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)

(1)

ABSTRACT

THE USE OF Styrax benzoin dryand EXTRACTS AS INHIBITOR OF CALCIUM SULPHATE (CaSO4) SCALE FORMATION

By Suparwaty

The crust has become a serious problem in the industrial sector, especially the oil and gas industry. Therefore, in this study has been the addition of inhibitors benzoin (kemenyan) to reduce the negative impacts caused by the crust. This research has been conducted addition of inhibitors to the crust of calcium sulfate (CaSO4) using the method of adding seed crystals (seeded experiment) on CaSO4 concentrations of 0.050 M as well as variations of inhibitors by 250 ppm. Based on analysis using Scanning Electron Microscopy (SEM) showed that CaSO4 crystal size with the addition of inhibitors is smalle than without the addition of inhibitors. CaSO4 more fragile than without the addition of inhibitors. The analysis using

Particle Size Analyzer (PSA) showed that the particle size distribution crust (CaSO4) lower with the addition of inhibitors and as well as analysis of the crystal structure by X-Ray CaSO4

Difraction (XRD) showed differences in intensity with the addition of inhibitors. The usage of Styrax benzoin Dryand (kemenyan) with concentration of 250 ppm could inhibit CaSO4 0.050 M crystal growth with seeded experiment method of 45.60 %.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN KEMENYAN (Styrax benzoin dryand) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN

KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)

Oleh Suparwaty

Kerak telah menjadi masalah yang cukup serius di bidang industri, terutama industri minyak dan gas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor kemenyan (Styrax benzoin dryand) untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerak tersebut. Pada penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor terhadap kerak kalsium sulfat (CaSO4) dengan menggunakan metode penambahan bibit kristal (seeded experiment) pada konsentrasi CaSO4 sebesar 0,050 M serta variasi inhibitor sebesar 250 ppm. Analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa morfologi pemukaan kerak CaSO4 dengan penambahan inhibitor memiliki ukuran yang lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan tanpa penambahan inhibitor. Analisis menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaSO4 menjadi lebih kecil dengan adanya penambahan inhibitor dan analisis struktur kristal CaSO4 dengan

X-Ray Difraction (XRD) menunjukkan perbedaan intensitas dengan penambahan inhibitor. Penggunaan kemenyan dengan konsentrasi 250 ppm mampu menghambat pertumbuhan kristal CaSO4 0,050 M dengan metode seeded experiment sebesar 45,60 %.


(3)

PENGARUH PENGGUNAAN KEMENYAN (Styrax benzoin dryand) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN

KERAK SULFAT (CaSO4) Oleh

SUPARWATY

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

PENGARUH PENGGUNAAN KEMENYAN (Styrax benzoin dryand)

SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN

KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO

4

)

(Tesis)

Oleh

SUPARWATY

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(5)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 (a) Tanaman kemenyan (Styrax benzoin dryand) dan

(b) bunga kemenyan ... 20

Gambar 2 (a) Struktur asam benzoat dan (b) struktur asam sinamat ... 22

Gambar 3 Skema SEM ... 26

Gambar 4 Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf ... 28

Gambar 5 Spektrum IR dari ekstrak kemenyan ...33 .

Gambar 6 Pertumbuhan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,050 M dengan inhibitor ekstrak kemenyan ... 35

Gambar 7 Pertumbuhan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,075 M dengan inhibitor ekstrak kemenyan ... 36

Gambar 8 Pertumbuhan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,100 M dengan inhibitor ekstrak kemenyan ... 36

Gambar 9 Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,050 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan 250 ppm dengan perbesaran 1000 x ... 39

Gambar 10 Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,075 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan 150 ppm dengan perbesaran 1000 x ... 39

Gambar 11 Morfologi permukaan kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan 0,100 M (a) tanpa inhibitor dan (b) dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan 250 ppm dengan perbesaran 1000 x ... 40

Gambar 12 Mekanisme inhibitor dalam menghambat laju pertumbuhan kristal dalam larutan pertumbuhan . ... 42

Gambar 13 Grafik distribusi ukuran kristal CaSO4 tanpa dan dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan pada metode seeded experiment 250 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,050 M... 43


(6)

v

Gambar 14 Grafik distribusi ukuran kristal CaSO4 tanpa dan dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan pada metode seeded experiment 150 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,075 M... 45 Gambar 15 Grafik distribusi ukuran kristal CaSO4 tanpa dan dengan

penambahan inhibitor ekstrak kemenyan pada metode seeded experiment 250 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,100 M... 46 Gambar 16 Grafik XRD kristal CaSO4 pada larutan pertumbuhan


(7)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendapan Senyawa Anorganik ... 6

B. Kerak ... 7

C. Faktor Pembentuk Kerak... 8

D. Kerak CaSO4... 12

E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak... 15

F. Inhibitor Kerak... 17

G. Kemenyan... 18

H. Asam Benzoat... 20

I. Asam Sinamat... 21

J. Analisis Menggunakan IR, SEM, XRD, dan PSA . ... 22


(8)

i BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu danTempat Penelitian ... 29

B. Alat dan Bahan ... 29

C. Prosedur Penelitian... 29

1. Preparasi Inhibitor... 29

2. Preparasi Bibit Kristal... 30

3. Analisa Data... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis IR ... 33

B. Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaSO4 dengan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan dan Variasi Inhibitor ... 34

C. Analisis Permukaan Kerak CaSO4 dengan Menggunakan SEM ... 38

D. Analisis Permukaan Kerak CaSO4 dengan Menggunakan PSA ... 43

E. Analisis Struktur Kerak CaSO4 dengan XRD ... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi ... 24 Tabel 2 Data % efektivitas inhibitor ekstrak kemenyan pada masing-

masing larutan pertumbuhan CaSO4 ... 37 Tabel 3 Intensitas pola difraksi CaSO4 tanpa inhibitor (TI) dan

dengan penambahan inhibitor (MI) ... 49


(10)

(11)

(12)

MOTO

“Allah SWT akan memberikan sesuatu pada waktu yang tepat” (Suparwaty)


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Turangi (Langkat, Sumatera Utara) pada tanggal 10 November 1972, sebagai anak ke tujuh dari tujuh bersaudara, dari pasangan Bapak Atmowikarto (almarhum) dan Ibu Surini (almarhumah). Pada tanggal 21 Desember 2003 penulis menikah dengan Drs. Slamet Riyadi, M.Pd dan dianugerahi dua puteri yaitu Arifah Dienda Salsabilla (11 tahun) dan Afifah Nada Sabrina (10 tahun) yang insya Allah sholehah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Taman Siswa Binjai (Sumut) pada tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 3 Poncowati (Lampung Tengah) pada tahun 1988, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN Poncowati (Lampung Tengah) pada tahun 1991, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan MIPA/Kimia sehingga memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 1996.

Pada tahun 2007, Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai guru kimia di SMAN 1 Terbanggi Besar. Tahun 2013 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.


(14)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena

hanya dengan rahmat dan ridho-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “ Pengaruh Penggunaan Kemenyan (Styrax benzoin dryand) sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4)” adalah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Suharso, Ph. D selaku dosen Pembimbing I penelitian,

Pembimbing Akademik, dan selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberi masukan, arahan, dan bimbingan dalam proses

penyelesaian tesis ini.

2. Ibu Prof. Buhani, M. Si selaku dosen pembimbing II penelitian yang senantiasa memberikan saran dan kritik, perhatian, serta motivasi sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Dr. Rudy T. M.S, M. Sc, selaku dosen penguji penelitian dan Kepala Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik FMIPA Unila, yang telah memberi banyak masukan, baik saran maupun kritik serta motivasi kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M. Sc., Ph. D, selaku Ketua Program Studi

Magister Kimia yang senantiasa memberikan arahan dan semangat sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. 7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FMIPA Universitas Lampung. 8. Mbak Liza Apriliya, S. Si selaku Laboran Laboratorium Kimia

Anorganik-Fisik serta Nico-Melly yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian ini.


(15)

10.Suamiku : Slamet Riyadi dan anak-anakku : Dienda dan Nada yang sangat Penulis kasihi, terima kasih atas doa dan semangat yang diberikan.

11.Riza Amelia (laboran lab kimia SMAN 1 Terbanggi Besar), keponakanku Tika dan Eni, terima kasih atas bantuannya ya.

12.Rekan-rekan peer anorganik dan seluruh angkatan 2013 atas kerjasama dan kebersamaan yang selama ini kita nikmati dan rasakan.

13.Semua pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan atas semua kebaikan

dan bantuan yang telah diberikan. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembentukan kerak (scale) merupakan masalah cukup serius dan kompleks dalam dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan gas, proses desalinasi, ketel serta industri kimia (Badr dan Yassin, 2007; Lestari, 2008).

Kerak-kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri tersebut sangat mengganggu dan menghambat proses produksi. Bahkan mengakibatkan inefisiensi dari sisi waktu dan dana. Dibutuhkan dana yang besar dan waktu yang lama untuk mengganti pipa tersebut.

Kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri akan memperkecil diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida menyebabkan suhu semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan pecah (Asnawati, 2001). Endapan kerak yang banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan gas, proses desalinasi, ketel serta industri kimia salah satunya adalah kerak CaSO4 (Badr dan Yassin, 2007 ; Lestari, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan pembentukan kerak untuk mengurangi atau menghilangkan kerak kalsium sulfat yang terdapat pada peralatan-peralatan industri (Suharso dan Buhani, 2012).


(17)

2

Pencegahan pembentukan kerak dapat dilakukan antara lain dengan cara pelunakan dan pembebasan air mineral. Namun penggunaan air bebas mineral membutuhkan biaya yang lebih tinggi (Nunn, 1997). Hal ini karena sebagian besar biaya ditujukan untuk menyediakan air bebas mineral.

Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan pengendalian pH. Pengendalian pH dilakukan dengan menginjeksikan asam (asam sulfat atau asam klorida). Rentang pH yang efektif untuk mencegah pengendapan kerak adalah pada pH 7,0 sampai 7,5. Namun menghilangkan kerak menggunakan asam dengan konsentrasi tinggi juga tidak efektif karena dapat meningkatkan laju korosi dan konduktivitas, serta mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya (Lestari, 2008).

Berdasarkan beberapa kelemahan-kelemahan metode tersebut maka saat ini perlu dikembangkan salah satu metode efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi laju pertumbuhan kerak yaitu dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak (scale inhibitor) ke dalam pipa-pipa.

Penggunaan bahan kimia ini sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan dkk., 1976). Salah satu prinsip kerja dari scale inhibitor yaitu pembentukan senyawa penjebakan (kelat) antara inhibitor kerak baru dengan unsur-unsur


(18)

3

pembentuk kerak. Senyawa penjebakan yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar (Patton, 1981).

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan scale inhibitor

adalah keefektifan, kestabilan, kecocokan, dan biaya. Sifat dari scale inhibitor

yang sangat diharapkan stabil dalam air pada waktu yang panjang dan temperatur yang tinggi (Cowan dkk., 1976).

Pada umumnya terdapat dua macam scale inhibitor yang digunakan yaitu scale inhibitor anorganik dan organik. Scale inhibitor anorganik yang banyak digunakan adalah jenis posfat, kondesat posfat, dan dehidrat posfat. Sedangkan untuk scale inhibitor organik yang biasa digunakan adalah organofosfonat, organofosfat ester, dan polimer-polimer organik.

Pada industri-industri, kerak yang terbentuk berasal dari air pada lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur, tubing, casing, flow line, manifold, separator, tangki dan peralatan produksi lainnya yang mengandung ion-ion Ca2+, Ba2+ , Mg2+ , Sr2+ yang berikatan dengan ion sulfat (SO42-) sehingga membentuk kerak CaSO4, BaSO4, MgSO4, dan SrSO4. Salah satu kerak yang dihambat pada penelitian ini adalah kerak CaSO4, karena jenis kerak ini banyak ditemukan pada berbagai industri dengan sifatnya yang keras, berbentuk jarum, cenderung menempel di permukaan dinding pipa, dan sulit untuk mengatasinya.


(19)

4

Dengan demikian dibutuhkan inhibitor kerak baru yang lebih efektif jika digunakan pada konsentrasi rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya (Suharso dan Buhani, 2012), digunakan tenaman gambir sebagai inhibitor pertumbuhan kerak karena memiliki kandungan asam tanat (tanin) yang terdapat pada tanaman tersebut (dengan efektivitas inhibitor mencapai 63,17 % pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,1 M dengan konsentrasi inhibitor 250 ppm). Seperti halnya gambir, ekstrak kemenyan juga memiliki kandungan senyawa asam yaitu asam sinamat, sehingga memungkinkan tanaman ini untuk dijadikan inhibitor yang cukup efektif dalam menghambat laju pertumbuhan kerak CaSO4 pada pipa-pipa industri.

Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan ekstrak kemenyan sebagai inhibitor kerak. Senyawa ekstrak kemenyan (Styrax benzoin dryand) merupakan salah satu tanaman penghasil getah yang mengandung senyawa kimia asam sinamat, asam benzoat, esternya (koniferilbenzoat, koniferilsinamat, dan sinamilsinamat), triterpenoid (berupa turunannya yaitu asam siaresinolik dan asam sumaresinolik) (Stahl, 1985).

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kemenyan terhadap pertumbuhan kerak CaSO4 .


(20)

5

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai pencegahan timbulnya kerak dan dapat dikembangkan untuk memperoleh inhibitor yang mampu menghambat pembentukan kerak, terutama untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan-peralatan industri agar dampak negatif dari pembentukan kerak tersebut dapat dikurangi.


(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengendapan Senyawa Anorganik

Endapan didefinisikan sebagai bentuk kristal keras yang menempel pada permukaan dimana proses penghilangannya dengan cara dibor atau di dril, endapan yang berasal dari larutan akan terbentuk karena proses penurunan kelarutan pada kenaikan temperatur operasi dan kristal padat melekat erat pada permukaan logam (Lafifah, 2000).

Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatan-peralatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas, proses desalinasi dan ketel serta industri kimia . Hal ini disebabkan karena terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti logam kalsium (Ca2+) dalam jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan. Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen dkk., 1983; Maley, 1999)

Endapan yang umum ditemui di lapangan minyak ada beberapa jenis, seperti kalsium karbonat (CaCO3), kalsium sulfat termasuk gips (CaSO4.2H2O) dan anhidrit (CaSO4), serta barium sulfat (BaSO4).


(22)

7

B.Kerak

Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi (Kemmer, 1979), sehingga pembentukan kerak pada sistem perpipaan di industri maupun di rumah tangga menimbulkan banyak permasalahan teknis dan ekonomis. Hal ini disebabkan kerak dapat menutupi atau menyumbat air yang mengalir dalam pipa dan sekaligus menghambat proses perpindahan panas pada peralatan penukar panas. Akibatnya, kerak yang terbentuk pada pipa-pipa akan memperkecil diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi maka kemungkinan pipa akan pecah dan rusak (Patton, 1981).

Komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut (Lestari, 2008; Nunn, 1997) : (i) Kalsium sulfat (CaSO4), (ii) Kalsium karbonat (CaCO3) : turunan dari kalsium bikarbonat, (iii) Kalsium dan seng fosfat, (iv) Kalsiumfosfat, sejumlah besar kalsium dan ortofosfat. Biasanya dikarenakan air terlalu sering dirawat, (v) Silika dengan konsentrasi tinggi, (vi) Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau alami berasal dari besi yang teroksidasi, (vii) Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukan lapisan film dari inhibitor fosfat, (viii) Mangan dioksida, mangan teroksidasi tingkat tinggi, (ix) Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH tinggi serta CO2 tinggi.


(23)

8

C.Faktor Pembentuk Kristal

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua faktor penting, yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor penting lainnya yang akan mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Semakin tinggi laju pertumbuhan maka kristal yang terbentuk akan semakin besar. Laju pertumbuhan kristal juga tergantung pada derajat lewat jenuh (Svehla, 1990).

1. Kristalisasi

Menurut Brown (1978) dan Foust (1980) kristalisasi adalah suatu proses pembentukan kristal dari larutannya dan kristal yang dihasilkan dapat dipisahkan secara mekanik. Pertumbuhan kristal dapat terjadi bila konsentrasi suatu zat terlarut dalam larutannya melewati kadar kelarutan lewat jenuhnya pada suhu tertentu. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan, dan dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Kristalisasi memiliki dua tahap proses, yaitu tahap pembentukan inti yang


(24)

9

merupakan tahap mulai terbentuknya zat padat baru dan tahap pertumbuhan kristal yang merupakan tahap inti zat padat yang baru terbentuk mengalami pertumbuhan menjadi kristal yang lebih besar.

2. Kelarutan Endapan

Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu lewat jenuh dengan zat bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan tergantung berbagai kondisi, seperti temperatur, tekanan, konsentrasi, bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya.

Kelarutan tergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran itu. Ada perbedaan yang besar antara efek dari ion-ion sejenis dan ion asing. Ion sejenis adalah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Umumnya dapat dikatakan bahwa suatu endapan berkurang banyak sekali jika salah satu ion sejenis terdapat dalam jumlah berlebihan. Meskipun efek ini mungkin diimbangi dengan pembentukan suatu penjebakan yang dapat larut dengan ion sejenis yang berlebihan itu. Dengan adanya ion asing, kelarutan endapan bertambah, tetapi pertambahan ini umumnya sedikit, kecuali jika terjadi reaksi kimia (seperti pembentukan penjebakan atau reaksi asam-basa) antara endapan dan ion asing, pertambahan kelarutannya menjadi lebih besar.


(25)

10

Hasil kali kelarutan memungkinkan kita untuk menerangkan dan juga memperkirakan reaksi-reaksi pengendapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan itu. Jika hasil kali ion berbeda dengan hasil kali kelarutan, maka sistem itu akan berusaha menyesuaikan, sehingga hasil kali ion mencapai nilai hasil kali kelarutan. Jadi, jika hasil kali ion dengan sengaja dibuat lebih besar dari hasil kali kelarutan, penyesuaian oleh sistem mengakibatkan mengendapnya garam larutan. Sebaliknya, jika hasil kali ion lebih kecil dari hasil kali kelarutan, kesetimbangan dalam sistem dicapai kembali dengan melarutnya sebagian garam padat ke dalam larutan. Hasil kali kelarutan menentukan keadaan kesetimbangan, tetapi tidak memberikan informasi tentang laju ketika kesetimbangan itu terjadi. Sesungguhnya, kelebihan zat pengendap yang terlalu banyak dapat mengakibatkan sebagian endapan melarut kembali, sebagai akibat bertambahnya efek garam atau akibat pembentukan ion penjebakan. Dalam hal ini hasil kali kelarutan dari kalsium sulfat pada temperatur ruang sebesar 2,3 x 10-4 mol/L (Svehla, 1990).

3. Derajat Lewat Jenuh (Supersaturasi)

Larutan lewat jenuh (S) adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan lewat jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan


(26)

11

pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kerak antara lain yaitu :

a. Kualitas Air

Pembentukan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat), pH dan konsentrasi bahan penghambat kerak dalam air.

b. Temperatur Air

Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai meningkat pada temperatur air 500 C atau lebih dan kadang-kadang kerak terbentuk pada temperatur air di atas 600 C.

c. Laju Alir Air

Laju pembentukan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem. Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir 0,6 m/detik maka laju pembentukan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir air 0,2 m/detik.

Beberapa reaksi yang menunjukkan terbentuknya endapan (deposit) antara lain (Halimatuddahliana,2003) :

1. CaCl2 + Na2SO4 → CaSO4 + 2 NaCl Kalsium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi


(27)

12

2. BaCl2 + Na2SO4 → BaSO4 + 2 NaCl Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi 3. Ca(HCO3)2 → CaCO3 + CO2 + H2O

Kalsium karbonat terdapat dalam air terkontaminasi karena penurunan tekanan, panas dan agitasi (pengadukan).

Di bawah ini terdapat tiga prinsip mekanisme pembentukan kerak (Badr dan Yassin, 2007) :

1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi mengandung banyak kation seperti Ca2+ , Ba2+ , Mg2+ , Sr2+ bercampur dengan SO42- yang banyak terdapat dalam air laut, menghasilkan kerak sulfat seperti CaSO4).

Ca2+ (atau Sr2+ atau Ba2+) + SO42- → CaSO4 (atau SrSO4 atau BaSO4) 2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan

menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3).

Ca(HCO3)2 → CaCO3 + CO2 + H2O

3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi batas kelarutan dan membentuk endapan garam.

D. Kerak CaSO4

Kalsium adalah logam putih perak dan agak lunak yang diproduksi dengan elektrolisis garam kalsium klorida (CaCl2). Kalsium melebur pada 8450 C,


(28)

13

memiliki massa jenis 2,96 dan titik didih 14500 C. Kalsium membentuk ion kalsium , Ca2+, dalam larutan-larutan air. Garam-garamnya biasa berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tak berwarna kecuali anionnya berwarna (Saito, 1996; Svehla, 1990) .

Berikut ini adalah reaksi yang menunjukkan terbentuknya endapan dan kerak kalsium sulfat :

CaCl2(aq) + Na2SO4(aq) → CaSO4(aq) + 2 NaCl(aq) Ca2+ + SO42- → CaSO4

Nilai hasil kali kelarutan endapan kalsium sulfat pada suhu 25 dan 800 C adalah 2,3 x 10-4 dan 9 x 10-4. Kalsium membentuk kerak keras ketika berkombinasi dengan sulfat. Kerak CaSO4 kemudian dapat dihindari jika suhu operasi dipertahankan di bawah <4210 C dan dengan memberikan inhibitor kerak (Al-Sofi dkk., 1994).

CaSO4 merupakan salah satu jenis kerak non alkali. Kerak ini dikenal dengan tiga bentuk yaitu anhidrat (CaSO4) stabil pada temperatur 980 C, hemihidrat (CaSO4.1/2H2O) stabil antara 98-1700 C dan dihidrat (CaSO4.2H2O). Semua ini terbentuk karena adanya perbedaan temperatur dan konsentrasi air laut. Pada air sirkulasi dengan kesadahan kalsium tinggi, kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) dapat terendapkan sesuai dengan temperatur air. Kelarutan CaSO4 bertambah dengan naiknya temperatur sampai 370 C, kemudian cenderung menurun pada temperatur di atas 370 C (Patel dkk., 1999; Hamed dkk., 1997; Amjad dkk., 1987).


(29)

14

1. Proses Pembentukan Kerak CaSO4

Pembentukan kerak CaSO4 merupakan proses kristalisasi. Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam suatu fase homogen. Kristalisasi dari larutan dapat terjadi jika padatan terlarut dalam keadaan berlebih (di luar kesetimbangan), maka sistem akan mencapai kesetimbangan dengan cara mengkristalkan padatan terlarut.

Kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas dimana kerak terbentuk memerlukan tiga faktor simultan yaitu konsentrasi lewat jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak yang memadai. Pada saat terjadi penguapan, kondisi jenuh (saturation) dan kondisi lewat jenuh (supersaturation) dicapai secara simultan melalui pemekatan larutan dan penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu menjadi suhu penguapan. Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh, dan sewaktu larutan melewati kondisi lewat jenuh maka terjadilah pertumbuhan kristal, ukuran kristal bertambah besar dan selanjutnya melalui gaya gravitasi kristal jatuh dan terpisah dari larutan. Mekanisme tersebut memerlukan waktu kontak antara larutan dan permukaan transfer yang memadai.

2. Pengaruh Terbentuknya Kerak CaSO4

Endapan kerak merupakan salah satu masalah penting dan umumnya terbentuk di pipa-pipa peralatan industri. Contohnya pada sistem injeksi air yang umumnya ada di ladang minyak, banyaknya kerak akan menurunkan produksi minyak dan


(30)

15

gas (Badr dan Yassin, 2007). Pada penelitian Halimahtuddahliana (2003) menyimpulkan bahwa pembentukan kerak pada operasi produksi minyak bumi dapat mengurangi produktivitas sumur akibat tersumbatnya pipa, pompa, dan katub.

Kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri akan memperkecil

diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan pecah (Asnawati, 2001). Endapan kerak yang banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan gas, proses

desalinasi, ketel serta industri kimia salah satunya adalah kerak CaSO4 (Badr dan Yassin, 2007; Lestari 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan

pembentukan kerak untuk mengurangi atau menghilangkan kerak kalsium sulfat yang terdapat pada peralatan-peralatan industri.

E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak

Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak CaSO4 pada peralatan-peralatan industri antara lain (Lestari, 2008; Gill, 1999; Nunn, 1997).

1. Pengendalian pH

Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garam-garam kalsium, garam logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan pembentukan kerak biasanya


(31)

16

meningkat pada pH yang lebih rendah. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung dan pH efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai 7,5. Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk mengendalikan pH secara tepat. Lagipula, asam sulfat dan asam klorida mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Saat ini penghambatan kerak dengan hanya menginjeksikan asam semakin jarang digunakan.

2. Peningkatan kondisi operasi alat penukar panas

Laju timbulnya kerak dipengaruhi oleh laju alir air, temperatur air, fluksi panas, dan temperatur dinding luar penukar panas. Oleh karena itu, salah satu metode penghambatan kerak yang efektif adalah dengan pengendalian kondisi operasi pada dinding luar alat penukar panas. Namun, hal ini hanyalah sebagai pelengkap dan bahan penghambat kerak tetap diperlukan untuk pencegahan timbulnya kerak yang memadai.

3. Pelunakan dan pembebasan mineral air make-up

Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan air (kira-kira 250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai bilamana dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu pemakaian air bebas mineral merupakan metode yang tepat untuk


(32)

17

menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil. Namun, ketika air dikontrol dengan cara ini maka akan membuat air tersebut menjadi lebih agresif, korosif, dan memerlukan control akhir seperti inhibitor korosi dalam sistem. Namun, penggunaan air bebas mineral membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk digunakan dalam industri skala besar sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.

Selain dengan menggunakan ketiga cara yang dijelaskan di atas, pembentukan kerak juga dapat dicegah dengan menggunakan inhibitor kerak. Cara mencegah terbentuknya kerak dengan menggunakan inhibitor kerak adalah dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak (scale inhibitor) ke dalam air formasi (Asnawati, 2001).

F. Inhibitor Kerak

Pada umumnya, inhibitor kerak adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak bila ditambahkan pada konsentrasi kecil pada air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan kimia sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan dkk., 1976). Prinsip kerja dari scale inhibitor yaitu pembentukan senyawa kompleks (kelat) antara inhibitor kerak dengan unsur-unsur pembentuk kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar (Patton, 1981).


(33)

18

Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukan kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara mekanis permukaan bagian dalam pipa.

Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai inhibitor kerak yaitu :

1. Inhibitor kerak harus menunjukkan kestabilan termal yang cukup efektif untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukan kerak.

2. Inhibitor kerak harus dapat merusak struktur kristal dari padatan tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk.

3. Inhibitor kerak juga harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan sekitar (Al-Deffeeri, 2006).

Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Inhibitor kerak dapat mengadsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya.

2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan (Suharso dkk., 2007).

G.Kemenyan

Kemenyan (Styrax benzoin Dryand) merupakan pohon yang terdapat di Asia Tenggara dan India Timur. Sumatera dan Jawa adalah daerah di Indonesia yang


(34)

19

menanam kemenyan. Kemenyan ditanam dalam skala besar di Tapanuli dan Palembang (Heyne, 1950). Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu penghasil getah kemenyan di propinsi Sumatera Utara (Warastri, 2007). Pohon ini terdapat di daerah pegunungan pada ketinggian 600-1000 m di atas permukaan laut. Pohon kemenyan tingginya mencapai 18 m dengan diameter 35 cm. Batangnya tegak, bulat, berkayu, percabangan simpodial dan berwarna coklat. Kemenyan berdaun majemuk, berbentuk bulat telur, tersebar, panjang 8-14 cm, lebar 2-5 cm, tepi rata, ujung meruncing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, hijau dan berambut. Bunga banci, aktinomorf, rangkaian berbentuk mulai dan terdapat pada ketiak daun (Tjitrosoepomo, 1994).

Getah kemenyan terdiri dari dua jenis yaitu Sumatra Benzoin dan Siam Benzoin.

Sumatra Benzoin diperoleh dari Styrax benzoin Dryand dan Siam Benzoin

diperoleh dari Styrax tokinensis.

Sistematika dari kemenyan menurut Hutapea, (1994) yaitu : Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ebenales

Suku : Styracaceae

Marga : Styrax


(35)

20

Gambar 1. (a) Tanaman kemenyan (Styrax benzoin dryand) dan (b) bunga kemenyan.

(Sumber : Anonim ; google.com)

Daun kemenyan mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (Hutapea, 1994). Getah kemenyan mengandung asam sinamat, asam benzoat, esternya (koniferilbenzoat, koniferilsinamat, dan sinamilsinamat), Triterpenoid (berupa turunannya yaitu asam siaresinolik dan asam sumaresinolik) (Stahl, 1985). Getah kemenyan memiliki banyak manfaat baik penggunaan lokal maupun sebagai komoditi ekspor. Kemenyan berguna untuk upacara ritual, campuran rokok, bahan pengawet, ekspektoran, antiseptik, industri kosmetik, dan parfum (Claus dkk., 1970; Stahl, 1985).

H.Asam Benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) (gambar 2. a) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat. Kelarutan asam benzoat


(36)

21

dalam air sangat rendah (0.18, 0,27, dan 2,2 g larut dalam 100 mL air pada 4º C, 18º C, dan 75º C. Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25º C adalah 6,335 x 10-5 dan pKa 4,19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzena dan aseton (WHO 2000). Asam benzoat dengan konsentrasi 50 ppm merupakan aditif yang memberikan pengaruh terbesar dalam menghambat pertumbuhan kerak kalsium (Suharso dkk., 2007)

Asam benzoat terdapat secara alami dalam buah-buahan dan rempah-rempah seperti cranberies, prunes, buah plum, kayu manis, dan cengkeh yang tua atau masak. Asam benzoat juga terdapat secara alami pada produk-produk fermentasi seperti bir, dairy products, teh, dan anggur (Chipley, 2005).

I. Asam Sinamat

Asam sinamat (Gambar 2. b) memiliki rumus kimia C6H5CHCHCOOH atau C9H8O2, berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan mempunyai titik leleh

133°C serta titik didih 300°C. Asam sinamat termasuk senyawa fenol yang dihasilkan dari lintasan asam sikimat dan reaksi berikutnya. Bahan dasarnya adalah fenilalanin dan tirosin sama seperti asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat. Keempat senyawa tersebut penting bukan karena terdapat melimpah dalam bentuk tak terikat (bebas), melainkan karena mereka diubah menjadi beberapa turunan di samping protein. Turunannya termasuk fitoaleksin, kumarin, lignin, dan berbagai flavonoid seperti antosianin. Biosintesis atau pembentukan dari senyawa flavonoid, stilben, hidroksisinamat atau -OH seperti asam kafeat,


(37)

22

asam ferulat, dan asam p-kumarat) dan asam fenol melibatkan jaringan kompleks dari lintasan asam sikimat, fenilpropanoid, dan flavonoid. Reaksi penting dalam pembentukan asam sinamat dan berbagai turunannya adalah pengubahan fenilalanin menjadi asam sinamat (Salisburry dan Ross, 1995).

Gambar 2. (a) struktur asam benzoat dan (b) struktur asam sinamat

J. Analisis Menggunakan IR, SEM, XRD, dan PSA

Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaSO4 yang terbentuk. Analisis tersebut meliputi analisis gugus fungsi terhadap ekstrak kemenyan dengan menggunakan spektrofotometer infrared (IR), morfologi permukaan kristal CaSO4 menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Difraction (XRD). Sedangkan analisis distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA). Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif ekstrak senyawa kemenyan dalam menghambat pembentukan kerak CaSO4.


(38)

23

1. Spektrofotometer Infrared (IR)

Spektrofotometer IR adalah spektrofotometer yang menggunakan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 – 25 m atau jangkauan frekuensi 400–4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom padaposisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi–rotasi (Khopkar, 2001)

Spektrum IR suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi vibrasi dan osilasi. Bila molekul menyerap radiasi IR, energi yang diserap akan

menyebabkan kenaikan amplitude getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul-molekul tersebut berada pada keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari adsorpsi oleh suatu tipe ikatan, tergantung pada macam vibrasi dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi IR pada panjang

gelombang yang berbeda. Dengan demikian spektrofotometer IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).

Daerah serapan spektrum IR dari berbagai jenis gugus fungsi ditampilkan pada Tabel 1 berikut ini:


(39)

24

Tabel 1. Serapan Khas Beberapa Gugus fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H alkena 3020-3080, 675-870

C-H aromatik 3000-3100, 675-870

C-H alkuna 3300

C=C Alkena 1640-1680

C=C aromatik (cincin) 1500-1600

C-O alkohol, eter, asam

karboksilat, ester 1080-1300

C=O aldehida, keton, asam

karboksilat, ester 1690-1760

O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640

O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

C-H alkana 2850-2960, 1350-1470

Si – O – Si Silika 1087,85

Fe – O - Fe Magnetit 586,36


(40)

25

2. Instrumentasi SEM

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif maupun yang non-konduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan

radiasi elektron yang mempunyai = 200 – 0,1 Ǻ , daya pisah (resolusi) yang

tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kali dan menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena mempunyai depth of field yang tinggi. Sehingga SEM mampu menghasilkan gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mokroskop optik.

Aplikasi mikroskop elektron ini tidak hanya terbatas pada analisis logam dan paduan di bidang metalurgi, melainkan dapat diaplikasikan di berbagai bidang lain, seperti farmasi, pertanian, biologi, kedokteran dan industri bahan elektronika, komponen mesin serta pesawat terbang.

Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro, komposisi, dan distribusi unsur. SEM terdiri dari kolom elektron (electron column), ruang sampel (sampel chamber), sistem pompa vacum (vacuum pumping system), kontrol elektron dan sistem bayangan (imoging system) (Handayani dkk., 2004). Untuk menentukan komposisi unsur secara kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat Energy Dispersive X-ray Spectrometer (EDS) atau Wavelength Dispersive X-ray Spectrometer (WDS) (Handayani dkk., 1996)


(41)

26

Gambar 3. Skema SEM (Gabriel, 1985)

3. Instrumentasi XRD

Metode difraksi sinar-X adalah metode yang didasarkan pada difraksi radiasi elektromagnetik yang berupa sinar-X oleh suatu kristal. Sinar-X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang yang pendek yaitu 0,5 – 2,5 Ἀ. Sinar-X dihasilkan dengan cara menembakkan suatu berkas elektron berenergi tinggi ke suatu target dan menunjukkan gejala difraksi jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira-kira sama dengan panjang gelombangnya pada suatu bidang dengan sudut θ (Cullity, 1967).

Kegunaan analisis XRD di antaranya adalah :

a) Analisis kualitatif dan penetapan semi-kuantitatif.

b) Menentukan struktur kristal (bentuk dan ukuran) sel satuan kristal, pengindeksian bidang kristal, dan kedudukan atom dalam kristal.

c) Untuk analisis kimia (identifikasi zat yang belum diketahui, penentuan kemurnian senyawa, dan deteksi senyawa baru).


(42)

27

Analisis difraksi sinar-X didasarkan pada susunan sistematik atom-atom atau ion-ion di dalam bidang kristal yang dapat tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk kisi kristal dengan jarak antar bidang (d) yang khas. Setiap spesies mineral mempunyai susunan atom yang berbeda-beda sehingga membentuk bidang kristal yang dapat memantulkan sinar-X dalam pola difraksi yang karakteristik. Pola difraksi inilah yang kemudian digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa.

4. Instrumentasi PSA (Sedigraf)

PSA merupakan instrumen yang digunakan untuk melakukan analisis distribusi ukuran partikel yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1967. Instrumen ini lebih objektif jika dibandingkan dengan teknik pengukuran partikel lainnya, dapat dipercayai dan penggunaannya dapat diulang-ulang. PSA dideskripsikan sebagai teknik yang sempurna, dapat menganalisis dengan cepat, cocok untuk perindustrian, relatif tidak mahal, operator tidak harus terlatih, dan dapat menganalisis ukuran partikel yang mengalami sedikit perubahan. Pada dasarnya PSA digunakan untuk mengamati sifat fisik, fenomena gravitasi padatan dan adsorpsi energi X-ray rendah.


(43)

28


(44)

29

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis menggunakan instrumen SEM dan PSA dilakukan di laboratorium Kimia MIPA Universitas Lampung, sedangkan analisis menggunakan instrumen IR dan XRD dilakukan di laboratorium MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas yang sering digunakan di laboratorium, waterbath, botol-botol plastik, pengaduk magnetik (stirrer magnetic), neraca analitik merek Airshwoth AA-160,SEM, PSA, dan XRD.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCl2 anhidrat, Na2SO4, akuades, aseton, kertas saring, dan senyawa ekstrak kemenyan.

C. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Inhibitor

a. Pembuatan Ekstrak Kemenyan

Ekstrak kemenyan dibuat dengan cara menghaluskan kemenyan padat. Sebanyak 10 gram serbuk kemenyan dilarutkan dalam 1 liter akuades. Larutan diaduk


(45)

30

menggunakan pengaduk magnetik selama 2-3 jam dengan suhu 90ᵒ C. Diperoleh ekstrak kasar kemenyan dengan konsentrasi 10.000 ppm.

2. Preparasi Bibit Kristal

Bibit kristal dibuat dengan mencampurkan larutan CaCl2 anhidrat 1M dan larutan Na2SO41M masing-masing dalam 50 mL akuades. Campuran diaduk hingga mengendap sempurna. Kemudian endapan dipisahkan melalui proses penyaringan menggunakan kertas saring. Endapan yang diperoleh dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-sisa cairan induk dan kotoran, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC. Prosedur preparasi bibit kristal diulang beberapa kali sampai diperoleh jumlah bibit kristal sebanyak 50 gram dan cukup untuk melakukan prosedur berikutnya. Selanjutnya kristal ini akan digunakan sebagai bibit kristal yang diamati pertumbuhannya.

a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaSO4 tanpa Penambahan Inhibitor Pada Konsentrasi Yang Berbeda (Metode Seeded Experiment)

Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,050 M CaCl2 dan larutan 0,050 M Na2SO4 masing-masing dalam 200 mL akuades dan kemudian diaduk dengan

magnetic stirrer pada suhu 90˚C selama 10-15 menit. Kemudian kedua larutan tersebut dicampurkan dan diukur pH-nya. Setelah kedua larutan tersebut dicampurkan, larutan dibagi ke dalam 7 - 8 botol plastik di mana setiap botol berisi 50 mL larutan pertumbuhan dan masing-masing botol ditambahkan bibit


(46)

31

kristal sebanyak 200 mg. Larutan tersebut kemudian diletakan ke dalam

waterbath pada suhu 90ᵒ C. Setiap sepuluh menit satu botol diambil untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut menggunakan kertas saring, dicuci dengan akuades dan aseton, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 120ºC selama 3-4 jam. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2SO4 sebesar 0,075 dan 0,100 M. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis menggunakan SEM dan XRD serta distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA.

b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaSO4 dengan Penambahan Inhibitor Pada Konsentrasi Yang Berbeda (Metode Seeded Experiment)

Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,050 M CaCl2 dan larutan 0,050 M Na2SO4 masing-masing dalam 200 mL inhibitor. Selanjutnya masing – masing larutan dipindahkan ke dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga menjadi larutan yang homogen. Larutan CaCl2 anhidrat 0,050 M dan larutan Na2SO4 0,050 M dicampurkan agar terbentuk kerak CaSO4 dan diukur pH nya . Larutan pertumbuhan yang telah dicampur tersebut dimasukkan kedalam 7 - 8 botol plastik masing-masing sebanyak 50 mL, dan ditambah bibit kristal sebanyak 200 mg. Kemudian diletakkan dalam waterbath pada suhu 90ºC selama 10 menit untuk mencapai kesetimbangan. Setiap sepuluh menit satu botol diambil untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut menggunakan kertas saring, dicuci dengan akuades, aseton,


(47)

32

kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 120ºC selama 3-4 jam. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2SO4 sebesar 0,075 dan 0,100 M. Konsentrasi inhibitor 50, 150, 250, dan 350 ppm. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis menggunakan SEM dan XRD serta distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA.

3. Analisa Data

Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor. Morfologi kerak kalsium sulfat sebelum atau sesudah penambahan inhibitor dianalisis menggunakan SEM. Perubahan ukuran partikel kalsium sulfat sebelum atau sesudah penambahan inhibitor dianalisis dengan PSA. Struktur kristal kalsium sulfat sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dianalisis dengan XRD.

Untuk mengetahui efektivitas inhibitor dalam menghambat laju pembentukan endapan CaSO4 dapat menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Boris dkk., (2005) dan Patel (1999) sebagai berikut :

Efektivitas inhibitor (%) = 100 x dimana :

Ca = konsentrasi CaSO4 setelah ditambahkan inhibitor saat kesetimbangan (g/L) Cb = konsentrasi CaSO4 tanpa inhibitor saat kesetimbangan (g/L).


(48)

50

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemenyan mengandung senyawa asam benzoat dan asam sinamat yang berperan sebagai inhibitor pembentukan kerak CaSO4.

2. Ekstrak kemenyan sebagai inhibitor pembentukan kerak CaSO4 memiliki keefektifan sebesar 45,60 % pada larutan pertumbuhan 0,050 M pada konsentrasi 250 ppm.

3. Hasil pengamatan dengan SEM menunjukkan perubahan yang signifikan antara kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor dan dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan. Morfologi kerak CaSO4 dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan memiliki ukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan morfologi kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor. 4. Hasil pengamatan dengan PSA menunjukkan perubahan distribusi ukuran

partikel antara kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor dan dengan penambahan inhibitor ekstrak kemenyan. Pada larutan pertumbuhan 0,050 M terjadi perubahan nilai mean dan median dari 30,802 dan 42,915 μm menjadi

16,787 dan 35,925 μm, pada larutan pertumbuhan 0,075 M dari 32,689 dan

42,199 μm menjadi 23,27 dan 42,117 μm serta pada larutan pertumbuhan 0,100 M dari 33,433 dan 43,831 μm menjadi 20,433 dan 29,764 μm.


(49)

51

5. Untuk menunjukkan perubahan struktur kristal CaSO4, penelitian ini dikonfirmasi dengan XRD. Analisis XRD menunjukkan penurunan intensitas pada beberapa puncak difraksi 2θ yang artinya terjadi kerusakan struktur kristal CaSO4.

6. Ekstrak kemenyan dapat digunakan sebagai inhibitor kerak CaSO4 yang ramah lingkungan (green inhibitor)

B. Saran

Untuk meningkatkan mutu penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap inhibitor ekstrak kemenyan terhadap kerak CaSO4 sebagai green inhibitor. Untuk meningkatkan keefektifan sebagai inhibitor, ekstrak kemenyan memungkinkan untuk dipadu dengan bahan lainnya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat transfer measurement as a criterion for performance evaluation of scale inhibition in MSF plants in Kuwait. Desalination. vol. 204. pp. 423-436.

Al-Sofi, Muhammed Abdul-Kareem., T. Hamada, Y. Tanaka, dan Saad A. Al- Sulami,1994. Laboratory Testing of antiscalant Threshold Effectiveness.

Presented in the Second Gulf Water Conference, Bahrain. Vol. I., pp. 66. Amjad, Zahid. 1987. Kinetics of crystal growth of calcium sulfate dihydrate, The

influence of polymer composition, molecular weight, dan solution pH. Canadian Journal ofChemistry. Vol. 66., pp. 24.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal ILMU DASAR. Vol. 2 (I), Hal. 20-26. Badr, A, Yassin, A. A. M., 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil

Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water. Journal of A Hallied Sciences. 7 (17), pp. 2393-2403.

Boris, A.M, Margarita, A.K., Alla, Y.F., 2005, Vapor corrosion and scale inhibitors formulated from biodegradable and renewable raw materials.

European Symposium on Corrosion Inhibitors (10 SEIC). Ferrara. Italy. pp. 9-11.

Brown, G. G. 1978. Unit Operation. Jhon Willey dan Sons. Tokyo.Cowan, J. C. dan D. J. Weintritt. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 512-520.

Chen J., Xu L., Han J., Su M., Wu Q. 2015. Synthesis of Modified Polyaspartic Acid and Evaluation of its Scale Inhibition and Dispersion Capacity.

Desalination. Vol. 358. pp. 42-48.

Chipley, J. R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid, Di dalam. P. M.

Davidson, J. N. Sofos, dan A. L. Branen (eds. ). Antimicrobials in Food 3rd ed. CRC Press Taylor & Francis Group. Boca Raton. pp. 11-35.

Claus, E. P., Tyler, V. E. And Brady, L. R. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 402-410.

Cowan, J. C., Weintritt, D. J. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 96-104.


(51)

53

Cullity, B. D., 1987. Element of X-Ray Difraction. Addison-Wisley. Publishing Company. Inc. New York. pp. 493-496.

Foust, A. S. 1980. Principle of Unit Operation. Jhon Willey & Sons. New York. pp. 211-220.

Juliati Br, Tarigan, dan Mimpin Ginting. 2005. Pemisahan Sinamilalkohol dari Kemenyan Sumatra (Styrax benzoin) dengan Metode Campuran dua Pelarut (n-heksan : isopropil alkohol) pada temperatur 60 0 C. Jurnal KomunikasiPenelitian. Vol. 17. Hal. 77.

Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal. pp. 40.

Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination.

Desalination. Vol. 124. pp. 43-50.

Halimahtuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal. 1-8.

Hamed, Osman A., Mohammad A. K. Al-Sofi. Ghulam M. Mustafa, dan Abdul Ghani Dalvi. 1997. The Performance of Different Antiscalants in Multi-Stage Flash Distillers. Acquired Experience Symposium. Al-Jubail. pp. 1558-1574.

Handayani, D., Ranova, R., Bobbi, H., Farlian, A., Almahdi, Arneti. 2004.

Pengujian Efek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) terhadap Hama Spedoptera litura Fab.

(Lepidoptera; Noctuide). Seminar Nasional Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia XXVI. Padang. 7-8 September 2004.

Hasson, D., and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater. Desalination. Israel Journal of Chemistry. Vol. 46. pp. 97-104.

Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. I-IV. Terjemahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hal. 2121-2140. Hutapea, J. R. 1994. InventarisTanamanObatIndonesia. Jilid III. Departemen

Kesehatan RI dan Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal. 368-369.


(52)

54

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw Hill Book CO. New York, 20. pp. 1-19.

Khopkar, S. M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Hal. 194-196.

Lafifah, S. N. 2000. Estimasi Pembentukan Endapan Alkali dalam Proses Desalinasi Secara MSF. Prosiding Penelitian Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir-VI. P2TKN-Batan. Serpong. Hal. 123-135.

Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin Sekunder Reaktor GA Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. Hal. 115-121.

Lestari, D. E. 2008. Kimia Air. Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong. Hal. 95-104.

Liu D., Dong W., Li F., Hui F., Ledion J. 2012. Comparative Performance of Polypoxysuccinic Acid and Polyaspartic Acid on Scaling Inhibition by Static and Rapid Controlled Precipitation Methods. Desalination. Vol. 304. pp 1-10.

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phoshonate. Thesis Curtin University of Technology Western Australia. Australia. pp. 43.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials for Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New York. pp. 200-205.

Patel, S., Finan, M. A. 1999. New antifoulants for deposit control in MSF and MED plants. Elsevier Science B. V. Desalination 124. pp. 63-74. Patton, C. 1981. Oilfield Water System. 2 ed. Cambeel Petroleum Series.

Oklahoma. pp. 49-79.

Saito, T. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Alih Bahasa oleh Ismunandar. Diakses melalui www.google.compada tanggal 27 Januari 2009 pukul 15.00 WIB.

Salisburry dan Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Terjemahan. Jilid III. Penerbit ITB Bandung. Hal. 312-313.

Senthilmurugan, B., Ghosh, B., Kundhu, S.S., Haroun, M., Kameshwari, B. 2010.

MaleicAcid based Scale Inhibitors for Calcium Sulphate Scale Inhibition in high Temperature Application. Journal of Petroleum Science and Engineering. Vol. 75. pp 189-198.


(53)

55

Siallagan, R., 2011. Pengaruh Penggunaan Senyawa Turunan Kaliksarena dan Ekstrak Gambir Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3).

Skripsi Tidak Diterbitkan. Lampung : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Hal. 23-25.

Sikiric, M. D. And H. F. Milhofer. 2007. Adv Colloid Interface Sci., 128-130 (2006). pp. 135-158.

Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB Bandung. Hal. 3-17. 200-205.

Suharso, Buhani, Tati S., dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C-metil-4,10,16,22-tetrametoksi kaliks[4]arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor

Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program

Insentif. Lembaga Penelitian Unila. Hal. 206-210.

Suharso, Buhani, and Tati Suhartati. 2009. Peranan C-Metil-4,10,16,22-Tetrametoksi Caliks[4]Arena Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Indo. J. Chem., 9 (2). Hal. 206-210.

Suharso dan Buhani. 2011. Effect of carboxylate group additive addition on inhibitingrate of calcium sulfate (CaSO4) precipitation formation. Jurnal

Natur. Vol. 265. Hal. 102-106.

Suharso dan Buhani. 2012. Penanggulangan Kerak. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. Hal. 21-97.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal. 167-177.

Supratman, U. 2010. Eqiulibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran Bandung. Hal. 102-108.

Suryana, A., Ngadiwiyana, dan Ismiyarta. 2008. Sintesis Metil Sinamat dari Sinamaldehida dan Uji Aktivitas Sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Kimia Organik-Jurusan Kimia Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 6.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Alih Bahasa oleh L. Setiono dan A. H. Pudjaatmaka. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal. 415-420.

Tjitrosoepomo, G., 1994. TaksonomiTumbuhan Obat-Obatan. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 217-222.


(54)

56

V. Sitompul. 2012. Spektrofotometri Infra Merah Diakses melalui http :

//vsitompul.blogspot.com/2012/04 pada tanggal 20 Desember 2015 Pukul 10.42 WIB.

Warastri, A. W. 2007. Kemenyan, getah magis yang dulu Senilai Emas. Kompas, 13 April 2007. Hal 5.

Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique Diakses melalui www.micromeristics.compada tanggal 5 Maret 2009 Pukul 14.00 WIB.

Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee dan G. M. Van Rosmalen. 1983. A

Quantification of The Effectiveness of an Inhibitor on The Growth Process of a Scalant. Desalination. Vol. 47. pp. 81-92.


(1)

51

5. Untuk menunjukkan perubahan struktur kristal CaSO4, penelitian ini dikonfirmasi dengan XRD. Analisis XRD menunjukkan penurunan intensitas pada beberapa puncak difraksi 2θ yang artinya terjadi kerusakan struktur kristal CaSO4.

6. Ekstrak kemenyan dapat digunakan sebagai inhibitor kerak CaSO4 yang ramah lingkungan (green inhibitor)

B. Saran

Untuk meningkatkan mutu penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap inhibitor ekstrak kemenyan terhadap kerak CaSO4 sebagai green inhibitor. Untuk meningkatkan keefektifan sebagai inhibitor, ekstrak kemenyan memungkinkan untuk dipadu dengan bahan lainnya.


(2)

performance evaluation of scale inhibition in MSF plants in Kuwait. Desalination. vol. 204. pp. 423-436.

Al-Sofi, Muhammed Abdul-Kareem., T. Hamada, Y. Tanaka, dan Saad A. Al- Sulami,1994. Laboratory Testing of antiscalant Threshold Effectiveness. Presented in the Second Gulf Water Conference, Bahrain. Vol. I., pp. 66. Amjad, Zahid. 1987. Kinetics of crystal growth of calcium sulfate dihydrate, The

influence of polymer composition, molecular weight, dan solution pH. Canadian Journal of Chemistry. Vol. 66., pp. 24.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal ILMU DASAR. Vol. 2 (I), Hal. 20-26. Badr, A, Yassin, A. A. M., 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil

Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water. Journal of A Hallied Sciences. 7 (17), pp. 2393-2403.

Boris, A.M, Margarita, A.K., Alla, Y.F., 2005, Vapor corrosion and scale

inhibitors formulated from biodegradable and renewable raw materials. European Symposium on Corrosion Inhibitors (10 SEIC). Ferrara. Italy. pp. 9-11.

Brown, G. G. 1978. Unit Operation. Jhon Willey dan Sons. Tokyo.Cowan, J. C. dan D. J. Weintritt. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 512-520.

Chen J., Xu L., Han J., Su M., Wu Q. 2015. Synthesis of Modified Polyaspartic Acid and Evaluation of its Scale Inhibition and Dispersion Capacity. Desalination. Vol. 358. pp. 42-48.

Chipley, J. R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid, Di dalam. P. M.

Davidson, J. N. Sofos, dan A. L. Branen (eds. ). Antimicrobials in Food 3rd ed. CRC Press Taylor & Francis Group. Boca Raton. pp. 11-35.

Claus, E. P., Tyler, V. E. And Brady, L. R. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 402-410.

Cowan, J. C., Weintritt, D. J. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. pp. 96-104.


(3)

53

Cullity, B. D., 1987. Element of X-Ray Difraction. Addison-Wisley. Publishing Company. Inc. New York. pp. 493-496.

Foust, A. S. 1980. Principle of Unit Operation. Jhon Willey & Sons. New York. pp. 211-220.

Juliati Br, Tarigan, dan Mimpin Ginting. 2005. Pemisahan Sinamilalkohol dari Kemenyan Sumatra (Styrax benzoin) dengan Metode Campuran dua Pelarut (n-heksan : isopropil alkohol) pada temperatur 60 0 C. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol. 17. Hal. 77.

Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal. pp. 40.

Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination. Desalination. Vol. 124. pp. 43-50.

Halimahtuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal. 1-8.

Hamed, Osman A., Mohammad A. K. Al-Sofi. Ghulam M. Mustafa, dan Abdul Ghani Dalvi. 1997. The Performance of Different Antiscalants in Multi-Stage Flash Distillers. Acquired Experience Symposium. Al-Jubail. pp. 1558-1574.

Handayani, D., Ranova, R., Bobbi, H., Farlian, A., Almahdi, Arneti. 2004. Pengujian Efek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) terhadap Hama Spedoptera litura Fab.

(Lepidoptera; Noctuide). Seminar Nasional Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia XXVI. Padang. 7-8 September 2004.

Hasson, D., and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater. Desalination. Israel Journal of Chemistry. Vol. 46. pp. 97-104.

Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. I-IV. Terjemahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hal. 2121-2140. Hutapea, J. R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid III. Departemen

Kesehatan RI dan Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal. 368-369.


(4)

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw Hill Book CO. New York, 20. pp. 1-19.

Khopkar, S. M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Hal. 194-196.

Lafifah, S. N. 2000. Estimasi Pembentukan Endapan Alkali dalam Proses Desalinasi Secara MSF. Prosiding Penelitian Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir-VI. P2TKN-Batan. Serpong. Hal. 123-135.

Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin Sekunder Reaktor GA Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. Hal. 115-121.

Lestari, D. E. 2008. Kimia Air. Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong. Hal. 95-104.

Liu D., Dong W., Li F., Hui F., Ledion J. 2012. Comparative Performance of Polypoxysuccinic Acid and Polyaspartic Acid on Scaling Inhibition by Static and Rapid Controlled Precipitation Methods. Desalination. Vol. 304. pp 1-10.

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phoshonate. Thesis Curtin University of Technology Western Australia. Australia. pp. 43.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials for Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New York. pp. 200-205.

Patel, S., Finan, M. A. 1999. New antifoulants for deposit control in MSF and MED plants. Elsevier Science B. V. Desalination 124. pp. 63-74. Patton, C. 1981. Oilfield Water System. 2 ed. Cambeel Petroleum Series.

Oklahoma. pp. 49-79.

Saito, T. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Alih Bahasa oleh Ismunandar. Diakses melalui www.google.com pada tanggal 27 Januari 2009 pukul 15.00 WIB.

Salisburry dan Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Terjemahan. Jilid III. Penerbit ITB Bandung. Hal. 312-313.

Senthilmurugan, B., Ghosh, B., Kundhu, S.S., Haroun, M., Kameshwari, B. 2010. Maleic Acid based Scale Inhibitors for Calcium Sulphate Scale Inhibition in high Temperature Application. Journal of Petroleum Science and Engineering. Vol. 75. pp 189-198.


(5)

55

Siallagan, R., 2011. Pengaruh Penggunaan Senyawa Turunan Kaliksarena dan Ekstrak Gambir Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Skripsi Tidak Diterbitkan. Lampung : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Hal. 23-25.

Sikiric, M. D. And H. F. Milhofer. 2007. Adv Colloid Interface Sci., 128-130 (2006). pp. 135-158.

Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB Bandung. Hal. 3-17. 200-205.

Suharso, Buhani, Tati S., dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C-metil-4,10,16,22-tetrametoksi kaliks[4]arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor

Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program

Insentif. Lembaga Penelitian Unila. Hal. 206-210.

Suharso, Buhani, and Tati Suhartati. 2009. Peranan C-Metil-4,10,16,22-Tetrametoksi Caliks[4]Arena Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Indo. J. Chem., 9 (2). Hal. 206-210.

Suharso dan Buhani. 2011. Effect of carboxylate group additive addition on inhibitingrate of calcium sulfate (CaSO4) precipitation formation. Jurnal

Natur. Vol. 265. Hal. 102-106.

Suharso dan Buhani. 2012. Penanggulangan Kerak. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. Hal. 21-97.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal. 167-177.

Supratman, U. 2010. Eqiulibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran Bandung. Hal. 102-108.

Suryana, A., Ngadiwiyana, dan Ismiyarta. 2008. Sintesis Metil Sinamat dari Sinamaldehida dan Uji Aktivitas Sebagai Bahan Aktif Tabir Surya. Kimia Organik-Jurusan Kimia Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 6.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Alih Bahasa oleh L. Setiono dan A. H. Pudjaatmaka. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal. 415-420.

Tjitrosoepomo, G., 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 217-222.


(6)

V. Sitompul. 2012. Spektrofotometri Infra Merah Diakses melalui http :

//vsitompul.blogspot.com/2012/04 pada tanggal 20 Desember 2015 Pukul 10.42 WIB.

Warastri, A. W. 2007. Kemenyan, getah magis yang dulu Senilai Emas. Kompas, 13 April 2007. Hal 5.

Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique Diakses melalui www.micromeristics.compada tanggal 5 Maret 2009 Pukul 14.00 WIB.

Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee dan G. M. Van Rosmalen. 1983. A

Quantification of The Effectiveness of an Inhibitor on The Growth Process of a Scalant. Desalination. Vol. 47. pp. 81-92.