Latar Belakang Masalah Hubungan Academic self efficay Terhadap Intensi Wirausaha Pada Mahasiswa

Hubungan Academic self-efficay Terhadap Intensi Wirausaha Pada Mahasiswa

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Badan Pusat Statisitk jumlah angkatan kerja yang menganggur hingga Agustus 2009 mencapai 113,89 juta orang. Bertambah 90.000 orang dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja Februari 2009 sebesar 113,74 juta orang atau bertambah 1,88 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2008 sebesar 111,95 juta orang. Jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat apabila tidak disediakan lapangan kerja baru. Sementara jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Agustus 2009 mencapai 104,87 juta orang, bertambah 380.000 orang dibandingkan dengan keadaan pada Februari 2009 sebesar 104,49 juta orang atau bertambah 2,32 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2008 sebesar 102,55 juta orang http:www.bps.go.id?news=733 . Melihat kenyataan di atas maka perlu satu alternatif jitu yang dapat mengurangi jumlah pengangguran di mana alternatif tersebut tidak selalu harus bekerja di perusahaan. Pemikiran harus bekerja di perusahaan dikarenakan beberapa faktor misalnya, pendidikan di Indonesia membentuk peserta didik menjadi karyawan atau bekerja di perusahaan, namun tidak mendidik untuk menjadi pencipta lapangan pekerjaan yang baik. Dalam keluarga, sebagian besar orang tua akan lebih bahagia dan merasa berhasil mendidik anak-anaknya, apabila anak menjadi pegawai pemerintah ataupun karyawan swasta yang jumlah penghasilannya jelas dan kontinyu setiap bulannya Kasmir, 2006. Hal itu serupa dengan hasil penelitian Scott dan Twomey dalam Indarti Rostiani, 2008 faktor seperti pengaruh orang tua dan pengalaman kerja yang akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu usaha dan sikap orang tersebut terhadap keinginannya untuk menjadi 1 karyawan atau wirausaha. Masyarakat Indonesia cenderung lebih percaya diri bekerja pada orang lain dari pada memulai suatu usaha. Selain itu adanya kecenderungan menghindari resiko gagal dan pendapatan yang tidak tetap Wijaya, 2007. Hal-hal di atas inilah yang membuat banyak orang takut dan tidak mau untuk berwirausaha apalagi ditambah modal yang terbatas, sehingga mereka cenderung memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun pegawai swasta. Namun pada jaman sekarang ini persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan. Kedua hal tersebut ditambah lagi dengan lulusan yang tidak siap kerja, tidak masuknya standar IPK dan seleksi awal perusahaan psikotest, wawancara, dan masa training untuk syarat masuk ke dalam perusahaan-perusahaan yang ada akan meningkatkan jumlah pengangguran setiap tahunnya. Jika melihat kenyataan seperti ini maka berwirausaha merupakan salah satu pilihan yang rasional mengingat sifatnya yang mandiri, sehingga tidak bergantung pada lapangan kerja yang semakin sedikit Wijaya, 2007. Salah satu faktor pendukung wirausaha adalah adanya keinginan dan keinginan ini oleh Fishbein dan Ajzen dalam Wijaya, 2007, disebut sebagai intensi yaitu komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Krueger dan Carsrud dalam Indarti Rostiani, 2008, intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha Choo dan Wong dalam Indarti Rostiani, 2008. Penelitian Indarti Rostiani 2008 menunjukkan tingkat intensi kewirausahaan mahasiswa Indonesia signifikan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Jepang dan Norwegia. 2 Wirausaha ternyata memiliki banyak keuntungan baik terhadap pelaku wirausaha, orang lain dan negara itu sendiri. Menurut Hendro Chandra 2006, wirausaha dapat meningkatkan taraf hidup seseorang di masa yang akan datang. Kewirausahaan perlu diupayakan dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Jika setiap komponen memiliki kemampuan kewirausahaan yang baik maka dapat menghasilkan efek domino bagi transformasi ekonomi sosial Ciputra dan Ciputra Enterpreneurship Centre dalam Kurniawan, 2009. McClelland dalam Wijaya, 2008 juga mengungkapkan suatu negara akan maju jika terdapat wirausaha sedikitnya sebanyak 2 dari jumlah penduduk. Menurut laporan yang dilansir Global Entrepreneurship Monitor, pada tahun 2005, Negara Singapura memiliki Wirausaha sebanyak 7,2 dari jumlah penduduk. Sedangkan Indonesia hanya memiliki wirausaha 0,18 dari jumlah penduduk. Tidak heran jika pendapatan perkapita Singapura puluhan kali lebih tinggi dari Indonesia. Secara garis besar penelitian seputar intensi kewirausahaan dilakukan dengan melihat tiga hal secara berbeda-beda: karakteristik kepribadian; karakteristik demografis; dan karakteristik lingkungan. Beberapa peneliti terdahulu membuktikan bahwa faktor kepribadian seperti kebutuhan akan prestasi McClelland, Sengupta dan Debnath dalam Indarti Rostiani, 2008 dan self efficacy Gilles dan Rea dalam Indarti Rostiani, 2008 merupakan prediktor signifikan intensi kewirausahaan. Kristiansen dalam Indarti Rostiani, 2008 menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Faktor demografi seperti umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang diperhitungkan sebagai penentu bagi intensi kewirausahaan. 3 Menurut Sadino dalam Hamdani, 2010 di sebuah forum mahasiswa Universitas Indonesia pernah mengatakan, Siapa yang ingin menjadi wirausaha, keluarlah dari kampus setelah acara ini dan jangan kembali kesini lagi. Kalo mau jadi wirausaha mulailah dari sekarang. Jangan berencana mulai setelah lulus kuliah. Apalagi, kalau Anda berusaha lulus dengan indeks prestasi tinggi, besar kemungkinan muncul harapan dan iming-iming untuk jadi pegawai. Menurut peneliti sendiri jika melihat dari fenomena yang ada, memang benar yang di katakan Sadino dalam Hamdani, 2010 dimana mereka yang memiliki indeks prestasi tinggi akan sangat cenderung untuk bekerja di perusahaan ternama dan mereka yang memiliki indeks prestasi yang rendah sehingga tidak masuknya standart IPK dan tidak siap kerja cenderung pada akhirnya untuk berwirausaha, namun hal ini bukanlah karena intensi wirausaha yang ada, namun dikarenakan desakan situasional. Dalam masalah ini tinggi rendahnya prestasi tinggi pada saat kuliah juga dipengaruhi oleh academic self-efficacy yang dimiliki setiap mahasiswa di mana tentunya berpengaruh terhadap prestasi belajar. Academic self- efficacy menunjuk pada seseorang yang memiliki keyakinan bahwa mereka dapat berhasil dalam mencapai prestasi pada bidang akademik atau mencapai specific academic goal Bandura; Eccles Wigfield; Elias Loomis; Gresham; Linnenbrink Pintrich; Schunk Pajares dalam McGrew, 2008. Academic self-efficacy berdasar pada self-efficacy Bandura dalam Golightly, 2007. Miner menyatakan Luthans dalam Riyanti, 2007 bahwa individu yang memiliki high self-efficacy memiliki harapan-harapan yang kuat mengenai kemampuan diri untuk menunjukkan prestasi secara sukses dalam situasi yang sama sekali baru. Hal baru menurut Miner Luthans dalam Riyanti, 2007 tersebut peneliti hubungkan dengan wirausaha, di mana mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW selama menempuh pendidikan di 4 bangku kuliah tentunya memiliki academic self-efficacy yaitu dalam pendidikan psikologi dan mendapati bidang baru yaitu wirausaha.

A. Intensi Wirausaha 1. Pengertian Intesi Wirausaha