8
Angka ini membuktikan ketidak seimbangan perdagangan Indonesia terhadap Cina. Dan yang pasti, keadaan tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Besarnya defisit ini juga tidak
akan mengubah bisnis di negeri ini menjadi lebih kompetitif, seperti yang sering disampaikan oleh Menteri Perdagangan. Sebaliknya, serbuan impor produk Cina semakin
leluasa menyerbu pasar domestik. Hasilnya, industri kita secara eksponensial merugi karena tidak dapat berkompetisi dengan barang-barang Cina yang murah.
Jika beberapa produk non-migas seperti minyak sawit, karet, produk pulp and paper, dan kelapa dan kopra adalah beberapa produk unggulan, logika orientasi ekspor akan
menggenjot produksi. Terkait ini, akan banyak ekspansi usaha perkebunan—yang konsekuensi sosial-ekonomi dan lingkungannya masih menyimpan banyak masalah.
Deforestasi atas nama perkebunan, serta penggusuran masyarakat adat dan petani kecil adalah masalah umum yang terus terjadi untuk mendorong ekspansi komoditas ekspor.
Usaha perkebunan juga kurang bermanfaat untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, karena rakyat di pedesaan tidak memiliki sendiri perkebunannya atau hanya menjadi buruh
perkebunan atau di sejumlah kasus harus tergusur dari tanahnya.
5. Dominasi Asing lewat Perkebunan Kelapa Sawit
Hampir satu abad kelapa sawit mendominasi perkebunan di Indonesia, dan akhir-akhir ini perkembangannya semakin pesat melihat besarnya permintaan di pasar internasional.
Butuh waktu 80 tahun untuk mencapai luas 1 juta hektar sawit, namun hanya dalam 3 tahun terjadi peningkatan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 1,1 juta hektar. Dalam
kurun waktu kurang lebih 15 tahun terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir lima kali lipat, dari sebesar 4,8 juta ton minyak sawit mentah CPO pada tahun
1996 menjadi 19, 8 juta ton pada tahun 2010. Dimana hampir separuh dari perkebunan ini merupakan milik perusahaan-perusahaan swasta asing seperti Sime Darby, Wilmar dan
Cargill.
7
Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Luas Areal Kelapa Sawit 2006-2010
Sumber: Dirjen Perkebunan, Kementrian Pertanian, 2010 Total produksi kelapa sawit 80 persen ditujukan untuk ekspor, pada semester pertama
tahun 2010, tujuan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ialah India sebesar 36 persen, Uni Eropa 26 persen, Bangladesh 19 persen dan China 13 persen. Dengan total nilai
perdagangan kelapa sawit mencapai 10.366.610.000 US. Besarnya ekonomi kelapa sawit ini mendapatkan dukungan yang tidak sedikit dari pemerintah. Dari kebijakan
hingga kemudahan kredit bagi para pengusaha sawit. Bank-bank nasional dan multinasional memberikan kemudahan pendanaan besar bagi
perkebunan kelapa sawit, pembiayaan kredit dari perbankan ke sektor perkebunan kelapa
7
Sawit watch 2010
Areal Ha Produksi Ton
Tahun Petani
Mandiri Negara
Swasta Total
Petani mandiri
Negara Swasta
Total
2006 2.549.572
687,43 3.357.914
6.594.914 5.783.088
2.313.729 9.254.031
17.350.848 2007
2.752.172 606,25
3.408.416 6.766.836
6.358.389 2.117.035
9.189.301 17.664.725
2008 2.881.898
602,96 3.878.986
7.363.847 6.923.042
1.938.134 8.678.612
17.539.788 2009
3.013.973 608,58
3.885.470 7.508.023
7.247.979 1.961.813
9.431.089 18.640.881
2010 3.314.663
616,58 3.893.385
7.824.623 7.774.036
2.089.908 9.980.957
19.884.901
9
sawit per Maret 2010 diketahui mencapai Rp 62 triliun. Bank Mandiri misalnya hingga Mei 2010 dari Rp 32,8 triliun kredit sektor perkebunan dan industriperdagangan 76,91
persennya untuk perkebunan kelapa sawit. Dari besarnya kredit perbankan yang ditujukan bagi perkebunan kelapa sawit, tidak ada yang diterima oleh petani mandiri
kelapa sawit yang berjumlah hampir 2 juta orang. Grafik 1. Persentase Kredit Bank Mandiri untuk Sektor Perkebunan dan
IndustriPerdagangan Sumber: Bank Mandiri, Agustus 2010 Ditengah-tengah besarnya ekonomi kelapa sawit, buruh perkebunan sawit hidup dalam
kemiskinan. Hasil penelitian SPI 2010 menunjukkan para buruh perkebunan di daerah Sungai Bahar, Jambi mendapat upah rata-rata Rp 23.000 per hari dengan jam kerja yang
cukup panjang dimulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 15.30 sore, jika mereka bekerja 6 hari dalam seminggu maka pendapatan mereka per bulan sebesar Rp 552.000, jauh di
bawah upah minimum Propinsi Jambi sebesar Rp 900.000. Hal ini menjadi gambaran bagi kita besarnya eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan kelapa sawit ini. Keadaan yang tidak adil inilah yang seringkali menimbulkan konflik antara pihak perkebunan atau perusahaan dengan petani sekitar atau buruh
perkebunan. Ekspansi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran juga menjadi ancaman serius bagi kedaulatan pangan, jika lahan pangan berkurang 13 persen dalam
setahun terakhir, perkebunan sawit justru meningkat 4 persen pada periode 2009-2010. Di Sumatra Utara misalnya 24.970 hektar atau sekitar 12,3 persen dari seluruh lahan
sawah nonirigasi yang ada di Sumatera Utara berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
6. Pelanggaran Hak Asasi Petani