Fotografi Pementasan Teater Dengan Teknik Freeze Motion Di Dalam Gedung Pertunjukan (Analisis visual foto pementasan Maaf-Maaf-Maaf dan Sayang Ada Orang Lain produksi Teater Lakon UPI Bandung )

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Curriculum Vitae

Data Pribadi / Personal Details

Nama / Name : Farid Shobri

Alamat / Address : Jln. Kelapa Gading 531 Pedurungan Semarang

Kode Post / Postal Code : 50193

Nomor Telepon / Phone : (024) 6704893

Email : faridshobri@yahoo.co.id

Jenis Kelamin / Gender : Laki-laki Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 25 September 1987

Agama / Religion : Islam

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan

Educational and Professional Qualification Jenjang Pendidikan :

Education Information

Periode Sekolah / Institusi / Universitas

Jurusan Jenjang IPK 1993 - 1999 SD Plamongan Sari 01

1999 2002 SMP 2 Semarang

2002 2005 SMA 3 Semarang IPS

2005 - 2010 UNIKOM DKV S1

Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya. Bandung, Agustus 2010


(2)

ABSTRACT

Theater performances in the building is a fertile aesthetic area for the photographer to capture moments that have been organized and designed by all the supporting performances include the director, actors, stage manager, lighting, music arranger, make-up and costumes stylist. Theater photography is required for the needs of documentation and evaluation media for Theater group, used as illustrations in various media publications, and also a photo of the photographer's work.

Special techniques in theater photography became very needed to create a work of high quality images, where the pictures have a message, technically feasible, aesthetic and artistic, and in presentation. In low lighting conditions, using only available light in the theater, dynamic movement of players and rules must be obeyed to photographers as spectators, to capture the movements actors by freeze-motion technique have done well on the photos selected.

Photographs of tater Lakon production with the title Maaf-Maaf-Maaf by Nano Riantiarno and Sayang Ada Orang Lain by Utuy Tatang Sontani selected as the objects in this research. By analyzing the photos of both performances that then can be found comparing the techniques used in certain conditions.

Key Words : Photography, Theater, Freeze Motion.


(3)

ABSTRAK

Pementasan teater didalam gedung pertunjukan adalah sebuah lahan estetis yang subur bagi fotografer untuk mengabadikan momen-momen yang telah diatur dan dirancang oleh seluruh pendukung pementasan mencakup sutradara, pemain, tata panggung, tata lampu, tata suara, make-up dan kostum. Fotografi pementasan teater diperlukan untuk kebutuhan dokumentasi dan media evaluasi bagi kelompok tater, digunakan sebagai ilustrasi publikasi dalam berbagai media, dan juga menjadi karya foto bagi fotografernya.

Teknik-teknik khusus dalam fotografi pementasan teater menjadi sangat diperlukan untuk menghasilkan sebuah karya foto yang berkualitas, dimana foto memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta dalam presentasinya. Dalam kondisi pencahayaan yang minim, hanya menggunakan cahaya yang ada dalam teater, gerakan pemain yang dinamis dan aturan yang harus ditaati fotografer sebagai penonton, untuk menangkap gerakan pemain teknik freeze motion telah dilakukan dengan baik pada foto-foto yang terpilih.

Foto-foto pementasan produksi teater Lakon dengan judul Maaf-Maaf-Maaf karya Nano Riantiarno dan Sayang Ada Orang Lain karya Utuy Tatang Sontani dipilih sebagai objek dalam penelitian ini. Dengan menganalisa foto-foto dari kedua pementasan tersebut maka dapat diketahui perbandingan teknik yang digunakan dalam kondisi-kondisi tertentu.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam hidup yang tidak mungkin kembali, akan diingat selalu dengan memandangi foto. Dan kesan yang terdapat dalam kenangan tersebut akan terasa saat dikenang jika foto yang dihasilkan baik, menarik dan berkesan. Selain untuk mengabadikan momen yang penting, sebuah foto juga dapat mengandung nilai jual atau komersial, jurnalistik, ataupun nilai seni yang tinggi tergantung pada kebutuhan seseorang untuk membuat foto yang diinginkannya. Karena foto dibuat untuk menyampaikan sesuatu yang ingin diingat dan memiliki pesan untuk disampaikan.

Foto yang baik dan berkualitas adalah foto yang memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta presentasinya.Dalam penyampaian pesan sebuah foto, diperlukan keahlian dan teknik khusus dalam hal fotografi, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dikomunikasikan dan sampai pada penikmat fotonya. Tidak hanya dalam hal teknis memotret dalam artian penggunaan alat fotografi seperti kamera dengan pengaturannya, tripod, lighting dan lain-lain tetapi juga perlu diketahui bahasa yang digunakan oleh foto sehingga foto tersebut dapat berbicara, berkomunikasi atau menyampaikan pesan. Juga hal lain mulai dari ide awal, sampai pada foto tersebut jadi.

Perkembangan fotografi saat ini telah membuka pandangan baru dalam dunia fotografi. Dengan adanya teknologi digital, bukan hanya kecepatan proses, tetapi juga kemampuannya untuk memanipulasi hasil foto agar menjadi suatu hasil yang samasekali berbeda dengan foto mentahnya.


(5)

Menurut Adi Kusrianto (2007 : 119) bahwa khususnya dalam dunia desain komunikasi visual, foto banyak digunakan sebagai illustrasi penguat komunikasi dalam sebuah media, contohnya dalam iklan media cetak seperti poster dan billboard, kampanye sosial maupun politik, dan sebagainya. Foto juga berperan dalam media komunikasi visual lain seperti film, cd interaktif, dan games. Juga menjadi media komunikasi visual tersendiri dalam penyampaian pesan.

Sementara itu fotografi dalam perkembangannya memiliki beberapa kategori-kategori yang beranekaragam. Hal ini terus berkembang hingga terdapat beberapa anggapan mengenai kategori fotografi. Dalam sebuah komunitas fotografi dunia maya, Fotografer.net atau lebih dikenal dengan FN, terdapat 27 kategori fotografi, salah satunya yaitu foto panggung atau stage fotografi yaitu foto-foto aksi pentas, konser musik oleh artis, pemusik, teater, pertunjukan tari, pentas showbiz dan lain-lain.

Foto panggung menjadi kategori tersendiri dalam fotografi dan menjadi menarik menantang, dan dibutuhkan teknik khusus dalam membuatnya.

Karena, menurut Herman Effendi (2009), pentas seni pertunjukan yang sarat peristiwa dan susunan artistik, dimata pemotret dapat dijadikan sasaran pemotretan yang menartik, dinamis , variatif, dan menantang. Tantangan pada proses perekaman realitas pentas di tangan pemotret berpeluang terciptanya karya fotografi yang memiliki kaidah estetika fotografi, baik seni gagasan maupun teknik.

Menurut Earl Theisen dalam Photographic Approach to People(1966 : 9), “Snapping of pictures is taken for granted” foto merupakan gambar yang dibuat apa adanya. Fotografi merupakan iconic atau perlambang dari kehidupan nyata karena foto merupakan sebagian dari keseluruhan objek atau kejadian yang diambil, yang dapat mewakili objek tersebut.

Fotografi termasuk ke dalam komunikasi visual, sarat dengan tanda-tanda yang mampu menyampaikan pesan. Jika disebutkan fotografi merupakan iconic dari kehidupan nyata maka bisa dikatakan fotografi teater merupakan iconic dari kehidupan sandiwara dalam kehidupan sebenarnya. Fotografi teater menyampaikan pesan yang dibawa oleh teater ke dalam foto atau bisa juga foto teater memiliki pesan


(6)

Teater sama halnya dengan fotografi sebagai media penyamapaian pesan dengan bentuk yang berbeda. Dalam teater pesan disampaikan melalui cerita yang dibangun lewat naskah yang tokoh-tokohnya dimainkan oleh aktor diatas panggung dengan dekorasi tata panggung atau lebih dikenal dengan tata artistik yang merupakan gambaran dari keadaan yang terdapat dalam naskah, diiringi musik pengiring dan pembangun suasana, dengan disinari cahaya lampu yang memberikan cahaya penerang panggung sebagai penunjuk waktu, penguat suasana, jiwa dan emosi dengan dalang seorang sutradara.

Pertunjukan teater biasa dilakukan di dalam gedung pertunjukan walaupun ada pertunjukan teater yang dilakukan di luar ruangan. Gedung pertunjukan teater memilikipencahayaan yang minim, hanya diterangi oleh lampu dari tata lampu teater sajasaatpertunjukanberlangsung. Hal ini menyebabkan sangat sulit untuk mengatur kamera agar dapat menangkap cahaya dengan baik, mengatur posisi agar didapatkan komposisi yang baik, dan memilih sudut pandang atau angleyang menarik. Karena fotografer tidak diperbolehkan untuk menggunakan cahaya tambahan dan atau blitz atau flashlight karena dapat mengganggu aktor dalam memainkan perannya dan merusak suasana yang telah dibangun oleh semua pendukung teater. Fotografer tidak diperbolehkan berjalan-jalan didepan penonton karena dapat mengganggu kenyamanan dalam menyaksikan pertunjukan. Selain itu tidak diperbolehkan naik keatas panggung untuk memotret aktor dari dekat.

Momen atau kejadian yang ada mencakup emosi dan kejiwaan yang beragam dengan suasana yang dibangun sesuai dengan penggambaran keadaan dalam naskah oleh seluruh pendukung teater. Tokoh dengan perwatakan yang bermacam-macam dengan gerakan-gerakan yang memiliki makna atau pesan, selain daripada kata-kata, dialog, nyanyian, puisi, dan lain-lain yang diucapkan oleh aktor. Latar yang dibuat dan kadang berubah baik dari segi bentuk maupun fungsi. Pencahayaan yang berubah menurut suasana, waktu dan emosi. Kostum serta tatarias yang tegas dan menunjukkan karakter setiap tokohnya. Musik pengiring yang juga menjadi unsure penting dalam pementasan teater. Dalam teater memiliki banyak aspek pembentuk


(7)

yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri yang dapat dijadikan sebagai objek foto teater sesuai dengan maksud fotografer dalam menyampaikan pesan dan tujuannya.

Dalam kehidupan di teater sendiri, fotografi dijadikan sebagai alat dokumentasi bagi kelompok-kelompok teater yang mementaskan sebuah cerita. Tidak banyak kelompok teater yang memberikan perhatian lebih terhadap fotografi pementasan teater. Hal ini tercermin dalam Festival Teater Mahasiswa Nasionaldi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009 dimana foto-foto pementasan kelompok pesertanya tidak dapat dibagikan dikarenakan hasil foto yang tidak baik atau gagal.

Kelpmpok teater professional biasanya memiliki fotografer sendiri yang khusus memotret setiap pementasan yang dipentaskan oleh kelompoknya. Bagi teater kampus biasanya mereka bekerjasama dengan unit fotografi mahasiswa di kampusnya. Tetapi tidak sedikit kelompok teater yang kurang memperhatikan dokumentasi fotopementasannya. Lebih-lebih fotografi teater yang bukan hanya sekedar dokumentasi tetapi foto yang berbicara dengan bahasa fotografi juga menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh si fotografer.

Kemampuan memotret saja tidak cukup untuk membuat sebuah foto pementasan teater, tetapi dibutuhkan teknik-teknik khusus dalam membuatnya baik dari segi teknis alat yang digunakan, teknik pemotretannya juga persiapan-persiapan yang dilakukan sebelum memotret sebuah pementasan teater di dalam gedung pertunjukan. Walaupun hanya sebagai pantograph atau penangkap gambar dan pendokumentasian namun dengan teknik dan metode tertentu untuk menggunakan bahasa teater sebagai bahasa foto, sehingga dapat digunakan sebagai media evaluasi yang tepat ataupun sebagai sebuah karya desain sebagai illustrasi pada publikasi pementasan, atau juga sebagai karya tunggal bagi seorang fotografer.


(8)

1.2. Identifikasi Masalah

• Perlunya Fotografi teater bagi kelompok teater adalah sebagai dokumentasi dan evaluasi. Namun foto teater dapat digunakan sebagai sebuah karya desain sebagai illustrasi pada publikasi pementasan, atau juga sebagai karya tunggal bagi seorang fotografer.

• Gedung pertunjukan teater dengan pencahayaan yang minim, panggung hanya diterangi pencahayaan teater dan gerakan-gerakan yang dinamis menyebabkan adanya kesulitan dalam memotret pertunjukan teater, terutama membekukan objek / motion (freeze motion).

• Peraturan di dalam gedung pertunjukan teater dan kesopanan atau etika penonton pertunjukan teater menyebabkan fotografer tidak diperkenankan untuk :

a. Menggunakan blitz ataupun cahaya tambahan karena dapat mengganggu aktor dalam memainkan perannya dan merusak suasana yang telah dibangun oleh semua pendukung teater.

b. Berjalan-jalan didepan penonton karena dapat mengganggu kenyamanan dalam menyaksikan pertunjukan.

c. Naik keatas panggung untuk mengambil gambar aktor dari dekat. 1.3. Perumusan Masalah

Bagaimana teknik freeze motion fotografi pementasan teater digunakan pada foto-foto yang terpilih sehingga tercipta karya foto yang berkualitas (memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta presentasinya).

1.4. Pembatasan Masalah

Untuk mencegah pembiasan pembahasan yang akan dibahas pada penelitian , maka dibuat batasan-batasan pembahasan materi. Pembahasan teknik fotografi pementasan teater di dalam gedung pertunjukan ini dibatasi pada:


(9)

• Pembahasan fotografi pementasan teater dikhususkan pada fotografi sebagai “pantograph” /penangkap gambar atau dokumentasi.

• Pembahasan foto dalam penelitian ini dibatasi pada foto-foto dari pementasan produksi teater Lakon UPI Bandung. Kelompok teater ini dianggap memiliki pementasan-pementasan yang berkualitas dilihatdari prestasi-prastasi yang diraihnya diantaranya adalah peraih juara umum dalam Festifal Teater Mahasiswa Nasional IV 2009 dan Juara 2 dalam Festifal Drama Basa Sunda 2010. Karya pementasan yang dijadikan sample adalah pementasan dengan karakter tokoh dan cerita yang realis atau apa adanya menyerupai kenyataan yang sebenarnya dengan judul Maaf-Maaf-Maaf (Politik Cinta Dasamuka) dan Sayang Ada Orang Lain. • Pembahasan teknik dibatasi pada teknik “freeze motion” dimana objek

terjebak dalam suatu moment. 1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

• Mengetahui teknik-teknik khusus yang dilakukan terutama teknik freeze motion, alat-alat yang digunakan dan persiapan yang dilakukan oleh seorang fotografer untuk memotret pementasan teater dalam keadaan dan situasi tertentu.

• Memberikan perhatian lebih dalam kepada kelompok-kelompok teater tentang perlunya fotografi pementasan teater.

1.6. Manfaat Penelitian

• Penelitian ini bermanfaat bagi fotografer sebagai referensi teknik dalam memotret pementasan teater juga pemotretan sejenis yang memiliki keadaan yang hampir sama.

• Bermanfaat bagi kelompok-kelompok teater untuk lebih dalam memperhatikan masalah fotografi pementasannya.


(10)

• Bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin memperoleh informasi dan menambah wawasan mengenai fotografi panggung, mengenai teater dan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.7. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu dengan menginterpretasikan data-data yang diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang ada, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti. Jenis data yang diperoleh adalah data kualitatif. Data kualitatif, yaitu melalui telaah sumber-sumber buku yang memiliki informasi terkait dengan penelitian ini, juga informasi yang berasal dari orang-orang yang benar-benar memahami atau pakar dalam masalah yang ada dalam penelitian ini.

Foto-foto dikumpulkan dari hasil pemotretan yang dilakukan sebagai dokumentasi penyelenggara pementasan hasil kerjasama dengan fotografer yang dipilih. Dari foto-foto tersebut, dideskripsikan teknik-teknik yang digunakan yang dipengaruhi oleh keadaan-keadaan tertentu. Keadaan yang mempengaruhi mencakup jalan cerita, dan unsur-unsur pementasan seperti aktor, tata artistik, pencahayaan, rias dan kostum sebagai objek fotografinya.


(11)

1.8. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir

1.9. Teknik Pencarian Data

Teknik pencarian data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Library Research (Studi kepustakaan), yaitu pengumpulan teori dan konsep

juga mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.

2. Diskusi, yaitu tukar-menukar ilmu pengetahuan dengan orang yang lebih memahami dan mengerti tentang bahasan penelitian.

3. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu studi lapangan untuk melihat dan mengetahui teori dan konsep apa saja yang digunakan di lapangan. 1.10. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan agar proses pembuatan makalah dapat dibuat secara terstruktur dan sistematis, sehingga dengan mudah dimengerti dan

Fotografi

Stage Fotografi

Teknik Fotografi Pementasan Teater

Persiapan Teknik

Pengambilan Foto  Unsur Pendukung

Teater Teknik Freeze

Motion Peralatan 

Foto Pementasan Teater Yang Baik


(12)

dipahami oleh pihak yang akan mempergunakannya. Sistematika penulisan makalah dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berfikir, teknik pencarian data, dan sistematika penulisan skripsi mengenai teknik fotografi pementasan teater di dalam gedung pertunjukan.

BAB II TEKNIK FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

Dalam bab ini akan dijelaskan teori-teori mengenai fotografi mencakup sejarah dan perkembangannya, pengertian, teknik-teknik, dan bahasa fotografi. Lebih khusus akan dibahas teknik fotografi pementasan teater dan teknik freeze motion dalam pengambilan gambarnya.

BAB III PEMENTASAN TEATER SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI

Bab ini akan membahas pementasan teater yang berlangsung di dalam gedung pertunjukan dengan sample penelitian pementasan produksi teater Lakon berjudul Maf-Maaf-Maaf (Politik Cinta Dasamuka) dan Sayang Ada Orang Lain. Bahasan mencakup jalan cerita, dan unsur-unsur pementasan seperti aktor, tata artistik, pencahayaan, rias dan kostum sebagai objek fotografi.

BAB IV FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

Bab ini merupakan pembahasan permasalahan teknik fotografi pementasan teater di dalam gedung pertunjukan. Mendeskripsikan dan menganalisis teknik yang digunakan dalam foto-foto pementasan teater dengan metode dan batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari hasil peneletian menjawab perumusan masalah yang ada, sehingga didapatkan perbandingan secara teknis dari foto-foto kedua pementasan.

                                         


(14)

BAB II

TEKNIK FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

2.1 Sejarah dan Perkembangan Fotografi

Sejarah fotografi pada awalnya yaitu adanya penemuan camera obscura yang artinya kamar gelap. Camera obscura ditemukan berates-ratus tahun sebelum fotografi dikenal pada saat ini. Prinsip kuno kamar gelaplah yang menjadi dasar fotografi modern saat ini. Sinar akan masuk ke dalam kamar gelap melalui lubang kecil sehingga akhirnya akan membentuk objek dari luar kamar gelap menjadi bayangan objek yang terbalik di dinding kamar gelap. Diyakini bahwa prinsip itu ditemukan pada saat pemerintahan Yunani kuno oleh Aristoteles pada tahun 384 SM – 322 SM, dan kemudian ditulis ulang oleh Leonardo DaVinci (1452-1519).

Pada abad 16, perbaikan dilakukan pada sistem kamar gelap dan lubang kamera (pin-hole). Sistem itu menghasilkan gambar yang terlalu gelap sehingga ditambahkan lensa optis untuk meningkatkan kecerahan gambar. Prinsip kamera dengan penambahan lensa optis tersebut telah dibuat di inggris pada tahun 1770 dengan ukuran kotak 6 cm x 6cm. tipe kamera itulah yang mendasari terbentuknya sistem kamera SLR (Single Lens Reflex) dengan menempatkan beberapa cermin untuk menghasilkan gambar yang semakin baik. Tambahan beberapa cermin pada kamera menghasilkan gambar yang tidak terbalik. Beberapa sistem mekanis ditambahkan disertai dengan perbaikan posisi lensa sehingga gambar bisa lebih terang dan lebih fokus. Elemen penangkapnya juga berkembang setelah ditemukan film. Sistem camera obscura tersebut semakin berkembang sehingga terbentuk kamera-kamera yang ada pada masa sekarang dengan teknologi yang semakin maju.

Perkembangan saat ini muncul sebuah teknologi baru yang dikenal dengan nama digital. Teknologi digital kemudian berkembang dengan sangat cepat melahap


(15)

semua segmen teknologi yang ada dalam kehidupan manusia modern - termasuk bidang fotografi.

Saat ini teknologi digital sudah semakin berkembang. Kamera-kamera digital banyak sekali beredar di pasaran. Setiap orang bisa memiliki kamera, dan setiap orang dapat dengan mudah mengambil gambar dalam kehidupan sehari-hari. Kamera-kamera digital tersebut memiliki prinsip yang sama dengan Kamera-kamera obscura. Fotografi digital hanya merupakan alat bantu untuk ‘menghentikan waktu’ serta menangkap momen hingga melukiskan cahaya.

Secara revolusioner, bahan peka cahaya yang semula berupa unsur-unsur kimia dalam bentuk film itu kini peranannya diambil alih oleh sel-sel peka cahaya yang meneruskan citra digital yang dihasilkan oleh permukaannya ke dalam sebuah memory penyimpanan digital yang setiap diinginkan siap menampilkan gambar yang disimpannya, melalui sebuah layar monitor - yang terdapat pada setiap kamera digital.

Pembuatan gambar kini tidak tergantung pada film lagi. Demikian juga hasilnya yang dengan cepat dapt diketahui sangat mengancam kehadiran film dan kelangsungan lab-lab foto tradisional yang ada. Sebagai gantinya, muncul lab digital yang lebih canggih dan akrab lingkungan karena bebas bahan kimia.

Lebih dari itu teknologi digital selain mempermudah proses penyimpanan gambar, turut pula mempercepat pengiriman gambar dari satu tempat ke tempat lainnya hanya melalui sebuah telpon genggam yang dioperasikan dari sebuah tempat yang jauh dari kehidupan modern, berkat jasa satelit telekomunikasi yang mampu menghubungkan semua bagian dunia ini dengan memanfaatkan Teknologi Informasi di dalamnya yang populer dengan nama Internet.

Dunia Internet yang dikenal dengan nama dunia virtual atau maya berjalan beriringan dengan dunia nyata. Dapat ditemukan di dalamnya berbagai kegiatan maya dalam bentuk yang dikenal dengan istilah populer situs di Internet.


(16)

Melalui berbagai situs di Internet inilah dunia fotografi menampilkan dirinya dalam bentuk yang sulit dibayangkan sebelumnya. Jual beli stok foto, Galeri Foto hingga komunikasi interaktif masyarakat foto dapat ditemui di dalamnya. Belum lagi promosi oleh perusahaan-perusahaan film raksasa dunia, seperti Kodak atau Fuji.

Baru-baru ini seolah muncul dari tempat yang sangat tidak terduga, lahirlah film elektronik yang justru mengancam kelangsungan kamera digital. Bentuk fisiknya sama dengan film biasa, hanya lidah filmnya kaku tidak dapat digulung, terbuat dari chip yang peka cahaya. Memakainya cukup dipasang seperti biasa pada rumah film kamera.

2.2 Pengertian Fotografi

Dalam sebuah buku penunjang fotografi/Leo Nardi Hon CPNS, Hon PAF (1989 : 7) menjelaskan bahwa “ kata foto berasal dari kata fotos yang berarti melukis atau menulis, grafi berasal dari kata grafos yang berarti cahaya”. Jadi fotografi adalah kegiatan melukis atau menulis dengan cahaya mutlak.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, fotografi merupakan “seni dan penghasilan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan”. Jadi fotografi adalah teknik melukis dengan menggunakan cahaya.

Fotografi merupakan media yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam hidup yang tidak mungkin kembali, akan diingat selalu dengan memandangi foto. Dan kesan yang terdapat dalam kenangan tersebut akan terasa saat dikenang jika foto yang dihasilkan baik, menarik dan berkesan. Selain untuk mengabadikan momen yang penting, sebuah foto juga dapat mengandung nilai jual atau komersial, jurnalistik, ataupun nilai seni yang tinggi tergantung pada kebutuhan seseorang untuk membuat foto yang diinginkannya.

Jadi fotografi adalah perpaduan antara teknologi dan seni. Berbagai nilai keindahan atau estetika yang tidak tercakup dalam teknologi fotografi karena


(17)

diselaraskan dengan proses teknis untuk memberikan karakter dan keindahan pada hasil visualnya. Dasar dari fotografi jelas berkaitan dengan perangkat alat-alat seperti kamera, lensa, blitz, dan lain-lain.

2.3 Teknik Dasar Fotografi

Dijelaskan dalam Teknik Dasar Fotografi Digital menurut Ariel Sunarto (2008) dibagi menjadi 3 bagian yaitu “shutter speed, aperture, dan ISO”.

a. Shutter Speed

Shutter adalah sebuah tirai pada kamera yang dapat terbuka dan menutup berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya saat mengambil sebuah gambar. Shutter speed adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menyinari CMOS atau CCD pada kamera digital, atau film pada kamera analog, sehingga obyek dapat ditangkap atau dibekukan.

Gambar 2.1. Sistem mekanik pada kamera DSLR

Pada kamera tertera angka-angka 250,125,60,30,15, dst, ini berarti lamanya penyinaran dengan satuan detik kebalikan dari angka-angka yang


(18)

tertera. Contoh : shutter speed menunjukkan angka 250 berarti kecepatan dari shutter saat membuka dan menutup kembali adalah satu per 250 detik.

Semakin besar angkanya berarti semakin cepat shutter menutup, hal ini menciptakan efek diam atau freeze. Contohnya saat memotret mobil yang sedang melaju cepat diperlukan kecepatan lebih dari satu per 125 detik, artinya angkanya haus lebih dari 125. Lain halnya jika diiginkan efek bergerak atau motion blur, maka shutter speed yang digunakan kurang dari angka tersebut.

b. Aperture

Untuk menambah dan mengurangi cahaya melewati lensa, yang diatur adalah ukuran bukaan lensa atau aperture. Sistem kerjanya mirip dengan bukaan pada retina mata manusia yang disebut iris. Saat lubang dibuka lebar-lebar, cahaya akan lebih banyak masuk kedalam lensa. Demikian juga sebaliknya jika bukaan lensa dikecilkan maka cahaya yang masuk akan semakin sedikit. Pada kamera pengaturan aperture atau diafragma ini ditunjukkan dalam angka-angka yang disebut f-stop atau f-nummber.

F-number dirumuskan /# N . Lambang f merupakan jarak fokus lensa atau focal length, sedangkan D adalah diameter diafragma (pupil). Dengan demikian f-number berbanding terbalik dengan diameter bukaan diafragma. Jadi semakin besar diafragma maka f-number menunjukan angka yang kecil dan sebaliknya.


(19)

Gambar 2.2. Apperture/Diafragma

Aperture juga berpengaruh pada ruang ketajaman atau depth of field. Semakin kecil diafragma maka rentang ketajaman akan semakin lebar. Artinya objek di belakang dan di depan fokus utama memiliki ketajaman yang baik. Sebaliknya jika diinginkan efek buram atau blur pada bagian di luar fokus atau objek utama, maka digunakan diafragma besar atau dengan f-number kecil.

c. ISO

Angka ISO atau ASA yang menunjukkan kepekaan film terhadap cahaya dan ini disebut kecepatan film. Dalam teknologi digital, ISO berfungsi sama, yaitu sebagai kemampuan teknologi sensor dalam menangkap cahaya. Makin tinggi angkanya menunjukkan bahwa makin peka terhadap cahaya.

ISO adalah singkatan dari International Standard Organization. ISO merupakan lembaga yang mengatur standar kecepatan film atau sensor. Kecepatan ISO terbagi dalam tiga golongan: lambat, sedang, cepat.

• Angka ISO berkecepatan rendah adalah 100 atau kurang. Digunakan pada pemotretan bercahaya terang.

• Antara ISO 100 sampai 400 adalah kecepatan sedang. Bagus untuk kondisi cahaya normal di siang hari.


(20)

• Antara ISO 400-1600 adalah kecepatan tinggi. Digunakan dalam kondisi cahaya rendah di dalam ruangan.

• Antara ISO 1600-3200 atau lebih adalah kecepatan tinggi. Digunakan dalam kondisi cahaya gelap di malam hari, dan cahaya lampu.

Semakin kecil ISO semakin tajam gambar karena rapatnya butiran-butiran pembentuk fotonya. Semakin besar ISO semakin renggang butiran-butiran penyusun foto tersebut sehingga terlihat seperti bintik-bintik atau disebut noise.

2.4 Metode EDFAT

Suatu metode yang dikenalkan oleh Walter Cronkite School of Jurnalism and Telecomunication, Arizone State Universit-Metode pemotretan untuk melatih optis melihat sesuatu dengan detail dan tajam. Mencakup entire, detil, frame, angle, dan time.

E : Entire atau disebut established shoot, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau penguasaan lain, dalam memilih bagian-bagian yang dipilih sebagai objek.

D : Detail, suatu pilihan dari keseluruhan pandangan terdahulu. Unsur ini menentukan objek yang dipilih menjadi “Point of Interest”.

F : Frame, tahap dimana membingkai suatu detail yang terpilih. Unsur ini menekankan pada kemampuan mengenal arti komposisi, pola, tekstur dan bentuk subjek pemotretan dengan akurat.

A : Angle, dalam pemotretan sudut pandang menjadi sesuatu yang dominan sekaligus, mengkonsepsikan visual yang diinginkan dalam fase ini.

T : Time, tahap penentuan exposure dengan mengkombinasikan diafragma dan kecepatan atas keempat tahap atau unsur-unsur di atas. Kemampuan teknis sangat berpengaruh pada tahap ini.


(21)

2.5 Bahasa Fotografi (Photographic Language)

Bahasa fotografi adalah tata bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu. Foto yang menggunakan bahasa fotografi dalam mengungkapkan pesan menjadikan foto tersebut dapat berbicara atau berkomunikasi dengan penikmat fotonya.

“Bahasa fotografi terbagi atas lima kategori yaitu, bahasa penampilan (performance language), bahasa komposisi (composition language), bahasa gerak (motion language), bahasa konteks (contextual language), dan bahasa tanda (sign language)”, (Iskandar, Andang, 2007).

1. Performance language

a. Facial expression language atau bahasa ekspresi muka.

Digunakan untuk menyampaikan pesan kegembiraan, kesedihan, kesinisan, terkejut dan lain-lain dalam ekspresi muka.

b. Gestural language atau bahasa isyarat.

Gerak tubuh yang menyampaikan makna, contoh: gesture kemenangan dengan mengangkat tangan, menunjuk, menolak atau setuju dan lain-lain.

c. Action language atau bahasa tindakan.

Memperlihatkan tindakan yang dilakukan objek. Pesan yang disampaikan ada dua jenis yaitu visible atau kasat mata, sesuai dengan gerakan yang dilakukan dan invisible atau tersirat, contohnya kasih sayang.

2. Composition language


(22)

a. Bahasa warna (color language)

Warna merupakan unsur visual yang keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya, sedangkan kesan yang diterima oleh mata lebih ditentukan oleh cahaya. Terdapat tiga permasalahan mendasar pada warna khususnya dalam foto yaitu, hue (spectrum warna), saturation (nilai kepekatan), dan lightness atau nilai cahaya dari gelap terang. Warna dalam sebuah foto dapat memiliki arti tertentu dalam menyampaikan pesan. contohnya warna putih yang berarti kesucian, merah yang berarti keberanian, dan lain-lain.

b. Bahasa tekstur (texture language)

Tekstur adalah nilai raba dari suatu permukaan. Secara fisik tekstur dibagi menjadi tekstur kasar dan halus, dengan kesan pantul mengkilat dan kusam. Tekstur dalam penerapannya dapat mempengaruhi unsur visual lainnya, yaitu kejelasan titik, kualitas garis, keluasan bidang dan ruang, serta intensitas warna. Maka tekstur memiliki pengaruh dalam pemaknaan sebuah foto dengan kesan-kesan yang ditimbulkannya.

c. Bahasa garis (line language)

Garis dianggap sebagai unsur visual yang banyak berpengaruh terhadap pembentukan suatu objek sehingga garis selain dikenal sebagai goresan atau coretan, juga menjadi batas limit suatu bidang atau warna. Ciri khasnya adalah terdapat arah dan dimensi memanjang. Garis dapat tampil dalam bentuk lurus, lengkung, gelombang, zigzag, dan lainnya dan memiliki arti tertentu dalam setiap garisnya sesuai bentuk, arah, dan hal lain yang berpengaruh.


(23)

d. Bahasa sinar (lighting language)

Sinar atau cahaya merupakan unsur utama dalam fotografi. Sinar tidak hanya sebagai unsur pembentuk foto saja tetapi juga memiliki makna sesuai dengan intensitasnya, volumenya, kelembutan atau tegasnya sinar dalam foto. Terdapat dua kategori menyangkut dominan tidaknya sinar, yaitu :

High key (foto dengan yang dominan berwarna putih). Memberikan arti ceria, suci, popular, dan lain-lain.

Low key (foto dengan dominan warna hitam). Memberikan arti duka, misterus, dan lain-lain.

Warna disini ditentukan oleh sinar yang diterima oleh foto.

e. Bahasa bentuk (form language)

Bentuk pada dasarnya adalah garis-garis yang terhubung benjadi bidang yang berdimensi panjang dan lebar. Dengan adanya bidang maka terbentuklah ruang. Bentuk-bentuk yang terdapt dalam foto dapat memberikan kesan tersendiri baik secara langsung maupun tidk langsung.

Terdapat beberapa teori komposisi dalam fotografi, yang paling popular dalam dunia fotografi diantaranya :

1. Golden Mean / Golden Section

Golden mean, golden section, golden rectangle, golden ratio, atau irisan emas. Ditemukan pada zaman Yunani kuno oleh para pelukis. Mereka memiliki cita rasa seni komposisi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan secara eksak dan matematis. Pola tersebut tercipta karena rasa harmoni yang muncul saat mereka melukis. Penentuan pembagian area dengan menarik garis diagonal dari sisi kiri atas ke pojok kanan


(24)

garis. diagonal. Formula tersebut dapat diputar dan disesuaikan dengan objeknya.

Gambar 2.3. Golden Mean

2. Rule of Thirds

Konsep rule of thirds merupakan penyederhanaan dari konsep Golden section. Penggunaan komposisi rule of thirds akan membagi empat persegi panjang menjadi tiga bagian yang akan menghasilkan titik-titik kuat pada pertemuan garis vertikal dan horisontal. Sebagai contoh adalah foto berikut yang memilih komposisi tidak simetris dengan memasukkan unsur asap sebagai eleman di bagian kanan. Keputusan memilih komposisi akan makin mudah dengan makin seringnya seorang fotografer memotret.


(25)

Gambar 2.4. Keputusan Komposisi Rule of Thirds

3. Motion language

Foto yang menggunakan atau memiliki macam-macam gerak, menggunakan bermacam-macam teknik.

a. Panning.

Memperlihatkan suatu gerakan dan objek pada suatu kesempatan tertentu dimana hasil fotonya memiliki objek tegas dan latar belakang buram atau blur bergerak (motion blur).

b. Blurring.

Pada prinsipnya merupakan kebalikan dari panning dimana dalam objek yang ditampilkan buram bergerak dengan latar belakang jelas.

c. Multiple exposure.

Untuk memperlihatkan kontinuitas beberapa gerakan individu dengan memotret berulang-ulang dalam frame yang sama.


(26)

d. Multiple printing.

Prinsip geraknya sama dengan multiple exposure hanya tekniknya berbeda. Beberapa negatif yang memperlihatkan beberapa gerakan dicetak bersama-sama dalam satu kertas yang sama untuk memperlihatkan kestuan gerak.

e. Zooming.

Memperlihatkan suatu gerakan dimana objek dan latar belakang keduanya dibuat buram seperti dipecah. Tekniknya menggunakan lensa zoom yang memindahkan focal length atau fokus dari normal ke tele atau zoom atau sebaliknya.

f. Freezing.

Pemilihan gerakan yang merupakan klimaks dari perbuatan objek. Objek yang bergerak seolah dibekukan.

4. Contextual language

Berkaitan dengan ruang dan waktu. Contoh : gambar memperlihatkan hubungan antara tape recorder dengan pemandangan alam, seolah suara tape itu seindah alam.

5. Sign language

Foto menggunakan tanda atau lambang yang khas sehingga dengan melihat foto tersebut dapat menimbulkan pengertian tentang makna dari tanda tersebut.

2.6 Teknik Foto Panggung

Dengan pencahayaan yang minim dan tanpa cahaya tambahan, fotografer perlu mengetahui teknik-teknik khusus dalam memotret pementasan di atas panggung. Pementasan teater sendiri dalam kategori foto panggung memiliki


(27)

batasan-batasan tertentu yang membatasi ruang gerak fotografer. Tidak sama dengan foto panggung biasa dalam teater terdapat aturan dan etika yang harus di patuhi oleh pemotret.

Arbain Rambey (2009) seorang wartawan yang menggeluti fotografi panggung pada sebuah artikelnya Kiat Memotret Panggung dalam Kompas.com mengatakan bahwa “Fotografi panggung adalah hal yang sulit di masa lalu, tetapi dengan kemajuan teknologi kini mudah dilakukan oleh siapa saja”. Saat ini teknologi semakin berkembang dan kamera-kamera memiliki teknologi yang dapat memecahkan permasalahan fotografi.

Dalam hal ini akan dibahas teknik penggunaan kamera dikhususkan pada penggunaan kamera SLR maupun DSLR karena pemakaian kamera jenis ini akan dapat memaksimalkan kualitas foto yang dihasilkan dalam memotret pementasan di atas panggung, selain pada setting atau pengaturan dalam kamera tersebut juga lensa yang dapat diganti sesuai kebutuhan pemotretan. Akan tetapi beberapa setting atau pengaturan juga terdapat pada kamera pocket atau kamera digital biasa yang banyak beredar di pasaran.

Teknik dasar yang digunakan dalam foto panggung pada dasarnya adalah memaksimalkan cahaya yang masuk ke dalam kamera dengan batasan-batasan kecepatan tertentu sesuai keadaan yang terjadi di panggung.

Menurut Supriyanto (2009) dalam artikelnya sekilas foto panggung di fotografer.net, untuk setting foto panggung biasanya menggunakan ISO tinggi atau film kecepatan tinggi pada kamera analog, mulai dari ISO 800 , tapi bila pencahayaan kurang, bisa cengan menaikkan nilai ISO ke nilai yang lebih tinggi, sesuai setting kamera, misalnya ke nilai 1600, 3200, 6400, 12800, sampai 25600. Walaupun banyak noise yang dihasilkan, hal ini nanti bisa di perbaiki pada proses post processing.


(28)

Gambar 2.5. Film 800 dan tampilan ISO 800

Untuk memberikan input cahaya sebanyak mungkin pada kamera, maka bukaan aperture atau diafragma harus besar, atau nilainya lebih kecil dari f2.8. Intinya dengan kondisi pencahayaan terbatas dan harus mengambil moment gerakan dan aktifitas di panggung, kuncinya kembali pada bukaan diafragma yang harus besar. Bila menggunakan lensa bawaan dari body camera, hanya memiliki f3.5- 5.6 yang sebenarnya kurang baik bagi pemotretan panggung. Faktor post-processing yang berperan sekali bila mengandalkan lensa ini.

Untuk mengetahui kecepatan yang dibutuhkan dalam keadaan cahaya tertentu pada kamera digunkan metering atau pengukur cahaya. Jika setting kamera terdapat setting untuk mengubah tipe metering pencahayaan, tipe spot metering atau pengukuran cahaya pada titik tertentu bisa digunakan. Biasanya spot metering berguna untuk meningkatkan detail objek ketika aktor terkena lampu sorot dari sisi depan.


(29)

Metering harus dipikirkan pada pemotretan panggung karena berhubungan dengan masalah pencahayaan. Dengan pelaksanaan pertunjukan yang umumnya malam, secara umum cahaya pada sebuah pertunjukan adalah lampu sorot yang menyinari objek utama dengan latar belakang gelap total.

Gambar 2.7. Daerah over

Umumnya, pertunjukan teater mempunyai latar belakang gelap. Ada bagian foto yang kelebihan cahaya seperti pada foto ini, yaitu pada wajah aktor. Pengukuran matrix mengukur pencahayaan di seluruh ruang foto, ini membuat sebagian wajah dan dada sang penari kelebihan cahaya. Hal ini terjadi karena pengukuran matrix ikut mengukur bidang-bidang gelap di latar belakang. Untuk adegan seperti itu , pengukuran center weighted lebih tepat dipakai.


(30)

Sedangkan foto di bawah ini tidak memungkinkan pengukuran spot maupun center weighted karena objek yang menyebar di seluruh bidang foto. Keadaan pada foto ini hanya bisa dipotret dengan pengukuran matrix, plus sebuah catatan. Kompensasi pengukuran harus under satu sampai dua stop.

Gambar 2.9. Pemilihan metering yang mempengaruhi foto

Gambar 2.10. Kompensasi under -2 dengan matering matrix

Pada kondisi pencahayaan sangat minim, pemotretan panggung harus sangat mempertimbangkan cahaya spot yang datang pada bagian-bagian tubuh tertentu. Menghitung dengan spot meter hampir tidak mungkin karena pergerakan cepat penari. Kompensasi pencahayaan yang tepat sangat dibutuhkan.


(31)

Foto ini mengambil kompensasi pencahayaan under 2 stop. Akibatnya, tepi tubuh yang tersinari jadi normal sementara bagian foto lain tampak gelap. Ini tidak masalah kamera kenyataannya pertunjukkan tari Tommi Kitti dari Finlandia pada acara Art Summit 2004 ini memang memilih pencahayaan remang.

Pada kamera terdapat pilihan mode M, A (AV), S (TV), P, Auto dan seterusnya. Mode A/AV yang berarti Aperture Priority dan S/TV atau Speed Priority dapat digunakan untuk membantu mempercepat untuk menentukan speed ataupun diafragma yang dibutuhkan. Jika mengambil gambar dengan A/AV, diafragma lensa dengan nilai terbesar, misalnya 2.8 atau 1.8. A/AV bisa menjadi patokan. Aperture priority adalah setting semi otomatis dengan menggunakan pengaturan nilai Diafragma secara manual, dengan setting kecepatan rana secara otomatis.

Gambar 2.11. Pilihan mode pemotretan

Banyak orang memilih pencahayaan dengan M (manual) karena merasa bahwa pilihan ini adalah pilihan profesional. Padahal, dengan pilihan M, mau tidak mau seorang fotografer harus mengukur terlebih dahulu sebelum menekan tombol shutter. Kenyataannya, pencahayaan panggung selalu berubah dan akibatnya saat tombol ditekan, pengukuran yang dilakukan tadi sesungguhnya sudah tidak berlaku lagi.

Namun, walau memakai pilihan A/AV, dan biasanya disertai dengan pilihan bukaan diafragma terbesar, harus ada kecerdasan tertentu untuk mengambil keputusan. Walau pilihan memakai A/AV, tetap harus menyesuaikan pengukuran


(32)

dengan menekan tombol bertanda +/- (plus minus). Kompensasi minus diambil manakala latar belakang lebih gelap daripada latar depannya, alias sang artis berdiri dengan latar belakang hitam. besarnya kompensasi minus ini tergantung perbandingan luas antara subyek utama dan latar belakangnya. Hal tersebut diungkapkan pula oleh Arbain Rambey dalam artikelnya Kiat Memotret Panggung (2009).

2.7 Alat Yang Digunakan

1. Kamera

Semua kamera dapat digunakan dalam memotret pementasan di atas panggung tergantung tujuan fotografer melakukan pemotretan. Tetapi untuk memaksimalkan hasil, memperoleh hasil foto pementasan yang baik, ada pilihan-pilihan jenis kamera yang digunakan untuk memotret.

Kini , hampir semua fotografer menggunakan Digital SLR, untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan pilihan kamera yang tepat dalam bekerja pada ISO tinggi. Dalam foto panggung banyak menggunakan ISO 800 keatas. Jika dalam tahapan merencanakan membeli / mengupgrade kamera , mempertimbangkan jenis-jenis terbaru dari kamera DSLR , karena selain ISO sensitivitas yang cukup tinggi, fitur-fitur yang dihasilkan juga jauh lebih canggih dan harganya juga terjangkau. Contohnya kamera Pentax seri K-x memiliki fitur ISO hingga 12500 dengan noise rendah. Harganya cukup terjangkau. Untuk kamera DSLR professional, NIKON D3 bahkan mampu mencapai ISO 25600.


(33)

  Gambar 2.12. Kamera baru dengan high noise reduce

High ISO adalah kuncinya, harus memperhatikan fitur dari lensa ini. Selain dari fitur High ISO, bila kamera memiliki kemampuan Spot atau Partial Metering hal ini adalah nilai tambah sendiri, karena kamera tersebut memiliki kemampuan untuk menyeleksi area dengan intensitas cahaya lebih dibanding yang lain yang cocok untuk lowlight photography.

2. Lensa

Komponen terpenting kamera, yang mempengaruhi fokus, ketajaman, dan perspektif hasil pemotretan. Lensa 55mm memberikan sudut yang sama dengan mata telanjang manusia, maka ini disebut lensa normal. Lensa dengan panjang kurang dari 50mm disebut lensa wide angle atau sudut pandang lebar. 11mm, 14mm, 16mm, 20mm, 24mm, 28mm. distorsi biasa terjadi pada lensa ini. Gambar yang dihasilkan akan melengkung ke dalam.


(34)

Lensa yang lebih panjang dari lensa normal disebut lensa tele, seperti lensa 75mm, 100mm, 180mm, 200mm, 300mm, atau lebih, digunakan untuk keperluan khusus. Semuanya bergantung dengan posisi pengambilan gambar dan juga tingkat intensitas pencahayaan di panggung. Penggunakan lensa dengan Aperture / Diafragma yang besar (f2.8 kebawah) lebih tepat.

Namun kadang harga dari lensa beraperture besar kurang bersahabat bagi fotografer pemula. Hal ini bisa diakali dengan menggunakan prime lensa 50mm f1.4 yang relative cukup terjangkau.

Gambar 2.14. Lensa 50mm f1.4

Lensa tele jarang digunakan bila berada di barisan penonton paling depan, karena kebanyakan jarak antara fotografer dan panggung itu sangat dekat. Jadi kalau memang nantinya berada tepat di depan, kebanyakan menggunakan lensa wide atau lensa fix / prime lens dengan Diafragma besar. Untuk meminimalkan penggantian lensa pada saat pementasan berlangsung, bisa digunakan lensa 18-200mm.


(35)

Seperti fotografi pada umumnya, kuncinya adalah cahaya. Pencahayaan bagus, pose yang pas, posisi pengambilan yang tepat, akan didapatkan foto yang sempurna.

3. Penahan Guncangan

Teknologi penahan guncangan telah lama dikembangkan untuk menggantikan tripod jika situasi atau keadaan tidak memungkinkan untuk menggunakannya seperti pada foto panggung. Perusahaan kamera yang terkenal telah mengembangkan teknologi ini. Nikon memiliki teknologi VR (Vibrate Reduction) pada lensanya. Juga pada lensa Canon dengan IS (Image Stabilization). Konsep teknologi Nikon dan Canon juga dikembangkan oleh Sigma dengan OS (Optical Stabilizer).

Gambar 2.16. Beberapa teknologi penahan guncangan

Teknologi ini membantu pada foto panggung yang memerlukan speed lebih lambat sampai lebih dari 1/4 detik saat artis atau pemain dalam keadaan diam. Beberapa produsen kamera seperti Sony dan Pentax, telah mengembangkan teknologi baru penahan guncangan pada body kamera atau lebih tepatnya stabilisasi pada sensornya. Sony mengembangkan teknologi ini melanjutkan teknologi yang dikembangkan Minolta yang disebut Anti Shake yang kemudian diganti namanya menjadi Steady shoot dan super steady shoot. Hal ini dijelaskan oleh Edi S. Mulyanto dalam Teknik Modern Fotografi Digital (2007 : 157).


(36)

2.8 Persiapan Yang Dilakukan

Memotret pertunjukan di panggung merupakan sebuah cabang fotografi yang unik. Pengetahuan fotografi saja tidak cukup untuk bekal melakukannya. Selain butuh pengalaman dari pemotretan-pemotretan sebelumnya, fotografi panggung juga butuh “pengalaman lokal”.

Pengalaman lokal yang dimaksud adalah pemahaman pada adegan-adegan yang akan dipotret. Pada sebuah pertunjukan teater misalnya, seorang fotografer perlu mendapatkan “adegan kunci”, yaitu sebuah foto yang bisa mewakili pertunjukan secara keseluruhan. Di sini, waktu atau timing saat kamera dijepretkan sangatlah menentukan. Dua adegan yang berselisih waktu detik pun bisa sangat berbeda penampilannya.

Survei pendahuluan sebelum memotret bisa dilakukan dengan mempelajari skenario atau bertanya ke beberapa pemainnya. Kalau ada gladi resik, survai bisa dilakukan (sambil memotret tentu saja) pada gladi resiknya. Kalau ada adegan yang terlepas dari pemotretan, bisa diulangi pada pertunjukan aslinya. Selain itu, mempelajari gladi resik membantu seorang fotografer untuk mendapatkan tempat berdiri terbaik dan juga arah cahaya yang tepat .

Namun, banyak pertunjukan yang hanya boleh dipotret pada gladi resiknya saja. Untuk hal ini, survey yang harus dilakukan mau tidak mau adalah dengan mempelajari alur cerita pertunjukan itu dan peralatan yang ada di gedungnya. Mempelajari adegan demi adegan juga sangat diperlukan untuk membantu membuat komposisi foto. Pada beberapa kesempatan, pemilihan komposisi foto benar-benar harus diputuskan dalam waktu singkat saat melihat adegan itu berlangsung.

Persiapan diri seorang fotografer dalam memotret pementasan diatas panggung juga diperlukan. Persiapan ini dalam artian, bukan hanya dari peralatan fotografi yang akan dibawa, namun meliputi juga hal hal pendukung, seperti ID pers atau kartu Identitas lainnya yang membolehkan membawa kamera selama pertunjukan tersebut.


(37)

Jika mengantisipasi untuk mengganti lensa selama pertunjukan, membawa tas yang bisa mengakomodir hal tersebut, dan mengusahakan untuk sesederhana dan seaman mungkin dan sering berlatih untuk cepat mengganti lensa jika diperlukan. Namun bila memiliki body kamera lebih dari satu, dapat dipasang satu body camera dengan lensa wide dan lensa tele pada body camera yang lain .

Gambar 2.17. Tas kamera dengan dua tempat lensa terpisah

Jangan lupa cek memory card bila menggunakan kamera digital , atau cadangan film bila menggunakan kamera analog dan terakhir adalah cek batere cadangan bila diperlukan. Untuk hal-hal pendukung ini, disimpan di tempat yang mudah terjangkau oleh tangan, seperti di saku celana atau juga menggunakan rompi fotografer, karena melakukan kegiatan foto panggung ini di posisi yang gelap, sehingga harus semudah dan seaman mungkin dalam menyiapkan segala sesuatu.


(38)

2.9 Teknik pengambilan Foto

Konsep teknik pengambilan foto pada foto panggung, didasarkan pada teknik action shots yang lebih dikenal dengan konsep Panning. Pada dasarnya panning ada dua jenis :

a. Freeze Motion = Capture moment gerakan yang terekam dalam foto,sehingga objek seakan ‘terjebak’ dalam suatu moment atau ‘freeze’.

b. Implying Motion = Capture moment yang ada tapi menghasilkan flowing effect, yang bersifat memberikan efek gerakan.

Teknik pengambilan foto panggung dapat dimaksimalkan penggunaan Shutter Priority ini dalam 2 teknik tadi. Freeze Motion biasanya diambil dalam kecepatan tinggi diatas 1/100 .

Sedangakan Implying Motion bisa didapatkan dengan kecepatan sedikit lebih rendah dibandingkan Freeze Motion, biasanya 1/4 – 1/10 . Sering sering melihat hasil dari foto dan moment yang diambil, sehingga bisa mendapatkan kualitas foto yang terbaik dari moment yang ada. Dalam foto panggung, tidak semua moment bisa berulang di satu kesempatan. Kadang moment itu bisa lepas begitu saja ketika mendapatkan kualitas hasil foto yang tidak maksimal. Semua foto digital akan memiliki data yang tersimpan selama foto tersebut tidak diedit secara drastis dan berlebihan. Pengambilan gambar dengan keadaan colorful sangat membantu jika nantinya setting warna tidak diinginkan dapat diubah ke setting warna sephia dan lainnya.

2.10 Teknik Freeze Motion

Seperti penjelasan sebelumnya, freeze motion merupakan menangkap moment gerakan yang terekam dalam foto, sehingga objek seakan ‘terjebak’ dalam suatu


(39)

moment atau ‘freeze’. Dalam pementasan teater teknik ini berhasil jika didapatkan gerakan puncak dari seorang aktor saat berakting di atas panggung.

Terdapat tiga interpretasi waktu dalam foto yaitu foto dengan waktu mengambang, puncak dan acak. Teknik Freeze Motion ini memiliki interpretasi Foto dengan waktu puncak atau decisive moment. Foto ini biasanya mengungkapkan klimaks dari suatu kejadian. Kejadian yang terjadi hanya sekali atau jarang ada hal yang sama terjadi. Secara teknis, dasar pemotretan ini adalah kecepatan shutter walaupun hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lainnya yaitu diafragma dan ISO dan juga keseluruhan teknik dipengaruhi oleh keadaan pementasan itu sendiri.

1. Kecepatan Yang Dipengaruhi Pencahayaan

Kecepatan merupakan hal terpenting dalam menangkap objek bergerak menjadi diam atau freeze. Speed yang dipakai untuk menangkap gerakan biasanya di atas 1/100 detik. Namun dalam pementasan teater speed tersebut sulit dicapai tanpa bukaan diafragma besar dan pencahayaan yang menunjang.

Speed yang masih bisa dipakai dalam melakukan teknik freeze motion antara 1/30 sampai 1/60 detik saat aktor freeze dalam pencahayaan sedang dan sampai 1/80 detik atau lebih saat aktor dalam gerakan dalam pencahayaan tinggi. Namun dapat pula didapatkan dalam pencahayaan sangat minim yaitu saat suasana puncak romantis, kesedihan, misterius ataupun suasana lainnya dengan menggunakan speed dibawah 1/20 dengan memanfaatkan teknologi penahan guncangan ataupun menahan nafas saat memencet tombol shutter dengan catatan objek atau aktor dalam puncak gerakannya diam.

Program S/TV pada kamera digital dapat digunakan untuk memotret dengan kecepatan sebagai prioritas dalam pengambilan gambarnya. Karena program ini aperture diatur secara otomatis setelah ditentukan kecepatan


(40)

yang diinginkan. Untuk mendapatkan freeze motion diperlukan kompensasi cahaya plus agar diafragma otomatis yang dipilih semakin besar.

2. Kecepatan Yang Dipengaruhi Arah Gerak Objek

Terdapat perbedaan kecepatan yang dibutuhkan dalam menangkap objek yang bergerak dipengaruhi oleh arah gerakan objek terhadap fotografer. Objek yang bergerak dari sisi kiri atau kanan fotografer ke arah sisi yang lain membutuhkan speed yang lebih cepat dibandingkan objek yang berhadap-hadapan dengan fotografer.

Gambar 2.19. kecepatan yang dipengaruhi arah gerak objek

Foto ini difoto dengan kecepatan 1/20 detik. Objek yang bergerak dari kanan ke kiri tidak dapat tertangkap atau freeze, tidak seperti gerakan objek yang berhadap-hadapan dengan fotografer.

3. Memaksimalkan Bukaan Diafragma

Diafragma menjadi sangat berpengaruh dalam memotret pementasan teater didalam gedung pertunjukan khususnya dalam pengaplikasian teknik freeze motion. Pemaksimalan bukaan diafragma pada tiap-tiap lensa berbeda-beda shingga pemilihan lensa pun mempengaruhi berapa besar bukaan


(41)

maksimal diafragmanya dalam panjang fokus tertentu. Bukaan diafragma yang besar membantu speed untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi untuk dapat menangkap gambar sehingga freeze.

Sebenarnya semua lensa dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan memanfaatkan bukaan diafragma terbesarnya. Namun dengan bukaan diafragma yang besar menyebabkan kedalaman fokus menjadi lebih sempit, diperlukan kehati-hatian dalam membidik fokus karena sedikit meleset saja focus bisa berubah.

Angka diafragma yang dibutuhkan dalam keadaan cahaya minim dan sedang untuk mencapai kecepatan tinggi 1/80,1/100, bahkan lebih adalah F/2,8 atau lebih besar lagi. Untuk pencahayaan kuat, dan gerakan aktor yang tidak terlalu dinamis adalah F/4 bahkan F/5,6 dapat digunakan jika lensa yang dipakai tidak mampu mencapai angka tersebut, dengan catatan gerakan aktor yang tidak terlalu dinamis dan freeze di puncak geraknya.

Teknik Pemotretan dengan memaksimalkan Apperture dapat disisassati dengan memilih program A/AV pada kamera digital. Bukaan diafragma ditentukan dengan bukaan terbesar pada jarak fokus terpendek. Dengan demikian speed dapat menyesuaikan secara otomatis. Namun kelemahannya pada cahaya sangat minim speed yang otomatis berada pada kecepatan rendah, untuk itulah perlu kompensasi minus agar speed otomatis lebih tinggi nilainya.

4. Tetap Maksimal Dengan ISO Tinggi

Dalam pemotretan dengan teknik Freeze motion pada pementasan teater, hal yang paling dibutuhkan adalah kecepatan termasuk kecepatan film atau ISO yang digunakan. Mulai dari 800, 1600, bahkan lebih tinggi lagi jika diperlukan. Namun tingginya noise menyebabkan ISO tinggi ini membutuhkan post processing untuk mengurangi noisenya. Dalam


(42)

semakin maju sehingga noise pada ISO tinggi tidak begitu terlihat, tapi tetap saja kalah tajam dengan ISO yang lebih rendah.

Pemilihan ISO dalam memotret pementasan teater mempertimbangkan aspek-aspek yang lain yang mempengaruhi exposure , juga pada alat yang digunakan. ISO yang lebih rendah dari 800 dipilih jika pencahayaan yang sangat kuat dan penggunaan lensa dengan bukaan diafragma besar sehingga dicapainya kecepatan tertentu yang menghasilkan freeze motion. Sedangkan ISO lebih dari 1600 dipilih dengan pertimbangan pencahayaan yang sangat minim dengan penggunaan lensa standart, namun kualitas kamera dengan teknologi terbaru lebih baik dalam reduce noise ISO tinggi.

2.11 Penerapan Metode EDFAT

Inti dari freeze motion yaitu kecepatan dan ketepatan dalam memotret. Dengan metode-metode tertentu hal tersebut dapat dilakukan digabungkan dengan teknik tersebut dalam memotret pementasan teater. Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya tentang metode EDFAT, metode ini dalam fotografi pementasan teater memiliki peranan dalam menciptakan foto pementasan teater yang diinginkan.


(43)

Gambar 2.20. Metode EDFAT

Foto ini dibuat dengan penggabungan entire, detail, frame, dan angle, serta keputusan menentukan eksposure dan ketepatan waktu saat moment terjadi.

Sudut pandang menggambarkan kekuasaan dan suasana kemarahan, dibingkai dalam frame memanfaatkan para pemain di depannya. Detil ini juga cukup untuk menggambarkan kisah seorang yang gila kekuasaan yang di ceritakan dalam pementasan Maaf-Maaf-Maaf.


(44)

BAB III

PEMENTASAN TEATER SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI

1.1 Pengertian Seni Pertunjukan Teater

Dalam bahasa Inggris seni pertunjukan berarti performance art. Menurut ensiklopedia bahasa Indonesia, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan biasanya melibatkan empat unsur utama yaitu waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Jenisnya bisa bermacam-macam misalnya, seni akrobat, komedi/lawak, tari, pentas musik, opera, teater, dan lain-lain.

Teater atau dalam bahasa Inggris theater, dan dalam bahasa Perancis theatre, berasal dari bahasa yunani yaitu theatron yang berarti tempat untuk menonton, merupakan cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gesture (gerak tubuh), mimic, boneka, musik, tari, dan lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Universitas Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai “yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain”.

Terdapat dua jenis panggung pementasan teater menurut sudut pandang penontonnya yaitu, panggung pertunjukan arena dan proscenium. Panggung pertunjukan arena merupakan pementasan teater dimana penonton mengelilingi pementasan. Jadi pementasan dapat terlihat oleh penonton dari semua sudut. Biasanya teater ini dilakukan di lapangan terbuka oleh teater rakyat, dan adapula gedung pertunjukan arena. Dekorasi yang digunakan biasanya lebih sederhana dan berupa simbolis saja, karena agar dimengerti oleh penonton dari segala sudut pandang. Suara atau vokal dan musik yang terjadi pada pementasan teater arena ini memecah dan menyebar. Pergerakan aktor lebih luas karena dapat berputar dan berbalik arah tanpa harus takut membelakangi penontonnya.


(45)

Sedangkan panggung pertunjukan proscenium, merupakan pementasan teater dimana penonton berhadap-hadapan dengan panggung. Pementasan hanya terlihat pada bagian depannya saja, hal ini akan berpengaruh terhadap pencahayaan, dan akustik panggung. Dekorasi atau artistic yang digunakan merupakan benda-benda yang dibuat menyerupai bentuk aslinya untuk terlihat pada bagian depannya saja. Para pemain atau aktor memiliki gerakan-gerakan khusus agar posisi atau blocking tidak membelakangi penonton.

Gambar 3.1. Panggung Proscenium. 1.2 Pementasan Maaf-Maaf-Maaf

Pementasan Maaf-Maaf-Maaf, kisah cinta dasamuka produksi sebuah orgnisasi teater kampus di Universitas Pendidikan Indonesia, Teater Lakon. Dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung pada 24 Januari 2007 dan sebelumnya telah dipentaskan pula pada 13-14 September 2006 di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa UPI Bnadung. Pementasan ini merupakan sebuah pementasan rutin yang dipentaskan setiap tahun dengan naskah yang berbeda-beda. Termasuk sebagai pementasan kolosal karena dimainkan oleh lebih dari 25 orang pemain.

Sutradara yang ditunjuk adalah salah satu senior Teater Lakon yang bersedia dan siap untuk menggarap sebuah naskah yang dipilihnya sendiri. Aktor atau pemain merupakan keseluruhan anggota dari mulai anggota yang baru dilantik sampai kakak


(46)

ditangani oleh para mahasiswa yang selalu aktif dalam kegiatan teater ini tanpa melupakan tujuan utamanya di universitas.

Dengan dana seadanya Teater Lakon mampu menyuguhkan pementasan ini dengan tata panggung yang di handle oleh seorang penata artistik yang berpengalaman, mahasiswa jurusan seni rupa yang pada tahun angkatan 2009-2010 menjabat sebagai ketua di organisaasi ini, Jajang Arkidam. Penata lampu pada waktu itu juga tidak begitu kesulitan dengan fasilitas lighting dari gedung sendiri, juga arahan dari sutradara langsung membuat suasana tiap adegan dalam pementasan semakin terasa. Kostum juga dibuat bersama-sama dengan bahan seadanya dan arahan dari penata kostum, termasuk properti panggung dan properti dari tiap pemain.

Naskah drama karya Nano Riantiarno dipentaskan oleh teater Lakon dengan sutradara Dedi Warsana mengisahkan tentng sebuah keluarga di istana dengan Den Ario sebagai kepala keluarganya. Dalam pementasan ini Den Ario diperankan oleh Yussak Anugerah, seorang aktor senior yang juga tergabung dalam Studiklub Teater Bandung. Den Ario yang menjadi tokoh sentral drama ini gila dan menganggap dirinya sebagai Dasamuka Raja Diraja dari negeri Alang-alangka setelah mendapat cahaya wangsit.

Dasamuka kemudian dimahkotai Uti / Nenek Ratu Cahaya. Selanjutnya Den Ario memanggil semua keluarganya dengan nama tokoh-tokoh epos Ramayana. Bandem, abdinya di rumah yang diperankan oleh Wildan Tangginas, dianggapnya sebagai Patih Prahasta. Istrinya, dianggap sebagai Dewi Shinta. Adiknya dianggapnya sebagai Sarpakenaka. Anak-anaknya dianggap sebagai Trijata, anak Wibisana, Wibisana, Laksmana, Rama, Hanggada, dan Hanoman.

Den Ario amat tergila-gila pada istrinya yang dianggapnya sebagai Dewi Shinta. Istri Den Ario pun menikmati cintanya dengan Den Ario tanpa ada kekhawatiran terjadinya petaka. Ia beranggapan sekalipun suaminya menganggap dirinya sebagai Dasamuka, Dasamuka tidak secara realitas memimpin dengan angkara semisal


(47)

membunuh penduduk dengan lalim, merampas harta benda mereka, merampas anak gadis mereka, dan meneror penduduk dengan ketakutan.

Den Ario justru mempropagandakan pembangunan dengan meresmikan MCK Center (Mandi Cuci Kakus). Dasamuka meresmikan MCK Center itu di tengah gempita sambutan rakyatnya yang bergembira. MCK atau tempat mandi, cuci dan kakus tentu saja sangat bermanfaat di tengah hingar-bingar pusat perbelanjaan yang maju. Ini menjadi salah satu ironi, yaitu komedi di tengah tragedi.

Cerita ini menggambarkan politik mercusuar yang dibangun di negeri ini ketika pemerintah sok-sokan membangun freeport, exxon mobile, juga Meryl Line (ML) untuk eksplorasi minyak serta pertambangan dan penebangan hutan yang mengelembungkan isi dompet kapitalis luar alih-alih membangun keadilan bagi rakyat sendiri. Pemerintah saat itu hanya berkepentingan pada segelintir orang yang serakah dan ingin memperkaya diri tanpa peduli akan nasib bangsa dan penjajahan atas negerinya. Ini menjadi pesan moral yang diusung Riantiarno dalam karyanya.

Menanggapi kegilaan Den Ario itu, mula-mula keluarganya tenang-tenang saja dan menikmati perannya. Istri merasa berada dalam cinta yang murni. Demikian pula adik Den Ario, sebagai perawan tua yang haus cinta menikmati perannya sebagai Sarpakanaka yang mencintai pemuda Laksmana. Namun kecemasan mulai merebak ketika dua penyusup masuk ke dalam rumah Den Ario. Serta-merta Den Ario menganggap dua penyusup itu sebagai Hanoman dan Hanggada. Sebagai hukuman, keduanya harus dibakar. Menurut pakem cerita yang diyakini keluarga Den Ario, Hanoman dan Hanggada akan selamat dari hukuman bakar itu. Sebaliknya kerajaan Alang-alangka justru akan terbakar. Karena tidak ingin rumah ‘kerajaan Alang-alangka’ itu terbakar, sandiwara harus disudahi dengan ditangkapnya Den Ario alias Rahwana alias Dasamuka itu.

Di tengah kegilaan Den Ario itu, sandiwara epos Ramayana disisipi dengan adegan pendirian semacam lembaga bantuan hukum buatan pemerintah yang diberi nama Lembaga Manajemen Nafsu. Dengan didirikannya lembaga itu, demonstrasi dan


(48)

segala kemarahan harus melapor dahulu sebelum melaksanakan aksinya. Maka orang-orang yang marah pun kebelet untuk menumpahkan marahnya, mengantri untuk mendapatkan izin marah. Bandem, abdi Den Ario yang berperan pula sebagai Patih Prahasta memimpin Lembaga Manajemen Nafsu ini. Ia pula yang melakukan pelarangan terhadap penerbitan buku puisi dari penyair yang kritis yang dianggapnya sebagai karya yang tak masuk akal.

Pementasan ini merupakan bagian dari karya besar N. Riantiarno. Karya-karyanya jika diamati lebih lanjut merupakan karya yang sarat dengan nilai yang dekat dengan kehidupan. Karya-karya Riantiarno sangat kritis terhadap pemerintahan dan berlangsungnya kehidupan pada masanya. Pemberangusan, demonstrasi, pelarangan, kegilaan rezim pemerintah, ditampilkan sebagai sosok idola yang mengesankan.

1.3 Pementasan Sayang Ada Orang Lain

Pementasan Sayang Ada Orang Lain yang dipentaskan di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, merupakan pementasan ujian akhir bagi anggota teater Lakon. Mencakup ujian keaktoran, kepenataan, dan penyutradaraan. Menceritakan kisah tragedi dalam sebuah keluarga miskin.

Sebuah keluarga miskin yang telah lima tahun mengarungi bahtera hidup berumah tangga, tetapi tekanan ekonomi membuat Suminta sebagai seorang suami putus asa dan memandang segala sesuatunya dengan pesimis. Berbeda dengan Suminta, Mini sebagai istri justru berpikir kebalikannya, karena tidak tahan melihat penderitaan suaminya yang selalu pesimis terhadap hidup maka ia menggunakan kesempatannya sebagai perempuan untuk menambah penghasilan bagi kebutuhan ekonomi yang semakin mencekik. Tapi kesempatan yang dianggap benar oleh Mini ternyata tidak demikian bagi Suminta, maka yang terjadi adalah masing-masing mereka memiliki kebenaran yang salah bagi pihak yang lain. Konflik semakin diperuncing dengan ikut campurnya kedua tetangga yang juga memiliki kebenaran yang salah bagi pihak yang lain. Mereka adalah Hamid dan Haji Salim. Selain mereka berdua juga muncul orang-orang lain yang mempengaruhi konflik yang mereka alami,


(49)

yakni Sum sebagai penjual perhiasan yang bergaya hidup hedonis, tukang minyak yang datang menagih hutang, serta lelaki selingkuhan yang memicu perselisihan. Hasutan-hasutan dari orang lain inilah yang kemudian pada akhirnya membuat rumah tangga Suminta dan Mini hancur, rasa sayang yang telah mereka bangun selama lima tahun harus pudar karena ada orang lain.

Akhirnya, Suminta memilih pergi meninggalkan Mini istrinya. Lelaki itu merasa telah disakiti oleh apa yang diperbuat istrinya, tak tahan oleh kemiskinan Mini telah tidur dengan lelaki lain demi uang. Suminta merasa terhina dan ia memutuskan pergi, mereka harus berpisah. Tapi, bukan dengan kemarahan dan kebencian Suminta pergi, melainkan dengan kesedihan karena bagaimanapun ia masih mencintai Mini. Mereka berpisah dengan langkah Suminta meninggalkan rumah menyembunyikan air matanya, membawa tas pakaiannya. Meninggalkan suara Mini yang terjatuh mencegah kepergian Suminta, meratap menyeru, "Kakaaaaaak....”

1.4 Usur-Unsur Pementasan Sebagai Objek Foto

Unsur-unsur teater merupakan bagian-bagian yang mendukung seluruh pementasan diatas panggung. Dalam Pernak-prnik teater (2006) Teater Garasi disebutkan beberapa unsur teater yaitu sutradara, aktor, tata rias, tata busana, tata lampu, tata panggung, dan tata suara. Sebagai objek fotografi, unsur-unsur teater memiliki peranan sebagai berikut.

1. Sutradara

Fotografi dapat berperan sebagai pantograph dalam pementasan teater, atau memindahkan apa yang nampak dalam sebuah pementasan ke dalam sebuah foto. Karena hal-hal mengenai posisi pemain, bakcground, dan unsur pementasan lainnya telah diatur oleh sang sutradara, objek-objek telah tersaji dan fotografer tinggal memilih bagian-bagian untuk difoto.


(50)

Gambar 3.2. Peran sutradara dalam mengatur komosisi pemain.

Dalam Pementasan ini, Dedi Warsana sebagai sang sutradara telah menkomposisikan pemain dalam blocking dan grouping secara apik dan teratur. Dimana Ario duduk diatas sebuah singgasana dan rakyat berkumpul di sisi sebelah kiri. Disana juga terlihat Bandem atau sang Patih merada di atasnya mempengaruhi pikiran Dasamuka. Dalam setiap adegan, sutradara mengkomposisikan pemainnya dalam posisi-posisi tertentu, kadang banyak pemain di atas panggung dan terkadang hanya menampilkan seorang aktor.

Dalam sebuah pementasan teater, sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala unsur pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai.

2. Aktor

Karya seni sang aktor diciptakan melalui tubuhnya sendiri, suaranya sendiri, dan jiwanya sendiri. Hasilnya berupa peragaan cerita yang ditampilkan di depan penonton.

Saat aktor menjadi objek foto, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh fotografer adalah saat dimana sang aktor memainkan gerak tubuhnya, mimik mukanya, dan dengan emosi dan jiwanya memainkan peran yang dilakoninya.


(51)

Gambar 3.3. Ekspresi seorang aktor.

Ini adalah foto Eva Sri Rhayu yang disini berperan sebagai seorang rakyat yang menjerit. Diceritakan bahwa dirinya hamil dan mencari ayah dari bayi yang dikandungnya. Dituntut keseriusan dan ketotalan dalm berakting, karena disini pemain juga memainkan perasaannya dimana bercampur antara kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan. Ekspresi dan gesture akan tampak wajar jika sebuah peran dihayati dan didalami dengan jiwa pemain.

3. Tata Rias

Yang dimaksud dengan tata rias adalah cara mendandani pemain. Orang yang mengerjakan tata rias disebut penata rias. Tata rias teater dalam fotografi panggung sangat membantu penguatan karakter dalam foto ketika mengambil objek-objek close-up.


(52)

Gambar 3.4. Make-up dan kostum nenek Uti.

Berdasarkan jenis rias, tata rias dapat diklasifikasikan menjadi 8 jenis, rias, yaitu sebagai berikut :

1. Rias Jenis : Rias yang mengubah peran, misalnya peran laki-laki diubah menjadi peran wanita

2. Rias bangsa : Rias yang mengubah kebangsaan seseorang, misalnya orang muda berperan sebagai orang tua atau sebaliknya.

3. Rias Usia : Rias yang mengubah usia seseorang, misalnya orang muda berperan sebagai orang tua atau sebaliknya

4. Rias tokoh : Rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru. Misalnya seseoran gpemuda bisa berperan sebagai superman.

5. Rias Watak : Rias sesuai dengna watak peran. Misalnya tokoh sombong, pelacur, penjahat, dan lain-lain.

6. Rias tempat : Rias dibedakan karena waktu tertentu. Misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur pesta, sekolah, dsb.

7. Rias Aksen : Rias yang hanya memberi tekanan kepada pelaku yang mempuyai analisis sama dengan tokoh yang dibawakan


(53)

8. Rias Lokal : Rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa pesan saat itu. Misalnya rias dipenjara, petani, dipasar, dsb.

4. Tata Kostum

Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana sebenarnya mempunyai hubungan yang erat sekali dengan tata rias. Karena itu, tugas mengatur pakaian pemain sering dirangkap penata rias.

Berdasarkan tujuan pemberian kostum pada aktor dan aktris, tata pakaian dalam foto bertujuan untuk menguatkan pesan foto pementasan yang disampaikan seperti membantu mengidentifikasi periode saat cerita pementasan itu dilaksanakan, membantu mengidividualisasikan pemain, menunjukkan asal-usul dan strategi sosial orang tersebut, misal adat palembang, jawa dan lain-lain. Kostum juga akan menunjukkan waktu sesuai dengan zaman / trend yang sedang berlangsung. Kostum juga mengeskpresikan usia orang itu. Kostum juga mengekpresikan gaya permainan. Kostum, bagaimanapun rumitnya juga harus membantu gerak-gerik aktor dipentas dan membantu aktor mengekspresikan wataknya.

Dalam pementasan Maaf-maaf-maaf kostum yang di buat menggambarkan kostum yang ada pada bayangan Ario dan para pengikutnya. Dimana kostum pewayangan melekat pada tubuhnya sedangkan jika cerita berubah pada adegan kesedihan istri, anak, dan menantu, kostum yang dipakai oleh mereka adalah pakaian sehari-hari.

5. Tata Cahaya

Yang dimaksud tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung. Karena itu, tata lampu erat hubungannya dengan tata panggung. Yang


(54)

panggung menggambarkan ruangan rumah orang miskin di daerah terpencil, berdinding anyaman bambu dan di situ tertempel lampu minyak, maka lampu minyak itu tidak termasuk tata lampu. Lampu minyak itu menjadi bagian dari tata panggung meskipun menyala dan memancarkan cahaya.

Lampu dapat memberikan pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilistrasi atau penunjuk waktu (pagi, sore) dan suasana pentas. Ini sangat membantu fotografer dalam memotret karena semuanya telah diatur sedemikian rupa.

6. Tata Panggung dan Dekorasi

Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Misainya, panggung harus menggambarkan keadaan ruang tamu. Supaya panggung seperti ruang tamu, tentu panggung diisi peralatan seperti meja, kursi, hiasan dinding. dan lain-lain. Semua peralatan itu diatur sedemikian rupa sehingga seperti ruang tamu. Semuanya telah diatur, tinggal bagaimana fotografer memanfaatkannya bukan hanya sebagai objek juga dapat digunakan sebagai bingkai maupun background objek.


(55)

7. Tata Suara

Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara (sound system), melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton. Suara tentu saja tidak dapat ditampilkan secara langsung dalam foto, namun dalam foto pementasan teater tentu saja suara akan tampak jika sebuah foto dapat menggambarkan suasana sampai pada musik ataupun suara-suara yang ada saat pementasan berlangsung.


(56)

BAB IV

TEKNIK FREEZE MOTION

FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

4.1 Foto Pementasan Maaf-Maaf-Maaf

Pada pementasan Maaf-Maaf-Maaf pada 24 Januari di gedung kesenian Rumentang Siang, teater Lakon bekerjasama dengan Agus Bebeng seorang fotografer pertunjukan, berhasil mengabadikan pementasan tersebut dalam beberapa foto. Foto-foto diambil dengan menggunakan kamera Nikon D70 dengan lensa 80-200mm.

Gambar 4.1 Nikon D70

Gambar 4.2 AF Nikkor 80-200mm

Ada lebih dari 80 foto yang berhasil terekam. Berikut ini adalah beberapa foto yang menggunakan teknik freeze motion dalam pengambilan gambarnya.


(57)

1. Foto Dasamuka Menangis

Gambar 4.3. Dasamuka Menangis

No. Objek Data Analisis

1. Aktor -Yussak Anugrah Sebagai Den Ario / Dasamuka, tokoh utama dalam pementasan ini.

-Wildan Tangginas Bandem / Patih Prahasta -Ophey Sophia Nek Uti / Ratu

Cahaya 2. Adegan Babak III

Dasamuka menangis.

Saat itu adalah adegan dimana Dasamuka menangis karena keluarga ingin mengahiri kisah wayang yang ada dalam pikiran Den Ario. Dalam adegan tersebut, nenek Uti dan Bandem mencoba menenangkannya. 3. Pencahayaan Kuat Pencahayaan cukup kuat karena


(58)

suasana marah, sedih, dan emosi meluap-luap. Cahaya utama dalam adegan ini adalah dari lampu diatas bagian depan menyorot langsung ke pemain. Ini terlihat pada bayangan yang sangat tegas di daerah bahu sebelah kanan. Terdapat cahaya pula dari kanan panggung atau kiri foto, tapi intensitasnya di bawah lampu depan. Hal ini nampak pada leher dan lengan kanan Dasamuka dimana terdapat bayangan yang tersapu cahaya.

4. Kostum Den Ario / Dasamuka - Pakaian tidur (piyama) warna putih. (Kostum keseharian Den Ario).

- Jubah emas, selendang kain batik, dan mahkota raja. (Kostum yang menandakan karakter tokoh pewayanganya)

Nenek Uti / Ratu Cahaya

- Daster merah. (Kostum keseharian Nenek Uti).

- Topi kerucut hitam. (Kostum yang menandakan karakter tokoh pewayanganya).

Bandem / Patih Prahasta

- Kemeja Taqwa / Baju koko, Sarung. (Kostum keseharian Bandem).

- Kain batik , selendang, topi. (Kostum yang menandakan karakter tokoh pewayanganya)


(59)

diberikan tambahan sehingga menyerupai singgasana raja.

6. Focal Length

125mm Dengan membidik objek pada 125 mm lensa, fotografer tidak perlu bergerak maju untuk mendapatkan detilnya. Ini sudah cukup untuk menciptakan komposisi yang diinginkan.

7. Diafragma f/2.8 Angka bukaan f/2.8 menunjukan diafragma yang besar. Dengan begitu cahaya yang masuk akan semakin besar pula.

8. Speed 1/100 Kecepatan ini sudah cukup untuk menangkap objek objek yang bergerak dalam kondisi pencahayaan yang kuat.

9. ISO 800 ISO 800 sangat membantu sensor dalam menangkap cahaya. Efek noise sangat terlihat pada bidang gelap foto seperti background, rambut, dan kostum yang berwarna hitam. Namun hal ini tidak mengganggu keindahan foto tersebut.

10. Metering Center Weight Tepat digunakan karena objek utama berada di tengah. Pencahayaan yang paling penting ada di tengah tanpa meninggalkan daerah sekitarnya yang merupakan objek pendukungnya. 11. Metode Angle Posisi fotografer sangat menentukan


(60)

berada di depan berhadapan dengan pemain. Tidak berada di samping kiri atau kanan bangku penonton sehingga ekspresi dan gesture tertangkap dengan baik.

12. Bahasa Fotografi

Ekspresi Ekspresi dari Yussak anugerah sebagai Dasaamuka berhasil ditangkap dengan baik dalam foto ini. Terlihat Dasamuka sedang berteriak, menangis seolah terdengar suara yang keras dengan mata yang terpejam dan mulut terbuka lebar.

Gesture Gesture tubuhnya yang meronta seolah tak mau cerita yang dimainkannya berakhir, namun nek Uti dan Bandem mencoba untuk menenangkannya.

Gambar 4.4. Ekspresi dan gesture 

Komposisi Komposisi yang dipilih yaitu golden mean. Objek dari ujung topi pemain sebelah kiri sampai kaki pemain sebelah kanan membentik


(61)

garis diagonal, dan objek lainnya memotongnya tegak lurus.

Gambar 4.5. Komposisi dan metering

13. Teknik tambahan

Multiple Shooting Adegan ini difoto tiga kali dan puncaknya adalah foto di atas. Moment dua foto lainnya menunjukkan waktu sebelum dan sesudah puncak gerak dan emosi aktor.


(62)

Gambar 4.7. Setelah Puncak

Teknik pemilihan adegan puncak dengan memotret berkali-kali dengan asumsi bahwa salah satu foto diantaranya akan berhasil mendapatkan moment yang diinginkan. Multiple shoot menjadi pilihan tepat untuk melakukan teknik ini.


(63)

2. Foto Dasamuka dan Bandem.

Gambar 4.8. Dasamuka dan Bandem 

No. Objek Data Analisis

1. Aktor -Yussak Anugrah Sebagai Den Ario / Dasamuka, tokoh utama dalam pementasan ini.

-Wildan Tangginas Bandem / Patih Prahasta 2. Adegan Babak II.

Dasamuka dan Bandem.

Foto ini adalah adegan dimana Bandem atau Patih Prahasta dalam bayangan sedang memberikan saran kepada Dasamuka. Bandem sebenarnya memiliki tujuan-tujuan tertentu untuk kepentingannya sendiri sehingga dia mau berperan sebagai Patih Prahasta memberikan saran dan nasehat kepada Dasamuka. 3. Pencahayaan Medium Pencahayaan yang sedang, tidak


(1)

vi

2.6. Teknik Foto Panggung... 23

2.7. Alat yang Digunakan ... 29

2.8. Persiapan yang Dilakukan... 33

2.9. Teknik Pengambilan Foto... 35

2.10. Teknik Freeze Motion ... 35

2.11. Penerapan Metode EDFAT ………. 39

BAB III PEMENTASAN TEATER SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI 3.1. Pengertian Seni Pertunjukan Teater ... 41

3.2. Pementasan Maaf-Maaf-Maaf... 42

3.3. Pementasan Sayang Ada Orang Lain ……….. 45

3.3.Unsur-Unsur Pementasan Sebagai Objek Foto…... 46

BAB IV TEKNIK FREEZE MOTION DALAM FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER 4.1. Foto Pementasan Maaf-Maaf-Maaf ... 53

4.2. foto Pementasan sayang Ada Orang lain ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

KREDIT FOTO ……….. 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 88


(2)

86   

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, A.A. (1985). Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV Rosda.

Iskandar, Andang. (2007). Fotografi Seni Realitas dan Media. Bandung: Humanika Publishing.

Iskandar, Andang. (2007). Glossary Photography. Bandung: Humanika Publishing.

Kusrianto, Adi. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. McGovern, Thomas. (2003). Belajar Sendiri Fotografi Hitam Putih dalam 24 jam.

Yogyakarta: ANDI.

Mulyanta, Edi S. (2007). Teknik Modern Fotografi Digital. Yogyakarta: ANDI.

Pernak-prnik teater. (2006). Yogyakarta, Teater Garasi: Author

Photo Technique. (2007). Snap! Informasi dan panduan fotografi Vital skills guide: Author.

Rambey, Arbain. 2009 (23 Jun). Kiat Memotret Panggung. Tersedia di: http://kfk.kompas.com/users/arb. [23 Maret 2010].

Riantiarno, N. 2003. Menyentuh Teater, Tanya Jawab Seputar Teater Kita. Jakarta: 3 Books.

Sunarto, Ariel. 2008 (15 Mei). Teknik Dasar Fotografi Digital. Tersedia di : http://www.arielz.net/fotografi. [29 Agustus 2009].

Theisen, Earl. (1966). Photographic Approach to People. New York: AMPHOTO. WS, Hassanuddin. (1996). DRAMA Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa.  


(3)

x

GLOSSARY

Angle

: Sudut pandang dari jendela pengamat kamera (dalam hal ini)

yang tidak selalu sama dengan mata manusia. Tergantung pada jenis lensa yang kita pergunakan normal, sudut lebar atau lensa panjang.

Aperture

: Bukaan lensa dalam sebuah tabung lensa yang dilalui oleh

cahaya untuk menyinari film. Besar kecilnya dapat diatur melalui gelang yang tersedia pada lensa biasanya dinyatakan dalam f-number. Makin besar f-numbernya, makin kecil celah bukaannya (f dinyatakan dalam angka 2.8-4-5.6-8-11,dst). Ada juga lensa yang f-numbernya tidak dapat diatur alias sudah tetap (fixed lens). Dikenal dengan istilah fixed lens.

Aperture

Priority

: Kecepatan kamera akan terpilih secara otomatis setelah sebelumnya kita menentukan besarnya bukaan diafragma. Bekerja secara elektronik. Terdapat pada kamera otomatis.

ASA

: American Standards Association.

Yang menentukan kepekaan emulsi film. 1 dari 2 sistem yang paling banyak dipakai.

Autofocus

: Sitem penajaman gambar secara otomatis pada kamera modern

(kamera elektronik). Sistem yang memungkinkan lensa memfokus secara otomatis pada bidang yang dipilih setelah melalui suatu sistem sensor. Diperlukan sebuah motor kecil untuk penggeraknya.

AV

: Aperture Value.

Kondisi setting pada kamera dimana dalam menentukan bukaan diafragma dan selanjutnya sistem meter pada kamera akan menentukan kecepatan.


(4)

xi

Available

Light

: Cahaya yang sudah ada di sekitar. Apapun sumber cahayanya. Dikenal juga sebagai ambient atau existing light.

Blur

: Gambar yang tidak tajam disebabkan oleh kamera atau subjek

yang bergerak, penajaman gambar yang tidak tepat atau disebabkan oleh bukaan diafragma yang paling besar (untuk latar depan atau belakang).

Camera

Obscura

: Kamera yang berupa sebuah kamar gelap dengan sebuah lubang pada salah satu dindingnya. Melalui lubang tadi cahaya masuk ke dalam kamar gelap tersebut dan menampilkan citra/pemandangan dari luar ke dinding di hadapannya.

CCD

: Charge Coupied Device.

Suatu alat pencitraan untuk mengkonversikan cahaya menjadi arus elektrik yang proporsional. Sebuah CCD memiliki lapisan-lapisan filter yang membagi spectrum warna menjadi warna merah , hijau, biru agar bisa diproses secara digital oleh kamera.

Center

Weight

: Penghitungan cahaya dalam sebuah sistem pengukuran cahaya yang menitik beratkan penghitungannya ke bagian tengah bingkai gambar.

Close Up

: Pengambilan foto dari jarak yang sangat dekat dalam hal ini

kurang dari satu meter hingga beberapa cm saja.

CMOS

: Complementary Metal Oxide Silicon.

Sejenis alat sirkuit integrated pencitraan yang umum dipakai untuk prosesor, memori dan sensor citra untuk kamera digital dan kamera video. Sensor pencitraan CMOS membutuhkan tenaga lebih kecil dari CCD, tapi perlu lebih banyak sinar untuk menangkap.

Composition

: Komposisi. Tata letak dalam suatu bidang gambar (foto).

Depth of

Field

: Jarak antar subjek terdekat dan terjauh yang diperoleh melalui penentuan bukaan lensa (diafragma) yang tepat – yang terbaca


(5)

xii pada garis table pada setiap lensa.

Distorsi

: Penyimpangan bentuk-biasanya karena kekurangan lensa dalam

menangkap objek-terutama pada pemotretan dengan menggunakan lensa lebar.

EXIF

: Exchangeable Image Format.

Suatu format file yang digunakan pada banyak kamera digital.

Exposure

: Ukuran cahaya yang berhubungan dengan nilai ukuran rentang

terang (brightness) pada sumber cahaya, kepekaan film (ISO), dan shutter speed serta aperture kamera.

F-Stop

: Angka yang menunjukan besarnya ukuran bukaan lensa.

Film

: Material fotografi yang terdiri dari plastik transparan tipis yang

dilapisi dengan lapisan peka cahaya.

Focal Length

: Jarak dari lensa terhadap suatu titik focus pusat dan biasanya

diukur dalam satuan meter.

Focus

: Kondisi dimana telah mencapai ketajaman gambar.

Freeze

Motion

: Capture moment gerakan yang terekam dalam foto, sehingga objek seakan ‘terjebak’ dalam suatu moment atau ‘freeze’.

High Key

: Foto dengan nada putih yang lebih dominan.

ISO

: International Standards Organization.

ISO dalam kamera digital dan film adalah suatu angka yang menunjukkan kepekaan cahaya. Semakin besar angka ISO, semakin besar kepekaan cahayanya.

Lens (Lensa)

: Element Optic, terbuat dari gelas atau plastic dan memiliki

kemampuan untuk meneruskan cahaya.

Memory

Card

: Sebuah kartu yang berisi modul memory yang berfungsi sebagai disk tambahan atau disk dalam computer, laptop atau palmtop. Disebut juga sebagai IC Card, ROM Card atau RAM Card, karena menggunakan berbagai variasi jenis chip seperti RAM, ROM, EEPROM dan Flash Memory.


(6)

xiii

Noise

: Renggang butiran penyusun foto tersebut sehingga terlihat

seperti bintik-bintik.

Over

Exposure

: Kelebihan pencahayaan.

Tele Lens

: Lensa berfokus panjang. Lensa ini memiliki karakteristik

memiliki ruang ketajaman yang sempit, namun menghasilkan perspektif yang cukup baik-yang termasuk lensa tele mulai dari lensa yang memiliki panjang diatas lensa standar/normal missal 85mm, 135mm, 200mm, 300mm dst.

TV

: Mode yang terdapat pada kamera automatis-dimana pilihan penggunaan cahaya diprioritaskan pada shutter speed priority

(kecepatan rana).

Under

Exposed

: Kondisi dimana film pencahayaan kurang. Pengaturan speed dan diafragma tidak sesuai. Menyebabkan detail tidak muncul dengan baik.