ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATA BETON PEJAL DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN DINDING DI YOGYAKARTA

(1)

Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1

Oleh :

HANIF NURSYAHID 20120110136

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

vi

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Batasan Masalah ... 3

F. Keaslian Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Sifat – Sifat Agregta Halus ... 4

B. Sifat – Sifat Batu Bata Merah Pejal ... 5

C. Sifat – Sifat Bata Beton ... 8

D. Sifat – Sifat Mortar ... 13

E. Perbedaan Penelitian Sebelumnya Dengan Yang Akan Dilakukan ... 15

BAB III LANDASAN TEORI ... 17

A. Bata Beton... 17

B. Bahan Penyusun Bata Beton ... 17

C. Sifat Fisik Bata Beton ... 20


(3)

vii

B. Bahan Penelitian ... 28

C. Peralatan ... 29

D. Metode Pengambilan Sampel ... 31

E. Pelaksanaan Pengujian Agregat Halus dan Mortar ... 31

F. Pelaksanaan Penelitian Bata Beton Pejal ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Hasil Pemeriksaan Data Lapangan ... 39

B. Pengujian Sifat Fisik Bata Beton ... 40

C. Pengujian Sifat Mekanik Bata Beton ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(4)

(5)

xv INTISARI

Suatu hunian pada hakekatnya dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan orang-orang yang tinggal di dalamnya. rumah sederhana tidak terkesan susah, rapi, dan nyaman, akan tetapi pada proses pembangunan rumah sederhana biasanya tidak dilakukan dengan perhitungan, sehingga kenyamanan dan keamanan penghuni akan terancam. Bata beton merupakan beton ringan cetak yang terbuat dari campuran antara pasir semen dan air dengan perbandingan tertentu yang digunakan untuk pemasangan dinding. Bata beton di Indonesia merupakan bahan material yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Bata beton terdiri dari dua jenis yaitu bata beton berlubang dan bata beton pejal. Di Indonesia khususnya wilayah Yogyakarta banyak sekali pabrik-pabrik pembuat bata beton, akan tetapi pada proses pembuatannya sering dijumpai masalah yaitu bata beton yang dibuat tidak diketahui memenuhi standar dan tidak.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 10 sampel dari 10 lokasi tempat diempat kabupaten di wilayah Yogyakarta. Pemeriksaan awal di lapangan meliputi pemeriksaan komposisi material yang digunakan, jenis material dan metode pembuatan. Pemeriksaan ke dua dilakukan di lab mekanika bahan UMY meliputi pengujian sifat fisis yaitu menganalisa dimensi/ukuran, tekstur/bentuk, dan sifat mekanis yaitu pengujian Densitas, Penyerapan, Kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS), kuat tekan dan modulus elastisitas(ME).

Pengujian sifat fisis hanya sampel S6 yang memenuhi syarat tekstur/bentuk dan dimensi sehigga masuk dalam kategori bata beton sedang. Sampel S1, S2, S7, S8, S9 hanya memenuhi persyaratan tekstur/bentuk, sedangkan dimensi tidak memenuhi. Sampel S3, S4, S5, S10 tidak memenuhi persyaratan fisis. Bata beton yang lolos persyaratan sifat fisis adalah bata beton yang memiliki tekstur/bentuk permukaan tidak cacat, rusuk-rusuknya siku satu terhadap yang lain, sudutnya tidak mudah dirapihkan dengan tangan, sedangkan untuk dimensi harus masuk dalam persyataran dimensi dan toleransi pada SNI. Pengujian sifat mekanis hampir semua telah memenuhi persyaratan SNI, hanya saja pada pengujian kuat tekan bata beton yang masuk dalam kategori mutu bata beton ada tiga yaitu pada sampel S2, S3, dan S6 yang masuk bata beton mutu B25. Bata beton yang lolos pengujian sifat mekanis adalah bata beton yang telah memenuhi persyaratan dari pengujian sifat mekanis.


(6)

1 A. Latar Belakang

Rumah atau tempat tinggal merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia (primer) dikatakan sebagai kebutuhan dasar karena merupakan unsur yang harus dipenuhi guna menjamin kelangsungan hidup manusia. Suatu hunian pada hakekatnya dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan orang-orang yang tinggal didalamnya. rumah sederhana tidak terkesan ribet, rapi, dan nyaman, akan tetapi pada proses pembangunan rumah sederhana biasanya tidak dilakukan dengan perhitungan, sehingga kenyamanan dan keamanan penghuni akan terancam.

Daerah Yogyakarta dan sekitarnya, secara tektonik merupakan kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena daerahnya yang berdekatan dengan zona tumbukan lempeng di samudera Hindia. Disamping sangat rawan gempa bumi akibat aktivitas tumbukan lempeng tektonik, daerah Yogyakarta juga sangat rawan gempa bumi akibat aktivitas sesar-sesar lokal di daratan.

Pada umumnya konsumsi bangunan tidak lepas dari penggunaan batu bata atau batako sebagai salah satu pembentuk konstruksi dinding dalam suatu pembuatan bangunan. Bata beton merupakan beton ringan cetak yang terbuat dari campuran antara pasir semen dan air dengan perbandingan tertentu yang digunakan untuk pemasangan dinding. di Indonesia bata beton merupakan bahan material yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Bata beton terdiri dari dua jenis yaitu bata beton berlubang dan bata beton pejal. Di Indonesia khususnya wilayah Yogyakarta banyak sekali pabrik-pabrik pembuat bata beton, akan tetapi pada proses pembuatannya sering dijumpai masalah yaitu bata beton yang dibuat tidak diketahui memenuhi standar atau tidak.

Bata beton termasuk bahan penyusun dinding yang bersifat non-struktural. Meskipun bersifat non-struktural, tetapi bata beton juga harus


(7)

mengikuti standar kekuatan dan batas toleransi yang dapat dipenuhi karena dalam mutu tertentu bata beton juga berperan sebagai memikul beban dalam sebuah konstruksi. pada tugas akhir ini pengujian bertujuan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat mekanik bata beton yang diproduksi di wilayah Yogyakarta. Terdapat standar yang telah diatur untuk sebuah penggunaan bata beton dan pembuatan bata beton, dimana bata beton harus memiliki ketahanan terhadap berbagai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0348-1989).

B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Apakah bata beton pejal yang diproduksi dan dijual di wilayah Yogyakarta sudah masuk dalam persyaratan SNI-3-0348-1989.

2. Bagaimana sifat fisis dan mekanis bata beton pejal di wilayah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah, maka diperoleh tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut ini.

1. Untuk menganalisis sifat fisis bata beton pejal di wilayah Yogyakarta. 2. Untuk menganalisis sifat mekanis bata beton pejal di willayah Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi pembuat dan penjual batako di seluruh Indonesia, antara lain sebagai berikut ini.

1. Hasil penelitian ini akan menjadi sumber informasi tentang batako yang masuk kriteria SNI bata beton.

2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat membedakan bata beton yang baik dan tidak baik.


(8)

E. Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut ini.

1. Bata beton yang diuji adalah bata beton hasil produksi di 10 tempat di wilayah Yogyakarta.

2. Pengujian sifat fisis yang dilakukan terdiri dari syarat mutu, ukuran dan toleransi.

3. Pengujian sifat mekanis yang dilakukan terdiri dari densitas penyerapan, kadar air, IRS, berat jenis, kuat tekan bata beton dan ME.

4. Pengujian kuat tekan yang dilakukan menggunakan dua metode yaitu pengujian mortar (SNI-03-6825-2002) dan pengujian bata beton pejal (SNI 03-0348-1989).

5. Jumlah sempel setiap benda uji adalah 5 sempel. F. Keaslian Penelitian

Beberapan penelitian yang pernah dilakukan tentang pengujian sifat fisis dan mekanis bata beton antara lain.

1. Pengujian Sifat Mekanik Batako yang Dicampur Abu Terbang (Siagian dan Dermawan, 2011).

2. Tinjauan Kualitas Batako dengan Pemakaian Bahan Tambah Limbah Gypsum (Nugroho, 2014).

3. Pemanfaatan Lumpur Lapindo Sebagai Bahan Substitusi Semen Dalam Pembuatan Bata Beton Pejal (Wiryasa dan Sudarsana, 2009).

4. Pengaruh pengantian agregat halus dengan kertas koran bekas pada campuran batako (Sina,dkk. 2008).

Berdasarkan literatur yang ada, maka penelitian tentang Analisis sifat fisis dan mekanis bata beton pejal dalam meningkatkan kekuatan dinding di Yogyakarta belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini dijamin keasliannya.


(9)

4

Batako semen atau batako pres merupakan batako yang dibuat dari campuran semen, pasir atau dapat juga diberi bahan tambah seperti abu batu dan bahan lainya. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin.

A.Sifat – Sifat Agregat Halus

Harianja dan Barus (2008), dalam pengujianya dalam penelitian penggunaan damdek sebagai bahan tambah pada campuran beton Harijan dan Barus menguji agregat halus dari pasir kali progo dari pengujianya pasir Progo tersebut telah memenuhi standar ASTM 33-82, dengan modulus halus butir (MHB) pasir = 3,4782 dan berat jenis pasir 2,50, kandungan lumpur 2,15% lolos standar SNI kandungan lumpur tidak lebih dari 5%, hasil pemeriksaan kadar air dalam keadaan SSD 1,379%, pemeriksaan berat satuan pasir 1,52 gram/cm3.

Pratiwi (2016), melakukan pengujian agregat halus, pengujian meliputi berat jenis, penyerapan air, berat satuan pasir, kadar lumpur, kadar air, dan modulus halus butir yang berasal dari Kali Progo. Hasil pengujian berat jenis 2,58, penyerapan air yang didapat sangat kecil yaitu 0,26%, berat satuan pasir 1,31 gram/cm3, kadar lumpur agregat halus pasir Progo yang diuji memenuhi syarat yaitu 4,532% tidak lebih dari 5%, kadar air 4,575% dan modulus halus butir 2,648.

Sylviana (2015), memeriksa berat jenis, penyerapan air, kadar lumpur dan modulus halus butir agregat halus yang berasal dari Kali Progo. Dalam pengujianya didapatkan hasil dari pengujian berat jenis 2,656, penyerapan air 2,090%, kadar lumpur 3,482% lolos syarat yaitu tidak lebih dari 5%, dan modulus halus butir 2,418.

Perbedaan pengujian agregat halus yang berasal dari Kali Progo dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(10)

Tabel 2.1 Perbedaan agregat halus Kali Progo

No Jenis Pengujian

Agregat Satuan

Penguji Harianja

dan Barus (2008)

Pratiwi (2016)

Sylviana (2015) 1 Gradasi butiran - Daerah 1 Daerah 2 Daerah 2

2 Modulus halus butir - 3,478 2,648 2,418

3 Kadar air % 1,379 4,575 -

4 Berat jenis - 2,5 2,58 2,656

5 Penyerapan air % - 0,26 2,090

6 Berat satuan gram/cm3 1,52 1,31

7 Kadar lumpur % 2,15 4,532 3,482

B.Sifat – Sifat Batu Bata Merah Pejal

Nur (2008), melakukan pengujian sifat fisik dan mekanis batu bata berdasarkan sumber lokasi dan posisi batu bata dalam proses pembakaran. Lokasi pengambilan sampel berada di tiga tempat yaitu Padang panjang, Lubuk alung, dan yang terakhir Batu sangkar, Dari data pengujian dapat disimpulkan bahwa batu bata dari daerah Batusangkar (lapisan bawah) memiliki densitas yang paling besar yaitu 1,79 gr/cm3, tinggi rendahnya densitas suatu batu bata dipengaruhi oleh komposisi bahan dasar atau tanah lempung yang digunakan sebagai bahan campuran pembuatan batu bata yang mempengaruhi pada daya ikat antara butiran material dan yang memiliki modulus of rupture rata-rata paling baik adalah batu bata dari daerah Batusangkar (lapisan bawah) 18,60 MPa. Modulus of rupture dari batu bata sangat dipengaruhi oleh kualitas ikat antara material dari batu bata itu sendiri. Dari pengujian kuat tekan batu bata daerah Batusangkar (lapisan bawah) memiliki kuat tekan terbesar yaitu kuat tekan rata-rata 8,27 MPa diikuti daerah Padang Panjang (lapisan tengah) sebesar 6,66 MPa dan Lubuk Alung (lapisan bawah) dengan kuat tekan sebesar 5,79 MPa. Hasil penelitian sifat fisis dan mekanis batu bata dari pengujian Nur dapat dilihat pada Gambar 2.1, Gambar 2.2 dan Gambar 2.3


(11)

Gambar 2.1 Densitas batu bata merah pejal (Nur, 2008)

Gambar 2.2 Modulus of Rupture rata-rata batu bata merah pejal (Nur, 2008)

Daerah Pengambilan Sampel Daerah Pengambilan Sampel

Padang Panjang Lubuk Alung Batu Sangkar


(12)

Gambar 2.3 Pengujian kuat tekan rata-rata batu bata (Nur, 2008) Rochadi dan Irianta (2007). Menguji kualitas bata merah dari pemanfaatan tanah bantaran sungai banjir kanal timur. dari hasil penelitian didapat Daya serap air bata relatif tinggi 111,605 gram/dm²/menit sehingga apabila digunakan perlu dilakukan perendaman di dalam air terlebih dahulu. Kuat tekan bata relatif kecil rata-rata 12,1343 kg/cm² berarti tidak masuk dalam kategori kelas kuat manapun karena untuk mutu kelas III berdasarkan kelas kuat tekan rata-rata 60-80 kg/cm² sedangkan berdasarkan kelas 25 juga tidak memenuhi karena kuat tekan minimum benda uji 25 kg/cm². Kuat tekan bata yang rendah dimungkinkan karena bata banyak mengandung retak-retak pada permukaannya dan terdapat banyak rongga akibat bahan campuran serbuk gergajian kayu dan sekam padi yang ikut terbakar. Hubungan daya serap air dan kuat tekan bata tidak ada korelasinya dan bahan baku tanah bantaran sungai tidak baik untuk pembuatan batu bata jika dimungkinkan untuk menggunakan tanah tersebut, tanah harus diperbaiki gradasinya dengan mencampurkan tanah dari daerah lain agar menjadi adonan yang lebih padat sehingga meningkatkan kekuatan dan mengurangi retak-retak pada permukaan. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.4

Daerah Pengambilan Samepl Padang Panjang Lubuk Alung Batu Sangkar


(13)

Gambar 2.4 Hubungan daya serap air dan kuat tekan bata (Rochadi dan Irianta, 2007)

C.Sifat – Sifat Bata Beton

Wiryasa dan Sudarsana (2009) menguji pemanfaatan lumpur lapindo sebagai bahan substitusi semen dalam pembuatan bata beton pejal. Dalam penelitian ini dibuat 5 jenis adukan dengan perbandingan berat antara semen Portland dengan pasir adalah 1:8 dengan faktor air semen (f.a.s) 0,40. Adapun kelima jenis adukan tersebut, yaitu : Adukan (A) komposisi semen portland 100% dari berat perekat hidrolisnya, adukan (B) komposisi semen portland 90% dan lumpur Lapindo 10%, adukan (C) komposisi semen portland 80% dan lumpur Lapindo 20%, adukan (D) komposisi semen portland 70% dan lumpur Lapindo 30%, adukan (E) komposisi semen portland 60% dan lumpur Lapindo adalah 40%. Dari data yang diperoleh dalam penelitian didapatkan kuat tekan rata-rata dari kelima jenis adukan bata beton pejal, berdasarkan dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa kuat tekan rata-rata bata beton pejal dari adukan A hingga adukan E semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kandungan CaO dari adukan A-E terjadi penurunan, dimana CaO merupakan kandungan kimia yang berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan kandungan SiO2 yang berfungsi sebagai bahan pengisi dari adukan A-E terus meningkat dan meningkatnya kandungan SiO2 pada tiap-tiap adukan juga


(14)

mengakibatkan porositas bahan semakin kecil, sehingga volume penyerapan air dari adukan A hingga adukan D menurun. Berdasarkan analisis regresi, titik jenuh menurunnya volume penyerapan air terdapat antara adukan D dan E (tepatnya pada kandungan lumpur sebesar 24,56% dengan besar penyerapan air 18,215%), dimana hal ini diakibatkan oleh kecilnya kandungan CaO yang menyebabkan menurunnya keterikatan antara material. Jadi kecilnya daya serap air lebih dipengaruhi oleh besarnya kandungan SiO2, tetapi juga mesti didukung oleh peranan kandungan CaO dalam menjaga keterikatan antara material dalam bata beton pejal. Lihat Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

Gambar 2.5 Kuat tekan rata-rata (wiryasa dan sudarsana, 2009)


(15)

Gambar 2.7 Hubungan kuat tekan batako dengan presentase limbah gypsum (Nugroho, 2014)

Gambar 2.8 Hubungan kuat tarik belah batako dengan presentase limbah gypsum (Nugroho, 2014)

Nugroho (2014) menguji tinjauan kualitas batako dengan pemakaian bahan tambah limbah gypsum. Dari penelitianya didapat kuat tekan batako pada umur 28 hari dengan fas 0,4, diperoleh bahwa pada penambahan limbah gypsum 0%; 1%; 2%; 3%; 4%, secara berturut-turut didapatkan nilai kuat tekan


(16)

batako rata-rata sebesar 4,056 MPa; 8,017 MPa; 5,847 MPa; 5,282 MPa; 5,282 MPa. Jadi nilai kuat tekan maksimum terjadi pada presentase penambahan limbah gypsum 1% dengan nilai yang dihasilkan sebesar 8,017 MPa dan nilai kuat tarik belah batako pada umur 28 hari dengan nilai fas 0,40, diperoleh bahwa pada penambahan limbah gypsum. 0%; 1%; 2%; 3%; 4%, secara berturut-turut didapat nilai kuat tarik belah batako rata-rata sebesar 0,311 MPa; 0,439 MPa; 0,453 MPa; 0,481 MPa; 0,481 MPa. Jadi nilai kuata tarik belah maksimum terjadi pada persentase penambahan limbah gypsum 3% dan 4% dengan nilai yang dihasilkan sebesar 0,481 MPa.

Gambar 2.9 Komposisi abu terbang dengan kuat tekan batako (Siagian dan Dermawan, 2011)

Siagian dan dermawan (2011) menguji sifat mekanik batako yang dicampur abu terbang (fly ash). Dari penelitianya dapat diketahui bahwa hasil pengujian kuat tekan Pada penambahan 5 % abu terbang (fly ash) didapat hasil kuat tekan rata-rata batako sebesar 20,76 MPa, dengan penambahan komposisi 10 % abu terbang (fly ash) didapat hasil kuat tekan rata-rata batako sebesar 26,00 MPa, dengan penambahan 15 % abu terbang (fly ash) didapat hasil kuat tekan rata-ratat batako sebesar 22,40 MPa, sedangkan batako normal yaitu tanpa penambahan abu terbang (fly ash) diperoleh kuat tekan rata-rata batako sebesar 16,46 MPa. Dari data di atas diperoleh bahwa dengan penambahan


(17)

bahan campuran abu terbang (fly ash) antara 5 % – 10 % menghasilkan kuat tekan batako yang meningkat di bandingkan dengan batako tanpa penambahan abu terbang (fly ash).

Gambar 2.10 Perbandingan kuat tekan batako (sina, dkk, 2008)

Sina, dkk. (2008) menguji pengaruh penggantian agregat halus dengan kertas Koran bekas pada campuran batako. Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.10 menunjukan bahwa penggantian kertas koran dalam campuran batako semen portland mengakibatkan terjadinya penurunan nilai kuat tekan batako semen portland. Penurunan kuat tekan akibat penambahan kertas koran dalam campuran batako semen portland berbanding lurus dengan besar persentase penggantian kertas koran. Semakin besar persentase penggantian kertas koran dalam campuran batako semen portland semakin besar pula penurunan kuat tekan yang terjadi. Salah satu penyebab terjadinya penurunan nilai kuat tekan batako yaitu karena kekuatan butiran pasir yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kertas koran yang mengakibatkan semakin banyak pasir yang digantikan oleh kertas koran maka semakin menurun pula kuat tekan beton yang dihasilkan.


(18)

D.Sifat – Sifat Mortar

Gambar 2.11 Kuat tekan mortar (Budirahardjo, dkk, 2014)

Gambar 2.12 Kuat tekan mortar campuran sekam (Budirahardjo, dkk, 2014) Budirahardjo, dkk. (2014) Menguji pemanfaatan sekam padi pada batako. kuat tekan campuran pc dengan pasir tanpa sekam berturut-turut adalah 106,42 kg/cm2; 100,60 kg/cm2; 82,10 kg/cm2; 74,41 kg/cm2; 38,45 kg/cm2 dan 32,01 kg/cm2. Dengan demikian semakin banyak pasir, semakin rendah kuat tekannya. Sedangkan untuk kuat tekan campuran mortar dengan sekam 1 bagian, berturut-turut adalah 10,39 kg/cm2; 21,83 kg/cm2; 69,22 kg/cm2 dan 37,41 kg/cm2. Hasil tersebut dipengaruhi oleh proses pencampuran dan penumbukan, sehingga pada sampel 1 : 6 : 1 terjadi hasil yang melonjak jauh. Dengan menggunakan 2 bagian sekam didapat berturut-turut adalah 7,48


(19)

kg/cm2 ; 26,81 kg/cm2; 28,27 kg/cm2 dan 14,55 kg/cm2, serta dengan 3 bagian sekam didapat berturut-turut adalah 6,03 kg/cm2; 20,16 kg/cm2; 19,54 kg/cm2 dan 12,26 kg/cm2. Kuat tekan maksimum didapat pada campuran dengan komposisi 1 pc : 6 pasir : 1 sekam. Lihat Gambar 2.11 dan 2.12

Gambar 2.13 Perbandingan kuat tekan mortar menggunakan aquades dan air laut (Erniati, dkk, 2013).

Erniati, dkk. (2013). Menguji konsistensi dan kuat tekan mortar yang menggunakan air laut sebagai mixing water. Dari hasil pengujian didapat kuat tekan mortar dengan aquades pada umur 3,7 dan 28 hari berurutan 20,43 MPa, 27,10 MPa dan 31,73 MPa kemudian kuat tekan mortar dengan air laut pada umur 3,7 dan 28 hari berurutan 25,90 MPa; 29,40 MPa dan 32,77 MPa. Kuat tekan mortar akibat air laut lebih tinggi pada umur 3 hari yaitu sebesar 21,11 %, dan menurun pada umur 7 dan 28 hari yaitu sebesar 7,82% dan 3,16%. Kuat tekan yang menggunakan air laut lebih tinggi, karena adanya klorida yang ada pada air laut, yang menurut Aburawy dan Swamy, (2008), klorida mempercepat perkembangan kekuatan usia dini pada beton dengan terak sampai 7-14 hari. Disamping itu penambahan natrium klorida pada beton segar akan membentuk kristal garam friedel (friedel’s salt : 3CaO, Al2O3, CaCl2, 10H2O) yang dapat meningkatkan pH lebih tinggi, dan alkalinitas meningkat


(20)

sehingga akan mengaktifkan hidrasi semen serta memberikan struktur pasta lebih padat dengan pori-pori yang lebih kecil (Pruckner, F. dan Gjorv, O.E, 2003).

E.Perbedaan Penelitian Sebelumnya Penelitian Yang Akan Datang

Tabel 2.2 Perbedaan penelitian sebelumnya dengan yang akan dilakukan. No Peneliti Tahun Jenis

penelitian

Substansi Materi Penelitian

Terdahulu Sekarang

1 Nur 2008 Penelitian

lab

Menguji sifat fisik dan mekanis batu bata merah pejal

Menguji sifat fisik dan mekanik bata beton pejal

2 Rochadi

dan Irianta 2007

Penelitian lab

Menguji daya serap air dan kuat tekan bata merah pejal

Menguji daya serap air dan kuat tekan bata beton pejal

3

Wiyarsa dan Sudarsana

2009 Penelitian lab Menguji pemanfaatan lumpur lapindo sebagai bahan substitusi semen Menguji hasil produksi bata beton di beberapa tempat di

Yogyakarta

4 Nugroho 2014 Penelitian lab menguji tinjauan kualitas batako dengan pemakaian bahan tambah limbah gypsum Menguji kualitas bata beton dari 10 tempat produksi bata beton di yogyakarta

5 Siagian dan

Dermawan 2011

Penelitian lab

pengujian kuat tekan Pada penambahan 5 %, 10 %, 15 % abu terbang (fly ash)

Pengujian bata beton normal tanpa

penambahan bahan tambah

6 Sina, dkk 2008 Penelitian lab Menguji penganti agregat dengan kertas Koran terhadap kuat tekan batako Menguji kuat tekan mortar bata beton dan bata beton dengan perbaikan 1:2 mortar


(21)

Tabel 2.3 Perbedaan penelitian sebelumnya dengan yang akan dilakukan (lanjutan).

No Peneliti Tahun Jenis penelitian

Substansi Materi Peneliti Terdahulu Sekarang

7

Budirahar

djo, dkk. 2014

Penelitian lab

Menguji pemanfaatan sekam padi terhadap pengaruh kuat tekan bata beton

Menguji mortar dari pengunaan pasir kali progo

8 Erniati,

dkk 2013

Penelitian lab

Menguji mortar dengan

perbedaan pengunaan air aquades dan air laut

Menguji mortar yang digunakan untuk perataan permukaan bata beton pejal


(22)

17 A. Bata Beton

Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari bahan utama semen Portland, air dan agregat yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata beton yang baik memiliki permukaan rata dan saling tegak lurus dan mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan bata beton menurut PUBI 1982 pasal 6 antara lain permukaan bata beton harus mulus dan berumur minimal satu bulan setelah pembuatan, saat pemasangan harus sudah kering, kadar air 25-35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2 dan pada saat pemasangan kadar air bata beton tidak lebih dari 15%. Adapun jenis bata beton pejal adalah sebagai berikut ini.

1. Bata beton pejal

Batu bata pejal adalah bata yang memiliki penampang pejal 75 % atau lebih dari luas penampang seluruhnya dan memiliki volume pejal lebih dari 75% volume bata seluruhnya.

2. Bata beton berlubang

Bata beton berlubang adalah bata yang memiliki luas penampang lubang lebih dari 25 % luas penampang batanya dan volume lubang lebih dari 25 % volume berat seluruhnya.

B. Bahan Penyusun Bata Beton

Pembuatan bata beton pada umumnya bahan yang digunakan adalah pasir, semen dan air. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bata beton.

1. Semen

Semen adalah hasil industri yang sangat kompleks dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Kegunaan semen sangat banyak sekali. Semen dapat dibedakan menjadi dua yaitu semen non hidrolik dengan semen hidrolik.


(23)

Semen non hidrolik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras dengan air, tetapi dapat mengeras menggunakan udara. Contoh dari semen non hidrolik yaitu kapur. Sedangkan semen hidrolik adalah semen yang dapat mengikat dan mengeras dengan air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen Portland pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. (Mulyono. 2004)

Semen portland adalah sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Semen mengandung beberapa unsur kimia yaitu kapur (CaO) sebesar 60-65%, silika (SiO2) 17-25%, alumina (Al2O3) 3-8%, besi (Fe2O3) 0.5-6%, magnesia (MgO) 0.5-4% , sulfur (SO3) 1-2%, soda/potash 0.5-1% (Tjokrodimuljo, 2007).

Perbedaan persentase senyawa yang ada di dalam semen akan membentuk karakter dan jenis semen yang berbeda. Berdasarkan SK SNI S-04-1989-F, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 (lima) jenis, antara lain:

a. jenis I, yaitu semen portland untuk konstruksi umum yang penggunaan tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis-jenis lain,

b. jenis II, yaitu semen portland untuk konstruksi yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang,

c. jenis III, yaitu semen portland untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi,

d. jenis IV, yaitu semen portland untuk konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah,

e. jenis V, yaitu semen portland untuk konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.


(24)

Proses hidrasi yang terjadi pada semen portland dapat dinyatakan dalam persamaan kimia sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O (3CaO.2SiO2.3H2O) + 3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O (3CaO.2SiO2.3H2O) + Ca(OH)2 3CaO.Al2O3) + 6H2O (3CaO. Al2O3.6H2O)

4CaO. Al2O3. Fe2O3 + 6H2O (3.CaO(Al.Fe)2O36H2O)

Hasil utama dari proses hidrasi semen berupa (3CaO.2SiO2.3H2O) atau C3S2H3 atau CSH yang biasa disebut tobermorite yang berbentuk gel. Hasil lain berupa kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan sisa dari reaksi C3S dan C2S dengan air.

1. Pasir

Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya.

Pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan kurang dari 5 mm dan harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a. Pasir terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. b. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.

c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%,

apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.

d. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.


(25)

f. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.

Gradasi agregat pasir kali progo telah memenuhi standar ASTM C-33-82. Modulus halus butir (MHB) pasir = 3,4782 dan diperoleh berat jenis pasir 2,5. (Harianja dan Barus, 2008)

2. Air

Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut ini.

a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tiak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak dari pada beton.

b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.

c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Air yang digunakan untuk proses pembuatan bata beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan bata beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan bata beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaanya, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan bata beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah bata beton mengeras

C. Sifat Fisik Bata Beton

Bata beton pejal harus memenuhi persyaratan mutu sebagai berikut : 1. Dimensi dan toleransinya.

Dimensi dan toleransi untuk ukuran bata beton dalam SNI sudah di tentukan. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan produk yang akan dibuat teruatama di Indonesia guna persaingan produk untuk perdagangan. Bata


(26)

beton pejal untuk semua jenis mutu sebaiknya memenuhi syarat ukuran standar dan toleransi sesuai dengan ketentuan dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1 Dimensi dan toleransi bata beton Bata beton

pejal

Ukuran nominal ± toleransi

Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Jenis

Besar 400 ± 3 200 ± 3 100 ± 2

Sedang 300 ± 3 150 ± 3 100 ± 2

Kecil 200 ± 3 100 ± 2 80 ± 2

Sumber :SNI 03-0348-1989 2. Syarat Fisis

Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, (PUBI– 1986) berdasarkan pemakaiannya bata beton pejal dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu seperti berikut ini.

a. Bata Beton Pejal mutu B25, adalah bata beton pejal yang hanya digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat dan lain-lain serta konstruksi yang terlindung dari cuaca luar. b. Bata Beton Pejal mutu B40, adalah bata beton pejal yang digunakan

hanya untuk konstruksi seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan dinding konstruksi dari bata beton pejal tersebut boleh tidak diplester.

c. Bata Beton Pejal mutu B70, adalah bata beton pejal yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap).

d. Bata Beton Pejal mutu B100, adalah bata beton pejal yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban dan bisa digunakan juga untuk konstruksi yang tidak terlindung (untuk konstruksi diluar atap).

Bata beton pejal harus memenuhi syarat-syarat fisis dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(27)

Tabel 3.2 Syarat - syarat fisis bata beton Bata beton

pejal mutu

Kuat tekan minimum dalam (kg / cm3)

Peyerapan air maksimum (% volume) Rata - rata dari

5 buah bata

Masing - masing

B 25 25 21 -

B 40 40 35 -

B 70 70 65 35

B 100 100 90 25

Sumber : SNI 03-0348-1989 3. Tekstur dan Bentuk

Bidang permukaanya harus tidak cacat, bentuk permukaan lain yang didesain, diperbolehkan. Rusuk-rusuknya siku satu terhadap yang lain, dan sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan.

D. Sifat Mekanik Bata Beton 1. Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Batako normal memiliki densitas sekitar 2200-2400 kg/m3. Tinggi rendahnya densitas bata beton ini dipengaruhi oleh material bahan dasar dan proses penumbukan. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda yang bermasa sama yang memiliki densitas yang lebih rendah. Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes mengacu pada standar ASTM C 134-95 dan dihitung dengan Persamaan 3.1.

ρpc= ……….……….(3.1) dengan :

ρpc : Densitas (kg/cm3)

ms : Massa sampel kering (kg)

mb : Massa sampel setelah direndam (kg) mg : Massa sampel digantung dalam air (kg)


(28)

2. Penyerapan (absorbtion)

Penyerapan (absorbtion) Batu Bata Beton. Penyerapan adalah kemampuan batu bata beton untuk menyimpan atau menyerap air yang lebih dikenal dengan batu bata yang jenuh air. Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat. Rongga atau pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentase berat air yang diserap agregat didalam air disebut resapan air lihat Persamaan 3.2.

Wa=

(%)………..…….……….(3.2)

dengan :

Wa : Water absorption (%) Mk : Berat kering (gr) Mj : Berat basah.(gr) 3. Kadar air (w)

Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam batako dengan berat kering batako, dinyatakan dalam persentase. Kadar air (w) didefinisikan dalam Persamaan 3.3.

W =

x 100% ………..………..…

...…...(3.3)

dengan :

W : Kadar air Ww : Berat basah (gr) Ws : Berat kering (gr)

4. Initial Rate of Suction(IRS) dari Batu Bata

Initial Rate of Suction (IRS) adalah kemampuan dari batu bata beton dalam menyerap air pertama kali dalam satu menit pertama. Hal ini sangat berguna pada saat penentuan kadar air untuk mortar (Nur,2008). Standar


(29)

initial rate of suction (IRS). Persamaan yang digunakan dalam menghitung initial rate of suction (IRS) batu bata adalah Persamaan 3.4

IRS = (m1 - m2) K ….………...………..…(3.4) dengan :

m1 : Massa setelah direndam di air (gr) m2 : Massa kering (gr)

Karena IRS menggunakan satuan gr/mnt/193,55 cm2, maka harus dikalikan dengan suatu faktor, yaitu Persamaan 3.5.

K

……..……….……..(3.5)

5. Kuat Tekan Bata Beton

Kuat tekan pasangan bata beton adalah kekuatan tekan maksimum yang dipikul oleh luas permukaan yang dibebani. Persyaratan kuat tekan bata beton terdapat pada SNI SNI 03-0348-1989: Persamaan 3.6.

P = (kg/cm2)…...………(3.6) dengan :

P : Kuat tekan sampel (kg/cm2). Fmaks : Beban maksimum (kg)

A : Luas sempel yang di uji (cm2). 6. Berat Jenis

Berat jenis di definisikan sebagi massa per satuan volume. Dapat dirumuskan dalam Persamaan 3.7.

Berat jenis

(ρ)

=

(

gr/cm

3)..……...…….………....

(3.7) dengan :

M : Berat benda (gr) V : Volume benda (cm3). 7. Modulus Elastisitas (ME)

Modulus elastisitas pasangan batu bata beton biasanya didekati dari kekuatan tekan dengan Persamaan 3.8.


(30)

dengan :

ME : Modulus Elastisitas (MPa)

K : Konstanta yang ditentukan dari pengujian laboratorium Fm’ :Kuat tekan (MPa)

Tabel 3.3 Beberapa nilai Modulud Elastisitas dari kuat tekan pengujian laboratorium

No Pustaka Modulus elastisitas dari

kuat tekan batu bata 1 Paulay and Priestley, 1992 Em = 750 fm’

2 FEMA 273, 1997 Em = 550 fm’

3 Euracode 6, 2001 Em = 1000 fm’

4 ACI 530, 2005 Em = 700 fm’

E. Mortar

Mortar adalah campuran semen, air dan agregat halus. Dalam campuran ini menggunakan perbandingan tertentu sehingga daya tahan mortar terhadap tekan maupun tarik akan semakin tinggi. Mortar yang memenuhi ketentuan spesifikasi proporsi harus terdiri dari bahan bersifat semen, agregat, dan air yang seluruhnya harus memenuhi persyaratan dalam SNI 03-6882-2002. Bahan bahan yang dipakai untuk pembuatan mortar harus memenuhi ketentuan sebagai berikut ini.

1. Semen

Semen yang digunakan sama dengan semen pembuatan batu bata beton/batako.

2. Agregat halus

Agregat didefinisikan sebagai material granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk mortar atau beton semen hidrolik atau adukan. Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu. Agregat yang butir-butirnya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari 0,075 mm


(31)

disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay (SK SNI T-15-1991-03).

3. Gradasi agregat halus

Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Berdasarkan standar pengujian ASTM C 109 dan SNI 15-2049-2004, agregat halus yang digunakan untuk campuran pembuatan benda uji kuat tekan mortar yaitu

pasir dengan gradasi lolos ayakan No. 16 (1,18 mm), No. 20 (850 μm), No. 30 (600 μm), No. 40 (425 μm), No. 50 (300 μm) dan No. 100 (150 μm).

4. Air

Air harus bersih dan bebas dari sejumlah minyak, asam, alkali, garam, zan organik atau zat/bahan lainya yang merusak mortar atau semua logam yang terdapat di dinding.

5. Bahan tambah

Bahan-bahan tambah seperti bahan pewarna, bahan pembentuk, gelembung udara, pemercepat atau pemerlambat reaksi, penolak air, dan bahan tambahan lainya tidak boleh ditambahkan kedalam mortar kecuali ditentukan persyaratanya. (SNI 03-6882-2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan mortar diantaranya adalah faktor air semen, jumlah semen, umur mortar, dan sifat agregat.

1. Faktor air semen (f a s)

Faktor air semen merupakan angka perbandingan antara berat air dan berat semen di dalam campuran mortar atau beton. Semakin tinggi nilai f.a.s., maka akan semakin rendah mutu kekuatan beton. Demikian juga, nilai f.a.s. yang semakin rendah tidak menjamin kekuatan beton semakin tinggi. Nilai f.a.s. yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai f.a.s. minimum yang diberikan sekitar 0,40 dan maksimum 0,65 (Mulyono, 2004).


(32)

2. Jumlah Semen

Mortar dengan f.a.s sama, mortar dengan kandungan semen lebih banyak belum tentu mempunyai kekuatan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah air yang banyak, demikian pula pastanya, menyebabkan kandungan pori lebih banyak dari pada mortar dengan kandungan semen yang lebih sedikit. Kandungan pori inilah yang mengurangi kekuatan mortar. Jumlah semen dalam mortar mempunyai nilai optimum tertentu yang memberikan kuat tekan tinggi.

3. Umur Mortar

Kekuatan mortar akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dimana pada umur 28 hari mortar akan memperoleh kekuatan yang diinginkan jadi mortar ini sifatnya sama dengan beton.

4. Sifat Agregat

Sifat agregat yang berpengaruh terhadap kekuatan ialah bentuk, kekasaran permukaan, kekerasan dan ukuran maksimum butir agregat. Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap interlocking antar agregat. 5. Meja sebar

Meja sebar ini adalah pengujian keenceran mortar yang akan digunakan. Syarat ketentuan dari keenceran mortar dari pengujian meja sebar ini adalah 70 – 120 kurang atau lebih dari itu adalah tidak memenuhi persyaratan.

Keenceran =

100………...(3.9)


(33)

28 A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Bahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pengambilan sampel dilakukan pada 10 tempat di 4 Kabupaten di Yogyakarta.

1. Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta. 2. Sendangtirto, Berbah, Sleman. 3. Patuk, Patuk, Gunungkidul.

4. Poitan, Srimartani, Piyungan, Bantul.

5. Jl. Raya Piyungan Km 5, Madurejo, Prambanan, Sleman. 6. Tamantirto, Kasihan, Bantul.

7. Gojen, Kasihan, Bantul. 8. Wirokerten, Pleret, Bantul. 9. Jl. Segoroyoso, Pleret, Bantul. 10. Balecatur, Gamping, Sleman. B. Bahan Penelitian

Bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Bata beton / batako pejal yang diambil dari 10 tempat produksi di Yogyakarta, dapat dilihat pada lokasi penelitian di atas.

2. Semen yang digunakan adalah semen Holcim.

3. Pasir yang digunakan adalah pasir yang berasal dari Kali Progo, Yogyakarta.

4. Air yang diambil dari Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(34)

Gambar 4.1 Semen Holcim Gambar 4.2 pasir Progo

Gambar 4.3 Bata beton / batako pejal C. Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini umumnya sama dengan peralatan yang digunakan dalam pengujian beton. Adapun peralatan yang digunakan meliputi alat-alat berikut ini.

1. Timbangan merk Ohauss dengan ketelitian 0,1 gram , untuk mengetahui berat dari bahan-bahan penyusun campuran mortar dan berat benda uji. 2. Sekop, cetok dan talam, untuk menampung dan menuang adukan beton

ke dalam cetakan.

3. Mistar dan kaliper, untuk mengukur dimensi benda uji yang digunakan. 4. Mesin uji tekan merk HT-8502 micro - computer universal testing

machine (kap: 300 KN), untuk menguji dan mengetahui nilai kuat tekan dari bata beton.

5. Mesin pemotong merk Mantec Ø 255 mm MT 230, untuk memotong bata beton menjadi ukuran 10 cm x 10 cm.


(35)

6. Mesin molen, untuk membuat campuran mortar. 7. Meja sebar, untuk mengukur kelecekan mortar.

8. Timbangan dalam air, untuk menimbang berat benda uji dalam air. 9. Oven dengan merk Binder, untuk pengujian atau pemeriksaan batu bata

beton dan agregat halus.

10. Erlenmeyer dengan merk Pyrex, untuk pemeriksaan berat jenis. 11. Cetakan mortar 5cm x 5cm x 5cm, untuk mencetak benda uji mortar.

Gambar 4.4 Mesin pemotong Gambar 4.5 Meja sebar

Gambar 4.6 Mesin uji tekan Gambar 4.7 Molen


(36)

D. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel batu bata beton sudah jadi yang di produksi dan dijual. Pengambilan sampel dilakukan pada 10 tempat khususnya di 4 Kabupaten di wilayah Yogyakarta. Pada pengambilan sampel ini peneliti menggunakan kode S1 sampai dengan S10 seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Kode sampel benda uji

No Lokasi Kode

1 Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta S1

2 Sendangtirto, Berbah, Sleman S2

3 Patuk, Patuk, Gunungkidul S3

4 Poitan, Srimartani, Piyungan, Bantul S4 5 Jl. Raya Piyungan, Madurejo, Prambanan, Sleman S5

6 Tamantirto, Kasihan, Bantul S6

7 Gojen, Kasihan, Bantul S7

8 Wirokerten, Pleret, Bantul S8

9 Jl. Segoroyoso, Pleret, Bantul S9

10 Balecatur, Gamping, Sleman S10

E. Pelaksanaan Pengujian Agregat Halus dan Mortar

Pelaksanaan penelitian dimulai dari persiapan bahan dan alat, pemeriksaan bahan penyusun, pembuatan mortar, pengujian kuat tekan. Langkah-langkah pelaksanaan diuraikan sebagai berikut.

1. Persiapan Bahan dan Alat

Persiapan awal yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan bahan dan alat yang akan digunakan pada penelitian. Persiapan alat yang digunakan berbeda-beda sesuai jenis pengujiannya. Bahan yang dipersiapkan adalah semen, agregat halus, dan air.

2. Pemeriksaan Agregat Halus


(37)

1) Pasir dioven dengan suhu (110±5)˚C sampai beratnya tetap dan timbang sebanyak 1000 gram.

2) Susun saringan dari nomor 4, 8, 16, 30,50, dan 100.

3) Pasir dimasukan dalam saringan yang telah disusun. Saringan digoyang selama 15 menit.

4) Timbang butiran yang telah tertahan pada masing-masing saringan.

b. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat halus pasir Progo (SNI 03-1970-2008)

1) Agregat halus pasir Progo sebanyak 1 kg dimasukan kedalam oven dengan suhu (110±5)˚C sampai beratnya tetap.

2) Agregat halus pasir Progo direndam dengan air selama 24 jam. 3) Kelebihan air dibuang dengan hati-hati, agar butiran pasir halus

tidak ikut terbuang, Kemudian pasir dikeringkan hingga mencapai keadaan jenuh kering muka (SSD).

4) Pasir Progo jenuh kering muka dimasukan kedalam erlenmeyer sekitar ±500 gram dan ditambahkan air suling 90% dari erlenmeyer. Putar dan guncangkan erlenmeyer untuk menghilangkan gelembung udara dari sela sela pasir.

5) Air ditambah pada erlenmeyer hingga batas penuh, Kemudian ditimbang dengan ketelitian timbangan 0,1 gram..

6) Pasir Progo dikeluarkan dari erlenmeyer lalu keringkan sampai berat tetap pada temperatur (110±5)˚C, dinginkan pada temperatur ruang selama (1,0±0,5) jam dan timbang beratnya. 7) Timbang berat piknometer berisi air sampai batas pembacaan

yang ditentukan pada (23±2)ºC.

c. Pemeriksaan kadar lumpur agregat halus pasir Progo

1) Benda uji pasir Progo dikeringkan di dalam oven pada suhu (110

5)

C sampai beratnya tetap, Kemudian ditimbang dan diambil sampel sebanyak ±1000 gram (B1).


(38)

2) Benda uji pasir Progo dicuci beberapa kali sampai bersih, ditandai dengan air cucian tampak jernih, setelah itu benda uji dikeluarkan dari gelas ukur pencuci dengan hati-hati jangan sampai benda uji tersebut ada yang hilang.

3) Benda uji pasir Progo dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu (110±5)C sampai beratnya tetap, kemudian ditimbang beratnya (B2).

4) Hitung kadar lumpur.

d. Pemeriksaan kadar air agregat halus pasir Progo (SNI 03 -1971-1990) 1) Timbang berat talam (W1).

2) Benda uji pasir Progo dimasukan ke dalam talam kemudian timbang (W2).

3) Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).

4) Keringkan benda uji beserta talam dalam oven dengan suhu (110±5) °C sampai beratnya tetap.

5) Setelah kering timbang dan catat berat benda uji beserta talam (W4).

6) Hitung benda uji kering (W5 = W4 – W1) 3. Pengujian mortar

Mortar sebagai bahan pengikat atau perekat pada pasangan bata atau batako dapat dikatakan baik jika memiliki keenceran yang cukup dan memenuhi persyaratan yang ada. Mortar ini digunakan untuk meratakan permukaan bata beton agar nantiya didapatkan hasil yang siknifikan dari uji tekan batu bata beton. Maka dalam penggunaan mortar ini diadakan suatu pengujian di laboratorium.

a. Persiapan komposisi mortar

1) Siapkan semen sebanyak 250 gram. 2) Siapkan pasir sebanyak 500 gram.

3) Coba-coba kebutuhan air dengan fas yang sudah di tentukan. 4) Campur rata campuran mortar dengan mesin molen.


(39)

b. Meja sebar

1) Semen dan pasir dicampur dengan perbandingan 1 : 2. 2) Jumlah air (fas) berkisar 0.4 – 0.65.

3) Pengadukan rata-rata 3.5 – 4 menit, pastikan mortar tidak encer dan tidak kering.

4) Mortar yang sudah siap dimasukan dalam kerucut diameter 10 cm dan diratakan dengan pisau pasta.

5) Setelah menunggu sekitar 1 menit kerucut di angkat dan meja sebar diputar sebanyak 25 kali dan dilakukan pengukuran.

Persyaratan yang telah ditentukan untuk keenceranya adalah 70 – 115 kurang atau lebih dari itu adalah tidak memenuhi persyaratan.

c. Kuat tekan

1) Siapkan alat dan bahan.

2) Masukan campuran mortar ke dalam mesin molen dengan perbandingan yang sudah di tentukan 1 : 2 dengan Fas air 0,47 didapat dari pengujian meja sebar.

3) Tuang adonan ke dalam cetakan mortar dan tunggu 28 hari. 4) Cek kerataan permukaan mortar.

5) Setelah semua permukaan rata, mortar siap di uji tekan. 6) Hitung besar kuat tekan.

F. Pelaksanaan Penelitian Bata Beton Pejal

Pelaksanaan pengujian bata beton pejal ini dilakukan dua metode yaitu di lapangan dan di lab. Pengujian dilapangan dilakukan dengan cara wawancara bahan penyusun bata beton dan cara penumbukan, sedangkan pengujian di lab dilakukan dengan benda uji yang sudah dibeli pada 10 tempat dari 4 wilayah kabupaten di Yogyakarta. Dari setiap tempat diambil 10 benda uji. 5 benda uji dipotong berbentuk kubus dengan ukuran 10cm x 10cm x 10 cm dan 5 benda uji berikutnya dalam kondisi utuh. Bata beton ini sebelum di uji tekan diuji dulu sifat fisis dan sifat mekanisnya, sebelum di uji tekan 5 sampel bata


(40)

beton utuh permukaannya harus diratakan, perataanya dengan mortar yang sudah disiapkan. Pelaksanaan pengujian bata beton yang dilakukan di lab dijelaskan pengujianya dengan langkah-langkah sebagai berikut ini.

1. Pengujian mortar bata beton metode (SNI-03-6825-2002) a. Siapkan alat dan bahan yang akan dilakukan pengujian.

b. Potong bata beton bentuk kubus dengan ukurun 10cm x 10cm dalam kondisi kering permukaan.

c. Diamkan benda uji sampai kondisi kering. d. setelah kering benda uji siap diuji tekan.

Gambar 4.9 Setting up penelitian bata beton metode (SNI-03-6825-2002)

2. Pengujian bata beton metode (SNI 03-0348-1989). b. pengujian sifat fisis bata beton

1) Menguji dimensi.

2) Menguji ukuran dan toleransi. 3) Menguji bentuk.

c. Pengujian sifat mekanis bata beton 1) Pengujiaan daya serap

a) Siapkan benda uji.

b) Rendam bata beton kedalam air selama 24 jam. c) Timbang berat bata beton.

d) Bata beton dimasukan kedalam oven bersuhu 110±5 ºC e) Keluarkan bata beton dan timbang.

Beban

Batako Mesin

kuat tekan


(41)

2) Pengujian kadar air a) Siapkan benda uji.

b) Rendam bata beton kedalam air selama 24 jam. c) Timbang berat bata beton.

d) Bata beton dimasukan kedalam oven bersuhu 110±5 ºC e) Keluarkan bata beton dan timbang.

3) Pengujian Initial Rate of Suction (IRS) a) Siapkan benda uji.

b) Rendam bata beton kedalam air selama 24 jam. c) Timbang bata beton dalam air dan catat.

d) Bata beton dimasukan kedalam oven bersuhu 110±5 ºC. e) Keluarkan bata beton dan timbang.

4) Pengujian kuat tekan

a) Siapkan alat dan bahan yang akan dilakukan pengujian.

b) Masukan pasir dan semen dengan perbandingan 1 : 2 kedalam mesin pengaduk (molen), putar mesin hingga bahan tercampur dengan rata.

c) Tambahkan air dikit demi sedikit dengan fas 0,47.

d) Komposisi mortar semen 7,500 gram; pasir 1500 gram; air 3525 gram

e) Setelah semua bahan tercampur semua keluarkan mortar dari mesin pengaduk keatas talam dan lakukan pengujian meja sebar. f) Setelah pengujian meja sebar dirasa cukup, mortar siap digunakan

untuk perataan bata beton.

g) Diamkan bata beton selama 28 hari untuk menunggu keringnya mortar yang digunakan untuk perataan.

h) Siapkan bata beton dengan mortar yang sudah kering dalam umur 28 hari.


(42)

Gambar 4.10 Setting up penelitian bata beton metode (SNI 03-0348-1989)

5) Pengujian berat jenis a) Siapkan benda uji. b) Timbang benda uji c) Hitung volume benda uji

d) Hitung berat jenis dengan berat benda uji dibagi volume benda uji

Gambar 4.11 Bagan alir penelitian Mulai

Persiapan alat dan bahan Beban

Batako Plat

Mesin Kuat tekan

Bahan

1. Batu bata beton 2. Semen

3. Pasir 4. Air

Alat

1. Timbangan 2. Penggaris 3. Alat tulis 4. Alat potong 5. Molen 6. Meja sebar 7. Cetakan mortar 8. Mesin uji tekan


(43)

Gambar 4.12 Bagan alir penelitian (lanjutan) Pemeriksaan bahan

Pemeriksaan pasir 1. Gradasi 2. Kadar air 3. Berat jenis 4. Penyerapan air 5. Kadar lumpur

pengujian bata beton 1. Pemeriksaan sifat fisis

a. Dimensi

b. Ukuran dan toleransi c. Bentu

2. Pemeriksaan sifat mekanis a. Densitas

b. Penyerapan c. Kadar air

d. Initial Rate of Suction (IRS) e. Kuat tekan

f. Berat jenis

g. Modulus Elastisitas (ME)

Analisis dan pembahasan

Kesimpulan

Selesai A


(44)

39 A. Hasil Pemeriksaan Data Lapangan

Pemeriksaan awal di lapangan meliputi pemeriksaan komposisi material yang digunakan, jenis material dan metode pembuatan. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan pembuat bata beton. Hal ini dikira perlu dilakukan karena banyaknya variasi pembuatan bata beton dilapangan yang tidak mengikuti standar yang ada. Adapaun Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan di lapangan

Sampel Komposisi Perbandingan Penumbukan

Semen Pasir Bahan tambah

S1 Gresik Merapi Abu batu 1 : 9 : 2 Pres mesin

S2 Tiga roda Merapi - 1 : 9 Tumbuk manual

S3 Tiga roda Merapi - 1 : 9 Pres mesin

S4 Bima Merapi - 1 : 12 Tumbuk manual

S5 Tiga roda Merapi - 1 : 10 Tumbuk manual

S6 Tiga roda Merapi - 1 : 9 Pres mesin

S7 Tiga roda Merapi - 1 : 9 Tumbuk manual

S8 Tiga roda Merapi - 1 : 9 Tumbuk manual

S9 Tiga roda Merapi - 1 : 10 Tumbuk manual

S10 Tiga roda Merapi - 1 : 11 Tumbuk manual

Tabel 5.1 menunjukan hasil pemeriksaan dilapangan bahwa ada 1 dari 10 tempat produksi bata beton di Yogyakarta yang menggunakan bahan tambah abu batu dan lainnya tidak menggunakan bahan tambah. Dalam SNI tidak ada ketentuan untuk perbandingan campuran yang di gunakan namun dalam Dinas Pekerjaan Umum campuran yang baik digunakan untuk pembuatan batakao adalah 1 pc : 7-8. Ps. Dari 10 tempat produksi bata beton di Yogyakarta perbandingan campuran yang digunakan berbeda beda, hal ini


(45)

menurut selera dari pembuat. Tentunya apabila mengunakan campuran yang semakin kecil, akan memakan biaya yang tidak ekonomis dan campuran yang besar juga dapat mengurangi kekuatan dan kualitas bata beton. Metode pemadatan ada dua cara yaitu tumbuk manual dan pres mesin. Dari pemeriksaan di lapangan 3 dari 10 tempat produksi mengunakan pres mesin dalam pemadatanya. Pres mesin memiliki beberapa kelebihan dari tumbuk manual yaitu permukaan lebih halus dan rata, kepadatan bata beton lebih baik, bentuk dan tekstur lebih baik dari pada tumbuk manual.

B. Pengujian Sifat Fisis Bata Beton

Pengujian sifat fisis ini ada dua analisa yang dilakukan yaitu menganalisa dimensi/ukuran, tekstur/bentuk. Adapun analisa dapat di jelaskan sebagai berikut ini.

1. Dimensi/ukuran

Dimensi dan toleransi bata beton harus memenuhi persyaratan SNI 03-0348-1989 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Pengukuran analisis dimensi dilakukan tiga tempat yang berbeda pada satu pengukuran panjang, lebar, dan tebal. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.2. sampai dengan 5.12.

Tabel 5.2 Hasil pengukuran S1

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S1A 304,567 149,433 100,400

S1B 304,467 148,033 100,267

S1C 309,267 152,500 100,467

S1D 309,400 150,733 101,433

S1E 304,767 149,900 100,700

Rata-rata 304,57 149,43 100,40

Standar deviasi 2,595 1,652 0,463

Tabel 5.2 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S1. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 304,57 mm dengan nilai deviasi


(46)

standar 2,595 mm, nilai rata-rata lebar 149,43 mm dengan nilai deviasi standar 1,652 mm dan nilai rata-rata tebal 100,40 mm dengan nilai deviasi standar 0,463 mm.

Tabel 5.3 Hasil pengukuran S2

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S2A 307,367 150,067 103,500

S2B 307,100 149,533 102,033

S2C 309,467 149,700 102,167

S2D 309,633 149,267 101,900

S2E 312,767 146,267 104,200

Rata-rata 309,267 148,967 102,760

Standar deviasi 2,276 1,537 1,030

Tabel 5.3 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S2. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 309,267 mm dengan nilai deviasi standar 2,276 mm, nilai rata-rata lebar 148,967 mm dengan nilai deviasi standar 1,537 mm dan nilai rata-rata tebal 102,760 mm dengan nilai deviasi standar 1,030 mm.

Tabel 5.4 Hasil pengukuran S3

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S3A 303,833 150,400 103,167

S3B 304,700 150,833 103,367

S3C 306,900 152,933 104,433

S3D 304,800 150,267 102,833

S3E 305,167 141,633 102,800

Rata-rata 305,080 149,213 103,320


(47)

Tabel 5.4 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S3. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 305,080 mm dengan nilai deviasi standar 1,129 mm, nilai rata-rata lebar 149,213 mm dengan nilai deviasi standar 4,371 mm dan nilai rata-rata tebal 103,320 mm dengan nilai deviasi standar 0,666 mm.

Tabel 5.5 Hasil pengukuran S4

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S4A 337,833 143,567 107,367

S4B 332,933 143,567 111,167

S4C 334,700 143,400 111,433

S4D 335,300 143,900 111,433

S4E 336,633 146,633 110,400

Rata-rata 335,480 144,213 110,360

Standar deviasi 1,870 1,365 1,726

Tabel 5.5 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S4. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 335,480 mm dengan nilai deviasi standar 1,870 mm, nilai rata-rata lebar 144,213 mm dengan nilai deviasi standar 1,365 mm dan nilai rata-rata tebal 110,360 mm dengan nilai deviasi standar 1,726 mm.

Tabel 5.6 Hasil pengukuran S5

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S5A 309,433 141,567 105,733

S5B 300,533 150,233 101,433

S5C 302,867 151,267 102,033

S5D 309,333 142,967 102,500

S5E 299,100 147,433 101,633

Rata-rata 304,253 146,693 102,667


(48)

Tabel 5.6 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S5. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 304,253 mm dengan nilai deviasi standar 4,872 mm, nilai rata-rata lebar 146,693 mm dengan nilai deviasi standar 4,306 mm dan nilai rata-rata tebal 102,667 mm dengan nilai deviasi standar 1,762 mm.

Tabel 5.7 Hasil pengukuran S6

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S6A 302,633 151,700 101,333

S6B 301,967 149,767 102,867

S6C 301,567 148,800 100,600

S6D 302,433 148,567 101,433

S6E 302,267 150,100 101,233

Rata-rata 302,173 149,787 101,493

Standar deviasi 0,418 1,247 0,834

Tabel 5.7 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S6. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 302,173 mm dengan nilai deviasi standar 0,418 mm, nilai rata-rata lebar 149,787 mm dengan nilai deviasi standar 1,247 mm dan nilai rata-rata tebal 101,493 mm dengan nilai deviasi standar 0,834 mm.

Tabel 5.8 Hasil pengukuran S7

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S7A 306,167 146,700 100,767

S7B 310,033 146,733 100,633

S7C 306,867 148,333 101,600

S7D 304,133 148,600 100,767

S7E 306,900 148,033 99,933

Rata-rata 306,820 147,680 100,740


(49)

Tabel 5.8 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S7. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 306,820 mm dengan nilai deviasi standar 2,120 mm, nilai rata-rata lebar 147,680 mm dengan nilai deviasi standar 0,902 mm dan nilai rata-rata tebal 100,740 mm dengan nilai deviasi standar 0,592 mm.

Tabel 5.9 Hasil pengukuran S8

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S8A 305,467 152,600 100,267

S8B 306,867 155,400 101,600

S8C 306,567 154,667 103,133

S8D 307,200 155,433 102,167

S8E 305,567 154,033 101,233

Rata-rata 306,333 154,427 101,680

Standar deviasi 0,779 1,174 1,067

Tabel 5.9 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S8. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 306,333 mm dengan nilai deviasi standar 0,779 mm, nilai rata-rata lebar 154,427 mm dengan nilai deviasi standar 1,174 mm dan nilai rata-rata tebal 101,680 mm dengan nilai deviasi standar 1,067 mm.

Tabel 5.10 Hasil pengukuran S9

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S9A 306,200 158,400 101,733

S9B 306,867 160,367 102,367

S9C 304,300 158,633 102,000

S9D 305,000 158,233 102,033

S9E 307,500 160,067 102,167

Rata-rata 305,973 159,140 102,060


(50)

Tabel 5.10 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S9. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 305,973 mm dengan nilai deviasi standar 1,316 mm, nilai rata-rata lebar 159,140 mm dengan nilai deviasi standar 0,999 mm dan nilai rata-rata tebal 102,060 mm dengan nilai deviasi standar 0,233 mm.

Tabel 5.11 Hasil pengukuran S10

Sampel Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)

S10A 306,067 146,333 102,633

S10B 305,667 144,467 102,867

S10C 305,333 145,667 102,267

S10D 306,500 144,700 102,600

S10E 306,700 145,767 103,400

Rata-rata 306,053 145,387 102,753

Standar deviasi 0,567 0,781 0,420

Tabel 5.11 menunjukan hasil dari pengukuran sampel S10. Hasil pengujian didapat nilai rata-rata panjang 306,700 mm dengan nilai deviasi standar 0,567 mm, nilai rata-rata lebar 145,387 mm dengan nilai deviasi standar 0,781 mm dan nilai rata-rata tebal 102,753 mm dengan nilai deviasi standar 0,420 mm.

Tabel 5.12 Hasil akhir pengukuran bata beton Sampel Panjang

(mm)

Lebar (mm)

Tebal

(mm) Klasifikasi

S1 304,57 149,43 100,40 Tidak masuk

S2 309,267 148,967 102,760 Tidak masuk S3 305,080 149,213 103,320 Tidak masuk S4 335,480 144,213 110,360 Tidak masuk S5 304,253 146,693 102,667 Tidak masuk

S6 302,173 149,787 101,493 Masuk


(51)

Tabel 5.13 Hasil akhir pengukuran bata beton (lanjutan) Sampel Panjang

(mm)

Lebar (mm)

Tebal (mm)

Klasifikasi S8 306,333 154,427 101,680 Tidak masuk S9 305,973 159,140 102,060 Tidak masuk S10 306,053 145,387 102,753 Tidak masuk

Hasil akhir ukuran bata beton, dari ke 10 benda uji rata-rata mendekati bata beton dalam ukuran Sedang. Dimensi bata beton yang mendekati syarat SNI dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan 5.13 Dari ke sepuluh sampel hanya bata beton sampel S6 denagn panjang 302,173 mm, lebar 149,787 mm dan tebal 101,493 mm yang masuk syarat dimensi sedang.

2. Tekstur/bentuk

Syarat tekstur/bentuk terdapat dalam SNI 03-0348-1989 yaitu bidang permukaan harus tidak cacat, rusuk-rusuknya siku satu terhadap yang lain, dan sudut rusuknya tidak mudah dirapihkan dengan kekuatan jari tangan. Jadi dalam pemeriksaan ini terdapat tiga pemeriksaan yaitu pemeriksaan sudut, permukaan, dan kondisi. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.14

Tabel 5.14 Hasil pemeriksaan tekstur/bentuk bata beton

Sampel Sudut Permukaan Kondisi

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan


(52)

Tabel 5.15 Hasil pemeriksaan tekstur/bentuk bata beton (lanjutan)

Sampel Sudut Permukaan Kondisi

Tidak

siku-siku Tidak rata

Tidak siku tidak mudah

dirapihkan dengan

tangan

Tidak

siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan

Tidak

siku-siku Rata

Siku sangat mudah dirapihkan

dengan tangan

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan


(53)

Tabel 5.16 Hasil pemeriksaan tekstur/bentuk bata beton (lanjutan)

Sampel Sudut Permukaan Kondisi

Siku-siku Rata

Siku tidak mudah dirapihkan

dengan tangan

Tidak siku Rata

Siku sedikit mudah dirapihkan

dengan tangan

Sampel S1, S2, S6, S7, S8, dan S9 dalam pengujian ini telah memenuhi persyaratan tekstur/bentuk, pada sampel S3, sudut tidak siku dan permukaanya tidak rata, sampel S4, S10 sudutnya tidak siku dan pada sampel S5 semua kriteria tidak memenuhi. Faktor yang mempengaruhi bentuk bata beton ini adalah komposisi bahan dan proses penumbukan. C. Pengujian Sifat Mekanis Bata Beton

Sifat-sifat mekanis dari bahan bangunan terutama bata beton harus dikenali, hal ini akan berpengaruh penting pada kemampuan bata beton dalam segi kekuatan atau kemampuan bata beton dalam menerima suatu perlakuan. Sifat-sifat ini sangat banyak macamnya dan dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian yaitu pengujian Densitas, Penyerapan, Kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) ada juga pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas(ME).


(54)

1. Pengujian Densitas, Penyerapan, Kadar air, Berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS).

Tabel 5.17 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S1

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S1A 2034 10,475 3,239 1,713 3,487

S1B 2069 9,859 1,564 1,769 3,384

S1C 2048 9,889 0,492 1,707 3,283

S1D 2102 9,794 1,713 1,686 3,241

S1E 2004 11,012 3,334 1,702 3,652

Rata-rata 2051 10,206 2,068 1,715 3,409

Standar

deviasi 37 0,527 1,208 0,032 0,165

Hasil pengujian di atas pada sampel S1 nilai densitas didapat 2051 kg/m3, penyerapan 10,206 %, kadar air 2,068 %, berat jenis 1,715 gr/cm2, IRS 3,409 gr/cm2/menit.

Tabel 5.18 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S2

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S2A 2214 5,375 1,886 1,929 2,077

S2B 2157 8,288 3,287 1,846 3,022

S2C 2224 6,817 2,243 1,887 2,544

S2D 2251 7,232 2,454 1,891 2,697

S2E 2220 3,398 0,430 1.945 1,333

Rata-rata 2213 6,222 2,060 1,900 2,335

Standar


(55)

Hasil pengujian di atas pada sampel S2 nilai densitas didapat 2213 kg/m3, penyerapan 6,222 %, kadar air 2,060 %, berat jenis 1,900 gr/cm2, IRS 2,335 gr/cm2/menit.

Tabel 5.19 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S3

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S3A 1965 6,206 1,165 1,764 2,186

S3B 1873 10,369 1,332 1,715 3,559

S3C 1985 7,015 2,440 1,835 2,602

S3D 2027 7,986 1,896 1,824 2,899

S3E 1913 10,690 2,172 1,754 3,730

Rata-rata 1953 8,453 1,801 1,778 2,995

Standar

deviasi 61 2,001 0,543 0,050 0,647

Hasil pengujian di atas pada sampel S3 nilai densitas didapat 1953 kg/m3, penyerapan 8,453 %, kadar air 1,801 %, berat jenis 1,778 gr/cm2, IRS 2,995 gr/cm2/menit.

Tabel 5.20 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S4

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S4A 1895 11,355 2,323 1,688 3,983

S4B 1801 14,007 5,148 1,564 4,713

S4C 1857 13,338 4,505 1,581 4,549

S4D 1836 15,287 1,579 1,541 5,082

S4E 1785 16,593 2,115 1,503 5,329

Rata-rata 1835 14,116 3,134 1,575 4,731

Standar


(56)

Hasil pengujian di atas pada sampel S4 nilai densitas didapat 1835 kg/m3, penyerapan 14,116 %, kadar air 2,115 %, berat jenis 1,575 gr/cm2, IRS 4,731 gr/cm2/menit.

Tabel 5.21 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S5

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S5A 1883 9,882 1,452 1,700 3,438

S5B 1928 9,946 2,657 1,728 3,374

S5C 1904 9,697 4,191 1,760 3,371

S5D 1891 9,264 14,117 1,731 3,182

S5E 1920 9,986 15,078 1,752 3,441

Rata-rata 1905 9,755 7,499 1,734 3,361

Standar

deviasi 19 0,296 6,561 0,024 0,105

Hasil pengujian di atas pada sampel S5 nilai densitas didapat 1905 kg/m3, penyerapan 9,755 %, kadar air 7,499 %, berat jenis 1,734 gr/cm2, IRS 3,361 gr/cm2/menit.

Tabel 5.22 Hasil pengujian densitas, penyerapan, kadar air, berat jenis dan Initial Rate of Suction (IRS) bata beton sampel S6

Sampel Densitas (kg/m3)

Penyerapan (%)

Kadar air (%)

Berat jenis (gr/cm2)

IRS (gr/cm2/menit)

S6A 1854 12,506 7,542 1,665 4,085

S6B 1968 7,491 1,792 1,802 2,688

S6C 1960 8,282 3,724 1,787 2,881

S6D 1943 9,646 2,685 1,765 3,343

S6E 1838 12.302 5,251 1,662 4,006

Rata-rata 1913 10,045 4,199 1,736 3,401

Standar


(1)

7 S7 306,820 147,680 100,740

masuk S8 306,333 154,427 101,680 Tidak masuk S9 305,973 159,140 102,060 Tidak masuk S10 306,053 145,387 102,753 Tidak masuk

Tabel 8. Hasil pemeriksaan tekstur/bentuk Sampel sudut

Perm-ukaan kondisi

Siku-siku Rata

Tidak mudah dirapihkan dengan tangan

Siku-siku Rata

Tidak mudah dirapihkan dengan tangan Tidak siku-siku Tidak rata tidak mudah dirapihkan dengan tangan Tidak siku-siku Rata tidak mudah dirapihkan dengan tangan Tidak siku-siku Rata sangat mudah dirapihkan dengan tangan

Siku-siku Rata

tidak mudah dirapihkan

Siku-siku Rata

tidak mudah dirapihkan dengan tangan

Siku-siku Rata

tidak mudah dirapihkan dengan tangan Tidak

siku Rata

sedikit mudah dirapihkan

dengan tangan

3.

Pengujian Sifat mekanik Bata Beton

Gambar 4. Densitas bata beton

Bata beton normal memiliki densitas sekitar 2200-2400 kg/m3 dan dikatakan bata beton ringan jika memiliki densitas < 2000 kg/cm2. Dari ke sepuluh benda uji bata beton yang masuk dalam kategori bata beton normal adalah bata beton sampel S2 dengan nilai densitas 2213 kg/cm2, dan sampel S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9, S10 masuk pada kategori bata beton ringan dengan nilai densitas < 2000 kg/cm2, sedangkan sampel S1 tidak masuk dalam kategori apapun karena memiliki nilai densitas 2051 kg/cm2.


(2)

8

Gambar 5. Hubungan sampel dengan penyerapan bata beton

Penyerapan air maksimum dalam SNI 03-0348-1989 adalah 35 % untuk B70 dan 25 % untuk B100 sedangkan untuk B25, B40 tidak memiliki nilai penyerapan maksimum. Hasil penelitian penyerapan didapat nilai tertingi adalah 18 % pada sampel S10 dan nilai terendah pada sampel S2 dengan nilai 6,222 %. Faktor yang berpengaruh dalam penyerapan adalah kerapatan bata beton. Sesuai atau tidaknya nilai penyerapan dapan dilihat pada pengujian kuat tekan guna mengetahui mutu bata beton dan mengetahui nilia penyerapan air maksimumnya. Jika dilihat dari nilai penyerapan mutu bata beton diperkirakan masuk dalam mutu B25 dan B40.

Gambar 6. Hubungan sampel dengan kadar air bata beton

Kadar air adalah perbandingan berat air dalam bata beton dengan berat kering bata beton. Dalam penelitian didapat nilai kadar air tertinggi adalah sampel S5 dengan nilai kadar air 7,499 % dan nilai kadar air terendah adalah sampel 1,801 %. Besar kecilnya kadar air dipengaruhi oleh kandungan air pada bata beton sebelum dioven. Kadar air pada sampel S5 tinggi dikarenakan saat penimbangan kondisi batu bata sebelum di oven basah terkena air hujan sehingga kandungan air banyak.

Gambar 7. Hubungan sampel dengan berat jenis bata beton

Berat jenis adalah berat per satuan volume atau perbandingan massa jenis relatif bata beton terhadap massa jenis air. Pada penelitian ini bata beton dengan nilai berat jenis tertinggi adalah bata beton sampel S2 dengan nilai 1,900 gr/cm2 dan terendah pada sampel S4 dengan nilai 1,575 gr/cm2.

Gambar 8. Hubungan sampel dengan Initial rate of Suction (IRS)

IRS bata beton disyaratkan < 5 gr/cm2/menit. Hasil uji bata beton dalam penelitian ini memiliki nilai IRS lebih kecil dari 5 gr/cm2/menit, dengan demikian tidak perlu perendaman sebelum pemakainan namun pada sampel S10 nilai IRS lebih dari 5 gr/cm2/menit maka perlu perendaman.

Hubungan penyerapan dengan densitas, pada Gambar 9 hasil pengujian menunjukan bahwa semakin kecil penyerapan makan densitas bata beton semakin besar. Densitas juga dapat diartikaan sebagai kerapatan semu. jadi jika kerapatan semu bata beton besar air akan susah untuk masuk dalam bata beton.


(3)

9

Gambar 9. Hubungan penyerapan dengan densitas bata beton

Gambar 10. Hubungan penyerapan dengan kadar air bata beton

Hubungan penyerapan dengan kadar air, pada Gambar 10 menunjukan bahwa semakin besar penyerapan kadar air juga semakin besar. Hasil pengukuran penyerapan dan kadar air dari ke-10 pengabilan sampel menunjukan bervar-iasinya nilai-nilai yang didapat sangat jauh

Gambar 11. Hubungan penyerapan dengan berat jenis bata beton

Hubungan

penyerapan dan berat jenis,

pada Gambar 11 menunjukan semakin besar penyerapan maka berat jenis akan semakin kecil, jadi kecilnya nilai berat jenis kemampuan air meresap akan semakin besar.

Gambar 12. Hubungan penyerapan dengan Initial

Rate of Suction (IRS) bata beton

Penyerapan dan IRS adalah perilaku fisik yamg sama-sama berhubungan dengan masuknya air kedalam bata beton. Air dapat masuk ke dalam bata beton karena bata beton memiliki pori yang saling berhubungan satu sama lainya. Bila pori ini terlalu banyak maka akan berhubungan dengan perilaku lainya. Penyerapan air ini adalah kemampuan daya serap air selama 24 jam dari kondisi bata beton kering oven, sedangkan IRS adalah kemampuan dari batu bata beton dalam menyerap air pertama kali dalam satu menit pertama. Hubungan IRS dan penyerapan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9. Penyerapan yang besar akan memperbesar IRS yang berati semakin cepat air teresap kedalam bata beton.

Gambar 13. kuat tekan bata beton metode (SNI-03-6825-2002)

Berdasarkan hasil kuat tekan dari ke sepuluh sampel dengan metode SNI-03-6825-2002 kuat tekan bata beton tertingi dicapai sampel S2 dari daerah Sendang tirto, Berbah dengan kuat tekan mencapai 46,887 kg/cm2. Hal yang harus diperhatikan dari pengujian ini adalah kerataan permukaan bata beton yang dipotong. Rata tidaknya permukaan bata beton sangat berpengaruh terhadap kuat tekanya.


(4)

10

Gambar 14. Hubungan sampel dengan kuat tekan bata beton metode (SNI- 03-0348-1989)

Berdasarkan hasil kuat tekan dengan metode SNI-03-0348-1989 kuat tekan bata beton tertingi dicapai sampel S2 dari daerah Sendang tirto, Berbah dengan kuat tekan mencapai 34,714 kg/cm2 sehingga bata beton masuk kelas bata beton mutu B 25 dan untuk sampel S3 dan S6 juga masuk bata beton mutu B25 dengan nilai kuat tekan 25,889 kg/cm2 dan 30,557 kg/cm2 sedangkan pada sampel S1, S4, S5, S7, S8, S9, S10 memiliki kuat tekan dibawah 25 kg/cm2 dan tidak masuk dalam mutu bata beton dikarenakan mutu bata beton terkecil adalah mutu B25.

Gambar 15. Hubungan densitas dengan kuat tekan

Hubungan densitas dengan kuat tekan, pada Gambar 15 hasil pengujian menunjukan bahwa semakin besar densitas makan kuat tekan bata beton semakin besar. Semakin rapat bata beton kuat tekan semakin tinggi.

Gambar 16. Hubungan penyerapan dengan kuat tekan

Hubungan penyerapan dengan kuat tekan, pada Gambar 16 hasil pengujian menunjukan bahwa semakin kecil penyerapan makan kuat tekan bata beton semakin besar.

Gambar 17. Hubungan kadar air dengan kuat tekan

Hubungan kadar air dengan kuat tekan, pada Gambar 17 hasil pengujian menunjukan bahwa semakin kecil kadar air makan kuat tekan bata beton semakin besar. Semakin kering bata beton kuat tekan semakin meningkat.

Gambar 18. Hubungan berat jenis dengan kuat tekan


(5)

11

Gambar 19. Hubungan Initial Rate of Suction (IRS) dengan kuat tekan

Hubungan IRS dengan kuat tekan, pada gambar 19 hasil pengujian menunjukan bahwa semakin kecil penyerapan makan kuat tekan bata beton semakin besar.

Gambar 20. Hubungan sampel dengan

Modulus

Elastisitas

(ME)

bata beton

Grafik pada Gambar 20 menunjukan bahwa pengujian Modulus Elastisitas terbesar adalah pada sampel S2 dengan nilai 2553,373 MPa dan ME terkecil adalah pada sampel S4 dengan nilai 649,315 MPa

F. KESIMPULAN DAN SARAN

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

a.

Pengujian sifat fisis hanya sampel S6 yang

memenuhi syarat tekstur/bentuk dan

dimensi sehigga masuk dalam kategori

permukaan tidak cacat, rusuk-rusuknya

siku satu terhadap yang lain, sudutnya

tidak mudah dirapihkan dengan tangan,

sedangkan untuk dimensi harus masuk

dalam persyataran dimensi dan toleransi

pada SNI

b.

Pengujian sifat mekanis hampir semua

telah memenuhi persyaratan SNI, hanya

saja pada pengujian kuat tekan bata beton

yang masuk dalam kategori mutu bata

beton ada tiga yaitu pada sampel S2, S3,

dan S6 yang masuk bata beton mutu B25.

Bata beton yang lolos pengujian sifat

mekanis adalah bata beton yang telah

memenuhi persyaratan dari pengujian sifat

mekanis.

5. Saran

Setelah melaksanakan penelitian ini, penulis ingin memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan agar penelitian ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan penelitian selanjutnya dapat mencapai hasil yang lebih baik, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. pada saat pembuatan bata beton agregat halus harus disaring pada saringan < 5 mm,

b. perlu diperhatikan untuk bahan campuran agregat kasar,

c. perlu dipilih teknik pencampuran pada saat proses pembuatan bata beton agar semua bahan tercampur sempurna,

d. penumbukan harus benar-benar diperhatikan karena kerapatan bata beton berpengaruh besar pada kuat tekan,

e. perlu diperhatikan pada saat pengujian kuat tekan untuk penelitian berikutnya, permukaan bata beton harus benar-benar rata,

f. dibutuhkan tempat yang luas agar bata beton uji dapat terlindung.


(6)

12

G.DAFTAR PUSTAKA

1.

ACI

530-05,

Building Code Requirements

for

Masonry

Structures,

American

Concrete Instute.

2.

FEMA 273. 1997.

NEHRP Guidelines for

The Seismic Rehabilitation of Buildings,

A

Council of the National Institute of

Building Sciences, Washington DC.

3.

Eurodode 6.2001.

Design of Masonry

Structures,

part 1-1.

4.

Nur

, O. F., 2008, Analisis Sifat Fisis Dan

Mekanis Batu Bata Berdasarkan Sumber

Lokasi Dan Posisi Batu Bata Dalam

Proses Pembakaran

, Jurnal Rekayasa

Sipil,

Volume 4 No.2

.

5.

Paulay, T. & M. J. N. Priestley. 1992.

Seicmic Design of Reinforcd Concrete and

Masonry Buildings,

John Wiley & Sons,

New York.

6. Sina, dkk., 2008, Pengaruh Penggantian Sebagian Agregat Halus Dengan Kertas Koran Bekas Pada Campuran Batako Semen Portland Terhadap Kuat Tekan Dan Serapan Air, Jurusan Teknik Sipil, FST Undana.

7. Siagian dan Dermawan., 2011, Pengujian Sifat Mekanik Batako Yang Dicampur Abu Terbang

(Fly Ash), Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas

Negri Medan.

8.

Sucipto

, 2010, Zona Rawan “Local Site

Effect” Gempabumi di Yogyakarta,

Google search 2016.

9.

SNI

-03-0348, 1989,

Bata Beton Pejal

,

Badan Standar Nasional, Jakarta.