Analisis Sifat Fisis, Magnet, Dan Mikrostruktur Darivariasi Temperatur Sintering Barium Heksaferit Denganaditif Sio2

(1)

ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET, DAN MIKROSTRUKTUR

DARI VARIASI TEMPERATUR SINTERING BARIUM

HEKSAFERIT DENGAN ADITIF SiO2

SKRIPSI

INTEN NATANAEL SIMAMORA

110801065

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET, DAN MIKROSTRUKTUR

DARI VARIASI TEMPERATURE SINTERING BARIUM

HEKSAFERIT DENGAN ADITIF SiO2

SKRIPSI

DiajukanuntukmelengkapitugasdanmemenuhisyaratmencapaigelarSarjanaS

ains

INTEN NATANAEL SIMAMORA

110801065

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET, DAN

MIKROSTRUKTUR DARIVARIASI TEMPERATUR SINTERING BARIUM HEKSAFERIT DENGANADITIF SiO2

Kategori : SKRIPSI

Nama : INTEN NATANAEL SIMAMORA

NIM : 110801065

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Agustus 2015

Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

(Dr. Marhaposan Situmorang)

NIP : 195510301980031003 NIP : 195408171983031005


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET, DAN MIKROSTRUKTUR DARI VARIASI TEMPERATURE SINTERING BARIUM HEKSAFERIT DENGAN ADITIF

SiO2

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

INTEN NATANAEL SIMAMORA 110801065


(5)

PENGHARGAAN

PujidansyukurkehadiratTuhan Yang MahaEsa, atas rahmat dananugerah-NyapenulisdapatmenyelesaikanskripsiinidenganjudulAnalisis Sifat Fisis, Magnet, dan Mikrostruktur dari Variasi Temperatur Sintering Barium Heksaferit dengan Aditif SiO2yang telahditentukan.

Padakesempatanini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman selaku Dekan dan seluruh Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. BapakDr. Marhaposan Situmorang, sebagaiKetua JurusanFisika FMIPA USU dan Bapak Drs. Syahrul Humaidi, MSc, sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA USU.

3. BapakDr. Anwar Dharma Sembiring, MS, sebagaiDosen Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu,pikiran, dan memberikansemangat sertasaran-saran untuk membimbingpenulisdalammenyelesaikanskripsiini.

4. BapakProf. Drs. PerdameanSebayang, M.Sidan Prof. Dr. MasnoGinting, M.Sc, sebagaiDosen Pembimbing di LIPI, yang telah banyak meluangkan waktu,pikiran, dan memberikan semangat sertasaran-saran untuk membimbingpenulisdalampenelitiantugasakhirdanmenyelesaikanskripsiini dan seluruh pegawai LIPI yang telah memberi banyak bantuan selam penelitian berlangsung.

5. Dosen penguji (Bapak Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si, Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS, Ibu Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc, Bapak Junedi Ginting, M.Si) yang telah memberi banyak saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Seluruh Dosen Departemen Fisika FMIPA USU yang pernah menjadi dosen pengajar selama penulis kuliah di Fisika USU terkhusus untuk Kak Tini, Kak Yuspa, dan Bang Jo, sebagai pegawai di Departemen Fisika FMIPA USU.

7. Bapak B.Simamora dan Ibu R.br. Girsang, selaku orangtua yang selalu memberikan semangat, dan dukungan baik dari segi materi maupun


(6)

perhatiandan dukungan doa yang begitubesardan dukungan semangat yang sangatberartikepadapenulis.

8. Paman Yan Girsang,Bibi Sri, kakak Rizky dan abang, selaku orangtua wali yang telah memberi dukungan semangat, dan doa selama penulis melakukan penelitian di LIPI Serpong dan menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakakpenulis Maria Donna, Ade Ratna Sari, Ully Hartati, Putri Lestari dan juga abang Erikson Sinaga, Leo Sinaga, Parlin Nababan, yang telahbanyak memberi dukungan,

doadansemangatkepadapenulisselamakuliahdanmenyelesaikanskripsiini.

10.Denny Syahputra Panjaitan, yang selalu menjadi tempat bertukar pikiran dan memberikan waktu, doa dan dukungan semangat kepada penulis .

11.Chrisantayana Panjaitan, Desrawati Ritonga, Boby Lumban Tobing, Tri Putra Pasaribu, Winda Gultom, Dessy Sembiring, Sendy Yolanda, Siska Renata Sembiring, dan Meylisa Novita, selaku sahabat terbaik yang selalu memberikan dukungan semangat, dan doa kepada penulis.

12.Nensi M. Panjaitan, Tabitaria M.Sianipar, Trisno Manurung, Lilis Sagita, Widya Susanti, teman satu grupsebagai tempat bertukar pikiran selama melakukan penelitian di LIPI Serpong.

13.Teman – teman Fisika Stambuk 2011 sebagai teman bertukar pikiran selama perkuliahan dan teman berdiskusi dalam penyelesaian skripsi ini

14.Abang dan kakak S2 Fisika USU ( Bang Baharudin Hulu, Bang Taufik Hia, Bang Ozzy Gea, Kak Imelda Hia, Kak Devy, Kak Arjuna Harahap) sebagai teman bertukar pikiran selama penulis melakukan penelitian di LIPI Serpong.

Penulismenyadarisepenuhnyabahwadalampenulisanskripsiinimasihterdapatkekurang

an – kekuranganbaikdarisegiisi, struktur kata,

maupuntatabahasanyakarenapengetahuandanpengalaman yang dimilikipenulisterbatas, semogaskripsiinidapatbermanfaatbagi yang membutuhkannya.


(7)

Inten Natanael Simamora 110801065

ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI VARIASI TEMPERATURSINTERING BARIUM HEKSAFERIT DENGAN ADITIF SiO2

ABSTRAK

Telahdilakukanpembuatanmagnet permanen BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2dengan mengggunakan metode mechanical alloyingdengan milling time 24 jam. SerbuktersebutkemudianditambahkanbahanperekatPoly Vinyl Alcohol(PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kgF/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pellet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnyadilakukan proses sinteringdenganmenggunakanvacuum furnace pada suhu 800oC, 900oC, 1000oC, dan 1100oC yang ditahanselama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi yaitu meliputi karakterisasi sifat fisis (bulk density, porositas, linear shrinkage) dengan menggunkan metode Archimedes, dianalisisstrukturkristalnyadengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasidandiukurkurvahisterisisnya dengan permagrap.Dari hasil diketahui bahwa nilai densitas meningkat, porositas menurun sebandingdenganjumlah aditif SiO2, dan Linear Shrinkagemeningkat. Dari hasilkarakterisasi fisis diperolehhasil yang terbaikyaitupadamilling time 24 jam dengan suhu 1100oC pada komposisi 7 %wt, dengannilaibulkdensity = 4,59 gr/cm3,porositas = 21,03%, dan linear shrinkage = 11, 79 %. Dari salah satu hasilanalisaXRD menunjukkanbahwatidakterbentukstruktur kristal baru, grainsize 15,6memiliki Br = 3,14 kGdanHc = 2,195kOe.


(8)

ANALYSIS OF PHYSICAL PROPERTIES , MAGNETISM, AND THE MICROSTRUCTURES OF SINTERING TEMPERATURE VARIATION OF

BARIUM HEXAFERRITE WITH SiO2 ADDITIVE

ABSTRACT

Has waged manufacture of permanent magnet BaFe12O19 with the addition of additive composition variation SiO2 with 5 and 7 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time 24 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 800oC, 900oC, 1000oC, and 1100oC were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering which includes the characterization of physical properties (bulk density, porosity, Linear Shrinkage), the crystal structure was analyzed by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density, porosity, and Linear Shrinkage by Archimedes method, and analysis of microstructures with used XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraph measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with SiO2 additives showed that the density values tend to increase, the porosity decreases in proportion to the amount of additive SiO2, and Linear shrinkage increases. From the results of the physical characterization obtained the best results in milling time is 24 hours at 1100oC on komposisi7% wt, with bulk density = 4.59 g / cm3, porosity = 21.03%, and Linear shrinkage = 11, 79 %. From one analysis XRD results indicate that no new crystal structures are formed, grainsize 15.6 has Br = 3.14 kG and Hc = 2,195kOe.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Lembar Pengesahan iii

Pernyataan iv

Penghargaan v

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 4

1.3Tujuan Penelitian 4

1.4Batasan Masalah 4

1.5Manfaat Penelitian 5

1.6Sistematika Penulisan 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Magnet 7

2.2 Medan Magnet 7

2.2.1 Medan Magnet Induksi 8

2.2.2 Momen Magnetik 8

2.2.3 Induksi Magnetik 9

2.2.4 Kuat Medan Magnetik 9

2.2.5 Intensitas kemagnetan 9

2.3 Material Magnetik 10


(10)

2.3.2 Magnet Remanen 10

2.3.3 Magnet Buatan 10

2.4 Sifat Kemagnetan Bahan 11

2.4.1 Bahan Diamagnetik 11

2.4.2 Bahan Paramagnetik 11

2.4.3 Bahan Ferromagnetik 12

2.5 Sifat Bahan Magnet 12

2.5.1 Barium Hexaferrite 12

2.5.2 Silika 14

2.6 Sintering 16

2.6.1 Tahapan Sintering 17

2.6.2 Klasifikasi Sintering 19

2.7 Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit 19

2.7.1 Sifat Fisis 19

2.7.2 Sifat Magnet 21

2.7.3 Analisa Sruktur Kristal

2.7.3.1XRD (X-Ray Diffraction) 22

2.7.3.2OM (Optical Microscope) 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.2Peralatan dan Bahan 24

3.2.1 Peralatan 24

3.2.2 BahanPenelitian 25

3.3Diagram Alir Penelitian 26

3.4Proses Sintering 27

3.5Magnetisasi 28

3.6Karakterisasi Hasil 28

3.6.1 UjiDensitas

3.6.1.1Bulk Density 28


(11)

3.6.1.3Susut Bakar 30

3.6.2 Sifat Magnet 31

3.6.2.1Permagraph 31

3.6.3 Analisa Mikrostruktur 31

3.6.3.1XRD (X-ray Diffraction) 31 3.6.3.2OM (Optical Microscope) 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakterisasi Sifat Fisis 34

4.2Analisis XRD (X-Ray Difraction) 40

4.3Mikrostruktur 41

4.4Sifat Magnet 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan 48

5.2Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 50


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Silika (SiO2) 14

Tabel 2 Bentuk kristal utama Silika (SiO2) 15

Tabel 3 Data Hasil Pengujian Bulk Density 34

Tabel 4 Data Hasil Pengujian Porositas 36

Tabel 5 Data Hasil Pengujian Linier Shrinkage 37

Tabel 6 Data Hasil Pengujian Volume Shrinkage 39

Tabel 7 Data pengujian sifat magnetik 42

Tabel 8 Data Pengujian kuat medan magnet 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur kristal BaFe12O19 13

Gambar 2Struktur silika tetrahedral 15

Gambar 3 Diagram Alir 26

Gambar 4 Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap nilai bulk density 35 Gambar 5 Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap porositas 36 Gambar 6 Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap linier shrinkage 38 Gambar 7 Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap volume shrinkage 39

Gambar 8 Grafik Hasil Pengujian XRD 40

Gambar 9 Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 suhu 800 oC 41 Gambar 10 Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 suhu 900 oC 41 Gambar 11 Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 suhu 1000 oC 41 Gambar 12 Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 suhu 1100 oC 41

Gambar 13 Kurva Histerisis 43

Gambar 14 Hubungan antara penambahan SiO2 terhadap nilai fluks magnetik 45 Gambar 15 Hubungan antara penambahan SiO2 terhadap nilai fluks magnetik 47


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data-data hasil pengukuran densitas dan porositas. 49

Lampiran 2 Data-data hasil pengukuran linier shrinkage 50

Lampiran 3 Data-data hasil pengukuran kuat medan magnet. 51

Lampiran 4Data-data hasil pengujian Permagh. 52


(15)

Inten Natanael Simamora 110801065

ANALISIS SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI VARIASI TEMPERATURSINTERING BARIUM HEKSAFERIT DENGAN ADITIF SiO2

ABSTRAK

Telahdilakukanpembuatanmagnet permanen BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2dengan mengggunakan metode mechanical alloyingdengan milling time 24 jam. SerbuktersebutkemudianditambahkanbahanperekatPoly Vinyl Alcohol(PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kgF/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pellet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnyadilakukan proses sinteringdenganmenggunakanvacuum furnace pada suhu 800oC, 900oC, 1000oC, dan 1100oC yang ditahanselama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi yaitu meliputi karakterisasi sifat fisis (bulk density, porositas, linear shrinkage) dengan menggunkan metode Archimedes, dianalisisstrukturkristalnyadengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasidandiukurkurvahisterisisnya dengan permagrap.Dari hasil diketahui bahwa nilai densitas meningkat, porositas menurun sebandingdenganjumlah aditif SiO2, dan Linear Shrinkagemeningkat. Dari hasilkarakterisasi fisis diperolehhasil yang terbaikyaitupadamilling time 24 jam dengan suhu 1100oC pada komposisi 7 %wt, dengannilaibulkdensity = 4,59 gr/cm3,porositas = 21,03%, dan linear shrinkage = 11, 79 %. Dari salah satu hasilanalisaXRD menunjukkanbahwatidakterbentukstruktur kristal baru, grainsize 15,6memiliki Br = 3,14 kGdanHc = 2,195kOe.


(16)

ANALYSIS OF PHYSICAL PROPERTIES , MAGNETISM, AND THE MICROSTRUCTURES OF SINTERING TEMPERATURE VARIATION OF

BARIUM HEXAFERRITE WITH SiO2 ADDITIVE

ABSTRACT

Has waged manufacture of permanent magnet BaFe12O19 with the addition of additive composition variation SiO2 with 5 and 7 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time 24 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 800oC, 900oC, 1000oC, and 1100oC were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering which includes the characterization of physical properties (bulk density, porosity, Linear Shrinkage), the crystal structure was analyzed by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density, porosity, and Linear Shrinkage by Archimedes method, and analysis of microstructures with used XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraph measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with SiO2 additives showed that the density values tend to increase, the porosity decreases in proportion to the amount of additive SiO2, and Linear shrinkage increases. From the results of the physical characterization obtained the best results in milling time is 24 hours at 1100oC on komposisi7% wt, with bulk density = 4.59 g / cm3, porosity = 21.03%, and Linear shrinkage = 11, 79 %. From one analysis XRD results indicate that no new crystal structures are formed, grainsize 15.6 has Br = 3.14 kG and Hc = 2,195kOe.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana pendukung yang terkait di dalamnya, tentunya termasuk fasilitas peralatan. Perkembangan teknologi juga menuntut kebutuhan akan bahan/material yang mempunyai sifat tertentu agar dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan, baik dibidang mekanik, elektronik, mekatronik dan lain-lain.

Perkembangan teknologi saat ini ditekankan pada kemampuan untuk menghasilkan medan magnet yang besar dengan stabilitas yang tinggi terhadap temperature dan waktu, serta memiliki ketahanan yang baik terhadap gangguan medan luar. Dengan demikian magnet permanen harus memiliki koersivitas, remanen yang tinggi sehingga menghasilkan produk energi yang tinggi.Barium Hexaferrit (BaFe12O19) adalah termasuk material magnet permanen yang mempunyai remanen, koersivitas yang cukup besar dan tersedia dialam cukup melimpah serta harga bahan mentahnya relatif murah sehingga berpotensi untuk diproduksi. (Jiles, 1991)

Bahan magnet permanen barium heksaferit (BaFe12O19) telah sangat dikenal dan banyak digunakan di industri maupun pada peralatan rumah tangga misalnya televisi, kulkas, mainan anak-anak dan lainnya. Pemanfaatan bahan barium heksaferit ini secara luas, didukung oleh harganya yang murah, nilai koersivitas dan magnetisasi saturasi yang tinggi, serta temperatur transisi magnet (temperatur Curie,Tc) yang tinggi sekitar 750◦C juga sifat kimia yang stabil dan ketahanan terhadap korosi sangat baik. (A(Akmal Johan, 2010). Perkembangan teknologi terakhir saat ini memungkin- kan untuk diperoleh bahan barium heksaferit dengan ukuran kristalit yang sangat halus berukuran sekitar nanometer (10−9 meter). Bahan barium heksaferit dengan ukuran kristalit yang sangat halus dapat diperoleh di antaranya melalui proses mechanical alloying. (Akmal Johan, 2000)

Barium heksaferit (BaFe12O19) sebagai magnet ferit, disamping memiliki permeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan yang relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi


(18)

atau isolator yang baik.Kombinasi sifat intrinsik antara sifat magnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkan material magnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam radar (www.frd.cn, 2013). Ion-ion ferit pada barium heksaferit sebagian dapat disubstitusi oleh ion-ion divalen seperti Co2+, Ti4+ dan Mn2+ dan lainnya. Substitusi dapat mengubah anisotropi magnetik dari uniaxial menjadi planar.Selain itu, substitusi juga mengubah permitivitas dielektrik dan permeabilitas magnetiknya (Lairdtech, 2013).

Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. (Priyono K dan Azwar Manaf ,2007).Keramik magnet adalah salah satu bahan yang umumnya merupakan golongan ferit, mempunyai sifat magnetik dan penting bagi industri automotif, komputer, pembangkit energi, kelistrikan dan elektronika. Bahan keramik yang bersifat magnetik, mempunyai struktur kristal tertentu yang sangat tergantung pada komposisinya, sehingga penggunaannya menjadi lebih luas. Meskipun demikian terdapat kesamaan yang umum, yaitu: semuanya adalah oksida logam yang disusun oleh Fe2O3 sebagai komponen utama, komponen ini dapat menghasilkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet luar dihilangkan (Lairdtech, 2013).

Magnet permanen dapat dibuat dari bahan keramik berbasis oksida besi seperti: Feroxdure (SrO.6Fe2O3) dan Barium Heksaferrit (BaFe12O19). Bahan magnet tersebut memiliki kemampuan menghasilkan maximum energy product magnet (BHmax) sampai: 3-20 MGOe. Magnet permanen berbasisBaFe12O19dibuat dengan ukuran butiran sekitar 1 – 2 μm dan dipanaskan pada suhu sintering sekitar 1250oC – 1300oC.Sedangkan pada pembuatan magnet permanen berbasis BaFe12O19yang diberi penambahan additif SiO2 yang dilakukan menggunakan suhu sintering 800oC – 1100oC.Hard ferrite termasuk magnet yang memiliki kurva histerisis (BH Curve) yang lebar dan mempunyai nilai coercitivitas (HC) yang tingi, magnet ferrite juga memiliki struktur kristal hexagonal dengan formulasi MO6Fe2O3. M adalah unsur-unsur dari Ba, Sr dan Pb, keramik maget ferrite terdiri atas tiga macam, yaitu Barium Hexa Ferrite (BaFe12O19), Stronsium Hexa Ferrite (SrOFe2O3) dan Lead Hexa Ferrite. (www.frd.cn, 2013). Pembuatan magnet keramik dapat juga dilakukan dengan dua metoda yaitu


(19)

isotropi dan anisotropi. Pada pembuatan magnet secara isotropi adalah dengan proses cetak kering, dengan dilakukan orientasi partikel dengan menggunakan medan magnet. Sedangkan pada proses anisotropi, dimana dalam pembuatan magnetnya digunakan orientasi partikel dengan medan magnet dan pada pembentukannya ditambahkan bahan perekat PVA (Spaldin, Nicola, 2011).

Proses sintering dalam pembuatan magnet permanen berbasis BaFe12O19adalah salah satu yang terpenting yang dapat mempengaruhi sifat dan kualitas magnet permanen yang dihasilkan.Sebagai perbandinganmisalnya pada magnet ferit yang paling sering digunakan adalah Mn-Zn ferit karena material ini memiliki sifat yang lebih baik dari jenis ferit lainnya.Mn-Zn ferit termasuk ke dalam material ferromagnetik dengan sifat magnetik yang sangat baik, seperti permeabilitas yang tinggi, rugi-rugi magnetik yang rendah, saturasi magnetik yang tinggi dan resistivitas yang tinggi.Pada penelitian sebelumnya, bahwa substitusi Zinc ion dengan menggunakan metode sol-gel dapat meningkatkan saturasi magnetik, magnetisasi remanen dan menurunkan koersivitas. Penambahan Mn dapat meningkatkan nilai indeks bias, turunnya kecepatan infrared serta konstanta dielektrik bahan. Saat temperatur sintering meningkat, densitas dari sampel meningkat dan ukuran partikel menjadi kasar.Perubahan ini membuat sifat magnet menjadi lebih baik.Selain itu kenaikkan temperatur sintering menyebabkan saturasi magnetik semakin meningkat.Saat meningkatnya saturasi magnetik, material magnet tidak cepat jenuh.Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut untuk mencari temperatur sintering yang optimum agar mencapai material magnet dengan induksi remanen yang besar dan gaya koersivitas yang rendah supaya tercipta sifat soft magnetic yang baik. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada penelitian ini sampel akan diuji untuk mengetahui struktur dan sifat magnet yang terjadi pada Mn-Zn ferit. (Jumaeda Jatmika, dkk. 2005)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuatan magnet permanen ferrit jenis BaFe12O19 yanng diberi penambahan aditif SiO2 terhadap logam Fe dan pengaruhnya terhadap sifat fisis dan sifat magnet.


(20)

1. Bagaimana pengaruh komposisi bahan baku ( secara stoikiometri dan non- stoikiometri) terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen.

2. Bagaimana pengaruh temperatur sinter terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen.

3. Bagaimana pengaruh komposisi aditif SiO2 terhadap sifat fisis dan magnet pada magnet permanen.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengamati pengaruh temperatur sintering terhadap sifat magnet, sifat fisis, dan struktur mikro dari BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2.

2. Untuk mengetahui bagaiman karakteristik magnet permanen BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2.

1.4Batasan Masalah

1. Sampel yang digunakan adalah BaFe12O19 + SiO2.

2. Variasi aditif SiO2 yang digunakan sebanyak 1%, 3%, 5% dan 7% (dalam persen berat).

3. Variasi suhu 800oC, 900oC 1000oC 1100oC denganholding time selama 2 jam. 4. Karakterisasi BaFe12O19dengan penambahan additif SiO2 yang akan dilakukan

meliputi :

a. Pengujian sifat fisis pada magnet permanen tersebut meliputi : densitas, porositas, dan persentase penyusutan (shrinkage).

b. Analisa struktur kristal dengan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD).

c. Pengukuran kuat medan magnet (fluks density) dengan menggunakan Gaussmeter, sifat magnet (BH curve) dengan menggunakan permagraphdan melihat interface dengan OM.

1.5Manfaat Penelitian

1. Mengetahui proses sintering pembuatan magnet BaFe12O19dengan penambahan additif SiO2dengan vacuum furnace.


(21)

2. Meningkatkan kemampuan teknik pembuatan magnet permanen. 3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.6Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibuat sesuai urutan bab serta isinya yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(22)

BAB II Dasar Teori BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan serta langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini.

BAB IV Hasil Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. BAB V Kesimpulan dan Saran

Penutup berisi kesimpulan hasil penelitian yan telah dilakukan serta saran-saran yang berkaitan dengan hasil kesimpulan penelitian.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA


(23)

Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet- magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. (Afza, 2011).

Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet.Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi.

2.2Medan Magnet

Ilmu pengetahuan magnetisme tumbuh dari pengamatan bahwamagnettertentu akan menarik potongan besi yang kecil-kecil. Arus di dalam sebuah kawat dapat juga menghasilkan efek-efek magnetik, yaitu bahwa arus tersebut dapat mengubah arah (orientasi) sebuah jarum kompas. Kita dapat mengintensifkan (memperbesar) efek magnetik sebuah arus di dalam sebuah kawat dengan membentuk kawat tersebut ke dalam sebuah koil yang terdiri dari banyak lilitan dan dengan menyediakan sebuah teras (core) besi. Kita dapat mendefinisikan ruang di sekitar sebuah magnet atau di sekitar sebuah penghantar yang mengangkut arus sebagai tempat medan magnet (magnetic field), sama seperti kita telah mendefinisikan ruang di dekat sebuah tongkat bermuatan sebagai tempat tempat medan listrik. (Halliday Resnick, 1999)


(24)

Medan magnet di sembarang titik dapat didefinisikan sebagai vektor yangdinyatakan dengan simbol B dan arahnya ditentukan dengan jarum kompas. Besar B dapat didefinisikan dalam momen yang diberikan pada jarum kompas ketika membentuk sudut tertentu terhadap medan magnet. Makin besar momen maka makin besar kuat medan magnetnya.

2.2.1 Medan Magnet Induksi

Vektor medan magnet dasar B yang kita definisikan disebut induksi magnet (magnetic induction). Induksi medan magnet tersebut dapat dinyatakan dengan garis-garis induksi (lines of induction), sama seperti menyatakan medan listrik dengan garis-garis gaya. Vektor medan magnet dihubungkan kepada garis-garis induksinya dengan cara berikut:

1. Garis singgung kepada sebuah garis induksi pada setiap titik memberikan arah B di titik tersebut.

2. Garis-garis induksi digambarkan sehingga banyaknya garis per satuan luas penampang adalah sebanding dengan besarnya B.

2.2.2 Momen magnetik

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (���⃗) adalah

M = mlrˆ(2.1)

dengan M adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit rˆberarah dari kutub negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnetik mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m2 (Afza, 2011).

2.2.3 Induksi magnetik

Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan menghasilkan medan tersendiri H’ yang menigkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai:


(25)

B = H + H’ (2.2)

Hubungan medan sekunder H’ = 4 Π M, satuan B dalam cgs adalah gauss, sedangkan

dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalamSI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT) (Afza, 2011).

2.2.4 Kuat medan magnetik

Kuat medan magnet (H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1didefinisikan sebagai

gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskansebagai:

H =

�2

= �1

µ0�2 � (2.3)

denganr adalah jarak titik pengukuran dari m. H mempunyai satuan A/mdalam SI sedangkan dalam cgs H mempunyai satuan oersted (Afza, 2011).

2.2.5 Intensitas kemagnetan

Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapatjuga dinyatakan sebagai momen magnetik persatuan volume. Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu.cm-3 dan dalam SI adalah Am-1 (Afza, 2011).

I = �

� =

mlr ^

� (2.4)

dengan : I = Intensitas Kemagnetan V = Volume

2.3Material Magnetik

Material magnetik magnet yang paling banyak dikenal adalah mengandung besi metalik. Beberapa elemen lain juga memperlihatkan sifat magnet, tapi tidak semua magnet berwujud logam. Teknologi mutakhir sekarang telah menggunakan keduanya,


(26)

baik magnet metalik maupun keramik.Teknologi mutakhir ini juga memanfaatkan elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik.Magnet terdiri dari tiga kriteria, bisa berwujud magnet tetap atau magnet permanen, magnet tidak tetap, dan magnet buatan.

2.3.1 Magnet Permanen

Magnet permanen adalah magnet yang tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik).Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama.Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:

a) Magnet Keramik (hard ferrite)

b) Magnet Alnico (Alumunium, Nikel, dan Cobalt) c) Magnet Samarium-Cobalt (Samarium Cobalt/SmCo)

d) Magnet Neodymium (Neodymium Iron Boron/NdFeB/NIB)

2.3.2 Magnet Remanen

Magnet remanen tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet, yang mana akan memiliki daya magnet bila diberi arus listrik dan daya magnetnya akan hilang ketika arus listrik dihilangkan.

2.3.3 Magnet Buatan

Magnet buatan dibuat dari magnet permanen menggunakan metode penggosokan searah, induksi magnet, dan kumparan listrik meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini. Bentuk magnet buatan antara lain :

a. Magnet U b. Magnet ladam c. Magnet batang d. Magnet lingkaran e. Magnet jarum (kompas)


(27)

Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan Diamagnetik, bahan Paramagnetik, bahan Ferromagnetik, bahan anti Ferromagnetik, dan bahan Ferrimagnetik.

2.4.1 Bahan Diamagnetik

Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital electron karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik.

2.4.2 Bahan Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

2.4.3 Bahan Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron.Bahanferomagnetik lebih kuat dibandingkan dengan diamagnetik dan paramagnetik. Sifat ini secara khusus berhubungan dengan unsur besi, nikel, cobalt, dan mineral-mineral besi oksida.


(28)

Atom-atom besi akan menghasilkan sebuah momen magnetik pada empat magneton Bohr karena subkulit 3d yang tidak terisi.

Sifat kemagnetan bahan Ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043oC.Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit.Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri- industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan KWH-meter. Bahan-bahan Ferromagnetik dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu:

a. Bahan yang mudah dijadikan magnet yang lazim disebut bahan magnetik lunak. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, inti motor atau generator, rilai (relay), peralatan sonar atau radar.

b. Bahan Ferromagnetik yang sulit dijadikan magnet tetapi setelah menjadi magnet tidak mudah kembali seperti semula disebut bahan magnetik keras, bahan ini digunakan untuk pabrikasi magnet permanen (Rosika, K. 2005).

2.5Sifat Bahan Magnet

2.5.1 Barium Hexaferrit (BaFe12O19)

Cara paling sederhana untuk memahami kisi kristal adalah dengan membayangkan atom-atom dalam kristal berupa titik-titik. Setiap titik-titik mempunyai lingkungan yang seba sama, sehingga satu sama lain tidak dapat dibedakan walaupun dipandang dari segala arah. Bila tiap titik tersebut dihubungkan maka akan diperoleh kisi-kisi yang teratur dan periodik memenuhi ruang. Berikut ilustrasi yang menunjukan kisi sebuah sistem kristal Barium heksaferit pada Gambar 1.


(29)

Gambar 1 Struktur kristal BaFe12O19(P.Sebayang, 2013)

Barium heksaferit (BaFe12O19) yang memiliki parameter kisi a = b = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Barium heksaferit (BaFe12O19) dikenal sebagai magnet permanen dengan struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63/mmc. Seperti kelompok oksida lainnya, material ini memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Senyawa ini biasanya digunakan sebagai perekam magnetik, divais gelombang mikro (microwave) dan absorber (Perdamean Sebayang, Achmad Maulana Soehada S, 2013). Magnet ini sangat diminati, sehingga banyak usaha dilakukan untuk memproduksi subtitusi kation yang mungkin ke dalam BaFe12O19 guna meningkatkan sifat magnetiknya.

2.5.2 Silika (SiO2)

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxside) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika (SiO2) (Bragmannand Goncalves, 2006; Della et al, 2002). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu


(30)

870°C dan bila pemanasan dilakukan pada suhu 1470°C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit.Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979).Karakteristik silika amorf diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Silika (SiO2)

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat

atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom

silikon.Gambar 2memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

Nama lain Silikon Dioksida

Rumus molekul SiO2

Berat jenis (g/cm3) 2,6

Bentuk Padat

Daya larut dalam air Tidak larut

Titik cair (oC) 1610

Titik didih (oC) 2230

Kekerasan (kg/mm2) 650

Kekuatan tekuk (MPa) 70

Kekuatan tarik (MPa) 110

Modulus elastisitas (Gpa) 73 – 75

Resistivitas (Ωm) ˃ 1014

Koordinasi geometri Tetrahedral


(31)

Gambar 2.Struktur silika tetrahedral (Anne Egger. 2006)

Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650 °C maka tingkat kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite dan tridymite (Hara, 1986). Bentuk struktur quartz, crystobalite dan tridymite yang merupakan jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and Brown, 1980). Struktur kristal quartz, crystobalite dan tridymite memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2,65×103 kg/m3, 2,27×103 kg/m3 dan 2,23×103 kg/m3 (Smallman and Bishop 2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu kurang dari 570°C terbentuk low quartz, untuk suhu 570 - 870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870 – 1470 °C terbentuk high tridymite, pada suhu lebih dari 1470 °C terbentuk high crystobalite dan pada suhu 1723 °C terbentuk silika cair. Silika dapat ditemukan di alam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal dan memiliki 7 bentuk kristal dan memiliki tiga bentuk kristal utama, yaitu kristobalit, tridimit dan kuarsa seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Betuk Rentang Stabilitas

(oC) Modifikasi

Kristobalit 1470-1723 β-(kubik)

α-(tetragonal)

Tridimit 870-1470 γ-?

β-(heksagonal)

α-(ortorombik)

Kuarsa ˂870 β-(heksagonal)

α-(trigonal)

Tabel 2. Bentuk kristal utama silika (Smallman, Bishop, 2000).

Silika adalah keramik tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000).Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, di mana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen.Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik


(32)

dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat.Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon.

2.6Sintering

Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel. Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan. Temperatur yang tinggi dapat mempercepat proses densifikasi, tetapi pertumbuhan butir juga meningkat. Jika temperatur sintering terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal sehingga dapat membatasi densitas akhir (Ika Mayasari, 2012).

a. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain: jenisbahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses sinteringberlangsung apabila :Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.

b. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energy tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak da ikatan yang sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energy minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau diatas energi aktivitas untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya. Energi untuk menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong (drying force) yang

ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ)

2.6.1 Tahapan Sintering

Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:


(33)

1. Ikatan mula antar partikel serbuk

Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.

Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap.

3. Tahap penutupan saluran pori

Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang


(34)

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter.

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991)


(35)

Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalamkeadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase sintering).Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi tekanandiasumsikan sebagai fasa tunggal oleh karena tingkat pegotornya rendah. Sedangkansintering pada fasa cair adalah sintering untuk serbuk yang disertai terbentuknya faseliquid selama proses sintering berlangsung.Proses sinteringmemerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadipadat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehinggadiperlukan suhu tinggi dalam proses sintering.

Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit

2.6.3 Sifat Fisis

1. Densitas

Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas. Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume v , densitasnya ρ adalah:

�= �

�( Definisi densitas ) (2.4)

Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan.

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut :

�= ��

�−� ����� (2.5)

dengan :

ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρair= Densitas air (g/cm3)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)


(36)

2. Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.

Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

P = ��−� �

�� × 100% (2.6)

dengan :

P = Porositas (%)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)

��= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

3. Susut Bakar

Merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering.Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO2 dan difusi partikel.

% sb = �0−��

�0

x 100% (2.7)

dengan :


(37)

V0 = Volume sebelum disintering Vs = Volume sesudah disinterring

2.6.4 Sifat Magnet

Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil. Dan setelah itu dihitung medan magnetnya dengan menggunakan Gaussmeter.

1. Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.

2.6.5 Analisa Sruktur Kristal

2.7.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan


(38)

mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. (Erini, Afza.2011)

Uji difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer berikut :

D ≈ �

�cos� (2.8)

dengan D adalah ukuran (diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan (λ = 0,154056 nm), adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih (Kharismayanti, 2013).

2.7.3.2 OM (Optical Microscope)

Mikroskop optic

memilikiberbagaiaplikasiuntukmemeriksastrukturmikroberbagaibahan. Hal

inipentinguntukmenggunakan mode yang sesuaiuntukspesimen, memilihdaritercermincahayaatau mode ditransmisikancahaya.

Mikroskop dipantulkan cahaya digunakan untuk berbagai bahan, termasuk logam, keramik dan komposit. Kontras antara daerah yang berbeda bila dilihat dalam cahaya yang dipantulkan dapat timbul dari variasi dalam topografi permukaan dan perbedaan reflektifitas (misalnya dari fase yang berbeda, orientasi butir yang berbeda, atau daerah batas). Mode transmisi dapat digunakan ketika spesimen transparan. Spesimen biasanya dalam bentuk irisan tipis (misalnya puluhan mikron tebal). Kontras timbul dari perbedaan penyerapan cahaya melalui berbagai daerah. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan mineral dan batuan, serta gelas, keramik dan polimer. Selain itu, mode transmisi sering dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan cahaya terpolarisasi.Hal ini dapat memungkinkan pengamatan biji-bijian, orientasi butir dan ketebalan.


(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selamaempat bulan dimulai dariFebruari 2015 - Mei2015 dibeberapa laboratorium,yaitu :


(40)

1. Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspitek Serpong.

2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung.

3.2 Peralatan dan Bahan :

3.2.1 Peralatan

Pada penelitian ini, peralatan yang digunakanantara lain : a. Neraca Digital

Fungsinya : untuk menimbang massa pellet yang telah tercetakyang akan digunakan dalam pembuatan magnet.

b. Jangka Sorong

Fungsinya : untuk mengukur ketebalan dan diameter pellet. c. Bata

Fungsinya : sebagai tempat untuk membakar/ memanaskan sampel. d. Vacuum Furnace (XD – 1400V)

Fungsinya : sebagai alat untuk proses pembakaran. e. Gelas Ukur

Fungsinya : untuk meletakkan sampel di dalam ultrasonik. f. Pinset

Fungsinya : untuk mengambil sampel yang telah dibakar. g. Ultrasonik

Fungsi : alat untuk memanaskan sampel yang telah tercetak agar diukur massa basah.

h. Termometer

Fungsinya : untuk mengukur suhu air dalam alat ultrasonik. i. Neraca gantung

Fungsinya : untuk mengukur massa basah dari sampel. j. Oven


(41)

k. Kertas Pasir

Fungsi : sebagai kertas penghalus permukaan sampel. l. Gaussmeter

Fungsi : untuk mengukur besarnya medan magnet pada sampel. m. XRD (X-ray Diffractometer)

Fungsi : sebagai alat karakterisasi struktur kristal atau fasa dari sampel. n. OM (Optical Microscope)

Fungsi : untuk melihat struktur morfologi sampel. o. Permagraph

Fungsi : untuk mengetahui sifat magnetik, yaitu nilai remanensi, koersifitas dan energi produk.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. BaFe12O19

Fungsi : sebagai bahan baku yang digunakan untuk membuat magnet permanen.

b. Al2O3

Fungsi : sebagai campuran yang ditambahkan ke dalam bahan baku dengan perbandingan 1,3,5,7 (% wt).

c. PVA

Fungsi : sebagai perekat.

d. Aquades

Fungsi : untuk pengukuran massa dengan metode Archimedes dan dengan menggunakan picknometer.


(42)

3.3 DiagramAlirPercobaan

Berikutadalah diagram penelitian yang dilakukan :

Mulai

SiO2 BaFe12O19


(43)

Ditambahkan

Gambar 3TahapanPenelitianPembuatan Magnet Permanen BariumHeksaferitdenganAditifSiO2

3.4 Proses Sintering

Proses sintering pada magnet keramik BaFe12O19 dilakukan dengan cara pemanasan sampel dalam tungku listrik (furnace) dengan variasi suhu 800oC, 900oC, 1000oC,

Dimagnetisasi Kompaksi 30

kgF/cm2 Mixing dan

Milling

Komposisi95:5, 93:7 % wt, Waktu milling 24jam

KarakterisasiSifatFisis danMikrostruktur

Bulk Density • Porositas • Linier Shrinkage • XRD • Optical Microscope Karakterisasi sifatMagnet • Magnetic

Flux Density • Kurva

Histerisis Magnet

Sintering Variasi suhu

800,900, 1000, 11000C Karakterisasi Sifat

Fisis dan Mikrostruktur

Bulk Density • Porositas • Linier Shrinkage • XRD • Optical Microscope Karakterisasi sifatMagnet • Magnetic

Flux Density • Kurva


(44)

1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sintering dapat meningkatkan kekuatan sampel karena terjadinya pertumbuhan butiran dan butirbutir tersebut melebur menjadi satu.Sampel yang telah disintering kemudian dimagnetisasi dengan Magnetizer pada tegangan 1000 volt.

Langkah-langkah untuk melakukan proses sintering adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel yang akan disintering.

2. Memasukkan sampel ke dalam tungku pembakaran dengan menggunakan bata tahan panas.

3. Memutar saklar pada posisi “ON” untuk menghidupkan tungku.

4. Mengatur suhu pembakaran yang diinginkan dan pada puncaknya ditahan selama 2 jam.

5. Mematikan tungku setelah proses sintering selesai. 6. Mengeluarkan sampel dari tungku pembakaran.

3.5 Magnetisasi

Magnetisasi dilakukan dengan alat yang disebut Magnetizer, fungsinya untuk memberikan medan magnetik pada sampel (magnetisasi) dengan tegangan 1000 volt.Setelah sampel dimagnetisasi, maka diukurlah besar medan magnet yang dihasilkan dengan menggunakan gaussmeter.

3.6 Karakterisasi Hasil

Setelah semua treatment telah dilakukan maka dilanjutkan dengan karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan adalah densitas, porositas, analisa XRD, OM, PSA, pengukuran fluks density dengan Gausmeter, B-H curve dengan Permagraph .

3.6.1 Uji Densitas


(45)

Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan.Pada pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Prosedur kerja untuk menentukan besarnya bulk densitas (gr/cm3) suatu sampel berbentuk pellet adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat penimbang sampel di dalam air.

2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.

3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi. 4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.

5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca. 6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah berisi

aquades sebagai massa basah (Mb).

7. Mengeringkan sampel yang telah diukur ke dalam oven dengan suhu 750C selam 12 jam.

8. Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan kawat sebagai massa sampel kering (Mk).

9. Menghitung nilai bulk density.

3.6.2 Porositas

Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.

Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas (%) suatu sampel yaitu:

1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat penimbang sampel di dalam air.


(46)

2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.

3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi. 4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.

5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca. 6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah berisi

aquades sebagai massa basah (Mb).

7. Mengeringkan sampel yang telah diukur ke dalam oven dengan suhu 750C selam 12 jam.

8. Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan kawat sebagai massa sampel kering (Mk).

9. Menghitung nilai porositasnya.

3.6.3 Susut Bakar

Susut bakar merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering.Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO2 dan difusi partikel.

Langkah kerja untuk menentukan besarnya susut bakar (%) suatu sampel yaitu :

1. Sampel yang telah dicetak diukur diameter (cm) dan tebal (cm) dengan menggunakan jangka sorong, sebagai diameter awal (d0) dan tebal awal (t0).

2. Timbang massa sampel (g) sebagai massa awal (m0). 3. Dihitung volumenya (cm3) sebagai volume awal (v0).

4. Sampel disintering dengan temperatur yang telah ditentukan.

5. Sampel yang telah disinter diukur diameter (cm) dan tebal (cm) dengan menggunakan jangka sorong, sebagai diameter sinter (ds) dan tebal sinter (ts). 6. Timbang massa sampel (g) sebagai massa sinter (ms).

7. Dihitung volumenya (cm3) sebagai volume awal (v0).


(47)

Untuk karakterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat Impluse magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnet luar pada sampel agar memiliki magnet. Setelah itu di hitung nilai medan magnetnya menggunakan gaussmeter. Dan untuk karakterisasi sifat magnet yang lainnya menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.

3.6.2.1 Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer.

Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.

3.6.3 Analisa Mikrostruktur

3.6.3.1 XRD (X-ray Diffractrometer)

Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD juga dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. Difraksi sinar X ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:


(48)

2. Penentuan kristal tunggal

3. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui 4. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil Analisis kimia:

1. Identifikasi/Penentuan jenis kristal

2. Penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel 3. Deteksi senyawa baru

4. Deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan

Untuk interpretasi/pembacaan spektra dengan membandingkan spektra yang berada pada induk data spektra XRD, misalnya pada data JCPDS.Untuk menyimpulkan minimal ada 3 puncak spektra yang identik dengan spektra pada data induk.Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah:

- Siapkan sampel yang akan diuji - Letakan sampel diatas preparat

- Masukan kedalam XRD kemudian tutup rapat

- Siapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD.

3.6.3.2 OM (Optical Microscope)

Fungsi Optical Microscope atau OM pada penelitian adalah memberikan informasi secara langsung tentang topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi (bentuk dan ukuran ), komposisi (unsur penyusun sampel), serta Informasi kristalografi (susunan atom penyusunan sampel).

Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah:

- Sampel yang akan diuji, sebaiknya diamplas hingga permukaannya mengkilat. - Letakan sampel diatas preparat

- Dilihat permukaan sampel dengan menggunakan OM, dengan perbesaran 40 kali.

- Dilakukan lagi pengujian dengan OM sebanyak 3 kali untuk untuk sampel yang berbeda untuk diketahui ukuran butirnya.


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakterisasi Sifat Fisis

Karakterisasi sifat fisis yang diamati pada penelitian ini meliputi densitas dan porositas.Hasil pengukuran bulk density untuk Barium Hexaferrite (BaFe12O19) dengan penambahan sebesar 5 dan 7 %wt dengan SiO2 dan suhu sintering 800oC,


(50)

900oC, 1000°C, dan 1100 °C (selama 2 jam), seperti diperlihatkan pada Tabel 3 dan Gambar 9.

Tabel 3. Data Hasil Pengujian Bulk DensityBaFe12O19 dengan Aditif 5%wt SiO2 dan 7% wt SiO2

Temperatur Sintering (oC)

Bulk Density (gr/cm3)

Komposisi 5% wt SiO2

Komposisi 7% wt SiO2

800 4,45 4,32

900 4,54 4,39

1000 4,64 4,50

1100 4,76 4,59

Menurut literatur Sujito (2005), nilai densitas Barium Hexaferrite (BaFe12O19) adalah sekitar 5,3 g/cm3, bila dibandingkan dengan hasil eksperimen seperti Tabel 3 maka nilai kepadatan baru tercapai 85,47 – 89,81% yaitu untuk komposisi 5 dan 7 %wt SiO2.

Pada Gambar 4 ditunjukkan hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap nilai bulk density BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800 °C, 900 °C, 1000 °C, 1100 °C (2 jam).


(51)

Gambar 4. Hubungan antara penambahan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 terhadap nilai bulk density BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800°C, 900°C, 1000 °C, 1100°C (2 jam).

Dari Gambar 4 terlihat bahwa nilai bulk density menurun dengan penambahan aditif SiO2, namun nilai bulk density semakin meningkat dengan kenaikan temperatur sintering. Nilai densitas minimum diperoleh pada penambahan 7 %wt SiO2 pada suhu sintering 1100 °C dengan nilai 4,59 gr/cm3 yaitu mengalami kepadatan sekitar 86,6% dari nilai densitas murni BaFe12O19. Adanya penambahan aditif SiO2 menyebabkan nilai bulk density cenderung menurun, hal ini disebabkan oleh nilai densitas SiO2 (2,6 gr/cm3) yang lebih kecil dari nilai densitas BaFe12O19 (5,3 gr/cm3) . Berdasarkan hasil data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka nilai densitas akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi temperatur pada proses sintering menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir.

Berdasarkan hasil penelitian Muljadi (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu sintering maka nilai densitas cenderung meningkat tajam dari suhu 900-1000 oC. Jadi proses sintering sedang berlangsung dalam rentang suhu 900-1000 oC, di atas 1000 o

C perubahannya sangat kecil cenderung konstan, baik untu densitas maupun porositas. Maka suhu sintering yang optimal untuk semua sampel untuk mencapai densitas tertinggi dan porositas terendah adalah 1050 oC.

Pada Tabel 4 ditunjukkan data hasil pengujian porositas pada paduan Barium Hexaferrite(BaFe12O19) dengan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 dan suhu sintering 800°C,

4,30 4,50 4,70 4,90

800 900 1000 1100

B u lk D e n s it y ( g r / c m 3 )


(52)

900°C,1000°C dan 1100°C (dengan penahanan selama 2 jam) diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4 Data Hasil Pengujian Porositas BaFe12O19 dengan Aditif 5%wt SiO2 dan 7% wt SiO2

Temperature

Sintering (oC)

Porosity (%)

Komposisi 5% wt SiO2

Komposisi 7% wt SiO2

800 22,49 23,15

900 22,01 22,80

1000 21,54 22,24

1100 21,03 22,21

Pada Gambar 5 ditunjukkan hubungan antara penambahan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 terhadap nilai porositas BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800 °C, 900 °C, 1000 °C, 1100 °C (2 jam).


(53)

Gambar 5. Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap porositas dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800oC, 900oC,1000 °C, dan 1100 °C

Gambar 5 memperlihatkan bahwa nilai porositas cenderung meningkat seiring dengan penambahan aditif SiO2 namun porositas semakin menurun seiring dengan kenaikan temperatur sintering. Nilai porositas mencapai maksimum 22,21% pada penambahan aditif 7% wt SiO2 dengan suhu sintering 1100°C dan nilai porositas terendah adalah 21,03% pada komposisi 5%wt SiO2 dengan suhu sintering 1100 °C. Hal ini terjadi karena adanya korelasi antara densitas dan porositas yang berbanding terbalik dimana semakin tinggi nilai densitas maka semakin rendah nilai porositasnya.

Hasil pengukuran linier shrinkage pada paduan Barium Heksaferrite(BaFe12O19) dengan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 dan suhu sintering 800°C, 900°C,1000°C dan 1100°C (selama 2 jam) diperlihatkan pada Tabel 5 dan Gambar 6.

Tabel 5 Data Hasil Pengujian Linier Shrinkage BaFe12O19 dengan Aditif 5%wt SiO2 dan 7% wt SiO2

21,00 22,00 23,00 24,00

800 900 1000 1100

P

o

ro

si

ty

(

%)


(54)

Temperature Sintering (oC)

Linier Shrinkage (%)

Komposisi 5% wt SiO2

Komposisi 7% wt SiO2

800 2,31 2,60

900 8,49 8,54

1000 11,93 11,14

1100 12,18 11,79

Pada Gambar 6 ditunjukkan hubungan antara penambahan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 terhadap nilai linier shrinkage BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800 °C, 900 °C, 1000 °C, 1100 °C (2 jam).

Gambar 6 Hubungan antara penambahan aditif 5dan 7 %wt SiO2 terhadap linier shrinkage dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800oC, 900oC,1000 °C, dan 1100 °C

(2 jam)

Gambar 6 memperlihatkan bahwa nilai linier shrinkage cenderung meningkat seiring dengan penambahan aditif SiO2 namun linier shrinkage semakin meningkat

1,00 3,00 5,00 7,00 9,00 11,00 13,00

800 900 1000 1100

Li n ie r S h ri n k age (%)

Te m p e ra tu re S in te rin g (oC)


(55)

dengan kenaikan temperatur sintering. Nilai linier shrinkage mencapai maksimum 12,18% pada penambahan aditif 5% wt SiO2 dengan suhu sintering 1100°C dan nilai linier shrinkage terendah adalah 11,79% pada komposisi 7%wt SiO2 dengan suhu sintering 1100 °C.

Hasil pengukuran volume shrinkage pada paduan BaFe12O19 dengan aditif 5 dan 7 %wt SiO2 dan suhu sintering 800 °C, 900 °C,1000 °C dan 1100 °C (selama 2 jam) diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 7.

Tabel 6 Data Hasil Pengujian Volume Shrinkage BaFe12O19 dengan Aditif 5%wt SiO2 dan 7% wt SiO2

Temperature Sintering (oC)

Volume Shrinkage (%)

Komposisi 5% wt SiO2

Komposisi 7% wt SiO2

800 7,26 6,35

900 22,03 19,33

1000 26,62 23,6

1100 32,05 31,33

Pada Gambar 7 ditunjukkan hubungan antara penambahan aditif 5 dan 7%wt SiO2 terhadap nilai volume shrinkage BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800 °C, 900 °C, 1000 °C, 1100 °C (2 jam).


(56)

Gambar 12Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap volume shrinkage dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800 oC, 900 oC,1000 °C, dan 1100 °C

Gambar 12 memperlihatkan bahwa nilai volume shrinkage cenderung meningkat seiring dengan penambahan aditif SiO2 namun volume shrinkage semakin meningkat dengan kenaikan temperatur sintering. Nilai volume shrinkage mencapai maksimum 32,05% pada penambahan aditif 5% wt SiO2 dengan suhu sintering 1100°C dan nilai volume shrinkage terendah adalah 31,33% pada komposisi 7%wt SiO2 dengan suhu sintering 1100 °C.

4.2Analisis XRD (X-Ray Difraction)

Pengujian selanjutnya adalah XRD. Salah satu uji difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk menentukan fasa yang terbentuk setelah serbuk mengalami proses sintering. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X- powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk.

Pada Gambar 8 ditunjukkan grafik hasil pengujian XRD BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2

6 12 18 24 30 36

800 900 1000 1100

VO LU ME S H R INKA G E (%)

Temperature Sintering (oC)


(57)

Gambar 8 Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe12O19 dengan penambahan aditif SiO2 Gambar 8 merupakan pola XRD untuk sampel BaFe12O19murni, SiO2 murnidan BaFe12O19 dengan aditif SiO2 7 %wt. Dari Gambar 8 terlihat bahwa penambahan aditif SiO2 pada suhu sintering 800 - 1100oC (2h), tidak mengakibatkan terbentuk suatu fasa baru. Sehingga diketahuibahwa fasa BaFe12O19 dengan aditif SiO2 yang terbentuk bersifathard magnetic.Yang berartibahwasifatkemagnetan dari sampel ini lemah.

4.3Mikrostruktur

Pengujan selanjutnya adalah dengna menggunakan OM (Optical Microscope) yangberfungsi untuk mengetahui ukuran butir, distribusinya, unsur-unsur yang terkandung dalam sampel dan mendeteksi keberadaan aditif yang ditambahkan pada BaFe12O19 dengan aditif SiO2.

Pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12 ditunjukkan hasil mikroskop optik magnet Barium Hexaferrite (BaFe12O19) dengan aditif SiO2.


(58)

Gambar 9. Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 pada suhu 800 oC

Gambar 10. Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 pada suhu 900oC

Gambar 11. Hasil OM dari sampel BaFe12O19 dengan aditif SiO2 suhu 1000oC


(59)

Dari Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12 merupakan hasil mikroskop optic dari Barium Hexaferritedengan aditif SiO2 menggunakan metode circle intercepts. Dimana pada metode tersebut terdapat 36 titik butir dengan ukuran diameter masing-masing tiap butir 0,1 mm. Sehingga diperoleh grainsizedari tiap ukuran butir rata-rata sebesar 15,6. Jika dibandingkan dengan particle sizepowder, nilai particle sizesetelah sintering mengalami peningkatan dari 9,71 µm menjadi 15,7. Hal ini disebabkan karena terjadinya difusi antar butir sehingga butir-butir tersebut menyatu dan mengalami pertumbuhan butir yang mengakibatkan nilai particle sizemeningkat dari particle sizeawal.

4.4 Sifat Magnet

Sifat kemagnetan Barium Hexaferrite (BaFe12O19) dapat diidentifikasi dengan pengujian permagraph.Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histeresis di bawah ini, dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), koersivitas (Hc), dan energi produk (BHmax). Hasil pengujian permagraph di tunjukkan pada Gambar 15 dan Tabel 7 dibawah ini :

Tabel 7. Data pengujian sifat magnetik sampel pada temperatur 900 °C pada variasi aditif 7% wt SiO2

Br 3,14 kG

HcB 2,195 kOe

HcJ 3,296 kOe

(BH) max 1,88 MGOe

Pada Gambar 13 ditunjukkan kurva histerisis pada suhu sintering 900 °C dengan variasi aditif 7% wt SiO2.


(60)

Gambar 13 Kurva Histerisis pada suhu sintering 900 °C dengan variasi aditif 7% wt SiO2

Dari Gambar 13 terlihat bahwa lebar kurva lebih sempit, maka dapat disimpulkan bahwa magnet yang diuji dengan menggunakan permagraph merupakan jenis soft magnetic.Dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), koersivitas (Hc), dan energi produk (BHmax).

Berdasarkan hasil penelitian Muljadi (2010), untuk magnet permanen, kurva [BH] semakin lebar akan semakin baik karena gaya koersivitasnya akan semakin besar. Adanya penyempitan lebar kurva [BH] disebabkan pada sampel tidak hanya struktur kristal BaFe12O19 tetapi ada Fe2O3 di mana fasa Fe2O3 bersifat non magnetic dan cenderung bersifat soft magnetic, oleh karena itu lebar kurva [BH] menyempit. Faktor struktur kristal sangat mempengaruhi sifat-sifat magnet permanen, serta pengaruh ukuran nano pertikel memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap sifat magnet.

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

-15 -10 -5 0 5 10 15

HcB

HcJ Br


(61)

Sementara hasil pengukuran kuat medan magnet ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 14 serta Tabel 9 dan Gambar 15.

Tabel 8 Data Pengujian kuat medan magnet Pada Komposisi 5% wtSiO2 dan milling time24 jam pada suhu 800oC – 1100oC

Temperature Sintering (oC)

Magnetic Flux Density (Gaussmeter)

Komposisi 5% wt SiO2

(north)

Komposisi 5% wt SiO2

(south)

800 102,5 109,6

900 136,8 141,2

1000 14,7 18,3

1100 12,3 12,6

Gambar 14. GrafikHubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap nilai fluks magnetik dari paduan BaFe12O19+ SiO2 yang disinter pada suhu 800°C - 1100 °C denganmilling time24 jam.

102,5 136,8 14,7 12,3 109,6 141,2 18,3 12,6 10 ,0 40 ,0 70 ,0 10 0 ,0 130 ,0 160 ,0

800 900 1000 1100

Magn et ic F lu x D en si ty (G au ss)

Temperature Sintering (oC) 2h

North South

Milling Time 24 h


(62)

Berdasarkan hasil pengukuran nilai kuat medan magnet pada Tabel 8 terlihat bahwa pada suhu sintering 800°C - 1100 °C diperoleh nilai flux magnetik tertinggi adalah pada aditif 5% SiO2yaitu 141,2 gauss pada kutub negatif dan 136,8 gauss pada kutub positif pada suhu 900oC. Sedangkan nilai flux magnetik terendah adalah pada penambahan aditif 5% SiO2 yaitu 12,6 gauss pada kutub negative dan 12,3 gauss pada kutub positif pada suhu1100oC.

Tabel 9 Data Pengujian kuat medan magnet Pada Komposisi 7% wtSiO2 dan milling time24 jam pada suhu 800oC - 1100oC

Temperature Sintering (oC)

Magnetic Flux Density (Gaussmeter)

Komposisi 7% wt SiO2

(north)

Komposisi 7% wt SiO2

(south)

800 51,5 56,7

900 87,6 89,7

1000 42,3 61,3


(63)

Gambar 15. Grafik Hubungan antara penambahan aditif SiO2 terhadap nilai fluks magnetik dari paduan BaFe12O19 dengan aditif 7 %wt SiO2 yang disinter pada suhu 800°C, 900 °C, 1000 °C,1100 °C dengan milling time24 jam.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai kuat medan magnet pada Tabel 9 terlihat bahwa pada suhu sintering 900 °C diperoleh nilai flux magnetic tertinggi adalah pada aditif 7% SiO2 yaitu 87,6 gauss pada kutub positif dan 89,7 gauss pada kutub negatif. Sedangkan nilai flux magnetik terendah adalah pada penambahan aditif 7% wt SiO2 yaitu 28 gauss pada kutub positif dan 28,8 gauss pada kutub negatif dengan suhu 1100oC.

51,5 87,6 42,3 28,0 56,7 89,7 61,3 28,8 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

800 900 1000 1100

Magn et ic F lu x D en si ty (G au ss )

Temperature Sintering (oC)

North South

Milling Time 24 h


(64)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil sintering bahan BaFe12O19 dengan aditif SiO2 maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kenaikan suhu sintering 800–1100oC (2 jam) untuk BaFe12O19 dengan penambahan SiO2 cenderung menaikkan nilai bulk density, linier shrinkage, dan menurunkan nilai porositas. Nilai bulk density yang diperoleh 4,32 – 4,76 gr/cm3,linier shrinkage 2,31 – 12,18% danporositas21,03 – 23,15%. Kenaikankomposisi SiO2dari 5– 7 %wtmengakibatkantingkat kepadatannya naik berkisar 2,9 – 3,6%. Nilai bulk density, porositas, dan linier shrinkageterbaik diperoleh pada penambahan 5% wt SiO2pada suhu1100oC (2 jam) masing-masing sebesar 4,76 gr/cm3 (90,2%), 21,03% dan12,18%.

2. Padakomposisi5dan7 % wt SiO2dan temperatur sintering 900oC (2 jam) menghasilkan nilai magnetic flux densitytertinggi yaitu berkisar antara 87,6 – 141,2 Gauss.

3.

Pada temperatur sintering 900oC (2 jam) dengan komposisi 5%wt SiO2menghasilkan nilai remanensi (Br), koersivitas (HcJ) dan energi produk (BHmax) sebagai berikut :3,14 kG, 3,296 kOe, dan 1,88 MGOe.

4. Kenaikansuhu sintering sampai 900oC tidak merubah struktur dari Barium Hexaferrit (BaFe12O19)

5.2Saran

Untuk penelitian selanjutnya dalam pembuatan magnet dengan bahan Barium Hexaferrite (BaFe12O19) yang disarankan:

1. Dalam pengujian sifat magnet untuk material soft magnetic sebaiknya menggunakan alat uji Vibrating Sample Magnetometer (VSM) agar dapat diperoleh kurva hysteresis yang lebih baik.


(65)

2. Dalam pengujian mikrostruktur untuk material soft magnetic sebaiknya menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) agar dapat melihat mikrostruktur dari sampel yang diuji.

3. Untukpenelitian lebih lanjut dalam proses pembuatan magnet Barium Hexaferrite (BaFe12O19) yang disarankan agar menggunakan peralatan yang terbuat dari steinless ataupun besi terutama pada proses mixing agar dapat mengurangi terjadinya kontamians dari zat pengotor. Serta menggunakan variasi tekanan pada saat proses kompaksi ataupun pencetakan.

4. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya membuat grafik hubungan porositas dari sampel dengan sifat kemagnetan dari sampel yang dihasilkan.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Afza,E, 2011,”Pembuatan Magnet Permanent Ba-Hexa Ferrite (Bao.6Fe2O3)

Dengan MetodeKoopresipitasi Dan Karakterisasinya.[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1.Jurusan FMIPA Fisika.

Anne Egger. 2006. The Silicate Minerals. Visionlearning.Vol. EAS-2 (9).

Bragmann, C.P. and Goncalves, M.R.F. 2006.Thermal Insulators Made With Rice Husk Ashes :Production and Correlation Between Properties and Microstructure. Department of Materials.School of Engineering. Federal University of Rio Grande Do Sul. Brasil.Simanjuntak, Theresya, 2014, “Pengaruh Temperatur Heat Treatment dan holding Time Terhadap Sifat Fisis,Mikrostruktur Dan Sifat Magnet Permanen bonded NdFeB”. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1.Jurusan FMIPA Fisika.

Brindley, G.W. and Brown, G. 1980.Crystal Structures of Clay Minerals and Their X-Ray Identification.Mineralogical Society. No. 5, pp. 312-316, 378-380.

Eva dan Ngurah, 2012,”Keramik Porselen Berbasis Feldspar sebagai Bahan Isolator Listrik”.[Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro. Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.

German, R. M. 1994. Powder Metallurgy Science. USA: The Pennsylvania State University.

Halliday, D., Resnick, R. dan Walker, J. 1989. Fundamental of Physics. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International Research and Development Coorperation Division. Tokyo. Japan.

Iler, R.K. 1979. Silica gels and powders.In : The Chemistry of Silica. John Wiley and Sons. New York. pp. 462–599.

Kharismayanti, 2013, ”Pembuatan Dan Karakterisasi Magnet Permanen Barium Heksaferit Untuk Aplikasi Sensor Meteran Air”. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.


(67)

Kekerasan Dan Porositas Powder Metallurgy Pada Bushingduralumin “Malang : Universitas Brawijaya. Program Sarjana S-1.Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Randall. 1991. Engineered Materials Handbook, ed. By Samuel J. Schneider, Jr.ASM International Handbook Committe, USA.Vol. 4 hal 97-99.

Ristic, M.M. 1989. New Development-Sintering. Elsevier Publishing. Netherland.Vol. 4, pp. 3-7.

Sebayang, Achmad, 2013, “Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit

Dengan Subsitusi Ion Mn dan Ti pada ion Fe Sebagai Material Penyerap Gelombang Mikro .”[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Pasca Sarjana S-2.Jurusan FMIPA Fisika.

Sebayang, Perdamean, dkk, 2013, “Sintesis Dan Karakterisasi Barium M-Heksaferit Dengan Doping Ion Mn Dan Temperatur Sintering”. Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Material Maju : Magnet dan Aplikasinya,Hotel Orange, Solo. Medan: Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000.Metalurgi Fisika Modern dan Rekayasa Material.Edisi ke enam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Vlack, L danVan. 2004. “Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material.”


(68)

LAMPIRAN 1

Data-data hasil pengukuran densitas dan porositas.

%wt SiO2

Temperatur Sintering

(oC)

Massa Kering

(gr)

Massa Sampel Dalam Air

(gr)

Densitas

(g/cm3)

Porositas (%)

5%

800 2,775 2,152 4,45 22,49

900 2,731 2,13 4,54 22,01

1000 2,702 2,12 4,64 21,54

1100 2,749 2,171 4,76 21,03

7 %

800 2,753 2,116 4,32 23,15

900 2,759 2,13 4,39 22,80

1000 2,7 2,112 4,59 22,24


(1)

LAMPIRAN 3 Data-data hasil pengukuran kuat medan magnet.

%wt SiO2

Temperatur Sintering

(oC)

Kuat Medan Magnet (Gauss)

(+)

Kuat Medan Magnet (Gauss)

(-)

5 %

800 102,5 109,6

900 136,8 141,2

1000 14,7 18,3

1100 12,3 12,6

7%

800 51,5 56,7

900 87,6 89,7

1000 42,3 61,3


(2)

LAMPIRAN 4

Data-data hasil pengujian Permagh.

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

-15 -10 -5 0 5 10 15

HcB

HcJ Br

Br 3,14 kG

HcB 2,195 kOe

HcJ 3,296 kOe


(3)

LAMPIRAN 5

GAMBAR ALAT DAN BAHAN

Planetary Ball Mill


(4)

Jangka sorong Gaussmeter

Vacum Furnace


(5)

Magnet-Physic Dr.Steingroever GmbH Permagraph C


(6)