tata pemerintahan dapat berjalan. Biaya upaya pelibatan masyarakat dalam proses politik termasuk ke dalam transaksi politik.
Biaya transaksi digunakan untuk mengukur efisien atau tidaknya desain kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi maka desain kelembagaan semakin
tidak efisien, semakin rendah biaya transaksi maka desain kelembagaan semakin efisien. Hambatan dalam penentuan biaya transaksi yaitu secara teoritis masih
belum terungkap secara tepat definisi biaya transaksi, kesulitan merumuskan variabel biaya transaksi karena bersifat spesifik, dan kesulitan dalam menentukan
alat pengukuran yang akurat untuk analisisnya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Sri Susilo dan Sutarta 2004 mengemukakan permasalahan yang dihadapi industri kecil antarkelompok industri mempunyai persamaan dan perbedaan.
Persamaan yang menonjol adalah kenaikan harga faktor produksi yang memaksa mereka menaikkan harga jual produk. Masalah yang lain adalah menurunnya
tingkat produksi dan employment. Perbedaan masalah yang dihadapi tergantung dari jenis dan karaketristik industri kecil. Ada yang menyatakan masalah pokok
yang dihadapi adalah kemampuan bersaing di pasar, pemasaran produk, dan ketersediaan tenaga kerja terampil. Dalam hal dinamika usaha, persamaan di
antara mereka terutama dalam diversifikasi produk. Perbedaan dinamika usaha terjadi dalam hal diversifikasi usaha. Pengusaha industri kecil melakukan
diversifikasi usaha yang berbeda dengan usaha sebelumnya, namun juga ada yang melakukan diversifikasi usaha yang terkait dengan usaha sebelumnya.
Asep Kamaruddin 2004 mengemukakan kontribusi UKM dalam kegiatan ekspor masih relatif rendah dibandingkan dengan usaha besar. Faktor-faktor yang
menjadi hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor yang pertama yaitu Aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif seperti pembiayaan dan pemasaran,
jaringan bisnis, serta teknologi. Kedua, spesifikasi produk seperti desain, kemasan, warna, dan bentuk. Ketiga, kapasitas produksi seperti ketersediaan
modal, ketersedian mesinperalatan dan penguasaan teknologi, ketersediaan bahan baku, serta ketersediaan tenaga kerja terampil. Keempat, kelengkapan dokumen
seperti sertifikasi produk, letter of credit, dan NPWP. Terakhir, biaya kegiatan ekspor yang berupa pungutan tidak resmi, biaya perizinan dan transportasi, serta
risikojaminan produk sesuai pesanan. Almasdi Syahza 2003 mengemukakan lambatnya perkembangan UKM di
daerah hulu Propinsi Riau disebabkan oleh beberapa masalah yang dihadapi pengusaha daerah. Permasalahan tersebut antara lain, lemahnya struktur
permodalan dan akses terhadap sumber permodalan, ketersediaan bahan baku dan kontinuitasnya serta kesulitan dalam pemasaran, terbatasnya kemampuan dalam
penguasaan teknologi, lemahnya organisasi manajemen usaha, serta kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal pemasaran, kesulitan yang
dihadapi misalnya informasi mengenai perubahan dan peluang pasar yang ada, dana pemasaranpromosi, pengetahuan mengenai bisnis dan strategi pemasaran.
Dalam hal komunikasi juga menghadapi masalah, terutama kemampuan berkomunikasi dengan pihak lain, begitu juga akses mereka ke fasilitas-fasilitas
untuk berkomunikasi sangat terbatas.
Jannes Situmorang 2008 mengemukakan bahwa iklim usaha yang tidak kondusif dapat mempengaruhi produktifitas UMKM. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai aspek kegiatan usaha UMKM seperti rendahnya kualitas SDM UMKM dari aspek pendidikan dan pengetahuan tentang inovasi di bidang produksi,
kesulitan UMKM untuk mengembangkan sektor permodalan mereka sehingga kecil sekali peluang untuk meningkatkan investasi mereka, rendahnya kualitas
teknologi UMKM dalam memperbaiki kualitas produk mereka, serta kelemahan akses terhadap pasar sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dalam
menangkap informasi pasar. Mohammad Adam J. 2009 menyebutkan bahwa faktor terpenting dalam
pencapaian kesuksesan industri kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan penguatan fungsi dari para pemangku tanggung jawab, dalam hal ini Triple Helix
Plus. Triple Helix plus disini meliputi modifikasi ketetapan pemerintah, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, dan Queensland Creative Industry
sebagai studi kasus untuk studi benchmark ini. Pemimpin dan subsektor yang ada dalam industri kreatif bidang fashion harus senantiasa bekerja sama secara kohesif
dalam melaksanakan, memonitor, dan melanjutkan rencana aksi yang telah dirancang. Hal penting lainnya adalah untuk selalu fokus terhadap tugas
peningkatan keunggulan input dari industri kreatif bidang fashion, menjaga rata- rata tingkat pertumbuhan dan pendapatan pada level yang kompetitif dengan
pesaing nasional. Pencapaian tersebut merupakan elemen kunci dalam menjadi industri kreatif yang berdaya saing tinggi.
Jaka Sriyana 2010 mencatat bahwa usaha kecil dan menengah UKM mempunyai peranan penting dalam perekonomian lokal daerah. Hal ini
ditunjukkan dengan kemampuan UKM dalam menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja di Kabupaten Bantul. Namun, UKM
masih menghadapi berbagai masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk, pemasaran dan sustainability usaha. Diperlukan berbagai kebijakan terobosan
untuk memotong mata rantai masalah yang dihadapi UKM, khususnya untuk mengatasi beberapa hal yang menjadi hambatan dalam bidang pengembangan
produk dan pemasaran. Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk memberikan peluang berkembangnya UKM meliputi perbaikan sarana dan
prasarana, akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan
pangsa pasar. Y. Sri Susilo 2010 mengemukakan implementasi CAFTA telah
dijalankan sejak Januari 2010 dan implementasi MEA akan terealisasi pada tahun 2015. UMKM di Indonesia akan menghadapi tantangan dan sekaligus
memperoleh peluang dengan adanya implementasi CAFTA dan MEA. UMKM harus meningkatkan daya saing perusahaan maupun daya saing produknya
agar tetap mampu bertahan dan dapat memanfaatkan peluang. Kunci utamanya terdapat pada UMKM sendiri, khususnya pengusahapemilik UMKM
dengan dukungan para pekerjanya. Pengusahapemilik UMKM dengan jiwa kewirausahaan dan jiwa inovasi yang dimiliki, harus mampu menjadi motor
penggerak untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Dengan meningkatnya
daya saing perusahaan, maka akan mendorong terciptanya daya saing produk. Hal lain yang harus menjadi prioritas UMKM adalah meningkatkan
kerjasama antar unit UMKM atau antar sentra UMKM dan juga meningkatkan jaringan kerjasama dengan stakeholders.
Edy Suandi Hamid dan Y. Sri Susilo 2011 menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan UMKM dalam rangka memberi rekomendasi pengambilan
kebijakan pengembangannya di Provinsi DIY. Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu kesulitan dalam memperluas pangsa pasar, terbatasnya
ketersediaan sumber dana untuk pengembangan usaha, kurangnya kemampuan SDM dalam melakukan inovasi serta keterbatasan teknologi, kelemahan dalam
membeli bahan baku serta peralatan produksi, kondisi ekonomi dan infrastruktur yang buruk.
Rekomendasi kebijakan dan strategi yang dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM meliputi berbagai pelatihan dalam pengembangan produk
yang lebih variatif dan berorientasi kualitas dengan berbasis sumber daya lokal, dukungan pemerintah dalam pengembangan proses produksi dengan revitalisasi
mesin dan peralatan yang lebih modern, pengembangan produk yang berdaya saing tinggi dengan muatan ciri khas lokal, kebijakan kredit oleh perbankan
dengan bunga yang ringan dan proses sederhana, peningkatan kualitas infrastruktur baik fisik maupun non fisik untuk menurunkan biaya distribusi, serta
dukungan kebijakan pengembangan promosi ke pasar ekspor maupun domestik dengan berbagai media yang lebih modern.
Dias Satria dan Ayu Prameswari 2011 mengemukakan pengembangan industri distro dan industri kreatif lainnya di kota Malang sampai saat ini belum
dapat dimaksimalkan untuk peningkatan perekonomian lokal. Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu proses produksi yang kurang efisien karena bahan
baku berasal dari luar kota seperti Bandung, tidak adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga lain, kurangnya promosi ke luar daerah yang
menyebabkan perkembangan distro clothing menjadi terhambat, rendahnya daya beli masyarakat yang menyebabkan penjualan produk tidak maksimal, adanya
produk-produk bajakan yang dijual oleh distro-distro kecil yang dijual tidak sesuai standar harga.
Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada pengembangan industri distro clothing di kota Malang. Berbagai cara yang dilakukan adalah
memberikan insentif pada industri kreatif khususnya industri distro clothing, pembinaan dalam rangka peningkatan kapabilitas pekerja kreatif yang dapat
dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha distro clothing atau usaha kreatif lainnya, dan stakeholders atau lembaga lain, serta pengklasifikasian
industri kreatif pada pos-pos pendapatan kota Malang yang akan memudahkan pemantauan perkembangan industri kreatif di kota Malang. Selain itu, industri
distro clothing perlu meningkatkan kemitraan baik pada industri sejenis, pada industri kreatif lain, maupun pada industri lainnya diluar ranah industri kreatif.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
Judul Metode
Hasil
1. Sri Susilo
dan Sutarta 2004
Masalah dan Dinamika
Industri Kecil pasca Krisis
Ekonomi Telaah
literatur, FGD, metode survei
lapangan. Analisis data
deskriptif kualitatif
Permasalahan yang dihadapi industri kecil mempunyai
persamaan dan perbedaan. Persamaan yang menonjol adalah kenaikan
harga faktor produksi yang memaksa mereka menaikkan harga jual produk. Masalah yang
lain adalah menurunnya tingkat produksi dan employment.
2. Asep
Kamaruddin 2004
Hambatan Usaha Kecil
dan Menengah dalam
Kegiatan Ekspor
Telaah literatur,
wawancara. Analisis
deskriptif tabulasi silang
antarvariabel Hambatan bagi UKM dalam kegiatan ekspor
yaitu: 1.
Aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif
2. Spesifikasi produk
3. Kapasitas produksi
4. Kelengkapan dokumen.
5. Biaya kegiatan ekspor
3. Almasdi
Syahza 2003
Pengembangan UKM untuk
Percepatan Peningkatan
Ekonomi Daerah di
Kabupaten Indragiri Hulu
Propinsi Riau Telaah
literatur, wawancara.
Analisis data deskriptif
kuantitatif dan kualitatif
Permasalahan yang dihadapi antara lain: 1.
Lemahnya struktur permodalan 2.
Ketersediaan bahan baku serta kesulitan dalam pemasaran
3. Terbatasnya penguasaan teknologi
4. Lemahnya organisasi manajemen usaha,
serta kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia.
4. Jannes
Situmorang 2008
Strategi UMKM dalam
Menghadapi Iklim Usaha
yang Tidak Kondusif
Metode telaah literatur.
Analisis deskriptif
kualitatif Iklim usaha yang tidak kondusif dalam
kegiatan usaha UMKM seperti: 1.
Rendahnya kualitas SDM UMKM 2.
Kesulitan UMKM untuk mengembangkan permodalan
3. Rendahnya kualitas teknologi
4. Kelemahan akses terhadap pasar.
5. Mohammad
Adam Jerusalem
2009 Perancangan
Industri Kreatif Bidang
Fashion dengan
Pendekatan Benchmarking
pada Queensland’s
Creative Industry
Metode survei lapangan.
Analisis kualitatif
dengan pendekatan
Benchmarking Faktor terpenting dalam pencapaian
kesuksesan industri kreatif bidang fashion adalah konsolidasi dan penguatan fungsi dari
para pemangku tanggung jawab seperti pemerintah, dinas terkait, dan Queensland
Creative Industry sebagai studi kasus untuk studi benchmark ini.
6. Jaka
Sriyana 2010
Strategi Pengembangan
UKM : Studi Kasus di
Kabupaten Bantul
Telaah literatur, survei
lapangan. Analisis
deskriptif dengan
pendekatan statistik
Masalah yang dihadapi UKM daerah yaitu: 1.
Masalah kualitas produk 2.
Pemasaran dan sustainability usaha. Adapun regulasi dari pemerintah untuk
pengembangan UKM meliputi:
1.
Perbaikan sarana dan prasarana akses perbankan.
2.
Perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik. 7.
Y. Sri Susilo
2010 Strategi
Meningkatkan Daya Saing
UMKM dalam Menghadapi
Implementasi CAFTA dan
MEA Telaah
literatur, survei lapangan.
Analisis deskriptif
kualitatif UMKM harus meningkatkan daya saing
perusahaan maupun daya saing produknya agar tetap mampu bertahan dan dapat
memanfaatkan peluang. Kunci utamanya terdapat pada UMKM
sendiri. Pengusahapemilik UMKM dengan jiwa kewirausahaan dan jiwa inovasi yang
dimiliki, harus mampu menjadi motor penggerak untuk meningkatkan daya saing
perusahaan.
8. Edy Suandi
Hamid dan Y.Sri Susilo
2011 Strategi
Pengembangan UMKM di
Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Survei lapangan,
telaah literatur. Analisis
deskriptif kualitatif
Permasalahan yang diperoleh diantaranya yaitu:
1. Kesulitan dalam memperluas pangsa pasar
2. Terbatasnya ketersediaan sumber dana
3. Kurangnya kemampuan SDM serta
keterbatasan teknologi 4.
Kondisi ekonomi dan infrastruktur yang buruk.
Rekomendasi kebijakan dan strategi meliputi: 1.
Berbagai pelatihan dalam pengembangan produk
2. Pengembangan produk yang berdaya saing
tinggi dengan muatan ciri khas lokal 3.
Kebijakan kredit bunga ringan, sederhana 4.
Peningkatan kualitas infrastruktur 9.
Dias Satria dan Ayu
Prameswari 2011
Strategi Pengembangan
Industri Kreatif untuk
Meningkatkan Daya Saing
Pelaku Ekonomi
Lokal Analisis data
kualitatif dengan teknik
analisis SWOT Permasalahan industri kreatif distro di kota
Malang yaitu: 1.
Produksi dan bahan baku kurang efisien 2.
Tidak adanya dukungan dari pemerintah 3.
Kurangnya promosi ke luar daerah 4.
Rendahnya daya beli masyarakat 5.
Adanya produk-produk bajakan Alternatif kebijakan meliputi:
1. Pemberian insentif pada industri kreatif
2. Pembinaan pekerja kreatif
3. Pengklasifikasian industri kreatif pada
pos-pos pendapatan kota Malang 4.
Peningkatan kemitraan sesama industri
2.3. Kerangka Pemikiran