Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan Secara Vakum

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI
DAGING 'SIE REUBOH" YANG DISIMPAN
SECARA VAKUM

Oleh :
CUT

IDA FITRI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI
DAGING "SIE REUBOH" YANG DISIMPAN
SECARA VAKUM

Oleh :
CUT AIDA FITRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak

PROGRAM PASCASARJANA
INStTTUT PERTANIAN BOGOR
2002

Cut Aida Fitri. Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang
Disimpan secara Vakum.
Dibimbing oleh Eddie Gurnadi dan Tantan
Wiradarya.
Pebelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Temak Potong
Ruminansia Besar, Laboratorium llmu Produksi Ternak Perah Fakultas
Petemakan, Laboratorium Bakteriologi Fakuttas Kedokteran Hewan,
Laboratorium Nutrisi lkan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Kelautan, dan Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas lnstitut
Pertanian Bogor.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah pemakaian kadar asam
cuka, efek pengemasan vakum terhadap perubahan fisik, kimia dan

mikrobiologis, daya tahannya serta interaksi dari kadar asam cuka dan lama
penyimpanan terhadap kualitas daging "Sie Reuboh" yang disimpan secara
vakum. Materi yang digunakan daiam penelitian ini adalah daging sapi jantan
berumur 3 - 3,5 tahun, bagian loin, sebanyak 12000 gram. Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial (6x4) dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan yaitu pemberian kadar
asam cuka (faktor A) dengan kadar 50 g, 60 g, 70 g, 80 g, 90 g dan 100 g;
dan waktu simpan (faktor B) dengan waktu 0,7,14 dan 21 hari.
Pengamatan dilakukan terhadap derajat keasaman (pH), keempukan,
total mikroba dan uji organoleptik untuk rasa, aroma, warna, keempukan dan
Hasil penelitian menunjukkan adanya
penampakan "Sie Reuboh" .
perbedaan nyata (p < 0.05) efek periakuan terhadap derajat keasaman serta
adanya interaksi yang signifikan antara waktu simpan (hari) dan kadar asam.
Demikian juga untuk keempukan meningkat (p < 0.05) untuk hari, asam dan
interaksinya, sedangkan untuk total mikroba ada perbedaan nyata (p < 0.05)
pada pemberian asam dan waktu simpan tetapi tidak ada perbedaan nyata
untuk interaksinya. Uji organoleptik terhadap rasa, aroma, keempukan dan
penampakan berbeda nyata (p c 0.05), sedangkan untuk warna tidak berbeda
nyata.


SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang bejudul :

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI DAGING
'SIE REUBOH" YANG DISIMPAN SECARA VAKUM
Adalah benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan .dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 12 April 2002

Cut Aida Fitri
Nrp.97076/PTK

: Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang

Disimpan Secara Vakum
Nama
: Cut Aida Fitri
: 97076
NRP
Program Studi : I l m u Ternak

Judul Tesis

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi
Ketua

Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradawa, MSc
Anggota

Mengetahui,


2. Ketua Program Studi I l m u Terna

Jk-

tur Program Pascasarjana

*

--" --

Prof. ~ rAdi
. Sudono, M.Sc.

.

. 1//svafrida*
Manuwoto,
M.Sc.
\@r% =

/
,
S f

0 5 AUG 21002
Tanggal Lulus : 21 Maret 2002

Penulis dilahirkan di Kota Kuala Simpang Aceh Timur pada
tanggal 12 Januari 1967 dari pasangan Drs. Teuku Meurah Bachrum
(Almarhum) dan Hj. Cut Suria. Penulis merupakan anak keempat dari
enam bersaudara.
Sekolah Menengah Atas di selesaikan di SMA Negeri 1 Langsa
pada tahun 1986. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas
Syiah Kuala sebagai Mahasiswa melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat
dan Bakat).Pendidikan strata 1 diselesaikan pada tahun 1992 sebagai
Sarjana Peternakan.
Penulis kemudian diangkat sebagai Staf Pengajar di Fakultas
Pertanian Jurusan Peternakan pada tahun 1993, dan ditempatkan di Program
Studi Produksi Ternak. Pada tahun 1997 penulis mendapat kesempatan
untuk mengikuti pendidikan Strata 2 pada Program Studi llmu Ternak

Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari
BPPS.

PRAKATA
Bismillahirrahnanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat karuniaNya, kesehatan dan kekuatan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian untuk penulisan karya ilmiah dalam
bentuk tesis dengan judul "Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie
Reuboh" yang Disimpan Secara Vakurn".
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak,
terutama dosen pembimbing niscaya tesis ini tidak akan selesai dalam bentuk
seperti sekarang ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi
sebagai pembimbing utama dan Bapak Dr. Ir. Tantan R. Wiradarya, M.Sc
sebagai pembimbing kedua, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis sejak penelitian berlangsung hingga terwujudnya tulisan ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Pengelola Bantuan
Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang telah menjadi sponsor penulis dalam
menyelesaikan pendidikan S2, Ketua Program Studi llmu Ternak, Kepala dan

Staf Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Laboratorium
Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan, Laboratorium Bakteriologi
Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Nutrisi lkan Jurusan Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB serta Laboratorium Kimia
Pangan Pusat Antar Universitas IPB yang telah memberikan fasilitas dan
kemudahan-kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis aturkan kepada Pimpinan Universitas Syiah
Kuala dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang telah
memberi izin untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2.
Selanjutnya rasa hormat dan cinta kasih yang dalam, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada
orang-orang yang terkasih, suami tercinta Ir. Zunnizam Umar, penghargaan

yang tak terhingga kehadapan kehadapan yang Mulia Ayahanda Teuku
Meurah Bachrum (Alm), lbunda Hj. Cut Suria, Ayahanda Teuku Bustamam,
Teuku Meurah Lizam, lbunda Hj. Kamaliah, atas dukungan doa dan
semangat yang tiada putus-putl~snyaserta pengorbanan materi yang tidak
sedikit, kakak-kakak dan adik-adik tersayang : Ir. Cut Rita Meutia, Ir. Cut
lntan Yulia, dr. Cut Meurah Yenni, Cut Ana Lita Putri, Teuku Meurah
Ramadhan, Adinda Susi Ariani, Zulfitri, Ananda Dion, Aulia, Tasya, Alfi,

Fathia, Ariq, lsraq dan Qatrun yang ikut berdoa untuk mami.
Juga kepada saudara dan teman-teman terdekat Om. Teuku Meurah
Chalik, Cek Aji, Nyakwa Lucky, Om Teuku Hamid Meraxa, Cut Yanti,
Lukman, Cut Intan, Agus Sabti, Adek, Titi, Dek Wan, Arie, Eddy, Etje, Leni,
Sabariah, Adawiah dan Bu Henny juga teman-teman dikost Novia II dan Villa
Kebun Raya serta teman-teman lainnya yang telah ikut membantu dalam
penelitian maupun penyelesaian tulisan ini.
Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan menyadari bahwa
karya kecil ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan penelitian dan
pengkajian yang lebih mendalam. Semoga karya ini bermanfaat, untuk itu
segala kritik dan saran yang membangunsangat diharapkan, kepada Allah
SWT jualah kita berserah diri.

Amin Ya Rabbal'Alamin

i3ogor, Maret 2002

Cut Aida Fitri

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xii

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang.....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................
Hipotesis ..............................................................................................

I

4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

5

Daging.................................................................................................
Kualitas Daging ....................................................................................
Penyimpanan dan Pengawetan ...........................................................
Proses Pembuatan Sie Reuboh ...........................................................
1. Asam Asetat (Cuka) .................................................................
2 . Pemberian Garam....................................................................
3. Pemberian Lemak ....................................................................
4 . Pemberian RempahIBumbu.....................................................
Pengemasan Vakum ..............................................................................

5
8
13
15
16
19
22
23
28

MATERI DAN METODE .............................................................................. 30
Waktu dan Tempat penelitian ..............................................................
Materi Penelitian ..................................................................................
Metodologi Penelitian...........................................................................
Pembutan Sampel................................................................................
Peubah Penelitian................................................................................

30
30
32
33
34

HASlL DAN PEMBAHASAN................................................................................
40
PH Daging ......................................................................................... 40
Keempukan Daging ........................................................................... 44
Jumlah Total Bakteri..........................................................................
45
Uji Organoleptik ................................................................................
48
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

55

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

56

DAFTAR TABEL

Teks

Halaman

Penurunan pH Setelah Pemotongan pada Daging sebagai
12
indikator Kualitas Daging......................................................
Analisis Nira Segar Beberapa Tanaman ....................................

17

Rataan Nilai pH Daging "Sie Reuboh"................................ 40
Rataan Nilai Keempukan Daging "Sie Reuboh"...........................

44

Rataan Jumlah Total Bakteri "Sie Reuboh"................................ 45
Rataan Uji Organoleptik untuk Keempukan "Sie Reuboh".............

48

7.

Rataan Uji Organoleptik untuk Aroma "Sie Reuboh"...

49

8.

Rataan Uji Organoleptik untuk Warna "Sie Reuboh".................... 51

9.

Rataan Uji Organoleptik untuk Rasa "Sie Reuboh"......................

52

10. Rataan Uji Organoleptik untuk PenampakannSieReuboh"............

53

DAFTAR GAMBAR
No.

Teks

1.

Kurva Penurunan pH Daging Setelah Hewan Dipotong ..................

13

2.

Diagram Proses Pembuatan "Sie Reuboh"...... ... ............... ... ... . . .

37

3.

Diagram Pengukuran pH "Sie Reuboh"......... .................. ... . . . .

38

4.

Diagram Pengukuran Keempukan "Sie Reuboh"... ..................... ... 38

5.

Diagram Perhitungan Total Mikroba............... ... ... ......... ... ... ... ... .. 39

6.

Tingkat Pemberian Asam Cuka terhadap Derajat Keasaman... . . . . . ..

Halaman

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai pH. .. ... ......... .. . . . . . . .
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap Nilai pH "Sie Reuboh" ............ ...... ... ... ..
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap Keempukan "Sie Reuboh"... ... .... . .... . . .... .
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap Total MikrobanSieReuboh"... ......... ... . . . . . ..
Hasil Organoleptik Level Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap Keempukan "Sie Reuboh"............ ... .......
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap AromanSie Reuboh"......... ......................
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap WarnanSie Reuboh". ........... ... ..... .... . .......
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap Rasa "Sie Reuboh"............ ...... ...... . . .......
Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya
Penyimpanan terhadap PenampakannSieReuboh". . .. ........ . ..... . . . .

41

DAFTAR LAMPIRAN
No

Te ks

Halaman

1. Nilai pH "Sie Reuboh" ....................................................................

61

2 . Keempukan "Sie Reuboh" .............................................................

62

3 . Total Mikroba "Sie Reuboh" ...........................................................

63

4 . Skala Hedonik untuk Uji Organoleptik ...........................................

64

5 . Format Uji Skala Hedonik .Keempukan
Daging "Sie Reuboh" ......
.
6 . Format Skala Hedonik Aroma Daging "Sie Reuboh" .....................

65
66

7 . Format Skala Hedonik Warna Daging "Sie Reuboh" .....................

67

8 . Format Uji Skala Hedonik Rasa Asam Daging "Sie Reuboh" ........

68

9 . Format Uji Skala Hdonik Penampakan Daging "Sie Reuboh" .......

69

10.Analisis Ragam pH "Sie Reuboh" ..................................................

70

11.Analisis Ragam Keempukan "Sie Reuboh" ...................................

70

12.Analisis Ragam Total Mikroba "Sie Reuboh" .................................

70

13.Analisis Ragam Organoleptik Keempukan "Sie Reuboh" ..............

71

l4.Analisis Ragam Organoleptik Aroma "Sie Reuboh" .......................

71

15.Analisis Ragam Organoleptik Warna "Sie Reuboh" .......................

71

16.Analisis Ragam Organoleptik Rasa Asam "Sie Reuboh" ...............

72

17.Analisis Ragam Organoleptik Penampakan "Sie Reuboh" ............

72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging sebagai salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi
tinggi karena kandungan asam-asam amino essensialnya. Oleh karena itu
setiap langkah perlakuan yang dilakukan pasca sembelih perlu mendapat
pengawasan yang baik guna menekan laju kerusakan zat-zat makanan yang
dikandungnya. Adanya zat-zat makanan yang lengkap menyebabkan daging
mudah mengalami perubahan-perubahan karena sangat baik sebagai media
untuk pertumbuhan mikrobia. Untuk itu perlu adanya penanganan yang baik
sehingga zat-zat essensialnya tidak terurai dan proses pembusukan daging
dapat diharnbat.
Dalam usaha mempertahankan nilai gizi dari daging maka perlu
dipelajari cara-cara pengolahan daging yang baik sebagai bahan makanan,
sehingga pemanfaatannya dapat lebih lama dan lebih luas jangkauan
pemasarannya. Berbagai cara proses pengolahan dan pengawetan daging
telah lama dilakukan, baik dengan cara tradisional maupun cara modern.
Sehingga produk daging yang dihasilkan dapat tahan lebih lama disimpan
tanpa mengalami perubahan kualitas dan tetap mempunyai cita rasa yang
spesifik, dapat menghancurkan setiap mikroba pathogen, memberi warna
yang baik dan meningkatkan aromanya. Cara-cara pengawetan daging yang
dikenal

yaitu:

pemanasan,

perebusan,

pengeringan,

pengasapan,

pengasaman, penggaraman dan kombinasi dari perlakuan-perlakuantsrsebut

dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang rnasa sirnpan produk
daging.
Masyarakat Aceh telah lama mengenal suatu cara pengolahan daging
untuk dikonsumsi yang disebut dengan "Sie Reuboh". Sie Reuboh adalah
suatu macam masakan daging khas Aceh yang proses pembuatannya
dapat

digolongkan

biasanya

kedalam cara

pengawetan daging. Sie

dibuat dalam jumlah yang besar ( 5

Reuboh

- 10 kg daging sapi ),

terutama pada hari-hari besar Islam, seperti bulan suci Ramadhan, Hari Raya
ldul Fithri maupun ldul Adha. Proses pembuatan Sie Reuboh adalah
pemasakan daging setelah sebelumya ditambahkan bahan-bahan seperti
asam cuka, lemak, garam dan rempah-rempah pada potongan-potongan
daging dan dipanaskan sampai daging ernpuk. Produk ini dapat langsung
dikonsumsi, tetapi dapat juga disimpan untuk kemudian diolah menjadi jenis
masakan lain. Sie Reuboh dapat bertahan dan masih baik dikonsumsi sampai
satu bulan bahkan lebih, apabila dilakukan pemanasan secara berkala. Jadi
setiap akan dikonsumsi daging dipanaskan terlebih dahulu sarnpai lemaklemak mencair dan kernudian di arnbil sejumlah tertentu sesuai kebutuhan
untuk makan pada saat itu. Sisanya disimpan untuk disantap pada waktu
yang lain.

Hasil penelitian Supariadi (1990) terhadap frekwensi perebusan

menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein kasar 75.65 - 53.10 persen,
kadar lemak 8.99 - 15.69 persen berat kering.
Proses pembuatan dan lama penyimpanan Sie Reuboh akan
mempengaruhi kualitasnya. Resiko dari proses pembuatan Sie Reuboh

.

adalah kemungkinan semakin besar peluang kerusakan protein daging akibat
terjadi pemanasan berkali-kali tanpa ada tolak ukur (standar) tertentu untuk
tingkat suhu

pemanasan yang diperlukan, sehingga memungkinkan

meningkatnya penyebab utama kerusakan daging. Oleh sebab itu proses
pembuatan (perebusan) dan penyimpanan dari Sie Reuboh ini perlu
diperhatikan dengan baik.
Selama ini takaran penggunaan lemak, garam, rempah-rempah dan
asam cuka yang dibubuhkan kedalam daging masih tergantung pada selera
pemasak, belum ada standar yang baku (rasio bumbu dan daging), terutama
sekali takaran asam cuka. Hal ini menimbulkan tingkat keasaman yang
sangat beragam, sedang asam

berfungsi sebagai penurun pH untuk

melindungi daging dari perombakan protein oleh mikroba.
Sejauh ini belum ada laporan penelitian mengenai penyimpanan Sie
Reuboh secara vakum atau hampa udara. Dengan cara vakum diharapkan
dapat menghambat peluang daging "Sie Reuboh" untuk terkontaminasi oleh
mikroba. Sehingga diharapkan daya simpan dapat lebih lama dan berpeluang
untuk komersial produk. Berdasarkan kenyataan tersebut mendorong peneliti
untuk melakukan penelitian pada daging Sie Reuboh tersebut. Diharapkan
hasil penelitian ini akan menambah khasanah referensi, khususnya mengenai
pengolahan daging secara tradisional sekaligus memperkenalkan "Sie
Reubc~h"sebagai produk masakan tradisional.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jumlah pemakaian kadar asam cuka yang terbaik dalam

pembuatan "Sie Reuboh" sehingga dapat diterima oleh masyarakat.
2. Mengetahui efek pengemasan vakum terhadap perubahan fisik, kimia

dan daya tahan "Sie Reuboh".

3. Melihat interaksi dari kadar asam cuka dan lama penyimpanan terhadap
kualitas daging "Sie Reuboh" yang divakum.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penggunaan
asam cuka yang tepat dan lama penyimpanan pada proses pembuatan "Sie
Reuboh" dan kemungkinan penggunaan cara vakum sebagai cara
penyimpanan yang lebih baik.

Hipotesis
Penggunaan kadar asam cuka yang tinggi pada penyimpanan secara
vakum memberikan efek yang lebih baik terhadap daya simpan dan kualitas
daging "Sie Reuboh" baik secara fisik,kimia maupun mikrobiologi.

TINJAUAN PUSTAKA

DAGING
Daging diartikan sebagai jaringan hewan yang dapat digunakan
sebagai bahan makanan, termasuk semua hasil proses pengadaan pabrik
yang berasal dari jaringan hewan (Forrest et a/., 1975). Menurut Lawrie
(1991) daging didefinisikan sebagai sesuatu yang berasal dari hewan

termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan-jaringan lain yang dapat dimakan.
Daging merupakan urat-urat daging yang betwarna merah yang tersusun
oleh jaringan sel-sel yang bergaris melintang (Palupi, 1986). Jaringan set ini
secara umum dapat dibagi ke dalam empat golongan, yaitu : jaringan kulit,
jaringan pengikat, jaringan syaraf dan jaringan otot. Pada hewan terdapat tiga
macam otot, yaitu otot bergaris melintang yang menyusun karkas, otot polos
yang sebagian dibuang ketika ternak dikuliti dan otot jantung yang
merupakan gabungan antara keduanya. Otot polos adalah otot-otot yang
terdapat pada dinding alat pencernaan, dinding pembuluh darah dan kulit.
Secara normal pada jaringan tubuh dan darah hewan yang sehat

tidak

ditemukan bakteri patogen, tetapi setelah hewan mati jaringan tubuhnya
akan terkontaminasi dengan mikroorganisme (Soeparno, 1992).
Buckle et a/., (1985) menyatakan bahwa karkas tersusun dari kira-kira
enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, berbeda susunan
syaraf dan persediaan darahnya, serta melekatnya pada bagian tulang,
persendian dan tujuan serta jenis gerakannya. Selanjutnya juga disebutkan

kesehatan daging merupakan bahagian yang penting bagi kesehatan
makanan dan selalu menjadi pokok persoalan dalam penyediaan daging
bagi konsumen. Oleh karena itu perlu suatu kriteria utuk menentukan daging
yang baik untuk konsumsi, sebab daging dapat menjadi sumber penyakit
seria dapat mengganggu kesehatan konsumen. Daging sapi yang dapat
dikonsumsi adalah daging yang berasal dari sapi sehat. Saat penyembelihan
dan pemasaran dalam pengawasan petugas rumah potong hewan serta
selama pemasaran terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Dengan
kasat mata daging sapi yang baik dapat diamati yaitu, berwarna merah
segar, berbau aromatis, dengan konsistensi kenyal, bila ditekan tidak banyak
mengeluarkan cairan (Riley et a/., 1985).
Daging sebagai sumber protein hewani, mempunyai nilai hayati
(biological value) yang tinggi, yaitu mengandung 19 % protein, 5 % lemak, 70
% air, 3,5 % zat-zat non protein, mineral dan bahan lainnya 2,5 % (Forrest et
a/.,,1992). Anggorodi (1984) juga menyebutkan, bahwa komposisi kimia

daging sapi terdiri dari 66,6 % air, 20,2 % protein, 12,3 % lemak dan 0,9 %
abu. Selanjutnya Lawrie (1991) menyatakan, komposisi daging mendekati 75
% air, 18 % protein, 3,5 lemak dan 3,5 % zat-zat non protein yang dapat larut.

Secara umum komposisi kimia daging terdiri dari 70 % air, 20 % protein, 9
% lemak dan 1 % abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan,

yang mengakibatkan pengurangan persentase dari air dan protein serta
terjadi peningkatan pada lemak (Romans et a/., 1994).

Komponen air penting dalam bahan makanan karena dapat
mempengaruhi warna, tekstur dan cita rasa makanan. Kandungan air sangat
berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan, dimana sebagian besar
bahan pangan segar mengandung 70 persen air (Winarno, 1984).
Kandungan air pada daging 75 persen, ha1 ini menyebabkan daging
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kadar air
cenderung akan berkurang bila daging mengalami pemasakan atau prosesproses perlakuan lainnya. Daging merupakan sumber utama untuk
mendapatkan asam amino essensial. Asam amino yang terpenting di dalam
otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat dan histidin. Daging sapi
mengandung asam amino leusin, lisin dan valin yang lebih tinggi dari pada
daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan
protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada temperatur 70

O

C akan

mengurangi jumlah lisin yang tersedia di dalamnya menjadi 90 persen,
sedangkan bila dipanaskan pada temperatur 160 O C maka hanya tersedia 50
persen lisin. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar
asam amino (Lawrie, 1991).
Kandungan lemak dalam daging turut menentukan kualitas daging,
karena ha1 ini menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang
nyata dalam komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak
dan ternak yang tidak memamah biak karena adanya hidrogenasi oleh
mikroorganisme rumen (Buckle et a/., 1985). Selanjutnya Price dan
Schweigert (1971) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat (20

persen), asam palmitat (29 persen) dan asam oleat

(42 persen) serta

sejumlah kecil asam lainnya.
Karbohidrat dalam daging terdapat dalam bentuk glikogen yang
disimpan dalam jaringan otot dan hati. Setelah hewan dipotong, glikogen di
dalam otot berubah menjadi asam laktat dalam keadaan anaerob. Daging
akan lebih tahan lama disimpan karena asam laktat berperan sebagai
pengawet. Daging yang mempunyai persediaan gllikogen sedikit akan lebih
cepat menjadi busuk, karena itu sebelum dipotong hewan pedu diistirahatkan
untuk rneningkatkkan kadar glikogennya (Palupi, 1986).

KUALITAS DAGING
Kualitas daging adalah ukuran dari karakteristik daging yang dinilai
oleh konsumen (Kauffman dan Marsh, 1987). Untuk itu harus ada
penanganan yang baik agar kualitas nutrisi dari daging tidak berkurang yang
menyebabkan mutunya menjadi rendah. Ada tiga faktor yang dapat dijadikan
kriieria untuk menentukan kualitas daging yakni; (1) nilai gtzi daging itu
sendiri; (2) selera konsumen terhadap daging segar dan (3) faktor teknologi
penanganan dan pengolahan daging (Gurnadi, 1986). Faktor pertama (nilai
gizi) ditentukan oleh kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral. Sedangkan faktor kedua yakni selera konsumen ditentukan terutama
oleh penampilan daging dalarn pemasaran daging segar, antara lain warna
daging, keempukan daging, derajat perlemakan (marbling), ketegaran
(firmness), sari minyak (juiciness) dan tekstur daging. Faktor teknologi

meliputi cara pemotongan dan penanganan hewan sebelum dan sesudah
pemotongan sehingga mutu daging yang dihasilkan baik apakah secara
kuantitatif maupun kualitatif dan setelah dilakukan pengolahan benar-benar
mempunyai citarasa yang tinggi.
Menurut Palupi (1986), dalam menentukan kualitas daging dapat
dilihat dari sudut produsen, pengecer dan konsumen. Produsen melakukan
kualifikasi dengan melihat umur ketika ternak dipotong, lemak (marbling),
tekstur,

warna

dan

kekenyalan.

Sedangkan

pengecer

akan

mempertimbangkan warna, kekenyalan, tekstur dan lemak. Konsumen lebih
memperhatikan keempukan, rasa dan kegurihan setelah daging dimasak.
Daging yang berkualitas tinggi adalah yang berkembang penuh dan
baik. Dijelaskan lebih lanjut oleh Lawrie (1991) dan Forrest et al., (1975)
kualitas daging ditentukan oleh keempukan (tenderness), cita rasa (flavor),
tekstur, aroma, warna, sari minyak atau jus daging (iuiceness), lemak
intramuskuler (marbling), hilangnya air selama perebusan atau susut masak
(cooking loss), daya mengikat air oleh protein daging (water-holding capacity)
dan pH daging. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, genotipe,
bobot badan, pakan waktu penggemukan, pengangkutan ke rumah potong,
perlakuan sebelum pemotongan, dan penanganan setelah pemotongan
termasuk cara penyimpanan. Fernandez et al., (1996) melaporkan bahwa
terjadi penurunan nilai keempukan daging sapi akibat transportasi yang jauh
sebelum pemotongan.

Keempukan daging akan menurun dengan bertambahnya umur dan
meningkatnya bobot potong, sebab pertambahan umur dan bobot potong
akan menyebabkan perubahan jumlah jaringan ikat dan ukuran serat berkas
otot (Lawrie, i991). Menurut Forrest et a/., (1975) komponen utama yang
mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan ikat, kelompok serat otot
dan kelompok lemak. Jaringan ikat terutama kolagen dan jumlah ikatan
silangnya mempunyai peranan yang besar terhadap keempukan daging
(Wythes dan Ramsay, 1981). Apabila hewan semakin tua, akan terjadi
perubahan struktur jaringan ikat dan daging menjadi lebih keras sehingga
nilai shear force meningkat. Sifat keempukan daging diartikan sebagai daging
yang telah dimasak dengan kemudahannya dikunyah tanpa kehiangan sifatsifat jaringan yang iayak OlVythes dan Ramsay, 1981).
Forrest et a/., (1975), menyatakan bahwa keempukan merupakan
faktor yang terpenting dan paling diperhatikan konsumen diantara faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas daging lainnya. Sukarni (1979),
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan adalah
keadaan sefabut otot, jenis ternak, umur, makanan, aktifitas ternak serta
perlakuan sebetum dan sesudah pemotongan ternak. Ukuran keempukan
didasarkan pada sensori test dan shear test. Sensori test atau uji organoleptik
adalah uji mengunyah sampel daging yang dikontrol secara hati-hati, yang
dilakukan dengan uji panel. Shear test adalah keempukan daging dinyatakan
sebagai besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk memotong sampel daging

dengan alat Warner Bratzler Shear Force (Romans et a/., 1994 ; Forrest et
a/., 1975).

Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas fisik daging adalah
derajat keasaman (pH). Dimana pH merupakan salah satu indikator yang
penting dari kualitas daging (Huffman, 1990). Disebutkan juga penurunan pH
pasca mati ditentukan oleh kandungan asam laktat yang terakumulasi dalam
otot yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dalam jaringan
dan penanganan sebelum pemotongan dan penimbunan asam laktat akan
terhenti setelah cadangan glikogen otot habis atau setelah kondisi tercapai
pada pH yang cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim glikolitik di
dalam proses glikolisis anaerobik. Keadaan glikogen otot pada saat
pernotongan akan tetap tinggi jika hewan diberi diet yang baik (Meyer, 1982).
pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan
titik isoelektrik sebahagian besar protein daging termasuk protein miofibril.
Pada umumnya glikogen tidak ditemukan pada pH antara 5,4 - 5,5 (Lawrie,
1991)
Menurut Lawrie (1991), faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya
penurunan pH postmortem

dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor instrinsik

dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi spesies, tipe otot, glikogen otot
dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik adalah
temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pernotongan dan
stress sebelum pemotongan. Menurut Buckle et a/., (1987) rendahnya
glikogen otot berkorelasi dengan istirahat dan ketenangan ternak.

Laju penurunan pH daging (Forrest et a/., 1975), secara umum dapat
dibagi tiga yaitu:
1. pH menurun secara bertahap dari 7.0 sampai sekitar 5.6

- 5.7

dalam

waktu 6 - 8 jam setelah pemotongan dan mencapai titik pH akhir yang
umumnya 24 jam setelah pemotongan yaitu sekitar 5.3 - 5.7. Pola
penurunan pH ini dikategorikan normal.
.,

2. pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan
dan tetap relatif tinggi, serta mencapai pH akhir sekitar 6.5

- 6.8.

Sifat

daging yang dihasilkan gelap (dark), keras (firm) dan kering (dry), kondisi
seperti ini disebut daging DFD.

3. PH menurun relatif cepat sampai sekitar 5.4 - 5.5 pada jam-jam pertama
setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5.3 -5.6. Sifat daging
yang dihasilkan pucat (pale), lunak (soft) dan berair (exudative),
dikondisikan sebagai daging PSE.
Penurunan pH setelah pemotongan dan pengaruhnya
terhadap kualitas daging dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penurunan pH Setelah Pemotongan pada Daging sebagai
lndikator Kualitas Daging (Huffman, 1990).

PSE

Cepat

pH awal
7.2
7.2

DFD

Lambat (tidak lengkap)

7.2

Kualitas Daging
Normal

Glikolisis
Lambat

pH
+
<
>

akhir
5.5
5.5

6.2

Waktu Uji
24 jam
45 menit
24 jam

Laju penurunan pH di atas dapat dilihat pada Gambar I.

Wama
Daging yang
dihasilkan

Gelap

PH
Normal
5.0

Pucat

C

I

I

I

I

I

1

2

3

4

5

I
6

24

Waktu Postmortem

Gambar 1. Kurva Penurunan pH Daging Setelah Hewan
Dipotong (Forrest et al., 1975)
PENYIMPANAN DAN PENGAWETAN

Penyimpanan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu
komoditi yang disimpan dengan cara menghambat berbagai factor yang
dapat menurunkan mutu tersebut baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Pada produk pangan banyak sekali kerugian yang dialami dan
menyebabkan bahan pangan tersebut tidak dapat dipakai lagi karena proses

pembusukan. Menurut Buckle et a/., (1985) secara umum pembusukan
bahan pangan terjadi melalui : kerja mikroorganisme (bakteri, ragi dan jamur),
serangga, binatang pengerat, proses metabolisme dalam jaringan bahan
pangan, proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan dan kcrusakan cita
rasa serta warna, penyerapan bau dari luar, kesalahan dalam persiapan
pengolahan dan kontaminasi dengan senyawa-senyawa yang tidak diiginkan.
Penyebab utama yang mempengaruhi kebusukan pada daging segar adalah
mikroorganisrne dan perubahan enzimatislnon enzimatis yang terjadi setelah
penyembelihan temak dan penanganan lanjutannya baik dalam bentuk segar
maupun setelah menjadi bentuk olahan sehingga mempengaruhi sifat kimia,
fisik dan organoleptiknya (Romans et a/., 1994). Ada beberapa cara untuk
memperpanjang masa simpan daging dan daging proses yaitu dengan cara
pengawetan. Pengawetan daging dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghentikan sama sekali sesuai dengan teknik yang digunakan,
perubahan-perubahan yang terjadi pada daging segar atau produk olahannya
selama proses penyimpanan, sehingga memungkinkan produk tersebut
tersedia sepanjang tahun dan terjaga kualitasnya. Pengawetan daging dapat
dilakukan dengan metode tradisional dan modem. Menurut Romans et a/.,
(1994) ada beberapa cara penanganan untuk memperpanjang masa simpan
daging agar awet dan tahan lama yaitu: penggunaan suhu rendah
(pendinginan dan pembekuan),

penambahan bahan-bahan pengawet

(garam, sodium nitrit, sodium nitrat, gula, penambahan asam misalnya asam

asetat, propionat, sorbat dan laktat serta

bumbu-bumbu), pengasapan,

pengeringan, pengawetan dengan irradiasi dan cara pengemasar;.

Proses Pembuatan Sie Reuboh

Kebanyakan metode

pengawetan

bahan

pangan

merupakan

kombinasi dari dua atau lebih dasar-dasar pokok pengawetan, seperti :
pemanasan, perebusan, penurunan aktifitas air, penggaraman dan
pemberian rempah-rempah (Desrosier, 1988). Sie Reuboh merupakan
produk pengolahan bahan pangan daging khas daerah Aceh yang diawetkan
dengan komposisi metoda-metoda pengawetan di atas. Sebagaimana proses
pembuatan produk makanan tradisional lainnya, proses pembuatan Sie
Reuboh belum dibakukan, karena merupakan seni memasak keluarga yang

bersifat rahasia. Dalam proses pembuatannya Sie Reuboh ini mengalami
perebusan berulang secara berkala dengan penambahan asam cuKa, garam,
lemak dan rempah-rempah sebagai bumbu dan perebusan ulang ini
bertujuan untuk mencairkan lemak dan menjaga kehigienisannya.
Perebusan daging dalam pembuatan Sie Reuboh dilakukan pada suhu
didih air (100 OC), sampai daging menjadi masak. Pemberian asam cuka
dilakukan waktu daging hampir masak (suhu 85 OC). Desrosier (1988) dan
Winarno (1988) menyatakan bahwa perebusan pada suhu air mendidih pada
umumnya dapat dianggap mampu mematikan semua mikroba pangan dan
enzim. Disamping itu juga mengakibatkan perubahan yang tidak dikehendaki
seperti : perubahan warna, tekstur, cita rasa dan nilai nutrisi. Dari beberapa

literatur disebutkan bahwa perebusan, pemberian garam, asam, lemak dan
rempah-rempah dapat mempengaruhi komposisi nutrisi daging. Bahan-bahan
yang ditambahkan pada pembuatan Sie Reuboh adaiah (1) cuka (asam
asetat), (2) garam, (3) lemak dan (4) rempah/bumbu.

1. Asam Asetat (Cuka)

Asam asetat untuk produksinya dapat dilakukan secara fermentasi
dan kimia. Di Indonesia fermentasi asam asetat merupakan kegiatan industri
rumah tangga, terutama sekali di daerah-daerah yang banyak ditumbuhi
pohon aren. Aren (Arenga pinnata, Men) merupakan salah satu tanaman
jenis palma yang banyak terdapat didaerah-daerah pantai , lembah dan
tebing sungai (Miller, 1964). Pohon aren ini merupakan tanaman serbaguna
karena hampir seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan, m~ilai
dari tandan bunganya, buah, ijuk, umbut batangnya dan bagian tulang
daunnya. Dari bagian tandan bunganya diperoleh cairan bening yang rasanya
manis dan dikenal sebagai nira aren (Muchtadi et a/., 1975). Miller (1964)
mengemukakan bahwa kadar gula dalam aren adalah 14

- 16 %, sedangkan

menurut (Muchtadi et a/., 1975). sekitar 15%. Nira aren dapat dimanfaatkan
menjadi gula merah, tuak dan cuka aren. Gula aren diperoleh dengan cara
memanaskan nira aren selama beberapa jam di atas api sampai didapatkan
cairan kental berwarna coklat (Miller, 1964).

Tabel 2. Analisis Nira Segar Beberapa Tanaman
Komposisi
Nira Tebu
73
Air (%)
Sukrosa (%)
14
Non-gula (organik %)
7
4
Non-gula (anorganik %)
Gula invert (%)
1
Nitrogen (%)
0.14
5.5 6.6
Keasaman (%)
Sumber : Miller(l964)

-

Nira Bit
77
17

Nira Aren
80 85
15
0.3
0.02
0.13
0.05
5.5 - 7.2

-

2

0.7
0.125
0.83
6.2 - 6.8

Komposisi nira suatu tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain varietas dan umur tanaman , keadaan tanah, iklim dan pemupukan. Pada
umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula pereduksi, bahan organik dan
anorganik (Abdulkadir, 1977).Karena kandungan gulanya yang tinggi, maka
nira merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Menurut
Abdulkadir (1977) nira yany dibiarkan lama di alam terbuka akan mengalami
fermentasi spontan sehingga menjadi keruh dan asam rasanya.
Fermentasi spontan nira aren menghasilkan minuman beralkohol yang
disebut tuak aren. Kekhasan tuak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti : frekuensi dan musim yang berlangsung sewaktu penyadapan dan
jangka waktu penyimpanan (Swings dan De Ley, 1977). Diduga tuak
merupakan gabungan hasil fermentasi asamasem laktat, asetat dan alkohol
yang melibatkan aktifitas bakteri asam laktat seperti Lactobacillus dan
Streptococcus,

bakteri asam asetat,

antara

lain Acetobacter dan

Gluconobacter dan mikroba penghasil alkohol yaitu Sacchammyces
cerevisiae (Steinkraus, 1983).

Produk ketiga dari nira aren adalah cuka aren, diperoleh dengan cara
membiarkan nira mengalami fermentasi secara alamiah. Terjadi dua tahapan
perubahan pada saat proses fermentasi, yaitu perubahan gula menjadi
alkohol oleh aktifitas khamir, selanjutnya alkohol berubah menjadi asam cuka
dilakukan oleh bakteri penghasil asam dan fermentasi kedua dimulai setelah
fermentasi pertama selesai (Desrosier dan Desrosier, 1978). Jadi asam
asetat dihasilkan dari oksidasi alkohol oleh bakteri asam asetat menjadi
asetaldehida, kemudian asetaldehida akan dioksidasi menjadi asam asetat
(Ebner dan Follmann, 1983) melalui reaksi sebagai berikut :
C2H50H

-----------+

CH3CH0 + 2 (H)

Alcohol dehidrogenase
CH3CH0.H20 b - .

CH3COOH +2 (H)

Asetaldehide dehidrogenase
Menurut reaksi tersebut, dari 100 bagian alkohol akan dihasilkan 130
bagian asam asetat, tetapi dalam prakteknya hanya dihasilkan 125 bagian
asam asetat karena sebagian hilang akibat penguapan atau diubah menjadi
produk lain (Desrosier, 1988). Menurut Ebner dan Follmann (1983), efisiensi
pembentukan asam asetat berkisar antara 95-98%. Dalam fermentasi asetat
dikenal istilah konsentrasi total yaitu penjumlahan konsentrasi asam asetat
yang dinyatakan dalam g1100 ml (%, blv) dan konsentrasi alkohol dalam
persen volume (%, vlv). Di Amerika cuka makan harus mengandung asam

asetat paling sedikit

4% dan 0,5% alkohol paling banyak (Ebner dan

Follmann, 1983).
Palupi (1986) menyatakan bahwa asam asetat lebih banyak terdapat
pada produk-produk pangan hasil fermentasi. Pemberian asam ke dalam
bahan pangan daging mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya :
mendapatkan cita rasa yang diinginkan serta berkasiat dalam mencegah dan
menghambat pertumbuhan mikroba, karena

dapat menurunkan pH dan

menghambat dissosiasi daya zat-zat yang bersifat racun (Jenie, 1987).
Daging segar pada umumnya mempunyai kisaran pH antara 5,l-6,8.
Tinggi rendahnya pH daging sangat tergantung dari keadaan ternak sebelum,
pada saat dan sesudah penyembelihan (Gurnadi, 1986). Penambahan asam
asetat dapat mempengaruhi pH daging (Brock dan Brock, 1978). Jenie dan
Winarno (1983) menyatakan bahwa asam dapat mengakibatkan denaturasi
protein dan tingkat denaturasi dipertinggi dengan adanya pemanasan.
Buckle et a1.(1985) menyatakan, pada umumnya bakteri tidak dapat
tumbuh pada pH di bawah 5, sementara beberapa bakteri seperti Bacilli dan
bakteri asam laktat masih dapat tumbuh pada pH 4. Pada pH kurang dari 4
kerusakan bahan pangan didominasi oleh ragi dan kapang (Palupi, 1986).

2. Pemberian Garam
Garam (NaCI) sering disebut garam dapur, banyak sekali digunakan
baik sebagai penyedap pada makanan maupun sebagai bahan pengawet
khususnya sering digunakan untuk mengawetkan ikan,

daging dan telur

(Buckle, 1985). Garam terdiri dari ion natrium dan klorida. Natrium khlorida
disusun oleh 39.337 persen natrium dan 60.663 persen khlorin ber6asarkan
berat. Penggaraman pada bahan pangan daging merupakan salah satu dari
sekian

cara pengawetan yang sudah lama dilakukan dan satu-satunya

metoda yang paling mudah dilakukan

(Moeljanto, 1982). Maksud

penambahan garam ke dalam bahan pangan diantaranya adalah : memberi
cita rasa yang lezat, membuat daging menjadi lebih lunak, menghambat
pertumbuhan bahkan membunuh mikroba terutama mikroba pembusuk yang
bersifat proteolitik maupun lipolitik, dan mengaktifkan kerja enzim (Lansdell
et a/., 1995).

Awetnya bahan pangan dengan penambahan garam adalah karena
menurunnya aktifrtas air (Aw) sampai dengan titik tertentu (Huffman et a/.,
1996). Dimana garam dapat menggantikan kedudukan air dalam jaringan

daging sehingga dapat membatasi air yang tersedia, dan mengeringkan
protoplasma (Palupi, 1986). Secara teoritis penurunan aktifitas air tersebut
adalah : garam terionisasi dalam larutan, kemudian setiap ion menarik
molekul air dari dalam daging (hidrasi ion) (Desrosier, 1988). Dengan
demikian air yang ada dalam daging akan keluar dan kedudukan air
digantikan oleh garam sampai tercapai suatu keadaan tekanan osmose yang
seimbang. Akibatnya aisa csiran dalam daging semakin mengental dan
protein akan menggumpal (terdenaturasi), selanjutnya daging akan
mengkerut (Moeljanto, 1982).

Garam juga mengakibatkan osmosa pada sel-sel mikroba sehingga
terjadi plasmolisa yang berakibat matinya mikroba (Desrosier dan Desrosier,
1978). Suatu larutan garam dapur jenuh (26,5

OC

pada suhu ruang)

menyebabkan bakteri, jamur dan kamir tidak mampu tumbuh. Banyak
mikroba khususnya Leuconostoc dan species Lactobacillus, mampu tumbuh
cepat dalam bahan pangan yang mengandung garam sedang (Desrosier,
1988). Nes et al., (1982) menyatakan, bakteri pembentuk spora baik yang
aerob maupun anaerob dan bakteri proteolitik tidak toleran terhadap larutan
garam
Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh (gercidal), karena dalam
konsentrasi rendah (1-3 persen) Justru membantu pertumbuhan bakteri,
sampai 4 persen dapat melindungi spora yang resisten terhadap panas
(Moeljanto, 1982). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa kadar garam yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri non halofilik ternyata
berbeda-beda. Bakteri pembentuk spora yang obligat anaerob rupanya yang
paling peka terhadap garam. Banyak diantaranya yang terhambat sama
sekali pertumbuhannya pada kadar garam 5 persen dan umumnya dalam
larutan garam 10 persen. Bakteri-bakteri gram negatif berbentuk batang
umumnya terhambat sama sekali pertumbuhannya pada kadar garam 5-10
persen. Pembentuk spora yang anaerob biasanya tahan garam, masih dapat
bertahan hidup pada kadar garam 15-20 persen.

3. Pemberian Lemak

Brenen et a/. (1980) menyatakan bahwa adanya lemak pada
permukaan daging dapat berfungsi sebagai emulsi dan sebagai anti mikroba.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Free fatty acid, monogliserol ester, polygliserol
ester di- dan tri-gliserida memperlihatkan aktifitas melawan beberapa bakteri
gram negatif dan ragi. Selanjutnya dengan konsentasi 5-100 ug per ml
monolaurin memperlihatkan potensi besar sebagai anti mikroba terhadap
spesies

Steptococcus,

Staphilococcus,

Corinebacterium,

Nocardia,

Micrococcus, Sarcina dan Saccharomyces.
Pencegahan pertumbuhan mikrobia yang diperlihatkan oleh lemak
adalah dengan mempengaruhi dinding sel bakteri. Juga dikemukakan bahwa
asam lemak membentuk suatu monolayer (selaput selapis) di sekeliling
bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akibat terhambatnya
pengangkutan hara ke dalam sel dan meningkatnya hasil metabolisme di
dalam sel.
Bila konsentrasi berada di bawah batas minimum inhibitor, maka
kemampuan lemak sebagai inhibitor akan hilang. Keadaan ini disebabkan
lapisan monolayer pada dinding sel bakteri dapat dinetralisir oleh enzim
lipolisis yang diekskresikan oleh bakteri tersebut

(Muhtanem, 1980).

Penambahan lemak tidak hanya berfungsi sebagai anti mikrobial, namun juga
dapat meningkatkan cita rasa.
Sebaliknya Hammes et a/. (1971) menyatakan bahwa komposisi.lemak
yang terdapat pada bahan pangan mempunyai efek melindungi (protective

effect) mikroba terhadap pemanasan, pati dan protein juga mempunyai sifat
yang sama. Dengan demikian bahan pangan berlemak membutuhkan suhu
dan waktu pemanasan yang lebih tinggi dan lama.

4. Pemberian RempahBumbu

Rempah-rempah atau bumbu adalah sejenis tanaman atau sayuran
beraroma, baik berupa rimpang, daun, kulit pohon, buah, biji maupun bagian
tanaman lainnya yang digunakan untuk meningkatkan citarasa makanan
(Shankaracharya et a/., 1975). Pemberian rempah-rempah pada makanan
dapat meningkatkan cita rasa, aroma, nilai organoleptik, merangsang selera,
merangsang pencernaan dan alat pencernaan untuk siap sedia mencerna
makanan (De Wit et a/., 1978). Disamping itu juga dapat rnenghambat
aktifttas dan merangsang pertumbuhan bakteri tertentu (Moeljohardjo, 1975).
Menurut Purseglove et a/., (1981) rempah digunakan dalam makanan
adalah untuk meningkatkan selera dan nafsu makan, di samping itu juga
digunakan sebagai bahan pengawet dan fumigan. Oalam bidang farrnasi
rempah-rempah sering digunakan sebagai bahan untuk mencampur obatobatan serta untuk mengurangi rasa yang kurang sedap. Untuk mendapatkan

rasa dan aroma yang lebih murni, rempah-rempah dapat diolah menjadi
minyak atsiri dan oleoresin. Rasa khas yang ditimbulkan merupakan peranan
dari komponen aromatik pada minyak atsiri dan komponen pedas dati
oleoresin. Rasa ini dapat merangsang nafsu makan pada saat pencernaan
terganggu. Di samping itu juga rempahlbumbu berfungsi memperbaiki

penampakan makanan (Thomas, 1984). Selanjutnya Muhtanem (I
980)
menyatakan bahwa ekstrak ethanol pada beberapa rempah-rempah seperti :
jahe, lengkuas, cabai, bawang putih dan lada memiliki sifat anti mikrobial.
Wido (1982) menyatakan bahwa rimpang jahe menganduing sekitar empat
setengah persen alkohol, oleoresin (gingerin), lemak, protein dan vitamin A,

0, dan C.
Rempahlbumbu yang digunakan pada pembuatan Sie Reuboh adafah

cabe merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan jahe. Cabe (Capsicum sp)
biasanya digunakan sebagai bumbu dapur, bahan penyedap dan ramuan
obat-obatan tradisional. Buah cabe sangat bervariasi baik dalam ukuran,
bentuk, warna, flavor dan kepedasannya. Menurut Purseglove et a!., (1981)
buah cabe mengandung "fixed (fatty) oiln, kapsaisin (berasa pedas), resin,
protein, selulosa, pentosa dan mineral. Komponen kapsaisin yang
menyebabkan rasa pedas tersebut, salah satunya adalah kapsinoid.
Disamping itu kapsaisin pada cabe bersifat tidak befwama, mencair pada
suhu 6 5 ' ~dan pada suhu yang lebih tinggi akan menguap. Jumlah kapsaisin
pada cabe yang dianalisa dengan menggunakan kromatografi gaslcairan
berkisar antara 0,05 sampai 14 persen. Wama merah pada cabe disebabkan
oleh adanya pigmen-pigmen tertentu di dalam cabe, yaitu campuran pigmen
karotenoid.

Cabe merupakan salah satu bumbu dapur yang dapat merangsang
pertumbuhan mikroba, sehingga makanan yang terdapat cabe di dalammya
akan cepat menjadi rusak. Menurut Winamo dan Jennie (1974) penyebab

kerusakan makanan bercabe adalah kerusakan mikrobiologis yang umumnya
disebabkan oleh mikroba pembusuk seperti Bacterium anthomonas dan
Glasparium sp. Siswoputranto (1973) melaporkan bahwa untuk cabe kering
utuh, kerusakannya disebabkan oleh kapang Aspergillus flavus.
Selanjutnya Desrosier (1988) menyatakan bahwa minyak rempahrempah seperti minyak bawang putih, minyak jahe yang terdapat di dalam
bahan pangan disamping berfungsi sebagai agensia penyedap juga memiliki
daya mengawetkan. Bawang putih (Allium sativum) mengandung minyak
volatile, protein, selulosa dan mineral. Konsentrasi minyak volatil pada
bawang putih sekitar 0.1 persen, berwama kuning kecoklatan dan berbau
pedas (Thomas, 1984). Selanjutnya Thomas (1984) menyatakan bahwa
minyak vdatil bawang putih terdiri dan dialil disulfda (C6Hq0S2)sebanyak 60
persen, dialil trisulfida (C6Hq0S3)20 persen, alii propil disulfida (C6Hq2S2)
sebanyak 6 persen, sejumlah kecil dietil disulfida dan dietil polisulfida. Rasa
dan bau bawang putih yang khas disebabkan oleh dialii sulfida.
De Wit et al. (1978) menyatakan bahwa 1500 ug minyak bawang putih
per gram daging giling dapat menghambat produksi toksin Clostridium
botulinum type A (strain 73 A). Disamping itu, bumbu juga dapat
mempengaruhi komposisi kimia daging secara langsung karena mengandung
protein, lemak, karbohidrat dan mineral-mineral, seperti bawang putih
mengandung 4.5 gram protein tiap 100 gram bawang putih (Muchtadi dan
Setiawati, 1985). Jackson dan Shinn (1979) menyatakan bahwa bumbu

disamping berpotensi sebagai antimikrobial juga

merupakan media

pengkontaminasian mikroba ke dalam bahan pangan.
Kunyit (Curcuma domesfica val.) merupakan salah satu jenis rempahrempah yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu rimpang yang
berwarna kuning cerah. Selain digunakan sebagai bumbu, kunyit banyak
digunakan sebagai

pewarna, ramuan kosmetika tradisional dan obat

tradisional atau jamu (Prana dan Hawkes, 1981). Menurut Shankaracharya
dan Natarajan (1975) kunyit merupakan rempah yang tidak mempunyai toksik
terhadap makanan. Menurut Komisi Ahli FAONVHO batas yabg boleh
dikonsumsi setiap hari untuk kunyit adalah 2.5 gram per kilogram berat badan
(Sambaiah et al., 1982). Rimpang kunyit yang matang merngandung minyak
volatil, campuran minyak (iemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati,
vitamin dan beberapa mineral. Komponen utamanya adalah pati dengan
jumlah berkisar antara 40-50 persen berat kering. Kandungan kimia tersebut
berbeda-beda

tergantung

dari

daerah

pertumbuhan

serta

kondisi

pemanenannya ( Purseglove