Evaluasi Sumber Protein Alternatif Berbasis Perairan Sebagai Bahan Baku Pakan Juvenil Cobia (Rachycentron Canadum)

EVALUASI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF
BERBASIS PERAIRAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
JUVENIL COBIA (Rachycentron canadum)

SURYADI SAPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Evaluasi Sumber
Protein Alternatif Berbasis Perairan sebagai Bahan Baku Pakan Juvenil Cobia
(Rachycentron canadum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Suryadi Saputra
NIM C161110121

RINGKASAN
SURYADI SAPUTRA. Evaluasi Sumber Protein Alternatif Berbasis Perairan
sebagai Bahan Baku Pakan Juvenil Cobia (Rachycentron canadum). Dibimbing
oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, ENANG HARRIS, MIA
SETIAWATI dan WIDANARNI
Cobia, Rachycentron canadum (Linnaeus 1766) merupakan spesies ikan
karnivora laut yang relatif baru dalam akuakultur, dengan potensi tinggi untuk
peningkatan produksi secara global. Tingginya kinerja pertumbuhan (4-6
kg/tahun), rasio konversi pakan (1,5-1,8) dan kemampuan adaptasi ikan dalam
kondisi budidaya merupakan daya tarik bagi ikan cobia untuk dibudidayakan.
Dengan kriteria demikian, ikan cobia dapat diajukan menjadi kandidat spesies
utama dalam akuakultur
Saat ini pakan cobia masih menggunakan pakan ikan kerapu, harga cobia
yang rendah dengan biaya pakan yang tinggi mengakibatkan budidaya cobia tidak
berkembang. Berdasarkan perhitungan analisis dalam produksi 1 kg daging cobia,

biaya pakan menempati porsi terbesar yakni sekitar 85%-90% dari biaya
produksinya. Agar dapat menekan biaya produksi, maka perlu dikembangkan
pakan buatan khusus ikan cobia dan salah satu faktor penentu dalam menekan
biaya pakan adalah ketersediaan bahan baku.
Sampai saat ini bahan baku pakan utama adalah tepung ikan dan seiring
dengan perkembangan industri akuakultur secara global, permintaan akan tepung
ikan semakin meningkat. Tingginya permintaan dan fluktuasi ketersediaan tepung
ikan mengakibatkan melambungnya harga tepung ikan, pada akhirnya
meningkatkan biaya produksi.
Salah satu solusinya yaitu memanfaatkan bahan baku yang berasal dari
perairan. Perairan Indonesia memiliki potensi besar yang dapat dimanfaatkan
untuk mendapatkan sumber protein alternatif berbasis perairan, sehingga dapat
mengurangi atau menggantikan peran sumber protein dari tepung ikan dan tepung
kedelai yang berbasis terestrial. Beberapa penelitian telah berhasil memanfaatkan
sumber protein alternatif berbasis perairan dalam pakan ikan dan udang sebagai
pengganti tepung ikan yaitu tepung mikroalga dan mikrobial flok.
Berdasarkan uraian di atas, maka sumber protein alternatif berbasis perairan
memiliki potensi sebagai kandidat bahan baku pakan akuakultur, untuk
mengurangi atau mengganti peran tepung ikan dan bahan baku pakan berbasis
daratan. Namun saat ini kajian mengenai bahan baku tersebut untuk dijadikan

pakan ikan laut karnivora khususnya ikan cobia masih terbatas. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka dilakukan evaluasi terhadap sumber protein alternatif
berbasis perairan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, dilakukan produksi
kandidat bahan baku berbasis perairan, kemudian dikaji dan dievaluasi kandungan

nutriennya, untuk mengetahui potensinya sebagai bahan baku pakan akuakultur.
Lima jenis bahan baku yang berhasil diproduksi yaitu Mikroalga jenis Tetraselmis
chuii, Spirulina platensis dan Chaetoceros calcitrans, mikrobial flok dan klekap.
Bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan, salah satunya memiliki
kriteria kandungan nutrien kadar protein diatas 20%, hanya mikroalga jenis
Tetraselmis chuii, Spirulina platensis dan mikrobial flok yang memenuhi kriteria
tersebut.
Pada tahap kedua, bahan baku yang terpilih dari tahap pertama yaitu:
mikroalga jenis Tetraselmis chuii, Spirulina platensis dan mikrobial flok,
dievaluasi aktivitas enzim dan nilai biologisnya dalam pakan juvenil cobia. Hasil
penelitian yang diperoleh bahwa pakan Spirulina platensis memiliki aktivitas
enzim, kecernaan dan retensi protein yang lebih baik dibanding dengan pakan
mikrobial flok, namun nilai biologis pakan mikrobial flok lebih baik dibanding
pakan Spirulina platensis, sedangkan pakan yang mengandung Tetraselmis chuii
tidak dikonsumsi juvenil cobia. Secara umum, kedua bahan baku pakan tersebut

(Spirulina platensis dan mikrobial flok) tidak memberikan dampak negatif
terhadap pertumbuhan juvenil cobia.
Pada tahap akhir (tahap ketiga), dilanjutkan evaluasi kombinasi mikrobial
flok dan mikroalga Spirulina platensis (MFMS) dalam pakan juvenil cobia
terhadap kinerja pertumbuhan dan respons stres. Pemberian pakan yang
mengandung MFMS sebesar 15%, menunjukkan kinerja pertumbuhan yang
terbaik pada juvenil cobia dan pakan MFMS dapat diberikan hingga 30%, karena
tidak memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan juvenil cobia. Juvenil
cobia yang mengkonsumsi pakan MFMS 15% dan 30% dapat mengatasi dampak
fisiologis (stres) akibat perendaman air tawar.

Kata kunci: mikrobial flok, Spirulina platensis, enzim, nilai biologis

SUMMARY
SURYADI SAPUTRA. Evaluation of Waters-based Alternative Protein Sources
as Row Material for Juvenile Cobia (Rachycentron canadum) Fed. Supervised by
MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, ENANG HARRIS, MIA SETIAWATI and
WIDANARNI

Cobia, Rachycentron canadum (Linnaeus 1766) is a carnivorous marine fish

species that relatively new to aquaculture, with high potential for increased
production on a global basis. High performance growth (4-6 kg / year), high feed
conversion ratio (1,5-1,8) and its adaptability to the captivity condition were
increasing interest of aquaculturist to cultivate cobia. With those advantage, cobia
can be a prime candidate species in aquaculture.
Currently the feed of cobia using the feed grouper, the low prices of cobia
with high cost of feed resulting cobia aquaculture was not growing. Based on the
analysis calculation in the production of 1 kg of cobia, feed cost was the highest
part of cost production that is about 85% - 90%. Thus, to reduce the cost of
production, it was necessary to develop an artificial diet of cobia and the one
factor in reduced the cost of feed is the availability of raw materials.
Until now, the main raw material of feed is fishmeal and along with the
development of the global aquaculture industry, demand for fishmeal was
increasing. The high demand and fluctuations in the availability of fish meal
resulted in increased prices of fishmeal, ultimately increases the cost of
production.
The one solution for decreasing fish meal requirement was using waterbased raw materials, Due to the tropical archipelagic country, Indonesia has great
potential to obtain water-based alternative protein source in order to substitute fish
meal and soybean meal. Several studies indicated that microalgae and microbial
floc have high potential for substitute fish meal for fish and shrimp artificial feed.

Based on the considerations above, the water-based alternative protein
source has potency as a candidate for raw materials in aquaculture feed, to reduce
or substitute fish meal and land-based feed ingredients. However, the current
assessment to utilize the alternative raw material as feed for carnivorous fish
especially cobia was limited. The objectives of these study is to evaluate the
water-based alternative protein source for fish feed in three stages. The first stage
was produced Tetraselmis chuii, Spirulina platensis, Chaetoceros calcitrans,
microbial floc and klekap, then evaluated their nutrients content in order to
determine their potency as aquaculture feed ingredients. The raw materials whose
can be used as feed fish ingredients if has protein content minimum 20%. Based

on the criteria above, only Tetraselmis chuii, Spirulina platensis and microbial
floc were qualified as feed fish materials because have protein content above 20%.
The second stage was add Tetraselmis chuii, Spirulina platensis and
microbial floc respectively to the juvenile cobia feed, then evaluate their enzyme
activity and biological value after feed to juvenile cobia. The results indicated that
enzyme activity, protein digestibility and protein retention of Spirulina platensis
were better than microbial floc; mean while the biological value of microbial floc
was better than Spirulina platensis. On the contrary Tetraselmis chuii was not
consumed by juvenile cobia. Generally, feeding Spirulina platensis and microbial

floc do not have negative impact for the growth of juvenile cobia. The final stage
or third stage was continued evaluation of the combination of microbial floc and
microalgae Spirulina platensis (MFMS) in juvenile cobia fed on growth
performance and stress response. Feeding 15% of MFMS showed the best growth
performance in juvenile cobia and MFMS feed can be given up to 30%, because it
does not give a negative impact on the growth of juvenile cobia. Juvenile cobia
was consuming the feed MFMS 15% and 30% can reduce the physiological
impact (stress) due to fresh water immersion

Keywords: microbial floc, Spirulina platensis, enzyme, biological value

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


EVALUASI SUMBER PROTEIN ALTERNATIF
BERBASIS PERAIRAN SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN
JUVENIL COBIA (Rachycentron canadum)

SURYADI SAPUTRA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc
Staf pengajar Departemen Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ophirtus Sumule, DEA
Direktur Sistem Inovasi
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc
Staf pengajar Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ophirtus Sumule, DEA
Direktur Sistem Inovasi
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Judul Disertasi : Evaluasi Sumber Protein Alternatif Berbasis Perairan sebagai
Bahan Baku Pakan Juvenil Cobia (Rachycentron canadum)
Nama
: Suryadi Saputra

NIM
: C161110121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si
Anggota

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS
Anggota

Dr. Ir. Widanarni, M.Si
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Widanarni, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian:
Tertutup : 23 Juni 2016
Terbuka : 26 Juli 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah
sumber protein alternatif berbasis perairan, dengan judul Evaluasi Sumber Protein
Alternatif Berbasis Perairan sebagai Bahan Baku Pakan Juvenil Cobia
(Rachycentron canadum).
Penulis sangat menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan
penulisan disertasi ini tidak akan dapat berjalan lancar tanpa dukungan banyak
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi, M.Si, Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, Dr. Ir.
Mia Setiawati, M.Si dan Dr. Ir. Widanarni, M.Si selaku ketua dan anggota komisi
pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc dan Dr. Ir.
Ophirtus Sumule, DEA selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan terbuka
atas saran-saran yang diberikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang telah memberikan beasiswa periode September 2011 sampai Agustus 2014.
Selanjutnya, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Badruddin, MSi., Ir. Tati
Sri Paryati, MM dan Ir. Mimid Abdul Hamid, M.Sc selaku Kepala Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut Lampung periode 2009 – 2012 dan 2012 – 2015 dan
2015 sampai sekarang. Ungkapan terima kasih kepada Dr. Suci Antoro, M.Sc.,
Silfester Basidoe, S.Pi., Yuwana Pudja, S.Pi., Emi Rusyani, S.Pi., M.Si.,
Julinasari Dewi S.Pi, teman-teman Divisi Perbenihan, Divisi Budidaya,
Laboratorium Fitoplankton dan Zooplankton Divisi Pakan Alami, Laboratorium
Kualitas Air Divisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan serta seluruh staf dan
karyawan-karyawati. Karyawan-karyawati Balai Layanan Usaha Produksi
Perikanan Budidaya Karawang. Drh. Toha Tusihadi selaku Kepala Loka
Penyidikan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang beserta seluruh karyawan dan
karyawati yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih juga saya
sampaikan kepada teman-teman di Laboratorium Nutrisi ikan dan Laboratorium
Kesehatan Ikan BDP, FPIK, IPB. Terima kasih untuk teman-teman AKU 2011
yaitu Dr. Ir. Muh. Alias L. Rajamuddin, M.Si., Dr. Ir. Azis Hamzah, M.Si., Dr. Ir.
Mohamad Amin, M.Si., Dr. Ir. Iis Diatin, MM., Dr. Ir. Akhmad Taufiq Mukti,
M.Si., Dr. Ir. Media Fitri Isma Nugraha, M.Si., Dr. Ir. Ade Sunarma, M.Si., Dr. Ir.
Yani Hadiroseyani, M.Si., Dr. Ir. Irzal Effendi, M.Si., Dr. Ir. Ricky Djauhari,
M.Si., Dr. Ir. Marlina Achmad, M.Si dan Ir. Ridwan Tobuku, M.Si. Semoga
kerjasama dan persaudaraan kita tetap terjalin. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada istri dan anak tercinta, Desy Marlina dan Rizqi Fakhry
Albanna; kedua orang tua H. Kamardi Said dan Hj Anita Wirda; Adik-adik yang
tersayang Sri Aisyah, Nurhamidah, Nuraida dan Laila Misbah; bapak dan ibu
mertua Anwar St Jamaris dan Yusnidar; saudara ipar Dedy Eka Saputra dan Deny
Trio Putra beserta seluruh keluarga besar atas doa dan kasih sayang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat mendukung
kemajuan ilmu pengetahuan bidang akuakultur di Indonesia.
Bogor, Juli 2016
Suryadi Saputra

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

xii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kebaruan (novelty)
Waktu dan Tempat Penelitian

1
1
3
5
5
5
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Profil Ikan Cobia
Kebutuhan Nutrisi Ikan Cobia
Enzim Pencernaan dan Perannya dalam Proses Pencernaan Ikan
Bahan Baku Pakan Berbasis Perairan
Interaksi Imunitas ikan dengan bahan baku
Gambaran Darah Ikan
Kimia Darah
Stres

7
7
8
10
13
15
16
17
20

TAHAP SATU

21

ABSTRAK

21

1 PENDAHULUAN

22

2 METODE
Waktu dan Tempat
Kandidat Bahan Baku
Produksi Bahan Baku
Analisis Kimia Bahan Baku

24
24
24
24
26

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

26
26
31

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

TAHAP DUA

35

ABSTRAK

35

1 PENDAHULUAN

36

2 METODE
Waktu dan Tempat
Persiapan Bahan Baku
Formulasi Pakan
Pemeliharaan Ikan
Pengumpulan Data
Analisis Biokimia
Analisis Statistik

37
37
37
39
40
40
41
41

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

43
43
47

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

51
51
51

TAHAP TIGA

53

ABSTRAK

53

1 PENDAHULUAN

54

2 METODE
Waktu dan Tempat
Persiapan Bahan Baku
Formulasi Pakan
Pemeliharaan Ikan
Pengumpulan Data
Analisis Kimia
Analisis Statistik

56
56
56
58
59
60
60
60

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

63
63
69

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

76
76
76

PEMBAHASAN UMUM

77

SIMPULAN UMUM

80

DAFTAR PUSTAKA

81

RIWAYAT HIDUP

122

DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.

Kandungan nutrisi bioflok
Produksi bahan baku sumber protein alternatif berbasis perairan
Kandungan nutrien bahan baku sumber protein berbasis perairan
Perbandingan hasil analisis proksimat bahan baku tepung ikan dan
sumber protein berbasis daratan dengan bahan baku berbasis perairan
(berat kering)
5. Indeks asam amino essensial (IAAE) tepung ikan dan tepung kedelai
dengan bahan baku berbasis perairan (%)
6. Komposisi asam lemak bahan baku uji (% bahan)
7. Komposisi proksimat dan asam amino (% bahan) bahan baku pakan
8. Kandungan asam lemak (% bahan) bahan baku pakan
9. Komposisi pakan perlakuan
10. Aktivitas enzim pencernaan dan rasio enzim tripsin/kemotripsin
(T/K) pada juvenil cobia
11. Kecernaan protein, glikogen dan lemak pada organ otot dan hati serta
nilai hepatosomatik indek (HSI) pada juvenil cobia
12. Data analisis HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density
Lipoprotein), TG (Triglyserida), protein dan glukosa darah pada
juvenil cobia
13. Gambaran darah pada juvenil cobia
14. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR), Laju Pertumbuhan Harian (SGR),
Efisiensi Pakan (EP) dan Retensi Protein (RP) pada juvenil cobia.
15. Retensi asam amino essensial pada juvenil cobia
16. Retensi protein, kecernaan protein dan nilai biologis bahan baku yang
diberikan pada juvenil ikan cobia
17. Komposisi proksimat dan asam amino (% bahan) bahan baku pakan
MFMS
18. Komposisi formulasi pakan dan hasil proksimat pakan perlakuan.
19. Profil asam amino pakan perlakuan (% bahan)
20. Tingkat kelangsungan hidup (SR), pertumbuhan relatif (WG), laju
pertumbuhan harian (SGR), rasio konversi pakan (FCR), retensi
protein (RP) dan retensi lemak (RL) juvenil cobia yang diberi pakan
MFMS.
21. Retensi asam amino essensial juvenil cobia yang diberi pakan MFMS
22. Kadar glikogen dan lemak pada otot dan hati serta indek
hepatosomatik (HSI) juvenil cobia yang diberi pakan MFMS

15
27
28

29
30
31
38
39
40
44
44

45
45
46
46
47
57
58
59

64
65
65

23. Parameter gambaran darah juvenil cobia yang diberi pakan MFMS
24. Parameter serum darah juvenil cobia yang diberi pakan MFMS.
25. Aktivitas enzim pencernaan pada usus juvenil cobia yang diberi
pakan MFMS
26. Kadar kortisol dan glukosa pada serum darah juvenil cobia setelah
dilakukan perendaman air tawar.

66
66
67
69

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir perumusan masalah penelitian
2. Profil tubuh ikan cobia (Rachycentron canadum)
3. Pertumbuhan berat tubuh (g) juvenil cobia yang diberikan pakan
MFMS.
4. Pertumbuhan panjang tubuh (cm) juvenil cobia yang diberikan pakan
MFMS.
5. Kadar kortisol juvenil cobia selama 24 jam yang diberi pakan MFMS
setelah perendaman air tawar
6. Kadar glukosa juvenil cobia selama 24 jam yang diberi pakan MFMS
setelah perendaman air tawar

4
8
63
64
68
68

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Formula pupuk untuk produksi mikroalga (BBPBL 2007)
Metode kultur klekap (petunjuk teknis Krawang)
Prosedur analisis proksimat (AOAC 1990)
Prosedur analisis asam amino esensial (AOAC 1999)
Uji aktifitas enzim
Prosedur analisis kadar glukosa terlarut (Wedemeyer and Yasutake
1977)
7. Prosedur analisis kadar protein terlarut (Bradford, 1976)
8. Prosedur pengamatan gambaran darah Ikan
9. Prosedur pengukuran glikogen hati dan otot
10. Prosedur pengukuran kimia darah
11. Prosedur pengujian konsentrasi kortisol dengan metode RIA
12. Analisis statistik tahap 2
13. Analisis statistik tahap 3

91
92
93
96
97
98
99
100
102
103
104
105
108

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Cobia, Rachycentron canadum merupakan spesies ikan laut karnivora yang
relatif baru dalam akuakultur, mempunyai potensi yang tinggi untuk peningkatan
produksi secara global (Liao and Leano 2007). Hal ini menarik perhatian
masyarakat akuakultur untuk membudidayakannya, dikarenakan performa
pertumbuhan yang cepat, dapat mencapai ukuran pasar 4-6 kg dalam setahun
(Zhou et al. 2005), tingginya efisiensi konversi pakan pada fase juvenil berkisar
1,5 – 1,8 (Chou et al. 2004) dan faktor yang paling menarik adalah ikan ini dapat
beradaptasi, dipijahkan dan dibesarkan dalam kondisi budidaya (Liao et al. 2004),
Dengan kriteria demikian, ikan cobia dapat diajukan menjadi kandidat spesies
utama dalam akuakultur (Mach et al. 2010).
Permasalahan yang muncul dalam produksi ikan cobia adalah belum adanya
pakan praktis khusus cobia, pakan yang diberikan masih menggunakan pakan
komersil ikan laut lainnya seperti pakan ikan kerapu, bawal atau kakap, sedangkan
harga jual ikan ini masih rendah. Saat ini pakan komersil ikan laut berkisar Rp.
16.000 – Rp. 18.000, maka untuk pemeliharaan cobia hingga mencapai ukuran
konsumsi dengan konversi pakan sekitar 2-2,5, dibutuhkan biaya pakan sebesar
Rp. 32.000 – Rp. 45.000 per kg ikan cobia. Sementara itu, harga jual ikan cobia
dipasaran lokal berkisar antara Rp. 35.000 – Rp. 40.000 per kg, hal inilah yang
menyebabkan budidaya ikan cobia sulit berkembang. Berdasarkan perhitungan
analisis dalam produksi 1 kg daging cobia, biaya pakan menempati porsi terbesar
yakni sekitar 85-90% dari biaya produksi cobia, Agar dapat menekan biaya
produksi, maka perlu dikembangkan pakan buatan khusus ikan cobia dan salah
satu faktor penentu dalam menekan biaya pakan adalah ketersediaan bahan baku.
Saat ini, tepung ikan merupakan bahan baku paling diandalkan dalam pakan
akuakultur. Hal ini karena tepung ikan memiliki kandungan protein tinggi dengan
profil asam amino seimbang yang dibutuhkan organisme akuatik. Tepung ikan
mengandung protein 60-80% dan hampir 80-95% dapat dicerna ikan serta
memiliki jumlah asam amino lisin dan metionin yang tinggi, yaitu dua jenis asam
amino yang jumlahnya rendah pada bahan-bahan pakan yang berasal dari
tumbuhan (Lovell 1989). Namun bahan baku pakan ini ketersediaannya terbatas,
oleh karena permintaan yang meningkat dan adanya kompetisi dengan kebutuhan
manusia sehingga harganya naik terus (mencapai dua kali lipat) dan tepung ikan
dengan kandungan protein tinggi masih diimpor.
Berbagai penelitian sudah dilakukan dalam upaya mengurangi atau
mengganti tepung ikan dengan memanfaatkan sumber protein alternatif yang
berbasis daratan seperti meat bone meal (Ai et al. 2006), poultry meal (Zhou et al.

2
2011; Ma et al. 2014) dan soybean meal (Chou et al. 2004; Zhou et al. 2005; Lin
and Lou 2011; Ma et al. 2014). Namun bahan baku tersebut masih diimpor
sehingga harganya tergantung dengan nilai tukar dolar dan terdapat zat anti nutrisi
pada soybean meal seperti saponin, fitoestrogen, anti tripsin, asam fitat dan
alergen yang dapat memberikan dampak negatif pada pertumbuhan (Lin and Lou
2011).
Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku tepung ikan dan bahan baku
berbasis daratan, maka perlu dicari sumber protein alternatif lainnya. Namun
sumber protein alternatif lainnya harus memiliki beberapa kriteria seperti: bahan
baku harus mengandung nutrien yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan,
diutamakan dari sumber nabati, tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan
manusia, hasil samping produk dan jumlah tersedia melimpah (Suprayudi 2010).
Salah satu solusi yang termasuk dalam kriteria bahan baku sumber protein
alternatif tersebut di atas, yakni pemanfaatan potensi yang berasal dari perairan
Indonesia.
Perairan Indonesia memiliki potensi besar yang dapat dimanfaatkan dalam
upaya mendapatkan sumber protein alternatif berbasis perairan, untuk mengurangi
atau menggantikan peran sumber protein dari tepung ikan dan bahan baku
berbasis terestrial. Beberapa penelitian yang telah memanfaatkan sumber protein
alternatif berbasis perairan dengan mensubstitusi tepung ikan pada pakan ikan dan
udang, yaitu mikroalga (Vizcaino 2014; Walker and Berlinsky 2011; OliveraNovoa et al. 1998; Ju et al. 2012) dan mikrobial flok (Avnimelech 2007; Bauer et
al. 2012; Kuhn et al. 2009).
Mikroalga telah lama menjadi pakan alami larva udang dan ikan, sehingga
memiliki potensi sebagai sumber protein alternatif dalam akuakultur. Menurut
Maisahvili et al. (2015), mikroalga kaya akan protein, karbohidrat dan lemak yang
merupakan komponen penting yang dibutuhkan hewan. Demikian pula mikrobial
flok, sumber protein alternatif yang merupakan campuran heterogen dari
mikroorganisme, partikel anorganik, koloid, polimer organik, kation dan sel mati
(De Schryver et al. 2008), juga memiliki kandungan nutrien yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Flok dihasilkan dari konversi nitrogen
anorganik terutama amoniak oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa mikroba
yang mengandung protein, lemak, karbohidrat dan vitamin C (Crab et al. 2010 ;
Crab 2010).
Salah satu kandidat bahan baku lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pakan yaitu klekap. Klekap merupakan pakan alami dalam budidaya
ikan bandeng dan dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan udang. Poernomo
(1979) menyatakan bahwa klekap dapat dimanfaatkan sebagai pakan udang, hal
ini dikarenakan adanya Bacillariophyceae yang mengandung kadar protein yang
tinggi (22,9%). Untarso (1987) mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian
dalam skala laboratorium, organisme penyusun klekap yang ditemukan yakni dari
tiga kelas yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae dan Bacillariophyceae, pada kelas

3
Bacillariophyceae paling banyak jenis yang ditemukan dan jumlahnya
mendominasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka sumber protein alternatif berbasis perairan
memiliki potensi sebagai kandidat bahan baku pakan akuakultur, untuk
mengurangi atau mengganti peran tepung ikan dan bahan baku pakan berbasis
daratan. Namun saat ini kajian mengenai bahan baku tersebut untuk dijadikan
pakan ikan laut karnivora khususnya ikan cobia masih terbatas. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka dilakukan evaluasi terhadap sumber protein alternatif
berbasis perairan dalam tiga tahap. Tahap pertama, memproduksi kandidat bahan
baku dengan kajian kandungan nutrien berupa analisis proksimat, asam amino dan
asam lemak; dilanjutkan dengan tahap kedua, dengan mengevaluasi aktivitas
enzim dan nilai biologis bahan baku yang terpilih dari tahap pertama dalam pakan
juvenil cobia. Tahap akhir atau tahap ketiga dilakukan evaluasi kinerja
pertumbuhan dan respons stres juvenil cobia yang diberikan pakan yang
mengandung bahan baku terpilih dari tahap kedua.
Perumusan Masalah
1.

2.

3.

Sintesis permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah :
Ikan cobia merupakan kandidat spesies ikan laut utama dalam akuakultur,
hingga kini masih memiliki kendala dalam produksi sebagai ikan konsumsi.
Salah satu faktor penyebabnya adalah belum adanya pakan praktis dengan
kandungan kadar protein yang optimal bagi pertumbuhan ikan cobia. Pakan
yang digunakan selama ini masih menggunakan pakan komersil ikan laut
jenis lain (pakan ikan kerapu, bawal atau kakap), dengan harga per
kilogramnya relatif tinggi, yakni sekitar Rp. 16.000 – Rp. 18.000.
Dengan konversi pakan sekitar 2-2,5 untuk mendapatkan ukuran ikan
konsumsi, maka dalam produksi 1 kg ikan cobia, dibutuhkan biaya pakan
sebesar Rp. 32.000 – Rp. 45.000. Sementara itu, harga jual ikan cobia
dipasaran lokal dalam kisaran antara Rp. 35.000 - Rp. 40.000 per kg, hal
inilah yang menyebabkan budidaya ikan cobia sulit berkembang.
Biaya pakan yang berkisar 85-90% dari biaya produksi, karena bahan
bakunya masih diimpor, sehingga diperlukan bahan baku alternatif untuk
menekan biaya produksi. Bahan baku yang diproyeksikan dapat dijadikan
sumber protein alternatif yakni sumber protein berbasis perairan. Bahan baku
yang memiliki kriteria antara lain: tidak berkompetisi dengan kebutuhan
pangan manusia, diutamakan nabati, jumlah tersedia melimpah dan
berkesinambungan serta memiliki kandungan nutrien sesuai kebutuhan ikan.
Untuk produksi akuakultur berkelanjutan, maka mikroalga, mikrobial flok
dan klekap dapat dimanfaatkan dalam pakan buatan ikan sebagai upaya
mengurangi atau menggantikan tepung ikan dan bahan baku yang berbasis
daratan.

4
Kerangka pemikiran perumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam
bentuk bagan dibawah ini:

Cobia
EKONOMI

FISIOLOGI
- Karnivora pelagis
- Pertumbuhan yang cepat
- Daging berkualitas
- Dapat diadaptasikan,
dipijahkan dan dibesarkan
dalam kondisi budidaya
- Dapat mengkonsumsi pakan
buatan

- Dibandingkan dengan ikan
laut lainnya, waktu
pemeliharaan relatif lebih
singkat untuk mencapai
ukuran konsumsi yang sama
- Diterima konsumen dan
- Segmen pasarnya sudah
terbentuk

KANDIDAT SPESIES UTAMA AKUAKULTUR
PERMASALAHAN PRODUKSI COBIA
Belum adanya pakan praktis cobia
Menggunakan pakan ikan laut lain
Harga jual yang lebih rendah
Biaya pakan cobia 85-90%
Dari biaya produksi
(bahan baku impor)
Lokal

Ekspor

Ukuran 2-3 kg
Pemeliharaan 6-8 bulan
FCR ± 2

Ukuran 4-6 kg
Pemeliharaan 12 bulan
FCR ± 2.5

Biaya pakan per kg
daging Rp 32.000

Menggunakan
pakan ikan laut
lain
Rp 16.000 Rp18.000

Biaya pakan per kg
daging Rp 45.000

Harga jual ikan cobia Rp. 35.000 – Rp. 40.000 per kg
Budidaya ikan cobia sulit berkembang

Dicari bahan baku alternatif
untuk menekan biaya produksi
Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah penelitian

5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sumber protein alternatif
berbasis perairan sebagai bahan baku pakan juvenil cobia dan secara khusus
bertujuan untuk:
1. Mengevaluasi kandungan nutrien bahan baku berbasis perairan hasil budidaya
dengan kajian analisis proksimat, asam amino essensial dan asam lemak
essensial.
2. Mengevaluasi aktivitas enzim dan nilai biologis bahan baku terpilih dari tahap
satu pada pakan juvenil cobia.
3. Mengevaluasi kinerja pertumbuhan dan respons stres juvenil cobia yang
diberikan pakan mengandung bahan baku terpilih dari tahap dua.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan produktivitas usaha budidaya ikan laut terutama pada ikan cobia
dan menyediakan informasi terkait dengan bahan baku pakan yang dihasilkan
melalui pemanfaatan sumber protein alternatif berbasis perairan. Pada akhirnya
formulasi pakan berbasis perairan diharapkan dapat menekan biaya produksi dan
turut meningkatkan produksi akuakultur.
Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum ruang lingkup dan tahapan pelaksanaan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Tahap pertama : Evaluasi kandungan nutrien berbagai sumber protein hasil
budidaya berbasis perairan antara lain: mikroalga (jenis
Tetraselmis chuii, Spirulina platensis dan Chaetoceros
calcitrans), mikrobial flok dan klekap sebagai kandidat
bahan baku pakan juvenil cobia.
2. Tahap kedua
: Evaluasi aktivitas enzim dan nilai biologis pemberian bahan
baku terpilih dari tahap satu yaitu: mikroalga jenis T. chuii,
S. platensis dan mikrobial flok sebagai pakan juvenil cobia.
3. Tahap ketiga
: Evaluasi pemanfaatan sumber protein berbasis perairan
dalam pakan buatan dengan menggunakan bahan baku
terpilih dari tahap 2 yaitu: kombinasi mikrobial flok dan
mikroalga S. platensis terhadap kinerja pertumbuhan dan
respons stres juvenil cobia.
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan hipotesis:

6
a. Jika sumber protein alternatif berbasis perairan dalam formulasi pakan buatan
mampu menggantikan peran sumber protein berbasis daratan maka sumber
protein berbasis perairan dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan.
b. Jika bahan baku berbasis perairan mengandung bahan-bahan aktif, maka bahan
baku berbasis perairan dapat mengatasi dampak fisiologis (stres) akibat
perendaman air tawar.
Kebaruan (novelty)
Kebaruan dari penelitian ini adalah:
1. Bahan baku pakan berbasis perairan (mikroalga Spirulina platensis dan
mikrobial flok) memiliki kandungan nutrien dan nilai biologis yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku pakan juvenil cobia.
2. Kombinasi kedua bahan baku tersebut dapat digunakan untuk menggantikan
bahan baku berbasis daratan tanpa mengurangi kinerja pertumbuhan dan
kinerja fisiologis juvenil cobia.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2013 – Januari 2015 dengan
menggunakan fasilitas Laboratorium Basah Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung dan Tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan
Budidaya (BLUPPB) Karawang serta analisis yang dilakukan di:
- Lab. Nutrisi Ikan BDP FPIK IPB
: Proksimat
- Lab. Kesehatan Ikan BDP FPIK IPB
: Gambaran darah
- Lab. Kimia Terpadu IPB
: Asam Lemak
- Lab. Terpadu Dept. Ilmu Nutrisi & Tek Pakan IPB
: HDL, LDL & TG
- Lab. Isotop/Radioaktif Balitnak Bogor
: Kortisol & glukosa
- Lab. PT Saraswanti Indo Genetech Bogor
: Asam amino
Secara bertahap, penelitian yang dilakukan meliputi:
- Tahap pertama : Produksi bahan baku berbasis perairan (mikroalga Tetraselmis
chuii, Spirulina platensis, Chaetoceros calcitrans, mikrobial
flok dan klekap ) dengan kajian kandungan nutrien (proksimat,
asam amino dan asam lemak) selama 6 bulan (Januari – Juni
2014).
- Tahap kedua : Pemeliharaan juvenil cobia di akuarium dengan menggunakan
pakan yang mengandung bahan baku mikrobial flok dan
mikroalga jenis Tetraselmis chuii dan Spirulina platensis
selama 35 hari (September – Oktober 2014).
- Tahap ketiga : Pemeliharaan juvenil cobia di bak beton dengan menggunakan
pakan kombinasi mikrobial flok dan Spirulina platensis selama
40 hari (Desember 2014 – Januari 2015) dan untuk uji respons
stres selama 24 jam setelah fase aklimatisasi selama 7 hari.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Profil Ikan Cobia
Cobia merupakan ikan pelagis yang suka bermigrasi dan tersebar luas pada
perairan subtropis dan tropis seluruh dunia, kecuali bagian tengah dan timur
Samudra Pasifik. Ikan ini menyukai hewan krustasea sebagai makanannya, namun
hewan-hewan invertebrata lain dan ikan juga dimakannya. Ikan ini biasanya
ditemukan mencari makan secara sendirian atau dalam kelompok kecil, dari laut
dangkal di daerah terumbu karang hingga laut lepas (Shaffer and Nakamura
1989). Ikan ini dikenal dengan nama Ling, Lemonfish, Crabeater dan Cobio,
namun nama-nama umum standar dari FAO adalah: di Inggris, cobia; Perancis,
mafou; Spanyol, cobia (Shaffer and Nakamura 1989; Kaiser and Holt 2007).
Penulisan nama ilmiah ikan cobia diambil dari dua kata dari bahasa Yunani,
yaitu kata ‘rachis’ mempunyai arti jalur tulang punggung dan kata ‘kentron’
mempunyai arti duri tajam. Ikan cobia termasuk ke dalam kelas Osteichthyes yang
merupakan satu-satunya spesies dari famili Rachycentridae. Ikan cobia memiliki
tubuh yang panjang dengan kepala agak pipih, pita gelap pada sisi lateral yang
memanjang dari mata sampai pangkal ekor, sirip dorsal pertama berupa duri
berjumlah 7 sampai 9 yang tidak dihubungkan oleh membran (Shaffer and
Nakamura 1989; Kaiser and Holt 2007).
Penelitian budidaya cobia pertama kali dilaporkan pada tahun 1975, dengan
mengumpulkan telur cobia liar di lepas pantai Carolina Utara. Hasil penelitian
tersebut berupa pengamatan perkembangan larva dan pemeliharaan selama 131
hari, kesimpulan yang diambil bahwa cobia memiliki potensi perikanan budidaya
yang baik, oleh karena pertumbuhan cepat dan kualitas daging yang baik.
Penelitian lanjutan pada cobia, dilakukan di akhir 1980an dan awal 1990an di
Amerika Serikat dan Taiwan. Laporan terjadi pemijahan yang pertama kali di
awal 1990an di Taiwan, Provinsi China. Pada tahun 1997, teknologi budidaya
dengan telah berkembang di Taiwan dengan pembesarannya di keramba jaring
apung (Kaiser and Holt 2007). Di Indonesia, laporan penelitian keberhasilan
pemijahan pertama kali pada tahun 2007 oleh Balai Besar Riset Kelautan dan
Perikanan Gondol Bali. Ikan cobia yang dipijahkan merupakan hasil tangkapan
dari perairan Pegametan Bali. Pada tahun 2009, Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut Lampung telah berhasil mengembangkannya menjadi sebuah paket
teknologi pemijahan dan pembesaran ikan cobia di bak terkendali dan keramba
jaring apung (KJA).
Ikan laut karnivora yang memiliki gerakan aktif ini, telah menarik
perhatian masyarakat akuakultur untuk membudidayakannya, hal ini disebabkan
performa pertumbuhan cepat yang dapat mencapai 4-6 kg dalam setahun (Chou et
al. 2001), tingginya efisiensi konversi pakan pada fase juvenil berkisar 1,5 – 1,8
(Chou et al. 2004) serta mudah beradaptasi pada pemeliharaan di keramba (Liao

8
et al. 2004), menjadikan ikan ini kandidat utama spesies akuakultur (Mach et al.
2010).
Profil tubuh ikan cobia ditampilkan pada Gambar 1 dan klasifikasinya
menurut Shaffer and Nakamura (1989) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Gnathostomata
Class : Osteichthyes
Superorder : Acanthopterygii
Order : Perciformes
Suborder : Percoidei
Family : Rachycentridae
Genus : Rachycentron
Species : Rachycentron canadum (Linnaeus 1766)

Gambar 2. Profil tubuh ikan cobia (Rachycentron canadum)

Kebutuhan Nutrisi Ikan Cobia
Cobia, seperti hewan lainnya membutuhkan keseimbangan dalam pakannya
untuk dapat tumbuh dan hidup sehat. Kelengkapan nutrisi dalam pakan mutlak
diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan ikan dapat berlangsung secara
normal. Kebutuhan nutrisi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral pakan ikan berbeda menurut jenis dan ukurannya (Gatlin 2002). Pada ikan
cobia, informasi kebutuhan nutrisi secara optimal hingga kini banyak ditemukan
pada fase juvenil, sedangkan untuk induk dan cobia ukuran konsumsi masih
sangat terbatas (Fraser and Davies 2009).
Protein
Protein adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada formulasi
pakan ikan. Nutrien dibutuhkan sebagai: bahan-bahan pembentuk jaringan tubuh
yang baru (pertumbuhan) atau pengganti jaringan tubuh yang rusak, sebagai bahan
baku untuk pembentukan enzim, hormon, antibodi dan bahan baku untuk
penyusun protein plasma serta sebagai sumber energi. Kebutuhan ikan akan

9
protein dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air,
kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein.
Keseimbangan antara energi dan kadar protein sangat penting dalam laju
pertumbuhan, karena apabila kebutuhan energi kurang, maka protein akan dipecah
dan digunakan sebagai sumber energi. Pemakaian sebagian protein sebagai
sumber energi ini akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Buwono
2000). Protein dalam pakan dengan nilai biologis tinggi akan memacu
penimbunan protein tubuh lebih besar dibanding dengan protein yang bernilai
biologis rendah. Peningkatan kelebihan energi dari pakan yang dikonsumsi
menyebabkan jumlah total protein yang ditimbun menurun, akan tetapi bagian
energi yang diretensi akibat meningkatnya energi yang dikonsumsi menyebabkan
terjadinya penimbunan lemak tubuh. Atas dasar ini maka pemberian protein pada
pakan ikan harus berada pada batas tertentu agar dapat memberikan pertumbuhan
maksimum bagi ikan dan efisiensi pakan yang tinggi.
Setiap ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya
ikan membutuhkan protein sekitar 35–50% dalam pakannya (Hepher 1990). Fase
juvenil cobia merupakan fase ikan membutuhkan protein yang relatif tinggi
sebagai sifat alami ikan karnivora (Fraser and Davies 2009). Protein yang
dibutuhkan juvenil cobia untuk pertumbuhan yang minimum sebesar 40% dan
untuk mencapai pertumbuhan yang maksimun cobia membutuhkan protein
sebesar 44.5% (Chou et al. 2001).
Kualitas protein bahan baku atau pakan, terutama ditentukan oleh
kandungan asam amino esensialnya, semakin rendah kandungan asam amino
esensialnya maka mutu protein semakin rendah pula. Penentuan kualitas protein
dapat dilakukan dengan membandingkan komposisi asam amino essensial yang
dikandung bahan baku pakan dengan standar kebutuhan asam amino essensial
hewan uji. Secara kuantitatif, kebutuhan protein terkait dengan umur/ukuran,
tingkat kematangan gonad, kondisi lingkungan dan kondisi fisiologis. New (1987)
mengemukakan bahwa asam amino yang terkandung di dalam pakan dalam
jumlah yang rendah akan bersifat sebagai limiting amino acid. Defiensi asam
amino pada bahan baku tidak sama, oleh karena itu defisiensi pada salah satu
asam amino pada suatu bahan dapat dikombinasi dengan asam amino yang sama
dari bahan baku yang berbeda.
Arginin merupakan asam amino pembatas yang sangat diperlukan bagi
pertumbuhan optimal ikan muda, fungsinya selain berperan dalam sintesis protein,
asam amino ini juga berperan dalam biosintesis amonia. Kadar arginin dan
amonia dapat mempengaruhi tingkat penggunaan asam amino lainnya yakni lisin.
Lisin merupakan asam amino essensial pembatas dalam protein nabati dan apabila
terjadi defisiensi lisin dalam pakan, maka akan menyebabkan pertumbuhan
terhambat. Mai et al. (2006) menyatakan defisiensi arginin akan mengakibatkan
penggunaan lisin meningkat sehingga pertumbuhan menjadi lebih lambat. Lisin

10
dibutuhkan ikan dalam pertumbuhannya, kekurangan asam amino lisin akan
mengakibatkan ikan menjadi kehilangan selera makan dan pertumbuhan ikan
menjadi lambat pada ikan japanese sea bass. Pada juvenil cobia, kebutuhan asam
amino lisin dalam protein pakan untuk pertumbuhan maksimal sebesar 2.33%
(Zhou et al. 2007).
Lemak
Lemak pada pakan mempunyai peranan penting bagi ikan, karena berfungsi
sebagai sumber energi dan asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi
membran atau jaringan sel yang penting bagi organ tubuh tertentu, membantu
dalam penyerapan vitamin yang terlarut dalam lemak, bahan baku hormon dan
untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC 1993).
Lemak dalam satu unit yang sama mengandung energi dua kali lipat
dibandingkan dengan protein dan karbohidrat. Jika lemak yang dikonsumsi dapat
memberikan energi yang cukup untuk kebutuhan metabolisme, maka sebagian
protein yang di konsumsi dapat digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan bukan
digunakan sebagai sumber energi (NRC 1993). Takeuci et al. (1996)
mengemukakan bahwa kandungan protein pakan rainbow trout dapat diturunkan
dari 48% menjadi 35% tanpa menurunkan pertambahan bobot badan, jika kadar
lemak pakan ditingkatkan dari 15% menjadi 20%. Akan tetapi penambahan lemak
didalam pakan perlu diperhatikan kuantitasnya, karena kadar lemak didalam
pakan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penyimpanan lemak yang
berlebihan didalam tubuh ikan (NRC 1993). Pada juvenil cobia, kebutuhan
optimum untuk tumbuh sebesar 5.67% (Chou et al. 2001).
Lemak pakan harus mengandung asam lemak yang tidak dapat disintetis
tubuh yaitu asam lemak esensial. Watanabe and Pongmaneerat (1988)
mengemukakan bahwa ikan rainbow trout yang mengalami defisiensi asam lemak
esensial memperlihatkan gejala efisiensi pakan yang menurun, pertumbuhan
rendah, erosi sirip dan mortalitas meningkat. Kebutuhan ikan akan asam lemak
esensial berbeda untuk setiap spesies ikan (NRC 1993). Perbedaan ini
dihubungkan dengan habitatnya, ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam
lemak n-3 atau kombinasi asam lemak n-3 dan n-6 (Hepher 1990).
Enzim Pencernaan dan Perannya dalam Proses Pencernaan Ikan
Dalam proses pencernaan, makanan yang dicerna dipecah menjadi molekulmolekul yang lebih sederhana sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan
masuk ke dalam aliran darah. Pencernaan merupakan proses yang berlangsung
terus menerus yang bermula dari pengambilan pakan dan berakhir dengan
pembuangan sisa pakan. Pencernaan pakan meliputi hidrolisis protein menjadi
asam-amino atau polipeptida sederhana, karbohidrat menjadi gula sederhana dan
lipid menjadi gliserol dan asam lemak. Proses pencernaan secara fisika maupun
kimia berperanan penting. Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan adanya

11
enzim perncernaan seperti protease, karboksilase dan lipase (Zonneveld et al.
1991).
Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang diserap oleh hewan
(Lovell 1989). Pengetahuan tentang kecernaan bahan pakan sangat diperlukan
dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian dari berbagai bahan
pakan yang berbeda. Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrient yang dicerna
oleh berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan
masuk ke dalam sistem peredaran darah. Kecernaan ikan terhadap bahan baku
pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, sifat kimia air, suhu air, jenis
pakan, ukuran, umur ikan, kandungan nutrien pakan, frekuensi pemberian pakan,
sifat fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang
terdapat dalam saluran pencernaan pakan (NRC 1993; Hepher 1990).
Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis dalam sel dan
dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Enzim
pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel
mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver and Hardy
2002). Oleh karena itu perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan
perkembangan aktivitas enzim dalam rongga saluran pencernaan. Enzim-enzim
tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan
karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung
menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH
rendah. Pilorik kaeca yang merupakan perpanjangan dari usus yang berfungsi
mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus yaitu
enzim pencernaan protein, lemak dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan
scdikit basa. Cairan pankreatik kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang
aklivitasnya optimal sedikit di bawah pH basa. Di samping itu cairan ini juga
mengandung amilase, maltase dan lipase. Ikan yang tidak memiliki lambung dan
pilorik kaeka, aktivitas proteolik terutama berasal dari cairan pankreatik. (Watford
and Lam 1993).
Kecernaan (digestibility) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) jenis pakan
yarg dimakan dan kadar kepekaan pakan terhadap pengaruh enzim pencernaan,
(2) aktivitas enzim-enzim pencernaan dan (3) lama waktu pakan yang dimakan
terkena aksi enzim pencernaan. Masing-masing faktor di atas dipengaruhi oleh
berbagai faktor sekunder yang berkaitan dengan ikan tersebut (spesies, umur,
ukuran) dan kondisi fisiologis, yang berkaitan dengan lingkungan (temperatur),
dan yang berkaitan dengan pakannya (komposisi pakan, ukuran partikel dan
jumlah pakan yang dimakan). Kecernaan berbeda antar spesies ikan, hal ini terjadi
akibat perbedaan sistem dan enzim-enzim pencernaan (De Silva and Anderson
1995).
Analisis kecernaan pakan dapat dilakukan dengan mengumpulkan feses.
Ketika pakan melalui saluran pencernaan, tidak semua pakan dicerna dan diserap.

12
Bagian yang tidak dicerna dibuang dalam bentuk feses (Hepher 1990). Kecernaan
pakan dan nutrien dapat ditentukan dengan menggunakan indikator yang
mempunyai sifat mudah diindentifikasi atau tidak diserap, sehingga dapat
melewati saluran pencernaan. Kromium (Cr2O3) dapat digunakan sebagai
indikator dalam menentukan kecernaan pakan dengan asumsi semua khrom
trioksida melalui sistem pencernaan dan terlihat dalam feses (NRC 1993).
Kromium yang digunakan pada penentuan kecernaan ikan adalah 0,5-1,0%
(Watanabe and Pongmaneerat, 1988).
Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada
kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan.
Perkembangan saluran pencenaan tersebut berlangsung secara bertahap dan
setelah mencapai ukuran/umur tertentu saluran pencernaan mencapai
kesempurnaan.
Perkembangan struktur alat pencernaan ini diikuti oleh
perkembangan enzim pencernaan dan perubahan kebiasaan makan (food habit).
Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim
pencernaan. Kuzmina (1996) mengungkapkan bahwa tersedianya substrat
merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan
mamalia. Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan
selulase yang rendah dapat meningkatkan aktivitas protease pada ikan rainbow
trout.
Enzim protease menguraikan rantai-rantai peptida dari protein. Peptidase
diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase yang bergantung pada
letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul.
Endopeptidase
menghidrolisis protein dan peptida-peptida rantai panjang menjadi peptida-peptida
pendek. Endopeptidase penting antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen
pepsinogen, tripsin dari trypsinogen dan kimotripsin dari kimotripsinogen.
Eksopeptidase
menghidrolisis
peptida
menjadi
asam-asam
amino.
Karboksipeptidase, aminopeptidase dan dipeptidase termasuk dalam kelompok
eksopeptidase.
Alfa-amilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati
menjadi glukosa. Enzim ini memutuskan ikatan 1,4-α -glukosidik dan mengubah
pati menjadi glukosa dan maltosa. Lipase adalah enzim penting dalam pencemaan
lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Hepher 1990).
Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang
diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Satu unit enzim adalah
jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu
1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim
bergantung pada konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH dan inhibitor.
Dinyatakan pula bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan
aktif pada pH 2 sampai 4 (Huisman 1976).

13
Bahan Baku Pakan Berbasis Perairan
Bahan baku pakan merupakan faktor utama yang harus tersedia dalam
pembuatan pakan. Berdasarkan keutamaan produk maka bahan baku dibedakan
menjadi produk utama dan hasil samping dan berdasarkan sumber bahan baku
pakan, digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu bahan baku yang berasal
dari tumbuhan (nabati) dan berasal dari hewan (hewani). Bahan baku pakan nabati
semakin meningkat digunakan dalam pakan, akan tetapi menggantikan tepung
ikan dengan sumber protein nabati secara keseluruhan tidak selalu mencapai
kesuksesan karena menurunnya pallatabilitas pakan sehingga pertumbuhan dan
efisiensi pakan menjadi rendah. Beberapa protein nabati kekurangan satu atau
lebih asam amino esensial, sehingga penggunaan protein nabati sebagai bahan
baku utama pada pakan, harus ditambahkan suplemen asam amin