Perubahan Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan

(1)

canadum

) AKIBAT PENGUKUSAN

LIDIA BR SEBAYANG

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan NURJANAH.

Ikan cobia (Rachycentron canadum) merupakan ikan dengan prospek yang tinggi dalam dunia perikanan karena memiliki pertumbuhan cepat sehingga mudah dibudidayakan, mempunyai kualitas daging yang bagus berwarna putih dapat diolah sebagai bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi proksimat (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) serta menganalisis pengaruh pengukusan terhadap rendemen, asam lemak, dan kolesterol daging ikan cobia. Metode analisis yang digunakan adalah analisis proksimat, asam lemak, dan kolesterol pada daging ikan cobia segar dan kukus.

Pengukusan filet daging ikan cobia dilakukan selama 15 menit, kemudian dilakukan karakterisasi kimia dan hasilnya dibandingkan dengan karakterisasi kimia filet daging ikan cobia segar. Kadar proksimat daging ikan cobia segar, yaitu kadar air 77,64% (bb) menurun setelah pengukusan menjadi 66,33% (bb) sebesar 11,31%. Kadar abu daging ikan cobia segar 4,89% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 3,83% (bk) sebesar 1,06%. Kadar protein daging ikan cobia segar 46,22% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 37,11% (bk) sebesar 9,11%. Kadar lemak daging ikan cobia segar 41,10% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 15,05% (bk) sebesar 26,05%. Kadar karbohidrat daging ikan cobia segar 7,73% (bk) meningkat setelah pengukusan menjadi 44,00% (bk) sebesar 36,27%.

Asam lemak jenuh tertinggi adalah palmitat pada daging ikan cobia segar 19,64% relatif sama setelah pengukusan sebesar 19,22%. Asam lemak tak jenuh tertinggi adalah oleat pada daging ikan cobia segar 14,24% relatif sama setelah pengukusan sebesar 14,35%. EPA daging ikan cobia segar 1,83% relatif sama setelah pengukusan sebesar 2,05% serta DHA daging ikan cobia segar 6,12% relatif sama setelah pengukusan sebesar 6,80%. Kolesterol daging ikan cobia segar 310 mg/100 g menurun setelah pengukusan menjadi 260 mg/100 g sebesar 50 mg/100 g.


(3)

canadum

) AKIBAT PENGUKUSAN

LIDIA BR SEBAYANG C34080021

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Nama : Lidia Br Sebayang NRP : C34080021

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si NIP. 1970 0807 1996 03 2 002

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Nurjanah, M.S NIP. 1959 1013 1986 01 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. NIP. 1958 0511 1985 03 1 002


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Perubahan Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Lidia Br Sebayang C34080021


(6)

Penulis dilahirkan di Lau Peranggunen pada tanggal 16 November 1989 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Alm. Peringeten Sebayang dan Sita Br Tarigan. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri Lau Peranggunen tahun 1996/2002, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Tanah Pinem tahun 2002/2005. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Tigabinanga dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Mahasiswa Karo (periode 2008/2012), Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (periode 2008/2012), organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2012 dan Ikhtiologi tahun ajaran 2010/2012. Penulis juga salah satu penerima Beasiswa Eka Tjipta Foundation yang berkerjasama dengan PT. Sinar Mas (periode 2008/2012).

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Perubahan Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan” dibawah bimbingan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Nurjanah, MS.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Perubahan Kandungan Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi dan Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi selaku dosen penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Dr. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku ketua komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Bapak Sukadi, Bapak Minjoyo, Ibu Asmanik, dan Ibu Eva selaku pihak dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung yang telah membantu penulis dalam pengadaan bahan baku penelitian dan semangat serta motivasi yang diberikan.

6. Keluarga terutama Alm. Bapak P.Sebayang dan Ibu S. Br Tarigan serta kakak dan abangku tercinta (Asma Waty Br Sebayang, Erwin Sebayang, Dellina Br Sebayang) yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Keponakan dan sepupuku Sella, Silli, Yosepa, Brema, Eric, Nobel, Septian, Nova, Novi, Adit, Rahel, dan Ruth untuk semangat dari setiap canda dan tawa kalian.


(8)

9. Euis Nur Aisyah dan Vini Oktorina (Tim Cobia) atas doa, kebersamaan, nasehat, semangat, dan dukungan selama ini.

10.Teman-teman THP 45 terutama Dita Barus, Trinita, Marisa, Silvia, Hana, Ningrum, Hilma, Fitri, Edo, Putu Dia, Wina, Rivi, Aulia, Iis, Dwi Sari dan yang lainnya atas dukungan serta semangat yang telah banyak membantu penulis.

11.Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staf Dosen, Tata Usaha (mas Adi, Bapak Ade, mas Mail, mba Ema, dan Ibu Etang), dan staf laboratorium (bu Ema, mas Zaky, mas Andri, mas Saeful, mba Dini, mba Lastri, mas Andri, dan mba Sinta), serta teman-teman THP 44, 46 dan 47 yang telah memberikan dorongan dan semangat.

12.Teman-teman kosan Pondok Putri terutama Kak Wenny, Kak Wahyu, Kak Posma, Kak Viva, Kak Dora, Dibar, Ester, Dewi, Putri, Heni, Mely, Kikai, Wirda, Rara, Kiki, Astra, Septy, Evi, Febi, Fe, Erti, Fani, Riska, Melisa, Anis, Aum, Dian, Satriani, Gusti, Nikita, Kristina, Nella, Dita dan yang lainnya atas dukungan serta semangat yang telah banyak membantu penulis.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2012 Lidia Br Sebayang


(9)

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1 PENDAHULUAN………. ... 1

1.1 Latar Belakang . ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Cobia (Rachycentron canadum) ... 3

2.2 Lipid ... 4

2.2.1Asam lemak ... 4

2.2.2Kolesterol ... 8

2.3 Pengukusan ... 10

2.4 Kromatografi Gas (Gas Chromatography)... 10

3 METODE ... 11

3.1 Waktu dan Tempat... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 12

3.3.1 Preparasi sampel ... 12

3.3.2 Pengukusan ... 13

3.3.3 Analisis dan percobaan analisis data ... 14

3.4 Analisis ... 15

3.4.1 Rendemen ... 15

3.4.2 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 15

a)Analisis kadar air (AOAC 2005)... 15

b)Analisis kadar abu (AOAC 2005) ... 16

c)Analisis kadar protein (AOAC 2005) ... 16

d)Analisis kadar lemak (AOAC 2005) ... 17

e)Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005) ... 18

3.4.3 Analisis asam lemak (AOAC 2005) ... 18


(10)

4.2 Rendemen Ikan Cobia (Rachycentron canadum )………. 21

4.3 Komposisi Kimia Ikan Cobia (Rachycentron canadum) ... 22

4.3.1Kadar air... 23

4.3.2Kadar abu ... 24

4.3.3Kadar protein ... 25

4.3.4Kadar lemak ... 25

4.3.5Kadar karbohidrat ... 26

4.4Asam Lemak Ikan Cobia (Rachycentron canadum ) ... 26

4.5Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum ) ... 30

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(11)

No Halaman

1 Ikan cobia (Rachycentron canadum) ... 3

2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida (asam lemak)... 4

3 Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3 ... 7

4 Struktur EPA dan DHA ... 8

5 Struktur kimia kolesterol ... 8

6 Proses pembentukan plak... 9

7 Diagram alir penelitian ... 13

8 Persentase rendemen ikan cobia segar ... 21


(12)

No Halaman

1 Ukuran dan berat rata-rata ikan cobia (Rachycetron canadum) ... 20

2 Komposisi kimia daging cobia segar dan kukus tanpa kulit ... 23

3 Komposisi kimia ikan cobia dibudidayakan dan tidak dibudidayakan ... 23

4 Komposisi rata-rata asam lemak daging ikan cobia ... 27

5 Komposisi asam lemak pada ikan layur, tenggiri, tongkol, dan cobia ... 30


(13)

No Halaman

1 Lokasi pengambilan sampel ikan cobia ... 37

2 Analisis ragam kadar proksimat daging ikan cobia (bk) ... 37

3 Kromatogram standar asam lemak ... 38

4 Analisis ragam asam lemak daging ikan cobia ... 43


(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan cobia (Rachycentron canadum) merupakan ikan pelagis yang hidup di daerah terbuka tropis, subtropis, dan estuari. Ikan cobia memiliki potensi tinggi untuk dibudidayakan dan dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur ekspor. Ikan cobia dijadikan salah satu ikan unggulan di Taiwan melalui budidaya bahkan negara tersebut mendapat julukan master of cobia. Selain di Taiwan ikan cobia juga dibudidayakan di Cina, Vietnam, Jepang, Indonesia, Amerika, Malaysia, dan Karabia (Liao dan Leano 2007). Indonesia telah berhasil membudidayakan ikan cobia, yaitu di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Kandungan gizi yang khas dari ikan, yaitu asam lemak tak jenuh majemuk omega-3, terdiri dari eucosapentanoic acid (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA). Asam lemak tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat dalam mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan pada anak-anak untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3 dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Leblanc et al. 2008).

Ikan cobia (Rachycentron canadum) menjadi ikan dengan prospek yang tinggi dalam dunia perikanan karena pertumbuhannya cepat, yaitu bisa mencapai 5-6 kg selama 12 bulan dan 8-10 kg selama 16 bulan, memiliki kualitas daging putih yang baik, dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, dan perbandingan biaya produksi yang rendah (Liao dan Leano 2007). Daging ikan cobia menunjukkan perbedaan kualitas berdasarkan kandungan asam lemak, yaitu adanya kandungan asam lemak memberikan aroma yang khas pada daging ikan cobia setelah diberikan proses pemanasan, diantaranya pengukusan. Ikan cobia juga diolah dengan cara digoreng, direbus untuk makanan sup, dan dibuat menjadi sashimi, serta olahan makanan lainnya (Amzia dan Aishah 2011).


(15)

Pengukusan merupakan salah satu jenis pengawetan waktu pendek yang dipakai oleh banyak negara terutama di Asia Tenggara. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan cobia dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia daging ikan tersebut. Pengolahan dengan panas memberikan pengaruh terhadap nilai gizi suatu produk tidak hanya dari suhu saja, tetapi juga dari lamanya pemberian panas dan bentuk sampel yang dikukus (Harris dan Karmas 1989). Pengetahuan tentang perubahan yang terjadi pada suatu bahan akibat proses pengolahan perlu diketahui sehingga dapat menentukan metode pengolahan yang tepat.

Informasi mengenai kandungan gizi ikan cobia ini masih sedikit, padahal spesies ikan ini memiliki prospek tinggi di pasaran global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari ikan cobia adalah dengan mengkaji kandungan asam lemak dan kolesterol yang terkandung pada ikan tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai komposisi proksimat dan kandungan asam lemak serta kolesterol ikan cobia sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pengolahan selanjutnya menjadi sumber bahan pangan bergizi tinggi, terutama omega-3. Informasi dasar mengenai ikan cobia ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan akan komposisi gizi komoditas hasil perairan untuk meningkatkan kesehatan serta dasar pemanfaatan untuk sumberdaya pangan dimasa depan. 1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh pengukusan terhadap komposisi proksimat, kandungan asam lemak, dan kolesterol daging ikan cobia (Rachycentron canadum).


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan cobia (Rachycentron canadum)

Ikan cobia adalah jenis ikan berukuran besar termasuk ikan pelagis besar yang terdistribusi di perairan estuari, subtropis, dan tropis kecuali di bagian Barat Pasifik yang berpusat di Teluk Meksiko. Ikan cobia dewasa tidak terdapat di laut antara Bulan Maret dan Oktober serta dipercaya bermigrasi dari daerah perairan tropis ke daerah yang lebih dingin. Bertelur di perairan tropis Teluk Meksiko yang jauh dari pantai atau tepi laut antara Bulan April dan Oktober, telur dan larvanya dikumpulkan dari ekosistem perairan estuari di Florida. Ikan ini salah satu komoditas perairan yang diunggulkan karena pertumbuhannya cepat (Dity dan Shaw 1992). Adapun klasifikasi ikan cobia menurut Linneus 1766 diacu dalam MFB 2008 adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Rachycentridae Genus : Rachycentron

Spesies : Rachycentron canadum

Gambar 1 Ikan Cobia (Rachycentron canadum) (Sumber: MFB 2008). Penulisan nama ilmiah ikan cobia diambil dari dua kata dari bahasa Yunani, yaitu kata „rachis‟ mempunyai arti jalur tulang punggung dan kata


(17)

Actinopterygii yang merupakan satu-satunya spesies dari famili Rachycentridae. Ikan cobia dikenal dengan nama Ling, Lemonfish, Crabeater, dan Cobio yang memiliki tubuh yang panjang dengan kepala agak pipih, pita gelap pada sisi lateral memanjang dari mata sampai pangkal ekor, sirip dorsal pertama berupa duri berjumlah 7 sampai 9 yang tidak dihubungkan oleh membran (MFB 2008). 2.2 Lipid

Lemak didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik. Definisi lain mengenai lemak ialah suatu molekul yang disintesis oleh sistem biologis yang memiliki rantai alifatik hidrokarbon yang panjang sebagai struktur utamanya (Suhardi et al. 2007). Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.

HO-CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)-OCH2 HO-CH HO-CH CH3(CH2)14C(O)O-CH CH3(CH2)14C(O)O-CH2

(a) monogliserida (b) digliserida CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O-CH2 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O-CH CH3(CH2)14C(O)O-CH2

(c) trigliserida

Gambar 2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida (asam lemak). 2.2.1 Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid. Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai atom karbon 4 sampai 24, memiliki gugus karboksil tunggal, dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Davenport dan Johnson 1971). Penamaan asam lemak


(18)

berdasarkan pada jumlah atom karbon dan posisi ikatan tak jenuh dari gugus karboksilnya.

Asam lemak dapat dibedakan berdasarkan tingkat kejenuhan yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SAFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid). Asam lemak jenuh memiliki titik cair lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh dan merupakan dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak yang tersusun oleh asam lemak tak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar, sedangkan lemak yang tersusun oleh asam lemak jenuh akan berbentuk padat. Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) (Ketaren 1986).

Berbagai jenis asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid) dan karakteristiknya meliputi: (O‟Keefe 2002 diacu dalam Abadi 2007).

1) Asam lemak n-3 (omega-3)

Bentuk paling umum dari omega-3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA), asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega-3 dapat dihasilkan dari minyak ikan yang terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat.

a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12

dan Δ15 asam oleat. Asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA

primer biosintesis asam lemak.

b)Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada

hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat pada bagian tubuhnya.

Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (±20-25% berat tubuhnya) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan.

c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)

Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah melibatkan dasaturasi Δ6 pada hewan.


(19)

d)Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)

Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan (±8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. 2) Asam lemak n-6 (omega-6)

Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berbagai jenis asam lemak omega-6 dan karakteristiknya meliputi:

a) Asam linoleat (18:2n-6)

Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed oil walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat ditemukan beberapa cadangan makanan.

b)Asam γ-linolenat (18:3n-6)

Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh Δ6 desaturasi untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat.

c) Dihomo-asam-γ-linolenat (20:3n-6)

Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial, yaitu asam arakhidonat.

d)Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.

e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)

Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam arakhidonat dan sedikit terdapat pada jaringan hewan.

3) Asam lemak n-9 (omega-9)

Asam lemak omega-9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak non-esensial, yaitu asam lemak yang dapat disintesis oleh tubuh. Asam oleat


(20)

merupakan omega-9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting. Berbagai jenis asam lemak omega-9 dan karakteristiknya meliputi: a) Asam oleat (18:1n-9)

Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat, serta diproduksi dari tumbuhan, hewan, dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi PUFA (Almatsier 2006).

b)Asam erukat (22:1n-9)

Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Struktur kimia dan metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3.

Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak asam lemak n-9

18:1(9) oleat

asam lemak n-6 18:2 (9, 12)

linoleat

asam lemak n-3 18:3 (9, 12, 15)

α-linolenat α-linolenat

6-desaturase 6-desaturase 6-desaturase

18:2 (6, 9) 18:3 (6, 9, 12) 18:4 (6, 9, 12, 15)

elongase elongase elongase

20:2 (8, 11) 20:3 (8, 11, 14) 20:4 (8, 11, 14, 17) 5-desaturase 5-desaturase 5-desaturase

20:3 (5, 8, 11) 20:5 (5, 8, 11, 14, 17)

eikosapentaenoat (EPA) 20:4 (5, 8, 11, 14)

arakhidonat

22:3 (7, 10, 13) 22:4 (7, 10, 13, 16) 22:5 (7, 10, 13, 16,19) elongase elongase

elongase

22:4 (4, 7, 10, 13) dokosatetraenoat

22:6 (4, 7, 10, 13, 16, 19) dokosaheksaenoat (DHA) 22:5 (4, 7, 10, 13, 16)

dokosapentaenoat

4-desaturase


(21)

yang merupakan kelompok omega-3 adalah (18:3; ALA), (22:6; DHA), dan (20:5; EPA).

(a) EPA (b) DHA

Gambar 4 Struktur EPA dan DHA (Sumber: Hidajat 2003).

Eucosapentanoic acid (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA) berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994). Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid mempunyai fungsi (Budianto 2009) sebagai berikut:

1) memelihara integritas dan fungsi membran seluler;

2) merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis, yaitu prostaglandin, thromboksan, dan prostasiklin;

3) dibutuhkan untuk aksi piridoksin (vitamin B6) dan asam pantotenat; 4) dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

2.2.2 Kolesterol

Kolesterol merupakan kelompok sterol yang termasuk golongan lipid. Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan beberapa zat esensial, yaitu (1) asam empedu yang dibuat oleh hati, (2) homon-hormon steroid, (3) vitamin D, dan (4) pembentukan semua membran sel (Freeman dan Junge 2005).


(22)

Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati. Kolesterol tidak dapat disirkulasikan dalam aliran darah dengan sendirinya karena kolesterol tidak larut dalam cairan darah dan dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein yang dapat dianggap sebagai „pembawa‟ (carier) kolesterol dalam darah agar dapat dikirim ke seluruh tubuh. Ada dua jenis lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah (Colpo 2005), yaitu kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein).

1) Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)

Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah dan yang tinggi menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor utama penyakit jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan.

2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)

Kolesterol ini tidak berbahaya mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Rendahnya keadaan kolesterol HDL dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan melekat pada dinding arteri kemudian akan berkembang dan disebut plak. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis. Plak akan dapat mempersempit dan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah. Proses pembentukan plak pada darah dapat dilihat pada Gambar 6 (Wehrman 1997).

Gambar 6 Proses pembentukan plak. Arteri Normal

Arteri dengan penumpukan lemak Sekat

Otot Plak

Penumpukan lemak (kolesterol)


(23)

2.3 Pengukusan

Pengukusan merupakan cara memasak dengan menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Bahan makanan dibiarkan dalam panci tertutup dan dibiarkan mendidih. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan baku sehingga tekstur bahan baku tersebut menjadi kompak. Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal (Apriyantono 2002).

Pengukusan yang sering digunakan, yaitu pengukusan dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro, dan pengukusan dengan gas panas. Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang lebih besar dibandingkan dengan pengukusan menggunakan air karena adanya pemanasan yang hampir sama diseluruh bagian bahan. Pengukusan konvensional pada bahan di bagian tepi akan mengalami pengukusan yang berlebihan, sedangkan pada bagian tengah hanya mengalami pengukusan yang sedikit (Susangka et al. 2006). Pengurangan zat gizi pada pengukusan tidak sebesar pada proses perebusan. Pengukusan juga sering dilakukan industri sebelum proses pengalengan bahan makanan dilakukan dengan tujuan untuk menonaktifkan enzim, bukan untuk membunuh mikroba (Harris dan Karmas 1989).

2.4 Kromatografi Gas (Gas Chromatography)

Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas Chromatography (GC). Bidang pangan menggunakan kromatografi gas untuk menetapkan kadar antioksidan dan bahan pengawet makanan, serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan, minyak, produk susu, dan lain-lain (Fardiaz 1989). Proses setelah analisis asam lemak pada lemak yang diekstrak dari daging ikan harus melalui tahap esterifikasi. Persiapan yang biasa dilakukan untuk sejumlah kecil metil ester dari asam lemak untuk kromatografi gas adalah dengan menggunakan campuran methanol dan boron trifluorida (BF3) (Fogerty 1971). Reaksi esterifikasi asam lemak dalam bahan pangan adalah:


(24)

3 METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari-April 2012 di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; dan Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan; serta Laboratorium Terpadu Baranang Siang, Institut Pertanian Bogor.

3.2Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama, yaitu ikan cobia (Rachycentron canadum) dari Perairan Lampung. Bahan untuk analisis proksimat meliputi akuades, tablet kjeldahl atau selenium untuk mempercepat terjadinya reaksi, HCl 0,1 N (merck) sebagai titrasi, NaOH 40% (merck) berfungsi untuk menetralkan dan pembentukan nitrogen, H2SO4 (merck) berfungsi menjadikan sampel dalam suasana asam dan pendektruksi sampel, H3BO3 2% (merck) untuk menampung larutan sampel, kertas saring, kapas bebas lemak, pelarut heksana sebagai bahan ekstraksi, bromocresol green 0,1% (merck) dan methyl red 0,1% (merck) sebagai indikator. Bahan yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N (merck) dalam metanol sebagai proses penyabunan, boron trifluorida (BF3) 20% (merck) sebagai katalis (mempercepat reaksi), NaCl jenuh (merck) untuk menghindari emulsi, isooktan untuk media distribusi metil ester, syringe dan Na2SO4 anhidrat (merck) berfungsi untuk menjerat air yang masih ada di dalam isooktan. Bahan yang digunakan untuk analisis kolesterol yaitu, etanol dan n-heksana yang berfungsi melarutkan lemak, alkohol, asetat anhidrat (merck) dan H2SO4 pekat (merck) sebagai pereaksi.

Standar asam lemak yang digunakan adalah standar campuran yang mengandung 37 komponen asam lemak produk Supelco meliputi butirat (C4:0), kaprinoat (C6:0), kaprilic (C8:0), kaprat (C10:0), undekanoat (C11:0), laurat


(25)

(C12:0), tridekanoat (C13:0), miristat (C14:0), miristoleat (C14:1), pentadekanoat (C15:0), cis-10-pentadekanoat (C15:1), palmitat (C16:0), palmitoleat (C16:1), heptadekanoat (C17:0), cis-10-heptadekanoat (C17:1), stearat (C18:0), elaidat (C18:1n9t), oleat (oleat C18:1n9c), linolelaurat (C18:2n6t), linoleat (C18:2n6c), linolenat (C18:3n3), g-linolenat (C18:3n6), arakidat (C20:0), cis-11-eikosenoat (C20:1), Cis-11,14-eikosedienoat (C20:2), cis-8,11,14-eikosetrienoat (C20:3n6), cis-11,14,17-eikosetrienoat (C20:3n3), arakidonat (C20:4n6), EPA (C20:5), heneikosanoat (C21:0), behenat (C22:0), erukat (C22:1n9), dokosadienoat (C22:20, DHA (C22:6), trikosanoat (C23:0), lignoserat (C24:0), dan nervonat (C24:1).

Alat yang digunakan untuk preparasi bahan baku antara lain cool box dan timbangan digital (Sartoruis TE 1502S). Alat yang digunakan untuk analisis proksimat adalah alumunium foil, timbangan digital (Sartoruis TE 1502S), oven (Yamato Drying Oven DV 41), tanur (Yamato Muffle Furnace FM 38), kjeldahl (Labentech), dan Soxhlet (Sibata Water Bath SB-6). Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah timbangan digital (Sartoruis TE 1502S) dan perangkat kromatografi gas (identifikasi asam lemak) dengan merk Shimadzu GC 2010. Alat yang digunakan untuk analisis kolesterol adalah timbangan digital (AND GR-300) dan vortex (mixer VM 300).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Preparasi sampel

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan cobia (Rachycentron canadum) dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Lokasi pengambilan sampel disajikan pada Lampiran 1. Sampel ikan cobia sebanyak 5 ekor dibawa dengan cool box hingga ke Laboratorium kemudian diukur panjang dan berat. Ikan cobia dipreparasi untuk diambil daging dan jeroannya serta dilakukan perhitungan rendemen daging ikan cobia. Daging ikan cobia yang akan diuji dalam keadaan segar dicacah terlebih dahulu, sedangkan daging cobia yang akan diuji dalam keadaan sudah dikukus tidak dicacah, namun terlebih dahulu dikukus. Pencacahan daging ikan cobia dilakukan setelah


(26)

pengukusan. Daging cobia segar dan kukus yang telah dicacah disimpan dalam alumunium foil dan dimasukkan ke dalam frezeer sebelum dianalisis. Penelitian ini dilakukan pada daging ikan segar dan daging ikan kukus diuji dua (2) ulangan dan masing-masing diduplo.

3.3.2 Pengukusan

Pengukusan dilakukan selama 15 menit dengan suhu awal air 80 oC. Daging ikan cobia yang belum dicacah dimasukkan ke dalam kukusan setelah mencapai suhu 80 oC yang meningkat hingga 100 oC. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir penelitian. Sampel ikan cobia

Identifikasi ikan cobia

Ikan cobia (Rachycentron canadum)

Penentuan ukuran dan berat

Pengukusan daging cobia yang belum dicacah (80-100 oC;15 menit)

Daging cobia segar yang belum dicacah

Pencacahan Pencacahan

Preparasi ikan cobia (pemisahan daging dan jeroan)

Analisis kimia (proksimat, asam lemak, dan kolesterol) Penentuan rendemen


(27)

3.3.3Rancangan dan percobaan analisis data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengukusan terhadap kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol ikan cobia adalah dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor dan 2 taraf (segar dan kukus). Data analisis dengan ANOVA (Analysis of Variant) menggunakan uji F terlebih dahulu. Model rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:

yijk = µ + Ai + Bj + (ABij) + έij Keterangan:

yij = hasil pengamatan faktor A taraf ke-I (I = 1, 2) dan faktor B taraf ke-j (j = 1, 2, 3) pada ulangan ke-k (k = 1, 2, 3)

µ = rataan umum

Ai = pengaruh faktor kondisi sampel (faktor A) taraf ke-i Bj = pengaruh faktor jenis pelarut (faktor B) taraf ke-j

(ABij) = pengaruh interaksi kondisi sampel taraf ke-i dan jenis pelarut taraf ke-j

έijk = sisaan akibat kondisi sampel taraf ke-i dan jenis pelarut taraf ke-j pada

ulangan ke-k

Hipotesis terhadap hasil pengujian kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol pada daging ikan cobia sebagai berikut:

H0 = Pengukusan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol.

H1 = Pengukusan memberikan pengaruh terhadap kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol.

Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi ikan cobia, maka dilanjutkan dengan uji Duncan, rumusnya sebagai berikut:

Duncan = q (p,dbs) √

Keterangan : q = nilai tabel q dbs = derajat bebas sisa p = banyaknya perlakuan r = banyaknya ulangan


(28)

3.4 Analisis

3.4.1 Rendemen (AOAC 2005)

Metode yang digunakan untuk perhitungan rendeman berdasarkan persentase bobot bagian tubuh terhadap bobot ikan cobia awal. Perhitungan rendemen:

% Rendemen = Bobot contoh(g) x 100% Bobot total (g) 3.4.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi daging ikan cobia secara kasar (crude) meliputi kadar air menggunakan metode oven, kadar abu menggunakan tanur, protein menggunakan metode kjeldahl, dan lemak menggunakan metode soxhlet serta karbohidrat dihitung secara by difference. a) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada daging ikan cobia. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel daging ikan cobia ditimbang seberat 5 g. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air:

% Kadar air = B - C x 100%

B - A

Keterangan:

A = Berat cawan poselen kosong (g)

B = Berat cawan poselen dengan daging ikan cobia (g)


(29)

% Kadar abu = C - A x 100%

B - A

b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada daging ikan cobia terkait dengan mineral. Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu sekitar 105 oC selama 30 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Daging ikan cobia yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar abu: Keterangan:

A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan daging ikan cobia (g)

C = Berat cawan porselen dengan daging ikan cobia setelah dikeringkan (g) c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis protein untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada daging ikan cobia. Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Daging ikan cobia ditimbang seberat satu gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setengah tablet kjeldahl atau selenium dimasukkan ke dalam labu kjeldahl yang berfungsi untuk mempercepat reaksi tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening.

(2) Tahap destilasi

Sampel yang telah didestruksi dilarutkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan akuades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes


(30)

indikator (cairan methyl red dan bromocresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi biru.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali.

Perhitungan kadar protein:

% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko) x N HCl x 14 x FP x 100% mg daging ikan cobia

% Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25) d)Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel daging ikan cobia seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan kemudian labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) disambungkan dengan soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 80 oC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.

Saat destilasi, pelarut akan tertampung disoxhlet dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak:

% Kadar lemak = W3– W2 x 100% W1

Keterangan: W1 = Berat daging ikan cobia (g) W2 = Berat labu kosong (g)


(31)

e) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung menggunakan rumus:

Karbohidrat (%) = 100 % - (% abu + % air + % lemak +% protein) 3.4.3 Analisis asam lemak (AOAC 2005)

Analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah lemak menjadi turunannya, yaitu dalam bentuk metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja dalam pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan dan suhu bahan. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan mentah, lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat. Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi lemak, metilasi, injeksi, dan identifikasi kromatogram hasil analisis. (a) Tahap ekstraksi lemak

Tahap ekstraksi lemak dilakukan menggunakan pelarut non polar (petroleum ether) dengan metode soxhlet. Bobot contoh yang ditimbang sebanyak 7-10 g bahan untuk memperoleh lemak dan hasilnya dalam bentuk minyak.

(b) Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi untuk membentuk senyawa turunan dari lemak menjadi metil esternya. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N; boron trifluorida (BF3); dan isooktan. Sebanyak kurang lebih 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 °C, kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada


(32)

waterbath dengan suhu 80 °C selama 20 menit, kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml NaCl jenuh dan 1 ml isooktan ditambahkan kemudian dikocok. Larutan isooktan pada fase atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam vial gelas 2 ml yang didalammya sudah terdapat Na2SO4. Sebanyak 1 µl sampel diinjeksi ke dalam injektor gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi menggunakan flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat oleh rekorder dalam bentuk kromatrogram (peak).

(c) Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menyetarakan waktu retensi sampel yang sama dengan waktu retensi standar menunjukkan komponen yang sama dengan standar tersebut. Analisis kuantitatif dihitung dengan rumus:

Area sampel x Konsentrasi standar x 1 ml

Kadar asam lemak (% b/b) = Area standar x 100% Bobot daging ikan cobia (g)

3.4.4 Analisis kolesterol dengan GLC (AOAC 2005)

Analisis kadar kolestrol dengan spektrofotometer dilakukan untuk menentukan kandungan kolesterol pada daging ikan cobia. Sampel daging ikan cobia ditimbang sebanyak 0,1 g dalam sentrifuse ditambah 8 ml campuran alkohol dan heksanol (3:1) kemudian diaduk sampai rata. Pengaduk dibilas dengan 2 ml campuran larutan alkohol dan heksana (3:1) kemudian disentrifuse selama 10 menit (3000 rpm). Supernatan dituang ke dalam beaker glass dan diuapkan di penangas air. Residu dilarutkan dengan kloroform sedikit demi sedikit dan dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 ml) ditambahkan 2 ml asetat anhidrat dan 0,2 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dicampur menggunakan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 20 menit. Lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang (λ) 420 nm dengan standar yang digunakan 0,4 mg/ml. Kadar kolestrol dalam sampel dapat dihitung dengan rumus Absorbansi contoh x Konsentrasi standar

Kadar kolesterol = Absorbansi standar


(33)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ukuran dan Berat Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Ikan cobia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Komoditas ini umumnya belum terlalu banyak dikenal oleh masyarakat. Ikan cobia yang diperoleh memiliki ciri-ciri tubuh yang panjang dengan kepala agak pipih, pita gelap pada sisi lateral memanjang dari mata sampai ekor, sirip dorsal ke-1 berupa duri berjumlah 7-9 yang tidak dihubungkan oleh membran. Ikan cobia menjadi ikan yang sangat penting dan popular di dunia, ikan tersebut sukses dibudidayakan dan menghasilkan larva yang banyak dengan pertumbuhan yang cepat (MFB 2008). Ukuran dan berat rata-rata ikan cobia dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Ukuran dan berat rata-rata ikan cobia (Rachycentron canadum)

No Parameter Nilai

1. Panjang (cm) 64,30 ± 3,77

2. Lebar (cm) 7,42 ± 1,20

3. Tinggi(cm) 14,40 ± 1,86

4. Berat total (g) 1827,20 ± 121,16 Keterangan: n=5

Tabel 1 menunjukkan bahwa ikan cobia yang digunakan pada penelitian ini memiliki rata-rata panjang 64,30 cm; lebar 7,42 cm; tinggi 14,40 cm; dan berat 1827,20 g. Berat ikan cobia memiliki keragaman, hal tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai standar deviasi yang tinggi yaitu 121,16. Chou et al. (2001) menyatakan bahwa keragaman ukuran dan berat organisme dapat dipengaruhi oleh asupan makanan yang diperoleh dari perairan tersebut berbeda maupun pemberian pakan buatan dan kondisi fisiologinya, serta berhubungan dengan keadaan ekosistem perairannya.

Minjoyo et al. (2010) menyatakan bahwa laju pertumbuhan harian ikan cobia yang tinggi adalah 3,12% menunjukkan bahwa ikan cobia merupakan salah satu ikan yang mempunyai pertumbuhan yang mengagumkan sehingga menjadikan ikan cobia sebagai komoditas perairan unggul. Hal ini didukung dengan pemberian pakan berupa pelet dan ikan rucah (1:3) sebanyak 683 kg yang


(34)

diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), pelet dan ikan rucah dicampur terlebih dahulu dengan tambahan pemberian multivitamin sekali seminggu pada pakan tersebut. Kepadatan ikan sebanyak 30 ekor. Berat rata-rata ikan cobia pada umumnya berkisar 4-6 kg per tahun yang terus bertambah seiring dengan pertumbuhannya. Ikan cobia dapat mencapai ukuran berat 15 kg pada umur 20 bulan dan pertumbuhannya dapat mencapai panjang 2 meter dengan berat 61 kg (Saputra et al. 2010).

4.2 Rendemen Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Ikan cobia yang digunakan pada penelitian ini memiliki rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan preparasi dalam keadaan segar dan preparasi setelah pengukusan daging ikan cobia. Persentase rendemen ikan cobia dapat dilihat pada Gambar 8 dan 10.

Gambar 8 Persentase rendemen ikan cobia segar.

Gambar 8 menunjukkan bahwa rendemen ikan cobia segar untuk daging sebesar 36,83%; kepala sebesar 28,67%; tulang sebesar 16,42%; jeroan sebesar 12,21%, dan kulit sebesar 6,87%. Kulit ikan cobia dapat diolah menjadi gelatin, sedangkan rendemen daging ikan cobia telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh sebagian masyarakat yaitu, sashimi dan olahan makanan lainnya (Yang et al. 2008). Rendemen tertinggi terdapat pada daging sebesar 36,83% sehingga pemanfaatan daging ikan cobia dapat menjadi sumber pangan yang sangat penting. lkan cobia memberikan kontribusi daging yang sangat tinggi setelah difilet berkisar lebih 60% dari total tubuh ikan cobia, sedangkan jeroan berkisar 40% dari total tubuh ikan cobia (Benetii et al. 2007). Rendemen dipengaruhi oleh


(35)

pertumbuhan ikan cobia, habitatnya, dan asupan makanan yang diperoleh dari perairan tersebut. Pertumbuhan ikan cobia cepat, kualitas daging yang baik dengan rasanya yang enak, kaya kandungan DHA dan asam lemak omega-3 serta tekstur dagingnya yang empuk berwarna putih dan liat dengan sedikit duri (Liao et al. 2004).

a. tulang b. kulit c. jeroan

d. daging e. kepala Gambar 9 Bagian-bagian ikan cobia (Rachycentron canadum). 4.3 Komposisi Kimia Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Komposisi kimia sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi suatu bahan pangan seperti daging ikan cobia (Chen 2005). Komposisi kimia ikan cobia meliputi kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Hasil analisis ragam uji statistik komposisi kimia disajikan pada Lampiran 2. Komposisi kimia daging ikan cobia segar dan kukus tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2 Komposisi kimia daging cobia segar dan kukus tanpa kulit Komposisi kimia Basis basah (%bb) Basis kering (%bk) segar kukus segar Kukus

Kadar air 77,64 ± 0,00 66,32 ± 0,02 0 0

Kadar abu 1,10 ± 0,13 1,29 ± 0,11 4,89 ± 0,43a 3,83 ± 0,33b Kadar protein 10,34 ± 0,45 12,50 ± 0,13 46,22 ± 0,90a 37,11 ± 0,80b Kadar lemak 9,19 ± 0,15 5,07 ± 0,98 41,10 ± 2,70 a 15,05 ± 2,50b Kadar karbohidrat 1,73 ± 0,70 14,82 ± 0,76 7,73 ± 3,20 b 44,00 ± 5,60a Keterangan: n=5

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap komposisi kimia (p<0,05).

Chen (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa komposisi kimia ikan cobia yang dibudidayakan berbeda dengan yang tidak dibudidayakan.

Tabel 3 Komposisi kimia ikan cobia yang dibudidayakan dan tidak dibudidayakan Komposisi

kimia

Cobia dibudidayakan (%)

Cobia tidak dibudidayakan (%)

Kadar air 70,0 73,3

Kadar abu 1,4 1,2

Kadar protein 18,3 18,8

Kadar lemak 10,3 6,7

Berdasarkan Tabel 3 dengan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa komposisi kimia ikan cobia tidak jauh berbeda. Perbedaan antara ikan cobia yang dibudiyakan dan tidak dibudidayakan disebabkan oleh asupan makanan dan habitat tempat hidupnya.

4.3.1 Kadar air

Ikan memiliki kandungan air yang tinggi, daging ikan cobia segar memiliki kandungan air cukup tinggi sebesar 77,64% (bb). Kandungan air yang terdapat pada daging ikan cobia hampir sama dengan kandungan ikan lainnya yaitu 73,30% (Chen 2005). Kadar air yang tinggi pada suatu bahan seperti daging ikan cobia menyebabkan daging ikan cobia mudah sekali mengalami kerusakan


(37)

apabila tidak ditangani secara baik karena akan memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh (Budianto 2009).

Tabel 2 menunjukkan kandungan air pada daging ikan cobia mengalami penurunan sebesar 11,31% (bb) setelah pengukusan. Penurunan kadar air setelah proses pengukusan disebabkan oleh terlepasnya air dari bahan dan proses penguapan karena adanya pemberian panas pada daging ikan cobia yang meningkatkan suhu daging. Morris et al. (2004) menyatakan bahwa transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi, yaitu penurunan konsentrasi protein dan lemak pada makanan. Kadar air umumnya memiliki hubungan timbal balik dengan kadar lemak, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar lemak pada bahan tersebut.

4.3.2 Kadar abu

Kadar abu yang terkandung dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh habitatnya dan makanan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah pengukusan kadar abu pada bahan mengalami penurunan sebesar 1,06%. Proses pengukusan menyebabkan terjadinya penurunan kadar abu. Menurut Palupi et al. (2007), kadar abu mempunyai hubungan dengan kadar mineral. Selama pengukusan, sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari bahan akibat pemansanan dan karena pecahnya pertikel-partikel mineral yang terikat pada air (Winarno 1997). Proses tersebut tergantung pada cara proses pengolahan, suhu pengolahan, dan luas permukaan produk.

Manusia memerlukan berbagai jenis mineral baik dari hasil perairan maupun bukan hasil perairan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharan keseimbangan asam-basa,


(38)

membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel, dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2006).

4.3.3 Kadar protein

Molekul protein lebih kompleks dibandingkan karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah pengukusan menyebabkan kadar protein pada daging ikan cobia menurun sebesar 9,11%. Perlakuan pengukusan yang diberikan menyebabkan protein terdenaturasi.

Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan (Duncan et al. 2007). Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil (Apriyantono 2002).

4.3.4 Kadar lemak

Lemak yang terdapat pada komoditas perikanan sebagian besar mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol dalam darah serta sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar lemak pada daging menurun sebesar 26,05% setelah pengukusan. Pemberian panas berupa pengukusan pada daging ikan cobia menyebabkan lemak menjadi senyawa volatil, seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang akan terbawa dalam air saat pengukusan. Pemanasan juga mempercepat gerakan-gerakan molekul lemak sehingga jarak


(39)

antara molekul lemak menjadi besar untuk mempermudah proses pengeluaran lemak yang dipengaruhi oleh suhu pengukusan dan lama pengukusan (Winarno 1997). Kadar lemak ikan cobia dipengaruhi oleh faktor habitat, makanan, dan proses pengolahannya (Morris et al. 2004). Lemak ikan cobia sangat penting bagi tubuh manusia, yaitu menjadi sumber energi dan asam lemak yang esensial (Wang et al. 2005).

4.3.5 Kadar karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa seteleh pengukusan terjadi peningkatan kadar karbohidrat daging ikan cobia sebesar 36,27%. Peningkatan tersebut karena adanya penurunan kadar air, abu dan protein larut dalam air, dan lemak yang terbawa dalam air saat proses pengukusan. Perbedaan kadar karbohidrat pada hasil perairan dipengaruhi oleh habitat, kematangan gonad, proses penangkapan, proses pengolahan dan pakan yang di berikan. Proses pengukusan yang melibatkan pemanasan yang tinggi mengakibatkan karbohidrat terutama gula mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis) (Cuq et al. 1982).

4.4 Asam Lemak Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Hasil analisis yang teridentifikasi adalah 31 jenis asam lemak yang terdiri dari 12 jenis asam lemak jenuh (SFA), 8 jenis asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan 11 jenis asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA). Kromatogram asam lemak daging ikan cobia disajikan pada Lampiran 3. Kandungan asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, EPA, dan DHA daging ikan cobia dapat dilihat pada Tabel 4.


(40)

Tabel 4 Komposisi asam lemak (% b/b dalam lemak) daging ikan cobia segar dan kukus

Keterangan : n=5

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap komposisi kimia (p<0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa asam lemak pada daging ikan cobia segar hampir sama dengan daging ikan cobia kukus. Hasil perhitungan analisis ragam uji statistik komposisi kimia daging ikan cobia disajikan pada Lampiran 4. Total

Jenis asam lemak Segar Kukus

SFA

Laurat C12:0 0,09 ± 0,01a 0,08 ± 0,00a Tridekanoat C13:0 0,05 ± 0,00a 0,06 ± 0,01a Miristat C14:0 3,36 ± 0,01a 3,15 ± 0,16a Pentadekanoat C15:0 0,73 ± 0,01a 0,69 ± 0,02a Palmitat C16:0 19,64 ± 0,27a 19,22 ± 0,40a Heptadekanoat C17:0 0,90 ± 0,01a 0,90 ± 0,01a Stearat C18:0 7,77 ± 0,07a 7,76 ± 0,04a Arakidat C20:0 0,52 ± 0,01a 0,47 ± 0,01b Heneikosanoat C21:0 0,10 ± 0,00a 0,10 ± 0,01a Behenat C22:0 0,32 ± 0,01a 0,28 ± 0,00b Trikosanoat C23:0 0,13 ± 0,00a 0,10 ± 0,00a Lignoserat C24:0 0,31 ± 0,01a 0,26 ± 0,00b

Total SFA 33,90 33,04

MUFA

Miristoleat C14:1 0,02 ± 0,00a 0,03 ± 0,01a Palmitoleat C16:1 5,04 ± 0,08a 5,13 ± 0,07a Cis 10-Heptadekanoat C17:1 0,41 ± 0,01a 0,41 ± 0,00a Oleat C18:1n9c 14,24 ± 0,16a 14,35 ± 0,04a Elaidat C18:1n9t 0,16 ± 0,01a 0,17 ± 0,01a Cis-11-Eikosenoat C 20:1 0,57 ± 0,01a 0,52 ± 0,01a Erukat C 22:1n9 0,08 ± 0,00a 0,06 ± 0,00a Nervonat C 24:1 n9 0,27 ± 0,01a 0,23 ± 0,01b

Total MUFA 20,77 20,88

PUFA

Linoleat C18:2n6 0,79 ± 0,01a 0,78 ± 0,01a v- Linoleat C18:3n6 0,11 ± 0,00a 0,11 ± 0,01a Linolenat C18:3n3 0,27 ± 0,01a 0,28 ± 0,01a Linolelaurat C18:2n9t 0,07 ± 0,01a 0,03 ± 0,01a Cis-11, 14-Eikosedienoat C20:2 0,31 ± 0,00a 0,31 ± 0,01a Cis -8,11,14-Eikosetrienoat C20:3n6 0,16 ± 0,00a 0,16 ± 0,00a Cis-11,14,17-Eikosetrienoat C20:3n3 0,04 ± 0,00a 0,05 ± 0,01a Arakidonat C20:4n6 2,91 ± 0,02a 2,98 ± 0,01a Dokosadienoat C22:2 0,03±0,00a 0,03 ± 0,01a Eikosapentaenoat (EPA) C20:5n3 1,83±0,03a 2,05 ± 0,04a Dokosaheksaenoat (DHA) C22:6n3 6,12±0,04a 6,80 ± 0,04a


(41)

kandungan asam lemak yang paling besar pada daging ikan cobia segar dan kukus adalah asam lemak jenis SFA yang didominasi oleh asam palmitat. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubio-Rodriguez et al. (2010) yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh paling banyak pada ikan. Asam palmitat juga merupakan komponen utama dalam asam lemak jenuh yaitu 53-65% dari total asam lemak jenuh (Ozugul dan Ozugul 2005). Menurut Morris et al. (2004) proses pemanasan, lama, dan suhu menyebabkan perubahan kandungan asam lemak. Perbedaan komposisi asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, makanan, habitat, umur, dan ukuran dari ikan cobia tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005).

Kemampuan konversi asam lemak tak jenuh majemuk pada ikan berbeda-beda diantara spesies dan bahkan ras (Peng et al. 2003). Asam lemak jenuh, yaitu asam laurat, miristat, palmitat, dan stearat merupakan asam lemak yang banyak terdapat di alam. Asam laurat digunakan dalam industri farmasi sebagai antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam stearat (C18) merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi (Achadi 2007).

Asam lemak tak jenuh oleat banyak terdapat dalam trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap yang merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintetisnya. Perbedaan kandungan asam lemak tak jenuh oleat, linoleat, dan linolenat pada jenis ikan lainnya disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan perairannya, serta proses pengolahannya, yaitu pemanasan (Leblanc et al. 2008).

Hasil uji statistik (Tabel 4) menunjukkan bahwa pengukusan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan EPA dan DHA daging ikan cobia. Omega-3 pada ikan cobia memberikan kontribusi penting dalam menunjang kesehatan manusia sehingga menjadi sumber omega-3 yang dibutuhkan manusia (Rubio-Rodriguez et al. 2010).


(42)

Sumber PUFA, yaitu EPA dan DHA dapat diperoleh dengan mengkonsumsi ikan, udang, invertebrata, dan makroalga serta mikroalga. Kandungan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) yaitu EPA dan DHA daging ikan cobia berasal dari fitoplankton atau ketersediaan makanan di habitatnya. Omega-3 sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan kecerdasan otak terutama pada anak-anak. WHO menganjurkan konsumsi lemak berkisar 15-30% dari total kebutuhan energi dalam tubuh. Jumlah tersebut dianggap memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan membantu penyerapan vitamin larut lemak. Kebutuhan tersebut paling banyak 10% berasal dari lemak jenuh dan 3%-7% lemak tidak jenuh (WHO 1989).

Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam lemak α-linolenat kurang

5%-10% dari EPA dan 2-5% dari DHA (Haliloglu et al. 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia tidak dapat mengandalkan sumber omega-3 hanya

dari tanaman dan sayuran yang mengandung α-linolenat, namun perlu

mengkonsumsi makanan yang mengandung EPA and DHA diantaranya ikan, kerang, udang-udangan maupun hewan air lainnya.

Harris dan Karmas (1989), mengatakan bahwa proses pengukusan menyebabkan sedikit perubahan kandungan gizi pada suatu bahan. Kandungan asam lemak daging ikan cobia ini dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sempel, suhu dan lamanya pengukusan serta kondisi daging ikan cobia sebelum dikukus. Pengukusan dengan suhu 100 oC selama ±15 menit baik diterapkan karena penyusutan gizi yang ditimbulkan sangat kecil dan memberikan rasa yang enak, tekstur empuk, dan aroma daging ikan cobia yang khas. Kandungan lemak memberikan kontribusi yang sangat penting dalam aroma dan rasa daging ikan cobia.

Pratama et al. (2011) dalam penelitiannnya mengenai asam lemak pada berbagai jenis ikan menunjukkan perbedaan seperti disajikan pada Tabel 5.


(43)

Tabel 5 Komposisi asam lemak pada ikan layur, tenggiri, tongkol, dan cobia Asam lemak Layur (%) Tenggiri (%) Tongkol (%) Cobia (%)* Asam lemak jenuh Miristat 0,24 16,79 20,89 3,36

Palmitat 10,51 37,74 37,73 16,64 Stearat 4,00 0,00 0,00 7,77 Arakhidat 0,00 1,52 3,17 0,52 Behenat 0,00 2,87 0,00 0,32

Total 14,75 58,92 61,79 28,61

Asam lemak tak jenuh Palmitoleat 0,28 14,96 20,40 5,04

Oleat 34,21 5,92 4,60 14,24

Nervonat 0,00 2,77 0,00 0,27 Linoleat 48,36 0,00 0,00 0,79

EPA 2,41 17,44 12,27 1,83

DHA 0,00 0,00 0,00 6,12

Total 85,26 41,09 37,27 28,29

*ikan cobia hasil penelitian

Tabel 5 menunjukkan kandungan asam lemak pada berbagai jenis ikan tidak jauh berbeda seperti pada ikan cobia, ikan tongkol, ikan layur dan ikan tenggiri. Ikan cobia termasuk ikan dengan kandungan asam lemak sedang yang dibandingkan dengan ikan layur, tenggiri, dan tongkol. Kadar lipid dan komposisi asam lemak dapat berbeda-beda tergantung pada spesies, jenis kelamin, usia, musim, ketersediaan makanan, salinitas dan suhu air.

4.5 Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum)

Kandungan kolesterol ikan cobia segar adalah 310 mg/100g menurun menjadi 260 mg/100 g setelah pengukusan yaitu menurun sebesar 50 mg/100 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kolesterol. Hasil analisis ragam uji statistik kolesterol daging ikan cobia disajikan pada Lampiran 5. Penurunan kolesterol daging ikan cobia setelah dikukus disebabkan proses pengukusan yang menyebabkan kadar air menurun.


(44)

Tabel 6 Komposisi kolesterol pada makanan No Jenis makanan Kolesterol (mg/100 g)

1 Fresh water clam 125

2 Short necked clam 76

3 Hard clam 69

4 Japanese oyster 76

5 Scallap 50

6 Udang 132

7 Kepiting 53

8 Telur ayam (kuning telur) 1030

9 Daging sapi 54

10 Tuna 50

11 Skipjack 64

12 Cobia* 310

*daging ikan cobia hasil penelitian Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)

Kadar kolesterol daging ikan cobia ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan kolesterol kuning telur yang mencapai 1.030 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000). Kadar kolesterol daging ikan cobia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan makanan lainnya seperti udang, tuna, dan kepiting. Morris et al. (2004) mengatakan bahwa proses pemanasan menyebabkan perubahan kandungan lemak dan turunannya termasuk kolesterol. Perbedaan kolesetrol disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu air, lokasi geografis, keadaan habitatnya, dan musim (Chou et al. 2006).

Konsumsi kolesterol yang dianjurkan WHO kurang dari 300 mg sehari. Penyakit jantung koroner dapat dihindari dengan mempertahankan kadar kolesterol dimana kurang dari 200 mg (Achadi 2006). Colpo (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ikan pada umumnya memiliki jenis kolesterol yang baik yaitu HDL (High Density Lipoprotein) dengan kandungan EPA dan DHA, serta mengandung sedikit kolesterol jahat LDL (Low Density Lipoprotein) sehingga ikan termasuk ikan cobia merupakan sumber pangan yang sangat bermanfaat bagi manusia dan sebagai pengganti sumber pangan yang lain.


(45)

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengukusan mempengaruhi kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol daging ikan cobia. Kadar proksimat daging ikan cobia, yaitu kadar air menurun sebesar 11,31% (bb) setelah pengukusan. Kadar abu daging ikan cobia menurun sebesar 1,06% (bk) setelah pengukusan. Kadar protein daging ikan cobia menurun sebesar 9,11% (bk) setelah pengukusan. Kadar lemak daging ikan cobia menurun sebesar 26,05% (bk) setelah pengukusan. Kadar karbohidrat daging ikan cobia meningkat sebesar 36,27% (bk) setelah pengukusan.

Asam lemak jenuh tertinggi adalah palmitat pada daging ikan cobia segar 19,64% menurun menjadi 19,22% setelah pengukusan. Asam lemak tak jenuh tertinggi adalah oleat pada daging ikan cobia segar 14,24% relatif sama setelah pengukusan sebesar 14,35%. EPA daging ikan cobia segar 1,83% relatif sama setelah pengukusan sebesar 2,05% serta DHA daging ikan cobia segar 6,12% relatif sama setelah pengukusan sebesar 6,80%. Kolesterol daging ikan cobia menurun sebesar 50 mg/100 g setelah pengukusan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan gizi ikan cobia dengan perlakuan pengolahan pangan selain pengukusan, yaitu perebusan, pemanggangan, dan penggorengan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi R. 2007. Komposisi kimia dan asam lemak beberapa spesies ikan kakap laut dalam di Perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Achadi EL. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. Ackman RG. 1994. Seafood Lipid. Di dalam: Shahidi F, Botta JR, editor. Seafoods

Chemistry, Processing of Cereal Technology dan Quality. London: Blackie Academic.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Amzia MA, Aishah SD. 2011. Effect of drying and freezing of Cobia (Rachycentron

canadum) skin on it‟s gelatin properties. Malaysia: Universiti Malaysia Terengganu. International Food Research Journal. 18:159-166.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington.

Apriyantono A. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. http://209.85.175.104/. [11 Februari 2012].

Benetii DD, Orhun MR, Ohanlon B, Zink I, Cavalin FG, Sardenberg B, Palmer K, Denlinger B, Bacoat D. 2007. Aquaculture of cobia (Rachycentron canadum) in the Americas and the Caribbean. University of Miami. Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science. Division of Marine Affairs and Policy. Aquaculture Program 4600 Rickenbacker Causeway. Miami 3: 60-61.

Budianto AK 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.

Chen HY. 2005. Nutritional problems of Cobia fed with feeds rich in plant ingredients. Institute of Marine Biology. National Sun Yat-sen University Kaohsiung. Taiwan. Chou RL, Su MS, Chen HY. 2001. Optimal dietary and lipid levels for juvenile cobia

(Rachycentron canadum). Journal of Aquaculture. 193:81-89.

Chou JL, Chen HY, Shiau CY. 2006. Aquaculture of cobia (Rachycentron canadum). Journal of Aquaculture. 202:71-79.

Colpo A. 2005. LDL Cholesterol: bad cholesterol or science cholesterol. Journal of American Physicians and Surgeons.10 (3): 83-89.

Cuq JL, RF Hurrel, Finot PA. 1982. Brit. Effect of processing on nutrient content of foods. Journal of Nutrients. 47:191-192.

Davanport JB, Johnson AR. 1971. The nomenclature and classification of lipids. Didalam: Davenport JB, Johnson AR, editors. Biochemistry and Methodology of Lipids. Sydney: Wiley-Interscience.


(47)

Dity JG, Shaw RF. 1992. Larval development, distribution and ecology of cobia Rachycentron canadum (Family: Racycentridae) in the northern Gulf of Mexico. Fish Bull. 90: 669-677.

Duncan M, Craig SR, Lunger N, Kuhn DD, Salze G, McLean E. 2007. Bioimpedance assessment of body composition in cobia (Rachycentron canadum) (L, 1766). Journal of Aquaculture. 271:432-438.

Faradiaz D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Fogerty AC.1971.Chemicals reaction of lipids. Didalam: Davenport JB, Johnson AR, editors. Biochemistry and Methodology of Lipids. Sydney: Willey-Interscience. Freeman MW, Junge C. 2005. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta: PT Bhuana

Ilmu Populer.

Gladyshev M, Sushchik NN, Gubanenko G, Demirchieva S, Kalachova G. 2006. Effect of way of cooking on content of essestial polyunsaturated fatty acid in muscle tissue of humback salmon (Oncorhynchus gorbuscha). Journal of Food Chemistry. 96 (3): 446-451.

Haliloglu H I, Bayir A, Sirkecioglu N, Aras N M, Atamanalp M. 2004. Comparison of fatty acid composition in some tissues of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) living in sea water and freshwater. Journal of Food Chemistry. 86 (3): 55-59. Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung:

Institut Teknologi Bandung.

Hidajat B. 2003. Penambahan DHA dan AA pada makanan bayi: peran dan manfaatnya. http://www.litbang.deptan.go.id. [20 Januari 2012].

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press Leblanc JC, Volatier JL, Aouachira NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and fatty

acid composition of fish and seafood consumed in France. Journal of Food Composition and Analysis. 21: 8-16.

Liao IC, Huang TS, Tsai WS, Hsueh CM, Chang SL, Leano EM. 2004. Cobia culture in Taiwan: current status and problems. Journal of Aquaculture. 237:155-165. Liao IC, Leano EM. 2007. Cobia Aquaculture: Research, Development and Commercial

Production, National Taiwan Ocean University, Keelung. Journal of Marine Science and Technology. 40: 580-586.

[MFB]. Marine Farm Belize. 2008. Press Kit: Belize Cobia. http://www.marinefarmsbelize.com/bzcobiapresskit.pdf [ 3 Januari 2012].

Minjoyo H, Aditya TW, Prihaningrum A. 2010. Penggelondongan ikan cobia (Rachycentron canadum) dengan pakan berbeda di bak terkendali. Buletin Budidaya Laut. 20: 35-36.

Morris A, Barnett A, Burrows OJ .2004. Effect of processing on nutrient content of foods. Can J Art. 37: 3-8.


(48)

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttle fish. Japan: National Cooperate Association of Squid Processors.

Ozogul Y, Ozogul F. 2005. Fatty acid profiles of commercially important fish species from the mediteranean, Aegean and Black Seas. Journal of Food Chemistry. 100 (3): 1634-1638.

Palupi, Zakaria, Prangdimurti. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi pangan. http://e-learning.com. [17 Maret 2012].

Peng J, Larondelle Y, Ackman RG, Rollin X. 2003. Polyunsaturated fatty acid profiles of whole body phospholipids and triacylglycerols in anadromous and landlocked Atlantic salmon (Salmo salar L.) fry. Journal of Biochemistr. 134 (3):335-348. Pratama RI, Awaluddin MY, Ishmayana S. 2011. Analisis komposisi asam lemak yang

terkandung dalam ikan tongkol, layur, dan tenggiri dari Pameungpeuk, Garut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jurnal of Akuatika. 11:2-8.

Rubio-Rodriguez N, Beltran S, Jaime I, de Diego SM, Sanz MT, Carballido JR. 2010. Produstion of omega-3 poly unsatureted concentrates: A Riview. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 11: 1-12.

Sampio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. . Journal of Food Chemical. 95 (3):344-351. Saputra S, Minjoyo H, Saputra Y, Nasution LM. 2010. Pembesaran cobia (Rachycentron

canadum) dengan padat tebar berbeda di keramba jarring apung. Buletin Budidaya Laut. 88:34-38.

Suhardi, Haryono B, Sudarmadji S. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogjakarta: Liberti.

Susangka, Hariyani, Andriyani. 2006. Evaluasi Nilai Gizi Limbah Sayuran Produk Cara Pengolahan Berbeda dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ikan Nila. Di dalam: Laporan Penelitian, Bandung: Universitas Padjajaran.

Taheri S, Motallebi AA, Fazlara A, Aghababyan A, Aftabsavar Y. 2011. Changes of fatty acid profiles in fillets of Cobia (Rachycentron canadum) during frozen storage. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 11:204-213.

Wang JT, Liu YJ, Tian LX, Mai KS, Du ZY, Wang Y, Yang HJ. 2005. Effect of dietary lipid level on growth performance, lipid deposition, hepatic lipogenesis in juvenile cobia (Rachycentron canadum). Journal of Aquaculture. 249: 439-447.

[WHO]. World Healthy Organitation. 1989.Subtitute of fatty acid. New York. Amerika. Wehrman A. 1997. Cholesterol. Delaware: University of Delaware.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yang JL, Ho HY, Chu YJ, Chow CJ. 2008. Characteristic and antioxidant activity of

retorted gelatin hydrolysates from Cobia (Rachycentron canadum) skin. Journal of Food Chemistry. 119 (3) : 33-38.


(49)

(50)

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel ikan cobia

Lampiran 2 Analisis ragam kadar proksimat daging ikan cobia (bk)

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Air Between Groups 256,172 1 256,172 12367,972 ,000

Within Groups ,124 6 ,021 Total 256,296 7 Abu Between Groups 2,868 1 2,868 24,868 ,002

Within Groups ,692 6 ,115

Total 3,560 7

Lemak Between Groups 1277,399 1 1277,399 190,983 ,000 Within Groups 40,131 6 6,689 Total 1317,530 7 Protein Between Groups 166,440 1 166,440 100,290 ,000

Within Groups 9,957 6 1,660 Total 176,397 7 karbohidrat Between Groups 2835,422 1 2835,422 135,258 ,000

Within Groups 125,779 6 20,963 Total 2961,200 7


(51)

Lampiran 3 Kromatogram asam lemak daging ikan cobia a. Kromatogram standar asam lemak


(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

Lampiran 4 Analisis ragam asam lemak daging ikan cobia

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Laurat Between Groups ,000 1 ,000 1,000 ,423

Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

Miristat Between Groups ,042 1 ,042 3,466 ,204 Within Groups ,024 2 ,012

Total ,066 3

Palmitat Between Groups ,181 1 ,181 1,540 ,340 Within Groups ,235 2 ,117

Total ,415 3

Stearat Between Groups ,000 1 ,000 ,029 ,880 Within Groups ,007 2 ,003

Total ,007 3

Oleat Between Groups ,012 1 ,012 ,874 ,449 Within Groups ,028 2 ,014

Total ,040 3

Linoleat Between Groups ,000 1 ,000 2,000 ,293 Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

Linolenat Between Groups ,000 1 ,000 1,800 ,312 Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

EPA Between Groups ,048 1 ,048 37,231 ,057 Within Groups ,003 2 ,001

Total ,051 3

DHA Between Groups ,462 1 ,462 256,889 ,065 Within Groups ,004 2 ,002

Total ,466 3

Lampiran 5 Analisis ragam asam lemak daging ikan cobia Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 481,373 1 481,373 38,069 ,001 Within Groups 75,869 6 12,645


(57)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan cobia (Rachycentron canadum) merupakan ikan pelagis yang hidup di daerah terbuka tropis, subtropis, dan estuari. Ikan cobia memiliki potensi tinggi untuk dibudidayakan dan dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur ekspor. Ikan cobia dijadikan salah satu ikan unggulan di Taiwan melalui budidaya bahkan negara tersebut mendapat julukan master of cobia. Selain di Taiwan ikan cobia juga dibudidayakan di Cina, Vietnam, Jepang, Indonesia, Amerika, Malaysia, dan Karabia (Liao dan Leano 2007). Indonesia telah berhasil membudidayakan ikan cobia, yaitu di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Kandungan gizi yang khas dari ikan, yaitu asam lemak tak jenuh majemuk omega-3, terdiri dari eucosapentanoic acid (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA). Asam lemak tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat dalam mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan pada anak-anak untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3 dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Leblanc et al. 2008).

Ikan cobia (Rachycentron canadum) menjadi ikan dengan prospek yang tinggi dalam dunia perikanan karena pertumbuhannya cepat, yaitu bisa mencapai 5-6 kg selama 12 bulan dan 8-10 kg selama 16 bulan, memiliki kualitas daging putih yang baik, dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, dan perbandingan biaya produksi yang rendah (Liao dan Leano 2007). Daging ikan cobia menunjukkan perbedaan kualitas berdasarkan kandungan asam lemak, yaitu adanya kandungan asam lemak memberikan aroma yang khas pada daging ikan cobia setelah diberikan proses pemanasan, diantaranya pengukusan. Ikan cobia juga diolah dengan cara digoreng, direbus untuk makanan sup, dan dibuat menjadi sashimi, serta olahan makanan lainnya (Amzia dan Aishah 2011).


(58)

Pengukusan merupakan salah satu jenis pengawetan waktu pendek yang dipakai oleh banyak negara terutama di Asia Tenggara. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan cobia dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia daging ikan tersebut. Pengolahan dengan panas memberikan pengaruh terhadap nilai gizi suatu produk tidak hanya dari suhu saja, tetapi juga dari lamanya pemberian panas dan bentuk sampel yang dikukus (Harris dan Karmas 1989). Pengetahuan tentang perubahan yang terjadi pada suatu bahan akibat proses pengolahan perlu diketahui sehingga dapat menentukan metode pengolahan yang tepat.

Informasi mengenai kandungan gizi ikan cobia ini masih sedikit, padahal spesies ikan ini memiliki prospek tinggi di pasaran global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari ikan cobia adalah dengan mengkaji kandungan asam lemak dan kolesterol yang terkandung pada ikan tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai komposisi proksimat dan kandungan asam lemak serta kolesterol ikan cobia sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pengolahan selanjutnya menjadi sumber bahan pangan bergizi tinggi, terutama omega-3. Informasi dasar mengenai ikan cobia ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan akan komposisi gizi komoditas hasil perairan untuk meningkatkan kesehatan serta dasar pemanfaatan untuk sumberdaya pangan dimasa depan. 1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh pengukusan terhadap komposisi proksimat, kandungan asam lemak, dan kolesterol daging ikan cobia (Rachycentron canadum).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 4 Analisis ragam asam lemak daging ikan cobia

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Laurat Between Groups ,000 1 ,000 1,000 ,423

Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

Miristat Between Groups ,042 1 ,042 3,466 ,204

Within Groups ,024 2 ,012

Total ,066 3

Palmitat Between Groups ,181 1 ,181 1,540 ,340

Within Groups ,235 2 ,117

Total ,415 3

Stearat Between Groups ,000 1 ,000 ,029 ,880

Within Groups ,007 2 ,003

Total ,007 3

Oleat Between Groups ,012 1 ,012 ,874 ,449

Within Groups ,028 2 ,014

Total ,040 3

Linoleat Between Groups ,000 1 ,000 2,000 ,293

Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

Linolenat Between Groups ,000 1 ,000 1,800 ,312

Within Groups ,000 2 ,000

Total ,000 3

EPA Between Groups ,048 1 ,048 37,231 ,057

Within Groups ,003 2 ,001

Total ,051 3

DHA Between Groups ,462 1 ,462 256,889 ,065

Within Groups ,004 2 ,002

Total ,466 3

Lampiran 5 Analisis ragam asam lemak daging ikan cobia

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 481,373 1 481,373 38,069 ,001

Within Groups 75,869 6 12,645


(6)

Kolesterol Ikan Cobia (Rachycentron canadum) Akibat Pengukusan. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan NURJANAH.

Ikan cobia (Rachycentron canadum) merupakan ikan dengan prospek yang tinggi dalam dunia perikanan karena memiliki pertumbuhan cepat sehingga mudah dibudidayakan, mempunyai kualitas daging yang bagus berwarna putih dapat diolah sebagai bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi proksimat (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) serta menganalisis pengaruh pengukusan terhadap rendemen, asam lemak, dan kolesterol daging ikan cobia. Metode analisis yang digunakan adalah analisis proksimat, asam lemak, dan kolesterol pada daging ikan cobia segar dan kukus.

Pengukusan filet daging ikan cobia dilakukan selama 15 menit, kemudian dilakukan karakterisasi kimia dan hasilnya dibandingkan dengan karakterisasi kimia filet daging ikan cobia segar. Kadar proksimat daging ikan cobia segar, yaitu kadar air 77,64% (bb) menurun setelah pengukusan menjadi 66,33% (bb) sebesar 11,31%. Kadar abu daging ikan cobia segar 4,89% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 3,83% (bk) sebesar 1,06%. Kadar protein daging ikan cobia segar 46,22% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 37,11% (bk) sebesar 9,11%. Kadar lemak daging ikan cobia segar 41,10% (bk) menurun setelah pengukusan menjadi 15,05% (bk) sebesar 26,05%. Kadar karbohidrat daging ikan cobia segar 7,73% (bk) meningkat setelah pengukusan menjadi 44,00% (bk) sebesar 36,27%.

Asam lemak jenuh tertinggi adalah palmitat pada daging ikan cobia segar 19,64% relatif sama setelah pengukusan sebesar 19,22%. Asam lemak tak jenuh tertinggi adalah oleat pada daging ikan cobia segar 14,24% relatif sama setelah pengukusan sebesar 14,35%. EPA daging ikan cobia segar 1,83% relatif sama setelah pengukusan sebesar 2,05% serta DHA daging ikan cobia segar 6,12% relatif sama setelah pengukusan sebesar 6,80%. Kolesterol daging ikan cobia segar 310 mg/100 g menurun setelah pengukusan menjadi 260 mg/100 g sebesar 50 mg/100 g.