Gaya Selingkung
PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PERKARA EKONOMI SYARI'AH
Soehartono, 2010, Legal finding By Judge of Religious Court in the Cases Of Economic Saria, Faculfy of Law of UNS. ABSTRACT
The purpose of this research is to know the efforts made by the religious court judges in connection with the discovery of the law against the expansion of the authority given by Law No. 3 of 2006 on the Religious as amendments to Law No. of 1989 on Religious Courts .
The data in this study includes primary data and secondary data, methods of data collection is done by interview and literature study, the source of primary data obtained through interviews with religious court judges and secondary data sources Religious Court, the results of research, books, the law. Data analysis was conducted through qualitative analysis.
The result showed that the religious court judges in his duty to examine, decide and adjudicate case filed, they pay attention to the provisions in laws against the case filed by the parties, which clearly regulated or not, these laws regulate or not to the concrete case filed the parties. In this set, then the judge is guided by the provisions in the law, whereas if against a concrete case is missing or unclear, the judge attempted to locate or find legal ways known in the science of law, through interpretation and construction law, between Another analogy method.
Keywords : Legal Finding, Judge of Religious Court, Sharia Economics.
A. Pendahuluan
pokok yang sangat penting dalam usaha Dalam Undang-Undang Dasar 1945
mewujudkan suasana perikehidupan yang disebutkan Indonesia adalah sebagai negara
aman, tertib, dan tenteram seperti yang hukum. Dalam negara hukum yang
diamanatkan dalam garis-garis besar haluan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
negara. Oleh karena itu untuk mewujudkan Dasar 1945, keadilan, kebenaran, ketertiban
hal-hal tersebut dibutuhkan adanya lembaga dan kepastian hukum, maka dalam
yang bertugas untuk menyelenggarakan penyelenggaraan hukum merupakan hal yang
kekuasaan kehakiman guna menegakkan kekuasaan kehakiman guna menegakkan
ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman, badan peradilan sebagaimana yang dimaksud
sebagaimana diubah dengan Undang-undang dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
Nomor 35 Tahun 1999, dan kemudian diubah tentang
dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Kekuasaan Kehakiman yang masing-masing
Ketentuan-ketentuan
Pokok
tentang Kekuasaan Kehakiman, kemudian mempunyai lingkup kewenangan mengadili
diubah dengan Undang-undang Nomor 48 perkara atau sengketa di bidang tertentu dan
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. salah satunya adalah Badan Peradilan Agama
Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun (penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun
2009, menyatakan kekuasaan kehakiman 1989 tentang Peradilan Agarna, alinea 1).
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
Peradilan Agama adalah merupakan
peradilan umum, salah satu dari empat lingkungan peradilan
dalam
lingkungan
lingkungan peradilan agama, lingkungan negara yang dijamin kemerdekaannya dalam
peradilan militer, lingkungan peradilan tata menjalankan tugasnya sebagaimana diatur
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
Konstitusi.
tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok
disahkannya dan Peradilan Agama sangat dibutuhkan di dalam
Kekuasaan Kekuasaan Kehakiman. Eksistensi
Dengan
diundangkannya sebuah undang-undang kehidupan masyarakat Indonesia, mengingat
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagian besar penduduk Indonesia adalah
Tahun 1989 Nomor 49, yaitu pada tanggal 29 memeluk agama Islam. Hal tersebut sangat
Desember 1989, Undang-undang Nomor 7 signifikan, karena sebagai pemeluk agama
Tahun 1989 tersebut diberi nama Peradilan yang baik sudah barang tentu akan menjauhi
Agama Dengan lahirnya Undang-undang segala larangannya dan akan menjalankan
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan segala apa yang menjadi perintahnya. Sebagai
Agama, maka setiap lingkungan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman, maka
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang- Peradilan Agama merupakan peradilan
undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang tingkat pertama yang bertugas dan
Kekuasaan Kehakiman, sudah mempunyai berwenang untuk memeriksa, memutus dan
dasar atau landasan tentang kedudukan dan menyelesaikan perkara-perkara antar orang
kewenangannya. Kedudukan Peradilan Agama yang beragama Islam di bidang perkawinan,
sejajar dengan peradilan negeri atau umum, kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan
peradilan militer, dan peradilan tata usaha berdasarkan hukum Islam, wakaf dan
negara, tidak berada di atas dan berada di shadaqah (Pasal 49 Undang-undang Nomor 7
bawah antara yang satu dengan yang lain. Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
Sebagaimana diketahui bahwa salah Pengadilan Agama sebagai salah satu
satu tujuan lahimya Undang-undang Nomor 7 pelaksana kekuasaan kehakiman diakui
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah keberadaannya sebagai salah satu dari empat
mempertegas kedudukan dan kewenangan lingkungan peradilan dalam Undang-undang
Peradilan Agama Kedudukan Peradilan Agama Peradilan Agama Kedudukan Peradilan Agama
membedakan orang yang beragama Islam di dapat dilihat dalam konsideran Undang-
Jawa dan Madura dengan orang Islam yang undang Nomor 7 Tahun 1989 huruf c, bahwa
berada di kepulauan lain. Padahal ciri utama salah satu upaya untuk menegakkan keadilan,
Peradilan Agama kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum
sifat
keberadaan
digantungkan kepada dasar agama, yaitu tersebut adalah melalui Peradilan Agama.
agama Islam. Dalam praktek terdapat Kemudian dalam konsideran huruf e, “...
perbedaan jangkauan yuridiksi antara satu dipandang perlu menetapkan undang-undang
daerah (Jawa dan Madura) dengan daerah yang mengatur susunan, kekuasaan dan
yang lain sepanjang mengenai warisan. Bagi hukum acara peradilan dalam lingkungan
masyarakat Islam yang ada di Jawa dan Peradilan Agama Dalam penjelasan umum
Madura diterapkan hukum waris adat yang angka
1 dijelaskan : ”...masing-masing dimasukan ke dalam yuridiksi lingkungan mempunyai lingkup kewenangan mengadili
Peradilan Umum/Negeri, sedangkan kepada perkara atau sengketa di bidang tertentu dan
mereka yang beragama Islam di luar Jawa dan salah satunya adalah Badan Peradilan Agama.
Madura diberlakukan hukum waris Islam Ketentuan lain dapat dilihat dalam Pasal 2,
(faraidh) dan lingkungan peradilan yang yaitu Peradilan Agama merupakan salah satu
mengadilinya dimasukan kedalarn yuridiksi pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat
Pengadilan Agama (M. Yahya Harahap, 1993 : pencari keadilan yang beragama Islam...".
Pasal 3 ayat (2) menegaskan kekuasaan Sejak berlakunya Undang-undang
kehakiman dilingkungan Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Agama, serta merta gugur semua daya
Pengadilan Negara Tertinggi. kekuatan hukum peraturan-peraturan yang
tersebut. Sebagaimana Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Sebelum lahirnya Undang-undang
beranekaragam
diketahui bahwa karena adanya kemajuan Agama, maka pengaturan dan susunan serta
dan perkembangan di bidang ilmu dan hukum beracara yang berlaku masih beraneka
teknologi telah membawa dampak dalam ragam. Keanekaragaman peraturan yang
kehidupan manusia. Perubahan-perubahan mengatur lingkungan Peradilan Agama, tidak
yang terjadi dalam masyarakat, karena saja
kemajuan dan perkembangan ilmu dan tentang peraturannya itu sendiri, tetapi juga
menggambarkan
keanekaragaman
teknologi, maka hukum sebagai sub sistem berdampak pada ketidakseragaman tentang
dalam masyarakat tidak dapat terlepas dari kewenangan yuridiksi. Berdasarkan ketentuan
Adi Sulistiyono, Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116,
perubahan
tersebut.
mengemukakan bahwa memasuki abad lingkungan Peradilan Agama di Jawa dan
teknologi informasi, kemajuan ilmu dan Madura tidak berwenang mengadili perkara
teknologi, maka perubahan-perubahan dalam warisan. Sebaliknya berdasarkan Peraturan
masyarakat akan terjadi dengan sangat cepat
dan sangat kompleks, bahkan perubahan- lingkungan Peradilan Agama di Jawa dan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957,
perubahan tersebut sering terjadi tanpa kita Madura mempunyai kewenangan mengadili
rencanakan lebih dahulu atau tidak dapat kita rencanakan lebih dahulu atau tidak dapat kita
kompleks dapat terakomodasi dalam undang- Demikian juga hukum sebagai salah satu sub
(unpredictable).
undang. Demikian juga ketentuan dalam sistem dalam masyarakat akan terkena imbas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tidak perubahan tersebut (Adi Sulistiyono, 2002 :
semua kebutuhan 51).
dapat
mewadahi
kehidupan manusia, sehubungan dengan hal tersebut Undang-undang Nomor 7 Tahun
Tuntutan reformasi hukum telah 1989 diadakan perubahan dengan Undang- mulai mendapatkan respon dari pemerintah.
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Berkaitan dengan reformasi di bidang
Peradilan Agama. Perubahan undang-undang kekuasaan kehakiman, maka diundangkanlah
Agama tersebut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
tentang
Peradilan
dimaksudkan sebagai upaya mewadahi atau Kekuasaan Kehakiman. Adanya perubahan
mengakomodasi kebutuhan hukum warga Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
masyarakat yang sudah tidak sesuai lagi menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun
dengan perkembangan dalam masyarakat. 2004 dilatarbelakangi oleh adanya perubahan
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 di tingkat konstitusi, yaitu dengan adanya
Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, amandemen Undang-Undang Dasar 1945
sebagai perubahan pertama atas Undang- yang memunculkan dua lembaga negara yang
undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu
Peradilan Agama, menegaskan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang (Abdul Ghofur Anshori, 2007 : 49).
memeriksa, memutus dan menyelesaikan Selanjutnya beliau mengatakan adanya
perkara-perkara di bidang : a.perkawinan, b. perubahan pada undang-undang tentang
kewarisan, c.wasiat, d. hibah, e. Wakaf , f. kekuasaan kehakiman yang cukup signifikan
Zakat, g. Infaq, h. Shadaqah, i. Ekonomi lebih disebabkan oleh adanya amandemen
syh'ah.
Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini tentu saja berimbas pada undang-undang di bidang
Dalam penjelasan Undang-undang kekuasaan kehakiman yang lain, yaitu
Nomor 3 Tahun 2006, dijelaskan bahwa Undang-undang tentang Mahkamah Agung,
ekonomi syari'ah adalah perbuatan atau Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jadi
prinsip syari'ah, antara lain meliputi : bank adanya perubahan tersebut dilatarbelakangi
syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, oleh undang-undang sebelumnya yang tidak
syari'ah, reasuransi syari'ah, sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
asuransi
reksadana syari'ah, obligasi syari'ah dan surat hukum
berharga berjangka menengah syari'ah, ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang
sekuritas syari'ah, pembiayaan syari'ah, Dasar 1945.
pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan bisnis syari'ah.
Sebagaimana dikemukakan bahwa karena adanya perkembangan dan kemajuan
Berdasarkan perluasan kewenang-an di bidang ilmu dan teknologi, maka tidak
Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam semua bidang kehidupan manusia yang begitu
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah masyarakat, dan hakim bukan sekedar corong dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun
undang-undang atau hanya membunyikan 2009 tentang Peradilan Agama, maka tugas
bunyi ketentuan dalam undang-undang. hakim Peradilan Agama menjadi semakin luas dan berat. Dalam arti perluasan kewenangan
Tugas hakim dalam memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara tersebut membutuhkan sumber daya dan
wawasan yang semakin luas, karena substansi ekonomi syari'ah merupakan hal yang belum dikenal
merupakan perluasan atau materi yang dihadapi oleh hakim
dan
Pengadilan Agama merupakan hal yang baru. kewenangan, maka hakim dalam menjalankan tugasnya tidak boleh hanya terjebak pada
Ekonomi syari'ah seperti yang disebutkan meliputi berbagai bidang atau substansinya
ketentuan yang terdapat di dalam undang- undang. Undang-undang tidak selalu lengkap,
sangat luas dan meliputi berbagai bidang yang jelas dan mengatur segala kehidupan manusia
sama sekali belum banyak dikenal atau diketahui oleh hakim Pengadilan Agama,
atau
mungkin
terdapat kekosongan
terhadap suatu maka hakim tidak boleh berpangku tangan,
hukum/undang-undang
karena perkara yang diajukan ole para pihak perkara konkret tertentu, maka undang- undang tersebut perlu dilengkapi, dijelaskan
tidak boleh ditolak untuk diperiksa Hakim Pengadilan Agama harus cepat memahami
dan diisi agar dapat berfungsi sebagaimana tujuan dari hukum itu dilaksanakan. Dalam
tugas dan tanggung jawabnya, menguasai materi yang baru, perlu adanya seminar-
hal yang demikian, tugas hakim tidak hanya menerapkan undang-undang yang sifatnya
seminar, latihan-latihan pendalaman dalam kaku, hakim wajib menemukan hukumnya
kaitannya dengan perkara yang materinya (rechtvinding) terhadap peristiwa konkret
tidak dikenal sebelumnya. Hakim Pengadilan yang belum diatur dalam undang-undang,
Agama dituntut untuk lebih mempunyai persiapan yang lebih baik dalam menangani,
atau diatur namun belum jelas atau sudah usang
sesuai dengan memeriksa dan menyelesaikan perkara
atau
tidak
ekonomi syari'ah, mereka dituntut dapat perkembangan dan kebutuhan di dalam masyarakat.
menyelesaikan perkaranya dengan tidak meninggalkan tujuan hukum, yaitu kepastian
Penemuan hukum oleh hakim bukan hukum, keadilan dan kemanfaatan. Hakim
merupakan hal yang dilarang atau tabu dalam dianggap tahu tentang hukum (asas ius curia
kehidupan masyarakat modern sekarang, novit), maka semua perkara atau sengketa
bahkan hakim wajib. Ketentuan tersebut yang diajukan oleh para pihak dilarang ditolak
dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang- untuk diperiksa dengan alasan hukumnya
undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kurang atau tidak jelas, melainkan hakim
Kekuasaan Kehakiman, yaitu : Hakim dan wajib
hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti menyelesaikannya. Hakim harus dapat
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa menemukan hukumnya terhadap perkara
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal atau peristiwa konkret yang yang diajukan
10 ayat (1), yaitu : Pengadilan dilarang para pihak untuk ditemukan hukumnya.
menolak untuk memeriksa, mengadili dan Hakim wajib menggali dan menemukan nilai-
memutus suatu perkara yang diajukan dengan nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam memutus suatu perkara yang diajukan dengan nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam
Mahkamah Agung dan badan, peradilan yang mengadilinya.Berdasarkan hal-hal yang telah
berada di bawahnya, dalam lingkungan dikemukakan tersebut, maka penulis tertarik
peradilan umum, lingkungan peradilan untuk mengadakan penelitian tentang
peradilan militer, penemuan hukum oleh hakim Pengadilan
agama,
lingkungan
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Agama Penemuan hukum merupakan hal
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. sangat penting, karena tugas hakim tidak saja hanya sebagai penerap undang-undang,
2. Ajaran Penemuan Hukum. melainkan juga memberikan penafsiran
Penerapan undang-undang oleh terhadap undang-undang. Penelitian ini
hakim dalam proses peradilan telah mengambil jpdul : "Penemuan Hukum Oleh
mengalami perkembangan sejak jaman kuno Hakim Pengadilan Agama Dalam Perkara
sehingga melahirkan Ekonomi Syari' ah".
(klasik),
ajaran/faham/teori tentang praktek hukum di
B. Tinjauan Pustaka
pengadilan. Pada jaman Yunani kuno (jaman klasik),
Aristoteles telah
1. Kedudukan dan Kekuasaan Pengadilan mempersepsi/meramalkan munculnya Agama.
kesulitan-kesulitan
dalam menerapkan kaedah-kaedah hukum pada perkara-perkara
Sebagai salah satu dari empat badan konkret, maka untuk bertindak adil seorang
pelaksana kekuasaan kehakiman, maka hakim harus menyelami sungguh-sungguh kedudukan Pengadilan Agama adalah sejajar
perkara-perkara konkret, seolah-olah ia atau sama dengan pengadilan yang lain,
melihat sendiri, selanjutnya hakim harus seperti Pengadilan Negeri atau umum,
menggunakan "Epikeia" , yaitu harus Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha
mempunyai rasa tenang apa yang adil, apa Negara. Ketentuan tersebut dapat dilihat
yang tidak adil, dalam hal ini adalah yang dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945
pantas. Dalam hukum Romawi dikenal dengan (amandemen), yaitu : kekuasan kehakiman
sebutan "lex dura, tametsi snt scripla" dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
(peraturan memang kejam, akan tetapi itulah badan peradilan yang berada di bawahnya
yang tertulis dan dianggap berlaku), dan dalam
"Summun ius, summa iniuria" (hukum yang lingkungan peradilan agama, lingkungan
paling sesuai dengan peraturan, paling tidak peradilan militer, lingkungan peradilan tata
adil). Menurut Thomas Aquinas, "epikeia" usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
bukanlah hukum melainkan tafsiran hukum Konstitusi. Ketentuan tersebut ditegaskan
yang bijaksana tentang perkara-perkara kembali dalam Pasal 18 Undang-undang
hukum (Theo Huijbers, dalam Prasetyo H.P., Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Majalah Yustisia, Nomor 35 Tahun X Maret- Kehakiman, sebagai perubahan ketiga atas
Mei 1 996 : 39)..
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Di samping itu, Achmad Ali, (Achmad Kekuasan Kehakiman. Pasal 18 Undang-
Ketentuan-ketentuan
Pokok
Ali. 2008 : 107-112) mengemukakan beberapa undang Nomor 48 Tahun 2009, menegaskan
aliran penemuan hukum, yaitu : aliran penemuan hukum, yaitu :
memunculkan aliran Aliran ini mengajarkan bahwa hakim
ini
sozoilogische rechtsshule, yang pada boleh melakukan penemuan hukum.
pokoknya hendak menahan kemungkinan Sekalipun bahwa undang-undang itu tidak
munculnya kesewenang-wenangan hakim lengkap, tetapi undang-undang masih
berkaitan dengan diberikannya hakim dapat menutupi kekurangn-kekurangnya
freies ermessen. Aliran ini tidak setuju jika sendiri, karena undang-undang mempunyai
hakim diberi freies ermessen. Namun daya meluas. Penggunaan hukum logika
demikian, aliran ini tetap mengakui bahwa yang dinamai silogisme menjadi dasar
hakim tidak hanya sekedar "terompet utama aliran begrifflsjurisprudenz, dan cara
undang-undang", melainkan hakim juga berpikir silogisme dijelaskan oleh Sudikno
memperhatikan kenyataan Mertokusumo, yaitu hakim mengambil
harus
kenyataan masyarakat, perasaan dan kesimpulan dari adanya premis mayor,
kebutuhan hukum warga masyarakat serta yaitu (peraturan) hukum dan permis minor,
kesadaran hukum warga masyarakat. yaitu peristiwanya Siapa mencuri dihukum
terbukti mencuri harus dihukum.
d. Ajaran Paul Scholten.
Hukum merupakan satu sistem yang chtsschule).
b. Aliran interessenjurisprudens
(freire-
berarti semua aturan saling berkaitan, dapat disusun secara mantik, dan untuk
Menurut aliran ini, undang-undang yang bersifat khusus dapat dicarikan jelas tidak lengkap. Undang-undang bukan
aturan-aturan umumnya, sehingga tiba satu-satunya sumber hukum, sedangkan
pada asas-asasnya. Namun, tidak berarti hakim dan pejabat lainnya mempunyai
hakim hanya bekerja secara mantic kebebasan yang seluas-luasnya untuk
semata. Hakim juga harus bekerja atas melakukan penemuan hukum. Dalam arti
dasar penilaian, di mana hasil dari kata, bukan sekedar penerapan undang-
penilaian itu menciptakan sesuatu yang undang
baru. Sistem hukum itu logis, tidak memperluas dan memberikan peraturan
oleh hakim,
tetapi
juga
tertutup, disebut sebagai open system van dalam putusan hakim. Untuk mencapai
het recht. Sistem hukum itu tidak statis, keadilan yang setinggi-tingginya, hakim
karena sistem hukum itu membutuhkan boleh menyimpang dari undang-undang
atau penetapan- demi kemanfaatan masyarakat. Menurut
putusan-putusan
penetapan yang senantiaanya menambah Sudikno Mertokusumo (1993 : 49), aliran
luasnya sistem hukum tersebut. Sistem ini sangat berlebih-lebihan, karena hakim
hukum itu sifatnya terbuka. Paul Scholten tidak hanya boleh mengisi kekosongan
melihat bahwa penilaian hakim itu undang-undang
dilakukan dalam wujud interpretasi dan menyimpang.
konstruksi. Undang-undang mempunyai
c. Aliran Soziologische Rechtsschule. kebebasan yang lebih primer, sedangkan hakim mempunyai "keadaan terikat" pada yang lebih primer itu.
e. Penemuan hukurn heteronom dm otonom. untuk memulihkan demokrasi dan negara berdasarkan hukum. (Bagir Manan, 2005 :
Sudikno Mertokusumo,
dengan
mengacu pandangan Knottenbelt (dalam Inleiding in het Nederlandse Recht, hlm,
Pijakan hakim dalam penemuan 98), mengemukakan bahwa penemuan
hukum kiranya tidak menjadi ragu-ragu, hukum heteronom adalah jika dalam
karena kreativitas hakim dalam kaitanya penemuan hukum, hakim sepenuhnya
penerapan undang-undang tunduk pada undang-undang. Penemuan
dengan
terhadap peristiwa hukum konkrit telah hukum ini terjadi berdasarkan peraturan-
diatur dalam undang-undang Nomor 4 peraturan di luar diri hakim. Pembentuk
tentang Kekuasaan undang-undang membuat peraturan pada
Tahun
Kehakiman. Dalam memeriksa, memutus umumnya, sedangkan hakim hanya
dan mengadili perkara hakim dilarang mengkonstatir bahwa undang-undang
menolak untuk memeriksa, mengadili dan dapat diterapkan pada peristiwanya,
memutus suatu perkara yang diajukan kemudian hakim menerapkannya menurut
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau bunyi undang-undang. Penemuan hukum
h a n g jelas, melainkan wajib untuk heteronom merupakan penerapan undang-
memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 undang yang terjadi secara logis dan
ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun terpaksa sebagai silogisme, sedangkan
2009). Berkaitan dengan hal tersebut, agar penemuan hukum otonom adalah jika
putusan hakim di samping memberikan hakim dalam menjatuhkan putusannya
hukum, juga harus dibimbing oleh pandangan-pandangan atau
kepastian
mencerminkan rasa keadilan warga pikirannya sendiri, hakim memutus
terdapat unsur menurut
masyarakat
dan
kemanfaatan, maka hakim wajib menggali, menjalankan fungsi yang mandiri dalam
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum penerapan
dan rasa keadilan yang hidup dalam peristiwa
undang-undang
terhadap
masyarakat (Pasal 5 ayat (1) Undang- Mertokusumo, dalam Achmad Ali. 2008 : 1
hukumkonkrit
(Sudikno
undang Nomor 48 Tahun 2009). 11).
C. METODE PENELITIAN
3. Kebebasan Hakim. Sifat penelitian ini adalah deskriptif, karena dalam penelitian ini hendak diperoleh
Pada hakikatnya
kemandirian
gambaran yang lebih jelas tentang perilaku kekuasaan kehakiman atau independensi
hakim dalam memberikan putusan terhadap peradilan itu bermaksud untuk mencegah
perkara yang diajukan para pihak di muka penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan
sidang pengadilan. Penelitian dilakukan di oleh badan negara Reformasi memandang,
Pengadilan Agama Surakarta. Data yang independensi
kekuasaan
kehakiman
digunakan adalah data primer dan sekunder, sebagai salah satu obyek yang sangat
data primer diperoleh melalui wawancara mendasar yang perlu dipulihkan atau
dengan hakim (bapak Sultoni) data sekunder ditegakkan kembali. Kekuasaan kehakiman
diperoleh melalui studi pustaka. yang merdeka merupakan salah satu pilar diperoleh melalui studi pustaka. yang merdeka merupakan salah satu pilar
Langkah-langkah yang
berkaitan
disebut rechtmacuum, kekosongan undang- hukum yang telah dikumpulkan untuk
undang (wet vacuum), antinomi (konflik menjawab isu-isu hukum yang telah
norma hukum) dan norma yang kabur (vage dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu
normen) (Phlilipus M.Hadjon, dalam Johnny menggunakan analisis kualitatif. Dalam
Ibrahim, 2006 : 215).
menganalisis perkara ekonomi syari'ah yang Mengingat begitu luas cakupan
diajukan ke Pengadilan Agama, maka jika bidang-bidang tersebut sudah diatur dengan
perluasan kewenangan Peradilan Agama yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor
jelas, hakim tinggal menerapkan ketentuan yang ada terhadap peristiwa konkret. Dalam
3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yaitu khususnya tentang ekonomi syari'ah, maka
hal telah diatur, namun kurang jelas atau tugas hakim, sebagaimana dikemukakan oleh
kabur atau sudah tidak sesuai dengan kebutuhan atau situasi dalam masyarakat
Abdul Ghofur Anshori, hakim di samping harus memperhatikan norma-norma hukum
(tidak mencerminkan keadilan), hakim melakukan interpretasi hukum agar putusan
dalam menjalankan tugasnya, ia juga harus mengindahkan norma moral dan agama,
yang diambil sesuai dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Demikian juga jika suatu
sehingga ia benar-benar dapat menjadi benteng terakhir bagi pencari keadilan yang
peristiwa konkret terdapat kekosongan hukum atau undang-undang, maka hakim
mengajukan permasalahan kepadanya untuk mendapatkan putusan yang menjunjung
melakukan konstruksi hukum. tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dan kemanfaatan (Abdul Ghofur Anshori, 2007 : 71).
Sebagai pelaksana
kekuasaan
kehakiman, pengadilan agama diatur dalam Dengan demikian hakim pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama juga harus mampu Peradilan Agama. Kehadiran undang-undang
melakukan penemuan hukum, apalagi dalam Nomor 7 Tahun 1989 tersebut disambut
Pengadilan Agama banyak sumber hukum gembira oleh para pemeluk agama Islam,
yang dapat digali, seperti undang-undang dan karena mereka dapat menyelesaikan segala
juga sumber hukum Islam sebagaimana permasalahan yang timbul dalam kehidupan
tertuang dalam Al-Qur'an, hadits, ijma dan sehari-hari melalui wadah yang sesuai dengan
qiyas. Perkembangan hukum Islam saat ini ajaran yang dianutnya. Sebelum lahirnya
cepat diberbagai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
berlangsung
sangat
lapangan. Untuk itu hakim di Pengadilan Peradilan Agama, maka pengaturan dan
Agama juga diharapkan dapat menjadi susunan serta hukum acara yang berlaku
mujtahid dalam hal menghadapi kasus-kasus masih beraneka ragam.
baru yang belum ada hukumnya. Langkah- langkah yang ditempuh oleh hakim dalam
Philipus M. Hadjon, permasalahan rangka menemukan hukum dalam Islam dari segi aspek penerapan hukum antara lain
dikenal dengan istilah ijtiihad. Ijtihad intinya meliputi interpretasi hukum (menafsirkan
adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh makna hukum positif), dan kekosongan adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh makna hukum positif), dan kekosongan
Agama sebagai perubahan pertama atas individu maupun kelompok). Dalam Islam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang ketika hukum yang ditemukan benar,
Peradilan Agama, baru ada satu kasus tentang mujtahid/hakim akan mendapatkan dua
ekonomi syari'ah yang diajukan di pengadilan pahala, akan tetapi jika ijtihadnya ternyata
tersebut. Kasus Nomor perkara syari'ah salah, ia mendapatkan pahalanya satu.
217/pdt.G/2010/PA/Ska. Peneliti belum mendapat data yang lebih mendalam
Berkaitan dengan tugas hakim, berkaitan dengan kasus tersebut, karena Bustanul Arifin berpendapat bahwa agar
kasusnya belum diperiksa oleh hakim di seorang hakim dapat menjalankan tugas
Pengadilan Agama Sebelum membahas pokoknya dengan baik, maka hakim tersebut
tentang ekonomi syari'ah sebagai perluasan haruslah learned in law (alim dalam ilmu
kewenangan Peradilan Agama, maka perlu hukum) dan skilled in law (terampil dalam
dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan melaksanakan hukum). Di samping harus
eksistensi Pengadilan Agama di Surakarta. memahami substansi dan arti hukum, maka ia
juga harus terampil dalam penerapan hukum Menurut Taufiq, dalam mengadili (Asassriwarni, 2006 : 304). Jadi ditangan
perkara sengketa ekonomi syari'ah, sumber hakimlah hukum menjadi ilmu terapan
hukum utama adalah perjanjian, sedangkan (applied science), atau dengan kata lain
yang lain merupakan pelengkap saja. Oleh adalah konkritisasi hukum adalah melalui
karena itu, hakim harus memahami apakah putusan hakim (Abdul Ghofur Anshori, 2007 :
suatu aqad perjanjian itu sudah memenuhi 76).
syarat dan rukun sahnya suatu perjanjian. Apakah suatu aqad perjanjian itu sudah
Menurut Satria Effendi, bahwa hakim memenuhi asas kebebasan berkontrak, asas harus mampu melalukan ijtihad atau
persamaan dan kesetaraan, asas keadilan, mengeluarkan hukum dari sumbernya,
asas kejujuran dan kebenaran, serta tertulis. sekaligus juga
harus mampu untuk Hakim harus juga meneliti apakah aqad menerapkannya. Seorang hakim harus
perjanjian itu mengandung hal-hal yang mampu melakukan ijtihad istinbathy dan juga
dilarang oleh syari'at Islam, seperti riba ijtihad tathbiqy (Satria Effendi M. Zein, 1993).
dengan segala bentuknya, ada unsur gharar Berkaitan dengan penemuan hukum oleh
atau tipu daya, unsur maisir atau spekulatif hakim Pengadilan Agama, sebenarnya hakim
dan unsur dhulm atau ketidakadilan. Jika tidak perlu ragu-ragu, karena hal tersebut
unsur-unsur ini terdapat dalam aqad telah ada dasar hukumnya sebagaimana
perjanjian, maka hakim dapat menyimpang diatur dalam Undang-undang Nomor 48
dari isi aqad perjanjian itu (Taufiq, 2006 : 6). Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1). Contoh penemuan hukum oleh hakim Pengadilan Agama dalam bidang ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian di syari'ah, yaitu dalam fidusia dan tanggungan Pengadilan Agama Surakarta, maka sejak
diidentikan dengan gabungan antara akad adanya
rahn dan akad wadiah (gadai dan titipan). diamanatkan dalam Pasal 49 Undang-undang
perluasan
kewenangan
yang
Identik dengan rahn, karena harta tersebut ditentukan oleh (a) materi peraturan menjadi hutang bagi kreditor, dan identik
perundangan yang bersangkutan, b) tempat dengan wadiah, karena benda yang
perkara diajukan, (c) menurut jamannya. dijaminkan tersebut tetap dikuasai dan dimanf'aatkan oleh debitor sebagai pemilik
Terobosan hukum yang dilakukan hakim Pengadilan Agama surakarta, dalam
harta (Abdul Manan, 2008 : 11). Berdasarkan hal tersebut, maka hakim di Pengadilan
hubungannya dengan bidang ekonomi syari'ah adalah melakukan interpretasi dan
Agama harus berani mengambil langkah untuk menemukan hukumnya terhadap suatu
konstruksi hukum. Interpretasi hukum adalah metode penemuan hukum yang dapat
perkara yang belum diatur dalam undang- undang atau sudah diatur dalam undang-
dilakukan hakim terhadap peristiwa yang telah ada peraturan hukumnya, namun
undang, namun kurang jelas atau tidak pengaturannya tidak atau kurang jelas,
lengkap atau sudah usang dan tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan dalam
sedangkan konstruksi hukum dapat dilakukan hakim
dengan adanya kehidupan masyarakat. Penemuan hukum
sehubungan
oleh hakim dapat dilakukan dengan cara-cara kekosongan hukum. Dengan melakukan penafsiran argumentum per analogian
yang ditawarkan oleh ilmu hukum.
dengan memperluas Jadi, tugas penting dari hakim ialah
(analogi),
yaitu
berlakunya peraturan perundang-undangan menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal
yang mengatur tentang kegiatan ekonomi yang nyata di masyarakat. Apabila undang-
pada umumnya terhadap kegiatan ekonomi undang tidak dapat dijalankan menurut arti
adanya persamaan- katanya, hakim harus menafsirkannya.
syari'ah
karena
persamaan antara keduanya. Dengan lain perkataan apabila undang- undang
Dalam praktik, penemuan hukum menafsirkannya, sehingga ia dapat membuat
tidak jelas,
hakim
wajib
yang dilakukan hakim melalui tiga cara, yaitu suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan
interpretasi, konstruksi dan penghalusan maksud hukum, yaitu mencapai kepastian
hukum (Johnny Ibrahim, 2006 : 219). hukum. Karena itu, orang dapat mengatakan
1. Interpretasi Hukum
bahwa menafsirkan undang-undang adalah kewajiban hukum dari hakim. Sekalipun
Menurut Sudikno Mertokusumo, penafsiran merupakan kewajiban hukum dari
interpretasi atau penafsiran merupakan salah hakim,ada beberapa pembatasan mengenai
satu metode penemuan hukum yang kemerdekaan hakim untuk menafsirkan
memberikan penjelasan gamblang tentang undang-undang.
teks undang-undang, agar ruang lingkup bahwa hakim harus tunduk pada kehendak
Logeman,
mengatakan
kaidah dalam undang-undang tersebut dapat pembuat
diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. kehendak itu tidak dapat dibaca begitu saja
Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran dari kata-kata peraturan perundangan, hakim
aturan tersebut untuk merealisasikan fungsi harus mencarinya dalam sejarah kata-kata
agar hukum positif itu berlaku. Dalam praktik tersebut (Ultrecht. E.1983 : 20) . Oleh karena
hukum, menafsirkan undang-undang untuk itu, menurut Polak, cara penafsiran
menemukan hukumnya tidak hanya dilakukan menemukan hukumnya tidak hanya dilakukan
Untuk memenuhi kekosongan hukum, hakim kepentingan dengan pengadilan (Sudikno
harus melakukan konstruksi antara sistem Mertokusumo, dalam Johhny Ibrahim, 2006 :
dan sistem materiil hukum. 220).
formal
Berdasarkan ketentuan hukum positif yang mengandung persamaan, hakim membuat
Secara umum, metode interpretasi suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) baru (penafsiran) hukum dapat dikelompokan ke
yang menjadi dasar pembenaran keputusan dalam 11 macam, yaitu interpretasi
yang di buatnya.
gramatikal (menurut bahasa), interpretasi historis, sistematis, sosiologis atau teologis,
Ada empat jenis metode konstruksi komparatif, futuristic, restriktif, ekstensif,
hukum yang biasanya digunakan oleh hakim otentik atau secara resmi, interdisipliner,
dalam upaya menemukan hukum, yaitu multidisipliner (jenis interpretasi, lihat Yudha
argumentum per analogiam Bhakti Ardhiwisastra, Sudikno Mertokusumo,
metode
argumentum acontrario, dalam Jazim Hamidi, 2005 : 57). Berdasarkan
(analogi),
/ pengkonkritan hukum jenis atau macam interpretasi tersebut, hakim
penyempitan
dan fiksi hukum. bebas untuk memilih dan sudah barang tentu
(rechtsverwijning),
Penggunaan jenis-jenis metode konstruksi pilihan hakim akan dikaitkan dengan perkara
hukum diserahkan sepenuhnya pada hakim atau peristiwa yang diajukan di muka sidang,
dan sudah barang tentu hakim akan untuk diputus sesuai dengan keadilan dan
menyesuaikan dengan peristiwanya serta kemanfaatan.
putusannya sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Penggunaan metode analogi
2. Konstruksi Hukum. dalam perkara perdata rupanya dapat Metode konstruksi hukum digunakan
diterima, namun yang sering menimbulkan oleh hakim jika ia dihadapkan pada suatu
polemik penggunaan dalam perkara pidana. kasus yang dihadapinya ternyata belum ada
Penggunaan analogi dalam kasus pidana aturannya (leemten in het recht) atau sering
nampaknya belum diterima, walaupun Bismar disebut rechtsvacuum. Hakim terikat pada
melakukan terobosan asas hukum di mana ia tidak boleh menolak
Siregar
pernah
penggunaannya dalam kasus perkosaan perkara yang diajukan kepadanya dengan
bahwa kemaluan wanita dianalogikan sebagai dalih hukum tidak atau belum mengatumya
'barang' , tetapi dalam putusan kasasi (asas ius curia novit). Metode konstruksi
Mahkamah Agung, putusan/terobosan ini hukum bertujuan agar hasil putusan hakim
dibatalkan (Achmad Ali, 2002 : 186). dalam peristiwa konktrit yang ditanganinya
Meskipun analogi dilarang penggunaannya
dapat memenuhi rasa keadilan dan
dalam hukum pidana, tidak berarti tertutup memberikan manfaat bagi para pencari
hakim untuk keadilan.Tentu saja hal itu tidak mudah,
kemungkinan
bagi
menyimpanginya. Sebab sang hakim adalah karena masing-masing yang berperkara
aktor yang memiliki kebebasan untuk memilih memiliki standar dan kriteria yang berbeda
alternatif tindakan yang tepat untuk dalam memandang hukum. Berdasarkan
tercapainya rasa keadilan dalam masyarakat. pertimbangan nuraninya seorang hakim harus
Berbicara tentang tindakan hakim dalam Berbicara tentang tindakan hakim dalam
hati nuraninya demi mencari keuntungan yang dikembangkan oleh Talcott Parsons.
materiil bagi diri sendiri, memberikan Dalam teori aksinya itu, Parsons menguraikan
kepuasan bagi penguasa, menguntungkan tentang konsep voluntarism.
kaum powerfull (secara politik dan ekonomi) atau demi menjaga kepastian hukum semata.
3. Penghalusan atau penyempitan hukum. Suara hati nurani yang dimaksud adalah suara Metode penghalusan / penyempitan
hati nurani untuk kepentingan masyarakat hukum tidak dikemukakan dalam kajian
banyak. Kemudian dalam rangka menegaskan tulisan ini, karena di samping tidak diperinci
kembali hukum yang telah dilanggar, sang atau dijelaskan setiap metode menurut
hakim tidak boleh terikat pada bunyi jenisnya,
perkataan undang-undang semata, tetapi konstruksi hukum seperti diiemukakan oleh
harus mampu menciptakan hukum sendiri Jazim Hamidi, penghalusan atau penyempitan
melalui putusan-putusannya yang biasa hukum masuk di dalamnya. Dalam makalah
disebut judge made law (hukum yang dibuat ini hanya diberikan gambaran secara garis
oleh hakim). (Antonius Sudirman, 2007 : 55). besar penemuan hukum oleh hakim melalui
Dalam menegakkan keadilan dan hukum interpretasi atau hermeneutika hukum dan
tersebut, hakim dibebani kewajiban untuk konstruksi hukum, tidak setiap macamnya
menemukan hukumnya terhadap peristiwa atau jenisnya.
yang belum atau tidak diatur atau diatur tetapi kurang / tidak jelas / kabur. Penemuan
G. Simpulan
hukum oleh hakim di Pengadilan Agama Salah satu tugas utama hakim adalah
dapat dilakukan melalui hermeneutika hukum menegakkan
atau penafsiran hukum dan konstruksi bukan kepastian hukum (rechts ze'kerheid)
keadilan
(gerech'tigdheid),
hukum. Hakim mempunyai kebebasan untuk atau dalam bahasa K. Wancik Saleh,
menggunakan di antara jenis-jenis metode pekerjaan hakim berintikan keadilan. (K.
penemuan hukum yang ada, namun Wancik Saleh, 1977 : 39). Keadilan adalah
berdasarkan keyakinan hakim penggunaan bukan keadilan menurut bunyi perkataan
metode tersebut tidak akan menimbulkan undang-undang semata (let'terknechten der
permasalahan baru. Untuk sementara hakim wet), menurut versi penguasa atau
Pengadilan Agama dapat menggunakan berdasarkan
metode analogi. Berkaitan dengan penemuan melainkan keadilan berdasarkan Ketuhanan
hukum tersebut, maka hakim harus Yang Maha Esa. Menyadari bahwa keadilan
mempunyai kemampuan intelektual yang yang diperjuangkan oleh hakim adalah
tinggi, keberanian hati nurani yang kuat, keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
kejujuran, keimanan dan ketaqwaan yang Esa, maka dalam setiap putusannya, sang
kuat, loyalitas terhadap tugas, daya hakim tidak boleh hanya bersandar pada
kreativitas yang tinggi, sehingga putusannya undang-undang semata, tetapi juga harus
dapat membumi dan diterima sebagai sesuai dengan hati nuraninya yang tulus.
sesuatu yang baik, di samping memberikan Dengan kata lain, dalam setiap putusannya,
kepastian hukum juga mencerminkan rasa kepastian hukum juga mencerminkan rasa
Peradilan di Indonesia, Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.
F. Saran.
..................... 2004, Menggugat Dominasi Kewenangan
Positivisme Dalam Ilmu Hukum, berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun
Pengadilan
Agama
Surakarta : Sebelas Maret University 2006 tentang Peradilan Agama diperluas,
Press.
yaitu dalam kaitannya dengan bidang ekonomi syari'ah. Kewenangan tersebut
Aji Samekto , 2005, Hukum Kritis Kritik merupakan hal yang baru dan materi
Terhadap Hukum Modern, Bandung : kajiannya sangat lua, di samping hukum
Citra Aditya Bakti. materiilnyapun belum lengkap. Sehubungan
Aloysius Wisnusubroto, 1997, Hukum dan dengan tersebut, melalui kesempatan ini
peneliti memberikan saran khususnya kepada Pengadilan di Indonesia, Yogyakarta : Unika Atma Jaya
hakim di Pengadilan Agama agar putusannya dapat mencerminkan keadilan sebagaimana
Arief Budiman, 1996, Teori Negara, Negara, yang dicari warga masyarakat, maka hakim
Kekuasaan dan idiologi, Jakarta : PT. tidak hanya memperhatikan bunyi undang-
Gramedia Pustaka Utama. undang saja atau sebagai corong undang-
undang. Hakim dapat mencari dan menggali Anis Ibrahim, 2007, Merekontruksi Keilmuan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
Rmu Hukum dan Hukum Di Milinium masyarakat, meskipun sesuatu hal telah
Ketiga, Malang : In-Trans dan STIH. diatur dalam undang-undang, tetapi hal
Antonius Sudirman, 2007, Hati Nurani Hakim tersebut sudah tidak sesuai dengan
dan Putusanya Suatu Pendebatan dari kebutuhan dalam masyarakat atau sudah
Perspektif llmu Hukum Perilaku usang atau ketinggalan jaman.
(Behavioral Jurisprudence) Kasus Hakim Bismar Siregar, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
G. DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum
Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum,
dan BerReadilan, Yogyakarta UII. Press.
yang
Pasti
Bogor Selatan : Ghalia Indonesia. .................... 2002, Menguak Tabir Hukum (
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Suatu Kajian Filosofs dan Sosiologis),
2005, Aspek-aspek Perkembangan Jakarta : Gunung Agung.
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta : U I I . Press.
................... 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Bagir Manan, 2005. Sistim Peradilan
Terhadap Hukum, Jakarta : Yarsif Watampone. 1.
Bervibawa (suatu pencarian), (1) Yogyakarta : FH. UII. Press.
..................... 2005, "Mengadili Menurut Dalam Mewujudan Pmerintahan Yang Hukum ", dalam Varia Peradilan, XX,
Bersih, Yogyakarta : UII Press. No. 238. (2), Jakarta : IKAHI.
K. Wancik Saleh, 1977, Kehakiman dan
B. Arief Sidharta, 2003, Filsasat Ilmu Hukum, Peradilan, Jakarta : Ghalia Indonesia Bandung : LH. FH, Univ. Katolik Parahyangan.
Jazim Hamidi, 2005, Hermeneutika Hukum, Yogyakarta : UII. Press. Bismar Siregar, 1995, Hukum Hakim dan
Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Keadilan Tuhan, Jakarta : Gema Insani
Press. Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publishing.
Charles Himawan, 2006, Hukum Sebagai Panglima, Jakarta : Buku Kompas
Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah
Mandar Maju.
Telaah Sosiologis, Semarang : Suryandaru utama
Mochtar Kusumaatmadja, & B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Edi Herdyanto, Maret 2005, Kebijakan
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Penyelenggaraan
Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung : Kehakiman di bawah Satu Atap
Kekuasaan
Alumni.
Mahkamah Agung, Yustisia No. 68. Muchsin, 2004, Kekuasaan Kehakiman yang
E. Koswara, 1 99 1, Teori-teori Kepribadian, Merdeka dan Kebijakan Asasi, Jakarta Bandung : PT. Eresco.
: STM., IBLAM.
Fatkhurohman, Dian Arninudii, Sirajuddin, M. Yahya Harahap, 1993, Kedudukan 2004.
Kewenangan dan Acara Peradilan Mahkamah Konstitusi di Indonesia,
Memuhami
Keberadaan
Agama (Undang-undang Nomor 7 Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Tahun 1989), Jakarta : Pustaka Kartini. Frans Magnis Suseno, 1991, Etika Politik :
Moh. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik Prinsip-prinsip
dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : Kenegaraan Modern, Jakarta ;
Gramedia Munir Fuady, 2003, Aliran hukum Kritis
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Paradigma Ketidakberdayan Hukum, Berparadigma
Bandung : Citra Aditya Bakti. terjemahan Alimandan, Jakarta :
Ganda,1985,
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Rajawali.
Hukum, Jakarta : Prenada Media.
H.A. Muin Fahmal , 2006, Peran Asa-asas Umum Pemerintahan Yang Layak
Pontang Moerad, 2005, Pembentukan Hukum Sidharta, 2004, Karateristik Penalaran Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam
Dalam Konteks Ke Indonesiaan, Perkara Pidana, Bandung : Alumni.
Bandung : Disertasi Program Doktor Ilmu
Hukum Univ. Katolik Prasetyo Hadi Purwandoko, Maret - Mei
Parahyangan
1996, Kebebasan Hakim Dalam Mengadili Perkara Pelanggaran Lalu-
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal lintas, Yustisia Nomor 35.
Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty.
Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
........... 1993, Bab-bab tentang Penemuan Surabaya : Bina Ilmu.
Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto,
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum 1985, Renungan tentang Filsafat
Paradigma Metode dan Dinamika Hukum, Jakarta : Rajawali.
Masalahnya, Jakarta : Elsam Huma R. Benny Riyanto, Kebebasan Hakim Dalam
............., 2007, Hukum Dalam Masyarakat Memutus
Perkembangan dan Masalah Sebuah Pengadilan Negeri, Yustisia, Edisi 74,
Pengantar ke Arah Kajian Sosiologi Mei - Agustus 2008, Tahun XVII
Hukum,
Malang : Bayumedia
Publishing.
Sabian Utsman, 2008, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Yogyakarta :
Yudha Bhakti Ardhiwim 2000, Penafsiran dan Pustaka Pelajar.
Konstruhi Hukum, Bandung : Alumni Satjipto Rahardjo, 2008, Membedah Hukum
Ultrecht, E., 1983, Pengantar Dalam Hukum Progresif, Jakarta : Buku Kompas.
Indonesia, Jakarta : Ikhtiar Baru. .................., 2007, Biarkan Hukum Mengalir
Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta : Buku Kompas.
.................., 2006, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta : UKI Press.
.................., 2009, Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum, Malang : Bayumedia Publishing.
.................., 1983, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-pengalaman
di
Indonesia, Bandung : Alumni.
ANALlSlS FAKTOR PENGHAMBAT MEDIASI DALAM SENGKETA PERDATA Dl PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
Th. Kussunaryatun SH. MH.
ABSTRACT
This research was conducted to assess the implementation of Supreme Court Regulation No. 1 of 2008 on Mediation Procedure in the District Court of Surakarta, and factors of barriers to the implementation of mediation, and the solution.
This research is non doctrinal/social research that is descriptive. Data used mainly primary data, supported by secondary data. Determination of resource persons with purposive sampling. Data collection using interviews and literature study and analyzed by qualitative analysis which with the logic of induction.
The results showed that the District Court of Surakarla already implement the provisions in Perma No. 1 of 2008 on Mediation Procedure in District Court, in particular already provides ten mediators listed in mediator, despite the fact that the parties prefer to judge rather than a mediator mediators are not judges. The judges examiner case requires the parties to implement the mediation process, and the stages in the process of mediation has been conducted in accordance with the provisions of Article 13 through Article 20 Perma No. 1 / 2008.
Barriers that arise in the mediation process, particularly come from the parties themselves, who maintain negative traits such as high self-esteem, feel the most right, will not budge at all, more content to accept the decision of the judge rather than accept the deed for peace. Barriers also arise from the lawyer as a power law, which is actually hinder its clients to conduct mediation. Limited the number of mediators Judge is also a barrier to mediation because the workload of judges other than as a case examiner both civil and criminal matters, also must act as a mediator. Third party consisting of relatives or friends of the parties sometimes also gives a negative effect so that mediation is not achieved. The solution of these constraints are by growing awareness of the benefits of the parties to achieve mediation with the direction, approach and motivation provided by the mediator, lawyer as its legal counsel or by a third party. Need to increase the number pf mediators and judges. The Supreme Court immediately assign a mediator of behavior guidelines and incentives for mediators judges. Need intensive socialization of Perma No. 1 / 2008 to the parties involved in civil disputes and to the community.
Keywords : Constraints Factor, Mediation, Civil Dispute
A. PENDAHULUAN
terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.
1. Latar Belakang Masalah
Menurut PERMA Nomor 1 Tahun Proses pemeriksaan sengketa perdata
2008, pengertian mediasi adalah cara di Pengadilan Negeri selalu diawali dengan
penyelesaian sengketa melalui proses perdamaian atau mediasi yang diusahakan
perundingan untuk memperoleh kesepakatan oleh majelis hakim pemeriksa perkara.
para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi dapat dilaksanakan sepanjang proses
pemeriksaan, sebelum putusan hakim Banyak sekali manfaat yang dapat dijatuhkan.
dinikrnati oleh para pihak, apabila mereka melaksanakan mediasi dalam menyelesaikan
Pasal 130 HIR atau Pasal 154 Rbg perkara di pengadilan. Diperlukan kebesaran
mengatur tentang perdamaian. Majelis hakim hati dari masing-masing pihak advokat yang
pengadilan negeri dapat rnengusahakan menjadi kuasanya, ataupun mediator yang perdamaian, apabila pada hari sidang yang
terwujudnya perdamaian ditentukan ke dua belah pihak hadir. Akta
memfaslitasi
terciptanya mediasi perdamaian mempunyai kekuatan hukum
tersebut,
karena
membutuhkan pengorbanan dan keikhlasan pasti (in kracht van gewijsde) sehingga tidak
dari masing-masing pihak. dapat diajukan upaya hukum banding atau
kasasi. Menurut Yahya Harahap penyelesaian perkara melalui perdamaian, baik dalam
Untuk meningkatkan terlaksananya bentuk mediasi, konsiliasi, seperti summary
mediasi, Mahkamah Agung beberapa kali jury trial mengandung berbagai keuntungan
membuat peraturan
substansial dan psikologis (Yahya Harahap, diantaranya Surat Edaran Mahkamah Agung
tentang mediasi,
(SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
faktor penghambat Menerapkan Lembaga Damai. Pada Tahun
Banyak
terciptanya mediasi, apalagi jika gugatan 2003 Mahkamah Agung membuat peraturan
sudah dimasukkan pengadilan negeri. Pada mediasi yang lebih lengkap, yaitu Peraturan
umumnya masing-masing pihak lebih puas Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun
menjalani pemeriksaan perkara untuk 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
akhirnya memperoleh putusan hakim. Faktor Pada tanggal 31 Juli 2008 Mahkamah Agung
merasa paling benar dan harga diri, mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung
menyebabkan masing-masing pihak berusaha (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 dengan tujuan
saling mempertahankan haknya. Terciptanya untuk lebih mendayagunakan mediasi yang
mediasi kadang-kadang menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh tuntutan yang diajukan, mediasi kadang-kadang menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh tuntutan yang diajukan,
Rechtreglemen Buitengewesten (Rbg). agar sengketa dapat lebih cepat terselesaikan.
Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG:
PERMA Nomor 1 Tahun 2008
merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh " Jika pada hari yang ditentukan ke Mahkamah Agung untuk lebih mendorong
dua belah pihak datang, maka pengadilan terlaksananya mediasi di pengadilan. Perlu
negeri mengusahakan perdamaian dengan perantara
ketuanya. Jika perdamaian diadakan
dikeluarkannya PERMA tersebut dapat tercapai, maka dibuatkan akta perdamaian yang mempunyai kekuatan seperti putusan
mendorong jumlah perkara yang dapat diselesaikan dengan mediasi, ataukah sama
hakim yang sudah mempunyai kekuatan saja keadaanya sebelum berlakunya PERMA.
hukum pasti. Tidak diperkenankan banding Apakah dengan PERMA tersebut proses
terhadap putusan perdamaian. Seorang juru pelasksanaan mediasi dapat lebih mudah dan
bahasa dapat digunakan pada waktu usaha sederhana, sehingga menarik keinginan para
perdamaian.
pihak untuk menyelesaikan sengketanya Adi Sulistiyono mengartikan mediasi dengan cara mediasi. Perlu diteliti faktor apa
sebagai model penyelesaian sengketa dengan saja
melibatkan pihak luar yang tidak memihak, tercapainya mediasi, dan bagaiman solusi
yaitu mediator, yang membantu pihak-pihak untuk mengatasi faktor penghambat tersebut,
yang bersengketa untuk memperoleh supaya lebih banyak jumlah sengketa perdata
penyelesaian sengketa yang disepakati para yang diselesaikan dengan mediasi.
pihak. Mediator memberikan bantuan substantif, prosedural dan saran, sedangkan
2. Masalah dalam
penelitian
dapat
dirumuskan sebagai berikut:
keputusan tetap pada konsensus para pihak sendiri (Adi Sulistiyono, 201 0 : 6).
1. Bagaimana pelaksanaan mediasi di Menurut Pasal 1 angka 7 PERMA
Pengadilan Negeti Surakarta berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Nomor 1 Tahun 2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
Prosedur Mediasi di Pengadilan? perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. penghambat pelaksanaan mediasi dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri
2. Faktor-faktor apa
yang
menjadi
Peranan hakim atau majelis hakim Surakarta?
dalam usaha untuk rnencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa sangat
B. TINJAUAN PUSTAKA
menentukan. Hakim dapat memberikan saran-saran,
pandangan-pandangan dan
1. Pengertian Mediasi
penjelasan-penjelasan kepada para pihak Beberapa pengertian tentang mediasi
untuk mengakhiri sengketa perdata dengan atau perdamaian di antaranya diatur di dalam
suatu perdamaian (Sudikno Mertokusumo, 2002 : 86).
Dengan perdamaian faktor yang tetap dapat dilakukan hakim sepanjang ditonjolkan bukannya mana yang salah dan
proses pemeriksaan, sebelum putusan mana yang betul, tetapi bagaimana duduk
dijatuhkan. Pernyataan dan persoalannya agar dapat diselesaikan dengan
hakim
pengakuan para pihak dalam proses sebaik-baiknya (Abdurrahman dan Ridwan
mediasi tidak dapat dijadikan alat bukti Syahrani, 1980 : 77).
dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan, apabila mediasi gagal.
2. Proses Mediasi
3. Mediasi di tingkat Banding, Kasasi dan
a) Paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
Peninjauan Kembali.
penunjukkan mediator, masing-masing pihak menyerahkan resume perkara
a. Mediasi dapat dilakukan di tingkat kepada satu sama lain dan kepada
Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. mediator. Jika para pihak gaga1 mernilih
Kesepakatan perdamaian disampaikan mediator, paling lama 5 (lima) hari kerja,
kepada Ketua Pengadilan Tingkat pertama, masing-masing pihak dapat menyerahkan
yang segera rnemberitahukan kepada resume perkara kepada hakim mediator
Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang yang ditunjuk.
berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang maksud para pihak untuk
b) Proses mediasi paling lama 40 (empat
berdamai.
puluh) hari setelah terpilihnya mediator, dan dapat diperpanjang selama 14 (empat
b. Apabila perkara sedang diperiksa di tingkat belas) hari. Jangka waktu mediasi tidak
Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, dengan jangka waktu pemeriksaan
hakirn wajib menunda pemeriksaan perkara.
selama 14 (empat belas) hari sejak menerima pemberitahuan, jika berkas
c) gap perlu, mediator dapat melakukan masih di pengadilan tingkat pertama,
"KAUKUS', yaitu pertemuan dengan salah pengiriman berkas perkara ditunda untuk satu pihak tanpa dihadiri pihak lawannya,
kesempatan para pihak dan dapat pula untuk dapat dikuatkan
memberi
mengupayakan perdamaian. dalam bentuk "Akta Perdamaian".
4. Manfaat Mediasi
d) Jika para pihak tidak menghendaki "Akta Perdamaian",
Yahya Harahap secara terperinci perdamaian hams memuat klausul
maka
kesepakatan
berbagai keuntungan pencabutan gugatan dan atau klausul yang
menguraikan
penyelesaian perkara melalui perdamaian, menyatakan perkara telah se lesai.
baik dalam bentuk mediasi, konsiliasi, expert determination atau
atau mini trial.
e) Apabila perdamaian gagal, mediator wajib Keuntungan yang diperoleh dapat berupa
menyatakan secara tertulis kepada hakim keuntungan substansial dan psikologi,
bahwa proses mediasi telah gagal, diantaranya: Penyelesaian bersifat informal. kemudian hakim akan melanjutkan
Penyelesaian sengketa diserahkan pada pemeriksaan perkara sesuai ketentuan
kemauan para pihak sendiri. Jangka waktu hukum acara yang berlaku. Usaha mediasi kemauan para pihak sendiri. Jangka waktu hukum acara yang berlaku. Usaha mediasi
diorganisir.
pembuktian yang formil. Proses penyelesaian
hukum berarti suatu bersifat rahasia atau konfidensial. Komunikasi
Struktur
aktif antara para pihak bersifat kooperatif, kerangka, yaitu bagian yang tahan lama. Struktur juga diartikan bagaimana lembaga
Komunikasi aktif antara para pihak dan fokus penyelesaian. Hasil yang diharapkan win-win
legislatif sebagai pembentuk Undang-Undang diorganisir.
solution, Bebas emosi dan rasa dendam. (Yahya Harahap, 2004 : 273).
b. Substansi (Substance)
5. Faktor Penghambat Mediasi
Substansi
berarti peraturan
a. Faktor harga diri dari masing-masing pihak perundang-undangan yag konkrit, norma- norma dan pengaturan pola tingkah laku
untuk lebih dahulu mempunyai inisiatif menawarkan perdamaian kepada pihak
rnasyarakat dalam suatu sistern hukum. lawan.
c. Budaya hukum (legal culture)
b. Faktor merasa paIing benar, sehingga Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap, merasa berat untuk berkorban demi
keyakinan, ide, dan harapan masyarakat kebaikan kedua belah pihak.
terhadap sistem hukum atau sebagai budaya
c. Faktor lebih puas terhadap segala sesuatu masyarakat yang memperhatikan (concern) terhadap sistem hukum. (Soerjono Soekanto,
yang nantinya diputuskan hakim.
d. Faktor tidak terpenuhinya seluruh Kekuatan berlakunya Undang-Undang
keinginan yang dituntut oleh masing- masing pihak.
sehubungan dengan apa rasional Undang- Undang, harus memenuhi tiga pernyataan,
e. Adanya pengaruh pihak ketiga untuk
yaitu:
menyerahkan kepada putusan hakim. (Th. Kussunaryatun, 1982 : 36).
a. Kekuatan berlaku secara yuridis (Juristische
Gelturn)
6. Pelaksananaan Hukum di DaIam
Undang-Undang mempunyai kekuatan
Masyarakat
berlaku yuridis apabila persyaratan formal Teori hukum yang dikemukakan oleh
Undang-Undang telah Lawrence Friedman, mengemukakan adanya
terbentuknya
terpenuhi.
sistem hukum yang mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu :
b. Kekuatan berlaku sosiologis(Sosiologis Geltung)
a. Strutktur (Structure) Berlakunya hukum atau tidak dierimanya
hukum di dalam masyarakat lepas dari kerangka, yaitu bagian yang tahan lama.
Struktur hukum
berarti
suatu
kenyataan apakah peraturan hukum Struktur juga diartikan bagaimana lembaga
terbentuk menurut persyaratan formal terbentuk menurut persyaratan formal
ini adalah data primer dan data sekunder. masyarakat.
a. Data Primer
c. Kekuatan berlaku filosofis Data Primer adalah data yang
Hukum mempunyai kekuatan berlaku diperoleh secara langsung dari lapangan. filosofis apabila keadaan kaedah hukum
Data Primer dalam penelitian ini adalah tersebut sesuai dengan "cita-cita hukum"
pelaksanaan mediasi dan faktor-faktor (Rechtisidae) sebagai nilai positif yang
penghambat mediasi serta solusinya yang tertinggi (Uberpositive Werte).
terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. (Soerjono Soekanto, 1980 : 1 3)
Sumber Data primer adalah hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menjadi
C. METODE PENELITIAN
mediator yaitu Bapak Asra SH,MH dan Bapak
1. Spesifikasi Penelitian
N. Najib Sholeh, SH serta Bapak Bayu SH selaku staf bagian Hukum.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum nondoktrinal atau sosial yang bersifat
b. Data Sekunder
deskriptif. Sesuai dengan konsep hukum yang Data sekunder sebagai pendukung dimaksudkan dalam penelitian hukum ini,
data primer, terdiri atas: yaitu hukum adalah manifestasi makna-
makna simbolik para perilaku sosial
1) Herziene lndlans Reglement (HIR) sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka. (Sutandyo Wignyosubrbto, 1982: 91).
2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan Penelitian deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan
3) Literatur, jurnal, majalah dan hasil tetapi juga menganalisis dan interprestasi
terdahulu, yang ada data untuk mendapatkan kesimpulan yang
penelitian
hubungannya dengan rumusan masalah menjawab perumusan masalah, yaitu
yang diteliti.
pelaksanaan PERMA Nomor 1 Tahun 2008
4. Teknik Penentuan Sampel
tentang Prosedur mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta, dan faktor penghambat
Di Pengadilan Negeri Surakarta ter1aksananya mediasi serta solusinya.
terdapat 11 (sebelas) orang hakim, empat di antaranya ditetapkan sebagai mediator, yaitu
2. Lokasi Penelitian
Asra, SH.MH, M.Najib Sholeh, SH , JH. Penelitian dilaksanakan di Pengadilan
Simanjuntak, SH dan Suradi, SH. S.Sos. MH . Keempat mediator hakim tersebut tercantum
Negeri Surakarta, karena di lokasi tersebut di dalam "Daftar Mediator", tercantum juga
diperoleh data tentang pelaksanaan PERMA Nomor 1 Tahun 2008.
satu mediator dari akademisi, dan 5 (lima) mediator dari advokat, tetapi di Pengadilan
3. Jenis Data Sumber Data
Negeri Surakarta pada umumnya para pihak Negeri Surakarta pada umumnya para pihak
diperoleh serta transformasi dari data kasar menjalankan tugas sebagai mediator.
yang dimiliki dari catatan peneliti. Penyajian data adalah kumpulan informasi yang
Penentuan nara sumber secara tersusun dalam kesatuan bentuk yapg purposive sampling yaitu penentuan sample
disederhanakan, selektif dalam konfigurasi berdasarkan tujuan tertentu, sehingga dipilih
yang mudah digunakan untuk mengambil sampel yang rnenguasai data
yang
keputusan. Penarikan kesimpulan adalah dibutuhkan dalam penelitian ini. Dari 4
verifikasi data yang telah melalui reduksi data (empat) mediator hakim telah dipilih 2 (dua)
dan sajian data secara teliti dan sistematis. mediator hakim yaitu Asra SH,MH dan M.
Najib Sholeh, SH. Dalam tahap penarikan kesimpulan jika dirasakan ada data yang kurang lengkap,
5. Teknik Pengumpulan Data
peneliti dapat kembali ke tahap pengumpulan Pengumpulan
data dan reduksi data. Peneliti dapat bergerak menggunakan teknik wawancara, sedangkan
data
primer
di antara ketiga komponen analisis tersebut, pengumpulan data sekunder menggunakan
sampai waktu penelitian berakhir. studi pustaka. Wawancara dilakukan secara
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
informal sehingga nara sumber dapat memberikan data sesuai dengan keadaan
Berdasarkan hasil penelitian yang yang sebenarnya terjadi.
diperoleh dari wawancara dengan dua mediator hakim Pengadilan Negeri Surakarta
Studi pustaka dilakukan dengan pada hari Rabu tanggal 25 Agustus 2010, yaitu
menginventarisasi peraturan dan dokumen Asra,SH.MH dan M. Najib Sholeh,SH setta
yang tersedia, dan kemudian disajikan secara mempelajari berkas perkara perdata yang
sistematis untuk mernudahkan pada waktu mediasinya berhasil yaitu perkara Nomor
proses analisis.
53/Pdt.G/2009/PN
Ska, Nomor:
6. Teknik Analisis Data
77/PDt.G/2009/PN.Ska dan Nomor: 53/ PDt.CY2009TPN.Ska
dikaitkan dengan Dalam
berlakunya Ps. 130 HIR dan PERMA No 1 Th dikonsepkan sebagai tingkah laku aksi-aksi
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan interaksi manusia secara aktual dan
perlu diadakan pembahasan untuk menjawab potensial
rumuwn masalah penelitian. Wignyosubroto, 1982 : 15).
1. Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung
Teknik analisis data yang digunakan
Nomor
1 Tahun 2008 tentang
adalah analisis kualitatif dengan model
ProsedurMediasi di Pengadilan Negeri
interaktif, yaitu analisis data yang meliputi
Surakarta.
tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles
a. Tahap Pra Mediasi
Mathew B Huberman A. 1992 : 136). Reduksi Pengadilan Negeri Surakarta telah
data adalah proses seleksi, pemfokusan, memiliki “Daftar Mediator” yang berisi data adalah proses seleksi, pemfokusan, memiliki “Daftar Mediator” yang berisi
1) Pedoman perilaku mediator yang harus atas mediator hakim 4 (empat) orang,
ditaati oleh setiap mediator dalam akademisi satu orang dan dari kalangan
menjalankan fungsinya sebagai mediator. advokat 5 (lima) orang. Dari ke sepuluh
(Pasal 24 PERMA Nomor 1 Tahun 2008) mediator hakim yang selama ini dipilih para
2) Pedoman tentang kriteria keberhasilan pihak untuk menangani proses mediasi
sengketa perdata yang masuk ke Pengadilan hakim dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator
Negeri Surakarta, para pihak yang terlibat sengketa perdata selama ini lebih memilih
(Pasal 25 PERMA Nomor 1 Tahun 2008). mediator hakim daripada mediator bukan
Sampai saat ini mediator hakim hakim. Alasannya karena para pihak tidak
belum pernah menerima insentif apabila dipungut biaya, dan adanya komunikasi yang
berhasil dalam mediasi Pasal 25 juga lebih mudah. Mediator hakim di Pengadilan
Mahkamah Agung Negeri Surakarta belum tentu telah memiliki
mengatur
bahwa
rnenyediakan sarana yang dibutuhkan bagi sertifikat mediator, ha1 ini tidak dilarang oleh
proses mediasi. Tidak ditegaskan bentuk Pasal 9 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.
sarana apa yang akan disediakan oleh Mahkamah Agung.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 tersebut, pada dasamya semua hakim pada
b. Tahap Proses Mediasi
pengadilan yang bersangkutan dapat menjadi mediator, apabila belum ada hakim yang
1) Kewajiban Mediasi
memiliki sertifikat mediator. Hal ini juga Pada waktu Penggugat mendaftarkan
diatur di dalam Pasal 5 PERMA Nomor 1 gugatannya ke Pengadilan Negeri Surakarta,
Tahun 2008, bahkan hakim majelis pemeriksa pada umumnya pada hari itu juga Ketua
perkara kalau terpaksa dapat menjadi Pengadilan Negeri Surakarta menetapkan
mediator (Pasal 8(1) d). Di Pengadilan Negeri majelis hakim pemeriksa perkara, kemudian
Surakarta belum pernah menetapkan hakim majelis hakim pemeriksa perkara akan segera
majelis pemeriksa perkara menjadi mediator, menetapkan hari sidang. Sidang pertama
karena dikawatirkan tidak dapat bertindak dilaksanakan antara sepuluh hari sampai
secara adil dan obyektif. dengan empat belas hari setelah penetapan
Mediator hakim di Pengadilan Negeri
hari sidang.
Surakarta telah melaksanakan tugas-tugas Pada sidang pertama tersebut,
yang harus dilakukan oleh seorang mediator apabila ke dua belah pihak hadir, ketua
sesuai ketentuan Pasal 15 PERMA Nomor 1 majelis hakim mempunyai kewajiban untuk
Tahun 2008.
kedua pihak untuk Hal-ha1 yang belum dilaksanakan di
mengharuskan
melaksanakan mediasi, dengan menawarkan Pengadilan Negeri Surakarta, dengan alasan
mediator yang dapat dipilih dari "Daftar karena memang belum ada peraturan dari
mediator" Para pihak biasanya memilih Mahkamah Agung yaitu mengenai belum
mediator hakim pada hari sidang pertama. adanya :
Ketua majelis hakim pemeriksa perkara akan membuat" Surat Penetapan Mediator". Usaha Ketua majelis hakim pemeriksa perkara akan membuat" Surat Penetapan Mediator". Usaha
lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak PERMA Nomor 1 Tahun 2008, dengan segala
mediator dipilih oleh para pihak atau akibat hukumnya.
ditunjuk oleh majelis hakim, dan dapat diperpanjang selama l4 (empat be1as) hari
Apabila para pihak gagal dalam (Pasal 13). Jangka waktu mediasi tidak
memilih mediator, maka ketua majelis hakim termasuk dalam jangka waktu proses pemeriksa perkara akan menunjuk hakim
pemeriksaan perkara. Menurut Surat bukan pemeriksa perkara, baik yang sudah
Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun bersertifikat atau yang belum bersertifikat,
1992, proses pemeriksaan perkara di untuk menjalankan fungsi mediator.
tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi wajib diselesaikan dalam waktu 6
(enam) bulan.
Selama ini proses mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta dapat diselesaikan antara 21 (dua puluh satu) hari sampai
2) Pelaksanaan Mediasi
dengan 28 (dua puluh delapan) hari, jadi Pengadilan Negeri Surakarta sudah
tidak melebihi tenggang waktu yang sudah melaksanakan seluruh dalam pelaksanaan
diatur Pasal 13 tersebut. mediasi, yaitu :
c) Mediator selanjutnya mempersilahkan
pihak untuk pertemuan antara Penggugat dengan
a) Pertama-tama
mengemukakan pendapatnya. Mediasi Tergugat, dan memperkenalkan diri.
harus dilaksanakan dengan itikad baik Mediator menegaskan bahwa dirinya
sesuai ketentuan Pasal 12. Mediator wajib adalah mediator yang netral artinya
mendorong para pihak untuk berperan bahwa seorang mediator harus obyektif,
secara langsung dalam proses mediasi. independen dan tidak memihak pada salah
Jika para pihak diwakili oleh kuasa satu pihak. Para pihak nantinya yang
hukumya, mediator dapat berkomunikasi berwenang
dengan para pihak. Masing-masing pihak mediator hanya membantu para pihak
mengambil
keputusan,
dapat menyerahkan resume perkara (pasal 1).
kepada satu sama lain dan kepada mediator dalam waktu paling lama 5
b) Mediator bersama para pihak menyusun (lima) hari kerja setelah para pihak jadwal pertemuan, yang harus ditepati
menunjuk mediator, sesuai Pasal 13. oleh para pihak. Ketidak hadiran para
pihak atau kuasa hukumnya sesuai jadwal
d) Mediator wajib mendengarkan dan yang sudah ditentukan sefama dua kali
memperhatikan pendapat masing-masing berturut-turut, mengakibatkan mediator
pihak, mengajukan pertanyaan atau dapat menyatakan bahwa proses mediasi
meredam pernyataan para pihak yang telah gagal. Mediator menegaskan bahwa
terlalu emosional. Mediator juga dapat menawarkan solusi yang sifatnya saling terlalu emosional. Mediator juga dapat menawarkan solusi yang sifatnya saling
bertentangan dengan hukum, tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak
e) Mediator dapat mengadakan "kaukus" baik (periksa Pasal 17 (1),(2),(3)).
(Pasal
15) yaitu pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa
Kesepakatan perdamaian selanjutnya dihadiri pihak lawannya.
oleh mediator disampaikan kepada ketua majelis hakim pemeriksa perkara bersama
f) Mediator dapat mengundang seorang ahli dengan surat pemberitahuan dari mediator
dengan persetujuan ke dua belah pihak kepada ketua majelis hakim pemeriksa (pasal 14).
perkara yang memberitahukan bahwa proses g)
mediasi yang ditanganinya telah berhasil permasalahan yang telah disetujui oleh
Mediator menyimpulkan
pokok
mencapai kesepakatan.
kedua belah pihak.
Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, kesepakatan, maka hasil kesepakatan
Jika
terjadi
majelis hakim membuat akta perdamaian, dirumuskan dengan jelas secara tertulis.
yang amarnya sebagai berikut : Mediator menjelaskan akibat hukum dari
penyelesaian sengketa perdata dengan - Menghuikum ke dua belah pihak untuk mediasi dan penjelasan lain yang
mematuhi isi perdamaian. diperlukan. Jika tercapai kesepakatan
- Menghukum ke dua belah pihak untuk maka mediator akan memberitahukan
kepada majelis hakim pemeriksa perkara membayar biaya perkara secara tanggung bahwa mediasi berhasil dan dilampiri
renteng yang ditaksir sebesar …… dengan kesepakatan perdamaian yang
Pasal 17 (4) (5) :
telah disetujui oleh para pihak. Jika perundingan kesepakatan tidak berhasil,
(1) Para pihak wajib menghadap kembali mediator menyatakan bahwa proses
kepada hakim pada hari sidang yang telah mediasi gagal. Mediator memberitahukan
memberita-hukan kepada ketua majelis hakim tentang
ditentukan
untuk
kesepakatan perdamaian. kegagalan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan
h) Mediator menutup proses mediasi secara kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk formal.
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
3) Mediasi Berhasil
Akibat hukum dikuatkannya kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian,
Apabila ke dua belah pihak sepakat disamakan dengan putusan hakim yang sudah untuk
menyelesaikan perkara dengan mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht mediasi,
van gewijsde), sehingga para pihak tidak perdamaian secara tertulis dengan bantuan
dapat mengajukan upaya hukum banding dan mediator dan ditanda tangani oleh para pihak
kasasi. Apabila salah satu pihak di kemudian dan mediator. Mediator akan mencermati
hari tidak memenuhi isi akta perdamaian, kesepakatan perdamaian tersebut untuk hari tidak memenuhi isi akta perdamaian, kesepakatan perdamaian tersebut untuk
mediator dapat menyatakan bahwa proses kernbali di pengadilan negeri, maka perkara
mediasi gagal, khususnya apabila : akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama dengan pokok sengketa
a) Salah satu pihak, para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut
yang sama dan pihak -pihak yang sama, tidak dapat diajukan untuk ke dua kalinya di
tidak menghadiri pertemuan mediasi yang sudah dijadwalkan dan telah disepakati,
pengadilan yang sama atau pengadilan yang sama tingkatnya).
tanpa alasan setelah dipanggil dengan patut. (pasal 14 (1).
Ada kemungkinan
para
pihak
menghendaki kesepakatan perdamaian tidak
b) Apabila sengketa yang sedang dimediasi dikuatkan dalarn akta perdamaian. Dalam hal
harta kekayaan atau yang demikian maka kesepakatan perdamaian
melibatkan
kepentingan pihak lain yang tidak harus di tambah klausula pencabutan gugatan
disebutkan dalam surat gugat, oleh karena atau klausula yang menyatakan perkara telah
itu pihak lain yang berkepentingan tidak selesai.
dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, sehingga perkara tidak
Pasal 17 (6) : layak di mediasi, dengan alasan para pihak tidak lengkap. (pasal 14 (2)).
(3) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam
Mediator yang memutuskan bahwa bentuk akta perdamaian, kesepakatan
proses mediasi gagal segera mengirimkan perdamaian
pemberitahuan secara tertulis tentang pencabutan gugatan dan atau klausula yang
proses mediasi kepada ketua majelis menyatakan perkara telah selesai.
hakim pemeriksa perkara, selanjutnya majelis hakim pemeriksa perkara akan
Dibandingkan dengan akta perdamaian, segera melanjutkan pemeriksaan perkara pencabutan gugatan atau klausula pernyataan
tersebut.
perkara telah selesai, akibat hukumnya lebih kuat akta perdamaian. Dengan pencabutan
Majelis hakim pemeriksa perkara gugatan atau pernyataan perkara telah
tetap dapat mendorong para pihak untuk selesai, masih ada kemungkinan di kemudian
melaksanakan mediasi selama proses hari pihak yang tidak puas terhadap
pemeriksaan perkara, sebelum putusan kesepakatan
dijatuhkan, dan harus gugatan baru, sehingga perkara akan muncul
dilangsungkan paling lama 14 (empat kembali.
belas) hari kerja sejak para pihak menyampaikan
keinginannya untuk
4. Mediasi gagal
mengadakan perdamaian. Tidak perlu menunggu tenggang waktu
Pasal 18 :
40 (empat puluh) kerja sebagaimana ditentukan
(1) Jika setelah batas waktu maksimal 40 pelaksanaan
(empat puluh) hari kerja sebagaimana (empat puluh) hari kerja sebagaimana
hambatan pelaksanaan para
Beberapa
mediasi di Pengadilan Negeri pada umumnya menghasilkan
dan di Pengadilan Negeri Surakarta pada karena sebab yang terkandung dalam
kesepakatan
atau
khususnya diantaranya : Pasal 15, mediator wajib menyatakan
a. Para pihak tidak menghendaki adanya secara tertulis bahwa proses mediasi
telah gagal dan memberitahukan proses mediasi sejak perkara di antara mereka diajukan pemeriksaannya ke
kegagalan kepada fiakim. pengadilan negeri. Alasannya sebelum
(2) Segera setelah
perkara tersebut diajukan ke pengadilan pemberitahuan
menerima
negeri, para pihak telah berusaha sekuat melanjutkam pemeriksaan perkara
tersebut,
hakim
tenaga untuk mengusahakan perdamaian sesuai ketentuan hukum acara yang
di luar sidang, tetapi tidak berhasil. berlaku.
Dengan terpaksa para pihak mengajukan perkara ke pengadilan negeri sebagai
(3) Pada tiap tahapam pemeriksaan pilihan terakhir untuk menyelesaikan perkara, hakim pemeriksa perkara
sengketa di antara mereka. Menurut para tetap berwenang untuk mendorong
pihak proses mediasi tidak ada gunanya atau
mengusahakan perdamaian karena dapat dipastikan akan mengalami hingga sebelum pengucapan putusan.
kegagalan. Akibatnya mereka tidak (4) Upaya
perdamaian sebagaimana merespon dengan baik usaha-usaha dari dimaksud dalam ayat (3) berlangsung
mediator untuk tercapainya mediasi paling lama 14 (empat belas) hari
dengan cara tidak pernah hadir pada kerja
pertemuan yang sudah dijadwalkan. menyampaikan keinginan berdamai
sejak hari
para
pihak
Solusinya : Ketua majelis hakirn kepada hakim pemeriksa perkara yang
pemeriksa perkara tetap mengharuskan para bersangkutan.
pihak untuk melaksanakan proses mediasi, Kegagalan mediasi mengakibatkan
sesuai, ketentuan Pasal 7 PERMA Nomor 1 pernyataan dan pengakuan para pihak
Tahun 2008 tentang kewajiban hakim tidak dapat digunakan sebagai alat bukti.
pemeriksa perkara dan kuasa hukum. Jika Catatan mediator harus dimusnahkan, dan
para pihak tidak dapat memilih mediator mediator tidak dapat dijadikan saksi dalam
yang telah disediakan, maka ketua majetis perkara tersebut, serta tidak dapat
hakim pemeriksa perkara akan menunjuk dimintai pertanggungjawaban pidana atau
mediator hakim bukan pemeriksa perkara perdata (Periksa Pasal 19).
bagi mereka (Pasal 11 PERMA 1 Tahun 2008) Proses mediasi tetap harus dilaksanakan
karena di didalam pertimbangan putusan Mediasi Dalam Sengketa Perdata di
2. Faktor Penghambat
Terlaksananya
hakim wajib disebutkan bahwa telah Pengadilan
diupayakan mediasi dengan menyebutkan Solusinya.
Negeri Surakarta,
dan
nama mediatornya.
b. Sifat negatif para pihak
Para pihak memiliki sifat-sifat negatif Mediator yang baik tidak cepat putus asa yang menghambat atau tidak mendukung
dalam mengusahakan perdamaian, sehingga tercapainya mediasi, misalnya:
para pihak mau mengorbankan sebagian kepentingannya
demi tercapainya
1) Sifat tingginya harga diri dari masing- perdamaian. Sebagai contoh perkara Nomor masing pihak
53/Pdt .G/2009/PN.Ska, Perkara Nomor:
2) Sifat merasa paling benar, sehingga tidak 177/Pdt.G/2009/PN.Ska, dan Perkara Nomor mau mengalah sedikit pun
53/Pdt.G/2010/PN.Ska. Ketiganya merupakan perkara wanprestasi dimana masing-masing
mengorbankan sebagian mau berkorban demi kebaikan ke dua
3) Sifat mau menang sendiri sehingga tidak
pihak
mau
kepentingannya demi tercapainya mediasi. belah pihak (win-win solution)
c. Terlibatnya pihak lain yang tidak disebutkan
4) Sifat lebih puas terhadap apa yang
dalam gugatan.
diputuskan oleh majelis hakim Apabila suatu sengketa perdata tidak
5) Sifat kekhawatiran adanya mediasi hanya melibatkan Penggugat dan Tergugat, mengakibatkan tidak terpenuhinya seluruh
tetapi melibatkan juga pihak ke tiga yang keinginan yang dituntut oleh masing-
mempunyai kepentingan, masing pihak.
sebetulnya
khususnya yang berhubungan dengan harta kekayaan pihak ketiga tersebut, maka proses
Sifat-sifat negatif para pihak sedikit mediasi tidak akan berhasil, karena ada pihak
banyak berkaitan dengan kultur atau budaya yang seharusnya dilibatkan dalam mediasi,
masyarakat yang sebetulnya tidak sesuai tetapi tidak dapat dilibatkan, karena tidak
dengan kultur atau budaya masyarakat Jawa dimasukkan sebagai pihak dalam gugatan.
Tengah khususnya kultur masyarakat di daerah Surakarta, yang penuh toleransi,
Solusinya: Dalam hal demikian ini ramah dan mudah mengalah untuk kebaikan
mediator dapat menyatakan mediasi telah bersama.
gagal karena pihak yang terlibat dalam mediasi tidak lengkap. Untuk dapat
Solusinya : Dalam hal ini dibutuhkan menyelesaikan sengketa yang terjadi perlu
kemahiran dan kesabaran dari mediator diadakan pengajuan gugatan baru yang
untuk memotivasi, mendorong dan memberi melibatkan pihak ke tiga tersebut, sehingga
pengertian kepada para pihak, khususnya dalam proses mediasi semua pihak yang
mengenai banyaknya manfaat dengan terlibat dapat ikut berperan.
tercapainya mediasi, yang dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga, serta menyelesaikan
d. Pengaruh pihak ke tiga sengketa secara tuntas. Sengketa tidak
mungkin muncul kembali. Budaya Jawa juga Para pihak sendiri seringkali mempunyai mengajarkan bahwa, "Wong ngalah duwur
itikad baik untuk melaksanakan mediasi, wekasani" (Orang yang mau mengalah akan
tetapi mendapat pengaruh tidak lebih dari memperoleh kebaikan).
pihak ketiga, dapat terdiri atas saudaranya dari masing-masing pihak atau temannya, pihak ketiga, dapat terdiri atas saudaranya dari masing-masing pihak atau temannya,
dengan adanya kesepakatan perdamaian akan sampai dengan putusan hakim daripada
mengurangi biaya dalam rangka menangani membuat kesepakatan mediasi dengan resiko
suatu perkara tidak perlu tejadi, karena semua yang dituntut belum tentu dapat
mengenai biaya untuk kuasa hukum dapat terpenuhi.
dinegosiasi antara kuasa hukum dengan klien, berapa besar biaya untuk kuasa hukum
Solusinya : Mediator harus memiliki apabila tercapai mediasi, dan berapa jika
pengetahuan dan
proses pemeriksaan dilanjutkan sampai meyakinkan para pihak tentang lebih
kemahiran
untuk
dengan putusan hakim, sebab dengan adanya bermanfaatnya mediasi daripada perkara
mediasi paling tidak biaya untuk sidang- dilanjutkan
pemeriksaannya,
dengan
sidang akan banyak berkurang. menekankan bahwa yang akan menikmati
hasilnya nanti adalah para pihak sendiri, Solusinya : Advokat sebagai kuasa hukum bukan pihak ke tiga yang mempenga-ruhinya.
harus menyadari sepenuhnya tujuan dan manfaat dari PERMA Nomor 1 Tahun 2008,
e. Peran advokat sebagai kuasa hukum para yaitu selain mediasi dan rnenghemat waktu pihak.
biaya dan tenaga, juga akan mengurangi Advokat sebagai kuasa hukum masing-
penumpukan perkara di tingkat banding dan masing pihak dapat berperan positif dmgan
kasasi, serta mengurangi jumlah sengketa mendorong dan memotivasi kliennya untuk
yang terjadi di dalam masyarakat sehingga menyelesaikan sengketa dengan mediasi,
dapat menciptakan kedamaian dalam tetapi dapat juga berperan negatif dengan
kehidupan masyarakat. Kuasa hukum yang cara
dan memotivasi mengadakan mediasi. Alasannya kuasa
terciptanya perdamaim merupakan prestasi hukum menilai bahwa kesepakatan mediasi
tersendiri. Biaya yang mungkin berkurang akan merugikan kliennya, di sisi lain fakta
perdamaian dapat yuridis kliennya berada di pihak yang menang,
setelah
adanya
diperjanjikan sebelumnya antara klien dengan sehingga akan mendapatkan hak atau bagian
kuasa hukum.
yang lebih besar dari isi kesepakatan mediasi.
f. Terbatasnya jumlah mediator Advokat yang tidak menghendaki adanya
Jumlah mediator yang masuk dalam mediasi dapat menghalangi para pihak in
"daftar mediator" di Pengadilan Negeri persoon untuk menghadiri pertemuan-
Surakarta. Sebetulnya cukupp banyak ada 10 pertemuan yang sudah dijadwalkan dalam
(sepuluh) mediator yang tercantum dalam proses mediasi, sehingga mediator tidak
daftar mediator, terdiri atas 4 (empat) dapat berkomunikasi secara langsung dengan
mediator hakim dan 6 (enam) mediator bukan pihak in persoon. Hal ini menghambat proses
hakim, tetapi pada umumnya para pihak mediasi karena kemungkinan keinginan dan
selalu memilih mediator hakim, karena tanpa kehendak para pihak berbeda dengan
dipungut biaya dan rnudahnya komunikasi. keinginan dan kehendak dari kuasa
hukumnya.
Jika dibandingkan antara jumlah perkara menjelaskan lagi tentang segala substansi perdata yapg harus diselesaikan setiap
materi PERMA. Bagi para pihak yang tahunnya lebih kurang 150 (seratus lima
berperkara khususnya perkara perdata di puluh) perkara,
pengadilan, sebagian ada yang sudah melaksanakan proses mediasi, maka jumlah
yang semua
harus
memahami PERMA tersebut tetapi ada juga mediator hakim yang harus melaksanakan
yang sama sekali belum mengetahui, sehingga proses mediasi akan mendapat beban yang
majelis hakim pemeriksa perkara maupun cukup berat, baik dari sisi pikiran, tenaga dan
mediator perlu menjelaskan ketentuan waktu yang harus disediakan untuk
ketentuan PERMA Nomor I Tahun 2008 melaksanakan
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. mediator selain bertugas sebagai mediator
proses mediasi.
Hakim
Solusinya : Perlu diadakan sosialisasi juga harus menangani perkara, baik perkara
PERMA Nomor 1 Tahun 2008, kepada perdata maupun perkara pidana, baik sebagai
ketua majelis hakim, maupun anggota majelis masyarakat umum, khususnya di kota-kota kecil dalam acara penyuluhan hukum, baik
hakim. yang diadakan oleh pengadilan maupun oleh
Solusinya: Perlu penambahan jumlah para akademisi dalam rangka pelaksanaan mediator hakim di setiap pengadilan negeri,
pengabdian masyarakat. termasuk Pengadilan Negeri Surakarta
Faktor-faktor penghambat mediasi tidak khususnya mediator hakirn yang sudah
bersertifikat sebagai mediator. dapat dipisahkan dengan pelaksanaan proses mediasi secara menyeluruh di Pengadilan
g. Kurangnya Sosialisasi PERMA Nomor 1 Negeri Surakarta, berdasarkan PERMA Nomor Tahun 2008
1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Ketentuan di dalam PERMA,
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ditetapkan khususnya mengenai pelaksanaan prosedur pada tanggal 31 Juli 2008. Dengan berlakunya
berlaku efektif dan PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka PERMA
mediasi
dapat
dilaksanakan sepenuhnya di Pengadilan Nornor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur
Negeri Surakarta. Beberapa hambatan yang Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak
timbul tidak disebabkan oleh ketentuan- berlaku. Sampai sekarang sudah dua tahun
kutentuan di dalam PERMA, tetapi lebih berlakunya PERMA tersebut, sehingga sudah
banyak disebabkan oleh faktor di luar PERMA, cukup waktunya seluruh warga negara
yaitu faktor manusianya. Hambatan dapat Indonesia mengetahui dan memahami
muncul dari para pihak sendiri, kuasa hukum, ketentuan dalam PERMA No 1 tahun 2008
terbatasnya mediator hakim, dan mereka tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
yang berada di sekitar para pihak. Bagi
Menurut Lawrence Friedman, suatu khususnya para hakim dan advokat, pada
sistem hukum mempunyai tiga unsur, yaitu umumnya
struktur hukum, substansi hukum dan budaya ketentuan dalam PERMA Nomor 1 Tahun
hukum (Soerjono Soekanto, 1982: 35). 2008, sehingga majelis hakim pemeriksa
Berlakunya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 perkara maupun mediator tidak perlu
telah memenuhi ke tiga unsur tersebut: telah memenuhi ke tiga unsur tersebut:
Perma Nomor 1 Tahun 2008 sebagai suatu peraturan yang ditetapkan oleh
Untuk ketentuan prosedur mediasinya Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi
sendiri dapat berjalan seperti yang ditentukan pada peradilan di Indonesia memiliki
di dalam PERMA, tetapi mengenai hasil kewenangan dalam mengatur acara peradilan
mediasi masih dipengaruhi faktor-faktor yang yang belum cukup diatur oleh perundang-
mengharnbat, yang datang dari sikap-sikap undangan (Pasal 130 HIR/154 Rbg), maka
negative manusia dengan berbagai alasan demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran
yang dapat mengakibatkan mediasi gagal atau dalam proses mendamaikan para pihak untuk
tidak berhasil.
menyelesaikan suatu sengketa perdata. Mahkamah Agung perlu menetapkan suatu
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebagai peraturan sambil menunggu peraturan
suatu peraturan hukum mempunyai tiga perundang-undangan yang baru.
macam kekuatan, yaitu kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. PERMA
b. Substansi Hukum tersebut mempunyai kekuatan berlaku yuridis harus
peraturan yang Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg
merupakan
melaksanakan secara terperinci peraturan di mengatur dapatnya para pihak menempuh
atasnya yaitu Pasal 130 HIR/154 Rbg sebagai proses perdamaian yang dapat diintensifkan
peraturan dasarnya. Berlaku secara sosiologis dengan cara mengintegrasikan proses mediasi
artinya PERMA tersebut berlaku efektif ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan
dilaksanakan oleh mediator hakim di Negeri. Pengintegrasian mediasi ke dalam
pengadilan negeri dan dapat dipaksakan proses beracara di pengadilan, serta
berlakunya dengan sanksi pembatalan memperkuat dan memaksimalkan fungsi
putusan hakim, yang di dalam proses lembaga pengadilan dalam penyelesaian
tidak melaksanakan sengketa di samping proses pengadilan yang
pemeriksaannya
prosedur mediasi. Berlakunya secara filosofis bersifat memutus. PERMA Nomor 2 Tahun
artinya mediasi sesuai dengan cita-cita hukum 2003,
yang diharapkan dapat lebih yang tercantum dalam asas peradilan
mendayagunakan mediasi yang terkait sederhana, cepat dan biaya murah yang dengan proses berperkara di pengadilan.
tercantum di dalam Undang-Undang Nomor
c) Budaya hukum
48 tahun
2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap, keyakinan, ide dan harapan masyarakat
E. SIMPULAN
terhadap berlakunya sistem hukum. Mediasi
1. Simpulan
yang diatur didalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sangat sesuai dengan sila-sila yang
hasil penelitian dan terdapat di dalam Pancasila, sebagai
Berdasarkan
tentang qnalisis faktor pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu
pembahasan
penghambat mediasi dalam sengketa perdata penghambat mediasi dalam sengketa perdata
Mediator harus bersikap netral dan memberikan altematif-altematif yang saling
a. Pelaksanaari Peraturan Mahkamah Agung menguntungkan bagi para pihak supaya
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di mediasi dapat tercapai. Jika mediasi berhasil, Pengadilan Negeri Surakarta.
maka kesepakatan perdamaian yang telah Pengadilan Negeri Surakarta dalam
disetujui para pihak diserahkan kepada melakukan
majelis hakim pemeriksa perkara untuk melaksanakan
perdamaian, yang ketentuan yang tercantum di dalam PERMA
kekuatannya sama dengan putusan hakim Nomor 1 Tahun 2008. Sepuluh mediator
yang sudah mempunyai kekuatan hukum sudah dipersiapkan, dan dicantumkan dalam
tetap(in krancht van gewijsde). Jika mediasi daftar mediator, yang terdiri atas 4 (empat)
gaga1 pemeriksaan perkara dilanjutkan mediator hakim, satu mediator dari akademisi
dengan tetap memberikan kesempatan dan 5 (lima) mediator dari advokat. Para
proses pemeriksaan pihak diberi kebebasan untuk memilih
mediasi
dalam
sebelum putusan hakim mediator, meskipun kenyataannya para pihak
selanjutnya
dijatuhkan.
lebih memilih mediator hakim. Ada beberapa Pasal dari PERMA Nomor Majelis hakim periksa perkara selalu
1 Tahun 2008 yang belum dapat dilaksanakan mengharuskan para pihak menempuh mediasi
di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Pasal 24 pada hari sidang pertama jika para pihak ke
dan Pasal 25, mengenai adanya pedoman duanya hadir di dalam sidang, bahkan pada
perilaku mediator, kriteria keberhasilan serta sidang pertama tersebut para pihak sudqh
insentif hakim mediator. Hal ini disebabkan harus memilih mediator. Ketua majelis hakim
Mahkamah Agung sendiri belum menetapkan akan membuat surat penetapan mediator
pedoman tersebut, sehingga pengadilan pada hari itu juga. Kewajiban untuk
negeri belum dapat melaksanakan. mengharuskan para pihak menempuh mediasi
Penghambat Terlaksananya berpengaruh pada pertimbangan putusan
b. Faktor
Mediasi Dalam Sengketa Perdata di hakim yang hams mencntukan apakah tahap
Negeri Surakarta dan mediasi
Pengadilan
sudah dilaksanakan,
dengan
Solusinya.
mencantumkan nama mediatornya. Jika kewajiban mediasi tidak dilakukan putusan
1) Hambatan mediasi yang timbul dari para hakim dapat dibatalkan, sesuai ketentuan
pihak:
Pasal 130 HIR dan Pasal 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.
a) Para pihak yang memang secara tegas tidak menghendaki mediasi pada Prooses mediasi dilaksanakan dengan
proses pemeriksaan di Pengadilan itikad baik dari pada para pihak dan dilakukan
Negeri karena sudah putus asa di ruang mediasi secara tertutup, dalam
gagalnya usaha mediasi yang sudah tenggang waktu dua sampai tiga minggu,
berkali-kali dilakukan sebelum perkara lebih cepat dari tenggang waktu yang
diajukan ke pengadilan.
b) Para pihak rnemiliki sifat-sifat negatif Solusi dari hambatan-hambatan yang menyulitkan tercapainya mediasi,
yang timbul dalam proses mediasi misalnya sifat tingginya harga diri,
sebetulnya tergantung dari para pihak merasa diri benar, tidak mau
sendiri yang dapat mengatasi dengan mengalah sedikit pun, lebih puas
bantuan pengarahan-pengarahan dari menerima putusan hakim, karena
mediator yang dapat memberikan perdamaian mengakibatkan tidak
pengertian, pemahaman dan keinsyafan terpenuhinya
untuk menerima kenyataan bahwa masing-masing pihak.
seluruh
tuntutan
tercapainya mediasi lebih bermanfaat dan menguntungkan para pihak daripada
proses pemeriksaan. menghalang-halangi
c) Peran advokat
Kesadaran tentang manfaat mediasi dari mediasi dengan alasan kekawatiran
para advokat sebagai kuasa hukum sangat kliennya
diharapkan untuk dapat tercapainya dengan mediasi, atau karena alasan
mendapatkan
kerugian
mediasi. Diperlukan juga tambahan ambisi pribadinya atau pun karena
jumlah mediator hakim, disesuaikan alasan yang menyaingkut biaya
dengan jumlah perkara perdata yang sebagai kuasa hukum.
harus diperiksa di pengadilan negeri.
d) Terbatasnya jumlah mediator hakim Sosialisasi terus menerus tentang PERMA sehingga beban keja para mediator
Nomor 1 Tahun 2008 bagi masyarakat, hakim terlalu banyak, karena para
khususnya bagi mereka yang sedang pihak hampir semua memilih mediator
terlibat sengketa perdata di pengadilan. hakim karena tidak dipungut biaya dan
2. Implikasi
mudahnya komunikasi. Dengan berlakunya PERMA Nomor
2) Hambatan lain yang dapat terjadi:
1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
a) Terlibatnya pihak ke tiga yang tidak di Pengadilan menimbulkan implikasi : disebutkan di dalam gugatan, sehingga
a. Sebelum berlakunya PERMA Nomor 1 tidak dapat dilibatkan dalam proses
Tahun 2008, dengan mendasarkan mediasi (Pasa1 14 PERMA No 1 Tahun
pada Pasal 130 HIR majelis hakim 2008).
pemeriksa perkara hanya dapat
b) Pengaruh pihak ke tiga, saudara atau mengusahakan perdamaian di antara teman para pihak yang justru
para pihak. Dengan berlakunya PERMA mendorong para pihak untuk lebih
Nomor 1 tahun 2008, majelis hakim puas menerima putusan hakim dari
pemeriksa perkara tidak hanya dapat pada menerima hasil mediasi.
mengusahakan perdamaian, tetapi mempunyai
kewajiban harus
c) Kurangnya sosialisasi PERMA Nomor 1 melaksanakan proses mediasi. Jika tahun 2008, khususnya bagi para pihak
para pihak tidak menghendaki dan yang tidak diwakili oleh advokat
tidak bersedia untuk melaksanakan sebagai kuasa hukum.
mediasi, majelis hakim pemeriksa mediasi, majelis hakim pemeriksa
sengketa perdata yang diperiksa mediasi, sebab apabila mediasi tidak
pengadilan yang bersangkutan. dilaksanakan, maka akibatnya putusan
Hakim yang belurn memiliki hakim batal demi hukum (Pasal 2
mediator dapat PERMA Nomor 1 Tahun 2008).
sertifikat
mengikuti pelatihan mediasi yang diselenggarakan
MA melalui
b. Mahkamah Agung belum menetapkan BAMI yang bekerja sama dengan
pedoman perilaku mediator dan Perguruan Tinggi. belum menyediakan sarana yang
dibutuhkan bagi proses mediasi serta
2) a. Perlu diadakan pelatihan lanjutan insentif bagi hakim yang berhasil
bagi para mediator hakim untuk menjalankan Mediasi mediator dalam
menghadapi para pihak yang Peraturan
memiliki sifat-sifat negatif, yang ketentuan Pasal 24 dan Pasal 25
Mahkamah
Agung ,
menghambat mediasi.
PERMA Nomor 1 Tahun 2008,
mengakibatkan mediator belum dapat
b. Perlu ditekankan kepada para advokat selalu rnemotivasi dan
menjalankan tugas secara optimal, sehingga
kliennya untuk menyelesaikan sengketa perdata
sengketa perdata
yang
dapat
diselesaikan dengan mediasi masih dengan mediasi, jangan justru sangat sedikit dibandingkan dengan
menghalang-halangi dan sengketa perdata yang berhasil
melarang kliennya menyelesaikan mediasinya.
sengketa mereka dengan mediasi.
3. Saran
c. Perlu Sosialisasi intensif dan terus menerus
mengenai PERMA 1). a. Perlu segera Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008, khususnya membuat Pedoman Perilaku
tentang rnanfaat mediasi bagi Mediator yang berisi peraturan
para pihak yang terlibat sengketa tentang tatacara mediator dalam
perdata di Pengadilan Negeri, dan menjalankan tugasnya dalam
masyarakat pada proses mediasi, serta mengatur
kepada
umumnya.
insentif bagi mediator hakim yang
berhasil menjalankan
fungsi
sebagai mediator, sehingga ada
Daftar Pustaka
reward untuk mediator hakim yang berhasil mendamaikan para pihak.
Abdulkadir Muhammad. 1992.Hukum Acara
b. Jumlah mediator, khususnya Perdata.Indonesia. Jakarta. mediator hakim yang telah bersertifikat
mediator
perlu
Abdurrahman dan Ridwan Syahrani. Sudikno Mertokusumo.2002.Hukum Acara 1980.Hukum dan Peradilan.Bandung : Alumni
Perdata Indonesia.Yogyakarta : Liberty.
Adi Sulistiyono.2010."Mediator Skill " Makalah Disampaikan pada Pelatihan
Soerjono Sukanto. 1988.Kesadaran Hukum Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas
dan Kepatuhan Hukum. Jakarta : Hukum UNS dengan Badan Mediasi
Rajawali.
Indonesia, pada tanggal 23 Januari Soerjono Sukanto dan Mustafa
2010 Abdullah.1987.SosioIogi Hukum
Miks Natheu B Huberman A, 1992. Analisis Dalam Masyarakat .Jakarta : Rajawali. Data Kualitatif (Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru) Terjemahan
Sutandyo Wignyosoebroto.1982.Hukum dan Metode Kajiannya.Surabaya : Yudika
Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta,UI- Press.
Unair.
M. Taufiq.2010."Pengantar Mediasi" Makalah Th. Kussunaryatun.1982.Faktor Penghambat Perdamaisn di Pengadilan Negeri
Disampaikan Pada Pelatihan Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas Hukum
Surakarta.Fakultas Hukum UNS UNS dengan Badan Mediasi
Yahya Harahap.2004.Hukum Acara Indonesia, pada tanggal 9 Januari
Perdata.Jakarta : Sinar 2010.
GrafikaPeraturan Mahkamah Agung Normin S. Pakpahan.2010 . "Merancang
(PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 Kesepakatan Dan Kode Etik Mediator"
Tentang Prosedur Mediasi di Makalah Disampaikan pada Pelatihan
Pengadilan.
Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas Hukum UNS Dengan Badan Mediasi Indonesia pada tanggal 17 Januari 2010.
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata.2009.Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Praktek. Banduytg : CV. Mandar Maju
Satjpto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
R. Soesilo. 1985. RIB / HIR. Dengan Penjelasan.Bogor : Politea.
LEGITIMASI NIKAH SIRI MENURUT SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
Oleh : Pranoto ABSTRACT
Philosophically, marriage is the beginning for human being to develop their live by forming a family that has the purpose to legalize the sexual intercourse actions between man and woman to get their happiness in life. In ordert to make that purpose achieved, so the nation should be involved in the process. Siri marriage, illegal marriage (based on nation's law) is a phenomenon of deviated marriage. By the doctrinal approach it is obtained that there is no base for the nation to legitimatevsiri marriage and systemically it is not suit with the UU Perkawinan No. 1 / 1974. To solve the controversy so there should be a solution for this. A marriage will be considered as legal if it is done based on the religion rules and it is noted; in the one chapter and one verse. For the need for that, it is need the adaptability of the contradictive chapter with those formula.
Keyword : Marriage, Sirri, note, system.
A. Pendahuluan
Arti perkawinan menurut Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Setiap manusia memiliki naluri untuk adalah suatu ikatan lahir dan batin antara mencintai dan dicintai. Wujud dari adanya
seseorang pria dan seseorang wanita sebagai naluri tersebut yaitu terbentuknya suatu
suami isteri dengan tujuan untuk membentuk hubungan ikatan lahir dan batin antara
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan seseorang laki-laki dan perempuan ke dalam
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. sebuah perkawinan. Pengaturan perkawinan
Pengaturan perkawinan secara Islam juga ini telah diatur dalam undang-undang dan
diatur juga dalam Peraturan Pemerintah agama masing-masing. Islam mengatur secara
Nomor 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum tegas dan mengharamkan suatu hubungan
Islam Tahun 1991.
laki-laki dan perernpuan yang bukan muhrimnya melakukan sesuatu sekehendak
Perkawinan tersebut agar dinyatakan hatinya demi rnemenuhi naturi dan hasrat
sah harus dilakukan sesuai dengan hukum biologisnya. Untuk itu diperlukan suatu ikatan
agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat 1 untuk menghalalkan hubungan tersebut
UU No. 1 /1974). Sementara Pasal 2 ayat (2) melalui suatu akad yang disebut dengan
menyebukan bahwa tiap-tiap perkawinan perkawinan.
dicatatkan menurut perundang-undangan dicatatkan menurut perundang-undangan
pertimbangan-pertimbangan tertentu, ketertiban administrasi kependudukan, bukan
misalnya karena takut mendapatkan stigma menentukan syarat sahnya perkawinan.
negatif dari masyarakat yang terlanjur Rumusan tersebut pada saat penyusunan UU
menganggap tabu pernikahan siri, atau No. 1 / 1974 dilatar-belakangi oleh ketentuan
karena pertimbangan-pertimbangan rumit syar'i bahwa pencatatan perkawinan menurut
seseorang untuk hukum Islam sifatnya tidak wajib. Semenjak
yang
rnemaksa
merahasiakan pemikahannya. kelahirannya, memang UU No.1/1974 tidak
Dengan demikian dapat dikatakan berupaya untuk menghilangkan praktek
perkawinan yang sah dilakukan menurut bahwa munculnya problematika yuridis terhadap pernikahan siri tersebut antara lain
agama (Islam) namun tidak dicatatkan. Apa disebabkan oleh rumusan tentang keabsahan
yang dikenal dengan nikah siri. Nikah siri secara etimologi berasal dari bahwa Arab
perkawinan sebagaimana ketentuan pasal 2 ayat (1) UUP. Oleh karena itu dalam
"sirrun' yang berarti rahasia. Nikah siri ialah pernikahan dibawah tangan. Dapatlah
penelitian ini dikaji mengenai legitimasi nikah sini menurut sistem hukum perkawinan di
dikatakan bahwa nikah siri adalah pemikahan dibawah tangan bersifat rahasia dan tidak
Indonesia. Dengan kajian ini diharapkan akan diketahui keberadaan nikah siri dalam
diumumkan kepada kahalayak ramai. kerangka sistem hukum perkawinan di
Masyarakat mengartikan pemikahan Indonesia dan menemukan solusi yang terbaik siri adalah :
terhadap permasalahan yang muncul. Pertama ; pernikahan tanpa wali. Pernikahan
B. Tinjauan Pustaka
semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak
1. Faktor yang Menentukan Sahnya Suatu Perkawinan
setuju, atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau karena ingin
perkawinan merupakan memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa
Hukum
bagian integral dari syari'at Islam yang tidak mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan
terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak syariat ;
Islami. Di atas dasar inilah hukum perkawinan ingin mewujudkan perkawinan di kalangan
Kedua ; pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga
orang muslim menjadi perkawinan yang bertahudid dan berakhlak, sebab perkawinan
pencatatan negara. Banyak faktor yang semacam inilah yang bisa diharapkan memiliki
menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pemikahannya di lembaga pencatatan sipil
nilai transendental dan sakral untuk mencapai tujuan perkawinan yang sejalan dengan
negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu
membayar administrasi
tujuan syari'at Islam.
pencatatan, ada pula yang disebabkan karena Sebagai komponen dari ajaran islam, takut ketahuan melanggar aturan yang
maka syari'at Islam adalah sistem norma Ilahi melarang pegawai negeri nikah lebih dari
yang mengatur hubungan manusia dengan satu, dan lain sebagainya.
Tuhannya yang disebut dengan kaidah dahulu memberikan landasaan yuridisnya, ibadah, mengatur hubungan manusia dengan
karena negara merupakan kekuasaan yang sesamanya serta hubungan manusia dengan
memiliki legalitas dan kekuatan untuk itu. alam lainnya yang disebut dengan kaidah mu'amalah. Salah satu komponen dari kaidah
Korelasinya dengan hal tersebut diatas, di Indonesia sejak tahun 1974 telah
mua'malah yang sekaligus mencakup kaidah ibadah adalah hukum yang berkaitan dengan
diundangkan suatu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Materi
al-ahwalus syakhshiyah, yang muatannya antara lain mengenai hukum munakahat /
undang-undang
tersebut merupakan kumpulan tentang hukum munakahat yang
perkawinan. terkandung didalam al-Quran, Sunnah
Rasulullah, dan kitab-kitab fikih klasik maupun perkawinan menurut syariat Islam mengikat
Ketentuan-ketentuan
mengenai
fikih kontemporer, yang telah berhasil kepada setiap muslim, dan setiap muslim
diangkat oleh sistem hukum nasional perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan
Indonesia dari hukum normatif menjadi terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu,
hukum tertulis dan hukum positif yang ikatan perkawinan diistilahkan oleh al-Qur' an
mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa dengan "mitsaagan ghalidza", suatu ikatan
kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk janji yang kokoh. Sebagai suatu ikatan yang
umat muslim Indonesia. mengandung
memperhatikan keabsahannya menjadi hal
suatu perkawinan yang sangat prinsipil. (M. Anshary K, 2010 :
Keabsahan
merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, 11).
karena berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik yang menyangkut dengan
Dalam sejarah Indonesia, sejak zaman anak (keturunan) maupun yang berkaitan kerajaan islam yang kemudian berlanjut
dengan harta. Undang-Undang Nomor 1 dengan
Tahun 1974 tentang Perkawinan telah kemerdekaan hingga saat ini, kekuasaan
rnerumuskan kriteria keabsahan suatu negara tampaknya tidak pernah lepas tangan
perkawinan, yang diatur didalam Pasal 2, dalam
sebagai berikut.
pemberlakuan hukum
perkawinan
di
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan Indonesia. Hal ini karena terpulang kepada
fitrah Islam yang dalam rnasalah-masalah
menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
hukum kemasyarakatan, tidak mengenal pemisahan antara negara dengan agama. Dari
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut segi penerapannya, hukum munakahat /
peraturan perundang-undangan yang hukum perkawinan terrnasuk ke dalam bagian
berlaku.
hukum islam yang memerlukan bantuan kekuasaan negara. (Lihat Abdul Manan, 2006 :
Pasal 2 UU No. 1 / 1974 tersebut 9).
menetapkan dua garis hukum yang harus dipatuhi dalam melakukan suatu perkawinan.
Artinya bahwa dalam rangka pelaksanaan Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas atau pemberlakuannya, negara harus terlebih Artinya bahwa dalam rangka pelaksanaan Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas atau pemberlakuannya, negara harus terlebih
tidaknya suatu perkawinan telah diatur secara perkawinan adalah bila perkawinan itu
jelas didalam ayat (I) diatas. dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka
yang akan
melangsungkan
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sangat berpegang teguh
perkawinan tersbut. Ketentuan agama untuk sahnya suatu perkawinan bagi umat Islam
kepada aturan-aturan yang ada di dalam hukum Islam. Walaupun tidak secara tegas
dimaksud adalah yang berkaitan dengan syarat dan rukun nikah (Lihat Amir
mengatur tentang rukun perkawinan, tetapi undang-undang
tersebut menyerahkan Syarifuddin, 2006 : 59). Penjelasan Ayat (1)
tersebut menyatakan, tidak ada perkawinan persyaratan sahnya suatu perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur
di luar hukum masing-masing agamanya dan oleh agama orang yang akan melangsungkan
kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945. Dan yang dimaksud dengan hukum masing-
perkawinan tersebut. Namun demikian, undang-undang tersebut mengatur tentang
masing agamanya dan kepercayaannya itu terrnasuk ketentuan-ketentuan perundang-
syarat-syarat
perkawinan. Sedangkan kompilasi Hukum Islam secara jelas mengatur
undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang
masalah rukun perkawinan. Hal ini diatur Pasal 14, yang secara keseluruhan sama
tidak bertentangan dengan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini.
dengan yang terdapat dalam hukum Islam sebagairnana tertera dibawah ini. Dan
Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat keseluruhan rukun perkawinan tersebut, bahwa perkawinan mempunyai kaitan erat
menurut Amir Syarifuddin (2006 : 61) dengan masing-maasing agama yang dianut
mengikuti fikih Syafi'i dengan tidak oleh calon mernpelai. Dengan demikian,
mengikutkan mahar dalam rukun nikah. suatu perkawinan baru dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah secara yuridis
Di dalam hukum Islam, rukun nikah itu terdiri apabila perkawinan tersebut dilakukan
dari :
menurut agama orang yang melangsungkan
a. Calon mempelai laki-laki, calon mempelai perkawinan tersebut. Bagi orang yang
perempuan;
beragama Islam, nikahnya barun dikatakan sah secara hukum apabila pernikahannya
b. Wali dari mempelai perempuan; dilakukan menurut tata cara dan sesuai
c. Dua orang saksi;
dengan ketentuan hukum Islam.
d. Ijab dan kabul; (Amir Syarifbddin 2006 : 61) Ayat
percatatan perkawinan, bahwa
Adapun mahar, bukan merupakan perkawinan harus dicatat menurut peraturan
suatu
rukun nikah, ia merupakan syarat nikah. Oleh perundang-undangan yang berlaku. Dari dua
karena itu, mahar tidak perlu disebutkan dan ketentuan ayat ini, maka ketentuan ayat (2)
diserahkan ketika akad nikah berlangsung tidak ada kaitannya sama sekali dengan
(Amir Syarifuddin 2006 : 61). Wabbah al- masalah sah atau tidaknya suatu perkawinan,
Zuhaili menegaskan bahwa mahar merupakan Zuhaili menegaskan bahwa mahar merupakan
tersebut diberlakukan, ternyata kesadaran (Wahbad al-Zuhaili, 189: 36-37). Akan tetapi,
hukum masyarakat Islam Mesir belum hukum mahar itu wajib menyerahkan laki-laki
sepenuhnya siap menerimanya. Akibatnya, yang menikahi seorang perernpuan wajib
masyarakat yang menyerahkan mahar kepada istrinya itu, dan
banyak
diantara
melaksanakan perkawinan hanya semata- berdosa jika melakukan sebaliknya.
mata memenuhi syarat-syarat dan rukun nikah seperti yang ditulis dalam buku-buku
fikih, dan mereka tidak mendaftarkan persetujuan kedua belah pihak dan
Hakikat rukun
nikah
adalah
perkawinan mereka secara resmi kepada persesuaian kehendak kedua belah pihak
petugas pencatat nikah.
untuk saling mengikatkan diri. Karena kedua unsur ini bersifat rohani yang tak mungkin
Pemahaman dan kesadaran hukum diketahui orang lain, maka harus ada
beragama bagi ungkapan ijab dan kabul yang menjelaskan
bermasyarakat
dan
masyarakat muslim Mesir saat itu terindikasi maksud-maksud di atas. Perkawinan yang
sangat rendah. Hanya apa yang tertera dalam dilaksanakan dengan memenuhi rukun-rukun
referensi fikihlah yang sangat kental dalam tersebut di atas, telah mernenuhi ketentuan
pemahaman mereka.
bahwa perkawinan tersebut telah dianggap Syekh al-Azhar ketika menjawab
sah oleh hukum. Dengan demikian, sahnya suatu perkawinan ditentukan oleh Pasal 2
seorang perempuan Ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974
pertanyaan
dari
pimpinan majalah Al-Wathan al Arabiy pada diatas.
1985, menjelaskan bahwa aqad nikah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan syarat dan
2. Pencatatan Perkawinan
rukun nikah seperti diatur dalam syari'at Islam, adalah sah, dan mempunyai pengaruh
Di Mesir, dengan diberlakukannya hukum, seperti halalnya, seperti halalnya
Undang-Undang Nornor 78 Tahun 1931 bergaul sebagai suami-istri, hak saling
tentang al-Mahakim al-Syari'yah muncullah
keabsahan keturunannya. istilah al-zawaj al- 'urf (perkawinan dibawah
mewarisi,
Kesemuanya itu tidak tergantung kepada tangan). Dalam Pasal 99-nya ditegaskan
pencatatan dari akta nikah secara resmi. bahwa gugatan yang berhubungan dengan
Namun demikian, adanya alat bukti resmi perkawinan, serta hak-hak yang berhubungan
suatu perkawinan, menjadi sesuatu yang dengan itu, tidak bisa diterima di Pengadilan
mesti ada, apabila dihadapkan kepada hal-hal (Mahkamah), kecuali bila didasarkan atas
yang memerlukan proses peradilan, terutama adanya bukti perkawinan resmi, yakni surat
ketika terjadi perselisihan rumah tangga, nikah (Satrio Effendi M Zein, 2000:97).
status dan kedudukan anak. Hal itu karena Dalam
Undang-Undang Mesir tersebut tersebut
menegaskan bahwa, nasab seorang anak bani mengharuskan mendaftarkan secara resmi
diakui oleh pemerintah apabila ada bukti setiap perkawinan kepada pegawai pencatat
tertulis/akta kelahiran sebagai anak sah dari nikah yang secara khusus ditugaskan untuk
suami istri yang sah menurut undang-undang.
Oleh karena itu, tegas Syekh tersebut, sebuah dan kedudukan nikah yang tidak dicatatkan perkawinan hendaklah mengikuti prosedur
pada pegawai pencatat nikah walaupun resmi demi kemaslahatan dua pihak yang
tentang keharusan berakad, serta menjadi jaminan bagi segenap
undang-undang
mencatatkan perkawinan itu telah dinyatakan hak yang ditimbulkan oleh akad nikah itu
berlaku kurang lebih 35 tahun sampai tulisan (Satrio Effendi M Zein, 2000: 97).
ini disusun. Untuk jawaban pertanyaan tersebut, ada sebagian kalangan berpendapat
Tujuan utama pencatatan perkawinan bahwa oleh karena undang-undang itu dibuat
adalah demi mewujudkan
oleh pihak yang berwajib, maka kita wajib administrasi perkawinan dalam masyarakat
ketertiban
mentaatinya karena ditinjau dari isinya tidak disamping untuk menjamin tegaknya hak dan
bertentangan dan bahkan mendukung kewajiban suami dan istri. Hal ini merupakan
prinsip-prinsp ajaran Islam. Sebagian yang lain politik hukum negara yang bersifat preventif
berpendapat bahwa masalah pencatatan itu untuk mengkoordinasi masyarakatnya demi
tidak lebih dari sekedar tindakan administratif terwujudnya ketertiban dan keteraturan
yang tidak ada pengaruhnya terhadap dalam sistem kehidupan, termasuk dalam
keabsahan suatu perkawinan. masalah perkawinan yang diyakini tidak luput
dari berbagai ketidakteraturan dan pertikaian Masalah pencatatan perkawinan di antara suami istri. Karena itu keterlibatan
Indonesia diatur dalam beberapa pasal penguasa/negara
peraturan perundang-undangan berikut ini. perkawinan dalam bentuk pencatatan
dalam
mengatur
Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 merupakan suatu keharusan.
Tahun 1974 mengatur : "Tiap-tiap perkowinan dicatat menurut peraturan perundang-
berlaku. "Pencatatan Islam Mesir seperti dijelaskan diatas, kalangan
Sebagaimana halnya masyarakat
undangan
yang
dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah (PPN) masyarakat muslim Indonesia juga mengalami
sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undnag hal yang tidak jauh berbeda dengan apa yang
Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan dialami masyarakat Mesir. Di Indonesia
Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan tata cara walaupun telah ada peraturan perundangan
berpedoman kepada tentang perkawinan yang secara tegas
pencatatannya
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 mengatur masalah keharusan mendaftarkan
Tahun 1975. Selanjutnya, Pasal 10 Ayat (3) perkawinan secara resmi pada pegawai
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pencatat nikah, tetapi tampaknya kesadaran
menentukan bahwa perkawinan dilaksanakan rnasyarakat akan hukum dan pentingnya
di hadapan Pegawai Pencatat yang dihadiri suatu pencatatan perkawinan, masih dapat
oleh dua orang saksi. Fungsi pencatatan dibilang rendah. Hal ini terlihat dari
disebutkan pada angka 4.b. Penjelasan Umum banyaknya dijumpai praktik nikah siri yang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: dilakukan dihadapan kyai, tengku, modin,
"Pencatatan tiap-tiiap perbinan adalah sama ustadz, dan sebagainya (M Anshary MK 2010 :
pencatatan peristiwa- 18).
halnya dengan
dalam kehidupan Ada sebagian kalangan masyarakat
peristiwa
penting
seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang yang masih bertanya-tanya tentang hukum
dinyatakan dalam surat-surat keterangan, dinyatakan dalam surat-surat keterangan,
masing suami istri diberikan kutipan akta perkawinan tersebut. Dengan diperolehnya
Perintah Pasal 2 Ayat (2) Undang-undnag kutipan akta perkawinan itu perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 untuk melakukan mereka telah dinyatakan sebagai perkawinan pencatatan terhadap suatu perkawinan
yang mempunyai hak mendapat pengakutan tersebut ditujukan kepada segenap warga
dan perlindungan hukum. negara Indonesia, apakah ia berada di
Indonesia atau di luar Indonesia. Bagi warga
undang-undang untuk negara
Perintah
Indnesia yang melangsungkan mencatatkan perkawinan berlaku juga bagi perkawinannya di luar Indonesia pun diatur
bangsa Indonesia yang beragama Islam, dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal
hanya saja bedanya bahwa pencatatan
56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: perkawinan bagi umat Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan, sedangkan
(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar bagi bangsa Indonesia yang beraga bukan Indonesia antara dua orang warga negara
agama Islam pencatatan perkawinannya Indonesia atau seorang warga negara
dilakkan di Kantor Catatan Sipil. Indonesia dengan warga negara asing
adalah sah bilamana dilakukan menurut
tentang perintah hukum yang berlaku dinegara dimana
Ketentuan
pencatatan terhadap suatu perbuatan hukum, perkawinan itu dilangsungkan dan bagi
yang dalam ha1 ini adalah perkawinan, warga negara Indonesia tidak melanggar
sebenarnya tidak diambil dari ajaran Hukum ketentuan-ketentuan undang-undang ini;
Perdata Belanda (BW) atau Hukurn barat, tetapi diambil dari ketentuan Alllah SWT yang
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami dicantumkan dalam al-Qur'an. Surat al-
istri itu kembali di wilayah Indonesia surat Baqarah (2) : 282: "Hai orang-orang yang bukti
beriman, apabila kamu melakukan suatu didaftarkan
di Kantor Pencatatan transaksi dalam waktu yang tidak ditentukan
Perkawinan tempat tinggal mereka. (tidak tunai) hendaklah kamu mencatatnya ... Pasal 10 Ayat (3) Peraturan
Pemerintah Tahun 1975 mengatur bahwa
merupakan suatu perkawinan harus dilaksanakan di hadapaan
Perkawinan
ikatan/akad/transaksi, yang di dalamnya sarat Pegawai Pencatat yang dihadiri oleh dua
dengan kewajiban-kewajiban dan hak, bahkan orang saksi. Dan Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (3)
beberapa perjanjian dinyatakan bahwa sesaat sesudah perkawinan
terdapat
pula
perkawinan. Kewajiban dan hak masing- dilangsungkan,
masing suami istri telah diformulasikan di menandatangani akta perkawinan yang telah
kedua
mempelai
dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 disiapkan oleh Pegawai Pencatat tersebut.
tahun 1974. Oleh karena itu, umat Islam Dengan penandatangan akta perkawinan
Indonesia harus menyadari benar bahwa tersebut. Dengan penandatanganan akta
pencatatan suatu perkawinan merupakan perkawinan tersebut, perkawinan tersebut
aspek yang sangat penting karena merupakan telah tercatat secara resmi. Selanjutnya
ajaran agama yang langsung sebagai perintah
Allah SWT, dan ajaran agama mana telah melawan hukum. Konsekuensinya bahwa berhasil diperjuangkan oleh umat Islam
perbuatan itu sama sekali tidak mempunyai Indonesia menjadi hukum positif sehingga
akibat yang diakui dan dilindungi oleh hukum. mempunyai daya mengikat dan memaksa untuk dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh
Sejalan dengan kerangka teoritik itu menurut Gani, maka suatu akad nikah dapat
umat Islam. terjadi dalam dua bentuk. Pertama, akad
Ada anggapan di kalangan umat Islam nikah yang dilakukan itu hanya semata-mata bahwa melaksanakan perkawinan dengan
memenuhi ketentuan Pasal 2 Ayat (1) hanya memenuhi ketentuan Pasal 2 Ayat 1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, telah
telah dilaksanakan dan telah memenuhi memadai dan telah menjamin keabsahan
ketentuan agama yang dianut. Kedua, akad suatu perkawinan. Terhadap pernyataan
nikah dilakukan menurut ketentuan Ayat (1) tersebut kita sependapat. Lalu bagaimana
dan Ayat (2) secara simultan, yakni telah halnya dengan perintah undang-undang
dilaksanakan sesuai aturan agama dan telah untuk mencatatkan suatu perkawinan ?
dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (A. Gani Abdullah, 1945 : 46-48).
A. Gani Abdullah menjelaskan bahwa suatu perbuatan sepeti nikah, baru dikatakan
Apabila bentuk akad nikah yang perbuatan hukum menurut hukum) apabila
pertama yang dipilih, maka perkawinan dilakukan menurut ketentuan hukum yang
tersebut telah diakui sebagai pernikahan yang berlaku positif. Ketentuan hukum yang
sah menurut ajaran agama, tetapi tidak diakui mengatur mengenai tata cara perkawinan
sebagai perbuatan hukum yang mempunyai yang dibenarkan oleh hukum di Indonesia
akibat hukum oleh negara, Oleh sebab itu, adalah seperti yang diatur di dalam Undang-
perkawinan semacam ini tidak mendapat Undang Nornor 1 Tahun 1974 tentang
pengakuan dan tidak dilindungi secara Perkawinan. Perkawinan dengan tata cara
hukum. Sehamsnya, karena pencatatan di sini demikianlah yang mempunyai akibat hukum,
merupakan perintah Allah SWT, maka umat yakni akibat yang mempunyai hak mendapat
Islam dalam melangsungkan perkawinan pengakuan dan perlindungan hukum.
memilih bentuk kedua di atas, yakni mernenuhi ketentuan Ayat (1) dan Ayat (2)
Selanjutnya,
A. Gani Abdullah
sekaligus. Kedua unsur pada ayat tersebut menjelaskan bahwa dilihat dari segi teori
berfungsi secara kumulatif, dan bukan hukum, suatu perbuatan baru dikatakan
altematif. Unsur pertama berperan memberi sebagai perbuatan hukum jika perbuatan itu
label sah kepada perkawinan itu sedangkan dilakukan menurut hukum, oleh karena itu
unsur kedua mernberi label bahwa menimbulkan akibat hukum yakni tindakan
perkawinan tersebut merupakan perbuatan tersebut
hukum. Oleh karena itu, perbuatan itu perlindungan hukum. Sebaliknya, suatu
mendapat pengakuan dan dilindungi oleh tindakan / perbuatan yang dilakukan tidak
hukum. Dengan demikian, memenuhi unsur menurut aturan hukum, maka ia tidak
kedua (pencatatan) dalam suatu perkawinan dikatakan
menjadi sangat penting, karena walaupun sekalipun perbuatan tersebut belum tentu
sebagai
perbuatan
hukum hukum
interpretasi merujuk pada sarana untuk tersebut merupakan bukti otentik tentang
kelenturan peraturan telah dilangsungkannya perkawinan yang sah.
mengatur
daya
perundang-undangan dapat pula terjadi pada hukum yang dibuat oleh pembuat perundang-
Dengan demikian, melaksanakan
dengan metode perkawinan hanya rnemenuhi unsur agama
undangan.
Berkaitan
interpretasi hukum ini, maka metode saja sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (1)
interpretasi hukum pada penelitian ini diatas, itu
meliputi interpretasi gramatikal, interpretasi perkawinan tersebut telah dinyatakan sah
belum
cukup, walaupun
historis, interpretasi perbandingan hukum, oleh agama karena unsur yang kedua
interpretasi antisipasi, dan interpretasi menyangkut
meskipun akhirnya secara tidak langsung juga akan dapat berkaitan dengan masalah yuridis,
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
khususnya mengenai hal pembuktian. Jadi, untuk dapat membuktikan bahwa suatu
Nikah sirri artinya adalah nikah perkawinan telah dilangsungkan sesuai
rahasia, lazim juga disebut dengan nikah dibawah tangan atau nikah liar. Dalam fikih
dengan ajaran agama adalah melalui akta nikah, karena akta nikah merupakan bukti
Maliki, nikah sirri diartikan sebagai nikah yang atas
suami, para saksi otentik.
pesan
merahasiakannyn
untuk istrinya atau
C. Metode Penelitian
jamaahnya, sekalipun keluarga setempat (Masjfbk Zuhdi, 1998 : 8). Selanjutnya
Penelitian ini adalah penelitian dikatakan bahwa Mazhab Maliki tidak hukum. Data dalam penelitian ini berupa data
membolehkan nikah sirri, nikahnya dapat sekunder, sedangkan sumbernya adalah
dibatalkan dan pelakunya dapat diancam peraturan perudang-undangan, literatur,
dengan hukuman had berupa cambuk atau jurnal, hasil penelitian, buku dan bahan
rajam. Mazhab Syafi'i dan hanafi juga tidak pustaka lainnya yang isinya sesuai dengan
memperbolehkan nikah sirri. Khalifah Umar topik penelitian. Data dikumpulkan dengan
bin Khatthab pernah mengancam pelaku menelusuri
nikah sirri dengan hukuman had. Larangan dikategorisasikan sesuai kebutuhan. Data
nikah sirri ini didasarkan kepada bebetapa dianalisis melalui proses pengorganisasian
Hadis, anatara lain berbunyi : "alinuu haadza dan diurutkan serta menggunakan berbagai
an-nikaah waj 'aluuhu fil masaajid wadhribuu metode interpretasi/penafsiran. Interpretasi
'alaihi bidz-dzufuq (Hadis riwayat Tirmidzi dan hukum lahir dari kesulitan hakim pada waktu
'Aisyah). Artinya : " Umumkanlah nikah ini, memahami maksud pembuat undang-undang.
dan laksanakanlah di masjid, serta Selain itu dalam kaitannya dengan usaha
ramaikanlah dengan menabuh gendang." menemukan hukum (rechtsvinding). Artinya
hukum harus ditemukan dan apabila tidak Dalam pengamatan di lapangan, berhasil menemukan hukum tertulis harus
nikah sirri dapat dibedakan kepada dua jenis. dicari dari hukum yang hidup dalam
Pertama, akad nikah yang dilakukan oleh masyarkat, yaitu berupa pembentukan hukum
seorang laki-laki dan seorang perempuan seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang spesifik dari nikah sirri. Istilah nikah hanya dihadiri oleh laki-laki dan
perkawinan dibawah tangan muncul setelah perempuan yang akan melakukan akad nikah,
diberlakukannnya secara efektif Undang- dua orang saksi, dan guru atau ulama yang
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang menikahkan
Perkawinan. Perkawinan dibawah tangan pendelegasian dari wali nikah yang berhak.
tanpa
memperoleh
yang disebut juga sebagai perkawinan liar Padahal guru atau ulama tersebut dalam
pada prinsipnya adalah perkawinan yang pandangan hukum Islam tidak berwenang
menyalahi hukum, yakni perkawinan yang menjadi wali nikah, karena ia tidak termasuk
dilakukan di luar ketentuan hukum dalam prioritas wali nikah.
perkawinan yang berlaku positif di Indonesia. Selanjutnya, oleh karena perkawinan dibawah
Kedua, adalah akad nikah yang telah tangan tidak mengikuti aturan hukum yang
memenuhi syarat dan rukun suatu berlaku, perkawinan semacam itu tidak perkawinan yang legal sesuai dengan
mempunyai kepastian dan kekuatan hukum ketentuan hukum Islam, tetapi tidak
dan karenanya, tidak pula dilindungi oleh dicatatkan sesuai dengan kehendak Undang-
hukum.
Undang Perkawinan di Indonesia (Lihat Wahbad a1 Zuhaili, 1989 : 71). Abdul Gani
Melihat indkator yang dikemukakan Abdullah
oleh A. Gani Abdullah di atas untuk dapat mengetahui apakah pada suatu perkawinan
mengidentifikasi apakah suatu perkawinan itu itu terdapat unsure sirri atau tidak, dapat
merupakan perkawinan sirri atau perkawinan dilihat dari tiga indikator yang harus selalu
legal, istilah perkawinan di bawah tangan menyertai suatu perkawinan legal. Apabila
sebenarnya merupakan istilah lain dari nkah salah satu faktor saja tidak terpenuhi,
sini. Hal itu karena, dari ketiga unsur yang perkawinan itu dapat di identifikasi sebagai
hams ada pada suatu perkawinan logis yang perkawinan sirri. Tiga indikator itu adalah,
diakui oleh hukum tersebut di atas, ada Pertama, subjek hukum akad nikah yang
unsur-unsur yang tidak terpenuhi di dalam terdiri dari calon suami, calon istri, dan wali
perkawinan dibawah tangan. Unsur yang nikah adalah orang yang berhak sebagai wali,
tidak terpenuhi itu setidak-tidahya adalah dart dua orang saksi. Kedua, kepastian hukum
unsur kedua dan ketiga, yaitu perkawinan dari pernikahan tersebut, yaitu ikut hadirnya
tersebut tidak dicatatkan pada Pegawai Pegawai Pencatat Nikah pada saat akad nikah
Pencatat Nikah dan tidak diumumkan kepada dilangsungkan; dan Ketiga, walimatal'ursy,
masyarakat luas.
yaitu suatu kondisi yang sengaja diciptakan Seperti telah disinggung diatas,
untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa di antara kedua calon suarni istri inilah
bahwa perkawinan yang dilakukan secara sirri / perkawinan dibawah tangan tidak selalu
letak hakikat filosofis dari Hadis Rasululah SAW tersebut (A. Gain Abdullah, 1995 : 26).
merupakan perkawinan yang tidak sah baik dilihat dari aspek hukum islam maupun dari
Bagaimana halnya dengan istilah aspek hukum positif. Kalau pemikiran dan perkawinan dibawah tangan ? Apakah sama
pendapat yang mengatakan bahwa setiap pendapat yang mengatakan bahwa setiap
nikah sirri dengan laki-laki lain. Hal itu hukum Islam dapat disepakati, maka
karena ia merasa belum bercerai dengan istrinya, tetapi si istri telah tinggal
perkawinan itu sah baik menurut hukum bersama laki-laki lain. Islam maupun menurut hukum positif. Hal itu
karena Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang omor
Adapun
masalah pencatatan
I Tahun 1974 tentang Perkawinan pun perkawinan yang tidak dilaksanakan tidaklah menyatakan
mengganggu keabsahan suatu perkawinan perkawinan apabila dilakukan sesuai dengan
yang telah dilaksanakan sesuai hukum Islam ajaran agama orang yang melakukan
menyangkut aspek perkawinan itu. Karena itu perkawinan sirri /
karena
sekadar
administratif. Hanya saja jika suatu dibawah tangan semacam ini apabila telah
perkawinan tidak dicatatkan, maka suami-istri memenuhi syarat dan ntkun nikah menurut
tersebut tidak memiliki bukti-otentik bahwa hukum Islam adalah sah secara hukum Islam
rnelaksanakan suatu maupun hukum positif. Hanya saja
mereka
telah
perkawinan yang sah. Akibatnya, dilihat dari perkawinan itu tidak dicatatkan sehing ga
aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak dikatakan nikah di bawah tangan.
diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum pemerintah, sehingga tidak
Yang sukar untuk dilegalkan serta mempunyai kekuatan hukum (no legal form). tidak mempunyai landasan hukum yang jelas
Oleh karena itu, perkawinan tersebut tidak adalah praktik kawin sirri/kawin dibawah
dilindungi oleh hukum, dan bahkan dianggap tangan yang dilakukan oleh sebagian umat
tidak pernah ada/never existed. Islam dihadapan kyai, tengku, ulama, tuan guru atau modin. Kerancuan yang terjadi
Jika ditinjau dari aspek politis dan adalah sebagai berikut :
sosiologis,
mencatatkan suatu perkawinan, akan menimbulkan dampak
tidak
Pada saat dilangsungkan akad nikah, yang
sebagai berikut :
menjadi wali nikah adalah kyai, guru, tengku, modin, sementara tidak ada
a. Masyarakat muslim Indonesia dipandang pendelegasian hak wali tersebut dari wali
tidak mempedulikan kehidupan berbangsa nikah yang berhak kepada kyai, tengku
dan bernegara dalam bidang hukum, yang atau modin tersebut. Pernikahan tersebut
pada akhirnya sampa pada anggapan tidak diketahui sama sekali oleh wali
pelaksanaan ajaran Islam nikah yang sah. Akad nikah semacam ini
bahwa
jelas tidak sah karena cacat di bidang wali tidakmembutuhkan keterlibatan negara, nikah. Sedangkan, di Islam dikenal
yang pada akhirnya lagi mengusung prioritas wali.
bahwa agama harus Pada saat perkawinan dilaksanakan, tidak dipisahkan dari kehidupan kenegaraan,
pandangan
diperhitungkan apakah calon istri masih yang dikenal dengan istilah sekularisme. dalam ikatan perkawinan dengan suami
lain atau tidak. Terkait dengan hal ini
b. Akan mudah dijumpai perkawinan dibawah banyak muncul kasus seorang suami
tangan, yang hanya peduli pada unsur datang ke Pengadilan Agama/Mahkamah
agama saja dibanding unsur tatacara Syr'iyah dan menanyakan tentang status
pencatatan perkawinan.
c. Apabila terjadi wanprestasi terhadap janji Ketiga; pernikahan yang diraha-siakan perkawinan,
karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, putusnya perkawinan akan terbuka secara
misalnya karena takut mendapatkan stigma bebas sesuka hati suami atau istri, tanpa
negatif dari masyarakat yang terlanjur ada akibat hukum apa-apa, sehingga
menganggap tabu pernikahan siri, atau hampir sernua kasus berdampak pada
karena pertimbangan-pertimbangan rumit wanita/istri dan anak-anak (M Anshary
seseorang untuk MK, 2010 : 30).
yang
memaksa
merahasiakan pernikahannya. Membicarakan masalah nikah siri
Berkaitan hukum tidak rnencatat-kan akan menarik jika ditilik dari perspekti hukum,
pernikahan di lembaga pencatatan negara, baik hukum Islam maupun hukum positif yang
maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut : berlaku di negara kita. Memahami nikah siri yang hanya berdasarkan pada perspektif
Pertama, pada dasarnya, fungsi hukum Islam adalah keliru karena kita hidup
pencatatan pernikahan pada lembaga dalam sebuah negara yang dasar hukum
pencatatan sipil adalah agar seseorang negaranya tidak berdasarkan pada syariat
memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar
islam, tetapi berdasarkan pada hukurn positif nasional. Namun pada dasarnya, hukum Islam
telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah
pun sebenarnya melarang nikah siri. Pernikahan siri sering diartikan oleh
sebagai bukti syar'iy (bayyinah syar'iyyah) masyarakat umurn dengan ;
adalah dokumen resrni yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada
Pertama; pernikahan tanpa wali. lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang Pernikahan semacam ini dilakukan secara
telah memiliki sebuah dokumen resmi yang rahasia (siri) dikarenakan pihak wali
bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) perempuan tidak setuju; atau karena
di hadapan majelis peradilan, ketika ada menganggap absen pernikahan tanpa wali;
sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu
maupun sengketa yang lahir akibat syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi
pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, ketentuan-ketentuan syariat;
perceraian, nafkah dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan
Kedua; pernikahan yang sah secara oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti agama namun tidak dicatatkan dalam
syar'iy. Kesaksian dari saksi-saksi pemikahan lembaga pencatatan negara. Banyak faktor
yang menyaksikan yang
atau
orang-orang
pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh mencatatkan pernikahannya di lembaga
negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak pencatanan sipil negara. Ada yang karena
boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat faktor biaya alias tidak mampu membayar
membuktikan keabsahan administrasi pencatatan; ada pula yang
bukti
untuk
pernikahan seseorang adalah dokumen disebabkan karena takut ketahuan melanggar
tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan aturan yang melarang pegawai negeri nikah
keabsahan alat bukti lain selain dokumen lebih dari satu; dan lain sebagainya.
tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pada jarak sekian meter. Jika seseorang pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya.
melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh Berdasarkan
memberi sanksi kepadanya dengan denda, disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri
cambuk, penjara dan lain sebagainya. Khalifah tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah,
juga memiliki kewenangan untuk menetapkan dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari
takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-
khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan saksi yang menghadiri pernikahan siri
perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan tersebut sah dan harus diakui sebagai alat
sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya bukti syar'iy. Negara tidak boleh menolak
dalam hal tersebut. Khalifah juga memiliki kesaksian mereka hanya karena pernikahan
kewenangan untuk menetapkan aturan- tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan
aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, sipil; atau tidak mengakui hubungan
tempat penyewaan permainan, dan tempat- pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan
tempat umum lainnya; dan ia berhak lain yang lahir dari pernikahan sirri tersebut.
memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.
Kedua, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar negara berhak
Demikian juga dalam hal pengaturan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang
urusan pernikahan. Khalifah boleh saja yang melakukan tindakan mukhfalat .
aturan-aturan administrasi Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang
menetapkan
tertentu ntuk mengatur urusan pernikahan; Khalifah dan orang yang diangkatnya)
misalnya, aturan yang mengharuskan orang- mernpunyai hak untuk menetapkan aturan-
orang yang menikah untuk mencatatkan aturan tertentu untuk mengatur urusan-
pernikahnnya di lembaga pencatatan resmi urusan rakyat yang belum ditetapkan
negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh
ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. syariat;
Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi pembangunan rumah, eksplorasi dan lain
seperti urusan
lalu
lintas,
bagi orang yang tidak mencatatkan sebagainya. Khalifah memiliki hak dan
pernikahannya ke lembaga pencatatan berwenang
orang yang tidak semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan
mengatur
urusan-urusan
negara. Pasalnya,
pernikahannya dilembaga yang ditetapkan oleh khalifah dan qadliy
mencatatkan
pencatatan negara -padahal negara telah dalam perkara-perkara semacam ini wajib
rnenetapkan aturan tersebut telah terjatuh ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa
pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam
sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya urusan-urusan tersebut, maka ia telah
kepada khalifah dan orang yang diberinya terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan
kewenangan.
berhak mendapatkan sanksi mukhalafat. Misalnya,
Ketiga, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus
menetapkan jarak halaman rumah dan jalan- jalan umum, dan melarang masyarakat untuk
negara tidak boleh membangun atau menanam di sampingnya
semacam
ini
mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mempidanakan dan menjatuhkan sanksi
pemikahan itu, akan tercipta sebuah tatanan pernikahannya
bersangkutan, termasuk ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak
pengaruhnya dalam bersosialisasi di kalangan membebani seseorang di luar batas
masyarakat. Jika disembunyikan, maka kemampuannya. Oleh karena itu, Negara
dikhawatirkan muncul permaslahan di tidak boleh mempidanakan orang tersebut,
belakangan hari seperti tangung jawab bahkan
wajib memberikan pelayanan terhadap isteri dan anak yang lahir dari pencatatan gratis kepada orang-orang yang
pernikahan tersebut.
tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.
Perempuan yang nikah siri, misalnya, secara catatan hukum atau administrasi tidak Keempat, pada dasarnya, telah
memilki identitas yang jelas di hadapan rnendorong umatnya untuk menyebarluaskan
negara. Akibatnya, sulit untuk menapatkan pernikahan
hak-haknya sebagai seorang istri. Di samping walimatul'ursy. Anjuran untuk melakukan
dengan
menyelenggarakan
itu status yang kurang jelas dihadapan walirnah, walaupun tidak sampai berhukum
masyarakat memaksa perempuan yang wajib akan tetapi nabi sangat rnenganjurkan
terikat dalam pernikahan siri juga dirugikan. (sunah muakkadah). Hal semacam ini
Pernikahan siri berdampak pula pada tentunya berbeda dengan pernikahan yang
kelemahan posisi anak secara hukum. Anak- tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain
anak rentan untuk tidak mendapatkan haknya akan menyebabkan munculnya fitnah;
karena tidak kuat secara hukum. Ada kasus misalnya jika prempuan yang dinikahi siri
anak-anak hasil nikah sri sulit mengurus izin hamil, maka akan muncul duguan-dugaan
pendidikan karena idak memiliki surat atau negatif dari masyarakat terhadap perempuan
akta kelahiran, karena tidak diakui ayah tersebut; pernikahan
kandungnya. Pelarangan nikah siri ini intinya menyulitkan pelakunya ketika dimintai
siri juga
akan
akan menjamin hak istri dan anak. Dimana persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia
apabila terjadi percerian, maka istri dan anak tidak memilki dokumen resmi, maka dalam
akan tetap memperoleh hak waris karena semua kasus yang membutuhkan persaksian,
pernikahnnya telah dicatat di pejabat sipil. ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan
Jadi, nikah siri itu tidak adil bagi kaum sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat
perempuan dan anak.
menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga
Dalam ajaran agama apa pun dan pencatatan negara menjadi relevan, demi
dalam etika sosial masyarakat dimana pun, semua umumnya sepakat bahwa kehadiran
mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta ntuk
perempuan dan anak mutlak harus dilindungi dari semua bentuk ancaman perlakuan kasar
mencegah adanya fitnah.
tekanan psikis. Tetapi, untuk Idealnya perkawinan adalah suatu
serta
memastikan agar perempuan tidak menjadi peristiwa yang membahagiakan dan layak
korban yang dirugikan dalam lembaga dan diberitahukan karena berkaitan dengan status
kehidupan perkawinan dengan pasangannya, kehidupan perkawinan dengan pasangannya,
yang memperkuat nilai, norma dan payung hukum yang pro-
Argumentasi
bahwa pencatatan rnenentukan keabsahan perempuan, tapi yang juga tak kalah penting
perkawinan adalah :
adalah upaya-uapaya yang lebih berorientasi pada pemberdayaan perempuan secara
1. Dengan dicatat oleh lembaga resmi maka akan memberikan perlindungan hukum
mandiri. Dan alasan yang menguatkan agar tidak dilakukannnya nikah siri karena nikah
yang kuat kepada pihak wanita, anak yang dilahirkan dan akibat-akibat yang timbul
siri itu hanya sah menurut agama tetapi menurut hukum itu tidak sah, padahal Negara
akibat
perkawinan. Misalnya akta kelahiran, hak mewaris, perlindungan bila
Indonesia sendiri merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum (pasal 1 ayat 1 UUD
terjadi KDRT dan sebagainya. Pihak-pihak tersebutlah yang selama ini tidak
mendapat perlindungan dengan nikah siri. melindungi perempuan dari kemungkinan
menjadi korban dalam pernikahan siri, kawin
2. Sebagai penganut law is a tool for social kontrak, atau yang lain dalam pasal-pasal
engineering, maka hukum (baca UU) ketentuan hukum harus diakui rawan terjebak
sebagai sarana untuk ke dalam sikap "hitam-putih" yang terkadang
ditempat
merekayasa hendak kemana masyarakat kurang mempertimbangkan situasi nyata di
dituju. Dengan pencatatan menentukan masyarakat. Tapi sikap yang menolak secara
keabsahan maka ketertiban administrasi membabi-buta dan seolah-olah menutup
kependudukan akan tercapai. Seperti kita mata terhadap
tahu bahwa ketertiban merupakan salah perempuan yang menjadi korban dalam
penderitaan
sebagian
satu tujuan hukum disamping keadilan dan pernikahan siri dari laki-laki yang pragmatis
kepastian. Dengan pencatatan pula akan dan sekadar melegitimasi syahwatnya belaka
lebih mudah mendapatkan kepastian tentu juga bukan sikap yang bijak.
status seseorang dalam hubungan keluarga Solusi yang peneliti tawarkan adalah
dan tujuan lebih jauh maka akan tercapai dengan mengubah ketentuan keabsahan
keadilan, misalnya dalam pembagian warisan kelak di kemudian hari.
perkawinan sehingga rumusannya menjadi sebagai berikut : "perkawinan adalah sah
3. Indonesia bukan negara sekuler yang apabila dilangsungkan menurut hukum
menyerahkan perkawinan sebagai urusan agamanya dan dicatatkan pada lembaga
dengan pendekatan negara pencatat perkawinan". Rumusan ada dalam
privat,
kesejahteraan negara berhak ikut campur satu ayat, tidak seperti yang ada dalam UUP
dalam urusan privat selama itu bertujuan (dalam dua ayat) sehingga pencatatan bukan
untuk kesejahteraan umum. Demikian pula kriteria pengesahan, namun hanya kawajiban
halnya dengan pencatatan perkawinan ini, administrasi. Implikasi dari solusi tersebut
hal ini sebagai bentuk tanggungjaab adalah perlunya penyesuaian pasal-pasal yang
negara guna mewujudkan keadilansosial. kontradiktif dengan pasal 2 ayat (1), misalnya
tentang persyaratan poligami dan sebagainya.
4. Dalam khasanah peradilan islam, negara (dalam hal ini khalifah atau amir atau pemerintah yang sah) mempunyai hak 4. Dalam khasanah peradilan islam, negara (dalam hal ini khalifah atau amir atau pemerintah yang sah) mempunyai hak
F. Saran
guna mengatur urusan-urusan rakyat yang
perdebatan mengenai belum ditetapkan ketentuan dan tatacara
Agar
keabsahan perkawinan tak berlarut-larut pengaturannya oleh syariat. Khalifah
rnemiliki hak dan wewenang mengatur maka hendaknya rumusan keabsahan perkawinan dimuat dalam satu pasal dan satu
urusan-urusan semacam ini berdasarkan istihadnya. Aturan yang ditetapkan
ayat; dengan bunyi sebagai berikut "perkawinan
adalah sah apabila tersebut wajib ditaati dan dilaksanakan
oleh rakyatnya. Urusan-urusan tersebut dilangsungkan menurut hukum agamanya dan dicatatkan
lembaga pencatat antara lain dalam hal berlalu lintas, jarak
pada
rumah dengan jalan, takaran timbangan
perkawinan"
dan sebagainya. Ia berhak menjatuhkan
G. Daftar Pustaka
sanksi kepada yang melanggar aturan tersebut. Demikian juga halnya dalam
Abdul Manan. 2006. Reformasi Hukum Islam urusan pernikahan dengan menetapkan
di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo. bahwa pencatatan menjadi salah satu penentu keabsahan perkawinan. Bagi
A. Gani Abdullah. 1995. “Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia
pihak-pihak yang
terlibat
dalarn
Hukum. No. perkawinan, jika tidak mencatatkan,
Mimbar
23/95,Yogayakarta: FH-UGM. melakukan nikah siri, maka diancam
dengan suatu
Ahmad Azhar Basyir. 2007. Hukum kurungan.
hukuman
misalnya
Perkawinan Islam. Yogyakarta : UII Press.
5. Pencatatan perkawinan
juga
tidak
bertentangan dengan hukum perkawinan Amir Syarifuddin. 2006. Hukum Perkawinan Islam, banyak manfaatnya daripada
Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada mudharatnya.
Media.
6. Kecenderungan di negara Islam, misalnya Anshary MK. 2010. Hukum Perkawina di Mesir
Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. pencatatan perkawinan merupakan suatu
kewajiban dan penentuan keabsahan Bernard Arief Sidharta. 2000. Refleksi Tentang perkawinan.
Struktur flmu Hukum. Bandung : CV Mandar Maju.
E. Simpulan
………….. 2007. Pengantar Hukum. Ilmu Dari penelitian dan pembahasan
Hukum. Teori Hukum dan Filsafat dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan
Hukum. Bandung : Refika Aditama. dasar
legitimasi bagi negara
untuk
mengesahkan nikah siri, bahkan secara DHN Meuwissen dalam P. Van Dik. 1985. sistemik nikah sirri rnelanggar Undang-
Inliding Tot de Studien Van Het undang No 1 / 1974 tentang Perkawinan.
Nedelandse recht. Acttiende Druk. Zwolle : WEJ Tjoenk Wiillink.
Michael Bogdan.
Wahbad al-zuhaili. 1989. Al-fiqh al Islam wa Perbandingan Sistem Hukum. Bandung :
Pengantar
adillatuhu. Jus 7. Beinut : Darul Fikri. Nusa Media.
H. Persantunan
Jujun S. Suniasumantri. 198 5. Filsafat llmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :
Peneliti mengucapkan terimakasih Pustaka Sinar Harapan.
kepada tim reviewer dan KPPMF Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan saran
Lasiyo. 2006. Hand Out Filsafaf Ilmu. dan kritik demi perbaikan laporan penelitian, Yogyakarta : Sekolah Pasca Sarjana
dan kepada pengelola anggaran DIPA FH UNS UGM.
yang telah rnemfasilitasi dan rnenyalurkan anggaran guna terlaksananya penelitian ini.
Masjfuk Zuhdi. 1996. "Nikah Siri, Nikah Dibawah tangan dan status anaknya menurut hukum Islam dan Hukum
Positif". Mimbar Hukum. No.28/96. Yogyakarta : FH-UGM.
PRANOTO
Peter Mahmud. 2006. Peneliti Hukum. Jakarta Dosen FH UNS dalam MK Hukum Perdata, : Kencana Perdana Media Group.
HPI, Hukum Kontrak, PIH (S 1); Hukurn Lembaga Pembiayaan (S2). Lulus S1 FH UGM
Satria Effendi M Zein. 2000. "Hukum Islam Perkembangan dan Pelaksanaan di
Yogyakarta tahun 1988. Lulus S2 Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum UNAIR Surabaya
No.28/2000. Yogyakarta: FH-UGM.
tahun 1998.
…………….. 2004. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Jakarta :
Prenada Media.