Gaya Selingkung

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PERKARA EKONOMI SYARI'AH

Soehartono, 2010, Legal finding By Judge of Religious Court in the Cases Of Economic Saria, Faculfy of Law of UNS. ABSTRACT

The purpose of this research is to know the efforts made by the religious court judges in connection with the discovery of the law against the expansion of the authority given by Law No. 3 of 2006 on the Religious as amendments to Law No. of 1989 on Religious Courts .

The data in this study includes primary data and secondary data, methods of data collection is done by interview and literature study, the source of primary data obtained through interviews with religious court judges and secondary data sources Religious Court, the results of research, books, the law. Data analysis was conducted through qualitative analysis.

The result showed that the religious court judges in his duty to examine, decide and adjudicate case filed, they pay attention to the provisions in laws against the case filed by the parties, which clearly regulated or not, these laws regulate or not to the concrete case filed the parties. In this set, then the judge is guided by the provisions in the law, whereas if against a concrete case is missing or unclear, the judge attempted to locate or find legal ways known in the science of law, through interpretation and construction law, between Another analogy method.

Keywords : Legal Finding, Judge of Religious Court, Sharia Economics.

A. Pendahuluan

pokok yang sangat penting dalam usaha Dalam Undang-Undang Dasar 1945

mewujudkan suasana perikehidupan yang disebutkan Indonesia adalah sebagai negara

aman, tertib, dan tenteram seperti yang hukum. Dalam negara hukum yang

diamanatkan dalam garis-garis besar haluan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

negara. Oleh karena itu untuk mewujudkan Dasar 1945, keadilan, kebenaran, ketertiban

hal-hal tersebut dibutuhkan adanya lembaga dan kepastian hukum, maka dalam

yang bertugas untuk menyelenggarakan penyelenggaraan hukum merupakan hal yang

kekuasaan kehakiman guna menegakkan kekuasaan kehakiman guna menegakkan

ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman, badan peradilan sebagaimana yang dimaksud

sebagaimana diubah dengan Undang-undang dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970

Nomor 35 Tahun 1999, dan kemudian diubah tentang

dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Kekuasaan Kehakiman yang masing-masing

Ketentuan-ketentuan

Pokok

tentang Kekuasaan Kehakiman, kemudian mempunyai lingkup kewenangan mengadili

diubah dengan Undang-undang Nomor 48 perkara atau sengketa di bidang tertentu dan

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. salah satunya adalah Badan Peradilan Agama

Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun (penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun

2009, menyatakan kekuasaan kehakiman 1989 tentang Peradilan Agarna, alinea 1).

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya

Peradilan Agama adalah merupakan

peradilan umum, salah satu dari empat lingkungan peradilan

dalam

lingkungan

lingkungan peradilan agama, lingkungan negara yang dijamin kemerdekaannya dalam

peradilan militer, lingkungan peradilan tata menjalankan tugasnya sebagaimana diatur

usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970

Konstitusi.

tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok

disahkannya dan Peradilan Agama sangat dibutuhkan di dalam

Kekuasaan Kekuasaan Kehakiman. Eksistensi

Dengan

diundangkannya sebuah undang-undang kehidupan masyarakat Indonesia, mengingat

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagian besar penduduk Indonesia adalah

Tahun 1989 Nomor 49, yaitu pada tanggal 29 memeluk agama Islam. Hal tersebut sangat

Desember 1989, Undang-undang Nomor 7 signifikan, karena sebagai pemeluk agama

Tahun 1989 tersebut diberi nama Peradilan yang baik sudah barang tentu akan menjauhi

Agama Dengan lahirnya Undang-undang segala larangannya dan akan menjalankan

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan segala apa yang menjadi perintahnya. Sebagai

Agama, maka setiap lingkungan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman, maka

sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang- Peradilan Agama merupakan peradilan

undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang tingkat pertama yang bertugas dan

Kekuasaan Kehakiman, sudah mempunyai berwenang untuk memeriksa, memutus dan

dasar atau landasan tentang kedudukan dan menyelesaikan perkara-perkara antar orang

kewenangannya. Kedudukan Peradilan Agama yang beragama Islam di bidang perkawinan,

sejajar dengan peradilan negeri atau umum, kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan

peradilan militer, dan peradilan tata usaha berdasarkan hukum Islam, wakaf dan

negara, tidak berada di atas dan berada di shadaqah (Pasal 49 Undang-undang Nomor 7

bawah antara yang satu dengan yang lain. Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

Sebagaimana diketahui bahwa salah Pengadilan Agama sebagai salah satu

satu tujuan lahimya Undang-undang Nomor 7 pelaksana kekuasaan kehakiman diakui

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah keberadaannya sebagai salah satu dari empat

mempertegas kedudukan dan kewenangan lingkungan peradilan dalam Undang-undang

Peradilan Agama Kedudukan Peradilan Agama Peradilan Agama Kedudukan Peradilan Agama

membedakan orang yang beragama Islam di dapat dilihat dalam konsideran Undang-

Jawa dan Madura dengan orang Islam yang undang Nomor 7 Tahun 1989 huruf c, bahwa

berada di kepulauan lain. Padahal ciri utama salah satu upaya untuk menegakkan keadilan,

Peradilan Agama kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum

sifat

keberadaan

digantungkan kepada dasar agama, yaitu tersebut adalah melalui Peradilan Agama.

agama Islam. Dalam praktek terdapat Kemudian dalam konsideran huruf e, “...

perbedaan jangkauan yuridiksi antara satu dipandang perlu menetapkan undang-undang

daerah (Jawa dan Madura) dengan daerah yang mengatur susunan, kekuasaan dan

yang lain sepanjang mengenai warisan. Bagi hukum acara peradilan dalam lingkungan

masyarakat Islam yang ada di Jawa dan Peradilan Agama Dalam penjelasan umum

Madura diterapkan hukum waris adat yang angka

1 dijelaskan : ”...masing-masing dimasukan ke dalam yuridiksi lingkungan mempunyai lingkup kewenangan mengadili

Peradilan Umum/Negeri, sedangkan kepada perkara atau sengketa di bidang tertentu dan

mereka yang beragama Islam di luar Jawa dan salah satunya adalah Badan Peradilan Agama.

Madura diberlakukan hukum waris Islam Ketentuan lain dapat dilihat dalam Pasal 2,

(faraidh) dan lingkungan peradilan yang yaitu Peradilan Agama merupakan salah satu

mengadilinya dimasukan kedalarn yuridiksi pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat

Pengadilan Agama (M. Yahya Harahap, 1993 : pencari keadilan yang beragama Islam...".

Pasal 3 ayat (2) menegaskan kekuasaan Sejak berlakunya Undang-undang

kehakiman dilingkungan Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Agama, serta merta gugur semua daya

Pengadilan Negara Tertinggi. kekuatan hukum peraturan-peraturan yang

tersebut. Sebagaimana Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Sebelum lahirnya Undang-undang

beranekaragam

diketahui bahwa karena adanya kemajuan Agama, maka pengaturan dan susunan serta

dan perkembangan di bidang ilmu dan hukum beracara yang berlaku masih beraneka

teknologi telah membawa dampak dalam ragam. Keanekaragaman peraturan yang

kehidupan manusia. Perubahan-perubahan mengatur lingkungan Peradilan Agama, tidak

yang terjadi dalam masyarakat, karena saja

kemajuan dan perkembangan ilmu dan tentang peraturannya itu sendiri, tetapi juga

menggambarkan

keanekaragaman

teknologi, maka hukum sebagai sub sistem berdampak pada ketidakseragaman tentang

dalam masyarakat tidak dapat terlepas dari kewenangan yuridiksi. Berdasarkan ketentuan

Adi Sulistiyono, Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116,

perubahan

tersebut.

mengemukakan bahwa memasuki abad lingkungan Peradilan Agama di Jawa dan

teknologi informasi, kemajuan ilmu dan Madura tidak berwenang mengadili perkara

teknologi, maka perubahan-perubahan dalam warisan. Sebaliknya berdasarkan Peraturan

masyarakat akan terjadi dengan sangat cepat

dan sangat kompleks, bahkan perubahan- lingkungan Peradilan Agama di Jawa dan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957,

perubahan tersebut sering terjadi tanpa kita Madura mempunyai kewenangan mengadili

rencanakan lebih dahulu atau tidak dapat kita rencanakan lebih dahulu atau tidak dapat kita

kompleks dapat terakomodasi dalam undang- Demikian juga hukum sebagai salah satu sub

(unpredictable).

undang. Demikian juga ketentuan dalam sistem dalam masyarakat akan terkena imbas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tidak perubahan tersebut (Adi Sulistiyono, 2002 :

semua kebutuhan 51).

dapat

mewadahi

kehidupan manusia, sehubungan dengan hal tersebut Undang-undang Nomor 7 Tahun

Tuntutan reformasi hukum telah 1989 diadakan perubahan dengan Undang- mulai mendapatkan respon dari pemerintah.

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Berkaitan dengan reformasi di bidang

Peradilan Agama. Perubahan undang-undang kekuasaan kehakiman, maka diundangkanlah

Agama tersebut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

tentang

Peradilan

dimaksudkan sebagai upaya mewadahi atau Kekuasaan Kehakiman. Adanya perubahan

mengakomodasi kebutuhan hukum warga Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999

masyarakat yang sudah tidak sesuai lagi menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun

dengan perkembangan dalam masyarakat. 2004 dilatarbelakangi oleh adanya perubahan

Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 di tingkat konstitusi, yaitu dengan adanya

Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, amandemen Undang-Undang Dasar 1945

sebagai perubahan pertama atas Undang- yang memunculkan dua lembaga negara yang

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu

Peradilan Agama, menegaskan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang (Abdul Ghofur Anshori, 2007 : 49).

memeriksa, memutus dan menyelesaikan Selanjutnya beliau mengatakan adanya

perkara-perkara di bidang : a.perkawinan, b. perubahan pada undang-undang tentang

kewarisan, c.wasiat, d. hibah, e. Wakaf , f. kekuasaan kehakiman yang cukup signifikan

Zakat, g. Infaq, h. Shadaqah, i. Ekonomi lebih disebabkan oleh adanya amandemen

syh'ah.

Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini tentu saja berimbas pada undang-undang di bidang

Dalam penjelasan Undang-undang kekuasaan kehakiman yang lain, yaitu

Nomor 3 Tahun 2006, dijelaskan bahwa Undang-undang tentang Mahkamah Agung,

ekonomi syari'ah adalah perbuatan atau Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jadi

prinsip syari'ah, antara lain meliputi : bank adanya perubahan tersebut dilatarbelakangi

syari'ah, lembaga keuangan mikro syari'ah, oleh undang-undang sebelumnya yang tidak

syari'ah, reasuransi syari'ah, sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan

asuransi

reksadana syari'ah, obligasi syari'ah dan surat hukum

berharga berjangka menengah syari'ah, ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang

sekuritas syari'ah, pembiayaan syari'ah, Dasar 1945.

pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan bisnis syari'ah.

Sebagaimana dikemukakan bahwa karena adanya perkembangan dan kemajuan

Berdasarkan perluasan kewenang-an di bidang ilmu dan teknologi, maka tidak

Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam semua bidang kehidupan manusia yang begitu

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah masyarakat, dan hakim bukan sekedar corong dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun

undang-undang atau hanya membunyikan 2009 tentang Peradilan Agama, maka tugas

bunyi ketentuan dalam undang-undang. hakim Peradilan Agama menjadi semakin luas dan berat. Dalam arti perluasan kewenangan

Tugas hakim dalam memeriksa, memutus

dan menyelesaikan perkara tersebut membutuhkan sumber daya dan

wawasan yang semakin luas, karena substansi ekonomi syari'ah merupakan hal yang belum dikenal

merupakan perluasan atau materi yang dihadapi oleh hakim

dan

Pengadilan Agama merupakan hal yang baru. kewenangan, maka hakim dalam menjalankan tugasnya tidak boleh hanya terjebak pada

Ekonomi syari'ah seperti yang disebutkan meliputi berbagai bidang atau substansinya

ketentuan yang terdapat di dalam undang- undang. Undang-undang tidak selalu lengkap,

sangat luas dan meliputi berbagai bidang yang jelas dan mengatur segala kehidupan manusia

sama sekali belum banyak dikenal atau diketahui oleh hakim Pengadilan Agama,

atau

mungkin

terdapat kekosongan

terhadap suatu maka hakim tidak boleh berpangku tangan,

hukum/undang-undang

karena perkara yang diajukan ole para pihak perkara konkret tertentu, maka undang- undang tersebut perlu dilengkapi, dijelaskan

tidak boleh ditolak untuk diperiksa Hakim Pengadilan Agama harus cepat memahami

dan diisi agar dapat berfungsi sebagaimana tujuan dari hukum itu dilaksanakan. Dalam

tugas dan tanggung jawabnya, menguasai materi yang baru, perlu adanya seminar-

hal yang demikian, tugas hakim tidak hanya menerapkan undang-undang yang sifatnya

seminar, latihan-latihan pendalaman dalam kaku, hakim wajib menemukan hukumnya

kaitannya dengan perkara yang materinya (rechtvinding) terhadap peristiwa konkret

tidak dikenal sebelumnya. Hakim Pengadilan yang belum diatur dalam undang-undang,

Agama dituntut untuk lebih mempunyai persiapan yang lebih baik dalam menangani,

atau diatur namun belum jelas atau sudah usang

sesuai dengan memeriksa dan menyelesaikan perkara

atau

tidak

ekonomi syari'ah, mereka dituntut dapat perkembangan dan kebutuhan di dalam masyarakat.

menyelesaikan perkaranya dengan tidak meninggalkan tujuan hukum, yaitu kepastian

Penemuan hukum oleh hakim bukan hukum, keadilan dan kemanfaatan. Hakim

merupakan hal yang dilarang atau tabu dalam dianggap tahu tentang hukum (asas ius curia

kehidupan masyarakat modern sekarang, novit), maka semua perkara atau sengketa

bahkan hakim wajib. Ketentuan tersebut yang diajukan oleh para pihak dilarang ditolak

dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang- untuk diperiksa dengan alasan hukumnya

undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kurang atau tidak jelas, melainkan hakim

Kekuasaan Kehakiman, yaitu : Hakim dan wajib

hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti menyelesaikannya. Hakim harus dapat

dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa menemukan hukumnya terhadap perkara

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal atau peristiwa konkret yang yang diajukan

10 ayat (1), yaitu : Pengadilan dilarang para pihak untuk ditemukan hukumnya.

menolak untuk memeriksa, mengadili dan Hakim wajib menggali dan menemukan nilai-

memutus suatu perkara yang diajukan dengan nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam memutus suatu perkara yang diajukan dengan nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam

Mahkamah Agung dan badan, peradilan yang mengadilinya.Berdasarkan hal-hal yang telah

berada di bawahnya, dalam lingkungan dikemukakan tersebut, maka penulis tertarik

peradilan umum, lingkungan peradilan untuk mengadakan penelitian tentang

peradilan militer, penemuan hukum oleh hakim Pengadilan

agama,

lingkungan

lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Agama Penemuan hukum merupakan hal

oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. sangat penting, karena tugas hakim tidak saja hanya sebagai penerap undang-undang,

2. Ajaran Penemuan Hukum. melainkan juga memberikan penafsiran

Penerapan undang-undang oleh terhadap undang-undang. Penelitian ini

hakim dalam proses peradilan telah mengambil jpdul : "Penemuan Hukum Oleh

mengalami perkembangan sejak jaman kuno Hakim Pengadilan Agama Dalam Perkara

sehingga melahirkan Ekonomi Syari' ah".

(klasik),

ajaran/faham/teori tentang praktek hukum di

B. Tinjauan Pustaka

pengadilan. Pada jaman Yunani kuno (jaman klasik),

Aristoteles telah

1. Kedudukan dan Kekuasaan Pengadilan mempersepsi/meramalkan munculnya Agama.

kesulitan-kesulitan

dalam menerapkan kaedah-kaedah hukum pada perkara-perkara

Sebagai salah satu dari empat badan konkret, maka untuk bertindak adil seorang

pelaksana kekuasaan kehakiman, maka hakim harus menyelami sungguh-sungguh kedudukan Pengadilan Agama adalah sejajar

perkara-perkara konkret, seolah-olah ia atau sama dengan pengadilan yang lain,

melihat sendiri, selanjutnya hakim harus seperti Pengadilan Negeri atau umum,

menggunakan "Epikeia" , yaitu harus Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha

mempunyai rasa tenang apa yang adil, apa Negara. Ketentuan tersebut dapat dilihat

yang tidak adil, dalam hal ini adalah yang dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945

pantas. Dalam hukum Romawi dikenal dengan (amandemen), yaitu : kekuasan kehakiman

sebutan "lex dura, tametsi snt scripla" dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

(peraturan memang kejam, akan tetapi itulah badan peradilan yang berada di bawahnya

yang tertulis dan dianggap berlaku), dan dalam

"Summun ius, summa iniuria" (hukum yang lingkungan peradilan agama, lingkungan

paling sesuai dengan peraturan, paling tidak peradilan militer, lingkungan peradilan tata

adil). Menurut Thomas Aquinas, "epikeia" usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah

bukanlah hukum melainkan tafsiran hukum Konstitusi. Ketentuan tersebut ditegaskan

yang bijaksana tentang perkara-perkara kembali dalam Pasal 18 Undang-undang

hukum (Theo Huijbers, dalam Prasetyo H.P., Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Majalah Yustisia, Nomor 35 Tahun X Maret- Kehakiman, sebagai perubahan ketiga atas

Mei 1 996 : 39)..

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang

Di samping itu, Achmad Ali, (Achmad Kekuasan Kehakiman. Pasal 18 Undang-

Ketentuan-ketentuan

Pokok

Ali. 2008 : 107-112) mengemukakan beberapa undang Nomor 48 Tahun 2009, menegaskan

aliran penemuan hukum, yaitu : aliran penemuan hukum, yaitu :

memunculkan aliran Aliran ini mengajarkan bahwa hakim

ini

sozoilogische rechtsshule, yang pada boleh melakukan penemuan hukum.

pokoknya hendak menahan kemungkinan Sekalipun bahwa undang-undang itu tidak

munculnya kesewenang-wenangan hakim lengkap, tetapi undang-undang masih

berkaitan dengan diberikannya hakim dapat menutupi kekurangn-kekurangnya

freies ermessen. Aliran ini tidak setuju jika sendiri, karena undang-undang mempunyai

hakim diberi freies ermessen. Namun daya meluas. Penggunaan hukum logika

demikian, aliran ini tetap mengakui bahwa yang dinamai silogisme menjadi dasar

hakim tidak hanya sekedar "terompet utama aliran begrifflsjurisprudenz, dan cara

undang-undang", melainkan hakim juga berpikir silogisme dijelaskan oleh Sudikno

memperhatikan kenyataan Mertokusumo, yaitu hakim mengambil

harus

kenyataan masyarakat, perasaan dan kesimpulan dari adanya premis mayor,

kebutuhan hukum warga masyarakat serta yaitu (peraturan) hukum dan permis minor,

kesadaran hukum warga masyarakat. yaitu peristiwanya Siapa mencuri dihukum

terbukti mencuri harus dihukum.

d. Ajaran Paul Scholten.

Hukum merupakan satu sistem yang chtsschule).

b. Aliran interessenjurisprudens

(freire-

berarti semua aturan saling berkaitan, dapat disusun secara mantik, dan untuk

Menurut aliran ini, undang-undang yang bersifat khusus dapat dicarikan jelas tidak lengkap. Undang-undang bukan

aturan-aturan umumnya, sehingga tiba satu-satunya sumber hukum, sedangkan

pada asas-asasnya. Namun, tidak berarti hakim dan pejabat lainnya mempunyai

hakim hanya bekerja secara mantic kebebasan yang seluas-luasnya untuk

semata. Hakim juga harus bekerja atas melakukan penemuan hukum. Dalam arti

dasar penilaian, di mana hasil dari kata, bukan sekedar penerapan undang-

penilaian itu menciptakan sesuatu yang undang

baru. Sistem hukum itu logis, tidak memperluas dan memberikan peraturan

oleh hakim,

tetapi

juga

tertutup, disebut sebagai open system van dalam putusan hakim. Untuk mencapai

het recht. Sistem hukum itu tidak statis, keadilan yang setinggi-tingginya, hakim

karena sistem hukum itu membutuhkan boleh menyimpang dari undang-undang

atau penetapan- demi kemanfaatan masyarakat. Menurut

putusan-putusan

penetapan yang senantiaanya menambah Sudikno Mertokusumo (1993 : 49), aliran

luasnya sistem hukum tersebut. Sistem ini sangat berlebih-lebihan, karena hakim

hukum itu sifatnya terbuka. Paul Scholten tidak hanya boleh mengisi kekosongan

melihat bahwa penilaian hakim itu undang-undang

dilakukan dalam wujud interpretasi dan menyimpang.

konstruksi. Undang-undang mempunyai

c. Aliran Soziologische Rechtsschule. kebebasan yang lebih primer, sedangkan hakim mempunyai "keadaan terikat" pada yang lebih primer itu.

e. Penemuan hukurn heteronom dm otonom. untuk memulihkan demokrasi dan negara berdasarkan hukum. (Bagir Manan, 2005 :

Sudikno Mertokusumo,

dengan

mengacu pandangan Knottenbelt (dalam Inleiding in het Nederlandse Recht, hlm,

Pijakan hakim dalam penemuan 98), mengemukakan bahwa penemuan

hukum kiranya tidak menjadi ragu-ragu, hukum heteronom adalah jika dalam

karena kreativitas hakim dalam kaitanya penemuan hukum, hakim sepenuhnya

penerapan undang-undang tunduk pada undang-undang. Penemuan

dengan

terhadap peristiwa hukum konkrit telah hukum ini terjadi berdasarkan peraturan-

diatur dalam undang-undang Nomor 4 peraturan di luar diri hakim. Pembentuk

tentang Kekuasaan undang-undang membuat peraturan pada

Tahun

Kehakiman. Dalam memeriksa, memutus umumnya, sedangkan hakim hanya

dan mengadili perkara hakim dilarang mengkonstatir bahwa undang-undang

menolak untuk memeriksa, mengadili dan dapat diterapkan pada peristiwanya,

memutus suatu perkara yang diajukan kemudian hakim menerapkannya menurut

dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau bunyi undang-undang. Penemuan hukum

h a n g jelas, melainkan wajib untuk heteronom merupakan penerapan undang-

memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 undang yang terjadi secara logis dan

ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun terpaksa sebagai silogisme, sedangkan

2009). Berkaitan dengan hal tersebut, agar penemuan hukum otonom adalah jika

putusan hakim di samping memberikan hakim dalam menjatuhkan putusannya

hukum, juga harus dibimbing oleh pandangan-pandangan atau

kepastian

mencerminkan rasa keadilan warga pikirannya sendiri, hakim memutus

terdapat unsur menurut

masyarakat

dan

kemanfaatan, maka hakim wajib menggali, menjalankan fungsi yang mandiri dalam

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum penerapan

dan rasa keadilan yang hidup dalam peristiwa

undang-undang

terhadap

masyarakat (Pasal 5 ayat (1) Undang- Mertokusumo, dalam Achmad Ali. 2008 : 1

hukumkonkrit

(Sudikno

undang Nomor 48 Tahun 2009). 11).

C. METODE PENELITIAN

3. Kebebasan Hakim. Sifat penelitian ini adalah deskriptif, karena dalam penelitian ini hendak diperoleh

Pada hakikatnya

kemandirian

gambaran yang lebih jelas tentang perilaku kekuasaan kehakiman atau independensi

hakim dalam memberikan putusan terhadap peradilan itu bermaksud untuk mencegah

perkara yang diajukan para pihak di muka penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan

sidang pengadilan. Penelitian dilakukan di oleh badan negara Reformasi memandang,

Pengadilan Agama Surakarta. Data yang independensi

kekuasaan

kehakiman

digunakan adalah data primer dan sekunder, sebagai salah satu obyek yang sangat

data primer diperoleh melalui wawancara mendasar yang perlu dipulihkan atau

dengan hakim (bapak Sultoni) data sekunder ditegakkan kembali. Kekuasaan kehakiman

diperoleh melalui studi pustaka. yang merdeka merupakan salah satu pilar diperoleh melalui studi pustaka. yang merdeka merupakan salah satu pilar

Langkah-langkah yang

berkaitan

disebut rechtmacuum, kekosongan undang- hukum yang telah dikumpulkan untuk

undang (wet vacuum), antinomi (konflik menjawab isu-isu hukum yang telah

norma hukum) dan norma yang kabur (vage dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu

normen) (Phlilipus M.Hadjon, dalam Johnny menggunakan analisis kualitatif. Dalam

Ibrahim, 2006 : 215).

menganalisis perkara ekonomi syari'ah yang Mengingat begitu luas cakupan

diajukan ke Pengadilan Agama, maka jika bidang-bidang tersebut sudah diatur dengan

perluasan kewenangan Peradilan Agama yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor

jelas, hakim tinggal menerapkan ketentuan yang ada terhadap peristiwa konkret. Dalam

3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yaitu khususnya tentang ekonomi syari'ah, maka

hal telah diatur, namun kurang jelas atau tugas hakim, sebagaimana dikemukakan oleh

kabur atau sudah tidak sesuai dengan kebutuhan atau situasi dalam masyarakat

Abdul Ghofur Anshori, hakim di samping harus memperhatikan norma-norma hukum

(tidak mencerminkan keadilan), hakim melakukan interpretasi hukum agar putusan

dalam menjalankan tugasnya, ia juga harus mengindahkan norma moral dan agama,

yang diambil sesuai dengan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Demikian juga jika suatu

sehingga ia benar-benar dapat menjadi benteng terakhir bagi pencari keadilan yang

peristiwa konkret terdapat kekosongan hukum atau undang-undang, maka hakim

mengajukan permasalahan kepadanya untuk mendapatkan putusan yang menjunjung

melakukan konstruksi hukum. tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dan kemanfaatan (Abdul Ghofur Anshori, 2007 : 71).

Sebagai pelaksana

kekuasaan

kehakiman, pengadilan agama diatur dalam Dengan demikian hakim pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Pengadilan Agama juga harus mampu Peradilan Agama. Kehadiran undang-undang

melakukan penemuan hukum, apalagi dalam Nomor 7 Tahun 1989 tersebut disambut

Pengadilan Agama banyak sumber hukum gembira oleh para pemeluk agama Islam,

yang dapat digali, seperti undang-undang dan karena mereka dapat menyelesaikan segala

juga sumber hukum Islam sebagaimana permasalahan yang timbul dalam kehidupan

tertuang dalam Al-Qur'an, hadits, ijma dan sehari-hari melalui wadah yang sesuai dengan

qiyas. Perkembangan hukum Islam saat ini ajaran yang dianutnya. Sebelum lahirnya

cepat diberbagai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

berlangsung

sangat

lapangan. Untuk itu hakim di Pengadilan Peradilan Agama, maka pengaturan dan

Agama juga diharapkan dapat menjadi susunan serta hukum acara yang berlaku

mujtahid dalam hal menghadapi kasus-kasus masih beraneka ragam.

baru yang belum ada hukumnya. Langkah- langkah yang ditempuh oleh hakim dalam

Philipus M. Hadjon, permasalahan rangka menemukan hukum dalam Islam dari segi aspek penerapan hukum antara lain

dikenal dengan istilah ijtiihad. Ijtihad intinya meliputi interpretasi hukum (menafsirkan

adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh makna hukum positif), dan kekosongan adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh makna hukum positif), dan kekosongan

Agama sebagai perubahan pertama atas individu maupun kelompok). Dalam Islam

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang ketika hukum yang ditemukan benar,

Peradilan Agama, baru ada satu kasus tentang mujtahid/hakim akan mendapatkan dua

ekonomi syari'ah yang diajukan di pengadilan pahala, akan tetapi jika ijtihadnya ternyata

tersebut. Kasus Nomor perkara syari'ah salah, ia mendapatkan pahalanya satu.

217/pdt.G/2010/PA/Ska. Peneliti belum mendapat data yang lebih mendalam

Berkaitan dengan tugas hakim, berkaitan dengan kasus tersebut, karena Bustanul Arifin berpendapat bahwa agar

kasusnya belum diperiksa oleh hakim di seorang hakim dapat menjalankan tugas

Pengadilan Agama Sebelum membahas pokoknya dengan baik, maka hakim tersebut

tentang ekonomi syari'ah sebagai perluasan haruslah learned in law (alim dalam ilmu

kewenangan Peradilan Agama, maka perlu hukum) dan skilled in law (terampil dalam

dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan melaksanakan hukum). Di samping harus

eksistensi Pengadilan Agama di Surakarta. memahami substansi dan arti hukum, maka ia

juga harus terampil dalam penerapan hukum Menurut Taufiq, dalam mengadili (Asassriwarni, 2006 : 304). Jadi ditangan

perkara sengketa ekonomi syari'ah, sumber hakimlah hukum menjadi ilmu terapan

hukum utama adalah perjanjian, sedangkan (applied science), atau dengan kata lain

yang lain merupakan pelengkap saja. Oleh adalah konkritisasi hukum adalah melalui

karena itu, hakim harus memahami apakah putusan hakim (Abdul Ghofur Anshori, 2007 :

suatu aqad perjanjian itu sudah memenuhi 76).

syarat dan rukun sahnya suatu perjanjian. Apakah suatu aqad perjanjian itu sudah

Menurut Satria Effendi, bahwa hakim memenuhi asas kebebasan berkontrak, asas harus mampu melalukan ijtihad atau

persamaan dan kesetaraan, asas keadilan, mengeluarkan hukum dari sumbernya,

asas kejujuran dan kebenaran, serta tertulis. sekaligus juga

harus mampu untuk Hakim harus juga meneliti apakah aqad menerapkannya. Seorang hakim harus

perjanjian itu mengandung hal-hal yang mampu melakukan ijtihad istinbathy dan juga

dilarang oleh syari'at Islam, seperti riba ijtihad tathbiqy (Satria Effendi M. Zein, 1993).

dengan segala bentuknya, ada unsur gharar Berkaitan dengan penemuan hukum oleh

atau tipu daya, unsur maisir atau spekulatif hakim Pengadilan Agama, sebenarnya hakim

dan unsur dhulm atau ketidakadilan. Jika tidak perlu ragu-ragu, karena hal tersebut

unsur-unsur ini terdapat dalam aqad telah ada dasar hukumnya sebagaimana

perjanjian, maka hakim dapat menyimpang diatur dalam Undang-undang Nomor 48

dari isi aqad perjanjian itu (Taufiq, 2006 : 6). Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1). Contoh penemuan hukum oleh hakim Pengadilan Agama dalam bidang ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian di syari'ah, yaitu dalam fidusia dan tanggungan Pengadilan Agama Surakarta, maka sejak

diidentikan dengan gabungan antara akad adanya

rahn dan akad wadiah (gadai dan titipan). diamanatkan dalam Pasal 49 Undang-undang

perluasan

kewenangan

yang

Identik dengan rahn, karena harta tersebut ditentukan oleh (a) materi peraturan menjadi hutang bagi kreditor, dan identik

perundangan yang bersangkutan, b) tempat dengan wadiah, karena benda yang

perkara diajukan, (c) menurut jamannya. dijaminkan tersebut tetap dikuasai dan dimanf'aatkan oleh debitor sebagai pemilik

Terobosan hukum yang dilakukan hakim Pengadilan Agama surakarta, dalam

harta (Abdul Manan, 2008 : 11). Berdasarkan hal tersebut, maka hakim di Pengadilan

hubungannya dengan bidang ekonomi syari'ah adalah melakukan interpretasi dan

Agama harus berani mengambil langkah untuk menemukan hukumnya terhadap suatu

konstruksi hukum. Interpretasi hukum adalah metode penemuan hukum yang dapat

perkara yang belum diatur dalam undang- undang atau sudah diatur dalam undang-

dilakukan hakim terhadap peristiwa yang telah ada peraturan hukumnya, namun

undang, namun kurang jelas atau tidak pengaturannya tidak atau kurang jelas,

lengkap atau sudah usang dan tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan dalam

sedangkan konstruksi hukum dapat dilakukan hakim

dengan adanya kehidupan masyarakat. Penemuan hukum

sehubungan

oleh hakim dapat dilakukan dengan cara-cara kekosongan hukum. Dengan melakukan penafsiran argumentum per analogian

yang ditawarkan oleh ilmu hukum.

dengan memperluas Jadi, tugas penting dari hakim ialah

(analogi),

yaitu

berlakunya peraturan perundang-undangan menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal

yang mengatur tentang kegiatan ekonomi yang nyata di masyarakat. Apabila undang-

pada umumnya terhadap kegiatan ekonomi undang tidak dapat dijalankan menurut arti

adanya persamaan- katanya, hakim harus menafsirkannya.

syari'ah

karena

persamaan antara keduanya. Dengan lain perkataan apabila undang- undang

Dalam praktik, penemuan hukum menafsirkannya, sehingga ia dapat membuat

tidak jelas,

hakim

wajib

yang dilakukan hakim melalui tiga cara, yaitu suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan

interpretasi, konstruksi dan penghalusan maksud hukum, yaitu mencapai kepastian

hukum (Johnny Ibrahim, 2006 : 219). hukum. Karena itu, orang dapat mengatakan

1. Interpretasi Hukum

bahwa menafsirkan undang-undang adalah kewajiban hukum dari hakim. Sekalipun

Menurut Sudikno Mertokusumo, penafsiran merupakan kewajiban hukum dari

interpretasi atau penafsiran merupakan salah hakim,ada beberapa pembatasan mengenai

satu metode penemuan hukum yang kemerdekaan hakim untuk menafsirkan

memberikan penjelasan gamblang tentang undang-undang.

teks undang-undang, agar ruang lingkup bahwa hakim harus tunduk pada kehendak

Logeman,

mengatakan

kaidah dalam undang-undang tersebut dapat pembuat

diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. kehendak itu tidak dapat dibaca begitu saja

Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran dari kata-kata peraturan perundangan, hakim

aturan tersebut untuk merealisasikan fungsi harus mencarinya dalam sejarah kata-kata

agar hukum positif itu berlaku. Dalam praktik tersebut (Ultrecht. E.1983 : 20) . Oleh karena

hukum, menafsirkan undang-undang untuk itu, menurut Polak, cara penafsiran

menemukan hukumnya tidak hanya dilakukan menemukan hukumnya tidak hanya dilakukan

Untuk memenuhi kekosongan hukum, hakim kepentingan dengan pengadilan (Sudikno

harus melakukan konstruksi antara sistem Mertokusumo, dalam Johhny Ibrahim, 2006 :

dan sistem materiil hukum. 220).

formal

Berdasarkan ketentuan hukum positif yang mengandung persamaan, hakim membuat

Secara umum, metode interpretasi suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) baru (penafsiran) hukum dapat dikelompokan ke

yang menjadi dasar pembenaran keputusan dalam 11 macam, yaitu interpretasi

yang di buatnya.

gramatikal (menurut bahasa), interpretasi historis, sistematis, sosiologis atau teologis,

Ada empat jenis metode konstruksi komparatif, futuristic, restriktif, ekstensif,

hukum yang biasanya digunakan oleh hakim otentik atau secara resmi, interdisipliner,

dalam upaya menemukan hukum, yaitu multidisipliner (jenis interpretasi, lihat Yudha

argumentum per analogiam Bhakti Ardhiwisastra, Sudikno Mertokusumo,

metode

argumentum acontrario, dalam Jazim Hamidi, 2005 : 57). Berdasarkan

(analogi),

/ pengkonkritan hukum jenis atau macam interpretasi tersebut, hakim

penyempitan

dan fiksi hukum. bebas untuk memilih dan sudah barang tentu

(rechtsverwijning),

Penggunaan jenis-jenis metode konstruksi pilihan hakim akan dikaitkan dengan perkara

hukum diserahkan sepenuhnya pada hakim atau peristiwa yang diajukan di muka sidang,

dan sudah barang tentu hakim akan untuk diputus sesuai dengan keadilan dan

menyesuaikan dengan peristiwanya serta kemanfaatan.

putusannya sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Penggunaan metode analogi

2. Konstruksi Hukum. dalam perkara perdata rupanya dapat Metode konstruksi hukum digunakan

diterima, namun yang sering menimbulkan oleh hakim jika ia dihadapkan pada suatu

polemik penggunaan dalam perkara pidana. kasus yang dihadapinya ternyata belum ada

Penggunaan analogi dalam kasus pidana aturannya (leemten in het recht) atau sering

nampaknya belum diterima, walaupun Bismar disebut rechtsvacuum. Hakim terikat pada

melakukan terobosan asas hukum di mana ia tidak boleh menolak

Siregar

pernah

penggunaannya dalam kasus perkosaan perkara yang diajukan kepadanya dengan

bahwa kemaluan wanita dianalogikan sebagai dalih hukum tidak atau belum mengatumya

'barang' , tetapi dalam putusan kasasi (asas ius curia novit). Metode konstruksi

Mahkamah Agung, putusan/terobosan ini hukum bertujuan agar hasil putusan hakim

dibatalkan (Achmad Ali, 2002 : 186). dalam peristiwa konktrit yang ditanganinya

Meskipun analogi dilarang penggunaannya

dapat memenuhi rasa keadilan dan

dalam hukum pidana, tidak berarti tertutup memberikan manfaat bagi para pencari

hakim untuk keadilan.Tentu saja hal itu tidak mudah,

kemungkinan

bagi

menyimpanginya. Sebab sang hakim adalah karena masing-masing yang berperkara

aktor yang memiliki kebebasan untuk memilih memiliki standar dan kriteria yang berbeda

alternatif tindakan yang tepat untuk dalam memandang hukum. Berdasarkan

tercapainya rasa keadilan dalam masyarakat. pertimbangan nuraninya seorang hakim harus

Berbicara tentang tindakan hakim dalam Berbicara tentang tindakan hakim dalam

hati nuraninya demi mencari keuntungan yang dikembangkan oleh Talcott Parsons.

materiil bagi diri sendiri, memberikan Dalam teori aksinya itu, Parsons menguraikan

kepuasan bagi penguasa, menguntungkan tentang konsep voluntarism.

kaum powerfull (secara politik dan ekonomi) atau demi menjaga kepastian hukum semata.

3. Penghalusan atau penyempitan hukum. Suara hati nurani yang dimaksud adalah suara Metode penghalusan / penyempitan

hati nurani untuk kepentingan masyarakat hukum tidak dikemukakan dalam kajian

banyak. Kemudian dalam rangka menegaskan tulisan ini, karena di samping tidak diperinci

kembali hukum yang telah dilanggar, sang atau dijelaskan setiap metode menurut

hakim tidak boleh terikat pada bunyi jenisnya,

perkataan undang-undang semata, tetapi konstruksi hukum seperti diiemukakan oleh

harus mampu menciptakan hukum sendiri Jazim Hamidi, penghalusan atau penyempitan

melalui putusan-putusannya yang biasa hukum masuk di dalamnya. Dalam makalah

disebut judge made law (hukum yang dibuat ini hanya diberikan gambaran secara garis

oleh hakim). (Antonius Sudirman, 2007 : 55). besar penemuan hukum oleh hakim melalui

Dalam menegakkan keadilan dan hukum interpretasi atau hermeneutika hukum dan

tersebut, hakim dibebani kewajiban untuk konstruksi hukum, tidak setiap macamnya

menemukan hukumnya terhadap peristiwa atau jenisnya.

yang belum atau tidak diatur atau diatur tetapi kurang / tidak jelas / kabur. Penemuan

G. Simpulan

hukum oleh hakim di Pengadilan Agama Salah satu tugas utama hakim adalah

dapat dilakukan melalui hermeneutika hukum menegakkan

atau penafsiran hukum dan konstruksi bukan kepastian hukum (rechts ze'kerheid)

keadilan

(gerech'tigdheid),

hukum. Hakim mempunyai kebebasan untuk atau dalam bahasa K. Wancik Saleh,

menggunakan di antara jenis-jenis metode pekerjaan hakim berintikan keadilan. (K.

penemuan hukum yang ada, namun Wancik Saleh, 1977 : 39). Keadilan adalah

berdasarkan keyakinan hakim penggunaan bukan keadilan menurut bunyi perkataan

metode tersebut tidak akan menimbulkan undang-undang semata (let'terknechten der

permasalahan baru. Untuk sementara hakim wet), menurut versi penguasa atau

Pengadilan Agama dapat menggunakan berdasarkan

metode analogi. Berkaitan dengan penemuan melainkan keadilan berdasarkan Ketuhanan

hukum tersebut, maka hakim harus Yang Maha Esa. Menyadari bahwa keadilan

mempunyai kemampuan intelektual yang yang diperjuangkan oleh hakim adalah

tinggi, keberanian hati nurani yang kuat, keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

kejujuran, keimanan dan ketaqwaan yang Esa, maka dalam setiap putusannya, sang

kuat, loyalitas terhadap tugas, daya hakim tidak boleh hanya bersandar pada

kreativitas yang tinggi, sehingga putusannya undang-undang semata, tetapi juga harus

dapat membumi dan diterima sebagai sesuai dengan hati nuraninya yang tulus.

sesuatu yang baik, di samping memberikan Dengan kata lain, dalam setiap putusannya,

kepastian hukum juga mencerminkan rasa kepastian hukum juga mencerminkan rasa

Peradilan di Indonesia, Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.

F. Saran.

..................... 2004, Menggugat Dominasi Kewenangan

Positivisme Dalam Ilmu Hukum, berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun

Pengadilan

Agama

Surakarta : Sebelas Maret University 2006 tentang Peradilan Agama diperluas,

Press.

yaitu dalam kaitannya dengan bidang ekonomi syari'ah. Kewenangan tersebut

Aji Samekto , 2005, Hukum Kritis Kritik merupakan hal yang baru dan materi

Terhadap Hukum Modern, Bandung : kajiannya sangat lua, di samping hukum

Citra Aditya Bakti. materiilnyapun belum lengkap. Sehubungan

Aloysius Wisnusubroto, 1997, Hukum dan dengan tersebut, melalui kesempatan ini

peneliti memberikan saran khususnya kepada Pengadilan di Indonesia, Yogyakarta : Unika Atma Jaya

hakim di Pengadilan Agama agar putusannya dapat mencerminkan keadilan sebagaimana

Arief Budiman, 1996, Teori Negara, Negara, yang dicari warga masyarakat, maka hakim

Kekuasaan dan idiologi, Jakarta : PT. tidak hanya memperhatikan bunyi undang-

Gramedia Pustaka Utama. undang saja atau sebagai corong undang-

undang. Hakim dapat mencari dan menggali Anis Ibrahim, 2007, Merekontruksi Keilmuan nilai-nilai hukum yang hidup dalam

Rmu Hukum dan Hukum Di Milinium masyarakat, meskipun sesuatu hal telah

Ketiga, Malang : In-Trans dan STIH. diatur dalam undang-undang, tetapi hal

Antonius Sudirman, 2007, Hati Nurani Hakim tersebut sudah tidak sesuai dengan

dan Putusanya Suatu Pendebatan dari kebutuhan dalam masyarakat atau sudah

Perspektif llmu Hukum Perilaku usang atau ketinggalan jaman.

(Behavioral Jurisprudence) Kasus Hakim Bismar Siregar, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

G. DAFTAR PUSTAKA

Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum

Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum,

dan BerReadilan, Yogyakarta UII. Press.

yang

Pasti

Bogor Selatan : Ghalia Indonesia. .................... 2002, Menguak Tabir Hukum (

Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Suatu Kajian Filosofs dan Sosiologis),

2005, Aspek-aspek Perkembangan Jakarta : Gunung Agung.

Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta : U I I . Press.

................... 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Bagir Manan, 2005. Sistim Peradilan

Terhadap Hukum, Jakarta : Yarsif Watampone. 1.

Bervibawa (suatu pencarian), (1) Yogyakarta : FH. UII. Press.

..................... 2005, "Mengadili Menurut Dalam Mewujudan Pmerintahan Yang Hukum ", dalam Varia Peradilan, XX,

Bersih, Yogyakarta : UII Press. No. 238. (2), Jakarta : IKAHI.

K. Wancik Saleh, 1977, Kehakiman dan

B. Arief Sidharta, 2003, Filsasat Ilmu Hukum, Peradilan, Jakarta : Ghalia Indonesia Bandung : LH. FH, Univ. Katolik Parahyangan.

Jazim Hamidi, 2005, Hermeneutika Hukum, Yogyakarta : UII. Press. Bismar Siregar, 1995, Hukum Hakim dan

Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Keadilan Tuhan, Jakarta : Gema Insani

Press. Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publishing.

Charles Himawan, 2006, Hukum Sebagai Panglima, Jakarta : Buku Kompas

Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah

Mandar Maju.

Telaah Sosiologis, Semarang : Suryandaru utama

Mochtar Kusumaatmadja, & B. Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Edi Herdyanto, Maret 2005, Kebijakan

Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Penyelenggaraan

Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung : Kehakiman di bawah Satu Atap

Kekuasaan

Alumni.

Mahkamah Agung, Yustisia No. 68. Muchsin, 2004, Kekuasaan Kehakiman yang

E. Koswara, 1 99 1, Teori-teori Kepribadian, Merdeka dan Kebijakan Asasi, Jakarta Bandung : PT. Eresco.

: STM., IBLAM.

Fatkhurohman, Dian Arninudii, Sirajuddin, M. Yahya Harahap, 1993, Kedudukan 2004.

Kewenangan dan Acara Peradilan Mahkamah Konstitusi di Indonesia,

Memuhami

Keberadaan

Agama (Undang-undang Nomor 7 Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Tahun 1989), Jakarta : Pustaka Kartini. Frans Magnis Suseno, 1991, Etika Politik :

Moh. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik Prinsip-prinsip

dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : Kenegaraan Modern, Jakarta ;

Gramedia Munir Fuady, 2003, Aliran hukum Kritis

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Paradigma Ketidakberdayan Hukum, Berparadigma

Bandung : Citra Aditya Bakti. terjemahan Alimandan, Jakarta :

Ganda,1985,

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Rajawali.

Hukum, Jakarta : Prenada Media.

H.A. Muin Fahmal , 2006, Peran Asa-asas Umum Pemerintahan Yang Layak

Pontang Moerad, 2005, Pembentukan Hukum Sidharta, 2004, Karateristik Penalaran Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam

Dalam Konteks Ke Indonesiaan, Perkara Pidana, Bandung : Alumni.

Bandung : Disertasi Program Doktor Ilmu

Hukum Univ. Katolik Prasetyo Hadi Purwandoko, Maret - Mei

Parahyangan

1996, Kebebasan Hakim Dalam Mengadili Perkara Pelanggaran Lalu-

Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal lintas, Yustisia Nomor 35.

Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty.

Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,

........... 1993, Bab-bab tentang Penemuan Surabaya : Bina Ilmu.

Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto,

Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum 1985, Renungan tentang Filsafat

Paradigma Metode dan Dinamika Hukum, Jakarta : Rajawali.

Masalahnya, Jakarta : Elsam Huma R. Benny Riyanto, Kebebasan Hakim Dalam

............., 2007, Hukum Dalam Masyarakat Memutus

Perkembangan dan Masalah Sebuah Pengadilan Negeri, Yustisia, Edisi 74,

Pengantar ke Arah Kajian Sosiologi Mei - Agustus 2008, Tahun XVII

Hukum,

Malang : Bayumedia

Publishing.

Sabian Utsman, 2008, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Yogyakarta :

Yudha Bhakti Ardhiwim 2000, Penafsiran dan Pustaka Pelajar.

Konstruhi Hukum, Bandung : Alumni Satjipto Rahardjo, 2008, Membedah Hukum

Ultrecht, E., 1983, Pengantar Dalam Hukum Progresif, Jakarta : Buku Kompas.

Indonesia, Jakarta : Ikhtiar Baru. .................., 2007, Biarkan Hukum Mengalir

Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta : Buku Kompas.

.................., 2006, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta : UKI Press.

.................., 2009, Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum, Malang : Bayumedia Publishing.

.................., 1983, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-pengalaman

di

Indonesia, Bandung : Alumni.

ANALlSlS FAKTOR PENGHAMBAT MEDIASI DALAM SENGKETA PERDATA Dl PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

Th. Kussunaryatun SH. MH.

ABSTRACT

This research was conducted to assess the implementation of Supreme Court Regulation No. 1 of 2008 on Mediation Procedure in the District Court of Surakarta, and factors of barriers to the implementation of mediation, and the solution.

This research is non doctrinal/social research that is descriptive. Data used mainly primary data, supported by secondary data. Determination of resource persons with purposive sampling. Data collection using interviews and literature study and analyzed by qualitative analysis which with the logic of induction.

The results showed that the District Court of Surakarla already implement the provisions in Perma No. 1 of 2008 on Mediation Procedure in District Court, in particular already provides ten mediators listed in mediator, despite the fact that the parties prefer to judge rather than a mediator mediators are not judges. The judges examiner case requires the parties to implement the mediation process, and the stages in the process of mediation has been conducted in accordance with the provisions of Article 13 through Article 20 Perma No. 1 / 2008.

Barriers that arise in the mediation process, particularly come from the parties themselves, who maintain negative traits such as high self-esteem, feel the most right, will not budge at all, more content to accept the decision of the judge rather than accept the deed for peace. Barriers also arise from the lawyer as a power law, which is actually hinder its clients to conduct mediation. Limited the number of mediators Judge is also a barrier to mediation because the workload of judges other than as a case examiner both civil and criminal matters, also must act as a mediator. Third party consisting of relatives or friends of the parties sometimes also gives a negative effect so that mediation is not achieved. The solution of these constraints are by growing awareness of the benefits of the parties to achieve mediation with the direction, approach and motivation provided by the mediator, lawyer as its legal counsel or by a third party. Need to increase the number pf mediators and judges. The Supreme Court immediately assign a mediator of behavior guidelines and incentives for mediators judges. Need intensive socialization of Perma No. 1 / 2008 to the parties involved in civil disputes and to the community.

Keywords : Constraints Factor, Mediation, Civil Dispute

A. PENDAHULUAN

terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

1. Latar Belakang Masalah

Menurut PERMA Nomor 1 Tahun Proses pemeriksaan sengketa perdata

2008, pengertian mediasi adalah cara di Pengadilan Negeri selalu diawali dengan

penyelesaian sengketa melalui proses perdamaian atau mediasi yang diusahakan

perundingan untuk memperoleh kesepakatan oleh majelis hakim pemeriksa perkara.

para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi dapat dilaksanakan sepanjang proses

pemeriksaan, sebelum putusan hakim Banyak sekali manfaat yang dapat dijatuhkan.

dinikrnati oleh para pihak, apabila mereka melaksanakan mediasi dalam menyelesaikan

Pasal 130 HIR atau Pasal 154 Rbg perkara di pengadilan. Diperlukan kebesaran

mengatur tentang perdamaian. Majelis hakim hati dari masing-masing pihak advokat yang

pengadilan negeri dapat rnengusahakan menjadi kuasanya, ataupun mediator yang perdamaian, apabila pada hari sidang yang

terwujudnya perdamaian ditentukan ke dua belah pihak hadir. Akta

memfaslitasi

terciptanya mediasi perdamaian mempunyai kekuatan hukum

tersebut,

karena

membutuhkan pengorbanan dan keikhlasan pasti (in kracht van gewijsde) sehingga tidak

dari masing-masing pihak. dapat diajukan upaya hukum banding atau

kasasi. Menurut Yahya Harahap penyelesaian perkara melalui perdamaian, baik dalam

Untuk meningkatkan terlaksananya bentuk mediasi, konsiliasi, seperti summary

mediasi, Mahkamah Agung beberapa kali jury trial mengandung berbagai keuntungan

membuat peraturan

substansial dan psikologis (Yahya Harahap, diantaranya Surat Edaran Mahkamah Agung

tentang mediasi,

(SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama

faktor penghambat Menerapkan Lembaga Damai. Pada Tahun

Banyak

terciptanya mediasi, apalagi jika gugatan 2003 Mahkamah Agung membuat peraturan

sudah dimasukkan pengadilan negeri. Pada mediasi yang lebih lengkap, yaitu Peraturan

umumnya masing-masing pihak lebih puas Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun

menjalani pemeriksaan perkara untuk 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

akhirnya memperoleh putusan hakim. Faktor Pada tanggal 31 Juli 2008 Mahkamah Agung

merasa paling benar dan harga diri, mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung

menyebabkan masing-masing pihak berusaha (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 dengan tujuan

saling mempertahankan haknya. Terciptanya untuk lebih mendayagunakan mediasi yang

mediasi kadang-kadang menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh tuntutan yang diajukan, mediasi kadang-kadang menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh tuntutan yang diajukan,

Rechtreglemen Buitengewesten (Rbg). agar sengketa dapat lebih cepat terselesaikan.

Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG:

PERMA Nomor 1 Tahun 2008

merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh " Jika pada hari yang ditentukan ke Mahkamah Agung untuk lebih mendorong

dua belah pihak datang, maka pengadilan terlaksananya mediasi di pengadilan. Perlu

negeri mengusahakan perdamaian dengan perantara

ketuanya. Jika perdamaian diadakan

dikeluarkannya PERMA tersebut dapat tercapai, maka dibuatkan akta perdamaian yang mempunyai kekuatan seperti putusan

mendorong jumlah perkara yang dapat diselesaikan dengan mediasi, ataukah sama

hakim yang sudah mempunyai kekuatan saja keadaanya sebelum berlakunya PERMA.

hukum pasti. Tidak diperkenankan banding Apakah dengan PERMA tersebut proses

terhadap putusan perdamaian. Seorang juru pelasksanaan mediasi dapat lebih mudah dan

bahasa dapat digunakan pada waktu usaha sederhana, sehingga menarik keinginan para

perdamaian.

pihak untuk menyelesaikan sengketanya Adi Sulistiyono mengartikan mediasi dengan cara mediasi. Perlu diteliti faktor apa

sebagai model penyelesaian sengketa dengan saja

melibatkan pihak luar yang tidak memihak, tercapainya mediasi, dan bagaiman solusi

yaitu mediator, yang membantu pihak-pihak untuk mengatasi faktor penghambat tersebut,

yang bersengketa untuk memperoleh supaya lebih banyak jumlah sengketa perdata

penyelesaian sengketa yang disepakati para yang diselesaikan dengan mediasi.

pihak. Mediator memberikan bantuan substantif, prosedural dan saran, sedangkan

2. Masalah dalam

penelitian

dapat

dirumuskan sebagai berikut:

keputusan tetap pada konsensus para pihak sendiri (Adi Sulistiyono, 201 0 : 6).

1. Bagaimana pelaksanaan mediasi di Menurut Pasal 1 angka 7 PERMA

Pengadilan Negeti Surakarta berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Nomor 1 Tahun 2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

Prosedur Mediasi di Pengadilan? perundingan untuk memperoleh kesepakatan

para pihak dengan dibantu oleh mediator. penghambat pelaksanaan mediasi dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri

2. Faktor-faktor apa

yang

menjadi

Peranan hakim atau majelis hakim Surakarta?

dalam usaha untuk rnencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa sangat

B. TINJAUAN PUSTAKA

menentukan. Hakim dapat memberikan saran-saran,

pandangan-pandangan dan

1. Pengertian Mediasi

penjelasan-penjelasan kepada para pihak Beberapa pengertian tentang mediasi

untuk mengakhiri sengketa perdata dengan atau perdamaian di antaranya diatur di dalam

suatu perdamaian (Sudikno Mertokusumo, 2002 : 86).

Dengan perdamaian faktor yang tetap dapat dilakukan hakim sepanjang ditonjolkan bukannya mana yang salah dan

proses pemeriksaan, sebelum putusan mana yang betul, tetapi bagaimana duduk

dijatuhkan. Pernyataan dan persoalannya agar dapat diselesaikan dengan

hakim

pengakuan para pihak dalam proses sebaik-baiknya (Abdurrahman dan Ridwan

mediasi tidak dapat dijadikan alat bukti Syahrani, 1980 : 77).

dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan, apabila mediasi gagal.

2. Proses Mediasi

3. Mediasi di tingkat Banding, Kasasi dan

a) Paling lama 5 (lima) hari kerja setelah

Peninjauan Kembali.

penunjukkan mediator, masing-masing pihak menyerahkan resume perkara

a. Mediasi dapat dilakukan di tingkat kepada satu sama lain dan kepada

Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. mediator. Jika para pihak gaga1 mernilih

Kesepakatan perdamaian disampaikan mediator, paling lama 5 (lima) hari kerja,

kepada Ketua Pengadilan Tingkat pertama, masing-masing pihak dapat menyerahkan

yang segera rnemberitahukan kepada resume perkara kepada hakim mediator

Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang yang ditunjuk.

berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang maksud para pihak untuk

b) Proses mediasi paling lama 40 (empat

berdamai.

puluh) hari setelah terpilihnya mediator, dan dapat diperpanjang selama 14 (empat

b. Apabila perkara sedang diperiksa di tingkat belas) hari. Jangka waktu mediasi tidak

Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, dengan jangka waktu pemeriksaan

hakirn wajib menunda pemeriksaan perkara.

selama 14 (empat belas) hari sejak menerima pemberitahuan, jika berkas

c) gap perlu, mediator dapat melakukan masih di pengadilan tingkat pertama,

"KAUKUS', yaitu pertemuan dengan salah pengiriman berkas perkara ditunda untuk satu pihak tanpa dihadiri pihak lawannya,

kesempatan para pihak dan dapat pula untuk dapat dikuatkan

memberi

mengupayakan perdamaian. dalam bentuk "Akta Perdamaian".

4. Manfaat Mediasi

d) Jika para pihak tidak menghendaki "Akta Perdamaian",

Yahya Harahap secara terperinci perdamaian hams memuat klausul

maka

kesepakatan

berbagai keuntungan pencabutan gugatan dan atau klausul yang

menguraikan

penyelesaian perkara melalui perdamaian, menyatakan perkara telah se lesai.

baik dalam bentuk mediasi, konsiliasi, expert determination atau

atau mini trial.

e) Apabila perdamaian gagal, mediator wajib Keuntungan yang diperoleh dapat berupa

menyatakan secara tertulis kepada hakim keuntungan substansial dan psikologi,

bahwa proses mediasi telah gagal, diantaranya: Penyelesaian bersifat informal. kemudian hakim akan melanjutkan

Penyelesaian sengketa diserahkan pada pemeriksaan perkara sesuai ketentuan

kemauan para pihak sendiri. Jangka waktu hukum acara yang berlaku. Usaha mediasi kemauan para pihak sendiri. Jangka waktu hukum acara yang berlaku. Usaha mediasi

diorganisir.

pembuktian yang formil. Proses penyelesaian

hukum berarti suatu bersifat rahasia atau konfidensial. Komunikasi

Struktur

aktif antara para pihak bersifat kooperatif, kerangka, yaitu bagian yang tahan lama. Struktur juga diartikan bagaimana lembaga

Komunikasi aktif antara para pihak dan fokus penyelesaian. Hasil yang diharapkan win-win

legislatif sebagai pembentuk Undang-Undang diorganisir.

solution, Bebas emosi dan rasa dendam. (Yahya Harahap, 2004 : 273).

b. Substansi (Substance)

5. Faktor Penghambat Mediasi

Substansi

berarti peraturan

a. Faktor harga diri dari masing-masing pihak perundang-undangan yag konkrit, norma- norma dan pengaturan pola tingkah laku

untuk lebih dahulu mempunyai inisiatif menawarkan perdamaian kepada pihak

rnasyarakat dalam suatu sistern hukum. lawan.

c. Budaya hukum (legal culture)

b. Faktor merasa paIing benar, sehingga Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap, merasa berat untuk berkorban demi

keyakinan, ide, dan harapan masyarakat kebaikan kedua belah pihak.

terhadap sistem hukum atau sebagai budaya

c. Faktor lebih puas terhadap segala sesuatu masyarakat yang memperhatikan (concern) terhadap sistem hukum. (Soerjono Soekanto,

yang nantinya diputuskan hakim.

d. Faktor tidak terpenuhinya seluruh Kekuatan berlakunya Undang-Undang

keinginan yang dituntut oleh masing- masing pihak.

sehubungan dengan apa rasional Undang- Undang, harus memenuhi tiga pernyataan,

e. Adanya pengaruh pihak ketiga untuk

yaitu:

menyerahkan kepada putusan hakim. (Th. Kussunaryatun, 1982 : 36).

a. Kekuatan berlaku secara yuridis (Juristische

Gelturn)

6. Pelaksananaan Hukum di DaIam

Undang-Undang mempunyai kekuatan

Masyarakat

berlaku yuridis apabila persyaratan formal Teori hukum yang dikemukakan oleh

Undang-Undang telah Lawrence Friedman, mengemukakan adanya

terbentuknya

terpenuhi.

sistem hukum yang mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu :

b. Kekuatan berlaku sosiologis(Sosiologis Geltung)

a. Strutktur (Structure) Berlakunya hukum atau tidak dierimanya

hukum di dalam masyarakat lepas dari kerangka, yaitu bagian yang tahan lama.

Struktur hukum

berarti

suatu

kenyataan apakah peraturan hukum Struktur juga diartikan bagaimana lembaga

terbentuk menurut persyaratan formal terbentuk menurut persyaratan formal

ini adalah data primer dan data sekunder. masyarakat.

a. Data Primer

c. Kekuatan berlaku filosofis Data Primer adalah data yang

Hukum mempunyai kekuatan berlaku diperoleh secara langsung dari lapangan. filosofis apabila keadaan kaedah hukum

Data Primer dalam penelitian ini adalah tersebut sesuai dengan "cita-cita hukum"

pelaksanaan mediasi dan faktor-faktor (Rechtisidae) sebagai nilai positif yang

penghambat mediasi serta solusinya yang tertinggi (Uberpositive Werte).

terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. (Soerjono Soekanto, 1980 : 1 3)

Sumber Data primer adalah hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menjadi

C. METODE PENELITIAN

mediator yaitu Bapak Asra SH,MH dan Bapak

1. Spesifikasi Penelitian

N. Najib Sholeh, SH serta Bapak Bayu SH selaku staf bagian Hukum.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum nondoktrinal atau sosial yang bersifat

b. Data Sekunder

deskriptif. Sesuai dengan konsep hukum yang Data sekunder sebagai pendukung dimaksudkan dalam penelitian hukum ini,

data primer, terdiri atas: yaitu hukum adalah manifestasi makna-

makna simbolik para perilaku sosial

1) Herziene lndlans Reglement (HIR) sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka. (Sutandyo Wignyosubrbto, 1982: 91).

2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan Penelitian deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan

3) Literatur, jurnal, majalah dan hasil tetapi juga menganalisis dan interprestasi

terdahulu, yang ada data untuk mendapatkan kesimpulan yang

penelitian

hubungannya dengan rumusan masalah menjawab perumusan masalah, yaitu

yang diteliti.

pelaksanaan PERMA Nomor 1 Tahun 2008

4. Teknik Penentuan Sampel

tentang Prosedur mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta, dan faktor penghambat

Di Pengadilan Negeri Surakarta ter1aksananya mediasi serta solusinya.

terdapat 11 (sebelas) orang hakim, empat di antaranya ditetapkan sebagai mediator, yaitu

2. Lokasi Penelitian

Asra, SH.MH, M.Najib Sholeh, SH , JH. Penelitian dilaksanakan di Pengadilan

Simanjuntak, SH dan Suradi, SH. S.Sos. MH . Keempat mediator hakim tersebut tercantum

Negeri Surakarta, karena di lokasi tersebut di dalam "Daftar Mediator", tercantum juga

diperoleh data tentang pelaksanaan PERMA Nomor 1 Tahun 2008.

satu mediator dari akademisi, dan 5 (lima) mediator dari advokat, tetapi di Pengadilan

3. Jenis Data Sumber Data

Negeri Surakarta pada umumnya para pihak Negeri Surakarta pada umumnya para pihak

diperoleh serta transformasi dari data kasar menjalankan tugas sebagai mediator.

yang dimiliki dari catatan peneliti. Penyajian data adalah kumpulan informasi yang

Penentuan nara sumber secara tersusun dalam kesatuan bentuk yapg purposive sampling yaitu penentuan sample

disederhanakan, selektif dalam konfigurasi berdasarkan tujuan tertentu, sehingga dipilih

yang mudah digunakan untuk mengambil sampel yang rnenguasai data

yang

keputusan. Penarikan kesimpulan adalah dibutuhkan dalam penelitian ini. Dari 4

verifikasi data yang telah melalui reduksi data (empat) mediator hakim telah dipilih 2 (dua)

dan sajian data secara teliti dan sistematis. mediator hakim yaitu Asra SH,MH dan M.

Najib Sholeh, SH. Dalam tahap penarikan kesimpulan jika dirasakan ada data yang kurang lengkap,

5. Teknik Pengumpulan Data

peneliti dapat kembali ke tahap pengumpulan Pengumpulan

data dan reduksi data. Peneliti dapat bergerak menggunakan teknik wawancara, sedangkan

data

primer

di antara ketiga komponen analisis tersebut, pengumpulan data sekunder menggunakan

sampai waktu penelitian berakhir. studi pustaka. Wawancara dilakukan secara

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

informal sehingga nara sumber dapat memberikan data sesuai dengan keadaan

Berdasarkan hasil penelitian yang yang sebenarnya terjadi.

diperoleh dari wawancara dengan dua mediator hakim Pengadilan Negeri Surakarta

Studi pustaka dilakukan dengan pada hari Rabu tanggal 25 Agustus 2010, yaitu

menginventarisasi peraturan dan dokumen Asra,SH.MH dan M. Najib Sholeh,SH setta

yang tersedia, dan kemudian disajikan secara mempelajari berkas perkara perdata yang

sistematis untuk mernudahkan pada waktu mediasinya berhasil yaitu perkara Nomor

proses analisis.

53/Pdt.G/2009/PN

Ska, Nomor:

6. Teknik Analisis Data

77/PDt.G/2009/PN.Ska dan Nomor: 53/ PDt.CY2009TPN.Ska

dikaitkan dengan Dalam

berlakunya Ps. 130 HIR dan PERMA No 1 Th dikonsepkan sebagai tingkah laku aksi-aksi

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan interaksi manusia secara aktual dan

perlu diadakan pembahasan untuk menjawab potensial

rumuwn masalah penelitian. Wignyosubroto, 1982 : 15).

1. Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung

Teknik analisis data yang digunakan

Nomor

1 Tahun 2008 tentang

adalah analisis kualitatif dengan model

ProsedurMediasi di Pengadilan Negeri

interaktif, yaitu analisis data yang meliputi

Surakarta.

tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles

a. Tahap Pra Mediasi

Mathew B Huberman A. 1992 : 136). Reduksi Pengadilan Negeri Surakarta telah

data adalah proses seleksi, pemfokusan, memiliki “Daftar Mediator” yang berisi data adalah proses seleksi, pemfokusan, memiliki “Daftar Mediator” yang berisi

1) Pedoman perilaku mediator yang harus atas mediator hakim 4 (empat) orang,

ditaati oleh setiap mediator dalam akademisi satu orang dan dari kalangan

menjalankan fungsinya sebagai mediator. advokat 5 (lima) orang. Dari ke sepuluh

(Pasal 24 PERMA Nomor 1 Tahun 2008) mediator hakim yang selama ini dipilih para

2) Pedoman tentang kriteria keberhasilan pihak untuk menangani proses mediasi

sengketa perdata yang masuk ke Pengadilan hakim dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator

Negeri Surakarta, para pihak yang terlibat sengketa perdata selama ini lebih memilih

(Pasal 25 PERMA Nomor 1 Tahun 2008). mediator hakim daripada mediator bukan

Sampai saat ini mediator hakim hakim. Alasannya karena para pihak tidak

belum pernah menerima insentif apabila dipungut biaya, dan adanya komunikasi yang

berhasil dalam mediasi Pasal 25 juga lebih mudah. Mediator hakim di Pengadilan

Mahkamah Agung Negeri Surakarta belum tentu telah memiliki

mengatur

bahwa

rnenyediakan sarana yang dibutuhkan bagi sertifikat mediator, ha1 ini tidak dilarang oleh

proses mediasi. Tidak ditegaskan bentuk Pasal 9 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.

sarana apa yang akan disediakan oleh Mahkamah Agung.

Berdasarkan ketentuan Pasal 9 tersebut, pada dasamya semua hakim pada

b. Tahap Proses Mediasi

pengadilan yang bersangkutan dapat menjadi mediator, apabila belum ada hakim yang

1) Kewajiban Mediasi

memiliki sertifikat mediator. Hal ini juga Pada waktu Penggugat mendaftarkan

diatur di dalam Pasal 5 PERMA Nomor 1 gugatannya ke Pengadilan Negeri Surakarta,

Tahun 2008, bahkan hakim majelis pemeriksa pada umumnya pada hari itu juga Ketua

perkara kalau terpaksa dapat menjadi Pengadilan Negeri Surakarta menetapkan

mediator (Pasal 8(1) d). Di Pengadilan Negeri majelis hakim pemeriksa perkara, kemudian

Surakarta belum pernah menetapkan hakim majelis hakim pemeriksa perkara akan segera

majelis pemeriksa perkara menjadi mediator, menetapkan hari sidang. Sidang pertama

karena dikawatirkan tidak dapat bertindak dilaksanakan antara sepuluh hari sampai

secara adil dan obyektif. dengan empat belas hari setelah penetapan

Mediator hakim di Pengadilan Negeri

hari sidang.

Surakarta telah melaksanakan tugas-tugas Pada sidang pertama tersebut,

yang harus dilakukan oleh seorang mediator apabila ke dua belah pihak hadir, ketua

sesuai ketentuan Pasal 15 PERMA Nomor 1 majelis hakim mempunyai kewajiban untuk

Tahun 2008.

kedua pihak untuk Hal-ha1 yang belum dilaksanakan di

mengharuskan

melaksanakan mediasi, dengan menawarkan Pengadilan Negeri Surakarta, dengan alasan

mediator yang dapat dipilih dari "Daftar karena memang belum ada peraturan dari

mediator" Para pihak biasanya memilih Mahkamah Agung yaitu mengenai belum

mediator hakim pada hari sidang pertama. adanya :

Ketua majelis hakim pemeriksa perkara akan membuat" Surat Penetapan Mediator". Usaha Ketua majelis hakim pemeriksa perkara akan membuat" Surat Penetapan Mediator". Usaha

lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak PERMA Nomor 1 Tahun 2008, dengan segala

mediator dipilih oleh para pihak atau akibat hukumnya.

ditunjuk oleh majelis hakim, dan dapat diperpanjang selama l4 (empat be1as) hari

Apabila para pihak gagal dalam (Pasal 13). Jangka waktu mediasi tidak

memilih mediator, maka ketua majelis hakim termasuk dalam jangka waktu proses pemeriksa perkara akan menunjuk hakim

pemeriksaan perkara. Menurut Surat bukan pemeriksa perkara, baik yang sudah

Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun bersertifikat atau yang belum bersertifikat,

1992, proses pemeriksaan perkara di untuk menjalankan fungsi mediator.

tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi wajib diselesaikan dalam waktu 6

(enam) bulan.

Selama ini proses mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta dapat diselesaikan antara 21 (dua puluh satu) hari sampai

2) Pelaksanaan Mediasi

dengan 28 (dua puluh delapan) hari, jadi Pengadilan Negeri Surakarta sudah

tidak melebihi tenggang waktu yang sudah melaksanakan seluruh dalam pelaksanaan

diatur Pasal 13 tersebut. mediasi, yaitu :

c) Mediator selanjutnya mempersilahkan

pihak untuk pertemuan antara Penggugat dengan

a) Pertama-tama

mengemukakan pendapatnya. Mediasi Tergugat, dan memperkenalkan diri.

harus dilaksanakan dengan itikad baik Mediator menegaskan bahwa dirinya

sesuai ketentuan Pasal 12. Mediator wajib adalah mediator yang netral artinya

mendorong para pihak untuk berperan bahwa seorang mediator harus obyektif,

secara langsung dalam proses mediasi. independen dan tidak memihak pada salah

Jika para pihak diwakili oleh kuasa satu pihak. Para pihak nantinya yang

hukumya, mediator dapat berkomunikasi berwenang

dengan para pihak. Masing-masing pihak mediator hanya membantu para pihak

mengambil

keputusan,

dapat menyerahkan resume perkara (pasal 1).

kepada satu sama lain dan kepada mediator dalam waktu paling lama 5

b) Mediator bersama para pihak menyusun (lima) hari kerja setelah para pihak jadwal pertemuan, yang harus ditepati

menunjuk mediator, sesuai Pasal 13. oleh para pihak. Ketidak hadiran para

pihak atau kuasa hukumnya sesuai jadwal

d) Mediator wajib mendengarkan dan yang sudah ditentukan sefama dua kali

memperhatikan pendapat masing-masing berturut-turut, mengakibatkan mediator

pihak, mengajukan pertanyaan atau dapat menyatakan bahwa proses mediasi

meredam pernyataan para pihak yang telah gagal. Mediator menegaskan bahwa

terlalu emosional. Mediator juga dapat menawarkan solusi yang sifatnya saling terlalu emosional. Mediator juga dapat menawarkan solusi yang sifatnya saling

bertentangan dengan hukum, tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak

e) Mediator dapat mengadakan "kaukus" baik (periksa Pasal 17 (1),(2),(3)).

(Pasal

15) yaitu pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa

Kesepakatan perdamaian selanjutnya dihadiri pihak lawannya.

oleh mediator disampaikan kepada ketua majelis hakim pemeriksa perkara bersama

f) Mediator dapat mengundang seorang ahli dengan surat pemberitahuan dari mediator

dengan persetujuan ke dua belah pihak kepada ketua majelis hakim pemeriksa (pasal 14).

perkara yang memberitahukan bahwa proses g)

mediasi yang ditanganinya telah berhasil permasalahan yang telah disetujui oleh

Mediator menyimpulkan

pokok

mencapai kesepakatan.

kedua belah pihak.

Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, kesepakatan, maka hasil kesepakatan

Jika

terjadi

majelis hakim membuat akta perdamaian, dirumuskan dengan jelas secara tertulis.

yang amarnya sebagai berikut : Mediator menjelaskan akibat hukum dari

penyelesaian sengketa perdata dengan - Menghuikum ke dua belah pihak untuk mediasi dan penjelasan lain yang

mematuhi isi perdamaian. diperlukan. Jika tercapai kesepakatan

- Menghukum ke dua belah pihak untuk maka mediator akan memberitahukan

kepada majelis hakim pemeriksa perkara membayar biaya perkara secara tanggung bahwa mediasi berhasil dan dilampiri

renteng yang ditaksir sebesar …… dengan kesepakatan perdamaian yang

Pasal 17 (4) (5) :

telah disetujui oleh para pihak. Jika perundingan kesepakatan tidak berhasil,

(1) Para pihak wajib menghadap kembali mediator menyatakan bahwa proses

kepada hakim pada hari sidang yang telah mediasi gagal. Mediator memberitahukan

memberita-hukan kepada ketua majelis hakim tentang

ditentukan

untuk

kesepakatan perdamaian. kegagalan tersebut.

(2) Para pihak dapat mengajukan

h) Mediator menutup proses mediasi secara kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk formal.

dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

3) Mediasi Berhasil

Akibat hukum dikuatkannya kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian,

Apabila ke dua belah pihak sepakat disamakan dengan putusan hakim yang sudah untuk

menyelesaikan perkara dengan mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht mediasi,

van gewijsde), sehingga para pihak tidak perdamaian secara tertulis dengan bantuan

dapat mengajukan upaya hukum banding dan mediator dan ditanda tangani oleh para pihak

kasasi. Apabila salah satu pihak di kemudian dan mediator. Mediator akan mencermati

hari tidak memenuhi isi akta perdamaian, kesepakatan perdamaian tersebut untuk hari tidak memenuhi isi akta perdamaian, kesepakatan perdamaian tersebut untuk

mediator dapat menyatakan bahwa proses kernbali di pengadilan negeri, maka perkara

mediasi gagal, khususnya apabila : akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama dengan pokok sengketa

a) Salah satu pihak, para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut

yang sama dan pihak -pihak yang sama, tidak dapat diajukan untuk ke dua kalinya di

tidak menghadiri pertemuan mediasi yang sudah dijadwalkan dan telah disepakati,

pengadilan yang sama atau pengadilan yang sama tingkatnya).

tanpa alasan setelah dipanggil dengan patut. (pasal 14 (1).

Ada kemungkinan

para

pihak

menghendaki kesepakatan perdamaian tidak

b) Apabila sengketa yang sedang dimediasi dikuatkan dalarn akta perdamaian. Dalam hal

harta kekayaan atau yang demikian maka kesepakatan perdamaian

melibatkan

kepentingan pihak lain yang tidak harus di tambah klausula pencabutan gugatan

disebutkan dalam surat gugat, oleh karena atau klausula yang menyatakan perkara telah

itu pihak lain yang berkepentingan tidak selesai.

dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, sehingga perkara tidak

Pasal 17 (6) : layak di mediasi, dengan alasan para pihak tidak lengkap. (pasal 14 (2)).

(3) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam

Mediator yang memutuskan bahwa bentuk akta perdamaian, kesepakatan

proses mediasi gagal segera mengirimkan perdamaian

pemberitahuan secara tertulis tentang pencabutan gugatan dan atau klausula yang

proses mediasi kepada ketua majelis menyatakan perkara telah selesai.

hakim pemeriksa perkara, selanjutnya majelis hakim pemeriksa perkara akan

Dibandingkan dengan akta perdamaian, segera melanjutkan pemeriksaan perkara pencabutan gugatan atau klausula pernyataan

tersebut.

perkara telah selesai, akibat hukumnya lebih kuat akta perdamaian. Dengan pencabutan

Majelis hakim pemeriksa perkara gugatan atau pernyataan perkara telah

tetap dapat mendorong para pihak untuk selesai, masih ada kemungkinan di kemudian

melaksanakan mediasi selama proses hari pihak yang tidak puas terhadap

pemeriksaan perkara, sebelum putusan kesepakatan

dijatuhkan, dan harus gugatan baru, sehingga perkara akan muncul

dilangsungkan paling lama 14 (empat kembali.

belas) hari kerja sejak para pihak menyampaikan

keinginannya untuk

4. Mediasi gagal

mengadakan perdamaian. Tidak perlu menunggu tenggang waktu

Pasal 18 :

40 (empat puluh) kerja sebagaimana ditentukan

(1) Jika setelah batas waktu maksimal 40 pelaksanaan

(empat puluh) hari kerja sebagaimana (empat puluh) hari kerja sebagaimana

hambatan pelaksanaan para

Beberapa

mediasi di Pengadilan Negeri pada umumnya menghasilkan

dan di Pengadilan Negeri Surakarta pada karena sebab yang terkandung dalam

kesepakatan

atau

khususnya diantaranya : Pasal 15, mediator wajib menyatakan

a. Para pihak tidak menghendaki adanya secara tertulis bahwa proses mediasi

telah gagal dan memberitahukan proses mediasi sejak perkara di antara mereka diajukan pemeriksaannya ke

kegagalan kepada fiakim. pengadilan negeri. Alasannya sebelum

(2) Segera setelah

perkara tersebut diajukan ke pengadilan pemberitahuan

menerima

negeri, para pihak telah berusaha sekuat melanjutkam pemeriksaan perkara

tersebut,

hakim

tenaga untuk mengusahakan perdamaian sesuai ketentuan hukum acara yang

di luar sidang, tetapi tidak berhasil. berlaku.

Dengan terpaksa para pihak mengajukan perkara ke pengadilan negeri sebagai

(3) Pada tiap tahapam pemeriksaan pilihan terakhir untuk menyelesaikan perkara, hakim pemeriksa perkara

sengketa di antara mereka. Menurut para tetap berwenang untuk mendorong

pihak proses mediasi tidak ada gunanya atau

mengusahakan perdamaian karena dapat dipastikan akan mengalami hingga sebelum pengucapan putusan.

kegagalan. Akibatnya mereka tidak (4) Upaya

perdamaian sebagaimana merespon dengan baik usaha-usaha dari dimaksud dalam ayat (3) berlangsung

mediator untuk tercapainya mediasi paling lama 14 (empat belas) hari

dengan cara tidak pernah hadir pada kerja

pertemuan yang sudah dijadwalkan. menyampaikan keinginan berdamai

sejak hari

para

pihak

Solusinya : Ketua majelis hakirn kepada hakim pemeriksa perkara yang

pemeriksa perkara tetap mengharuskan para bersangkutan.

pihak untuk melaksanakan proses mediasi, Kegagalan mediasi mengakibatkan

sesuai, ketentuan Pasal 7 PERMA Nomor 1 pernyataan dan pengakuan para pihak

Tahun 2008 tentang kewajiban hakim tidak dapat digunakan sebagai alat bukti.

pemeriksa perkara dan kuasa hukum. Jika Catatan mediator harus dimusnahkan, dan

para pihak tidak dapat memilih mediator mediator tidak dapat dijadikan saksi dalam

yang telah disediakan, maka ketua majetis perkara tersebut, serta tidak dapat

hakim pemeriksa perkara akan menunjuk dimintai pertanggungjawaban pidana atau

mediator hakim bukan pemeriksa perkara perdata (Periksa Pasal 19).

bagi mereka (Pasal 11 PERMA 1 Tahun 2008) Proses mediasi tetap harus dilaksanakan

karena di didalam pertimbangan putusan Mediasi Dalam Sengketa Perdata di

2. Faktor Penghambat

Terlaksananya

hakim wajib disebutkan bahwa telah Pengadilan

diupayakan mediasi dengan menyebutkan Solusinya.

Negeri Surakarta,

dan

nama mediatornya.

b. Sifat negatif para pihak

Para pihak memiliki sifat-sifat negatif Mediator yang baik tidak cepat putus asa yang menghambat atau tidak mendukung

dalam mengusahakan perdamaian, sehingga tercapainya mediasi, misalnya:

para pihak mau mengorbankan sebagian kepentingannya

demi tercapainya

1) Sifat tingginya harga diri dari masing- perdamaian. Sebagai contoh perkara Nomor masing pihak

53/Pdt .G/2009/PN.Ska, Perkara Nomor:

2) Sifat merasa paling benar, sehingga tidak 177/Pdt.G/2009/PN.Ska, dan Perkara Nomor mau mengalah sedikit pun

53/Pdt.G/2010/PN.Ska. Ketiganya merupakan perkara wanprestasi dimana masing-masing

mengorbankan sebagian mau berkorban demi kebaikan ke dua

3) Sifat mau menang sendiri sehingga tidak

pihak

mau

kepentingannya demi tercapainya mediasi. belah pihak (win-win solution)

c. Terlibatnya pihak lain yang tidak disebutkan

4) Sifat lebih puas terhadap apa yang

dalam gugatan.

diputuskan oleh majelis hakim Apabila suatu sengketa perdata tidak

5) Sifat kekhawatiran adanya mediasi hanya melibatkan Penggugat dan Tergugat, mengakibatkan tidak terpenuhinya seluruh

tetapi melibatkan juga pihak ke tiga yang keinginan yang dituntut oleh masing-

mempunyai kepentingan, masing pihak.

sebetulnya

khususnya yang berhubungan dengan harta kekayaan pihak ketiga tersebut, maka proses

Sifat-sifat negatif para pihak sedikit mediasi tidak akan berhasil, karena ada pihak

banyak berkaitan dengan kultur atau budaya yang seharusnya dilibatkan dalam mediasi,

masyarakat yang sebetulnya tidak sesuai tetapi tidak dapat dilibatkan, karena tidak

dengan kultur atau budaya masyarakat Jawa dimasukkan sebagai pihak dalam gugatan.

Tengah khususnya kultur masyarakat di daerah Surakarta, yang penuh toleransi,

Solusinya: Dalam hal demikian ini ramah dan mudah mengalah untuk kebaikan

mediator dapat menyatakan mediasi telah bersama.

gagal karena pihak yang terlibat dalam mediasi tidak lengkap. Untuk dapat

Solusinya : Dalam hal ini dibutuhkan menyelesaikan sengketa yang terjadi perlu

kemahiran dan kesabaran dari mediator diadakan pengajuan gugatan baru yang

untuk memotivasi, mendorong dan memberi melibatkan pihak ke tiga tersebut, sehingga

pengertian kepada para pihak, khususnya dalam proses mediasi semua pihak yang

mengenai banyaknya manfaat dengan terlibat dapat ikut berperan.

tercapainya mediasi, yang dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga, serta menyelesaikan

d. Pengaruh pihak ke tiga sengketa secara tuntas. Sengketa tidak

mungkin muncul kembali. Budaya Jawa juga Para pihak sendiri seringkali mempunyai mengajarkan bahwa, "Wong ngalah duwur

itikad baik untuk melaksanakan mediasi, wekasani" (Orang yang mau mengalah akan

tetapi mendapat pengaruh tidak lebih dari memperoleh kebaikan).

pihak ketiga, dapat terdiri atas saudaranya dari masing-masing pihak atau temannya, pihak ketiga, dapat terdiri atas saudaranya dari masing-masing pihak atau temannya,

dengan adanya kesepakatan perdamaian akan sampai dengan putusan hakim daripada

mengurangi biaya dalam rangka menangani membuat kesepakatan mediasi dengan resiko

suatu perkara tidak perlu tejadi, karena semua yang dituntut belum tentu dapat

mengenai biaya untuk kuasa hukum dapat terpenuhi.

dinegosiasi antara kuasa hukum dengan klien, berapa besar biaya untuk kuasa hukum

Solusinya : Mediator harus memiliki apabila tercapai mediasi, dan berapa jika

pengetahuan dan

proses pemeriksaan dilanjutkan sampai meyakinkan para pihak tentang lebih

kemahiran

untuk

dengan putusan hakim, sebab dengan adanya bermanfaatnya mediasi daripada perkara

mediasi paling tidak biaya untuk sidang- dilanjutkan

pemeriksaannya,

dengan

sidang akan banyak berkurang. menekankan bahwa yang akan menikmati

hasilnya nanti adalah para pihak sendiri, Solusinya : Advokat sebagai kuasa hukum bukan pihak ke tiga yang mempenga-ruhinya.

harus menyadari sepenuhnya tujuan dan manfaat dari PERMA Nomor 1 Tahun 2008,

e. Peran advokat sebagai kuasa hukum para yaitu selain mediasi dan rnenghemat waktu pihak.

biaya dan tenaga, juga akan mengurangi Advokat sebagai kuasa hukum masing-

penumpukan perkara di tingkat banding dan masing pihak dapat berperan positif dmgan

kasasi, serta mengurangi jumlah sengketa mendorong dan memotivasi kliennya untuk

yang terjadi di dalam masyarakat sehingga menyelesaikan sengketa dengan mediasi,

dapat menciptakan kedamaian dalam tetapi dapat juga berperan negatif dengan

kehidupan masyarakat. Kuasa hukum yang cara

dan memotivasi mengadakan mediasi. Alasannya kuasa

terciptanya perdamaim merupakan prestasi hukum menilai bahwa kesepakatan mediasi

tersendiri. Biaya yang mungkin berkurang akan merugikan kliennya, di sisi lain fakta

perdamaian dapat yuridis kliennya berada di pihak yang menang,

setelah

adanya

diperjanjikan sebelumnya antara klien dengan sehingga akan mendapatkan hak atau bagian

kuasa hukum.

yang lebih besar dari isi kesepakatan mediasi.

f. Terbatasnya jumlah mediator Advokat yang tidak menghendaki adanya

Jumlah mediator yang masuk dalam mediasi dapat menghalangi para pihak in

"daftar mediator" di Pengadilan Negeri persoon untuk menghadiri pertemuan-

Surakarta. Sebetulnya cukupp banyak ada 10 pertemuan yang sudah dijadwalkan dalam

(sepuluh) mediator yang tercantum dalam proses mediasi, sehingga mediator tidak

daftar mediator, terdiri atas 4 (empat) dapat berkomunikasi secara langsung dengan

mediator hakim dan 6 (enam) mediator bukan pihak in persoon. Hal ini menghambat proses

hakim, tetapi pada umumnya para pihak mediasi karena kemungkinan keinginan dan

selalu memilih mediator hakim, karena tanpa kehendak para pihak berbeda dengan

dipungut biaya dan rnudahnya komunikasi. keinginan dan kehendak dari kuasa

hukumnya.

Jika dibandingkan antara jumlah perkara menjelaskan lagi tentang segala substansi perdata yapg harus diselesaikan setiap

materi PERMA. Bagi para pihak yang tahunnya lebih kurang 150 (seratus lima

berperkara khususnya perkara perdata di puluh) perkara,

pengadilan, sebagian ada yang sudah melaksanakan proses mediasi, maka jumlah

yang semua

harus

memahami PERMA tersebut tetapi ada juga mediator hakim yang harus melaksanakan

yang sama sekali belum mengetahui, sehingga proses mediasi akan mendapat beban yang

majelis hakim pemeriksa perkara maupun cukup berat, baik dari sisi pikiran, tenaga dan

mediator perlu menjelaskan ketentuan waktu yang harus disediakan untuk

ketentuan PERMA Nomor I Tahun 2008 melaksanakan

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. mediator selain bertugas sebagai mediator

proses mediasi.

Hakim

Solusinya : Perlu diadakan sosialisasi juga harus menangani perkara, baik perkara

PERMA Nomor 1 Tahun 2008, kepada perdata maupun perkara pidana, baik sebagai

ketua majelis hakim, maupun anggota majelis masyarakat umum, khususnya di kota-kota kecil dalam acara penyuluhan hukum, baik

hakim. yang diadakan oleh pengadilan maupun oleh

Solusinya: Perlu penambahan jumlah para akademisi dalam rangka pelaksanaan mediator hakim di setiap pengadilan negeri,

pengabdian masyarakat. termasuk Pengadilan Negeri Surakarta

Faktor-faktor penghambat mediasi tidak khususnya mediator hakirn yang sudah

bersertifikat sebagai mediator. dapat dipisahkan dengan pelaksanaan proses mediasi secara menyeluruh di Pengadilan

g. Kurangnya Sosialisasi PERMA Nomor 1 Negeri Surakarta, berdasarkan PERMA Nomor Tahun 2008

1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Ketentuan di dalam PERMA,

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ditetapkan khususnya mengenai pelaksanaan prosedur pada tanggal 31 Juli 2008. Dengan berlakunya

berlaku efektif dan PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka PERMA

mediasi

dapat

dilaksanakan sepenuhnya di Pengadilan Nornor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur

Negeri Surakarta. Beberapa hambatan yang Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak

timbul tidak disebabkan oleh ketentuan- berlaku. Sampai sekarang sudah dua tahun

kutentuan di dalam PERMA, tetapi lebih berlakunya PERMA tersebut, sehingga sudah

banyak disebabkan oleh faktor di luar PERMA, cukup waktunya seluruh warga negara

yaitu faktor manusianya. Hambatan dapat Indonesia mengetahui dan memahami

muncul dari para pihak sendiri, kuasa hukum, ketentuan dalam PERMA No 1 tahun 2008

terbatasnya mediator hakim, dan mereka tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

yang berada di sekitar para pihak. Bagi

Menurut Lawrence Friedman, suatu khususnya para hakim dan advokat, pada

sistem hukum mempunyai tiga unsur, yaitu umumnya

struktur hukum, substansi hukum dan budaya ketentuan dalam PERMA Nomor 1 Tahun

hukum (Soerjono Soekanto, 1982: 35). 2008, sehingga majelis hakim pemeriksa

Berlakunya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 perkara maupun mediator tidak perlu

telah memenuhi ke tiga unsur tersebut: telah memenuhi ke tiga unsur tersebut:

Perma Nomor 1 Tahun 2008 sebagai suatu peraturan yang ditetapkan oleh

Untuk ketentuan prosedur mediasinya Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi

sendiri dapat berjalan seperti yang ditentukan pada peradilan di Indonesia memiliki

di dalam PERMA, tetapi mengenai hasil kewenangan dalam mengatur acara peradilan

mediasi masih dipengaruhi faktor-faktor yang yang belum cukup diatur oleh perundang-

mengharnbat, yang datang dari sikap-sikap undangan (Pasal 130 HIR/154 Rbg), maka

negative manusia dengan berbagai alasan demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran

yang dapat mengakibatkan mediasi gagal atau dalam proses mendamaikan para pihak untuk

tidak berhasil.

menyelesaikan suatu sengketa perdata. Mahkamah Agung perlu menetapkan suatu

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebagai peraturan sambil menunggu peraturan

suatu peraturan hukum mempunyai tiga perundang-undangan yang baru.

macam kekuatan, yaitu kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. PERMA

b. Substansi Hukum tersebut mempunyai kekuatan berlaku yuridis harus

peraturan yang Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg

merupakan

melaksanakan secara terperinci peraturan di mengatur dapatnya para pihak menempuh

atasnya yaitu Pasal 130 HIR/154 Rbg sebagai proses perdamaian yang dapat diintensifkan

peraturan dasarnya. Berlaku secara sosiologis dengan cara mengintegrasikan proses mediasi

artinya PERMA tersebut berlaku efektif ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan

dilaksanakan oleh mediator hakim di Negeri. Pengintegrasian mediasi ke dalam

pengadilan negeri dan dapat dipaksakan proses beracara di pengadilan, serta

berlakunya dengan sanksi pembatalan memperkuat dan memaksimalkan fungsi

putusan hakim, yang di dalam proses lembaga pengadilan dalam penyelesaian

tidak melaksanakan sengketa di samping proses pengadilan yang

pemeriksaannya

prosedur mediasi. Berlakunya secara filosofis bersifat memutus. PERMA Nomor 2 Tahun

artinya mediasi sesuai dengan cita-cita hukum 2003,

yang diharapkan dapat lebih yang tercantum dalam asas peradilan

mendayagunakan mediasi yang terkait sederhana, cepat dan biaya murah yang dengan proses berperkara di pengadilan.

tercantum di dalam Undang-Undang Nomor

c) Budaya hukum

48 tahun

2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap, keyakinan, ide dan harapan masyarakat

E. SIMPULAN

terhadap berlakunya sistem hukum. Mediasi

1. Simpulan

yang diatur didalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sangat sesuai dengan sila-sila yang

hasil penelitian dan terdapat di dalam Pancasila, sebagai

Berdasarkan

tentang qnalisis faktor pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu

pembahasan

penghambat mediasi dalam sengketa perdata penghambat mediasi dalam sengketa perdata

Mediator harus bersikap netral dan memberikan altematif-altematif yang saling

a. Pelaksanaari Peraturan Mahkamah Agung menguntungkan bagi para pihak supaya

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di mediasi dapat tercapai. Jika mediasi berhasil, Pengadilan Negeri Surakarta.

maka kesepakatan perdamaian yang telah Pengadilan Negeri Surakarta dalam

disetujui para pihak diserahkan kepada melakukan

majelis hakim pemeriksa perkara untuk melaksanakan

perdamaian, yang ketentuan yang tercantum di dalam PERMA

kekuatannya sama dengan putusan hakim Nomor 1 Tahun 2008. Sepuluh mediator

yang sudah mempunyai kekuatan hukum sudah dipersiapkan, dan dicantumkan dalam

tetap(in krancht van gewijsde). Jika mediasi daftar mediator, yang terdiri atas 4 (empat)

gaga1 pemeriksaan perkara dilanjutkan mediator hakim, satu mediator dari akademisi

dengan tetap memberikan kesempatan dan 5 (lima) mediator dari advokat. Para

proses pemeriksaan pihak diberi kebebasan untuk memilih

mediasi

dalam

sebelum putusan hakim mediator, meskipun kenyataannya para pihak

selanjutnya

dijatuhkan.

lebih memilih mediator hakim. Ada beberapa Pasal dari PERMA Nomor Majelis hakim periksa perkara selalu

1 Tahun 2008 yang belum dapat dilaksanakan mengharuskan para pihak menempuh mediasi

di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Pasal 24 pada hari sidang pertama jika para pihak ke

dan Pasal 25, mengenai adanya pedoman duanya hadir di dalam sidang, bahkan pada

perilaku mediator, kriteria keberhasilan serta sidang pertama tersebut para pihak sudqh

insentif hakim mediator. Hal ini disebabkan harus memilih mediator. Ketua majelis hakim

Mahkamah Agung sendiri belum menetapkan akan membuat surat penetapan mediator

pedoman tersebut, sehingga pengadilan pada hari itu juga. Kewajiban untuk

negeri belum dapat melaksanakan. mengharuskan para pihak menempuh mediasi

Penghambat Terlaksananya berpengaruh pada pertimbangan putusan

b. Faktor

Mediasi Dalam Sengketa Perdata di hakim yang hams mencntukan apakah tahap

Negeri Surakarta dan mediasi

Pengadilan

sudah dilaksanakan,

dengan

Solusinya.

mencantumkan nama mediatornya. Jika kewajiban mediasi tidak dilakukan putusan

1) Hambatan mediasi yang timbul dari para hakim dapat dibatalkan, sesuai ketentuan

pihak:

Pasal 130 HIR dan Pasal 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.

a) Para pihak yang memang secara tegas tidak menghendaki mediasi pada Prooses mediasi dilaksanakan dengan

proses pemeriksaan di Pengadilan itikad baik dari pada para pihak dan dilakukan

Negeri karena sudah putus asa di ruang mediasi secara tertutup, dalam

gagalnya usaha mediasi yang sudah tenggang waktu dua sampai tiga minggu,

berkali-kali dilakukan sebelum perkara lebih cepat dari tenggang waktu yang

diajukan ke pengadilan.

b) Para pihak rnemiliki sifat-sifat negatif Solusi dari hambatan-hambatan yang menyulitkan tercapainya mediasi,

yang timbul dalam proses mediasi misalnya sifat tingginya harga diri,

sebetulnya tergantung dari para pihak merasa diri benar, tidak mau

sendiri yang dapat mengatasi dengan mengalah sedikit pun, lebih puas

bantuan pengarahan-pengarahan dari menerima putusan hakim, karena

mediator yang dapat memberikan perdamaian mengakibatkan tidak

pengertian, pemahaman dan keinsyafan terpenuhinya

untuk menerima kenyataan bahwa masing-masing pihak.

seluruh

tuntutan

tercapainya mediasi lebih bermanfaat dan menguntungkan para pihak daripada

proses pemeriksaan. menghalang-halangi

c) Peran advokat

Kesadaran tentang manfaat mediasi dari mediasi dengan alasan kekawatiran

para advokat sebagai kuasa hukum sangat kliennya

diharapkan untuk dapat tercapainya dengan mediasi, atau karena alasan

mendapatkan

kerugian

mediasi. Diperlukan juga tambahan ambisi pribadinya atau pun karena

jumlah mediator hakim, disesuaikan alasan yang menyaingkut biaya

dengan jumlah perkara perdata yang sebagai kuasa hukum.

harus diperiksa di pengadilan negeri.

d) Terbatasnya jumlah mediator hakim Sosialisasi terus menerus tentang PERMA sehingga beban keja para mediator

Nomor 1 Tahun 2008 bagi masyarakat, hakim terlalu banyak, karena para

khususnya bagi mereka yang sedang pihak hampir semua memilih mediator

terlibat sengketa perdata di pengadilan. hakim karena tidak dipungut biaya dan

2. Implikasi

mudahnya komunikasi. Dengan berlakunya PERMA Nomor

2) Hambatan lain yang dapat terjadi:

1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

a) Terlibatnya pihak ke tiga yang tidak di Pengadilan menimbulkan implikasi : disebutkan di dalam gugatan, sehingga

a. Sebelum berlakunya PERMA Nomor 1 tidak dapat dilibatkan dalam proses

Tahun 2008, dengan mendasarkan mediasi (Pasa1 14 PERMA No 1 Tahun

pada Pasal 130 HIR majelis hakim 2008).

pemeriksa perkara hanya dapat

b) Pengaruh pihak ke tiga, saudara atau mengusahakan perdamaian di antara teman para pihak yang justru

para pihak. Dengan berlakunya PERMA mendorong para pihak untuk lebih

Nomor 1 tahun 2008, majelis hakim puas menerima putusan hakim dari

pemeriksa perkara tidak hanya dapat pada menerima hasil mediasi.

mengusahakan perdamaian, tetapi mempunyai

kewajiban harus

c) Kurangnya sosialisasi PERMA Nomor 1 melaksanakan proses mediasi. Jika tahun 2008, khususnya bagi para pihak

para pihak tidak menghendaki dan yang tidak diwakili oleh advokat

tidak bersedia untuk melaksanakan sebagai kuasa hukum.

mediasi, majelis hakim pemeriksa mediasi, majelis hakim pemeriksa

sengketa perdata yang diperiksa mediasi, sebab apabila mediasi tidak

pengadilan yang bersangkutan. dilaksanakan, maka akibatnya putusan

Hakim yang belurn memiliki hakim batal demi hukum (Pasal 2

mediator dapat PERMA Nomor 1 Tahun 2008).

sertifikat

mengikuti pelatihan mediasi yang diselenggarakan

MA melalui

b. Mahkamah Agung belum menetapkan BAMI yang bekerja sama dengan

pedoman perilaku mediator dan Perguruan Tinggi. belum menyediakan sarana yang

dibutuhkan bagi proses mediasi serta

2) a. Perlu diadakan pelatihan lanjutan insentif bagi hakim yang berhasil

bagi para mediator hakim untuk menjalankan Mediasi mediator dalam

menghadapi para pihak yang Peraturan

memiliki sifat-sifat negatif, yang ketentuan Pasal 24 dan Pasal 25

Mahkamah

Agung ,

menghambat mediasi.

PERMA Nomor 1 Tahun 2008,

mengakibatkan mediator belum dapat

b. Perlu ditekankan kepada para advokat selalu rnemotivasi dan

menjalankan tugas secara optimal, sehingga

kliennya untuk menyelesaikan sengketa perdata

sengketa perdata

yang

dapat

diselesaikan dengan mediasi masih dengan mediasi, jangan justru sangat sedikit dibandingkan dengan

menghalang-halangi dan sengketa perdata yang berhasil

melarang kliennya menyelesaikan mediasinya.

sengketa mereka dengan mediasi.

3. Saran

c. Perlu Sosialisasi intensif dan terus menerus

mengenai PERMA 1). a. Perlu segera Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2008, khususnya membuat Pedoman Perilaku

tentang rnanfaat mediasi bagi Mediator yang berisi peraturan

para pihak yang terlibat sengketa tentang tatacara mediator dalam

perdata di Pengadilan Negeri, dan menjalankan tugasnya dalam

masyarakat pada proses mediasi, serta mengatur

kepada

umumnya.

insentif bagi mediator hakim yang

berhasil menjalankan

fungsi

sebagai mediator, sehingga ada

Daftar Pustaka

reward untuk mediator hakim yang berhasil mendamaikan para pihak.

Abdulkadir Muhammad. 1992.Hukum Acara

b. Jumlah mediator, khususnya Perdata.Indonesia. Jakarta. mediator hakim yang telah bersertifikat

mediator

perlu

Abdurrahman dan Ridwan Syahrani. Sudikno Mertokusumo.2002.Hukum Acara 1980.Hukum dan Peradilan.Bandung : Alumni

Perdata Indonesia.Yogyakarta : Liberty.

Adi Sulistiyono.2010."Mediator Skill " Makalah Disampaikan pada Pelatihan

Soerjono Sukanto. 1988.Kesadaran Hukum Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas

dan Kepatuhan Hukum. Jakarta : Hukum UNS dengan Badan Mediasi

Rajawali.

Indonesia, pada tanggal 23 Januari Soerjono Sukanto dan Mustafa

2010 Abdullah.1987.SosioIogi Hukum

Miks Natheu B Huberman A, 1992. Analisis Dalam Masyarakat .Jakarta : Rajawali. Data Kualitatif (Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru) Terjemahan

Sutandyo Wignyosoebroto.1982.Hukum dan Metode Kajiannya.Surabaya : Yudika

Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta,UI- Press.

Unair.

M. Taufiq.2010."Pengantar Mediasi" Makalah Th. Kussunaryatun.1982.Faktor Penghambat Perdamaisn di Pengadilan Negeri

Disampaikan Pada Pelatihan Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas Hukum

Surakarta.Fakultas Hukum UNS UNS dengan Badan Mediasi

Yahya Harahap.2004.Hukum Acara Indonesia, pada tanggal 9 Januari

Perdata.Jakarta : Sinar 2010.

GrafikaPeraturan Mahkamah Agung Normin S. Pakpahan.2010 . "Merancang

(PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 Kesepakatan Dan Kode Etik Mediator"

Tentang Prosedur Mediasi di Makalah Disampaikan pada Pelatihan

Pengadilan.

Mediasi, Kerjasama BMBH Fakultas Hukum UNS Dengan Badan Mediasi Indonesia pada tanggal 17 Januari 2010.

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata.2009.Hukum Acara Perdata Dalam

Teori dan Praktek. Banduytg : CV. Mandar Maju

Satjpto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

R. Soesilo. 1985. RIB / HIR. Dengan Penjelasan.Bogor : Politea.

LEGITIMASI NIKAH SIRI MENURUT SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA

Oleh : Pranoto ABSTRACT

Philosophically, marriage is the beginning for human being to develop their live by forming a family that has the purpose to legalize the sexual intercourse actions between man and woman to get their happiness in life. In ordert to make that purpose achieved, so the nation should be involved in the process. Siri marriage, illegal marriage (based on nation's law) is a phenomenon of deviated marriage. By the doctrinal approach it is obtained that there is no base for the nation to legitimatevsiri marriage and systemically it is not suit with the UU Perkawinan No. 1 / 1974. To solve the controversy so there should be a solution for this. A marriage will be considered as legal if it is done based on the religion rules and it is noted; in the one chapter and one verse. For the need for that, it is need the adaptability of the contradictive chapter with those formula.

Keyword : Marriage, Sirri, note, system.

A. Pendahuluan

Arti perkawinan menurut Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Setiap manusia memiliki naluri untuk adalah suatu ikatan lahir dan batin antara mencintai dan dicintai. Wujud dari adanya

seseorang pria dan seseorang wanita sebagai naluri tersebut yaitu terbentuknya suatu

suami isteri dengan tujuan untuk membentuk hubungan ikatan lahir dan batin antara

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan seseorang laki-laki dan perempuan ke dalam

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. sebuah perkawinan. Pengaturan perkawinan

Pengaturan perkawinan secara Islam juga ini telah diatur dalam undang-undang dan

diatur juga dalam Peraturan Pemerintah agama masing-masing. Islam mengatur secara

Nomor 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum tegas dan mengharamkan suatu hubungan

Islam Tahun 1991.

laki-laki dan perernpuan yang bukan muhrimnya melakukan sesuatu sekehendak

Perkawinan tersebut agar dinyatakan hatinya demi rnemenuhi naturi dan hasrat

sah harus dilakukan sesuai dengan hukum biologisnya. Untuk itu diperlukan suatu ikatan

agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat 1 untuk menghalalkan hubungan tersebut

UU No. 1 /1974). Sementara Pasal 2 ayat (2) melalui suatu akad yang disebut dengan

menyebukan bahwa tiap-tiap perkawinan perkawinan.

dicatatkan menurut perundang-undangan dicatatkan menurut perundang-undangan

pertimbangan-pertimbangan tertentu, ketertiban administrasi kependudukan, bukan

misalnya karena takut mendapatkan stigma menentukan syarat sahnya perkawinan.

negatif dari masyarakat yang terlanjur Rumusan tersebut pada saat penyusunan UU

menganggap tabu pernikahan siri, atau No. 1 / 1974 dilatar-belakangi oleh ketentuan

karena pertimbangan-pertimbangan rumit syar'i bahwa pencatatan perkawinan menurut

seseorang untuk hukum Islam sifatnya tidak wajib. Semenjak

yang

rnemaksa

merahasiakan pemikahannya. kelahirannya, memang UU No.1/1974 tidak

Dengan demikian dapat dikatakan berupaya untuk menghilangkan praktek

perkawinan yang sah dilakukan menurut bahwa munculnya problematika yuridis terhadap pernikahan siri tersebut antara lain

agama (Islam) namun tidak dicatatkan. Apa disebabkan oleh rumusan tentang keabsahan

yang dikenal dengan nikah siri. Nikah siri secara etimologi berasal dari bahwa Arab

perkawinan sebagaimana ketentuan pasal 2 ayat (1) UUP. Oleh karena itu dalam

"sirrun' yang berarti rahasia. Nikah siri ialah pernikahan dibawah tangan. Dapatlah

penelitian ini dikaji mengenai legitimasi nikah sini menurut sistem hukum perkawinan di

dikatakan bahwa nikah siri adalah pemikahan dibawah tangan bersifat rahasia dan tidak

Indonesia. Dengan kajian ini diharapkan akan diketahui keberadaan nikah siri dalam

diumumkan kepada kahalayak ramai. kerangka sistem hukum perkawinan di

Masyarakat mengartikan pemikahan Indonesia dan menemukan solusi yang terbaik siri adalah :

terhadap permasalahan yang muncul. Pertama ; pernikahan tanpa wali. Pernikahan

B. Tinjauan Pustaka

semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak

1. Faktor yang Menentukan Sahnya Suatu Perkawinan

setuju, atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau karena ingin

perkawinan merupakan memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa

Hukum

bagian integral dari syari'at Islam yang tidak mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan

terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak syariat ;

Islami. Di atas dasar inilah hukum perkawinan ingin mewujudkan perkawinan di kalangan

Kedua ; pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga

orang muslim menjadi perkawinan yang bertahudid dan berakhlak, sebab perkawinan

pencatatan negara. Banyak faktor yang semacam inilah yang bisa diharapkan memiliki

menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pemikahannya di lembaga pencatatan sipil

nilai transendental dan sakral untuk mencapai tujuan perkawinan yang sejalan dengan

negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu

membayar administrasi

tujuan syari'at Islam.

pencatatan, ada pula yang disebabkan karena Sebagai komponen dari ajaran islam, takut ketahuan melanggar aturan yang

maka syari'at Islam adalah sistem norma Ilahi melarang pegawai negeri nikah lebih dari

yang mengatur hubungan manusia dengan satu, dan lain sebagainya.

Tuhannya yang disebut dengan kaidah dahulu memberikan landasaan yuridisnya, ibadah, mengatur hubungan manusia dengan

karena negara merupakan kekuasaan yang sesamanya serta hubungan manusia dengan

memiliki legalitas dan kekuatan untuk itu. alam lainnya yang disebut dengan kaidah mu'amalah. Salah satu komponen dari kaidah

Korelasinya dengan hal tersebut diatas, di Indonesia sejak tahun 1974 telah

mua'malah yang sekaligus mencakup kaidah ibadah adalah hukum yang berkaitan dengan

diundangkan suatu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Materi

al-ahwalus syakhshiyah, yang muatannya antara lain mengenai hukum munakahat /

undang-undang

tersebut merupakan kumpulan tentang hukum munakahat yang

perkawinan. terkandung didalam al-Quran, Sunnah

Rasulullah, dan kitab-kitab fikih klasik maupun perkawinan menurut syariat Islam mengikat

Ketentuan-ketentuan

mengenai

fikih kontemporer, yang telah berhasil kepada setiap muslim, dan setiap muslim

diangkat oleh sistem hukum nasional perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan

Indonesia dari hukum normatif menjadi terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu,

hukum tertulis dan hukum positif yang ikatan perkawinan diistilahkan oleh al-Qur' an

mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa dengan "mitsaagan ghalidza", suatu ikatan

kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk janji yang kokoh. Sebagai suatu ikatan yang

umat muslim Indonesia. mengandung

memperhatikan keabsahannya menjadi hal

suatu perkawinan yang sangat prinsipil. (M. Anshary K, 2010 :

Keabsahan

merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, 11).

karena berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik yang menyangkut dengan

Dalam sejarah Indonesia, sejak zaman anak (keturunan) maupun yang berkaitan kerajaan islam yang kemudian berlanjut

dengan harta. Undang-Undang Nomor 1 dengan

Tahun 1974 tentang Perkawinan telah kemerdekaan hingga saat ini, kekuasaan

rnerumuskan kriteria keabsahan suatu negara tampaknya tidak pernah lepas tangan

perkawinan, yang diatur didalam Pasal 2, dalam

sebagai berikut.

pemberlakuan hukum

perkawinan

di

(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan Indonesia. Hal ini karena terpulang kepada

fitrah Islam yang dalam rnasalah-masalah

menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

hukum kemasyarakatan, tidak mengenal pemisahan antara negara dengan agama. Dari

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut segi penerapannya, hukum munakahat /

peraturan perundang-undangan yang hukum perkawinan terrnasuk ke dalam bagian

berlaku.

hukum islam yang memerlukan bantuan kekuasaan negara. (Lihat Abdul Manan, 2006 :

Pasal 2 UU No. 1 / 1974 tersebut 9).

menetapkan dua garis hukum yang harus dipatuhi dalam melakukan suatu perkawinan.

Artinya bahwa dalam rangka pelaksanaan Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas atau pemberlakuannya, negara harus terlebih Artinya bahwa dalam rangka pelaksanaan Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas atau pemberlakuannya, negara harus terlebih

tidaknya suatu perkawinan telah diatur secara perkawinan adalah bila perkawinan itu

jelas didalam ayat (I) diatas. dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka

yang akan

melangsungkan

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sangat berpegang teguh

perkawinan tersbut. Ketentuan agama untuk sahnya suatu perkawinan bagi umat Islam

kepada aturan-aturan yang ada di dalam hukum Islam. Walaupun tidak secara tegas

dimaksud adalah yang berkaitan dengan syarat dan rukun nikah (Lihat Amir

mengatur tentang rukun perkawinan, tetapi undang-undang

tersebut menyerahkan Syarifuddin, 2006 : 59). Penjelasan Ayat (1)

tersebut menyatakan, tidak ada perkawinan persyaratan sahnya suatu perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur

di luar hukum masing-masing agamanya dan oleh agama orang yang akan melangsungkan

kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945. Dan yang dimaksud dengan hukum masing-

perkawinan tersebut. Namun demikian, undang-undang tersebut mengatur tentang

masing agamanya dan kepercayaannya itu terrnasuk ketentuan-ketentuan perundang-

syarat-syarat

perkawinan. Sedangkan kompilasi Hukum Islam secara jelas mengatur

undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang

masalah rukun perkawinan. Hal ini diatur Pasal 14, yang secara keseluruhan sama

tidak bertentangan dengan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini.

dengan yang terdapat dalam hukum Islam sebagairnana tertera dibawah ini. Dan

Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat keseluruhan rukun perkawinan tersebut, bahwa perkawinan mempunyai kaitan erat

menurut Amir Syarifuddin (2006 : 61) dengan masing-maasing agama yang dianut

mengikuti fikih Syafi'i dengan tidak oleh calon mernpelai. Dengan demikian,

mengikutkan mahar dalam rukun nikah. suatu perkawinan baru dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah secara yuridis

Di dalam hukum Islam, rukun nikah itu terdiri apabila perkawinan tersebut dilakukan

dari :

menurut agama orang yang melangsungkan

a. Calon mempelai laki-laki, calon mempelai perkawinan tersebut. Bagi orang yang

perempuan;

beragama Islam, nikahnya barun dikatakan sah secara hukum apabila pernikahannya

b. Wali dari mempelai perempuan; dilakukan menurut tata cara dan sesuai

c. Dua orang saksi;

dengan ketentuan hukum Islam.

d. Ijab dan kabul; (Amir Syarifbddin 2006 : 61) Ayat

percatatan perkawinan, bahwa

Adapun mahar, bukan merupakan perkawinan harus dicatat menurut peraturan

suatu

rukun nikah, ia merupakan syarat nikah. Oleh perundang-undangan yang berlaku. Dari dua

karena itu, mahar tidak perlu disebutkan dan ketentuan ayat ini, maka ketentuan ayat (2)

diserahkan ketika akad nikah berlangsung tidak ada kaitannya sama sekali dengan

(Amir Syarifuddin 2006 : 61). Wabbah al- masalah sah atau tidaknya suatu perkawinan,

Zuhaili menegaskan bahwa mahar merupakan Zuhaili menegaskan bahwa mahar merupakan

tersebut diberlakukan, ternyata kesadaran (Wahbad al-Zuhaili, 189: 36-37). Akan tetapi,

hukum masyarakat Islam Mesir belum hukum mahar itu wajib menyerahkan laki-laki

sepenuhnya siap menerimanya. Akibatnya, yang menikahi seorang perernpuan wajib

masyarakat yang menyerahkan mahar kepada istrinya itu, dan

banyak

diantara

melaksanakan perkawinan hanya semata- berdosa jika melakukan sebaliknya.

mata memenuhi syarat-syarat dan rukun nikah seperti yang ditulis dalam buku-buku

fikih, dan mereka tidak mendaftarkan persetujuan kedua belah pihak dan

Hakikat rukun

nikah

adalah

perkawinan mereka secara resmi kepada persesuaian kehendak kedua belah pihak

petugas pencatat nikah.

untuk saling mengikatkan diri. Karena kedua unsur ini bersifat rohani yang tak mungkin

Pemahaman dan kesadaran hukum diketahui orang lain, maka harus ada

beragama bagi ungkapan ijab dan kabul yang menjelaskan

bermasyarakat

dan

masyarakat muslim Mesir saat itu terindikasi maksud-maksud di atas. Perkawinan yang

sangat rendah. Hanya apa yang tertera dalam dilaksanakan dengan memenuhi rukun-rukun

referensi fikihlah yang sangat kental dalam tersebut di atas, telah mernenuhi ketentuan

pemahaman mereka.

bahwa perkawinan tersebut telah dianggap Syekh al-Azhar ketika menjawab

sah oleh hukum. Dengan demikian, sahnya suatu perkawinan ditentukan oleh Pasal 2

seorang perempuan Ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974

pertanyaan

dari

pimpinan majalah Al-Wathan al Arabiy pada diatas.

1985, menjelaskan bahwa aqad nikah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan syarat dan

2. Pencatatan Perkawinan

rukun nikah seperti diatur dalam syari'at Islam, adalah sah, dan mempunyai pengaruh

Di Mesir, dengan diberlakukannya hukum, seperti halalnya, seperti halalnya

Undang-Undang Nornor 78 Tahun 1931 bergaul sebagai suami-istri, hak saling

tentang al-Mahakim al-Syari'yah muncullah

keabsahan keturunannya. istilah al-zawaj al- 'urf (perkawinan dibawah

mewarisi,

Kesemuanya itu tidak tergantung kepada tangan). Dalam Pasal 99-nya ditegaskan

pencatatan dari akta nikah secara resmi. bahwa gugatan yang berhubungan dengan

Namun demikian, adanya alat bukti resmi perkawinan, serta hak-hak yang berhubungan

suatu perkawinan, menjadi sesuatu yang dengan itu, tidak bisa diterima di Pengadilan

mesti ada, apabila dihadapkan kepada hal-hal (Mahkamah), kecuali bila didasarkan atas

yang memerlukan proses peradilan, terutama adanya bukti perkawinan resmi, yakni surat

ketika terjadi perselisihan rumah tangga, nikah (Satrio Effendi M Zein, 2000:97).

status dan kedudukan anak. Hal itu karena Dalam

Undang-Undang Mesir tersebut tersebut

menegaskan bahwa, nasab seorang anak bani mengharuskan mendaftarkan secara resmi

diakui oleh pemerintah apabila ada bukti setiap perkawinan kepada pegawai pencatat

tertulis/akta kelahiran sebagai anak sah dari nikah yang secara khusus ditugaskan untuk

suami istri yang sah menurut undang-undang.

Oleh karena itu, tegas Syekh tersebut, sebuah dan kedudukan nikah yang tidak dicatatkan perkawinan hendaklah mengikuti prosedur

pada pegawai pencatat nikah walaupun resmi demi kemaslahatan dua pihak yang

tentang keharusan berakad, serta menjadi jaminan bagi segenap

undang-undang

mencatatkan perkawinan itu telah dinyatakan hak yang ditimbulkan oleh akad nikah itu

berlaku kurang lebih 35 tahun sampai tulisan (Satrio Effendi M Zein, 2000: 97).

ini disusun. Untuk jawaban pertanyaan tersebut, ada sebagian kalangan berpendapat

Tujuan utama pencatatan perkawinan bahwa oleh karena undang-undang itu dibuat

adalah demi mewujudkan

oleh pihak yang berwajib, maka kita wajib administrasi perkawinan dalam masyarakat

ketertiban

mentaatinya karena ditinjau dari isinya tidak disamping untuk menjamin tegaknya hak dan

bertentangan dan bahkan mendukung kewajiban suami dan istri. Hal ini merupakan

prinsip-prinsp ajaran Islam. Sebagian yang lain politik hukum negara yang bersifat preventif

berpendapat bahwa masalah pencatatan itu untuk mengkoordinasi masyarakatnya demi

tidak lebih dari sekedar tindakan administratif terwujudnya ketertiban dan keteraturan

yang tidak ada pengaruhnya terhadap dalam sistem kehidupan, termasuk dalam

keabsahan suatu perkawinan. masalah perkawinan yang diyakini tidak luput

dari berbagai ketidakteraturan dan pertikaian Masalah pencatatan perkawinan di antara suami istri. Karena itu keterlibatan

Indonesia diatur dalam beberapa pasal penguasa/negara

peraturan perundang-undangan berikut ini. perkawinan dalam bentuk pencatatan

dalam

mengatur

Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 merupakan suatu keharusan.

Tahun 1974 mengatur : "Tiap-tiap perkowinan dicatat menurut peraturan perundang-

berlaku. "Pencatatan Islam Mesir seperti dijelaskan diatas, kalangan

Sebagaimana halnya masyarakat

undangan

yang

dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah (PPN) masyarakat muslim Indonesia juga mengalami

sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undnag hal yang tidak jauh berbeda dengan apa yang

Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan dialami masyarakat Mesir. Di Indonesia

Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan tata cara walaupun telah ada peraturan perundangan

berpedoman kepada tentang perkawinan yang secara tegas

pencatatannya

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 mengatur masalah keharusan mendaftarkan

Tahun 1975. Selanjutnya, Pasal 10 Ayat (3) perkawinan secara resmi pada pegawai

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pencatat nikah, tetapi tampaknya kesadaran

menentukan bahwa perkawinan dilaksanakan rnasyarakat akan hukum dan pentingnya

di hadapan Pegawai Pencatat yang dihadiri suatu pencatatan perkawinan, masih dapat

oleh dua orang saksi. Fungsi pencatatan dibilang rendah. Hal ini terlihat dari

disebutkan pada angka 4.b. Penjelasan Umum banyaknya dijumpai praktik nikah siri yang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: dilakukan dihadapan kyai, tengku, modin,

"Pencatatan tiap-tiiap perbinan adalah sama ustadz, dan sebagainya (M Anshary MK 2010 :

pencatatan peristiwa- 18).

halnya dengan

dalam kehidupan Ada sebagian kalangan masyarakat

peristiwa

penting

seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang yang masih bertanya-tanya tentang hukum

dinyatakan dalam surat-surat keterangan, dinyatakan dalam surat-surat keterangan,

masing suami istri diberikan kutipan akta perkawinan tersebut. Dengan diperolehnya

Perintah Pasal 2 Ayat (2) Undang-undnag kutipan akta perkawinan itu perkawinan

Nomor 1 Tahun 1974 untuk melakukan mereka telah dinyatakan sebagai perkawinan pencatatan terhadap suatu perkawinan

yang mempunyai hak mendapat pengakutan tersebut ditujukan kepada segenap warga

dan perlindungan hukum. negara Indonesia, apakah ia berada di

Indonesia atau di luar Indonesia. Bagi warga

undang-undang untuk negara

Perintah

Indnesia yang melangsungkan mencatatkan perkawinan berlaku juga bagi perkawinannya di luar Indonesia pun diatur

bangsa Indonesia yang beragama Islam, dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal

hanya saja bedanya bahwa pencatatan

56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: perkawinan bagi umat Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama Kecamatan, sedangkan

(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar bagi bangsa Indonesia yang beraga bukan Indonesia antara dua orang warga negara

agama Islam pencatatan perkawinannya Indonesia atau seorang warga negara

dilakkan di Kantor Catatan Sipil. Indonesia dengan warga negara asing

adalah sah bilamana dilakukan menurut

tentang perintah hukum yang berlaku dinegara dimana

Ketentuan

pencatatan terhadap suatu perbuatan hukum, perkawinan itu dilangsungkan dan bagi

yang dalam ha1 ini adalah perkawinan, warga negara Indonesia tidak melanggar

sebenarnya tidak diambil dari ajaran Hukum ketentuan-ketentuan undang-undang ini;

Perdata Belanda (BW) atau Hukurn barat, tetapi diambil dari ketentuan Alllah SWT yang

(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami dicantumkan dalam al-Qur'an. Surat al-

istri itu kembali di wilayah Indonesia surat Baqarah (2) : 282: "Hai orang-orang yang bukti

beriman, apabila kamu melakukan suatu didaftarkan

di Kantor Pencatatan transaksi dalam waktu yang tidak ditentukan

Perkawinan tempat tinggal mereka. (tidak tunai) hendaklah kamu mencatatnya ... Pasal 10 Ayat (3) Peraturan

Pemerintah Tahun 1975 mengatur bahwa

merupakan suatu perkawinan harus dilaksanakan di hadapaan

Perkawinan

ikatan/akad/transaksi, yang di dalamnya sarat Pegawai Pencatat yang dihadiri oleh dua

dengan kewajiban-kewajiban dan hak, bahkan orang saksi. Dan Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (3)

beberapa perjanjian dinyatakan bahwa sesaat sesudah perkawinan

terdapat

pula

perkawinan. Kewajiban dan hak masing- dilangsungkan,

masing suami istri telah diformulasikan di menandatangani akta perkawinan yang telah

kedua

mempelai

dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 disiapkan oleh Pegawai Pencatat tersebut.

tahun 1974. Oleh karena itu, umat Islam Dengan penandatangan akta perkawinan

Indonesia harus menyadari benar bahwa tersebut. Dengan penandatanganan akta

pencatatan suatu perkawinan merupakan perkawinan tersebut, perkawinan tersebut

aspek yang sangat penting karena merupakan telah tercatat secara resmi. Selanjutnya

ajaran agama yang langsung sebagai perintah

Allah SWT, dan ajaran agama mana telah melawan hukum. Konsekuensinya bahwa berhasil diperjuangkan oleh umat Islam

perbuatan itu sama sekali tidak mempunyai Indonesia menjadi hukum positif sehingga

akibat yang diakui dan dilindungi oleh hukum. mempunyai daya mengikat dan memaksa untuk dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh

Sejalan dengan kerangka teoritik itu menurut Gani, maka suatu akad nikah dapat

umat Islam. terjadi dalam dua bentuk. Pertama, akad

Ada anggapan di kalangan umat Islam nikah yang dilakukan itu hanya semata-mata bahwa melaksanakan perkawinan dengan

memenuhi ketentuan Pasal 2 Ayat (1) hanya memenuhi ketentuan Pasal 2 Ayat 1)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, telah

telah dilaksanakan dan telah memenuhi memadai dan telah menjamin keabsahan

ketentuan agama yang dianut. Kedua, akad suatu perkawinan. Terhadap pernyataan

nikah dilakukan menurut ketentuan Ayat (1) tersebut kita sependapat. Lalu bagaimana

dan Ayat (2) secara simultan, yakni telah halnya dengan perintah undang-undang

dilaksanakan sesuai aturan agama dan telah untuk mencatatkan suatu perkawinan ?

dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (A. Gani Abdullah, 1945 : 46-48).

A. Gani Abdullah menjelaskan bahwa suatu perbuatan sepeti nikah, baru dikatakan

Apabila bentuk akad nikah yang perbuatan hukum menurut hukum) apabila

pertama yang dipilih, maka perkawinan dilakukan menurut ketentuan hukum yang

tersebut telah diakui sebagai pernikahan yang berlaku positif. Ketentuan hukum yang

sah menurut ajaran agama, tetapi tidak diakui mengatur mengenai tata cara perkawinan

sebagai perbuatan hukum yang mempunyai yang dibenarkan oleh hukum di Indonesia

akibat hukum oleh negara, Oleh sebab itu, adalah seperti yang diatur di dalam Undang-

perkawinan semacam ini tidak mendapat Undang Nornor 1 Tahun 1974 tentang

pengakuan dan tidak dilindungi secara Perkawinan. Perkawinan dengan tata cara

hukum. Sehamsnya, karena pencatatan di sini demikianlah yang mempunyai akibat hukum,

merupakan perintah Allah SWT, maka umat yakni akibat yang mempunyai hak mendapat

Islam dalam melangsungkan perkawinan pengakuan dan perlindungan hukum.

memilih bentuk kedua di atas, yakni mernenuhi ketentuan Ayat (1) dan Ayat (2)

Selanjutnya,

A. Gani Abdullah

sekaligus. Kedua unsur pada ayat tersebut menjelaskan bahwa dilihat dari segi teori

berfungsi secara kumulatif, dan bukan hukum, suatu perbuatan baru dikatakan

altematif. Unsur pertama berperan memberi sebagai perbuatan hukum jika perbuatan itu

label sah kepada perkawinan itu sedangkan dilakukan menurut hukum, oleh karena itu

unsur kedua mernberi label bahwa menimbulkan akibat hukum yakni tindakan

perkawinan tersebut merupakan perbuatan tersebut

hukum. Oleh karena itu, perbuatan itu perlindungan hukum. Sebaliknya, suatu

mendapat pengakuan dan dilindungi oleh tindakan / perbuatan yang dilakukan tidak

hukum. Dengan demikian, memenuhi unsur menurut aturan hukum, maka ia tidak

kedua (pencatatan) dalam suatu perkawinan dikatakan

menjadi sangat penting, karena walaupun sekalipun perbuatan tersebut belum tentu

sebagai

perbuatan

hukum hukum

interpretasi merujuk pada sarana untuk tersebut merupakan bukti otentik tentang

kelenturan peraturan telah dilangsungkannya perkawinan yang sah.

mengatur

daya

perundang-undangan dapat pula terjadi pada hukum yang dibuat oleh pembuat perundang-

Dengan demikian, melaksanakan

dengan metode perkawinan hanya rnemenuhi unsur agama

undangan.

Berkaitan

interpretasi hukum ini, maka metode saja sebagaimana ketentuan Pasal 2 Ayat (1)

interpretasi hukum pada penelitian ini diatas, itu

meliputi interpretasi gramatikal, interpretasi perkawinan tersebut telah dinyatakan sah

belum

cukup, walaupun

historis, interpretasi perbandingan hukum, oleh agama karena unsur yang kedua

interpretasi antisipasi, dan interpretasi menyangkut

meskipun akhirnya secara tidak langsung juga akan dapat berkaitan dengan masalah yuridis,

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

khususnya mengenai hal pembuktian. Jadi, untuk dapat membuktikan bahwa suatu

Nikah sirri artinya adalah nikah perkawinan telah dilangsungkan sesuai

rahasia, lazim juga disebut dengan nikah dibawah tangan atau nikah liar. Dalam fikih

dengan ajaran agama adalah melalui akta nikah, karena akta nikah merupakan bukti

Maliki, nikah sirri diartikan sebagai nikah yang atas

suami, para saksi otentik.

pesan

merahasiakannyn

untuk istrinya atau

C. Metode Penelitian

jamaahnya, sekalipun keluarga setempat (Masjfbk Zuhdi, 1998 : 8). Selanjutnya

Penelitian ini adalah penelitian dikatakan bahwa Mazhab Maliki tidak hukum. Data dalam penelitian ini berupa data

membolehkan nikah sirri, nikahnya dapat sekunder, sedangkan sumbernya adalah

dibatalkan dan pelakunya dapat diancam peraturan perudang-undangan, literatur,

dengan hukuman had berupa cambuk atau jurnal, hasil penelitian, buku dan bahan

rajam. Mazhab Syafi'i dan hanafi juga tidak pustaka lainnya yang isinya sesuai dengan

memperbolehkan nikah sirri. Khalifah Umar topik penelitian. Data dikumpulkan dengan

bin Khatthab pernah mengancam pelaku menelusuri

nikah sirri dengan hukuman had. Larangan dikategorisasikan sesuai kebutuhan. Data

nikah sirri ini didasarkan kepada bebetapa dianalisis melalui proses pengorganisasian

Hadis, anatara lain berbunyi : "alinuu haadza dan diurutkan serta menggunakan berbagai

an-nikaah waj 'aluuhu fil masaajid wadhribuu metode interpretasi/penafsiran. Interpretasi

'alaihi bidz-dzufuq (Hadis riwayat Tirmidzi dan hukum lahir dari kesulitan hakim pada waktu

'Aisyah). Artinya : " Umumkanlah nikah ini, memahami maksud pembuat undang-undang.

dan laksanakanlah di masjid, serta Selain itu dalam kaitannya dengan usaha

ramaikanlah dengan menabuh gendang." menemukan hukum (rechtsvinding). Artinya

hukum harus ditemukan dan apabila tidak Dalam pengamatan di lapangan, berhasil menemukan hukum tertulis harus

nikah sirri dapat dibedakan kepada dua jenis. dicari dari hukum yang hidup dalam

Pertama, akad nikah yang dilakukan oleh masyarkat, yaitu berupa pembentukan hukum

seorang laki-laki dan seorang perempuan seorang laki-laki dan seorang perempuan

yang spesifik dari nikah sirri. Istilah nikah hanya dihadiri oleh laki-laki dan

perkawinan dibawah tangan muncul setelah perempuan yang akan melakukan akad nikah,

diberlakukannnya secara efektif Undang- dua orang saksi, dan guru atau ulama yang

Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang menikahkan

Perkawinan. Perkawinan dibawah tangan pendelegasian dari wali nikah yang berhak.

tanpa

memperoleh

yang disebut juga sebagai perkawinan liar Padahal guru atau ulama tersebut dalam

pada prinsipnya adalah perkawinan yang pandangan hukum Islam tidak berwenang

menyalahi hukum, yakni perkawinan yang menjadi wali nikah, karena ia tidak termasuk

dilakukan di luar ketentuan hukum dalam prioritas wali nikah.

perkawinan yang berlaku positif di Indonesia. Selanjutnya, oleh karena perkawinan dibawah

Kedua, adalah akad nikah yang telah tangan tidak mengikuti aturan hukum yang

memenuhi syarat dan rukun suatu berlaku, perkawinan semacam itu tidak perkawinan yang legal sesuai dengan

mempunyai kepastian dan kekuatan hukum ketentuan hukum Islam, tetapi tidak

dan karenanya, tidak pula dilindungi oleh dicatatkan sesuai dengan kehendak Undang-

hukum.

Undang Perkawinan di Indonesia (Lihat Wahbad a1 Zuhaili, 1989 : 71). Abdul Gani

Melihat indkator yang dikemukakan Abdullah

oleh A. Gani Abdullah di atas untuk dapat mengetahui apakah pada suatu perkawinan

mengidentifikasi apakah suatu perkawinan itu itu terdapat unsure sirri atau tidak, dapat

merupakan perkawinan sirri atau perkawinan dilihat dari tiga indikator yang harus selalu

legal, istilah perkawinan di bawah tangan menyertai suatu perkawinan legal. Apabila

sebenarnya merupakan istilah lain dari nkah salah satu faktor saja tidak terpenuhi,

sini. Hal itu karena, dari ketiga unsur yang perkawinan itu dapat di identifikasi sebagai

hams ada pada suatu perkawinan logis yang perkawinan sirri. Tiga indikator itu adalah,

diakui oleh hukum tersebut di atas, ada Pertama, subjek hukum akad nikah yang

unsur-unsur yang tidak terpenuhi di dalam terdiri dari calon suami, calon istri, dan wali

perkawinan dibawah tangan. Unsur yang nikah adalah orang yang berhak sebagai wali,

tidak terpenuhi itu setidak-tidahya adalah dart dua orang saksi. Kedua, kepastian hukum

unsur kedua dan ketiga, yaitu perkawinan dari pernikahan tersebut, yaitu ikut hadirnya

tersebut tidak dicatatkan pada Pegawai Pegawai Pencatat Nikah pada saat akad nikah

Pencatat Nikah dan tidak diumumkan kepada dilangsungkan; dan Ketiga, walimatal'ursy,

masyarakat luas.

yaitu suatu kondisi yang sengaja diciptakan Seperti telah disinggung diatas,

untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa di antara kedua calon suarni istri inilah

bahwa perkawinan yang dilakukan secara sirri / perkawinan dibawah tangan tidak selalu

letak hakikat filosofis dari Hadis Rasululah SAW tersebut (A. Gain Abdullah, 1995 : 26).

merupakan perkawinan yang tidak sah baik dilihat dari aspek hukum islam maupun dari

Bagaimana halnya dengan istilah aspek hukum positif. Kalau pemikiran dan perkawinan dibawah tangan ? Apakah sama

pendapat yang mengatakan bahwa setiap pendapat yang mengatakan bahwa setiap

nikah sirri dengan laki-laki lain. Hal itu hukum Islam dapat disepakati, maka

karena ia merasa belum bercerai dengan istrinya, tetapi si istri telah tinggal

perkawinan itu sah baik menurut hukum bersama laki-laki lain. Islam maupun menurut hukum positif. Hal itu

karena Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang omor

Adapun

masalah pencatatan

I Tahun 1974 tentang Perkawinan pun perkawinan yang tidak dilaksanakan tidaklah menyatakan

mengganggu keabsahan suatu perkawinan perkawinan apabila dilakukan sesuai dengan

yang telah dilaksanakan sesuai hukum Islam ajaran agama orang yang melakukan

menyangkut aspek perkawinan itu. Karena itu perkawinan sirri /

karena

sekadar

administratif. Hanya saja jika suatu dibawah tangan semacam ini apabila telah

perkawinan tidak dicatatkan, maka suami-istri memenuhi syarat dan ntkun nikah menurut

tersebut tidak memiliki bukti-otentik bahwa hukum Islam adalah sah secara hukum Islam

rnelaksanakan suatu maupun hukum positif. Hanya saja

mereka

telah

perkawinan yang sah. Akibatnya, dilihat dari perkawinan itu tidak dicatatkan sehing ga

aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak dikatakan nikah di bawah tangan.

diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum pemerintah, sehingga tidak

Yang sukar untuk dilegalkan serta mempunyai kekuatan hukum (no legal form). tidak mempunyai landasan hukum yang jelas

Oleh karena itu, perkawinan tersebut tidak adalah praktik kawin sirri/kawin dibawah

dilindungi oleh hukum, dan bahkan dianggap tangan yang dilakukan oleh sebagian umat

tidak pernah ada/never existed. Islam dihadapan kyai, tengku, ulama, tuan guru atau modin. Kerancuan yang terjadi

Jika ditinjau dari aspek politis dan adalah sebagai berikut :

sosiologis,

mencatatkan suatu perkawinan, akan menimbulkan dampak

tidak

 Pada saat dilangsungkan akad nikah, yang

sebagai berikut :

menjadi wali nikah adalah kyai, guru, tengku, modin, sementara tidak ada

a. Masyarakat muslim Indonesia dipandang pendelegasian hak wali tersebut dari wali

tidak mempedulikan kehidupan berbangsa nikah yang berhak kepada kyai, tengku

dan bernegara dalam bidang hukum, yang atau modin tersebut. Pernikahan tersebut

pada akhirnya sampa pada anggapan tidak diketahui sama sekali oleh wali

pelaksanaan ajaran Islam nikah yang sah. Akad nikah semacam ini

bahwa

jelas tidak sah karena cacat di bidang wali tidakmembutuhkan keterlibatan negara, nikah. Sedangkan, di Islam dikenal

yang pada akhirnya lagi mengusung prioritas wali.

bahwa agama harus  Pada saat perkawinan dilaksanakan, tidak dipisahkan dari kehidupan kenegaraan,

pandangan

diperhitungkan apakah calon istri masih yang dikenal dengan istilah sekularisme. dalam ikatan perkawinan dengan suami

lain atau tidak. Terkait dengan hal ini

b. Akan mudah dijumpai perkawinan dibawah banyak muncul kasus seorang suami

tangan, yang hanya peduli pada unsur datang ke Pengadilan Agama/Mahkamah

agama saja dibanding unsur tatacara Syr'iyah dan menanyakan tentang status

pencatatan perkawinan.

c. Apabila terjadi wanprestasi terhadap janji Ketiga; pernikahan yang diraha-siakan perkawinan,

karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, putusnya perkawinan akan terbuka secara

misalnya karena takut mendapatkan stigma bebas sesuka hati suami atau istri, tanpa

negatif dari masyarakat yang terlanjur ada akibat hukum apa-apa, sehingga

menganggap tabu pernikahan siri, atau hampir sernua kasus berdampak pada

karena pertimbangan-pertimbangan rumit wanita/istri dan anak-anak (M Anshary

seseorang untuk MK, 2010 : 30).

yang

memaksa

merahasiakan pernikahannya. Membicarakan masalah nikah siri

Berkaitan hukum tidak rnencatat-kan akan menarik jika ditilik dari perspekti hukum,

pernikahan di lembaga pencatatan negara, baik hukum Islam maupun hukum positif yang

maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut : berlaku di negara kita. Memahami nikah siri yang hanya berdasarkan pada perspektif

Pertama, pada dasarnya, fungsi hukum Islam adalah keliru karena kita hidup

pencatatan pernikahan pada lembaga dalam sebuah negara yang dasar hukum

pencatatan sipil adalah agar seseorang negaranya tidak berdasarkan pada syariat

memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar

islam, tetapi berdasarkan pada hukurn positif nasional. Namun pada dasarnya, hukum Islam

telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah

pun sebenarnya melarang nikah siri. Pernikahan siri sering diartikan oleh

sebagai bukti syar'iy (bayyinah syar'iyyah) masyarakat umurn dengan ;

adalah dokumen resrni yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada

Pertama; pernikahan tanpa wali. lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang Pernikahan semacam ini dilakukan secara

telah memiliki sebuah dokumen resmi yang rahasia (siri) dikarenakan pihak wali

bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) perempuan tidak setuju; atau karena

di hadapan majelis peradilan, ketika ada menganggap absen pernikahan tanpa wali;

sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu

maupun sengketa yang lahir akibat syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi

pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, ketentuan-ketentuan syariat;

perceraian, nafkah dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan

Kedua; pernikahan yang sah secara oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti agama namun tidak dicatatkan dalam

syar'iy. Kesaksian dari saksi-saksi pemikahan lembaga pencatatan negara. Banyak faktor

yang menyaksikan yang

atau

orang-orang

pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh mencatatkan pernikahannya di lembaga

negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak pencatanan sipil negara. Ada yang karena

boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat faktor biaya alias tidak mampu membayar

membuktikan keabsahan administrasi pencatatan; ada pula yang

bukti

untuk

pernikahan seseorang adalah dokumen disebabkan karena takut ketahuan melanggar

tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan aturan yang melarang pegawai negeri nikah

keabsahan alat bukti lain selain dokumen lebih dari satu; dan lain sebagainya.

tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pada jarak sekian meter. Jika seseorang pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya.

melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh Berdasarkan

memberi sanksi kepadanya dengan denda, disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri

cambuk, penjara dan lain sebagainya. Khalifah tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah,

juga memiliki kewenangan untuk menetapkan dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari

takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-

khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan saksi yang menghadiri pernikahan siri

perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan tersebut sah dan harus diakui sebagai alat

sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya bukti syar'iy. Negara tidak boleh menolak

dalam hal tersebut. Khalifah juga memiliki kesaksian mereka hanya karena pernikahan

kewenangan untuk menetapkan aturan- tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan

aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, sipil; atau tidak mengakui hubungan

tempat penyewaan permainan, dan tempat- pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan

tempat umum lainnya; dan ia berhak lain yang lahir dari pernikahan sirri tersebut.

memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.

Kedua, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar negara berhak

Demikian juga dalam hal pengaturan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang

urusan pernikahan. Khalifah boleh saja yang melakukan tindakan mukhfalat .

aturan-aturan administrasi Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang

menetapkan

tertentu ntuk mengatur urusan pernikahan; Khalifah dan orang yang diangkatnya)

misalnya, aturan yang mengharuskan orang- mernpunyai hak untuk menetapkan aturan-

orang yang menikah untuk mencatatkan aturan tertentu untuk mengatur urusan-

pernikahnnya di lembaga pencatatan resmi urusan rakyat yang belum ditetapkan

negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh

ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. syariat;

Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi pembangunan rumah, eksplorasi dan lain

seperti urusan

lalu

lintas,

bagi orang yang tidak mencatatkan sebagainya. Khalifah memiliki hak dan

pernikahannya ke lembaga pencatatan berwenang

orang yang tidak semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan

mengatur

urusan-urusan

negara. Pasalnya,

pernikahannya dilembaga yang ditetapkan oleh khalifah dan qadliy

mencatatkan

pencatatan negara -padahal negara telah dalam perkara-perkara semacam ini wajib

rnenetapkan aturan tersebut telah terjatuh ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa

pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam

sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya urusan-urusan tersebut, maka ia telah

kepada khalifah dan orang yang diberinya terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan

kewenangan.

berhak mendapatkan sanksi mukhalafat. Misalnya,

Ketiga, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus

menetapkan jarak halaman rumah dan jalan- jalan umum, dan melarang masyarakat untuk

negara tidak boleh membangun atau menanam di sampingnya

semacam

ini

mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mempidanakan dan menjatuhkan sanksi

pemikahan itu, akan tercipta sebuah tatanan pernikahannya

bersangkutan, termasuk ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak

pengaruhnya dalam bersosialisasi di kalangan membebani seseorang di luar batas

masyarakat. Jika disembunyikan, maka kemampuannya. Oleh karena itu, Negara

dikhawatirkan muncul permaslahan di tidak boleh mempidanakan orang tersebut,

belakangan hari seperti tangung jawab bahkan

wajib memberikan pelayanan terhadap isteri dan anak yang lahir dari pencatatan gratis kepada orang-orang yang

pernikahan tersebut.

tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.

Perempuan yang nikah siri, misalnya, secara catatan hukum atau administrasi tidak Keempat, pada dasarnya, telah

memilki identitas yang jelas di hadapan rnendorong umatnya untuk menyebarluaskan

negara. Akibatnya, sulit untuk menapatkan pernikahan

hak-haknya sebagai seorang istri. Di samping walimatul'ursy. Anjuran untuk melakukan

dengan

menyelenggarakan

itu status yang kurang jelas dihadapan walirnah, walaupun tidak sampai berhukum

masyarakat memaksa perempuan yang wajib akan tetapi nabi sangat rnenganjurkan

terikat dalam pernikahan siri juga dirugikan. (sunah muakkadah). Hal semacam ini

Pernikahan siri berdampak pula pada tentunya berbeda dengan pernikahan yang

kelemahan posisi anak secara hukum. Anak- tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain

anak rentan untuk tidak mendapatkan haknya akan menyebabkan munculnya fitnah;

karena tidak kuat secara hukum. Ada kasus misalnya jika prempuan yang dinikahi siri

anak-anak hasil nikah sri sulit mengurus izin hamil, maka akan muncul duguan-dugaan

pendidikan karena idak memiliki surat atau negatif dari masyarakat terhadap perempuan

akta kelahiran, karena tidak diakui ayah tersebut; pernikahan

kandungnya. Pelarangan nikah siri ini intinya menyulitkan pelakunya ketika dimintai

siri juga

akan

akan menjamin hak istri dan anak. Dimana persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia

apabila terjadi percerian, maka istri dan anak tidak memilki dokumen resmi, maka dalam

akan tetap memperoleh hak waris karena semua kasus yang membutuhkan persaksian,

pernikahnnya telah dicatat di pejabat sipil. ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan

Jadi, nikah siri itu tidak adil bagi kaum sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat

perempuan dan anak.

menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga

Dalam ajaran agama apa pun dan pencatatan negara menjadi relevan, demi

dalam etika sosial masyarakat dimana pun, semua umumnya sepakat bahwa kehadiran

mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta ntuk

perempuan dan anak mutlak harus dilindungi dari semua bentuk ancaman perlakuan kasar

mencegah adanya fitnah.

tekanan psikis. Tetapi, untuk Idealnya perkawinan adalah suatu

serta

memastikan agar perempuan tidak menjadi peristiwa yang membahagiakan dan layak

korban yang dirugikan dalam lembaga dan diberitahukan karena berkaitan dengan status

kehidupan perkawinan dengan pasangannya, kehidupan perkawinan dengan pasangannya,

yang memperkuat nilai, norma dan payung hukum yang pro-

Argumentasi

bahwa pencatatan rnenentukan keabsahan perempuan, tapi yang juga tak kalah penting

perkawinan adalah :

adalah upaya-uapaya yang lebih berorientasi pada pemberdayaan perempuan secara

1. Dengan dicatat oleh lembaga resmi maka akan memberikan perlindungan hukum

mandiri. Dan alasan yang menguatkan agar tidak dilakukannnya nikah siri karena nikah

yang kuat kepada pihak wanita, anak yang dilahirkan dan akibat-akibat yang timbul

siri itu hanya sah menurut agama tetapi menurut hukum itu tidak sah, padahal Negara

akibat

perkawinan. Misalnya akta kelahiran, hak mewaris, perlindungan bila

Indonesia sendiri merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum (pasal 1 ayat 1 UUD

terjadi KDRT dan sebagainya. Pihak-pihak tersebutlah yang selama ini tidak

mendapat perlindungan dengan nikah siri. melindungi perempuan dari kemungkinan

menjadi korban dalam pernikahan siri, kawin

2. Sebagai penganut law is a tool for social kontrak, atau yang lain dalam pasal-pasal

engineering, maka hukum (baca UU) ketentuan hukum harus diakui rawan terjebak

sebagai sarana untuk ke dalam sikap "hitam-putih" yang terkadang

ditempat

merekayasa hendak kemana masyarakat kurang mempertimbangkan situasi nyata di

dituju. Dengan pencatatan menentukan masyarakat. Tapi sikap yang menolak secara

keabsahan maka ketertiban administrasi membabi-buta dan seolah-olah menutup

kependudukan akan tercapai. Seperti kita mata terhadap

tahu bahwa ketertiban merupakan salah perempuan yang menjadi korban dalam

penderitaan

sebagian

satu tujuan hukum disamping keadilan dan pernikahan siri dari laki-laki yang pragmatis

kepastian. Dengan pencatatan pula akan dan sekadar melegitimasi syahwatnya belaka

lebih mudah mendapatkan kepastian tentu juga bukan sikap yang bijak.

status seseorang dalam hubungan keluarga Solusi yang peneliti tawarkan adalah

dan tujuan lebih jauh maka akan tercapai dengan mengubah ketentuan keabsahan

keadilan, misalnya dalam pembagian warisan kelak di kemudian hari.

perkawinan sehingga rumusannya menjadi sebagai berikut : "perkawinan adalah sah

3. Indonesia bukan negara sekuler yang apabila dilangsungkan menurut hukum

menyerahkan perkawinan sebagai urusan agamanya dan dicatatkan pada lembaga

dengan pendekatan negara pencatat perkawinan". Rumusan ada dalam

privat,

kesejahteraan negara berhak ikut campur satu ayat, tidak seperti yang ada dalam UUP

dalam urusan privat selama itu bertujuan (dalam dua ayat) sehingga pencatatan bukan

untuk kesejahteraan umum. Demikian pula kriteria pengesahan, namun hanya kawajiban

halnya dengan pencatatan perkawinan ini, administrasi. Implikasi dari solusi tersebut

hal ini sebagai bentuk tanggungjaab adalah perlunya penyesuaian pasal-pasal yang

negara guna mewujudkan keadilansosial. kontradiktif dengan pasal 2 ayat (1), misalnya

tentang persyaratan poligami dan sebagainya.

4. Dalam khasanah peradilan islam, negara (dalam hal ini khalifah atau amir atau pemerintah yang sah) mempunyai hak 4. Dalam khasanah peradilan islam, negara (dalam hal ini khalifah atau amir atau pemerintah yang sah) mempunyai hak

F. Saran

guna mengatur urusan-urusan rakyat yang

perdebatan mengenai belum ditetapkan ketentuan dan tatacara

Agar

keabsahan perkawinan tak berlarut-larut pengaturannya oleh syariat. Khalifah

rnemiliki hak dan wewenang mengatur maka hendaknya rumusan keabsahan perkawinan dimuat dalam satu pasal dan satu

urusan-urusan semacam ini berdasarkan istihadnya. Aturan yang ditetapkan

ayat; dengan bunyi sebagai berikut "perkawinan

adalah sah apabila tersebut wajib ditaati dan dilaksanakan

oleh rakyatnya. Urusan-urusan tersebut dilangsungkan menurut hukum agamanya dan dicatatkan

lembaga pencatat antara lain dalam hal berlalu lintas, jarak

pada

rumah dengan jalan, takaran timbangan

perkawinan"

dan sebagainya. Ia berhak menjatuhkan

G. Daftar Pustaka

sanksi kepada yang melanggar aturan tersebut. Demikian juga halnya dalam

Abdul Manan. 2006. Reformasi Hukum Islam urusan pernikahan dengan menetapkan

di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo. bahwa pencatatan menjadi salah satu penentu keabsahan perkawinan. Bagi

A. Gani Abdullah. 1995. “Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia

pihak-pihak yang

terlibat

dalarn

Hukum. No. perkawinan, jika tidak mencatatkan,

Mimbar

23/95,Yogayakarta: FH-UGM. melakukan nikah siri, maka diancam

dengan suatu

Ahmad Azhar Basyir. 2007. Hukum kurungan.

hukuman

misalnya

Perkawinan Islam. Yogyakarta : UII Press.

5. Pencatatan perkawinan

juga

tidak

bertentangan dengan hukum perkawinan Amir Syarifuddin. 2006. Hukum Perkawinan Islam, banyak manfaatnya daripada

Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada mudharatnya.

Media.

6. Kecenderungan di negara Islam, misalnya Anshary MK. 2010. Hukum Perkawina di Mesir

Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. pencatatan perkawinan merupakan suatu

kewajiban dan penentuan keabsahan Bernard Arief Sidharta. 2000. Refleksi Tentang perkawinan.

Struktur flmu Hukum. Bandung : CV Mandar Maju.

E. Simpulan

………….. 2007. Pengantar Hukum. Ilmu Dari penelitian dan pembahasan

Hukum. Teori Hukum dan Filsafat dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan

Hukum. Bandung : Refika Aditama. dasar

legitimasi bagi negara

untuk

mengesahkan nikah siri, bahkan secara DHN Meuwissen dalam P. Van Dik. 1985. sistemik nikah sirri rnelanggar Undang-

Inliding Tot de Studien Van Het undang No 1 / 1974 tentang Perkawinan.

Nedelandse recht. Acttiende Druk. Zwolle : WEJ Tjoenk Wiillink.

Michael Bogdan.

Wahbad al-zuhaili. 1989. Al-fiqh al Islam wa Perbandingan Sistem Hukum. Bandung :

Pengantar

adillatuhu. Jus 7. Beinut : Darul Fikri. Nusa Media.

H. Persantunan

Jujun S. Suniasumantri. 198 5. Filsafat llmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :

Peneliti mengucapkan terimakasih Pustaka Sinar Harapan.

kepada tim reviewer dan KPPMF Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan saran

Lasiyo. 2006. Hand Out Filsafaf Ilmu. dan kritik demi perbaikan laporan penelitian, Yogyakarta : Sekolah Pasca Sarjana

dan kepada pengelola anggaran DIPA FH UNS UGM.

yang telah rnemfasilitasi dan rnenyalurkan anggaran guna terlaksananya penelitian ini.

Masjfuk Zuhdi. 1996. "Nikah Siri, Nikah Dibawah tangan dan status anaknya menurut hukum Islam dan Hukum

Positif". Mimbar Hukum. No.28/96. Yogyakarta : FH-UGM.

PRANOTO

Peter Mahmud. 2006. Peneliti Hukum. Jakarta Dosen FH UNS dalam MK Hukum Perdata, : Kencana Perdana Media Group.

HPI, Hukum Kontrak, PIH (S 1); Hukurn Lembaga Pembiayaan (S2). Lulus S1 FH UGM

Satria Effendi M Zein. 2000. "Hukum Islam Perkembangan dan Pelaksanaan di

Yogyakarta tahun 1988. Lulus S2 Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum UNAIR Surabaya

No.28/2000. Yogyakarta: FH-UGM.

tahun 1998.

…………….. 2004. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Jakarta :

Prenada Media.