UU NO. 15 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik : Suatu Analisis

Amir Shaharuddin: Shariah Governance of Malaysian Islamic…

UU NO. 15 TAHUN 2011
TENTANG AKUNTAN PUBLIK : SUATU ANALISIS
Hasan Sakti Siregar & Fahmi Natigor Nasution
Dosen FE Universitas Sumatera Utara
Abstract: This study aimed to find out whether the Law no. 5 of 2011 already
contained the rules that can protect the public interest, while protecting the
public accounting profession. Whether those rules have reflected a good good
governance that emphasizes principles: participation, transparency, akutabilitas,
independence, equality, effectiveness, efficiency, responsibility, and oriented
kosensus. The study was done by analyzing the article by article, published in
Law No. 5 of 2011, particularly articles that are not in place is made in the Act.
Test the consistency of article by article and assess whether this Act has provided
the basic framework or blueprint for the development of public accounting
profession in the future to realize the Indonesia Public Accountant who has an
international quality so it is ready to compete internationallevel. These studies
suggest there are several chapters that should not need to be contained in the Act,
just published in the Government or the Minister, for example, article 18
paragraph 2 of the requirements for obtaining a business license KAP, article 20
paragraph 2 of the requirements to obtain permits establishment of branches of

KAP. Article 6 requirement of obtaining permission to be AkuntanPublik and
article 7 of the requirement of obtaining permission of Foreign Public
Accountants. Another finding is article 58 of Law No 5 of 2011 is inconsistent
with the Act No. 16 of 2000 and the Public Accountants Professional Standards.
Keywords : good governance, and consistency
PENDAHULUAN
Akuntan Publik merupakan suatu
profesi yang menghasilkan jasa asurans dan
jasa non asurans. Jasa asurans merupakan
jasa utama yang digunakan oleh publik
sebagai bahan pertimbangan penting dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Adapun
yang dimaksud dengan jasa asurans adalah
jasa untuk memberi keyakinan
bagi
pengguna atau user atas hasil evaluasi atau
pengukuran informasi keuangan dan
nonkeuangan berdasarkan suatu kriteria.
Dengan kata lain jasa asurans adalah jasa
profesional yang diberikan oleh pihak yang

independen dalam hal ini, akuntan publik
untuk meningkatkan mutu informasi bagi
pengambil keputusan. Jasa nonasurans
adalah jasa yang diberikan akuntan publik
yang didalamnya Akuntan Publik tidak
memberikan pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan atau keyakinan dalam
bentuk lain. Termasuk dalam jasa asurans
adalah jasa audit, jasa pemeriksaan, atau
examination, jasa review, dan prosedur
yang disepakati, sedangkan yang termasuk
jasa nonasurans antara lain adalah jasa
58

konsultasi, jasa kompilasi dan jasa
perpajakan.
Dengan demikian akuntan
publik memiliki peran penting dalam
peningkatan kualitas dan kredibilitas
laporan keuangan suatu entitas.

Peran penting Akuntan Publik
dipertegas dalam berbagai UU yang
menyatakan peranan akuntan publik,
misalnya UU perseroan terbatas, UU pasar
modal, UU perbankan, UU pemilu, UU
BPK, UU pemeriksaan tanggung jawab
pengelolaan keuangan negara, dan masih
banyak lagi UU lainnya. Akuntan publik
merupakan profesi pendukung kegiatan
suatu entitas baik yang berorientasi laba
maupun yang tidak berorientasi laba. Oleh
karenanya
akuntan
publik
wajib
memutakhirkan
kompetensi
dan
meningkatkan profesionalisme agar dapat
memenuhi kebutuhan para pengguna jasa.

Namun demikian, kemungkinan terjadinya
kesalahan baik disengaja maupun tidak
disengaja dalam pemberian jasa Akuntan
Publik, selalu akan tetap ada, karena
akuntan publik juga manusia yang tak luput
dari kesalahan dan kesilapan. Untuk itu

Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011

diperlukan undang–undang yang mengatur
profesi Akuntan Publik yang dapat
melindungi kepentingan publik, dan
sekaligus melindungi profesi Akuntan
Publik.
Di Indonesia undang- undang yang
khusus mengatur profesi Akuntan Publik
secara menyeluruh belum ada, sebelum
lahirnya UU No. 5 tahun 2011. UU No. 34
tahun 1954 tentang pemakaian gelar
akuntan, yang terdiri dari tujuh pasal belum

mengatur secara keseluruhan profesi
Akuntan Publik, dan sudah tidak sesuai
dengan perkembangan profesi Akuntan
Publik saat ini. UU No.34 tahun 54 belum
mengatur hal yang mendasar dalam profesi
Akuntan Publik sebagaimana UU No. 5
tahun 2011 dengan tujuan untuk:
a. melindungi kepentingan publik;
b. mendukung perekonomian yang sehat,
efisien dan transparan;
c. memelihara integritas profesi akuntan
publik;
d. meningkatkan kompetensi dan kualitas
profesi akuntan publik; dan
e. melindungi kepentingan profesi akuntan
publik sesuai dengan standar dan kode
etik profesi.
Harapan kita pasal demi pasal yang
tercantum dalam UU No 5 tahun 2011
mengarah pada pencapaian kelima tujuan

tersebut. Mengingat pembuatan undangundang ini sudah dimulai sejak sepuluh
tahun yang lalu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan
publik tidak jauh berbeda dengan RUU
tentang Akuntan Publik. Jika dalam RUU
Akuntan Publik yang diajukan ke DPR
terdiri dari 69 pasal,sedangkan dalam UU
Akuntan Publik yang telah di syahkan DPR
terdiri dari 62 pasal hal ini menunjukkan
tidak banyak terjadi perubahan.
Jika
dibandingkan dengan UU No. 34 tahun 54
tentang pemakaian gelar akuntan dengan
UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan
publik jelas telah terjadi pertambahan pasal
yang sangat signifikan, yakni dari tujuh
pasal menjadi enam puluh dua pasal.
Namun yang menjadi masalah adalah
apakah pertambahan pasal tersebut telah

mengatur hal-hal yang mendasar dalam
profesi Akuntan Publik, melindungi
kepentingan
publik,
dan
sekaligus

melindungi profesi Akuntan Publik dan
konsisten dengan berbagai UU yang ada di
NKRI? Jika ditinjau dari isi undang-undang
No 5 tahun 2011, mengatur antara lain :
1. Lingkup jasa akuntan publik;
2. Perizinan akuntan publik dan Kantor
Akuntan Publik (KAP);
3. Hak, kewajiban, dan larangan bagi
akuntan publik dan KAP;
4. Kerja sama antar Kantor Akuntan
Publik atau Organisasi Audit Indonesia
(OAI) dan kerja sama antar KAP dan
Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA)

atau Organisasi Audit Asing (OAA);
5. Asosiasi Profesi Akuntan Publik;
6. Komite Profesi Akuntan Publik;
7. Pembinaan dan pengawasan oleh
menteri;
8. Sanksi administrasi;
9. Ketentuan pidana;
10. Ketentuan umum yang berisi definisi
berbagai istilah yang digunakan.
Sewaktu masih draft, RUU Akuntan
Publik terdiri dari 69 pasal, 15 bab, setelah
menjadi UU Akuntan Publik berubah
menjadi 62 pasal 16 bab. Berikut ini adalah
analisis penulis terhadap beberapa pasal
dari undang-undang no 5 tahun 2011 yang
tidak pada tempatnya, dan pasal yang tidak
konsisten dengan undang-undang lain yang
berlaku di NKRI.
Pasal 58 UU No 5 tahun 2011 tentang
akuntan publik menyatakan :

1. Akuntan
Publik
yang
melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 55 dibebaskan dari tuntutan pidana
apabila perbuatan yang dilakukan telah
lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal laporan hasil pemberian jasa.
2. Akuntan Publik dibebaskan dari gugatan
terkait
dengan
pemberian
jasa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (1) dan ayat (3) apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 55
yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal laporan
hasil pemberian jasa.

Pasal 58 ini jelas bertentangan dengan
undang-undang No 16 tahun 2000 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
khususnya pasal 28 ayat 11 yang
menyatakan :

59

Hasan Sakti Siregar ,Fahmi Natigor Nasution : UU No.15 Tahun 2011 Tentang Akuntan...

“buku-buku, catatan-catatan, dokumendokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain wajib
disimpan selama 10 tahun di Indonesia,
yaitu di tempat kegiatan atau di tempat
tinggal wajib pajak orang pribadi atau
ditempat kedudukan bagi wajib pajak
badan.” Hal ini diperkuat lagi oleh Standar
Auditing Seksi 339 paragraf 08 mengatur
bahwa auditor harus menerapkan prosedur
memadai untuk menjaga keamanan kertas

kerja dan harus menyimpannya sekurangkurangnya 10 tahun, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan prakteknya dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai
penyimpanan dokumen. Dengan demikian
jelaslah pasal 58 UU No 5 tahun 2011 tidak
konsisten dengan UU No 16 tahun 2000
dan Standar Profesional Akuntan Publik.
Pasal 18 UU No 5 tahun 2011 ini
memuat persyaratan untuk mendapatkan
izin usaha KAP, begitu juga pasal 20
memuat persyaratan untuk mendapatkan
izin pendirian cabang KAP, pasal 6
persyaratan untuk mendapatkan izin
menjadi Akuntan Publik, pasal 7
persyaratan untuk mendapatkan izin
menjadi Akuntan Publik asing, jelas tidak
pada tempatnya. Persyaratan seperti ini
cukup dimuat dalam peraturan Menteri
Keuangan, karena jika dimuat dalam
undang-undang
akan
menimbulkan
kesulitan apabila terjadi penambahan atau
pengurangan persyaratan, maka undangundang harus direvisi terlebih dahulu.
Sedangkan mengubah undang-undang
bukanlah pekerjaan mudah karena harus
melalui DPR, memakan waktu yang relatif
panjang, dana yang besar sehingga tidak
memenuhi prinsip efisiensi.
Ketentuan pidana yang dimuat
dalam pasal 55, 56, dan 57 UU No 5 tahun
2011 dirasakan kurang pas untuk dimuat
dalam undang-undang Akuntan Publik
mengingat sanksi bagi pelaku tindak pidana
telah diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP). Hal ini
menimbulkan kesan adanya intervensi
terhadap KUHP. Pengaturan sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam pasal tersebut
akan berakibat timbulnya aturan ganda,
aturan yang tumpang-tindih, dan berpotensi
menimbulkan multi tafsir atas suatu
permasalahan yang pada akhirnya dapat

60

menimbulkan
ketidakpastian
dalam
penegakan hukum.
Materi RUU akuntan publik
mengalami perubahan dalam pasal 34, 35,
36, dan 45. Pasal 34 ayat b RUU Akuntan
Publik menetapkan kebijakan tentang
Stándar Profesional Akuntan Publik,
Stándar Akuntansi Keuangan, ujian profesi
akuntan publik, pendidikan profesional
berkelanjutan dan ayat c menyatakan
menteri berwenang
menyelenggarakan
ujian profesi akuntan publik dan pendidikan
profesional berkelanjutan. Pasal 35 ayat 1
RUU Akuntan Publik menyatakan menteri
mendelegasikan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34 huruf b dan huruf
c RUU Akuntan Publik kepada Asosiasi
Profesi Akuntan Publik untuk:
a. menyusun dan menetapkan Stándar
Profesional Akuntan Publik,
b. menyelenggarakan ujian profesi akuntan
publik,
c. menyelenggarakan
pendidikan
profesional berkelanjutan.
Pasal 36 RUU Akuntan Publik
menyatakan Menteri dapat menarik kembali
kewenangan yang didelegasikan kepada
Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang
diakui menteri sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 35 ayat 1, atau Asosiasi Profesi
Akuntan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 35 ayat 2 dalam hal:
a. tidak menjalankan kewenangan yang
didelegasikan,
b. Stándar Profesional Akuntan Publik
atau Stándar Akuntansi Keuangan
yang disusun dan ditetapkan tidak
sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan
oleh
menteri,
atau
bertentangan dengan tujuan undangundang ini,
c. menyalahgunakan kewenangan yang
didelegasikan.
Pasal 45 ayat 1 RUU Akuntan Publik
dalam
rangka
pengawasan
menteri
melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan
Publik, Kantor Akuntan Publik, dan/atau
Cabang Kantor Akuntan Publik. Ayat 2
menteri dapat menunjuk pihak lain untuk
dan atas nama menteri untuk melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1. Berdasarkan pasal 34, 35, 36, dan

Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011

45, RUU Akuntan Publik telah terjadi
penarikan kewenangan dalam sertifikasi
profesi, pendidikan profesi berkelanjutan,
penyusunan stándar profesi, dan review
mutu/pemeriksaan yang selama ini telah
dilaksanakan oleh profesi akuntan publik
melalui IAPI ditarik menjadi wewenang
Pemerintah sepenuhnya. Namun dalam UU
Akuntan Publik, kewenangan tersebut telah
bergeser kembali kepada Asosiasi Profesi
Akuntan Publik sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 44 ayat 1, Asosiasi Profesi
Akuntan Publik sebagaiman dimaksud
dalam pasal 43 ayat 2 berwenang:
a. menyusun dan menetapkan SPAP,
b. menyelenggarakan ujian profesi akuntan
publik,
c. menyelenggarakan pendidikan profesional
berkelanjutan,
d. melakukan review mutu bagi anggotanya.
Pergeseran kewenangan ini sangat
tepat karena telah memberdayakan Asosiasi
Profesi
Akuntan
Publik
dalam
meningkatkan
kompetensi
dan
profesionalitas Akuntan Publik. Hal ini
juga sejalan dengan UU Pasar Modal yang
menyatakan
bahwa”
setiap
profesi
penunjang Pasar Modal wajib mentaati
kode etik dan stándar profesi yang
ditetapkan oleh asosiasi profesi masingmasing sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini dan / atau
peraturan pelaksanaannya”. Selanjutnya
pada pasal 69 ayat 1 menyatakan bahwa
”Laporan keuangan yang disampaikan
kepada
BAPEPAM
wajib
disusun
bedasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum” dan dalam penjelasan pasal 69 ayat
1 “Yang dimaksud dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dalam ayat
ini adalah
stándar akuntansi keuangan
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan praktek akuntansi lainnya
yang lazim berlaku di Pasar Modal”.
Pasal 45 RUU Akuntan Publik juga
menimbulkan ketidak pastian hukum
mengenai
bagaimana
pemeriksaan
dilakukan terhadap Akuntan Publik, karena
pemeriksaan dapat dilimpahkan oleh
menteri keuangan kepada siapa saja
sehingga dapat diragukan kompetensi
pemeriksanya.
Sudah
seharusnya
pemeriksaan yang dilakukan terhadap

akuntan publik sesuai dengan cakupan
undang-undang ini haruslah dilakukan oleh
pihak yang mengerti profesi dan
mempunyai keahlian sebagai Akuntan
Publik, sehingga tujuan pemeriksaan dapat
tercapai.
Dari semua pasal dalam UU
akuntan publik ada satu pasal yang sangat
mengejutkan kita yakni penjelasan pasal
enam huruf a yang berbunyi:”yang dapat
mengikuti pendidikan profesi akuntan
publik adalah seseorang yang memiliki
pendidikan minimal sarjana starata 1 (S-1),
diploma IV (D-IV), atau yang setara”. Hal
ini berarti untuk menjadi Akuntan Publik
tidak harus berasal dari sarjana akuntansi.
Oleh karna itu untuk menjadi Akuntan
Publik lulusan jurusan akuntansi harus
bersaing dengan lulusan dari jurusan
nonakuntansi. Persyaratan ini dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan jumlah
akuntan publik di Indonesia.
Namun
menurut penulis cara ini kurang tepat,
penulis tidak yakin dengan dibukanya
kesempatan jurusan nonakuntansi untuk
menjadi
Akuntan
Publik
akan
meningkatkan jumlah Akuntan Publik di
Indonesia, karena mereka yang bersal dari
jurusan akuntasi saja pun susah untuk lulus
ujian
CPA
apalagi
dari
jurusan
nonakuntansi. Bahkan para patner KAP
sekalipun kalau diuji kembali belum tentu
lulus ujian CPA. Para patner KAP yang
bergelar CPA pada umumnya mendapat
gelar tersebut dari pemberian dengan syarat
mengikuti pelatihan selama seminggu
dengan biaya tertentu. Pasal 7 ayat 1 UU
akuntan publik menyatakan :
“Akuntan Publik Asing dapat mengajukan
permohonan izin Akuntan Publik kepada
Mentri apabila telah ada perjanjian saling
pengakuan antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah negara dari Akuntan Publik
Asing tersebut.” Hal ini berarti dengan
disahkannya UU ini pada tanggal 3 mei
2011 Akuntan Publik Asing dan Kantor
Akuntan Publik Asing beralih status
menjadi tidak sah atau ilegal karena belum
ada perjanjian saling pengakuan (mutual
recognition agreement ) antara pemerinta
RI dan dengan pemerintah negara asal
akuntan asing itu.

61

Hasan Sakti Siregar ,Fahmi Natigor Nasution : UU No.15 Tahun 2011 Tentang Akuntan...

KESIMPULAN DAN SARAN
Meskipun UU No 5 tahun 2011
belum
memenuhi
keinginan
para
stakeholders profesi Akuntan Publik,
namun demikian dengan disahkannya
undang-undang ini patut untuk disyukuri
mengingat proses penyiapan RUU Akuntan
Publik ini oleh pemerintah sudah dimulai
sejak awal tahun 2000, dan pembahasan di
komisi XI DPR RI sudah dilakukan sejak
Oktober 2010 sampai dengan disahkannya
undang-undang ini pada tanggal 3 Mei
2011. Dengan demikian proses pembuatan
UU ini dari awal hingga final memakan
waktu cukup lama yakni, lebih dari sepuluh
tahun.
Meskipun UU Akuntan Publik telah
memuat
aturan-aturan
yang
dapat
melindungi kepentingan Akuntan Publik
dan profesi akuntan publik, namun UU
Akuntan Publik yang disahkan oleh DPR
RI masih jauh dari yang kita harapkan,
karena belum memenuhi prinsip-prinsip
Good governance dan konsisten terhadap
UU lain yang ada di republik ini.
Hasil studi ini menunjukkan
terdapat beberapa pasal yang semestinya
tidak perlu dimuat dalam UU, cukup dimuat
dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan
Menteri, misalnya pasal 18 ayat 2
persyaratan untuk mendapatkan izin usaha
KAP, pasal 20 ayat 2 persyaratan untuk
mendapatkan izin pendirian cabang KAP.
Pasal 6 persyaratan mendapatkan izin
untuk menjadi AkuntanPublik dan pasal 7
persyaratan mendapatkan izin Akuntan
Publik Asing. Temuan lain adalah pasal 58
UU No 5 tahun 2011 tidak konsisten
dengan UU No 16 tahun 2000 dan Standar
Profesional Akuntan Publik. Ketentuan
pidana tidak perlu dimuat dalam UU
Akuntan Publik karena sudah ada KUHP.
DAFTAR RUJUKAN
Bastian, Indra, 2007, Audit Sektor Publik,
Edisi 2, Penerbit: Salemba Empat,
Jakarta.
Institut Akuntan Publik Indonesia, 2010, ”
IAPI Menolak Materi RUU Akuntan
Publik”. Press Release. 24 Juni 2010
Mardiasmo.,
2006,
“Pewujudan
Transparansi
dan
Akuntabilitas
Publik Melalui Akuntansi Sektor
Publik:
Suatu
Sarana
Good

62

Governance”. Jurnal Akuntansi
Pemerintahan. Vol.2, No.1: 1-17.
_________,2002. “Elaborasi Reformasi
Akuntansi Sektor Publik: Telaah
Kritis Terhadap Upaya Aktualisasi
Kebutuhan
Sistem
Akuntansi
Keuangan Pemerintahan Daerah”.
Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol.6, No. 1: 63-82.
Republik
Indonesia,
Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 1954 tentang
pemakaian
gelar
akuntan
(accountant).
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001, Standar
Profesional Akuntan Publik Penerbit:
Salemba Empat, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011
tentang akuntan publik.
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2011 tentang akuntan publik.
___________,Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 tentang dana pensiun.
___________,Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang dana perseroan
terbatas.
__________,Undang-Undang Nomor
Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

8

__________,Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan.
_________,Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
_________,Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan
Tuanakotta, Theodorus M, 2011, Berpikir
Kritis dalam Auditing, Penerbit:
Salemba Empat, Jakarta.