1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang energi protein KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Pada umumnya gizi buruk didominasi oleh kwashiorkhor dan marasmus Trehan Manary 2014. Marasmus
disebabkan oleh defisiensi energi dan zat gizi, sedangkan kwashiorkhor lebih disebabkan karena defisiensi protein. Penyakit KEP Kurang Energi Protein
merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak
berumur dibawah lima tahun balita, ibu yang sedang menyusui dan menyusui
Ardiana Wirjatmadi 2012.
Balita gizi buruk yang mengalami kekurangan gizi kronis dalam jangka waktu yang sudah berlangsung sejak lama akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan
fisik dan imunitas, kerentanan terhadap infeksi, serta penurunan kecerdasan Katona Apte, 2008; Lamid, et al, 2012; Ahmed, Hossain et al. 2014. Gizi buruk dalam
jangka panjang dapat menyebabkan generasi yang hilang lost generation dan bila hal ini tidak ditanggulangi secara cepat dapat meningkatkan mortalitas. Tanda-tanda klinis
yang sering dijumpai pada anak balita gizi buruk yaitu marasmus dan marasmik kwashiorkor dengan ciri khas adanya atropi pada bagian tubuh tertentu
Chandrasoma, 2005.
Prevalensi gizi buruk pada balita secara nasional berdasarkan Riskesdes 2007 sebesar 5,4, 4,9 tahun 2010, 5,7 tahun 2013. Prevalensi gizi buruk di NTB
berdasarkan hasil Riskesdes tahun 2007 diperoleh 7,9 dan Kabupaten Sumbawa mencapai 13,4 Dinkes NTB, 2007. Kabupaten sumbawa terdiri dari beberapa
Puskesmas, salah satunya Puskesmas Utan yang memiliki angka prevalensi gizi buruk diatas prevalensi NTB. Menurut Dinkes Kesehatan Kabupaten Sumbawa bahwa
sampai dengan bulan Desember 2013 tercatat balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 198 balita 0,16 yang sebagian besar berada di Kecamatan Utan.
Prevalensi penyakit KEP Kurang Energi Protein yang tinggi disebabkan secara langsung yaitu kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori
maupun protein dalam jangka lama serta penyakit infeksi, dan secara tidak langsung disebabkan oleh pendapatan orang tua yang rendah sehingga daya beli terhadap
makanan terutama makanan berprotein rendah . Penyebab tidak langsung yang lain adalah ekonomi negara, jika ekonomi negara mengalami krisis moneter akan
menyebabkan kenaikan harga barang, termasuk bahan makanan sumber energi dan
sumber protein beras, ayam, daging dan telur Ardiana Wirjatmadi 2012.
Bahan makanan yang mengandung kalori maupun protein yang tinggi bisa memperbaiki status gizi balita. Status gizi yaitu keadaan tubuh yang merupakan akibat
dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dengan 4 klasifikasi, yaitu status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih Almatsier, 2004 dalam Istiani Rusilanti, 2013.
Status gizi dikatakan baik apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi
lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan Istiany Rusilanti 2013.
Sesuai rekomendasi World Health Organization WHO, perbaikan status gizi balita gizi buruk dilakukan dengan memperbaiki asupan zat gizi makro dan mikro
dengan pemberian suplemen dan makanan formula sebagai makanan terapi secara bertahap, pengobatan penyakit penyerta, dan penatalaksanaan gizi buruk yang
dilakukan secara rawat inap maupun rawat jalan bagi balita tanpa komplikasi. Standar terapi untuk gizi buruk yaitu pemberian F-100, dimana F-100 merupakan makanan
yang berbahan dasar susu yang diberikan pada fase transisi dan fase rehabilitasi, makanan terapi F-100 digunakan sebagai makanan transisi sebelum makanan padat
diperkenalkan kepada balita gizi buruk Depkes, 2011; Ferguson, Briend et al, 2008. Komposisi dari F-100 ini terdiri dari susu, gula, minyak dan mineral mix, yang
mengandung energi 100 kkal setiap 100 mililiternya. Pemberian F-100 bertujuan untuk mengejar berat badan balita gizi buruk yang pernah dialami, mencapai berat
badan normal sesuai dengan usianya, dimana dalam pemberian F-100 diberikan secara bertahap. Pembuatan F-100 dapat dilakukan oleh orang tua di rumah dengan
mudah dan murah Depkes 2011; Dinkes Surabaya, 2014. Hasil penelitian dari jurnal severe acute malnutrition in a tertiary hospital in north-
central Nigeria, A review of hospitalized cases yaitu terdapat kenaikan berat badan yang
signifikan dari balita gizi buruk akut yang diberikan F-75 dan F-100, sehingga dalam penanganan gizi buruk akut dalam manegementnya disarankan untuk menggunakan
F-75 dan F-100 sesuai dengan fase nya John, et all, 2012. Penelitian yang dilakukan di dinas kesehatan kota Semarang dengan judul pengaruh pemberian makanan
tambahan pemulihan PMT-P terhadap status gizi balita gizi buruk di dinas kesehatan kota semarang dengan hasil dapat memberikan pengaruh terhadap
perubahan status gizi berdasarkan BBTB dan BBU balita gizi buruk dengan
kontribusi energi sebanyak 54.60±15.42 dan protein 79.17±37.75 Fitriyanti, 2012.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Utan kabupaten Sumbawa NTB pada tanggal 4 September 2014 di dapat data balita gizi
buruk ada 20 balita dengan rata-rata usia balita 18 bulan memiliki rata-rata berat badan 6,94 kg. Hasil wawancara dengan beberapa perawat yang menangani gizi buruk
mereka mengatakan bahwa keluarga yang mengalami kasus gizi buruk pada umumnya berasal dari keluarga miskin dan pihak Puskesmas Utan sudah melakukan upaya
pemulihan gizi balita dengan cara pemberian makanan tambahan PMT, penyuluhan kesehatan terkait dengan gizi dan pos gizi. Penatalaksanaan gizi buruk rawat jalan
dengan menggunakan F-100 sudah diterapkan tetapi belum dilakukan secara optimal karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara nya yaitu faktor transportasi orang
tua balita gizi buruk, faktor jarak rumah ke puskesmas jauh, tingkat pengetahuan ibu
balita gizi buruk rendah. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk
menganalisis lebih lanjut pemberian F-100 terhadap peningkatan status gizi balita gizi buruk rawat jalan di Wilayah Kerja Puskesmas Utan.
1.2 Rumusan Masalah