❏ Jufrizal
❏ Zul Amri
❏ Refnaldi
Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, dan Kesantunan Berbahasa dalam
Bahasa Minangkabau Halaman 80
artikel ini membahas pokok kajian: “Sejauh manakah keberterimaan hipotesis Sapir-Whorf
dilihat berdasarkan konstruksi pentopikalan BM dan apakah ada muatan kesantunan berbahasa
yang dibawa oleh konstruksi pentopikalan tersebut sesuai dengan budaya berbahasa masyarakat
penutur BM?”
Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan keberterimaan
hipotesis Sapir-Whorf dan struktur informasi yang ada dalam konstruksi pentopikalan BM. Dalam hal
ini, pencermatan diarahkan pada aspek budaya santun berbahasa sebagai bagian dari
keberhubungan antara bahasa, budaya, dan pikiran manusia. Dengan terungkapnya nilai santun
berbahasa yang dibawa oleh konstruksi pentopikalan akan dapat dijelaskan bagaimana
stuktur gramatikal suatu bahasa dapat mengemas struktur informasi yang berhubungan dengan
budaya berbahasa.
2. Tinjauan Teori Terkait
2.1 Tipologi Linguistik: Gramatikal dan
Fungsional Secara etimologis, tipologi berarti
pengelompokkan ranah classification of domain. Pengertian tipologi, pada dasarnya, bersinonim
dengan istilah taksonomi. Istilah teknis tipologi yang masuk ke dalam linguistik mempunyai
pengertian pengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan ciri khas tatakata dan tatakalimatnya.
Bahasa-bahasa dapat dikelompokkan berdasarkan batasan-batasan ciri khas strukturalnya. Kajian
tipologi linguistik yang umum dikenal adalah kajian yang berusaha menetapkan
pengelompokkan luas berdasarkan sejumlah fitur yang saling berhubungan. Di antara bentuk kajian
tipologi pada periode awal dalam linguistik adalah tipologi tataurut kata word order typology,
seperti yang dilakukan oleh Greenberg Mallinson dan Blake 1981:3. Kajian tipologi tataurut kata
Greenberg telah dapat memperlihatkan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menurut
urutan kata pada klausa dasar menjadi kelompok bahasa Subjek – Verba – Objek, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Kajian yang berusaha mencermati fitur-fitur dan ciri khas
gramatikal bahasa-bahasa di dunia, kemudian membuat pengelompokan yang bersesuaian
dengan parameter tertentu dikenal dalam dunia linguistik sebagai kajian tipologi linguistik
linguistic typology. Hasil kajian seperti itu melahirkan tipologi bahasa, yaitu pengelompokan
bahasa dengan sebutan kelompok tertentu. Menurut Comrie 1988, tujuan tipologi
linguistik adalah untuk mengelompokkan bahasa- bahasa berdasarkan sifat-perilaku struktural bahasa
yang bersangkutan. Tujuan pokoknya adalah untuk menjawab pertanyaan: seperti apa bahasa x itu?.
Ada dua asumsi pokok tipologi linguistik, yakni a semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan
strukturnya; dan b ada perbedaan di antara bahasa-bahasa yang ada. Berdasarkan pengkajian
secara tipologis linguistik tersebut, para ahli berusaha melakukan pengelompokan disebut pula
pentipologian bahasa-bahasa yang melahirkan tipologi bahasa. Dengan upaya itu dikenal adanya
bahasa bertipologi nominatif-akusatif bahasa akusatif, bahasa bertipologi ergatif-absolutif
bahasa ergatif, bahasa aktif dan sebagainya. Dengan demikian, istilah sebutan bahasa akusatif,
bahasa ergatif, atau bahasa aktif merujuk ke sebutan tipologi bahasa-bahasa yang kurang lebih
secara gramatikal mempunyai persamaan lihat lebih jauh Comrie 1983, 1989; Dixon 1994;
Artawa 2004.
Pentipologian bahasa-bahasa berdasarkan sifat-perilaku gramatikal tersebut, untuk lebih
jelasnya, sering juga disebut sebagai tipologi gramatikal. Penyebutan ini dilakukan untuk
membedakannya dari kajian tipologi fungsional, yaitu kajian tipologi yang mendasarkan
telaahannya pada fitur-fitur dan fungsi pragmatis atau fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi,
dalam perkembangannya, tipologi linguistik yang pada awalnya dikembangkan dari tipologi
gramatikal berkembang ke bentuk kajian tipologi fungsional. Meskipun demikian, dasar kajian
tipologi linguistik masih bertumpu pada tipologi gramatikal Givon 1984, 1990; Artawa 2004;
Jufrizal 2004. Croft 1993:1 – 3 menambahkan bahwa kajian tipologi linguistik bersifat deskriptif-
alamiah dan lintas bahasa.
Givon 1984 berpendapat bahwa pendekatan kajian bahasa dan analisis perilaku
bahasa tidak mungkin “sunyi” lepas begitu saja dari perilaku bahasa dalam konteksnya. Tipologi
fungsional dikembangkan dari pendekatan tipologi tataurut kata Greenberg. Dengan memperhatikan
fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi, tipologi fungsional mendasarkan analisisnya pada
tataran gramatikal bahasa dengan memperhatikan pemakaian bahasa tersebut dalam konteks tertentu
fungsi pragmatis-wacana. Fenomena bahasa yang sulit atau belum terpecahkan secara gramatikal
memerlukan pencermatan fungsional sehingga memungkinkan adanya pendapat ilmiah untuk
mengungkapkan hakikat bahasa.
❏ Jufrizal
❏ Zul Amri
❏ Refnaldi
Hipotesis Sapir-Whorf, Pentopikalan, dan Kesantunan Berbahasa dalam
Bahasa Minangkabau Halaman 81
2.2 Topik dan Pentopikalan Kelenturan dan keberdayaan bahasa sebagai alat