Interpretasi Odd Ratio HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

tingkat penghasilan berpengaruh signifikan terhadap WTP sehingga H0 ditolak. Hal ini menandakan bahwa tingkat penghasilan seseorang sangat menentukan dalam hal membayar iuran baik dalam hal kesehatan atau kebutuhan yang lainnya. Semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang, maka mereka akan rela mengeluarkan uang tambahan demi meningkatan kualitas pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan, khususnya kelas II dengan catatan kualitas pelayanan kesehatan harus menjadi lebih baik lagi jika dibanding dengan sebelumnya. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aryani 2012, mengatakan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap WTP iuran BPJS Kesehatan kelas III. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tingkat penghasilan sangat berpengaruh terhadap WTP BPJS. 5. Pengaruh Kepercayaan Masyarakat terhadap Willingness to pay WTP Hasil dari sebaran sebanyak 125 responden, menunjukan bahwa jika kepercayaan masyarakat dijadikan patokan untuk mengajak seluruh masyarakat menggunakan BPJS Kesehatan akan berpengaruh negatif terhadap WTP. Pengaruh negatif dapat di identifikasi dari tanda negatif dalam variabel kepercayaan masyarakat. Hal ini ditunjukan oleh angka 0.92 dimana variabel kepercayaan masyarakat merupakan variabel dummy, angka 0 tidak penting;angka 1 penting. Dapat diketahui bahwa sebanyak sebaran 125 reponden di dominasi oleh responden yang beranggapan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan itu penting, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepercayaan masyarakat cocok dengan hipotesis, yaitu H0 diterima yang menyatakan bahwa variabel kepercayaan masyrakat tidak berpengaruh signifikan terhadap WTP sehingga H1 ditolak. Variabel kepercayaan masyarakat mempunyai pengaruh negatif, bisa karena ketika seseorang kurang berkenan terhadap suatu barang, maka ketidak percayaan terhadap barang tersebut semakin besar terutama dalam hal iuran baik hal kesehatan maupun iuran lainnya. Sebaliknya apabila semakin seseorang suka terhadap suatu barang, maka kepercayaan kita terhadap barang tersebut tinggi. 6. Willingness to pay WTP dan surplus Konsumen Berdasarkan hasil penelitian, total willingness to pay WTP peserta BPJS Kesehatan Kelas II untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sebesar 0.72 sehingga mendekati angka 1, dimana angka 1 adalah bersedia untuk membayar iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II di Kabupaten Sleman. Variabel yang mempengaruhi besarnya WTP adalah tingkat penghasilan, usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan terakhir yang ditempuh, tingkat penghasilan, dan kepercayaan masyarakat. Surplus konsumen dapat diketahui melalui total willingness to pay dari 125 responden. Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan konsumen terhadap barang dan jasa dengan willingness to pay. Dengan hasil penelitian menunujukan bahwa sebanyak 125 responden memiliki nilai rata-rata 0.72 yang artinya angka 0.72 mendekati 1 sehingga responden dalam penelitian ini di dominasi dengan masyarakat yang bersedia membayar iuran BPJS Kelas II sebesar Rp 51.000. Secara rinci dapat dilihat melalui kurva berikut ini : Gambar 5.1 Kurva Surplus Konsumen Seperti yang sudah dijelaskan pada bab IV, bahwasanya dari 125 responden, 90 responden berseedia membayar iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II sebesar Rp 51.000 . Sebanyak 90 responden merasa sangat di untungkan dengan adanya program BPJS Kesehatan karena setiap orang mendapat total santunan sebesar Rp 40.000.000 ketika Surplus Konsumenn P Pc S E Qc D Q berobat menggunakan kartu BPJS Kesehatan sehingga masyarakat sangat merasa dibantu sehingga mereka rela mengeluarkan uang sebesar Rp 51.000 setiap bulannya. Hal ini menunjukan bahwasanya terdapat surplus konsumen terhadap iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II. 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai total willingness to pay WTP untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan adalah sebesar 0.72 dimana variabel WTP merupakan variabel dummy yang menjelaskan bahwa 0 adalah tidak bersedia, sedangkan 1 adalah ya bersedia. Hal ini menunjukan bahwa sebanyak sebaran 125 responden di dominasi oleh responden yang bersedia membayar iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II dengan iuran lama sebesar Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 . 2. Variabel usia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap willingness to pay WTP iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Jika usia seseorang semakin bertambah, maka WTP akan mengalami penurunan dengan asumsi faktor lain di anggap konstan cateris paribus. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan kesehatan dan sarana lainnya. Akibatnya seseorang akan mengurangi besarnya willingness to pay WTP untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan Kelas II. 3. Variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel willingness to pay WTP. Variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif meunjukan bahwa semakin semakin banyak jumlah anggota keluarga seseorang, maka semakin rendah pula WTP iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II. Dengan asumsi faktor lain dianggap konstan cateris paribus. Hal ini disebabkan karena peraturan dari BPJS Kesehatan dimana seorang kepala keluarga wajib membayarkan iuran ke pesertaan BPJS Kesehatan sesuai dengan jumlah tanggungan anggota keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggungm maka semakin banyak pula iuran yang harus dibayarkan oleh kepala keluarga. Sistem dan peraturan ini bersifat wajib, sehingga kepala keluarga tidak memiliki pilihan dalam membayarkan jumlah tanggungan anggota keluarga. 4. Variabel tingkat pendidikan terakhir berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap willingness to pay WTP peningkatan kualitas pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan Kelas II. Dengan asumsi, faktor lain dianggap konstan cateris paribus. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa tinggi rendahnya pendidikan seseorang tidak berpengaruh pada besar kecilnya WTP iuran peserta untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. 5. Variabel tingkat penghasilan berpengaruh postif dan signifikan terhadap variabel willingness to pay WTP. Dengan asumsi cateris paribus yaitu faktor lain yang tidak digunakan dianggap konstan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang, maka semakin tinggi pula WTP iuran peserta BPJS Kesehatan. Tingkat penghasilan seseorang sangat menentukan dalam hal membayar iuran baik dalam hal kesehatan atau kebutuhan yang lainnya. Semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang, maka mereka akan rela mengeluarkan uang tambahan demi meningkatan kualitas pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan, khususnya kelas II dengan catatan bahwa kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik lagi. 6. Variabel terakhir yang digunakan dalam penlitian ini adalah kepercayaan masyarakat, dimana variabel kepercayaan masyarakat berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Hal ini ditunjukan oleh angka 0.92 dimana variabel kepercayaan masyarakat merupakan variabel dummy, angka 0 tidak penting angka 1 penting, sehingga dapat diketahui bahwa sebanyak sebaran 125 reponden di dominasi oleh responden yang merasa bahwa kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan itu penting.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penlitian yang dilakukan oleh peneliti, rata-rata dari variabel willingness to pay WTP adalah sebesar 0.72 yang artinya bahwa reponden peneliti di dominasi oleh responden yang bersedia membayar iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II yang awal hanya Rp 42.500 menjadi Rp 51.000. Dengan demikian, diharapkan agar pihak penyelenggara program BPJS Kesehatan agar meningkatkan sistem penerimaan pasien, kualitas, transparansi informasi, pelayanan dari pihak rumahsakitpuskesmas yang bekerjasama dengan pihak BPJS Kesehatan, ketersediaan obat di rumahsakitpuskesmas terdekat. 2. Usia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel dependen. Diharapkan dengan adanya hasil yang demikian, pihak BPJS Kesehatan yang sudah bekerja sama dengan pihak rumahsakitpuskesmas setempat lebih meningkatkan kecekatan dalam hal menangani pasien. Perlu adanya peninjauan ulang bahwa semakin bertambahnya usia responden, kadar kecekatan pihak rumahsakitpuskesmas untuk menangani peserta BPJS Kesehatan Kelas II semakin berkurang sehingga membuat responden yang sudah lanjut usia enggan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya. 3. Jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap willingness to pay WTP. Meskipun tidak berpengaruh namun pihak rumahsakitpuskesmas harus tetap meningkatkan kualitas pelayanan karena sistem pembayaran iuran ke pesertaan BPJS Kesehatan adalah kepala keluarga wajib membayarkan seluruh tanggungan anggota keluarga yang di kepalai nya. Sebaiknya pengelola BPJS Kesehatan membatasi jumlah tanggungan anggota keluarga agar kepala keluarga tidak merasa terbebani dengan jumlah iuran yang membengkak. 4. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan tidak sigifikan terhadap variabel willingness to pay WTP. Dari hasil penelitian ini, menjelaskan bahwa tinggi atau rendah pendidikan tidak mempengaruhi besar atau kecilnya WTP iuran BPJS Kesehatan. Kualitas pelayanan, transparansi informasi, ketersediaan obat di rumahsakitpuskesmas terdekat, sistem penerimaan pasien hendaknya ditingkatan. Meskipun masyarakat berpendidikan rendah namun mereka sangat di untungkan dengan adanya program BPJS Kesehatan ini karena masyarakat wajib merasakan segala fasilitas saran dan prasana yang di suguhkan oleh pihak BPJS Kesehatan. 5. Tingkat pengasilan merupakan variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap WTP iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas II. Semakin tinggi penghasilan seseorang, maka semakin tinggi pula harapan seseorang untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sehingga dapat menyebabkan seseorang rela membayar berapa pun asal ia mendapat sesuatu yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga diharapkan pihak BPJS Kesehatan yang bekerja sama oleh rumahsakitpuskesmas semakin meningkatkan kualitas pelayanan baik dari pihak rumahsakitpuskesmas maupun klinik, transparansi informasi, ketersediaan obat di rumahsakitpuskesmas, serta sistem penerimaan pasien hendaknya ditingkatan. 6. Kepercayaan Masyarakat berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap willingness to pay WTP, namun tanpa adanya kepercayaan masyarakat terhadap suatu program pemerintah akan menyulitkan pemerintah dalam memajukan Negara Indonesia untuk menjadi yang lebih baik, sehingga pemerintah juga harus tetap memperhitungkan dan melihat sejauh mana kepercayaan masyarakat terhadap program BPJS Kesehatan. Ditambah lagi, program BPJS Kesehatan ini adalah program yang setiap bulannya harus dibayarkan kepada pihak pengelola BPJS Kesehatan. Hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak pengelola adalah ke ikut sertaan masyarakat sangat berarti bagi pengelola program BPJS Kesehatan karena bagaimanapun ini merupakan program wajib bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti menggunakan purposive sampling, dimana sampling yang di gunakan adalah khusus untuk pengguna BPJS Kesehatan Kelas II. Sehingga ketika penulis melakukan penelitian membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu 5 minggu. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian lebih cepat dari yang penulis lakukan. 2. Metode yang dilakukan oleh peneliti yaitu Uji Binary Logistik, dimana belum pernah di ajarkan selama penulis studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya apabila ingin menggunakan metode yang sama dengan penulis agar mengumpulkan banyak informasi mengenai metode yang akan digunakan. 3. Besarnya willingness to pay WTP dalam penelitian ini hanya sebesar 12 persen yang dipengaruhi oleh variabel usia, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, dan kepercayaan masyarakat. Sebanyak 88 persennya dipengaruhi oleh faktor lain diluar