FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA: PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD DAN CONTINGENT VALUATION METHOD

(1)

GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA:

Pendekatan Travel Cost Method dan Contingent Valuation Method

DETERMINANTS OF WILLINGNESS TO PAY FOR ENVIRONMENTAL QUALITY IMPROVEMENT OF GEMBIRA LOKA BOTANICAL GARDENS AND ZOO

YOGYAKARTA

Travel Cost Method and Contingent Valuation Method Approach

Oleh :

ERY DWI PANTARI 20110430060

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN KEBUN RAYA DAN

KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA: Pendekatan Travel Cost Method dan Contingent Valuation Method DETERMINANTS OF WILLINGNESS TO PAY FOR ENVIRONMENTAL QUALITY IMPROVEMENT OF GEMBIRA LOKA BOTANICAL GARDENS

AND ZOO YOGYAKARTA

Travel Cost Method and Contingent Valuation Method Approach

Oleh :

ERY DWI PANTARI 20110430060

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN KEBUN RAYA DAN

KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA: PendekatanTravel Cost Method dan Contingent Valuation Method DETERMINANTS OF WILLINGNESS TO PAY FOR ENVIRONMENTAL QUALITY IMPROVEMENT OF GEMBIRA LOKA BOTANICAL GARDENS

AND ZOO YOGYAKARTA

Travel Cost Method and Contingent Valuation Method Approach SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Oleh :

ERY DWI PANTARI 20110430060

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(4)

v Denganinisaya,

Nama :Ery Dwi Pantari NIM : 20110430060

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY UNTUK PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA:Pendekatan Travel Cost Method dan Contingent Valuation Method merupakan hasil karya sendiri, di dalamnya tidak terdapatkarya yang pernahdiajukanuntukmemperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya dan atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Selanjutnya apabila dikemudian hari terbukti terdapat duplikasi dan atau pihak lain yang merasa dirugikan dan menuntut, maka saya akan bertanggung jawab dan menerima konsekuensi yang menyertainya.

Yogyakarta, 6 Juni 2016 Yang membuat pernyataan

Ery Dwi Pantari 20110430060


(5)

vi

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu. (Q.S Al Insyirah : 6-8)

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah: 153)

“Sekali atau dua kali harus ada orang yang bersikap lebih tegas kepada kita, agar kita tersadarkan dari ketidak-tegasan yang berlarut-larut. Ketegasan untuk bertindak adalah penyelesai dari kegelisahan dan rasa minder di dalam keraguan dan penundaan.” (Anonim)

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Dan orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh


(6)

vii

Dengan segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan

terimakasih saya kepada:

Allah SWT, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Allah SWT penguasa alam yang

meridhoi dan mengabulkan segala do’a. Skripsi ini aku persembahkan kepada:

Pardiyo, SH dan Purwati (kedua orang tuaku), yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do’a yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah

lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu

terimalah persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku. Lope Lope dah ^^

Dosen Pembimbingku, Ibu Endah Saptutiningsihyang telah sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, serta memberikan bimbingan

dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih Bu Endah.

Doddy Afrianto, S.IP dan Helpitha Khaira, SE (Abang dan Kakak Iparku), yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan do’anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan kobaran semangat yang menggebu, terimakasih dan sayang ku untuk


(7)

viii

Zulfah, Jejen, Mba Efti, Mba Ayu, Mba Arin, Mas Lutfi, Mas Rifqi, Jazuli, Mas Kamal, Mas Arif, Alia, Bambang, Beta, Nurul sahabat dan teman serta kakakku tersayang, tanpa

semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini. Dengan perjuangan dan

kebersamaan kita pasti bisa! Semangat!!

Teruntuk teman-teman Ilmu Ekonomi (IE) 2011 dan International Program for Islamic Economic dan Finance (IPIEF) 2011 yang selalu membantu, berbagi keceriaan dan melewati

setiap suka dan duka selama kuliah, terimakasih banyak. "Tiada hari yang indah tanpa kalian semua"

Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya persembahkan skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang, Aamiinnn.


(8)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ...1

B. Batasan Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Landasan Teori ... 17

1. Pariwisata... 17

a. Pengertian Pariwisata ... 17

b. Jenis Pariwisata ... 18

c. Bentuk Pariwisata ... 21

d. Unsur Pariwisata... 23

e. Peran Sektor Pariwisata... 25

2. Sumber Daya Alam... 29

a. Pengertian Sumber Daya Alam... 29

b. Macam-macam Sumber Daya Alam... 31

3. Wllingness To Pay... 33

a. Pengertian Willingness to Pay... 33

b. Konsep Willingness to Pay... 33

4. Valuasi Ekonomi ... 36

a. Benefit Based Valuation ... 37

1) Effect on Production ... 37

2) Loss of Earning ... 37

3) Travel Cost... 37

4) Ince Differential ... 40

5) Contingent Valuation Method ... 40

b. Cost Based Valuation ... 46

1) Replacement Cost ... 46

2) Preventive Expenditure ... 46


(9)

xiv

C. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN... 56

A. Subjek Penelitian ... 56

B. Jenis Data... 56

C. Teknik Pengambilan Sampel ...57

D. Teknik Pengambilan Data ... 58

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 58

1. Willingness to Pay (WTP)... 58

2. Frekuensi Kunjungan... 59

3. Biaya Perjalanan...59

4. Tingkat Penghasilan... 60

5. Usia... 60

6. Lama Pendidikan... 60

7. Fasilitas... 60

F. Alat Analisis ... 61

G. Pengujian Asumsi Klasik... 63

1. Uji Multikolinearitas... 63

2. Uji Heteroskedastisitas... 64

H. Uji Hipotesis ... 65

1. Uji t ... 65

2. Uji F ... 65

3. Uji Kolerasi Determinasi (R2)... 66

BAB IV GAMBARAN UMUM... 68

A. Letak Geografis Kota Yogyakarta... 68

B. Objek Wisata Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 70

C. Karakteristik Responden... 82

D. Persepsi Responden Pengunjung... 94

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 98

A. Deskripsi Statistik Variabel...98

B. Pengujian Asumsi Klasik... 100

1. Uji Multikolinearitas... 100

2. Uji Heteroskedastisitas... 102

C. Hasil Estimasi Regresi... 104

1. Travel Cost Method... 104

2. Contingent Valuation Method... 107

D. Pengujian Hipotesis ... 109

1. Uji Parsial (Uji t) ... 109

a. Travel Cost Method... 109

1) Uji Hipotesis Variabel Biaya Perjalanan... 109

2) Uji Hipotesis Variabel Usia ... 111

3) Uji Hipotesis Variabel Fasilitas... 112

b. Contingent Valuation Method... 114

1) Uji Hipotesis Variabel Tingkat Penghasilan... 114


(10)

xv

3. Uji Koefisien Simultan (R )... 119

E. Pembahasan ... 120

1. Pengaruh Biaya Perjalanan terhadap Frekuensi Kunjungan... 120

2. Pengaruh Usia terhadap Frekuensi Kunjungan... 121

3. Pengaruh fasilitas terhadap Frekuensi Kunjungan... 122

4. Pengaruh Tingkat Penghasilan terhadap Willingness to Pay... 122

5. Pengaruh Frekuensi Kunjungan terhadap Willingness to Pay... 123

6. Willingness to Paydan Surplus Konsumen... 123

7. Pembahasan secara Makroekonomi... 125

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ………... 128

A. Kesimpulan………..………….…... 128

B. Saran ………...………... 130

C. KeterbatasanPenelitian ………... 132 DAFTAR PUSTAKA


(11)

xvi

Tabel 1.1. Data WisatawanKebun Raya danKebunBinatangGembira

Loka Zoo... 4

Table 1.2. Data WisatawanPurawisata, KebunBinatangGembiraLoka, dan Museum BentengVredeburg... 6

Table 1.3. Data WisatawandanLajuPertumbuhanWisatawan di Purawisata, KebunBinatangGembiraLoka, dan Museum BentengVredeburg... 7

Tabel 3.1. Model Ekonometrika Travel Cost Method (TCM)... 62

Tabel 3.2. Deskripsi Variabel Penelitian TCM... 62

Tabel 3.3. Model Ekonometrika Contingent Valuation Method (CVM)... 63

Tabel 3.4. Deskripsi Variabel Penelitian CVM... 63

Tabel 4.1. JumlahResponden KRKB GembiraLoka Yogyakarta BerdasarkanRentangUsia... 82

Tabel 4.2. JumlahResponden KRKB GembiraLoka Yogyakarta BerdasarkanJenisKelamin... 83

Tabel 4.3. JumlahResponden KRKB GembiraLoka Yogyakarta Berdasarkan Status Pernikahan... 83

Tabel 4.4. JumlahResponden KRKB GembiraLoka Yogyakarta BerdasarkanPendidikanTerakhir... 84

Tabel 4.5. JumlahResponden KRKB GembiraLoka Yogyakarta BerdasarkanJenisPekerjaan... 85

Tabel 4.6. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Tingkat Penghasilan... 86

Tabel 4.7. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Jarak... 87

Tabel 4.8. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Domisili... 87 Tabel 4.9. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta


(12)

xvii

Tabel 4.10. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta

Berdasarkan Biaya Perjalanan... 89

Tabel 4.11. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Waktu Tempuh... 90

Tabel 4.12. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Biaya Rekreasi... 91

Tabel 4.13. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Hari Kunjungan... 92

Tabel 4.14. Jumlah Responden KRKB Gembira Loka Yogyakarta Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anak... 93

Tabel 5.1. Deskripsi Statistik Variabel TCM... 98

Tabel 5.2. Uji Korelasi pada metode Travel Cost... 100

Tabel 5.3. Uji Korelasi pada metode Contingent Valuation... 101

Tabel 5.4 Hasil Estimasi Regresi TCM... 104

Tabel 5.5 Hasil Estimasi Regresi CVM... 107

Tabel 5.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) TCM... 120


(13)

xviii

Gambar 2.1. Surplus Konsumendan Surplus Produsen... 35

Gambar 2.2. Metode Valuasi Ekonomi... 36

Gambar 5.1. Grafik Scatterplot TCM... 102

Gambar 5.2. Grafik Scatterplot CVM... 103

Gambar 5.3. Uji Hipotesis Variabel Biaya Perjalanna Terhadap Frekuensi Kunjungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 111

Gambar 5.4. Uji Hipotesis Variabel Usia Terhadap Frekuensi Kunjungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 112

Gambar 5.5. Uji Hipotesis Variabel Fasilitas Terhadap Frekuensi Kunjungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 114

Gambar 5.6. Uji Hipotesis Variabel Tingkat Penghasilan Terhadap Willingness to Pay Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 115

Gambar 5.7. Uji Hipotesis Variabel Frekuensi Kunjungan Terhadap Willingness to Pay Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta... 117

Gambar 5.8. Distribusi F : LnBP, LnAge, Fac terhadap Frekuensi Kunjungan... 118


(14)

(15)

ix

untuk perbaikan kualitas lingkungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah travel cost

method (TCM) dan contingent valuation method (CVM). Responden pada

penelitian ini adalah pengunjung Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta sebanyak 110 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan travel cost method (TCM), biaya perjalanan dan fasilitas secara signifikan berpengaruh negatif terhadap frekuensi kunjungan. Sedangkan usia berpengaruh positif dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan. Dengan menggunakan contingent valuation method (CVM), tingkat penghasilan secara signifikan berpengaruh positif terhadap willingness to pay (WTP) untuk perbaikan kualitas lingkungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Sedangkan frekuensi kunjungan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap willingness to pay (WTP) untuk perbaikan kualitas lingkungan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

Kata Kunci: Willingness to Pay; Travel Cost Method; Contingent Valuation Method; tourist.


(16)

x

quality Gembira Loka Botanical Gardens and Zoo Yogyakarta. The research employs the travel cost method (TCM) and contingent valuation method (CVM). The respondents of this research are visitor Gembira Loka Botanical Gardens and Zoo Yogyakarta as many as 110 people.

The results showed that by using the travel cost method (TCM), travel cost and the facility have significantly negative effect on the frequency of visits, respectively. While age has significantly positive effect on the frequency of visits. By using the contingent valuation method (CVM), income has significantly positive effect on willingness to pay (WTP) for improving environmental quality Gembira Loka botanical gardens and zoo Yogyakarta. For while the frequency of visits has significantly negative effect on willingness to pay (WTP) for improving environmental quality Gembira Loka botanical gardens and zoo Yogyakarta.

Keywords: Willingness to Pay; Travel Cost Method; Contingent Valuation Method; tourist.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat (Nandi, 2008).

Berdasarkan pada data World Tourism Organization (WTO), akibat dari krisis global bulan Oktober tahun 2008 menyebabkan penurunan pertumbuhan pariwisata dunia. Pada bulan Januari–April 2009, pariwisata global turun sebesar 8,4 persen. Untuk kawasan ASEAN, beberapa negara juga mengalami penurunan. Singapura turun 9,2 persen, Thailand turun 15 persen, serta Vietnam juga merosot 17,7 persen. Sedangkan untuk negara ASEAN yang mengalami kenaikan adalah Malaysia tumbuh sebesar 4,4 persen, Fillipina 0,18 persen, serta Indonesia yang mampu tumbuh hingga 1,38 persen. Pada tahun 2012, sektor pariwisata menjadi penyumbang devisa negara terbesar kelima untuk negara Indonesia. Di Triwulan pertama tahun 2013, pariwisata Indonesia juga mengalami peningkatan yang


(18)

cukup progresif. Peningkatan ini bisa dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang mencapai angka 1,29 juta orang pada bulan Januari–Februari 2013, naik sebesar 3,28 persen apabila dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga bulan September 2013, untuk ketiga kalinya, Indonesia mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara lebih dari 750 ribu orang setiap bulannya. Bahkan pada bulan Juni dan Agustus, kunjungan wisatawna mencapai 789.594 dan 771.009 wisatawan.

Menurut UU No. 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Menurut Pitana (2008), suatu kegiatan yang secara tidak langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, yang berdampak terhadap masyarakat setempat disebut dengan pariwisata. Bahkan pariwisata merupakan pendobrak energi yang luar biasa, sehingga dapat membuat masyarakat mengalami perkembangan dalam berbagai aspek.

Perkembangan sektor pariwisata memiliki hubungan timbal balik terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam. Hal tersebut menjadi salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan objek-objek wisata yang dimiliki oleh suatu daerah, sehingga sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang berkontribusi dalam membangun aktifitas ekonomi pariwisata daerah. Di sisi lain, sumber daya alam juga merupakan sumber daya yang berhubungan dekat dengan sektor pariwisata. Sumber daya alam banyak menyediakan objek-objek wisata


(19)

yang tersebar di seluruh nusantara, dimana objek-objek wisata tersebut tidak kalah menarik dengan objek wisata buatan. Sumber daya alam dan lingkungan menyediakan satu set kompleks nilai untuk individu dan manfaat untuk masyarakat. Kawasan lindung, misalnya, menawarkan panorama indah, serta memberikan nilai pendidikan dan nilai spiritual. Ada berbagai jenis kawasan lindung yang dirancang untuk memberikan layanan yang berbeda kepada masyarakat, seperti: taman nasional, taman zoo, taman budaya dan sejarah, wisata alam atau taman, taman hiburan, taman anak-anak, taman sport, kebun raya dan pembibitan. Taman Zoological berguna dalam melindungi satwa liar dari bahaya, dan meningkatkan jumlah mereka melalui pemuliaan. Selain itu, kebun binatang juga penting untuk penelitian dan tujuan pendidikan dan menciptakan kesadaran konservasi satwa liar kepada publik (Mekonnen, 2011).

Pemangku kepentingan di bidang Pariwisata Yogyakarta menyadari bahwa mempertahankan dan mengembangkan tempat wisata merupakan sumber devisa yang baik untuk pembangunan. Yogyakarta yang memiliki sebutan sebagai “kota pelajar” ini pun semakin giat dalam mengeksiskan sarana dan prasarana yang edukatif bagi masyarakat dalam maupun luar Yogyakarta. Berikut ini adalah data wisatawan Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka pada tahun 2003-2014:


(20)

Tabel 1.1. Data Wisatawan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Zoo

Sumber: Humas dan Diklat KRKB Gembira Loka Zoo, 2003 – 2014

Termasuk dalam mengembangkan berbagai tempat hiburan dan rekreasi yang menarik serta edukatif salah satunya yakni Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta. Tempat wisata kebun binatang yang hanya satu-satunya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini, merupakan alternatif hiburan yang dapat dikunjungi masyarakat Yogyakarta ataupun masyarakat luar Yogyakarta baik bersama keluarga ataupun teman-teman. Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka Yogyakarta. Tempat wisata tersebut memberikan manfaat yang baik untuk masyarakat terutama anak-anak, yang juga merupakan tempat rekreasi keluarga serta taman belajar.

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penurunan wisatawan yang terjadi pada tahun 2006, disebabkan adanya gempa dahsyat yang melanda Yogyakarta. Faktor

Jumlah Wisatawan

Tahun Jumlah

2003 638,782

2004 673,098

2005 574,473

2006 354,354

2007 507,188

2008 670,079

2009 944,880

2010 885,376

2011 1,198,800

2012 1,440,816

2013 1,547,496


(21)

bencana alam di suatu daerah dapat mempengaruhi faktor perekonomian di daerah tersebut menjadi menurun. Akan tetapi, penurunan wisatawan di Gembira Loka setelah gempa berangsur membaik. Hal tersebut dapat dilihat mulai tahun 2007 hingga 2009 dan kembali mengalami penurunan wisatawan pada tahun 2010 dimana pada tahun tersebut Kota Yogyakarta kembali dilanda musibah dengan terjadinya erupsi gunung Merapi yang berakibat menurunnya jumlah kunjungan wisata ke Kota Yogyakarta. Pada tahun 2011, pihak Gembira Loka berupaya untuk menaikan target sekitar 1.000.000 wisatawan, tentunya pihak Gembira Loka melakukan upaya-upaya dalam menarik minat wisatawan sehingga jumlah wisatawan hingga akhir tahun mengalami kenaikan yang drastis. Pada tahun 2012, 2013, dan 2014, jumlah wisatawan yang mendatangi Gembira Loka terus mengalami kenaikan, dimana jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah sebesar 1.796.865 wisatawan. Kenaikan jumlah wisatawan tersebut dapat terjadi karena upaya-upaya yang dilakukan pihak pengelola Gembira Loka seperti dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas, sarana pra sarana, serta penambahan jumlah satwa yang terdapat di kebun binatang Gembira Loka sehingga mampu memberikan kenyamanan terhadap wisatawan dan meningkatkan minat wisatawan dalam berkunjung ke kebun binatang tersebut.

Sementara itu, di kota Yogyakarta terdapat objek wisata yang sejenis dengan Gembira Loka yaitu Purawisata. Sejenis yang dimaksud disini adalah kedua objek wisata tersebut memiliki wisatawan rata-rata yang didominasi oleh anak-anak kecil atau murid-murid dari usia PAUD hingga SMP. Meskipun


(22)

demikian, jumlah wisatawan dari kedua objek wisata tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

Table 1.2. Data Wisatawan Purawisata, Kebun Binatang Gembira Loka, dan Museum Benteng Vredeburg

Jumlah Wisatawan

Tahun Purawisata Gembira Loka Museum Benteng Vredeburg

2008 148.602 670,079 59.729

2009 123.502 944,880 103.762

2010 194.227 885,376 200.210

2011 35.930 1,198,800 139.280 2012 36.960 1,440,816 240.794 Sumber: Statistik Kepariwisataan 2012, BPS Kota Yogyakarta, 2008-2012

Tabel 1.2 menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara ketiga jumlah wisatawan objek wisata, yaitu Purawisata, Gembira Loka, dan Museum Benteng Vredeburg. Perbedaan tersebut sudah terlihat dari tahun 2008, dimana jumlah wisatawan yang berkunjung ke Purawisata sebanyak 148.602 wisatawan, dan jumlah wisatawan Museum Benteng Vredeburg 59.729 wisatawan, sedangkan jumlah wisatawan di Gembira Loka mencapai angka 670,079 wisatawan. Perbedaan jumlah wisatawan tersebut terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 2009, jumlah wisatawan Gembira Loka sebesar 944.880 wisatawan, sementara itu jumlah wisatawan di Purawisata dan Museum Benteng Vredeburg masing-masing sebanyak 123.502 wisatawan dan 103.762 wisatawan.

Jumlah perbedaan yang sangat signifikan diantara ketiga obyek wisata tersebut tidak hanya terhenti di tahun 2009. Pada tahun 2010, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Purawisata adalah sebanyak 194.227 wisatawan, dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg adalah sebanyak 200.210 wisatawan serta 885.376 wisatawan untuk jumlah wisatawan di Gembira


(23)

Loka. Pada tahun-tahun selanjutnya yaitu tahun 2011 dan tahun 2012, jumlah wisatawan paling banyak diantara ketiga objek wisata tersebut adalah jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gembira Loka, dengan nilai perbandingan yang sangat drastis dan terlihat signifikan.

Table 1.3. Data Wisatawan dan Laju Pertumbuhan Wisatawan di Purawisata, Kebun Binatang Gembira Loka, dan Museum Benteng Vredeburg

Tahun Purawisata Gembira Loka

Benteng Vredeburg

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

2008 148.602 - 670,079 - 59.729 -

2009 123.502 - 20,32 944,880 29,08

103.762 73,72 2010 194.227 36,41 885.376 -6,72 200.210 48,17 2011 35.930 - 440,5 1.198.800 26,14 139.280 -30,43 2012 36.960 2,78 1.440.816 16,79 240.794 42,15 Sumber: Statistik Kepariwisataan 2012, BPS Kota Yogyakarta

Ditinjau dari laju pertumbuhan yang terdapat pada Tabel 1.3, jumlah wisatawan Purawisata mengalami penurunan sebesar 20,32 persen dari tahun 2008 ke tahun 2009. Tahun selanjutnya, jumlah wisatawan pada objek wisata tersebut mengalami kenaikan yaitu sebesar 36,41 persen. Namun jumlah tersebut kembali menurun pada tahun 2011, bahkan terbilang penurunan yang sangat drastis hingga mencapai angka 440,5 persen, dan meningkat kembali sebesar 2,78 persen di tahun 2012. Hal tersebut menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan ke Purawisata yang sangat fluktuatif dari tahun ke tahun.

Jumlah wisatawan objek wisata Gembira Loka mengalami pertumbuhan dari tahun 2008 ke tahun 2009 adalah sebesar 29,08 persen dan menurun menjadi -6,72 persen di tahun 2010. Sama halnya dengan laju pertumbuhan objek wisata


(24)

Purawisata yang sangat fluktuatif dari tahun ke tahun, kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gembira Loka kembali terjadi pada tahun 2011 dengan laju pertumbuhan sebesar 26,14 persen. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2012, laju pertumbuhan wisatawan Gembira Loka mencapai angka 16,79 persen.

Laju pertumbuhan jumlah wisatawan objek wisata Museum Benteng Vredeburg dari tahun 2008 ke 2009 sebesar 73,72 persen dan 48,17 persen pada tahun 2010. Lain halnya dengan objek wisata Purawisata dan Gembira Loka yang mengalami penurunan jumlah wisatawan di tahun 2010, Museum Benteng Vredeburg justru mengalami penurunan jumlah wisatawan di tahun 2011 dengan nilai persentase sebesar -30,43 persen serta mengalami kenaikan jumlah wisatawan kembali sebesar 42,15 persen pada tahun 2012.

Dengan melihat data-data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan jumlah wisatawan yang sangat signifikan antara Museum Vredeburg, Purawisata dan Gembira Loka. Dari ketiga objek wisata tersebut terlihat bahwa Gembira Loka menjadi objek wisata dengan jumlah wisatawan tertinggi. Melihat perbandingan dari ketiga objek wisata tersebut Gembira Loka menjadi batasan masalah dalam penelitian ini.

Kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat (SK Menteri Kehutanan No. 479/Kpts-II/1998).


(25)

Dalam perkembangannya Gembira Loka terus melakukan perbaikan terhadap kualitas lingkungan serta fasilitas lainnya. Pada tahun 2010, Gembira Loka mengalami masa yang memprihatinkan dimulai dari kandang yang tak memenuhi syarat, hingga jumlah satwa yang tak disesuaikan dengan kapasitas lahan yang tersedia. Sehingga jika terlalu banyak satwa sejenis dalam satu tempat sempit, akan berakibat fatal pada kelangsungan hidup satwa itu sendiri (Radar Jogja, 2010). Saat ini Gembira Loka Zoo terus melakukan perbaikan demi kenyamanan para pengunjung. Berbagai fasilitas yang disediakan, baik pengunjung maupun binatang penghuni Gembira Loka Zoo (www.jogja.tribunnews.com diakses tanggal 15 september 2015).

Beberapa studi mengaitkan hubungan antara karakteristik sosial demografi dengan frekuensi kunjungan terhadap kebun binatang itu sendiri serta kaitan frekuensi kunjungan dengan willingness to pay. Fitriani (2008) menyatakan bahwa tingkat pendapatan, biaya perjalanan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, jarak tempat tinggal, berapa lama mengetahui Taman Wisata Mekarsari (TWM), jumlah tanggungan keluarga, hari kunjungan, jumlah rombongan, kesediaan membayar,lama berada dilokasi dan waktu tempuh berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan Agrowisata Taman Wisata Mekarsari. Penelitian tersebut menemukan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap frekuensi kunjungan Agrowisata Taman Wisata Mekarsari. Sedangkan menurut hasil penelitian Rukmana (2014) dimana salah satu variabel yang diuji menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan Wisata Gardu Pandang Ketep.


(26)

Menurut Kartika (2014) variabel tingkat pendapatan, biaya rekreasi, dan frekuensi berkunjung berpengaruh terhadap willingness to pay (WTP) pengunjung keraton Yogyakarta untuk pelestarian objek wisata heritage di kota Yogyakarta. Sedangkan menurut penelitian Prasetyo (2011), yang mempengaruhi willingness to pay (WTP) hanya usia dan tingkat pendapatan dimana usia dan tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap willingness to pay (WTP) perbaikan kualitas lingkungan desa-desa wisata di kabupaten Sleman paska erupsi merapi.

Sejalan dengan beberapa penelitian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kesediaan pengunjung untuk membayar dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan di Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM).

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan salah satu metodologi

berdasarkan survei untuk mengestimasi besarnya penilaian masyarakat terhadap barang dan jasa serta kenyamanan. Tujuan Contingent Valuation Method adalah untuk mengetahui kerelaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat dan keinginan menerima (willingness to accept). Teknik ini didasarkan pada asumsi tentang hak kepemilikan, karena itu apabila individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam, maka pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum untuk memperoleh barang dan jasa tersebut. Sebaliknya, jika individu yang ditanya berhak atas sumber daya alam tersebut, maka pengukuran yang relevan adalah keinginan menerima kompensasi paling minimal atas hilang atau rusaknya sumber daya alam yang dia miliki (Garrod dan Willis, 1999).


(27)

Contingent Valuation Method (CVM) digunakan karena dapat (1) memperkirakan willingness to pay individu terhadap perubahan kualitas kegiatan pariwisata; (2) dapat menilai perjalanan dengan banyak tujuan wisata; (3) mampu menilai kenikmatan menggunakan lingkungan baik pengguna maupun bukan pengguna sumberdaya alam tersebut; (4) barang yang nilainya terlalu rendah dapat dinilai dengan metode ini (Mitchell dan Carson, 1989; Lee dkk., 1998 dalam Nugroho, 2012).

Dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan di kawasan Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta menggunakan teknik non-market valuation karena objek wisata ini termasuk objek wisata yang tidak mempunyai nilai pasar. Teknik non-market valuation merupakan teknik yang didasarkan pada konsep willingness to pay (WTP) untuk mengukur manfaat dengan memberikan penilaian ekonomis terhadap barang-barang lingkungan yang juga memiliki sifat-sifat khas barang-barang publik (Turner dkk, 1994). Teknik

non-market valuation ini menggunakan metode TCM (Travel Cost Method) sehingga nantinya akan bisa diketahui nilai guna langsung dari wisatawan terhadap objek wisata Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka.

Ide-ide di balik Travel Cost Method (TCM) yang pertama kali diusulkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1949 dan kemudian diperpanjang untuk rekreasi oleh Marion Clawson. Model ini mengakui bahwa situs rekreasi, bahkan ketika orang tidak membayar biaya masuk, memiliki harga implisit yang berasal dari biaya yang terlibat dengan mengunjungi situs. Biaya perjalanan ini mencakup biaya perjalanan dan waktu perjalanan untuk sampai ke situs. Ide menggunakan


(28)

harga implisit bertugas untuk mengembangkan model berbasis permintaan (analog yang biasanya dipakai dalam permintaan barang biasa) yang dapat digunakan untuk menilai penggunaan rekreasi dari lingkungan (Parsons, 2003).

Berdasarkan teknik penilaian non-market valuation di atas, revealed preference dengan travel cost method (TCM) menjadi pilihan untuk menghitung nilai preferensi individu terhadap barang non pasar (non market goods) namun

travel cost method (TCM) juga memiliki keterbatasan-keterbatasan utama. Keterbatasan-keterbatasan utama tersebut diungkapkan oleh Ready dan Navrud (2002) yaitu travel cost method (TCM) belum dapat terbebas dari sebuah perjalanan dengan multi-tujuan (multi-purpose trip), adanya kunjungan dari individu yang bertempat tinggal di sekitar situs, dan fungsi biaya perjalanan (travel cost) yang tidak mengukur nilai keberadaan dari barang tersebut (non-use value), tetapi hanya mengukur nilai penggunaan langsung pengunjung (Poor dan Smith, 2004).

Pengembangan kawasan wisata di Indonesia muncul sebagai industri baru yang diharapkan dapat mendongkrak pendapatan nasional maupun daerah, sehingga pemerintah berupaya keras untuk mengembangkan sektor pariwisata dalam rangka untuk mensejahterakan rakyat. Upaya perbaikan kualitas lingkungan di Gembira Loka sangat perlu dilakukan, agar Kebun Binatang Gembira loka tetap menjadi pilihan rekreasi yang diminati khususnya warga Yogyakarta. Oleh karena itu, penulis mengambil judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Willingness To Pay untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta”.


(29)

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti dibatasi hanya dilakukan di Yogyakarta pada objek wisata Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah diperlukannya upaya perbaikan kualitas lingkungan di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka agar kebun binatang tersebut dapat terus dinikmati masyarakat. Oleh karena itu, timbul pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah biaya perjalanan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

2. Apakah tingkat penghasilan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

3. Apakah lama pendidikan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

4. Apakah usia berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

5. Apakah fasilitas berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?


(30)

6. Berapa besarnnya willingness to pay untuk perbaikan kualitas lingkungan di Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta?

7. Apakah tingkat penghasilan berpengaruh terhadap Willingness to Pay

(WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta? 8. Apakah lama pendidikan berpengaruh terhadap Willingness to Pay

(WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta? 9. Apakah usia berpengaruh terhadap Willingness to Pay (WTP) ke Kebun

Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

10. Apakah frekuensi kunjungan berpengaruh terhadap Willingness to Pay

(WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta? 11. Apakah fasilitas berpengaruh terhadap Willingness to Pay (WTP) ke

Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang berkaitan dengan frekuensi berkunjung dan

willingness to pay untuk perbaikan kualitas lingkungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Lokaadalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah biaya perjalanan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.


(31)

2. Mengetahui apakah tingkat penghasilan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

3. Mengetahui apakah lama pendidikan berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

4. Mengetahui apakah usia berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

5. Mengetahui apakah fasilitas berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

6. Mengukur willingness to pay untuk perbaikan kualitas lingkungan di Kebun Binatang dan Kebun Raya Gembira Loka Yogyakarta.

7. Mengetahui apakah tingkat penghasilan berpengaruh terhadap

Willingness to Pay (WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira

Loka Yogyakarta.

8. Mengetahui apakah lama pendidikan berpengaruh terhadap Willingness to Pay (WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

9. Mengetahui apakah usia berpengaruh terhadap Willingness to Pay

(WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. 10. Mengetahui apakah frekuensi kunjungan berpengaruh terhadap

Willingness to Pay (WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira


(32)

11. Mengetahui apakah fasilitas berpengaruh terhadap Willingness to Pay

(WTP) ke Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain: 1. Manfaat Empiris

Studi sebelumnya telah meneliti tentang kebun binatang dan konservasi, namun belum banyak yang meneliti tentang perbaikan kualitas lingkungan khususnya di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.

2. Manfaat Metodologis

Penelitian ini menggunakan contingent valuation method dan travel

cost method yang belum banyak digunakan di objek wisata Kebun Raya dan

Kebun Binatang. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan informasi dalam melakukan kebijakan pengembangan dan perbaikan kualitas lingkungan khususnya di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta dan di objek wisata lain yang serupa.


(33)

17 A. Landasan Teori

1. Pariwisata

a. Pengertian Pariwisata

Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata “pari“ yang

berarti halus maksudnya mempunyai tata krama tinggi dan “wisata

yang berarti kunjungan atau perjalanan untuk melihat, mendengar, menikmati dan mempelajari sesuatu. Jadi pariwisata berarti menyuguhkan suatu kunjungan secara bertatakrama dan berbudi.

Secara sederhana, Soekadijo (2000) merumuskan pengertian pariwisata sebagai segala kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan dengan wisatawan. Sementara wisatawan sendiri dirumuskan sebagai orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya tersebut. Menurut Mathieson dan Wall dalam Gunn (1994) serta Institut of Tourism in Britain dalam Kusmayadi dan Sugiarto (2000) pariwisata adalah sebuah perjalanan sementara yang dilakukan orang pada suatu tujuan tertentu, dalam jangka pendek, pada tempat yang bukan merupakan tempat yang biasa dikunjunginya (tempat tinggal maupun tempat kerja), dan melakukan kegiatan-kegiatan pada tempat tersebut di mana terdapat beberapa


(34)

fasilitas yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk di dalamnya kunjungan sehari dan darmawisata.

Sementara itu Pendit dalam Sinardi (2009) memberikan definisi pariwisata sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interkasi wisatawan, bisnis pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan serta pengunjung lainnya. Kusmayadi dan Sugiarto (2000) sendiri memberikan penjelasan tentang pariwisata sebagai kegiatan yang mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya, dan perusahaan-perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan, dengan maksud melakukan perjalanan tersebut bukan untuk usaha melainkan bersantai (Prasetyo, 2012).

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan pengertian pariwisata yaitu:

“berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah“.

b. Jenis-Jenis Pariwisata

Pendit (1999) memperinci penggolongan pariwisata menjadi beberapa jenis, yaitu:

1) Wisata Budaya, adalah perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan


(35)

atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka.

2) Wisata Kesehatan, adalah perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam artinya jasmani dan rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas mengandung mineral yang dapat menyembuhkan, tempat yang memiliki iklim udara menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya. 3) Wisata Olahraga, adalah wisata yang dilakukan dengan tujuan

berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif sebagai peserta olahraga di satu tempat atau Negara seperti Asian Games, Olympiade, Thomas Cup, Uber Cup dan lain-lain. Bisa juga olahraga seperti memancing, berburu, berenang.

4) Wisata Komersial, yakni perjalanan untuk mengunjungi pameran-pameran dan pecan raya yang bersifat komersial, seperti pameran-pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.

5) Wisata Industri, yakni perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian dimana terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian, misalnya, rombongan pelajar yang mengunjungi industri tekstil.


(36)

6) Wisata Politik, yakni perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian aktif dalam peristiwa kegiatan politik, misalnya, ulang tahun 17 Agustus di Jakarta, perayaan 10 Oktober di Moskow, penobatan Ratu Inggris, perayaan kemerdekaan, kongres atau konvensi politik disertai dengan darwawisata.

7) Wisata Konvensi, yaitu perjalanan yang dilakukan untuk kegiatan konvensi atau konferensi, misalnya APEC, KTT Non Blok.

8) Wisata Sosial, merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah serta mudah untuk memberikan kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainya.

9) Wisata Pertanian merupakan perorganisasian perjalanan yang

dilakukan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, lading pembiitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmaati segarnya tanaman beraneka ragam warna dan suburnya pembibitan ditempat yang dikunjunginya.

10) Wisata Maritim (Marin) atau Bahari adalah wisata yang dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, lebih-lebih danau, bengawan, teluk atau laut, seperti memancing, berlayar, menyelam, berselancar, balapan mendayung dan lainnya.

11) Wisata Cagar Alam adalah wisata ini biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan


(37)

jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, tanaman lindung, hutan derah pegunungan dan sebagainya.

12) Wisata Buru adalah wisata untuk berburu ditempat atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan seperti di Baluran, Jawa Timur untuk menembak babi hutan atau banteng.

13) Wisata Pilgrim adalah wisata yang berkaitan dengan agama, sejarah, adat-istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat ini banyak dilakukan rombongan atau perorangan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tampat pemakaman tokoh atau pemimpin yang dianggap legenda. Contoh makam Bung Karno di Blitar, Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti Candi Borobudur, Pura Besakihdi Bali, Sendang Solodi Jawa Tengah dan sebagainya.

14) Wisata Bulan Madu adalah suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan, pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka.

c. Bentuk Pariwisata

Menurut Pendit (1999), bentuk-bentuk pariwisata diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu sebagai berikut :


(38)

1) Menurut asal wisatawan

Jika wisatawan berasal dari dalam negeri berarti wisatawan tersebut hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya sendiri selama melakukan perjalanan dinamakan wisatawan domestik. Sedangkan jika wisatawan datang dari luar negeri disebut dengan wisatawan internasional.

2) Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran

Kedatangan wisatawan dari luar negeri akan membawa mata uang asing. Dimana pemasukan valuta asing ini memberikan efek positif pada neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjungi wisatawan, hal ini disebut pariwisata aktif. Sedangkan perjalanan seorang warga negara ke luar negeri akan berdampak negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri negaranya dinamakan pariwisata pasif.

3) Menurut jangka waktu

Kedatangan wisatawan di suatu daerah atau negara diperhitungkan juga menurut lama tinggal di daerah atau negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah yang disebut dengan pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang. Istilah tersebut tergantung pada ketentuan-ketentuan yang diberlakukan di suatu negara untuk mengukur panjang atau pendeknya waktu yang dimaksud.


(39)

4) Menurut Jumlah Wisatawan

Bentuk pariwisata ini dibedakan berdasarkan jumlah wisatawan yang datang, apakah wisatawan itu datang sendiri atau bersama rombongan. Sehingga muncul istilah yang disebut pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.

5) Menurut alat angkut yang digunakan

Pariwisata ini dibedakan menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api dan mobil, tergantung wisatawan menggunakan kendaraan apa.

d. Unsur Pariwisata

Terdapat lima unsur industri pariwisata yang sangat penting yaitu (Spillane, 1987):

1) Attractions (daya tarik)

Attractions dapat digolongkan menjadi site atractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang, keraton, dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah/dipindah dengan mudah seperti festival, pameran, atau pertunjukan kesenian daerah.


(40)

Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan lokasi tersebut. Selama tinggal di tempat tujuan wisata, wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum. Oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan dan

Support Industries (toko souvenir, laundry, pemandu, daerah festival, dll).

3) Infrastructure (infrastruktur)

Jika semakin lama suatu tempat tujuan menarik semakin banyak wisatawan, maka dengan sendirinya akan mendorong perkembangan infrastruktur. Infrastruktur ini termasuk semua konstruksi dibawah dan diatas tanah dari daerah, termasuk: sistem pengairan, jaringan komunikasi, fasilitas kesehatan, sumber listrik dan energi, sistem pembuangan kotoran/air, jalan-jalan/jalan raya.

4) Transportations (transportasi)

Dalam pariwisata, kemajuan transportasi sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata, baik transportasi darat, udara, maupun laut.

5) Hospitality (keramahtamahan)

Wisatawan yang berada di lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keaman khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi.


(41)

e. Peran Sektor Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai macam aspek yang penting, aspek tersebut diantaranya yaitu aspek sosiologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, aspek ekologis dan aspek-aspek lainnya. Dari sekian banyak aspek tersebut, aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hamper merupakan satu-satunya aspek yang dianggap sangat penting adalah aspek ekonomisnya.

Pengembangan didalam sektor pariwisata akan berhasil dengan baik, apabila masyarakat luas dapat lebih berperan atau ikut serta secara aktif. Agar masyarakat luas dapat lebih berperan serta dalam pembangunan kepariwisataan, maka masyarakat perlu diberi pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan pariwisata serta manfaat keuntungan-keuntungan apa yang akan diperoleh. Disamping itu, masyarakat juga harus mengetahui hal-hal yang dapat merugikan yang diakibatkan oleh adanya pariwisata tersebut.

Pembangunan di sektor kepariwisataan perlu ditingkatkan dengan cara mengembangan dan mendayagunakan sumber-sumber serta potensi kepariwisataan nasional maupun daerah agar dapat menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan dalam rangka memperbesar penerimaan devisa atau pendapatan asli daerah, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat setempat.


(42)

Menurut Hutabarat (1992), peranan pariwisata saat ini antara lain adalah: pertama, peranan ekonomi yaitu, sebagai sumber devisa negara; kedua, peranan sosial yaitu, sebagai penciptaan lapangan pekerjaan; dan yang terakhir adalah peranan kebudayaan yaitu, memperkenalkan kebudayaan dan kesenian.

Ketiga point diatas dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut: a. Peran Ekonomi

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah

Peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah berasal dari pembelanjaan dan biaya yang dikeluarkan wisatawan selama perjalanan dan persinggahannya seperti untuk hotel, makan dan minum, cenderamata, angkutan dan sebagainya. Selain itu juga, mendorong peningkatan dan pertumbuhan di bidang pembangunan sektor lain. Salah satu ciri khas pariwisata, adalah sifatnya yang tergantung dari terkait dengan bisang pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian, berkembangnya kepariwisataan akan mendorong peningkatan dan pertumbuhan bisang pembangunan lainnya.

2. Pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Peluang usaha dan kerja tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan demikian, kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan


(43)

membuka peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma, homestay, restoran, warung, angkutan dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk bekerja dan sekaligus dapat menambah pendapatan untuk dapat menunjang kehidupan rumah tangganya.

b. Peran Sosial

1. Semakin luasnya lapangan kerja

Sarana dan prasarana seperti hotel, restoran dan perusahaan perjalanan adalah usaha-usaha yang “padat karya”. Untuk menjalankan jenis usaha yang tumbuh dibutuhkan tenaga kerja dan makin banyak wisatawan yang berknjung, makin banyak pula lapangan kerja yang tercipta. Di Indonesia penyerapan tenaga kerja yang bersifat langsung dan menonjol adalah bidang perhotelan, biro perjalanan, pemandu wisata, instansi pariwisata pemerintah yang memerlukan tenaga terampil. Pariwisata juga menciptakan tenaga di bidang yang tidak langsung berhubungan, seperti bidang kontruksi dan jalan.

c. Peran Kebudayaan


(44)

Indonesia memiliki beraneka ragam adat istiadat, kesenian, peninggalan sejarah yang selain menjadi daya tarik wisata juga menjadi modal utama untuk mengembangkan pariwisata. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata akan mengupayakan agar modal utama tersebut tetap terpelihara, dilestarikan dan dikembangkan.

2. Mendorong terpeliharanya lingkungan hidup

Kekayaan dan keindahan alam seperti flora dan fauna, taman laut, lembah hijau pantai dan sebagainya, merupakan daya tarik wisata. Daya tarik ini harus terus dipelihara dan dilestarikan karena hal ini merupakan modal bangsa untuk mengembangkan pariwisata.

3. Wisatawan selalu menikmati segala sesuatu yang khas dan asli. Hal ini merangsang masyarakat untuk memelihara apa yang khas dan asli untuk diperlihatkan kepada wisatawan.

Ciri-ciri pariwisata diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Seseorang yang melakukan perjalanan dan keluar meninggalkan tempat tinggalnya.

b. Perjalanan itu dilakukan keluar jauh dari lingkungan tempat tinggalnya semula.

c. Perjalanan itu dilakukan sendirian atau bersama-sama dengan orang lain (rombongan atau group).


(45)

d. Perjalanan itu dilakukan hanya untuk sementara waktu dan bias melebihi waktu 24 jam atau sehari-semalam penuh.

e. Perjalanan itu terkait dengan kegiatan rekreasi, atau usaha menyenangkan dirinya.

f. Orang-orang yang melakukan perjalanan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.

g. Selama dalam perjalanan tinggal disuatu tempat/akomodasi.

h. Dalam melakukan perjalanan, melalui alat transportasi laut, darat atau udara.

2. Sumberdaya Alam

a. Pengertian Sumberdaya Alam

Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain-lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya kesediaan sumber daya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Tanpa udara dan air misalnya manusia tidak dapat hidup. Demikian pula, sumber daya alam yang lain seperti hutan, ikan dan lain sebagainya merupakan sumber daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation). Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya


(46)

alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana sumber daya tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri (Fauzi, 2006).

Sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penompang system kehidupan (life support system). Hingga saat ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan masih akan diandalkan dalam jangka menengah (RPJM 2010-2014).

Sumber daya alam seperti hutan dan perikanan dieksploitasi secara komersial dan atribut lingkungan seperti kualitas udara adalah aset berharga bahwa mereka menghasilkan arus jasa kepada orang-orang. Sumber daya lingkungan dapat memproduksi empat jenis layanan mengalir ke perekonomian. Pertama, sistem sumber daya lingkungan berfungsi sebagai sumber bahan masukan bagi perekonomian seperti bahan bakar fosil, produk kayu, mineral, air dan ikan. Kedua, beberapa komponen dari sistem sumber daya lingkungan menyediakan layanan pendukung kehidupan dalam bentuk suasana bernapas dan rezim iklim ditinggali. Ketiga, sistem ini menyebar, mengubah dan menyimpan residu


(47)

yang dihasilkan sebagai produk dari aktivitas ekonomi. Akhirnya, sistem sumber daya lingkungan menyediakan berbagai macam layanan kemudahan, termasuk kesempatan untuk rekreasi, pengamatan satwa, kesenangan karena pemandangannya indah, dan layanan bahkan mungkin yang tidak berhubungan dengan penggunaan langsung dari lingkungan (Freeman III, 1993).

b. Macam-macam Sumber Daya Alam

Menurut Jupri (2010), sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan sifat, potensi dan jenisnya, yaitu:

1) Berdasarkan sifat

Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi 3 yaitu sebagai berikut:

a) Sumber daya alam yang terbarukan (renewable), misalnya hewan, tumbuhan, mikroba, air dan tanah. Disebut terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali).

b) Sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable), misalnya: minyak tanah, gas bumi, batu tiara, dan bahan tambang lainnya.

c) Sumber daya alam yang tidak habis, misalnya, udara, matahari, energi pasang surut, dan energi laut.


(48)

Menurut potensi penggunaannya, sumber daya alam dibagi beberapa macam antara lain sebagai berikut:

a) Sumber daya alam materi merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya. Misalnya batu, besi, emas, kayu, serat kapas, rosella, dan sebagainya.

b) Sumber daya alam energi merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan energinya. Misalnya batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, energi pasang surut laut, kincir angin, dan lain-lain.

c) Sumber daya alam ruang merupakan sumber daya alam yang berupa ruang atau tempat hidup, misalnya area tanah (daratan) dan angkasa.

3) Berdasarkan jenis

Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut: a) Sumber daya alam nonhayati (abiotik) disebut juga sumber daya

alam fisik, yaitu sumber daya alam yang berupa benda-benda mati. Misalnya: bahan tambang, tanah, air dan kincir angin.

b) Sumber daya alam hayati (biotik) merupakan sumber daya alam yang berupa makhluk hidup. Misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba dan manusia.


(49)

3. Willingness to Pay

a. Pengertian Willingness to Pay

Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan untuk membayar sejumlah uang kepada konsumen untuk memperoleh barang atau jasa. Zhao and Kling (2004) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Horowith and McConnell (2001) menekankan pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang . WTP adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonsin and Drolet, 2003). Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen (Dinauli, 2001).

Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) memiliki pengertian lain yakni kesediaan masyarakat untuk menerima beban pembayaran, sesuai dengan besarnya jumlah yang telah ditetapkan. WTP penting untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan kekuasaan monopoli yang dimiliki perusahaan dalam penyediaan produk berkualitas dan harga (Finesta, 2014).

b. Konsep Willingness to Pay

Willingness To Pay (WTP) atau keinginan untuk membayar

didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang dan jasa. menyebutkan bahwa Zhao dan Kling (2005) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu


(50)

barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan Horowith dan McConnell (2001) menekankan pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson dan Drolet, 2003). Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen (Dinauli, 1999).

Erry dkk (2011) menyebutkan bahwa Willingness to Pay (WTP) adalah harga maksimum yang konsumen ingin bayarkan terhadap barang dan jasa dan mengukur berapa nilai konsumen ingin bayarkan terhadap barang dan jasa atau dengan kata lain mengukur manfaat marjinal dari konsumen. Secara grafis WTP adalah area di bawah kurva permintaan. Surplus konsumen adalah WTP dikurangi jumlah yang dibayarkan atau jumlah yang ingin dibayarkan oleh konsumen dikurangi dengan jumlah yang secara aktual dibayarkan oleh konsumen.

Adapun surplus produsen adalah jumlah yang dibayarkan oleh produsen dikurangi biaya produksi. Surplus produsen terlibat di pasar. Suplai pasar menggambarkan biaya marjinal untuk memproduksi barang dan jasa, sedangkan permintaan pasar menggambarkan marginal benefit dari mengkonsumsi barang dan jasa.

Net Social Benefit atau surplus pasar adalah selisih antara manfaat yang diperoleh masyarakat dari memproduksi sumber daya alam dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya. Efisiensi terjadi di titik Z


(51)

yaitu ketika kesempatan yang membuat seseorang menjadi lebih sejahtera tidak membuat orang lain berkurang kesejahteraannya dan dikenal dengan Pareto efficiency. Titik optimal terjadi pada saat manfaat sosial bersih (Net Social Benefit/NSB) maksimum yaitu MC=MB.

Sumber : Besanko dkk.,2000

Gambar 2.1. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen

Keterangan:

0PZQ1 adalah WTP

PZ0 adalah manfaat sosial bersih PZP1 adalah surplus konsumen P1 Z0 adalah surplus produsen.

Pada gambar 2.1 di atas permintaan pasar menunjukkan WTP terhadap setiap unit barang dan jasa. Dalam pasar persaingan sempurna P=MC=MB dengan demikian persaingan sempurna menggambarkan


(52)

kondisi yang efisien. Pada kasus terjadi eksternalitas dimana aktivitas pelaku pasar mempengaruhi kesejahteraan pihak lain tidak dapat dicerminkan oleh harga pasar maka akan menyebabkan pasar tidak efisien.

4. Valuasi Ekonomi

Penilaian ekonomi atau economic valuation adalah sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar tersedia bagi barang dan jasa tersebut. Berikut skema dari penilaian ekonomi.

Sumber : Pearce dan Turner, 1990

Gambar 2.2 Metode Valuasi Ekonomi Economic Valuation

Benefit-Based Valuation Cost-Based Valuation

Actual Market Price Surrogate Market

(Pasar Pengganti)  Replacement Cost Preventive

Expenditure Relocation Cost Contingent

Valuation Method (CVM)

Travel Cost Wage Differential Property Value Contingent

Valuation Method (CVM)

Effect on

Production (EOP) / Pendekatan Produktivitas  Loss of Earning

(Human Capital Approach)


(53)

a. Benefit-Based Valuation (valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan berdasarkan manfaat):

1) Effect on Production (EOP) / Pendekatan Produktivitas

Metode ini menggunakan perubahan produktivitas dengan menggunakan nilai pasar yang ada dari suatu komoditi. Dengan mengetahui berapa kuantitas dan harga komoditi yang diperoleh dari sumber daya alam, maka bisa diketahui nilai dari sumberdaya alam tersebut. Teknik ini juga dapat digunakan untuk melakukan valuasi dari dampak lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari suatu kejadian (Nugroho, 2012).

2) Loss of Earning (LOE) / Human Capital Approach (HCA)

Pendekatan ini mendasarkan pada pemikiran bahwa perubahan pada kualitas lingkungan bisa menyebabkan perubahan pada kesehatan manusia. Penurunan kesehatan manusia akibat dari penurunan kualitas lingkungan ini, akan menyebabkan kerugian moneter, misalnya berupa : 1) penghasilan yang hilang karena mati lebih awal atau karena sakit; 2) bertambahnya biaya perawatan dokter rumah sakit.

3) Travel Cost (Biaya Perjalanan)

Teknik ini biasa digunakan untuk menilai suatu kawasan konservasi ataupun tempat wisata dengan cara melihat kesediaan membayar (willingness to pay) para pengunjung. Pendekatan ini menunjukkan bahwa nilai suatu kawasan konservasi bukan hanya


(54)

dilihat dari tiket masuknya saja, namun juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi kawasan konservasi dan hilangnya pendapatan potensial mereka karena waktu yang digunakannya untuk kunjungan tersebut (Nugroho, 2012).

Logika sederhana metode ini yaitu nilai manfaat dari suatu situs atau kawasan akan setara dengan biaya perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengunjungi situs tersebut (Turner dkk, 1994). Metode ini dapat mengestimasi manfaat-manfaat ekonomi atau biaya-biaya sebagai hasil dari:

a) Perubahan-perubahan biaya masuk dari sebuah situs rekreasi. b) Pengeluaran terhadap sebuah situs rekreasi yang ada.

c) Tambahan sebuah tempat rekreasi baru.

d) Perubahankualitas lingkungan pada sebuah situs rekreasi.

Travel Cost Method (TCM) memiliki tiga pendekatan, yaitu: (1) Zonal Travel Cost, dapat dilakukan hanya dengan menggunakan

data sekunder dan beberapa data sederhana yang dikumpulkan dari para pengunjung.

(2) Individual travel cost, menggunakan sebuah survey yang lebih terperinci terhadap para pengunjung.

(3) Random utility, menggunakan survey dan data-data pendukung lainnya, serta teknik statistika yang lebih rumit.


(55)

TCM merupakan teknik yang pertama kali mengasumsikan bahwa nilai suatu tempat rekreasi berkaitan dengan biaya perjalanan yang dikeluarkan para pengunjung. Akan tetapi, pada prakteknya terdapat beberapa masalah dengan penggunaan metode ini (Turner dkk, 1994), yaitu:

(1) Time costs. Sebuah TCM sederhana mengasumsikan bahwa travel cost hanya berkaitan dengan pengeluaran untuk bahan bakar. Seharusnya, sebuah time cost dimasukkan ke dalam travel cost sebagai sebuah refleksi dari nilai rekreasi sesungguhnya dari para pengunjung.

(2) Multiple visit journeys. Tak jarang para pengunjung dapat mengunjungi lebih dari satu tempat rekreasi dalam satu hari sehingga mengakibatkan travel cost memiliki margin for error

yang tidak pasti terhadap maslaah ini.

(3) Substitute sites. Para pengunjung seringkali mengunjungi sebuah situs yang diukur nilainya dengan TCM hanya sebagai situs pengganti dikarenakan tidak adanya lagi situs yang dekat dengan rumah mereka.

(4) House purchase decision. Sebagian pengunjung akan

memutuskan untuk membeli sebuah rumah didekat tempat rekreasi yang dianggap telah memberikan nilai kepuasan saat mengunjunginya.


(56)

(5) Non-paying visitors. TCM seringkali mengabaikan sebagian pengunjung yang tidak mengeluarkan biaya perjalanan untuk mencapai suatu situs.

Secara ringkas, TCM merupakan sebuah metode sederhana dalam mengestimasi keinginan membayar para pengunjung terhadap suatu situs rekreasi yang didasarkan pada kuantitas permintaan dengan perbedaan harga. Bagaimanapun, terdapat bebrapa masalah yang harus diperhatikan sebelum menggunakan metode ini (Mochamad Adrianto, 2010).

4) Ince differential

Pendekatan ini secara prinsip serupa dengan pendekatan

property value. Ince differential menggunakan tingkat upah yang dijadikan tolak ukur untuk mengukur kualitas lingkungan. Sehingga perbedaan upah antara pekerja yang bekerja di daerah terpapar polusi dan yang tidak dapat dianggap sebagai indikasi kerusakan lingkungan.

5) Contingent Valuation Method (CVM)

Pendekatan Contingent Valuation Method merupakan suatu metodologi yang berbasis survei untuk mengestimasi seberapa besar penilaian masyarakat terhadap barang, jasa, serta kenyamanan. Metode ini banyak digunakan untuk mengestimasi suatu nilai yang tidak diperjualbelikan di pasar, sementara metode preferensi (revealed preference) tersirat tidak dapat digunakan (Arianto


(57)

Patunru, 2004). Metode ini dapat mengetahui tingkat maksimum kerelaan membayar (willingness to pay) cukup memberikan informasi yang jelas tentang barang atau jasa tersebut kepada penerima manfaat.

Contingent Valuation Method bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness to Pay) dari masyarakat dan keinginan menerima (Willingness to Accept). Teknik ini didasarkan pada asumsi dasar mengenai hak kepemilikan (Garrod dan Willis, 1999), karena itu jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, maka pengukuran yang relevan adalah keinginan membayar yang maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila individu yang ditanya memiliki hak atas sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan digunakan adalah keinginan menerima kompensasi yang paling minimal atas hilang serta rusaknya sumberdaya alam yang dimiliki.

Pendekatan ini memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut :

a) Bersifat fleksibel serta dapat diterapkan pada beragam kekayaan lingkungan, tidak hanya terbatas oleh benda atau kekayaan alam yang terukur secara nyata dipasar saja.

b) Metode ini dapat diterapkan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting, yaitu sering kali menjadi satu-satunya teknik


(58)

untuk mengestimasi manfaat, serta dapat diaplikasikan pada berbagai konteks kebijakan lingkungan.

c) Dapat digunakan pada berbagai macam penelitian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat.

d) Metode CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Seseorang yang menggunakan CVM dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika digunakan secara langsung.

e) Nilai non pengguna (non use value) dapat diduga menggunakan kapasitas CVM.

f) Responden dapat dipisahkan ke dalam kelompok pengguna dan non pengguna sesuai dengan informasi yang didapatkan dari kegiatan wawancara, sehingga memungkinkan perhitungan nilai tawaran pengguna dan pengguna secara terpisah.

Contingent Valuation Method (CVM) memiliki keterbatasan utama yaitu timbulnya bias, hal ini terjadi jika dalam penggunaan metode CVM ini muncul nilai willingness to pay (WTP) atau

willingness to accept (WTA) yang lebih tinggi ataupun lebih rendah dari nilai sebenarnya. Menurut Hanley dan Spash (1993), bias tersebut dapat disebabkan karena beberapa hal berikut :

a) Bias strategi merupakan bias yang disebabkan karena barang lingkungan memiliki sifat non-excludability dalam pemanfaatannya, maka akan mendorong terciptanya responden


(59)

yang betindak sebagai free rider serta tidak benar dalam memberikan informasi.

b) Bias Rancangan meliputi cara informasi yang disajikan, instruksi yang diberikan, bentuk pertanyaan dan jumlah serta jenis informasi yang disajikan pada responden.

c) Bias yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan responden ini berhubungan dengan proses pengambilan keputusan seorang individu dalam memutuskan besarnya pendapatan, kekayaan, serta waktunya untuk barang lingkungan tertentu dalam jangka waktu tertentu.

d) Kesalahan pasar hipotesis dapat terjadi apabila fakta yang ditanyakan kepada responden pada pasar hipotesis membuat tanggapan responden berbeda dengan konsep yang diinginkan peneliti sehingga WTP yang dihasilkan menjadi berbeda dengan nilai sesungguhnya.

Beberapa tahapan dalam penerapan metode Contingent Valuation Method, menurut Hanley dan Spash, 1993 adalah sebagai berikut:

a) Menentukan Pasar Hipotetik

Langkah awal dalam melakukan metode CVM adalah menentukan pasar hipotetik. Pasar hipotetik diperlukan karena tidak adanya pasar jasa lingkungan yang mampu dengan tepat menggambarkan kondisi riilnya. Pasar hipotetik membangun


(60)

sebuah alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar suatu barang atau jasa lingkungan yang tidak terdapat nilai dalam mata uang, seberapa besar harga barang dan jasa lingkungan tersebut. b) Penentuan Besarnya Penawaran

Dalam menentukan besarnya penawaran terdapat beberapa jenis metode yaitu:

(1) Bidding Game (metode tawar menawar).

(2) Open-Ended Question (metode pertanyaan terbuka).

(3) Close-Ended Question (metode pertanyaan tertutup dengan disajikan beberapa pilihan jawaban)

(4) Payment Card (metode kartu pembayaran sebagai penentu besarnya nilai).

(5) Referendum (metode yang menggunakan suatu alat

pembayaran yang disarankan kepada responden). c) Pendugaan Besarnya Nilai WTP

Pada dasarnya CVM menanyakan dua jenis pertanyaan yaitu : (1) Apakah anda bersedia membayar (Willingness to Pay)

sejumlah Rp X tiap bulan atau tahun untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan.

(2) Apakah anda bersedia menerima (Willingness to Accept) sejumlah Rp X tiap bulan atau tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan.


(61)

d) Perkiraan Rataan dan Nilai Tengah WTP

Nilai rataan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar nilai WTP dari individu-individu yang disurvei secara mudah. Dugaan rataan WTP dapat dihitung dengan rumus :

EWTP = Keterangan:

EWTP : Dugaan Rataan WTP

Wi : Nilai WTP ke-i

n : Jumlah Responden

i : Responden ke-i yang bersedia membayar (i = 1,2,3,...,n).

e) Penjumlahan Data

Penjumlahan data adalah proses dimana nilai rataan penawaran dikonversikan terhadap jumlah populasi yang dimaksud. Jadi, nilai total WTP dapat ditentukan menggunakan rumus :

TWTP = EWTP . Ni Dimana :

TWTP : Total WTP EWTPi : Rata-rata WTP Ni : Jumlah Populasi f) Evaluasi Penggunaan CVM


(62)

Pada tahap ini penerapan CVM dinilai keberhasilannya. Dimana penilaian dilakukan dengan dengan mengajukan pertanyaan mengenai seberapa baik pasar hipotetik dapat meliputi keseluruhan barang atu jasa lingkungan yang ada, seberapa besar pemahaman individu terhadap pasar hipotetik serta seberapa besar kepemilikan individu terhadap barang atau jasa lingkungan yang terdapat dalam pasar hipotetik.

b. Valuasi Ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan biaya (Cost Based Valuation)

1) Replacement Cost (Biaya Pengganti)

Pendekatan ini didasarkan atas pemikiran bahwa biaya yang digunakan untuk mengganti aset produktif yang rusak akibat adanya dampak lingkungan yang kurang baik. Pengeluaran dalam bentuk finansial untuk mengganti fungsi lingkungan diukur berdasarkan kerelaan membayar terkecil agar manfaat yang diterima tetap dapat dipertahankan.

2) Preventive Expenditure (Biaya Pencegahan)

Metode ini menggunakan pengukuran biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

Preventive expenditure berguna untuk mengukur nilai guna tidak langsung dimana teknologi pencegahan kerusakan lingkungan telah tersedia.


(63)

3) Relocation Cost (Biaya Relokasi)

Metode relocation cost dibangun berdasarkan prinsip bahwa individu yang merasa terancam dengan kondisi lingkungan yang memburuk akan melakukan relokasi ke tempat lain. Biaya relokasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengukur hilangnya manfaat akibat penurunan kualitas lingkungan.

B. Penelitian terdahulu

Berdasarkan penelitian Mekonnen (2011) dengan judul “Estimating

the Economic Value of Wildlife the Case of Addis Ababa Lions Zoo Park” yang dilakukan di Ethiopia. Penelitian ini menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), variabel pada penelitian ini adalah TCM dan CVM. Hasil penelitian ini menunjukkan penelitian ini tampaknya tidak berhubungan dengan model bivarite probit untuk menurunkan fungsi permintaan dengan nilai penggunaan rekreasi satwa liar dan Model probit dipotong untuk memperkirakan kontribusi non nilai penggunaan satwa liar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata WTP untuk konservasi satwa liar adalah positif dan didekati untuk 8 ETB dan WTP tahunan sekitar 17.160.634 ETB per tahun. Dan nilai rekreasi total taman adalah sekitar diperkirakan 11, 767,287ETB per tahun dan surplus manfaat rekreasi atau konsumen total diperkirakan 5.603.470 ETB per tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai ekonomi total satwa liar untuk Addis Ababa Zoo Park termasuk penggunaan dan nilai-nilai non digunakan adalah


(64)

28,927,921ETB per tahun. Berdasarkan hasil survei dan dari temuan sebelumnya dilaporkan dalam literatur, nilai-nilai non-penggunaan tampaknya memainkan peranan penting dalam menjelaskan sikap masyarakat terhadap pelestarian satwa liar.

Bandara and Tisdell (2002) telah meneliti tentang ”Willingness to pay for conservation of the asian elephant in Sri Lanka: a contingent valuation study”. Penelitian ini menggunakan metode analisis non-linear logit regression. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah WTP, usia , pendapatan , posisi dalam keluarga , kepentingan rekreasi , sikap terhadap isu-isu di konservasi gajah , dan sikap terhadap pilihan manajemen alternative. Hasil regresi dari variabel-variabel tersebut dari 300 responden yang disurvei dalam penelitian ini, 266 (88,7 persen) menjawab positif terhadap pertanyaan prinsip pembayaran, serta memberikan pandangan dan persepsi mereka tentang sifat sebenarnya dari masalah konservasi gajah, penggunaan alternatif gajah, dan makna sejarah, budaya dan agama spesies ini satwa liar . Berdasarkan hasil analisis bahwa ada kasus ekonomi yang kuat untuk menjamin kelangsungan hidup gajah liar di Sri Lanka. Ada bukti kuat bahwa populasi gajah liar di Sri Lanka adalah Kaldor-Hicks lebih baik untuk ketidakhadiran mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Bandara and Tisdell (2003) dengan judul “The Economic Value of Conserving the Asian Elephant: Contingent Valuation Estimates for Sri Lanka” menggunakan analisis regresi logit.


(1)

Coeffi ci ent Correl ationsa

1,000 ,129 ,342 -,226 -,078

,129 1,000 ,075 -,350 -,503

,342 ,075 1,000 -,295 ,074

-,226 -,350 -,295 1,000 ,053

-,078 -,503 ,074 ,053 1,000

,002 ,000 ,001 -,001 ,000

,000 ,001 9,37E-005 -,001 -,002

,001 9,37E-005 ,001 -,001 ,000

-,001 -,001 -,001 ,006 ,000

,000 -,002 ,000 ,000 ,009

1,000 ,054 ,296 -,068

,054 1,000 -,032 -,517

,296 -,032 1,000 ,094

-,068 -,517 ,094 1,000

,002 8,05E-005 ,000 ,000

8,05E-005 ,001 -3,6E-005 -,002

,000 -3,6E-005 ,001 ,000

,000 -,002 ,000 ,009

1,000 -,050 -,516

-,050 1,000 ,120

-,516 ,120 1,000

,001 -5,4E-005 -,002

-5,4E-005 ,001 ,000

-,002 ,000 ,008

1,000 ,013 ,013 1,000 ,001 1,22E-005 1,22E-005 ,001 Fac LnInc LnVis LnAge LnEdu Fac LnInc LnVis LnAge LnEdu Fac LnInc LnVis LnEdu Fac LnInc LnVis LnEdu LnInc LnVis LnEdu LnInc LnVis LnEdu LnInc LnVis LnInc LnVis Correlations Cov ariances Correlations Cov ariances Correlations Cov ariances Correlations Cov ariances Model 1 2 3 4

Fac LnInc LnVis LnAge LnEdu

Dependent Variable: LnWTP a.


(2)

Colli neari ty Diagnosticsa

5,431 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01

,401 3,680 ,00 ,00 ,00 ,00 ,28 ,36

,155 5,925 ,00 ,00 ,00 ,00 ,61 ,59

,008 26,146 ,01 ,00 ,54 ,38 ,08 ,01

,004 36,716 ,26 ,05 ,31 ,58 ,01 ,01

,001 68,142 ,74 ,95 ,15 ,04 ,01 ,02

4,445 1,000 ,00 ,00 ,00 ,01 ,01

,401 3,330 ,00 ,00 ,00 ,32 ,37

,147 5,504 ,00 ,00 ,01 ,64 ,61

,006 27,794 ,13 ,03 ,86 ,03 ,00

,001 60,710 ,87 ,97 ,14 ,00 ,01

3,753 1,000 ,00 ,00 ,00 ,02

,240 3,950 ,00 ,00 ,00 ,95

,006 25,526 ,13 ,03 ,86 ,03

,001 55,551 ,87 ,97 ,14 ,00

2,786 1,000 ,00 ,00 ,03

,213 3,616 ,00 ,00 ,96

,001 45,237 1,00 1,00 ,00

Dimension 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 Model 1 2 3 4 Eigenv alue Condit ion

Index (Constant) LnInc LnEdu LnAge LnVis Fac

Variance Proportions

Dependent Variable: LnWTP a.

Excluded Variablesd

-,001a -,008 ,993 -,001 ,782 1,278 ,642

,020b ,196 ,845 ,019 ,824 1,213 ,653

,086b ,905 ,367 ,088 ,903 1,108 ,722

,014c ,137 ,892 ,013 ,825 1,211 ,825

,096c 1,006 ,317 ,097 ,907 1,103 ,907

,172c 1,618 ,109 ,155 ,725 1,379 ,725

LnAge LnAge Fac LnAge Fac LnEdu Model 2 3 4

Beta In t Sig.

Part ial

Correlation Tolerance VIF

Minimum Tolerance Collinearity Statistics

Predictors in t he Model: (Constant), Fac, LnInc, LnVis, LnEdu a.

Predictors in t he Model: (Constant), LnInc, LnVis, LnEdu b.

Predictors in t he Model: (Constant), LnInc, LnVis c.

Dependent Variable: LnWTP d.


(3)

Charts

_

Residual s Stati sticsa

9,9818 10,4305 10,2357 ,07704 110

-3,295 2,529 ,000 1,000 110

,021 ,071 ,034 ,010 110

9,9617 10,4282 10,2357 ,07818 110

-,35190 ,93614 ,00000 ,21402 110

-1,629 4,334 ,000 ,991 110

-1,672 4,355 ,000 1,002 110

-,37079 ,94527 -,00007 ,21894 110

-1,687 4,779 ,006 1,026 110

,055 10,867 1,982 1,820 110

,000 ,062 ,008 ,011 110

,001 ,100 ,018 ,017 110

Predicted Value St d. Predicted Value St andard Error of Predicted Value

Adjusted Predict ed Value Residual

St d. Residual St ud. Residual Delet ed Residual St ud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance

Centered Lev erage Value

Minimum Maximum Mean St d. Dev iation N

Dependent Variable: LnWTP a.

Regression Standardized Predicted Value

2 0

-2 -4

Regre

ssion St

udentiz

ed Re

sidual

4

2

0

-2

Scatterplot


(4)

Lampiran 5

Foto-foto


(5)

(6)