Kesimpulan Saran Permainan Tunarungu

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan implementasi dan pengujian sistem yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pada permainan tes IQ untuk tunarungu penerapan algoritma Binet Simon berhasil diimplementasikan untuk menghitung nilai IQ. 2. Urutan tampilan soal-soal yang disesuaikan dengan aturan Binet Simon dapat dikerjakan dengan baik oleh pengguna. 3. Nilai IQ dapat dihitung ketika semua variabel rumus untuk menghitung IQ telah diperoleh dengan lengkap. Adapun variabel rumus yaitu Mental Age= usia basal+ total skor dari basal hingga celling, Chronological Age = tanggal tes-tanggal lahir. 4. Tingkat kesulitan soal semakin rendah ketika peserta akan memperoleh basal agar nilai = 6 dan tingkat kesulitan soal semakin tinggi ketika peserta akan memperoleh celling agar nilai = 0.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk pengembangan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan lebih lanjut disarankan dapat memberikan soal yang lebih mendekati tes IQ yang sebenarnya. 2. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan menambahkan jumlah soal yang sesuai dengan aturan Binet Simon. 3. Aplikasi tidak hanya digunakan untuk anak berkebutuhan khusus Tunarungu. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Permainan

Dalam kamus bahasa Indonesia permainan merupakan bagian dari bermain dan bermain juga bagian dari permainan keduanya saling berhubungan. Permainan adalah kegiatan yang kompleks yang didalamnya terdapat peraturan, permainan dan budaya. Sebuah permainan adalah sebuah sistem dimana pemain terlibat dalam konflik buatan, disini pemain berinteraksi dengan sistem dan konflik dalam permainan merupakan rekayasa atau buatan, dalam permainan terdapat peraturan yang bertujuan untuk membatasi perilaku pemain dan menentukan permainan.

2.2 Tunarungu

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Pada umumnya perkembangan kognitif anak tunarungu sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bahasanya, keterbatasan informasi, dan daya abstraksi anak yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan intelegensi anak tunarungu. Kerendahan tingkat intelegensi bukan berasal dari kerendahan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran anak normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan anak tunarungu Somantri, 2009. Mengenai kurikulum, sama dengan kurikulum biasa tetapi boleh melakukan penyesuaian sesuai dengan jenis serta tingkat kelainan yang dimiliki anak. Dengan kata lain dapat diasumsikan bahwa TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan kelainan masing-masng. Hal ini diperlukan untuk memudahkan program pembelajaran. Berdasarkan PP no. 27 tahun 1991, jenjang dan lama pendidikan dalam satuan PLB sama dengan sekolah biasa. Kurikulum yang dipakai, juga kurikulum biasa dengan penyesuaian keterbatasan dan tingkat kelainan yang dimiliki anak. Kurikulum yang digunakan di SLB yaitu Universitas Sumatera Utara kurikulum SLB tahun 1984 yang telah dibakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, dan G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individualCasmini, 2010.

2.3 Intelligence quotient