Pandangan Dalang Tentang Wayang Kulit Purwa sebagai Media Kritik Sosial Politik. (Studi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya).

(1)

PANDANGAN DALANG TERHADAP WAYANG KULIT PURWA SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL POLITIK

(Studi pada Dalang Wayang Kulit Purwa seMalang Raya) SKRIPSI

OLEH : BAGUS WIGNYO P

09220334 Dosen Pembimbing : 1. Himawan Sutanto, M.Si 2. Isnani Dzuhrina, M.Adv

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

Lembar Persetujuan Skripsi

Nama : Bagus Wignyo P Nim : 09220334

Program Studi : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik

Judul Skripsi : PANDANGAN DALANG TERHADAP WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL POLITIK

(Studi pada Dalang Wayang Kulit Purwa seMalang Raya)

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Himawan Sutanto, M.Si Isnani Dzuhrina, M.Adv

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi


(3)

Pernyataan Orisinalitas

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Bagus Wignyo P Nim : 09220334 Jurusan : Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan bahwa karua ilmiah (Skripsi) dengan judul: PANDANGAN DALANG TERHADAP WAYANG KULIT PURWA SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL POLITIK (Studi pada Dalang Wayang Kulit Purwa seMalang Raya)adalah bukan karya tulis ilmiah (Skripsi) orang lain, baik sebagian atau seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 3 April 2014 Yang menyatakan


(4)

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Bagus Wignyo P Nim : 09220334

Program Studi : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik

Judul Skripsi :

WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL POLITIK (Studi Fenomenologi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya)

Tanggal

Paraf Pembimbing

Keterangan Pembimbing I Pembimbing II

12 Juli 2013 Acc Judul

26 September 2013 Acc Bab I & II

2 Oktober 2013 Acc Bab III

25 Oktober 2013 Acc Seminar Proposal

21 April 2014 Acc Bab IV

23 April 2014 Acc Seluruh Naskah

Malang, 24 April 2014 Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II


(5)

Lembar Pengesahan

Nama : Bagus Wignyo Prionggo Nim : 09220334

Konsentrasi : Public Relations

Judul skripsi : Pandangan Dalang Terhadap Wayang Kulit Sebagai Media Kritik Sosial Politik.

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilm Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Dan dinyatakan LULUS Pada Hari : Sabtu Tanggal : 3 Mei 2014

Tempat : Malang

Mengesahkan Dekan FISIP UMM

Dr. Asep Nurjaman, M.si Dewan Penguji:

1. Drs. Budi Suprapto, M.Si ( ... ) 2. Novin Farid S.W. M.Si ( ... ) 3. M. Himawan Sutanto, M.Si ( ... ) 4. Isnani Dzurihna, M.Adv ( ... )


(6)

ABSTRAKSI Bagus Wignyo P, 09220334

Pandangan Dalang Tentang Wayang Kulit Purwa sebagai Media Kritik Sosial Politik. (Studi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya).

Pembimbing: 1. Himawan Sutanto.Msi 2. Isnani Dzuhrina.M.Adv (77 Halaman+1 Tabel+3 Web+Lampiran) Bilbliografi: 18 buku, 1 Skripsi

Kata Kunci:Wayang Kulit, Kritik Sosial Politik, High Context Culture dan Low ContextCulture.

Sebenarnya wayang kulit diciptakan adalah untuk mengkritik sebuah kehidupan. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan dalang terhadap wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik. “Studi pada Dalang Wayang Kulit Purwa seMalang raya” bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan, pendapat, opini, dan argumentasi dalang tentang wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik.

Kritik sosial politik yang ada dalam pagelaran wayang kulit yaitu; Bentuk kritik sosial-politik, Adegan yang mengandung kritik sosial-sosial-politik, dan Sasaran kritik sosial politik.

Penelitian ini menggunakan metode analisis Deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan cara memilih tujuh informan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari hasil , maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum melakukan kritik sosial politik yang ada pada pertunjukan wayang kulit, para dalang melihat dan menganalisis penonton wayang kulit. Dan yang menjadi sasaran kritik sosial politik adalah audiens.

Cara yang digunakan dalang dalam melakukan kritik sosial politik pada pertunjukan wayang adalah dengan cara High Context Culture dan Low ContextCulture, High Context Culturebersifat semu sedangkanLow Context Culturebersifat blak-blakan.

Dalam melakukan kritik sosia politik dengan cara High Context Culture, para dalang tersebut melakukan di daerah yang masyarakatnya mengerti tentang wayang kulit dan masih menjunjung tinggi budaya Jawa, biasanya daerah tersebut berada di kawasan pedesaan. Sedangkan Low ContextCulture dilakukan di daerah yang mayoritas masyarakatnya belum mengerti wayang.


(7)

ABSTRACT

Bagus Wignyo P, 09220334

Wayang Kulit Mastermind’s Perception About The Use of Wayang Kulit Purwa as

Sociopolitical Critic Medium (Study of Wayang Kulit Mastermind Throughout Malang Regions)

Advisors: 1. Himawan Sutanto, MSi. 2. Isnani Dzuhrina, M.Adv. (77 pages + 1 table + 3 Web + Enclosure) Bibliographies: 18 books, 1 Final Paper

Keywords: Wayang Kulit, Sociopolitical Critic, High Context Culture and Low Context Culture

Wayang kulit is actually invented to criticize the life. A problem determined in this research is how wayang kulit mastermind perceives wayang kulit as sociopolitical critic medium. Study is entitled with “Study of Wayang Kulit Mastermind Throughout Malang Regions” and aimed to understand viewpoint, perspective, opinion and argument of wayang kulit mastermind about wayang kulit as sociopolitical critic medium.

Few things are considered when we attempt to understand sociopolitical critic in wayang kulit show. These are type of sociopolitical critic, scene of sociopolitical critic and target of sociopolitical critic.

Analysis method of this research is descriptive. There are seven informants involved and they are selected through purposive sampling. Based on the reality obtained in this research, result of research indicates that before implying sociopolitical critic during wayang kulit show, wayang kulit mastermind will see and analyze the audiences. The target of sociopolitical critic is usually audiences.

The methods used by wayang kulit mastermind to imply sociopolitical critic during wayang kulit show are High Context Culture and Low Context Culture. The difference between these two is that High Context Culture is implicit in nature while Low Context Culture characterizes explicit way.


(8)

Wayang kulit mastermind implies sociopolitical critic through High Context Culture when wayang kulit show is performed for the audiences who are familiar with wayang kulit and respecting Javanese culture. Such audiences usually inhabit rural area. Sociopolitical critic is implied through Low Context Culture if wayang kulit mastermind performs wayang kulit show in the region where the majority of population does not understand of wayang kulit.

Peneliti

Bagus Wignyo P

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia yang dilimpahkan, sehingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan segala

keterbatasannya. Penulis menyadari bahwa menulis sebuah karya tulis (skripsi) bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, karena itu diperlukan ketekunan, kesabaran, dan disiplin, serta keyakinan bahwa mengembangkan sebuah kajian sebagai bagian pengembangan ilmu

pengetahuan dan merupakan bagian daripada ibadah kepada Allah SWT.

Penulis merasakan betul banyak pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian skripsi ini, karena itu secara iklas penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para subjek penelitian yaitu Ki Asmari, Ki Nanang, Ki Ardhi, Ki Joko, Ki Marsudi, Ki Oktavianus, dan Ki Dian yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pembimbing yaitu, Bpk Himawan Sutanto.Msi dan Ibu Isnani Dzuhrina.M.Adv yang telah membantu sekuat tenaga dan pikiran dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Walau sesibuk apapun mereka bersedia untuk memberikan bimbingan kepada saya.

Tidak lupa saya juga sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya yaitu: Bpk Dennis Suwarno dan ibunda Siti Rochana yang berulang kali mengingatkan saya agar skripsi ini bisa diselesaikan dengan cepat.

Skripsi ini berjudul “Pandangan Dalang TentangWayang Kulit Purwa sebagai Media Kritik Sosial Politik, (Studi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya)”. Kajian ini berangkat dari pertunjukan wayang kulit yang mengandung pesan kritik sosial dan politik didalamnya. Dengan adanya pesan tersebut cara yang dilakukan dalang dalam membawakan pesan kritik sosial politik itu berbeda-beda.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

disebabkan karena kekurangan, keterbatasan, dan ketidak sempurnaan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan berbagai saran dan kritik yang membangun agar hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Malang 3 mei 2014


(10)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Skripsi i

Pernyataan Orisinalitas ii

Berita Acara Bimbingan Skripsi iii

Lembar Pengesahan IV

Abstraksi V

Kata Pengantar VI

Bab I PENDAHULUAN 1

A. LatarBelakangMasalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. TujuanPenelitian 7

D. KegunaanPenelitian 7

1. KegunaanAkademis 7

2. KegunaanPraktis 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Media Warisan 9

B. Media WarisanSebagaiAlatKomunikasi 10

C. Asal–UsulWayangKulit 12

D. JenisWayang yang ada di Indonesia 16

E. HubunganWayangKulitdenganFilsafat 18

F. DalangsebagaiKomunikator 19

G. KritikSosial Dan Politik 21

H. WayangKulitsebagai Media KritikSosialPolitik 22 I. TokohWayang yang menjadifigurKritikSosial&Politik 30

J. Deskriptif 34

BAB IIIMETODE PENELITIAN 35

A. TipePenelitian 35

B. SubyekPenelitian 35


(11)

1 Lokasi 36

2 Waktu 36

D. TeknikSampel 36

E. Teknik pengumpulan data 37

F. TekhnikAnalisis Data 38

G. UjiKeabsahan Data 39

BAB IVSAJIAN DAN ANALISA DATA 41

A. DeskripsiObjekPenelitian 41

B. Sajian Dan Analisa Data 50

C. B.1.1 SasaranKritikSosialPolitik yang terdapat

dalampagelaranWayangKulit 50

B.I. 2 LakondanAdegan Yang MengandungKritikSosialPolitik 55

B.I.3 BentukKritikSosialPolitik 61

C. Pembahasan 66

BAB V PENUTUP 71

A. K esimpulan 71

B. Saran 72

1 Saran Akademis 72

2Saran Praktis 73

DaftarPustaka 74


(12)

Daftar Pustaka

Buku :

Amin Darori, MA, 2006.Islam dan kebudayaan Jawa, Jakarta, Gama Media. Aizid Rizem, 2012, Atlas Tokoh-tokoh Wayang, Jogjakarta, Diva Pres

Dr. Phil. Astrid S. Susanto. 1977. Komunikasi dalam teori dan praktek, Bandung, Bina Cipta Endraswara Suwardi, 2006,Metodologi Penelitian Kebudayaan, Jakarta, Pustaka Widyatama.

Faisal Sanafiah, 2001, Format-format penelitian sosial, Jakarta, Rajawali Pers.

Hadi Prayitno Kasidi, Pengenalan Lakon, Buku tuntunan pedalangan, Sena Wangi. Kresna Ardian, 2012, Mengenal Wayang, Jogjkarta, Laksana

Suprapto Tommy, Ms, 2006.Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta, Media Presindo.

Iman Budhi Santosa, 2011.Saripati Ajaran Hidup Dahsyat Dari Jagad Wayang, Jogjakarta, Flash Books.

Liliweri Alo M Si, 2011, Dasar-dasar Komunikasi antar budaya, Bandung, Pustaka Pelajar.

Mulyana,Deddy, 2005. Ilmu Komunkasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexi J. 2012,Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remeja Rosdakarya. Muslimin M. 2011 Komunikasi Tradisional, Yogyakarta, Buku litera.

Nurudin, M.si,Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Panuju Redi,Oposisi Demokrasi dan Kemakmuran Rakyat, Kelompok Penerbit Pinus ( KPP), Yogyakarta.

Internet :

Dewi melfina, http://dewimelfina.wordpress.com/2013/03/18/seni-pertunjukan-wayang-sebagai-media-komunikasi/ (Diakses pada 5 April 2014, pukul 22.00 WIB)

Makna seni tradisional sebagai media komunikasi saat ini, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Komunikasi dan Informatika, "Pemetaan


(13)

Media Tradisional Komunikatif Lestarikan Tradisi Kelola Komunikasi", Jakarta, 2011.(http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas-web/artikel/sosial-budaya/1549-makna-seni-tradisional-sebagai-media-komunikasi-saat-ini.html) (diakses pada 7 November 2013, pukul 22.30 WIB)

Herva Andhi,

http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/pagelaran-wayang-kulit-sebagai-kritik-sosial-politik-di- kabupaten-ponorogo-studi-tentang-kritik-sosial-politik-dalam-lakon-parikesit-grogol-di-paseban-kabupaten-ponorogo-herva-andhi-putra-setyawan-35167.html (diakses pada 29 Maret 2014, pukul 21.30 WIB)


(14)

1 BAB I

PENDAHULULAN

A. Latar Belakang

Komunikasi tidak hanya sekedar alat untuk menyampaikan pesan yang ditujukan pada sasaran, tetapi komunikasi juga berarti “makna” dan proses. Ketika seseorang mengirimkan pesan, sebenarnya ada “makna” yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran komunikasi tersebut. Karena ada pengiriman pesan yang berupa ”makna” kepada sasaran, komunikasi juga merupakan sebuah proses yang mengaitkan banyak pihak.

Dalam hal ini, komunikasi massa sangat diperlukan untuk menyampaikan makna dari pesan yang ingin disampaikan. Jika dikaitkan dengan unsur komunikasi, paling tidak komunikasi itu hanya melibatkan komunikator, pesan, penerima, dan umpan balik. Akan tetapi, jika membicarakan komunikasi massa, ada banyak hal yang terkait seperti yang telah dikemukakan di atas, termasuk juga gatekeeper, jumlah audience, dan penggunaan media massa sebagai saluran1.

Ada lima jenis media massa yang sering disebut sebagai“The Big Five of Mass Media” yaitu: televisi, radio, internet, surat kabar, dan majalah. Memang teknologi informasi sendiri semakin berkembang, akan tetapi masyarakat di negara berkembang khususnya di Indonesia, lamban dalam mengantisipasi jika“The Big Five of Mass Media” tersebut dijadikan industri kapitalis, iklan politik, pencitraan nama baik, dan lain sebagainya. Sehingga yang nampak dalam media tersebut hanya sisi baiknya saja, sedangkan sisi negatifnya tak pernah terpublikasi.


(15)

2 Menurut M. Alwi Dahlan, hal tersebut dikarenakan:

1. Kesadaran informasi masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari penerangan informasi serta perilaku komunikasi.

2. Sikap terhadap teknologi yang belum menunjang. Masyarakat mungkin telah membicarakan teknologi tetapi pada umumnya, tetapi belum diikuti penerimaan sepenuh hati.

3. Pengguna teknologi informasi belum meluas, apalagi mengakar pada masyarakat.

4. Pelembagaan budaya informsi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijaksanaan nasional2.

Maka dari itu media seni tradisional sangat diperlukan, karena kesenian tradisional itu akrab dengan massa khalayak, kaya akan variasi, mudah pelaksanaannya, biayanya rendah. Secara tradisi media warisan dikenal sebagai pembawa tema cerita sesuai yang diperlukan oleh masyarakat lokal. Menurut Nurudin (2004; 114) ketika membicarakan media warisan, maka tentunya tidak dapat dipisahkan dari seni pertunjukan tradisi, yakni suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media warisan. Salah satu wujud media warisan adalah folkor. Bentuk folkor yang terdapat dalam masyarakat dapat berupa; cerita prosa rakyat, ungkapan rakyat, teater rakyat, nyanyian rakyat, puisi rakyat, gerak isyarat, alat pengingat, dan alat bunyi-bunyian. William Bascon (dalam Nurudin, 2004: 115) Mengemukakan fungsi folkor sebagai salah satu bentuk dari media warisan adalah:

 Sebagai sistem projeksi


(16)

3

 Sebagai penguat adat

 Sebagai alat pendidik

 Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi3

Seni tradisional yang sudah populer dikenal masyarakat biasanya mampu menciptakan hubungan antara komunikan dan komunikator. Melalui pertunjukan ini terdapat pertemuan langsung antara komunikan dan komunikator, dimana komunikator dapat mengungkapkan ide dan gagasannya kepada komunikan melalui cerita-cerita yang dibawakannya. Seni tradisional saat ini sudah mampu untuk dikemas dan disajikan melalui media elektronik dan dukungan teknologi dapat memperkaya seni tradisional sehingga dapat direkam, didistribusikan, dikompilasi dan disiarkan langsung atau disiarkan ulang kapan saja dan untuk keperluan apa saja sehingga mampu menjangkau tempat yang jauh atau luas. Pertunjukan tersebut tidak saja dapat dinikmati secara live, tetapi juga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat melalui televisi maupun internet4.

Dan media tradisional yang ingin penulis teliti adalah wayang kulit purwa, karena wayang kulit purwa merupakan media tradisional yang sangat luas dalam penyampaian pesan atau informasi. Dalam hal ini “Dalang” sangat berperan penting dalam membawakan alur cerita dan mengatur suasana saat pagelaran berlangsung.

3 Muslimin M, komunikasi tradisional, buku litera, 2011, hal 45-46

4

Makna seni tradisional sebagai media komunikasi saat ini, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Komunikasi dan Informatika, "Pemetaan Media Tradisional Komunikatif Lestarikan Tradisi Kelola Komunikasi", Jakarta,

2011.(http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas-web/artikel/sosial-budaya/1549-makna-seni-tradisional-sebagai-media-komunikasi-saat-ini.html) (diakses pada November 2013)


(17)

4 Merupakan fakta sejarah yang membanggakan bahwa sejak 7 November 2003, UNESCO mengakui wayang Indonesia sebagai World Master Piece Of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan kata lain wayang Indonesia telah diakui maha karya dunia, dan telah menembus level tertinggi kebudayaan umat manusia. Sejak mengadopsi kisah Ramayana dan Mahabharata dari India pada masa kejayaan Hindu hingga kini, bangsa Indoneia telah mewarisi 29 jenis wayang. Sementara itu, yang paling berkembang dan paling populer adalah jenis wayang purwa di Jawa.

Sebagai sebuah pertunjukan, memang terdapat pula wayang Caton (China), wayang Malaysia, wayang India, wayang Thailand, hingga puppet show dari Amerika Serikat. Namun, kehebatan dan kedahsyatan kisah serta pertunjukan wayang di Indonesia sukar dicapai tandingannya, karena yang diceritakan adalah kehidupan manusia di jagat raya ini. Maka tidak mengherankan jika dalam lakon ramayana maupun mahabharata (dua cerita lakon pakem di Jawa), terdapat ratusan tokoh dengan berbagai macam wujud dan karakter yang berperan serta menghidupkannya di jagat pakeliran5.

Kisah wayang memiliki dimensi yang sangat luas, penuh filosofi, dan simbol kehidupan masyarakat. Selain itu, pertunjukan wayang juga memuat dua dimensi penting yaitu sebagai tontonan juga sebagai tuntunan. Wayang merupakan kreasi seni budaya yang sangat terbuka. Pakem pedalangan pun dengan mudah disisipi bermacam pesan dan peristiwa yang beraneka warna. Varian demi varian pun muncul, ada wayang dengan gagrag versi Solo, Yogyakarta, Banyumas, Jawa Barat, Jawa Timur. Ada pula kisah carangan (sempalan) yang juga banyak digelar.


(18)

5 Pertunjukan dan kisah wayang di Jawa telah mengalami banyak perubahan, disesuaikan dengan situasi serta kondisi lokal masing–masing daerah. Bahkan, wayang yang semula berakar pada kepercayaan serta adat budaya Hindu (India), sempat pula digunakan sebagai media dakwah Islam para wali di tanah Jawa. Dan seiring dengan perkembangan, maka saat ini wayang kulit bisa dijadikan sebagai media kritik sosial politik.

Sementara pada saat ini dalang–dalang kondang di Indonesia seperti Ki Enthus misalnya, banyak melakukan kritik sosial politik disetiap pementasan wayangnya. Itu diakibatkan karena masalah sosial politik yang diungkap media massa seperti televisi tidak ada habisnya. Sebenarnya wayang kulit sebagai media kritik sosial politik sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, itu terbukti jika pada saat itu akandiadakan pertunjukan wayang kulit harus melapor ke “petinggi” dahulu,agar pagelaran wayang tersebut tidak menimbulkan bahaya bagi keberadaan penjajah. Bahkan ada seorang dalang senior yang sudah berumur kira– kira 85 tahun mengaku pernah ditahan karena melakukan pagelaran wayang kulit pada masa penjajahan tersebut.

Dengan demikian, pagelaran wayang kulit bisa dijadikan sebagai media alternatif oleh dalang wayang kulit guna menyampaikan aspirasi atau ideologi mereka. Dikarenakan pada saat ini peminat pagelaran wayang kulit berkurang, karena mereka menganggap pagelaran tersebut jadul, bahasanya sulit dimengerti, membosankan dan lain-lain, maka pertunjukan wayang kulitpun kurang mendapat apresiasi dari masyarakat. Padahal seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, pagelaran wayang kulit bisa dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan yang sangat menarik.Wayang kulit juga memiliki sisi inovatif lain yang dapat dikembangkan secara


(19)

6 maksimal sehingga pagelaran wayang kulit tidak hanya dilihat dari sisi seni tradisinya saja, namun juga memiliki fungsi sebagai pertunjukan yang banyak mengandung pesan moral di dalamnya6.

Alasan dari contoh di atas itulah yang mendasari para dalang kondang saat ini tidak takut menampilkan pagelaran wayang kulit yang kritis terhadap hal–hal yang tidak pantas terjadi, baik ditujukan untuk masyarakat sendiri ataupun untuk pemerintah, asalkan isi dari kritik tersebut memiliki tujuan yang baik.

Hal-hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk menulis penelitian yang menggali wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik, juga untuk mengetahui bagaimana pandangan dalang terhadap wayang kulit purwa sebagai media kritik sosial dan politik.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan dalang terhadap wayang kulit purwa sebagai media kritik sosial dan politik ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan, pendapat, opini, dan argumentasi dalang terhadap wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik.

D. Kegunaan Penelitian


(20)

7 1. Kegunaan Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi peneliti sejenis. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan sumbangan teori baru di bidang ilmu komunikasi tentang wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam kajian tentang seni pertunjukan tradisional, khususnya pakeliran wayang kulit purwa dalam ranah ilmiah, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang wayang kuit dalam konteks akademik.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam pengembangan media tradisional untuk melakukan kritik sosial dan politik. Diharapkan juga dari penelitian ini, pengguna sarana pertunjukan wayang kulit purwa sebagai media komunikasi politik, baik dalang, penanggap maupun penulis naskah lakon dapat mengetahui aspek mana sajakah yang tepat untuk disisipi pesan kritik sosial politik dan seperti apakah respon masyarakat terhadap bentuk–bentuk penyampaian pesan tersebut. Dan dari penelitian ini diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya media tradisional (wayang kulit) untuk menyampaikan pesan.


(1)

2

Menurut M. Alwi Dahlan, hal tersebut dikarenakan:

1. Kesadaran informasi masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari penerangan informasi serta perilaku komunikasi.

2. Sikap terhadap teknologi yang belum menunjang. Masyarakat mungkin telah

membicarakan teknologi tetapi pada umumnya, tetapi belum diikuti penerimaan sepenuh hati.

3. Pengguna teknologi informasi belum meluas, apalagi mengakar pada masyarakat.

4. Pelembagaan budaya informsi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijaksanaan nasional2.

Maka dari itu media seni tradisional sangat diperlukan, karena kesenian tradisional itu akrab dengan massa khalayak, kaya akan variasi, mudah pelaksanaannya, biayanya rendah. Secara tradisi media warisan dikenal sebagai pembawa tema cerita sesuai yang diperlukan oleh masyarakat lokal. Menurut Nurudin (2004; 114) ketika membicarakan media warisan, maka tentunya tidak dapat dipisahkan dari seni pertunjukan tradisi, yakni suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media warisan. Salah satu wujud media warisan adalah folkor. Bentuk folkor yang terdapat dalam masyarakat dapat berupa; cerita prosa rakyat, ungkapan rakyat, teater rakyat, nyanyian rakyat, puisi rakyat, gerak isyarat, alat pengingat, dan alat bunyi-bunyian. William Bascon (dalam Nurudin, 2004: 115) Mengemukakan fungsi folkor sebagai salah satu bentuk dari media warisan adalah:

 Sebagai sistem projeksi


(2)

3

 Sebagai penguat adat

 Sebagai alat pendidik

 Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi3

Seni tradisional yang sudah populer dikenal masyarakat biasanya mampu menciptakan hubungan antara komunikan dan komunikator. Melalui pertunjukan ini terdapat pertemuan langsung antara komunikan dan komunikator, dimana komunikator dapat mengungkapkan ide dan gagasannya kepada komunikan melalui cerita-cerita yang dibawakannya. Seni tradisional saat ini sudah mampu untuk dikemas dan disajikan melalui media elektronik dan dukungan teknologi dapat memperkaya seni tradisional sehingga dapat direkam, didistribusikan, dikompilasi dan disiarkan langsung atau disiarkan ulang kapan saja dan untuk keperluan apa saja sehingga mampu menjangkau tempat yang jauh atau luas. Pertunjukan tersebut tidak saja dapat dinikmati secara live, tetapi juga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat melalui televisi maupun internet4.

Dan media tradisional yang ingin penulis teliti adalah wayang kulit purwa, karena wayang kulit purwa merupakan media tradisional yang sangat luas dalam penyampaian pesan atau

informasi. Dalam hal ini “Dalang” sangat berperan penting dalam membawakan alur cerita dan

mengatur suasana saat pagelaran berlangsung.

3 Muslimin M, komunikasi tradisional, buku litera, 2011, hal 45-46

4

Makna seni tradisional sebagai media komunikasi saat ini, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Komunikasi dan Informatika, "Pemetaan Media Tradisional Komunikatif Lestarikan Tradisi Kelola Komunikasi", Jakarta,

2011.(http://www.pekalongankab.go.id/fasilitas-web/artikel/sosial-budaya/1549-makna-seni-tradisional-sebagai-media-komunikasi-saat-ini.html) (diakses pada November 2013)


(3)

4

Merupakan fakta sejarah yang membanggakan bahwa sejak 7 November 2003, UNESCO mengakui wayang Indonesia sebagai World Master Piece Of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan kata lain wayang Indonesia telah diakui maha karya dunia, dan telah menembus level tertinggi kebudayaan umat manusia. Sejak mengadopsi kisah Ramayana dan Mahabharata dari India pada masa kejayaan Hindu hingga kini, bangsa Indoneia telah mewarisi 29 jenis wayang. Sementara itu, yang paling berkembang dan paling populer adalah jenis wayang purwa di Jawa.

Sebagai sebuah pertunjukan, memang terdapat pula wayang Caton (China), wayang Malaysia, wayang India, wayang Thailand, hingga puppet show dari Amerika Serikat. Namun, kehebatan dan kedahsyatan kisah serta pertunjukan wayang di Indonesia sukar dicapai tandingannya, karena yang diceritakan adalah kehidupan manusia di jagat raya ini. Maka tidak mengherankan jika dalam lakon ramayana maupun mahabharata (dua cerita lakon pakem di Jawa), terdapat ratusan tokoh dengan berbagai macam wujud dan karakter yang berperan serta menghidupkannya di jagat pakeliran5.

Kisah wayang memiliki dimensi yang sangat luas, penuh filosofi, dan simbol kehidupan masyarakat. Selain itu, pertunjukan wayang juga memuat dua dimensi penting yaitu sebagai tontonan juga sebagai tuntunan. Wayang merupakan kreasi seni budaya yang sangat terbuka. Pakem pedalangan pun dengan mudah disisipi bermacam pesan dan peristiwa yang beraneka warna. Varian demi varian pun muncul, ada wayang dengan gagrag versi Solo, Yogyakarta, Banyumas, Jawa Barat, Jawa Timur. Ada pula kisah carangan (sempalan) yang juga banyak digelar.


(4)

5

Pertunjukan dan kisah wayang di Jawa telah mengalami banyak perubahan, disesuaikan dengan situasi serta kondisi lokal masing–masing daerah. Bahkan, wayang yang semula berakar pada kepercayaan serta adat budaya Hindu (India), sempat pula digunakan sebagai media dakwah Islam para wali di tanah Jawa. Dan seiring dengan perkembangan, maka saat ini wayang kulit bisa dijadikan sebagai media kritik sosial politik.

Sementara pada saat ini dalang–dalang kondang di Indonesia seperti Ki Enthus misalnya, banyak melakukan kritik sosial politik disetiap pementasan wayangnya. Itu diakibatkan karena masalah sosial politik yang diungkap media massa seperti televisi tidak ada habisnya. Sebenarnya wayang kulit sebagai media kritik sosial politik sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, itu terbukti jika pada saat itu akandiadakan pertunjukan wayang kulit harus melapor ke “petinggi” dahulu,agar pagelaran wayang tersebut tidak menimbulkan bahaya bagi keberadaan penjajah. Bahkan ada seorang dalang senior yang sudah berumur kira– kira 85 tahun mengaku pernah ditahan karena melakukan pagelaran wayang kulit pada masa penjajahan tersebut.

Dengan demikian, pagelaran wayang kulit bisa dijadikan sebagai media alternatif oleh dalang wayang kulit guna menyampaikan aspirasi atau ideologi mereka. Dikarenakan pada saat ini peminat pagelaran wayang kulit berkurang, karena mereka menganggap pagelaran tersebut jadul, bahasanya sulit dimengerti, membosankan dan lain-lain, maka pertunjukan wayang kulitpun kurang mendapat apresiasi dari masyarakat. Padahal seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, pagelaran wayang kulit bisa dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan yang sangat menarik.Wayang kulit juga memiliki sisi inovatif lain yang dapat dikembangkan secara


(5)

6

maksimal sehingga pagelaran wayang kulit tidak hanya dilihat dari sisi seni tradisinya saja, namun juga memiliki fungsi sebagai pertunjukan yang banyak mengandung pesan moral di dalamnya6.

Alasan dari contoh di atas itulah yang mendasari para dalang kondang saat ini tidak takut menampilkan pagelaran wayang kulit yang kritis terhadap hal–hal yang tidak pantas terjadi, baik ditujukan untuk masyarakat sendiri ataupun untuk pemerintah, asalkan isi dari kritik tersebut memiliki tujuan yang baik.

Hal-hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk menulis penelitian yang menggali wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik, juga untuk mengetahui bagaimana pandangan dalang terhadap wayang kulit purwa sebagai media kritik sosial dan politik.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan dalang terhadap wayang kulit purwa sebagai media kritik sosial dan politik ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan, pendapat, opini, dan argumentasi dalang terhadap wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik.

D. Kegunaan Penelitian


(6)

7

1. Kegunaan Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi peneliti sejenis. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan sumbangan teori baru di bidang ilmu komunikasi tentang wayang kulit sebagai media kritik sosial dan politik. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam kajian tentang seni pertunjukan tradisional, khususnya pakeliran wayang kulit purwa dalam ranah ilmiah, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang wayang kuit dalam konteks akademik.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam pengembangan media tradisional untuk melakukan kritik sosial dan politik. Diharapkan juga dari penelitian ini, pengguna sarana pertunjukan wayang kulit purwa sebagai media komunikasi politik, baik dalang, penanggap maupun penulis naskah lakon dapat mengetahui aspek mana sajakah yang tepat untuk disisipi pesan kritik sosial politik dan seperti apakah respon masyarakat terhadap bentuk–bentuk penyampaian pesan tersebut. Dan dari penelitian ini diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya media tradisional (wayang kulit) untuk menyampaikan pesan.