Perilaku Komunikasi Dalang Wayang Kulit Dalam memberikan Pesan Moral Kepada Penontonnya Di Kota Bandung

(1)

PERILAKU KOMUNIKASI DALANG WAYANG KULIT DALAM

MEMBERIKAN PESAN MORAL KEPADA PENONTONYA DI

KOTA BANDUNG

( Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Dalang Wayang Kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya Di Kota Bandung)

ARTIKEL

Oleh:

WILDAN YUFLIH

NIM: 41810126

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

B A N D U N G


(2)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang masalah

Wayang merupakan sebuah seni pertunjukan boneka bayangan yang banyak mengandung unsure seni lainya, baik seni musik, sastra, kriya(seni rupa) dll di dalamnya ada dalang sebagai pembawa cerita dan pengerak wayang, blecong atau lampu pertunjukan, kelir (layar putih),sinden dan gamelan. secara etimologi kata wayang merupakan bahasa jawa yang berati berarti bayangan karena wayang dapat di artikan pula sebagai sebuah bayangan sifat manusia, selain itu Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang Jawa yang dualistik. Ada dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan buruk, lahir dan batin, serta halus dan kasar. Keduanya bersatu dalam diri manusia untuk mendapat, keseimbangan. Wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial, misalnya dengan kritik sosial yang biasanya disampaikan lewat humor, Wayang juga menanamkan solidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan (Sumaryoto,1990).

Secara umum, pengertian wayang adalah suatu bentuk pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang, dengan menggunakan boneka atau sejenisnya sebagai alat pertunjukan (Sedyawati; Darmono, 1983). Boneka wayang merupakan alat untuk menggambarkan kehidupan umat manusia, sedangkan dari segi bentuk berbeda dari tubuh manusia secara nyata. Sastroamidjojo (1964) mengatakan bahwa


(3)

boneka wayang diukir menurut sistem tertentu. Perbandingan antar bagian badan tidak seimbang satu sama lain.Segala sesuatu berkaitan dengan hal tersebut dibuat menurut cara-cara dan aturan yang telah ditentukan. 1

Di pulau jawa sendiri seni wayang memiliki berbagai genre, Antara lain wayang Golek (wayang tengul), Wayang beber, wayang wong, wayang klitik dan wayang kulit (Sri Wintala,2014:12). Dan salah satu yang masih sangat populer dan di gemari adalah wayang kulit, wayang ini mereupakan wayang yang berkembang di pulau jawa, wayang ini terbuat dari kulit sapi dan kerbau, yang di berikan tangkai untuk mengerakannya yang terbuat dari tanduk kerbau dan di berikan kertas keemasan juga cat, lalu di bentuk sedemikian rupa sesuai kareakter dalam pewayangan(lakon). Wayang kulit memiliki beberapa bagian seperti wayang wahyu, wayang kancil dan wayang purwa, namun yang sangat populer adalah wayang purwa, wayang kulit jenis ini biasanya memiliki cerita wiracita Ramayana gubahan resi walmiki dan wiracita Mahabarata. Bila di bandingkan cerita ramayan, cerita mahabarata memiliki perkembangan yang sangat luar biasa, melalui para dalang, kisah dalam mahabarata dijadikan sumber untuk mengubah cerita-ceritra baru yang diistilahkan dengan cerita carangan dalam setiap lakonya memiliki alur cerita yang berbeda dan memiliki makna dan pesan moral yang terkandung sangat banyak, bukan tanpa alasan saat dalang membuat lakon wayang ini dalang ingin memberikan


(4)

pelajaran kepada masyaakat atau penonton mengenai kehidupan tertuama mengenai moralitas.

Wayang kulit ini biasanya hanya di pertunjukan di daerah daerah tertentu di jawa tengah, namun di daerah tertentu khususnya jawa barat wayang kulit purwa cukup banyak peminatnya meskipun provinsi jawa barat atau suku sunda indentik dengan wayang golek, namun seiring perkembangan zaman wayang kulit purwa di akui keberadaannya, karena wayang kulit ini dibawa oleh para perantau asal jawa yang ingin melestarikan wayang kulit ini meskipun di daerah lain. Seperti di ibu kota Jawa Barat yaitu Bandung, wayang kulit ini sering di pertunjukan baik dalam acara-acara pemerintahan, acara-acara kebudayaan, pernikahan bahkan acara-acara pertunjukan music dan seni lainya. Meskipun peminatnya tidak sebanyak pertunjukans eni lainya wayang kulit ini di Kota bandung sudah cukup naik kepermukaan.

Meskipun keberadaan wayang kulit ini masih terbilang manjadi minoritas seni, namun peminatnya masih cukup setia melestarikan dan terus berusaha untuk menjadikan kesenian wayang ini menjadi kesenian yang syarat akan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal, dan mampu menjadi sarana edukasi serta hiburan bagi masyarakat kota Bandung sendiri. Karena Kesenian Wayang ini syarat akan unsur komunikasi, karena wayang merupakan salah satu media yang untuk memberikan pesan-pesan positiv baik moral, agama, kehidupan, edukasi serta sebagai kritik sosial dll.


(5)

Memang persaingan kesenian khususnya di tanah sunda cukup sulit, kesenian wayang harus mampu berjuang dan membangun citra yang kuat agar mampu berkembang dan peminatnya terus bertambah. Memang belum jelas adanya wayang kulit dibawa oleh siapa ke tanah sunda, namun para dalang dan pecinta kebudayaan jawa di bandung terus berusaha melestarikan kebudayaan mereka meskipun bukan di kampung halamnya.

Adanya konteks komunikasi antar budaya yang dilakukan dalang dalam pagelaran wayang kulit ini karena adanya sebuah proses komunikasi antara individu-individu yang berbeda kebudayaannya. Karena adanya 2 konsep dalam komunikasi anatar budaya yaitu komunikasi dan budaya, Dengan kata lain, komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. 2

“Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan

bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat manusia tersebut dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi (Mulyana dan Rakhmat,

2005: 20).”

Sebuah kasus yang menarik dimana sebuah kebudayaan luar daerah masuk dan memperlihatkan eksistensinya meskipun bukan di daerah asalnya, apalagi di saat

2


(6)

era globalisasi saat ini, saat westernisasi dan budaya pop dari luar negeri mulai mengerogoti kearifan local dan menggerus potensi-potensi budaya di nusantara. Meskipun sulit Wayang menjadi sebuah media komunikasi sang dalang ntuk menyampaikan pesan,namun sang dalang memiliki tanggung jawab atas pesan yang di berikan karena wayang tidak hanya pertunjukan wayang memiliki tujuan tidak hanya sebagai tontonan (hiburan), namun pula sebagai tuntunan (pembelajaran) yang syarat dengan tatanan (pakem) bagi setiap penontonnya (Sri Wintala, 2014 :15) .

“Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe saluran yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel, yakni saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi, tangan, hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized channel yaitu saluran yang sudah sangat dikenal manusia seperti percakapan tatap muka. (Liliweri, 2004:28-29).”

Wayang di gerakan oleh seorang dalang, saat mendalangi sebuah cerita wayang dalam pagelaran wayang kulit tidak terlepas dari penyampaian pesan baik pesan verbal maupun nonverbal, yang akan di sampaikan kepada penontonnya, baik pesan moral, kritik sosial, riligi maupun pesan pesan kebaikan lainya.

Penggunaan bahasa verbal biasanya paling dominan di lakukan dalang, terutama bahasa Indonesia, sansekerta serta bahasa jawa sehari-hari, namun meski demikian bahasa verbal memang di haruskan karena sudah ada aturan-aturan khusus dalang pagelaran wayang agar penonton dapat mengerti apa yang di sampaikan oleh sang dalang.


(7)

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa juga dapat dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. (mulyana, 2005:237)

Selain bahasa verbal adapun bahasa atau pesan non-verbal yang di lakukan oleh dalang, tidak sembarangan bahsa non-verbal ini di ciptakan karena beberapa bahasa non-verbal sudah ada aturan atau pakem yang sudah di buatkan, karena dalam pageralan wayang tidak bisa hanya bahsa verbal yang di sampaikan , non-verbalpun begitu penting karena di setiap lakon atau ceritaanya, meskipun tidak hanya gerakan tubuh namun pakaian setting tempat hinggabunyi-bunyian sudah memiliki makana tersendiri dalam pagelaran ini ,Apalagi dalang harus memvisualisasikan wayang tersebut di balik layar oleh karena itu keduanya harus saling berkesinambungan baik bahasa verbal maupun non-verbal agar pesan moral yang di maksud dapat di cerna oleh para penonton.

T. Hall menamai bahasa nonverbal itu sebagai “bahasa diam (silent languange)” dan “dimensi tersembunyi (hidden dimension)” suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional dalam transaksi komunikasi dalam transaksi komunikasi, pesan non-verbal memberi isyarat-isyarat kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi. (Mulyana, 2007:344).

Definisi ini juga mencakup perilaku yang disengaja dan yang tidak sengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim


(8)

komunikasi non verbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bisa bermakna bagi orang lain.

Secara garis besarnya menurut Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R McDaniel dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Lintas Budaya, membagi pesan non verbal kedalam dua kategori sebagai berikut :

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan dan parabahasa

2. Ruang waktu dan diam (Samovar, Porter, Mc Daniel, 2010 :299).

Adapun motif sang dalang dalam melakoni setiap cerita pewayangan ataupun motif individu sebagai dalang, memang di setiap dalang memiliki motif yang kuat dan berbeda-beda, motif ini pula sebagai backgourd perilaku komunikasi para dalang untuk bisa mendalangin atau melakoni setiap pagelaran wayang kulit.

Motif merupakan konfigurasi makna yang menjadi landasan untuk bertindak, oleh karena itu motif menjadi penting dalam setiap tindakan informan. Pentingnya motif untuk meninjau diri informan terdapat dalam pernyataan Schutz (Kuswarno 2009).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan dan kekuatan, yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu. Motif merupakan salah satu aspek psikis yang paling berpengaruh dalam tingkah laku individu.


(9)

Dengan itu peneliti menggunakan teori pendukung interaksi simbolik, Karena Menurut Mead dalam Deddy Mulyana, interaksi simbolik adalah kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol ini memiliki makna dan arti tersendiri bagi setiap individu di dalamnya sehingga simbol-simbol ini pula sebagai wadah interaksi, baik simbol verbal dan non verbal.

Wadah interaksi yang di maksudkan karena dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang "penyanyi", penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda,dan juga seorang manager, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya (pesinden dan pengrawit).3 Memiliki banyak peran dan juga sebagai pemain kunci dalam pagealran wayang membuat dalang banyak bermain dengan simbol-simbol dalam setiap pertunjukannya yang memiliki makna tersendiri dalam simbol tersebut yang menggunakan media wayang Kulit.

Menurut Sri wintala dalam bukunya Ensiklopedia karakter tokoh-tokoh wayang (2014), dalang merupakan seorang yang memainkan wayang-wayang pada sebentang kelir. Secara simbolik, dalang dimaknai sebagai penggerak kehidapuan wayan-wayang. Dengan demikian dalang dapat dimakanai sebagai roh atau nyawa


(10)

yang menggerakan raga (wayang). Namun ada persepsi lain yang mengatakan bahwa dalang disimbolkan sebagai tuhan terhadap wayang yang merupakan simbol makhluk ciptaanya.

Kata Dalang ada yang mengartikan berasal dari kata Dahyang, yang berarti juru penyebuh berbagai macam penyakit. Dalang dalam "jarwo dhosok" diartikan pula sebagai "ngudal piwulang" (membeberkan ilmu), memberikan pencerahan kepada para penontonnya. Untuk itu seorang dalang harus mempunyai bekal keilmuan yang sangat banyak. Berbagai bidang ilmu tentunya harus dipelajari meski hanya sedikit, sehingga ketika dalam membangun isi dari ceritera bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai kekinian. Ke tiga fungsi wayang yaitu tatanan ,tuntunan dan tontonan yang mampu di perlihatkan oleh dalang, dimana salahsatunya tuntunan, bagaimana dalang menuntun masyarakat ke alah yang lebih baik, yaitu salh satunya dalang selalu memberikan pesan moral di setiap lakon yang dia tampilkan.

Berdasarkan penjelasan penelitian uraian di atas , maka peneliti tertarik untuk meneliti Perilaku komunikasi Dalang wayang kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonnya Di Kota Bandung. Karena dalam masalah ini bagaimana tuntunan atau wayang sebagai sarana edukasi sebagai masyarakat mampu mereka dalang berukan terutamam pesan moral yang akan di sampaikan dan disisipkan ke penontonnya.


(11)

1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.2.1. Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui, menguraikan dan menganalisa perilaku komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepadan penontonnya di kota bandung

1.2.2. Tujuan penelitian

untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan tujuan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. mengetahui Komunikasi verbal oleh Dalang wayang kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Para Penontonnya Di Kota Bandung ?

2. mengetahui komunikasi non verbal oleh Dalang wayang kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Para Penontonnya Di Kota Bandung ?

3. mengetahui motif yang melatar belakangi perilaku komunikasi oleh Dalang wayang kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Para Penontonnya Di Kota Bandung ?


(12)

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif. Penekanan kajian diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Suatu penelitian kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya. ( Moleong, 2007 : 4 ).

Metode penelitian kualitatif akan menghasilkan sebuah data deskrptif yang menyeluruh dari objek yang akan di teliti. Dengan metode ini peneliti akan mnghasilkan data yang teratur, terarah serta jelas hasil analisis dari kasus yang akan di angkat.

Desain Penelitian

Pada desain penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Kualitatif dan studi deskriptif dengan teori subtantif Interaksi simbolik yang diamAna akan mneganalisis perilaku komunikasi wayang dalam memberikan pesan moral kepada penontonnya.

“Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic ( utuh ). Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau


(13)

hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. ( Moleong, 2007 : 4 )

Dikatakan pula oleh Kirk dan Miller dalam buku Metode Penelitian Kualitatif bahwa;

Penelitian deskriptif kualitatif merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Penelitian ini tidak membutuhkan skala hipotesis tertentu. Sehingga sifatnya hanya menggambarkan temuan hasil lapangan. Maka, hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa penelitian

kualitatif merupakan “payung” dari penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. (Moleong, 2007 : 3)

Sementara itu, penelitian dengan studi deskriptif merupakan bagian dari penelitian kualitatif itu sendiri. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk mengangkat berbagai fakta. keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya. Seperti yang dijelaskan dalam buku Sosiologi Komunikasi, sebagai berikut :

“Penelitian deskriptif kualitatif merupakan desain penelitian yang

digunakan untuk makna dalam proses-proses komunikasi linier (satu arah), interaktif, maupun pada proses-proses komunikasi


(14)

transaksional. Model desain ini bersifat deskriptif untuk menjelaskan makna-makna dalam gejala sosial.” (Bungin, 2006:304)

Berdasarkan pendapat para ahli dapa t ditarik kesimpulan bahwa bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya. Orientasi kualitatif ini berupaya untuk mengungkapkan Perilaku Komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada penontonnya

Metode penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan topik atau pembahasan yang akan diteliti karena menggali dan memahami perilaku komunikasi yang dibentuk oleh dalang dari berbagai fokus baik komunikasi verbal, komunikasi non verbal maupun motif.

Pembahasan dan hasil Penelitian

Sub bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya dan data-data yang diperoleh selama penelitian.

“Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan

satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode

verbal” (Deddy Mulyana, 2005).

Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.


(15)

Komunikasi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Secara garis besar komunikasi merupakan kebutuhan hakiki bagi kehidupan manusia. Banyak orang berpendapat bahwa salah satu alasan mengapa kita berkomunikasi adalah untuk memperoleh informasi dan mengetahui terhadap suatu yang menarik perhatian kita, sekaligus berinteraksi dengan orang lain.

Dalam kehidupan masnusia, komunikasi memegang peranan yang sangat penting, karena komunikasi merupakan wahana utama dari kegiatan dan kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi menjadi sebuah alat hidup bagi kepentingan manusia, karena manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ia senantiasa memerlukan dan membutuhkan bantuan orang lain. Manusia antara satu dengan yang lainnya selalu mengadakan hubungan dan kerjasama untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing sebagaimana dikemukakan oleh Rakhmat (1997:54) yang mengatakan bahwa komunikasi selalu hadir dalam bidang kehidupan manuisa, karena merupakan faktor yang sangat penting dalam menumbuhkan hubungan antara manusia. Melalui komunikasi manusia dapat mengadakan tukar menukar pengetahuan dan pengembangan kerjasama.

Selain itu, konteks komunikasi yang digunakan adalah komunikasi verbal dan komunikasi non verbal yang tentunya dalam sebuah penyampaian pesan mempunyai tujuan yang berbeda.

Dengan fokus penelitian ini yaitu perilaku komunikasi memiliki sub fokus yaitu komunikasi verbal, komunikasi non verbal dan motif. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rakhmat yaitu Bahasa secara fungsional dan formal. Secara


(16)

fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. (Rakhmat, 1994:127).

Berkenaan dengan sub fokus penelitian disini menjelaskan bagaimana seorang

dalang dapat berkomunikasi atau menyampaikan pesan yang akan disampaikan

kepada penontonya, Akan terlihat dari komunikasi tersebut apakah efektif cara tersebut bisa dipahami oleh para penontonya tersebut. Karena pada dasarnya cara menyampaikan pesan itu setiap orang berbeda-beda, mempunyai cara tersendiri agar dapat mudah dipahami oleh orang lain.

peneliti lebih memfokuskan diri pada komunikasi verbal dan komunikasi non verbal dalang dalam menyampaikan pesan moral kepada penontonya, dan di dalamnya ada motif-motif dalang mengapa menyampaikan pesan moral tersebut.

Melalui cerita atau lakon wayang, seorang dalang menyisipkan pesan-pesan moral tersebut secara lisan , meski bahasa kadang menjadi kendala, namun penonton bisa melihat pesan itu dan mengakapnya dengan komunikasi non-verbal berupa artefak, diamana penonton mampu mengenal sosok karakter wayang mana yang baik dan yang jahat, dari situ pula pesan bisa di terima.

Dalangpun memiliki cirri yang khas dalam menyampaikan pesan tersebut, didalam ceritanya ada yang mengedepankan proses pembelajara, contoh-contoh kehidupan,dll, memang tidak to the point pesan ini serta merta di sampaikan oleh


(17)

darang, karena dalang ingin penonton bisa belajar dan berfikir dan tidak hanya di suapi saja.

Keefektifan verbal dan nonverbal kembali kepada keadaan penontonya, karena memangdalam wayang ini banyak mengandung unsure filosofisnya, jadi tidak semua penonton mengerti maksud, namun memang kebanyakan penonton mengerti initi yang di sampaikan oleh dalang. Oleh sebab itu juga verbal dan non-verbal di dalamnya memang harus berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain, tidak hanya benda diam lantas tidak memiliki arti dan berfungsi, namun di dalamnya benda-benda dalam pagelaran wayang ini ada makna yang inngin di sampaikan kepada penonton.

Komunikasi Verbal Seorang Dalang Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada

Penontonya

Peneliti mengungkapkan bahwa, memang secara lisan seorang dalang sama dengan dalang yang lainya, namun disini yang membedakan adalah pembawaan serta bahasa yag di pergunakan, dalam penelitian ini ada dua informan dalang yaitu KI. DL. Rebi Bodro Sajiwo dan KI. DL. Dwi, nah perbedaan keduanya ada bahwa dalang Rebi lebih mengedepankan proses cerita dan banyak penggunaan-penggunaan bahasa bahasa sastra dalam pertunjukannya, sedangkan KI. DL. Dwi banyak menggunakan bahasa-bahasa sehari-hari dan kejadin sehari-hari pula dalam membawakan lakon atau cerita wayangnya.


(18)

Kekhasan pembawaan dalang inilah yang menjadi senjata atau cara meeka dalam menyisipkan dan menyampaikan pesan-pesan moral kepada penontonya, penelitipun memang melihat kekhasan ini sebagai media para dalang juga dalam mengekspresikannya, selain itu agar lakon atau cerita itu tidak monoton dan terlihat flat.

1. Penggunaan Bahasa dalam Komunikasi verbal seorang Dalang

Dalam penggunaan bahasa yang berkenaan dengan komunikasi verbal seorang dalang, memang semua dalang wayang kulit menggunakan bahsa jawa, namuan tergantung kondisi tempat dan penonton di dalamnya, bisa bahasa Indonesia bahkan bahasa sunda, penggunaan bahasa jawa ini karena memang wayang kulit ini lahir di jawa tengah dan terlebih bahwa latar belakang seorang dalang lahir dan mempelajari ilmu dalang ini disana.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat penggunaan bahasa yang di lakukan dalang terkadang membuat penonton kebingungan karena terkadang adanya penggunaan bahasa sastra dan bahkan sisipan-sisipan bahasa sansekerta yang memang tidak semua orang memahaminya, namun di samping itu ada juga dalang yang menggunakan bahsa jawa sheari hari sehingga memudahklan para penonton menerima dan mencerna pesan yanag akan di berikan terutama pesan moral.


(19)

Memang kembali kepad ake khasan dalang dalam membawakan sebuah lakon dan karakter si dalang itu sendiri. Meski demikian penggunaan bahasa disini tidak selalu menjadi kunci utama dalam pagelaran, karena ada hal pendukung lainya yang menjadi cara dalang menyampaikan pesan tersebut.

Seperti KI.DL. Rebi yang banyak menggunakan bahasa sastra dan Sansekerta dimana memang beliau sangat mematguhi dan menjunjung tinggi aturan-aturan atau pakem dalam pewayangan sehingga di amasih konsisten menggunakan bahasa tersebut oleh sebab itu peneliti melihat bahwa KI.DL Rebi tetap konsisten menggunakan aturan tersebut, meski pesan moral yang akan dis ampaikannya sulit sedikit sulit dimengerti oleh penonton.

Sedangkan KI.DL. Dwi lebih banyak mennggunakan bahsa jawa sehari-hari ,penggunaan bahsa sehari-hari ini bukan tanpa alasan , karena penggunaan bahasa sehari-hari ini untuk mamudahkan penonton mencerna psan moral yang di berikan, memang demikian para penontonpun bida dengn mudah mengerti maksud si dalang bilang menggunakan bahasa shari-hari ini.

2. Penyampaian Pesan Dalam Komunikasi Seorang Dalang

Berkenaan dengan komunikasi verbal dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa cara menyampaikan pesan seorang dalam menjadi unit yang penting, penyampaian pesan ini lebih ke bagaimana seorang dalang memperilhatkan kekhasan yang dia miliki untuk menyampikan pesan moralnya.


(20)

Penyampaian pesan setiap dalang berbeda, penyampaian pesan dalam pagelaran wayang ini mengunakan cerita dan lakon wayang didalamnya, bisa menyampaikan melalui adegan perang, diskusi para karakter wayang, dan kejadian-kejadian tertentu. Didalamnya juga mengandung proses-proses untuk menstimulus daya berfikir oenontonya, agar pesan tersebut bisa lebih melkean dan lebih jauh dapat di aplikasikan ke kehidupan sehari-hari.

Selain itu penggunaan gaya bahasa sehari-hari,kejadian sosial yang di alamai masyarakat ikut serta dalam lakon wayang, serta unsure humor dalang di keluarkan agar penonton dapat mudah mencerna dan menangkap maksud dan pesan moral yang ingin di sampaikan dalang..

Peneliti pun melihat kecenderungan penyampaian pesan ini lebih kepada bagaimana dalang mampu menceritakan dengan baik lakonya itu, sehingga penonton bisa terbawa kedalang cerita tersebut dan outpun yaitu pesan moralnya dapat di sampaikan oleh dalang dengan baik, memang kembal kepada kekhasan si dalang bagaiaman cerita di dalamnya itu muncul.

3. Media yang di gunakan Dalang dalam memberikan pesan moral kepada

penontonya

Media yang di lakukan dalang dalam memberikan pesannya adalah sudah jelas pagelaran wayang itu snediri sebagai media dalang dalam memberikan pesan moralnya, karena pagealran wayang memang sejak dari awal lahirnya di indonesai sebagi media pembelajaran serta media dakhwah,


(21)

dan juga music karawita, karena music merupakan saran harmonisasi dalang, karena dalam adegan adegan tertentu beerbeda musiknya, itu yang ingin dalang berikan kepada masyarakat atau penonton agar merka paham yang di maksudkan. Dan juga agar penonton tidak ngantuk terus menerus melihat wayang

Komunikasi Non Verbal Seorang

Komunikasi merupakan proses dimana individu bertukar informasi dan menyampaikan pikiran serta perasaan, dimana ada pengirim dan penerima pesan. Perilaku komunikasi seorang dalang, seperti penggunaan komunikasi verbalnya, peneliti juga menemukan komunikasi nonverbal dalam suatu interaksi yang dilakukan seorang dalang.

Dalam penggunaan komunikasi nonverbal ini peneliti melihat adanya empat unit komuniaksi nonverbal yang di lakukan oleh dalang, yaitu bahasa tubuh, orientasi ruang, parabahasa serta artefak. Dalam penggunaannya semua saling berkaitan satu sama lain dan bisa di bilang semua berperan penting dalam penyampaian pesan moral dalang terhadap penontonya.

Bahsa non-verbal sangat mendukung dalang dalam memberikan pesan morlanya kepada penonton, karena saat penggunaan bahasa verbal sulit di mengerti bahasa verbal ini lah yang daigunakan oleh dalang dan sebagai penegas pesan juga yang dilakukan oleh dalang.


(22)

Tidak banyak bahasa tubuh yang di lakuakan dalang, karena dalam pagelaran ini dalang tidak terlihat, karena dalang di balik layar, gerakan tubuh si dalang hanya untuk memvisualisasikan pergerakan wayang itu sendiri, dari visualisasi pergerakan wayang itu lah setidaknya pesan itu muncul karena setiap pergerakan wayang itu memang di gerakan oleh dalang yang memang pesan itu hanya disisipkan saja dalam pergerakan wayang itu sendiri.

Pergerakan wayang ini lebih kepada tatakrama serta sopan santun pola bergerak untuk manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mimik wajah biasa juga di tampilkan meski tidak terlihat langsung oleh penonton namun, dalangs sering melakukannya seperti saat menggerakan wayang tadi, tergantung dan bagaimana jalan ceritanya sendiri, missal adegan wayang tersebut emosi, bahagia, sedih dll mimic wajah dalang mengikuti karakter yang di gerakannya dalam situasi tersbut.

Seperti yang informan penonton jelaskan bahwa hanya gerakan tubuh dalang hanya untuk memvisualisasikan gerakan dari waynag itu sendiri sehingga nantinya akan timbul maksud dan arti tersendiri di dalamnya.

2. Orientasi Ruang Dalang Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada


(23)

Dalam pagelaran ini orientasi ruang merupakan konseptualisasi ruang agar memiliki makna dan artis endiri, tataan dan setting pada ruangan atau tempat pagelaran mempengaruhi juga penyampaian pesan itu dapat di terima.

Kenyamanan ruangan dan tataan estetik menjadi salah satu factor penting, karena tempat yang nyaman bisa membuat penonton mudah menerima pesan moral tersebut, dan keestetikaan tempat memang sudah di atur sedemikian rupa agar telihat lebih baik.

Selain itu setting tempat didalamnya memiliki factor penting juag karena setting tempat dan tataan benda didalamnya memiliki makna dan artinya sendiri terutama bagaimana penyampaian pesan itu dapat di terima. Sebagai contoh wayang di tata dengan sedmikian ruapa karakter wayang yang baik da di kanan dan yang jahat atau musuh ada di kiri, ini mengandung makna filosofis dimana kanan itu sebagi sumber kebaikan dan semua di awali dengan kanan, speerti makan, wudhu, menerima sesuatu harus dengan tangan kanan yang lebih merujuk kepada tatakrama dan kesopanan sedangkan missal tangan kiri hanya di pergunakan untuk hal-hal yang “kotor”.

Dan orientasi ruang ini merujuk juga kepada kenyamanan penonton saat menonton wayang , karena kenyamanan sebagai factor bagai amna pesan itu bisa masuk dengan mudah, Karen abila kenyamanan itu tebangun dari situasi atau atat ruang penonton bisa lebih focus untuk mencerna pesan moral yang di sampaikan oleh dalang tersbut.


(24)

3. Artefak Dalang Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya

Artefak adalah benda apa saja yang di hasilkan dari kecerdasan manusia. Benda-benda yang di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam interaksi manusia(Deddy Mulyana, 2007:433).

Artefak dalam pagelaran wayang yang lebih dominan dalam bahasa atau komunikasi nonverbal yang di pergunakan oleh dalang, sudah jelas adalah wayangnya sendiri, wayang yang menggambarkan sifat manusaia, bayangan manusia serta dualism baik dan buruk, dan sudah jelas pesan akan lebih timbul dalam wayang ini, karena di setiap karakter wayang memiliki sifat dan kepribadian masing-masing yang tidak lain tidak bukan sebagi contoh kepada penontonya, dan outputnya sebagai pesan moral yang nantinya akan ditangkap oleh penonton.

Karena dalam cerita atau lakon pasti selalu ada peran baik dan buruk dari situlah karakter wayang di mainkan guna memberikan pesan moral itu. selain itu adanya benda lain seperti cayon merupakan tempat berlindung atau bisa juga berarti


(25)

awal mula kehidupan dimulai di bumi, kelir atau layar putih yang membentang di antara wayang merupakan gambaran bumi diaman semua makhluk hidup beraktivitas, gebok pisan sebagai pijakan atau tanah diaman manusia berdiri,blencong atau lampu pencahayaan adalah sebagai matahari dan cahaya kehidupan, kotak wayang atau tempat penyimpana wayang adalah diaman manusia berawal dan berakhir pada nantimya.Selain itu pemaknaan benda di pagealran wayang itu sebagai tatanan atau media edukasi bagi penonton tertama menganai pesan moral.

Wayang itu sendiri pula sebagai alat untuk emmbentuk karakter manusia atau penontonya, akrena wayang ini memiliki arti sendiri sehingga karakter yang di mainkan dapat di ikuti atau sebagi contoh untuk masyarakat atau penotnonnya.

4. parabahasa Dalang Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya

parabahasa, atau vokalika (vocalisc), merujuk pada aspek-aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan

berbicara, nada (tinggi ata rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau, suara terputus-putus, suara yang gemetaran, siutan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan dan sebagainya (Deddy Mulyana, 2007:387).

Para bahasa atau vokalika membantu serta mempunyai andil saatmeberikan pesan moral kepada penononnya, karena parabahasa angat digunakan oleh seorang dealang sebagai ci khsa karakter wayang serta penegasan saat adanya lisan, parabahsa yang di gunakan adalah seperti peniruan surara wanita, raksasa,raja dan ksatria, setiap akrater memiliki cirri suara yang berbeda atau warna suara yang berebeda, ini merujuk kemabli kepada


(26)

penegasan saat dalang memberikan pesan moralnya.

Tentu kita bisa melihat bahwa missal saat karakter raksasa atau wayang jahat di mainkan intonasinya lebih keras dan memperlihatkan kesombonganda n keangkuha dan juga dengan penuh amarah dengan penggunaan nada, nada tinggi, sedangkan karakter yang baik dengan penggunaan parabahasa yang memperlihatkan kewibawaan,kebijaksanaan, baik hati, jujur dan rendah diri. Dari situ pesan moral disampaikan bahwa ini akan menjadi contoh kepadapenontonya, dan penonton senantiasa mengikuti cara-cara kebaikan yang dilakukan wayang dnegan karakter bai

Motif yang Melatarbelakangi dalang dalam memberikan pesan moral kepada

penontonya

Motif merupakan sebuah dorongan, peneliti menyebutnya sebagai alasan mengapa manusia dapat terarah sehingga dapat melakukan sesuatu. Dalam pembahasan ini motif merupakan bagian yang cukup penting untuk peneliti analisis, karena motif merupakan sebuah bentuk dorongan dalam diri seorang dalang dalam Perilaku Komunikasi yang ditunjukkan.

Motif juga merupakan hal yang mendasari seorang dalang wayang kulit dalam perilaku komunikasi yang di tunjukan, berbagai alas an yang mendorong seorang dalang telah di jelaskan dari hasil wawancara, peneliti melihat adanya dua kategori


(27)

motif yang menjadi dorongan serta melatar belakangi dalang tersebut, yaitu motif masa lalu (because motive) yang berorientasi dengan masa lalu dan motif masa depan ( in order to motive )yang berorientasi kepada masa depan, kedua karegori ini melengkapi bagaimana kajiantentang bagaimana motif yang meltaridalang tersebut.

1. Motif Masa Lalu (Because Motive)

Pada dalang wayang kulit ini meneliti motif masa lalu di temukan bahwa memang sejak kecil kecintaan akan wayang sudah timbul ini didasari karena factor orang tua dan keluarga yang sama menyukai dalang juga dan juga media pembelajran seorang dalang sejak kecil menggunakan wayang yang memang bisa karena orang tua yang mengajarkan atau Karena lingkungan sekitar dalang yang lahir di dunia pagelaran wayang ini dan juga berdasarkan pengalaman pengalaman lingkungannya. Oleh sebab itu lah seorang dalang bertekad dan bercita-cita menjadi dalang. Seperti dalang Rebi yang sejak kecil wayang merupakan alat beliua untuk mempelajari kehidupan dan kebaikan, wayang juga yang membangun dan membuat dirinya menjadi seorang yang lebih baik, factor linggungan terutamna keluarga yang selalu memberikan nilai-nilai kehidupan lewat wawyang, karena kebiasaan dan pengalam ini lah yang mendorong dirinya untuk menjadi dalang hingga saat ini.

Dalang Dwi pun tidak jauh berbeda, fakor lingkungan masa kecilnya lah yang banyak mandorong dirinya untuk menjadi seorang dalang, karena memang lingkungan apalgi


(28)

lingkungan masa kecil sangat mempengaruhi seseorang saat menjadi dewasa nanti speerti dalang Dwi ini.

1. Motif Masa Depan ( In Order To Motive )

Pelestarian pagelaran wayang ini menjadi salah satu motif masa depan dalangm, karena dalang tidak ingin wayang di lupakan oleh masyarakat, dan sebagai counter terhadap budaya asing, selain itu karena dalang ingin menjadikan wayang ini sebagai media pembelajaran hidup, oleh karena itu pesan pesan moral yang di sampaikan guna untuk bisa penonton aplikasikan dalam kehidupan sehari harinya dan bahkan bisa diturunkan kembali kepad aanak cucunya di masa yang akan datang.

Selain itu para dalang memiliki tanggung jawab sosial, karena dalang merupakan seseorang atau penasihat menurut mereka, oleh karena itu pesan-pesan .moral selalu merka berikan dan berharap masayrakat dapat mencontoh dari wayang itu sendiri. Dan juga lebih banyak memebrikan pesan-pesan kbaikan dan menghibur kepada masyarakatserta ingin terus mengasah dan mengabdikan diri menjadi dalang sehingga bisa menjadi panutan bagi masyarakat.

Perilaku Komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada

penontonya

Manusia selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi tersebut, terjadi pertukaran simbol-simbol baik itu verbal ataupun nonverbal. Dalam


(29)

simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut terdapat makna yang hanya dipahami oleh anggotanya saja. Makna ini akan sangat mempengaruhi individu berperilaku.

Pada pemikiran dari George Herbert Mead (1863-1931). Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Dalam hal ini peneliti beranggapan bahwa pada dasarnya interaksionisme simbolik merupakan usaha untuk memahami perilaku manusia dengan adanya pertukaran-pertukaran simbol yang memiliki makna dalam komunikasi. Interaksionisme simbolik melihat bagaimana pertukaran simbol-simbol ini merupakan suatu proses yang memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku mereka.

Berdasarkan itu pula, peneliti memandang bahwa interaksionisme simbolik merupakan hasil dari pemaknaan dalam terjadinya pertukaran simbol-simbol dalam sebuah situasi komunikasi yang terjadi sehingga dapat membentuk perilaku manusia. Sebagai suatu usaha untuk dapat memaknai terhadap simbol-simbol yang terjadi dalam komunikasi diantara dalang dan penontonya, adanya suatu proses yang memang hanya dapat dimaknai oleh oleh dalang dan penontonya saja.

Hal ini membuat peneliti berasumsi bahwa interaksi yang terjadi diantara dalang dengan penontonya, mereka saling memberikan persepsi satu sama lain. Inilah yang disebut sebagai suatu usaha untuk dapat memaknai terhadap terjadinya pertukaran simbol-simbol baik verbal maupun nonverbal.


(30)

Meski dengan adanya perbedaan dalam berkomunikasi, seorang dalang dapat memiliki usahanya sendiri untuk dapat mengutarakan setiap maksut, makna dan pesan dalam sebuah interaksi yang dilakukannya, begitu pula para penontonya, sehingga terdapat kesamaan makna dalam memaknai simbol-simbol verbal dan simbol-simbol non verbal yang terjadi.

Tercapainya kesamaan makna ini akan membuahkan pemahaman yang terjadi diantara mereka sehingga perilaku komunikasi pun akan berjalan efektif. Pada akhirnya semua pesan dapat tersampaikan dengan baik dari kedua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi yang berlangsung

Perilaku Komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada

penontonya

Perilaku komunikasi dalang, dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Perilaku komunikasi dalang dibagi kedalam dua bagian, yaitu perilaku komunikasi yang menggunakan komunikasi verbal dan perilaku komunikasi yang menggunakan komunikasi non verbal. . Akan tetapi, peneliti juga beranggapan bahwa perilaku komunikasi dalang ini bukan hanya dikarenakan terjadinya suatu proses komunikasi verbal maupun nonverbalnya. Peneliti melihat adanya motif yang menjadi bagian yang memiliki pengaruh besar sehingga adanya perilaku seorang dalang ini.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti beranggapan bahwa adanya motif yang dimiliki oleh seorang dalang ini yang dapat melatari perilaku komunikasi seorang


(31)

dalang dalam memberikan pesan moral kepada penontnya , karena motif merupakan suatu bentuk dorongan manusia untuk bertindak sehingga dapat melatari perilaku komunikasi. Jika saja dalam sebuah proses komunikasi terdapat adanya hambatan, menurut hasil penelitian yang peneliti lakukan melalui wawancara bersama para informan, peneliti dapat menangkap bahwa hambatan terbesar adalah kesluitan penonton memahami bahasa yang di gunakan oleh dalang tertama bahsa sastra jawa dan snsekerta.

Dalam hal ini peneliti pun menemukan bagaimana perilaku komunikasi dalang dalam meberikan pesan kepada penontonya adalah dengan bagaimana dalang menyampaikannya, yaitu para informan dalag emnggunakan cerita atau lakon wayang yang did alamnya disisipkan pesan melalui adegan-adegan tertentu selain itu penggunaan bahasa yang mereka pergunakan mereka memiliki cirri khas sendiri dalam menggunakannya.

selain itu untuk penggunaan non-verbal sangat di pergunakan dengan baik oleh dalang terutama artefak yang sudah jelas didalamnya memiliki makna tersendiri bagi dalang dan penontonya, baik benda di dalam pagealran bahkan alat musiknya, selain itu para bahasa sebagi penegasan dan visualisasi karakter wayang yang berbeda-beda untuk memberikan contoh kepada penontonya.

Perilaku komunikasi dalang wayang kulit dalam memberikan pesan moralnya merujuk kepada komunikasi instruksional, karena dalang ingin merubah sasaran dalam komunikasi yaitu penontonya untuk mampu mencerna pesan moral tersebut agar lebih baik, karena komunikasi konstruksional sebagai salah satu komunikasi


(32)

pendidikan ,memang wayang kental dengan hal tersebut sifat awayang sebagai tatanan dan tuntunan yang sduah di tuliskan memang jelas sebagai komunikasi instruksional, dari segala aspek baik dalam komunikasi verbal dan non verbalnya iddalmnya mengandung makna yang di peruntukan untuk tatanan dasn tuntunan tersebut.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas mengenai perilaku komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada penontonnya studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif mengenai perilaku komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada penontonnyamaka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Komunikasi verbal yang digunakan oleh dalang dalalm memberikan pesan moral kepada pemomtonya yaitu peneliti menemukan adanya perbedaan komunikasi verbal yang menjadi suatu kekhasan pada seorang dalang. Salah satunya adalah bahasa, dalam komunikasi verbal seorang dalang bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa, namun ke khasan dalang yang memberdakannya ada dalang yang menggunakan bahasa jawa sehari-hari dan ada dalang yang mengunakan bahasa jawa sastra,sansekerta bahkan bahasa sunda ini kembali kepada tujuan dan motif si dalang, bahwa ada yang ingin mudah di mengerti dan ada juga dalang yang mengikuti pakem atau tata cara dalang yang di anutnya.


(33)

Bahasa verbal ini mempengaruhi outpun yang akan di berikan, bagaimana penontonnya menerima dan mencerna pesan moral itu sendiri. Penyampaian pesannyapun berbeda beda, memang universal penyampaianya yaitu menggunakan carita atau lakon yang akan di tampilkan, namun di dalmnya wayang memberikan sisipan-sisipan, proses juga adegan adegan tertentu dalam menyampaikan pesan moral tersebut. 2. Komunikasi non verbal yang digunakan oleh dalang adalah penggunaan

bahasa tubuh untuk mevisualisasikan gerakan wayang untuk memberuikan kejelasan kepada penontonnya, memang yamg lebih banyak adalah tentang tatakrama serta kesopanan juga sebagai penegasan pesan moral itu sendiri, selain itu adanya orientasi ruang yaitu sebagai setting tempat dan penataan peagelaran didalamnya mengandung makan dan arti tersendiri mengapa Lalu penggunaan artefak disini maksudnya dalah benda benda sekitar dalang, baik wayangnya,alat music dan benda pendukung lainya diaman da makna yang tersirat dari benda benda tersebut guna memberika pesan moral keapda penontonnya. Dan yang terakhir adalah parabahsa taau vokalilka, intonasi dan nada suara sang dalang sebagi penegasan serta cara bisacar karakter wayang dalam pagealran wayang kulit ini parabahasa sebagai salah satu factor penting karena baik intonasi, cara berbicara, nada dan kejelasan berbicara sebagai contoh kepada penontonnya yang mengambarkan karakter dan watak si wayang itu sendiri.


(34)

3. Motif yang melatarbelakangi perilaku komunikasi seorang dalang yaitu motif dimana berupa because to motive adanya faktor pengalaman dan masa lalu, dimana masa lalu dalang yang selalu di berikan media pemeblajaran wayang oleh lingkungnya, dan juga cita-cita dalang sejak kecil yang memang ingin menjadi seorang dalang, serta pengaruh lahir dan berkembangnya dalang itu sendiri, serta in order to motive yaitu ingin melestarikan kebudayaan wayang ini sebagai counter terhadap budaya asing dan sebagai media pemeblajaran atau tuntunan, dan memberikan nilai-nilai kebaikan serta pesan moral yang jeals kepada penontonnya agar penonton mampu mencontoh dan mengaplikasikan di kehidupan sosialnya, dengan itu dalang berkeinginan bahwa masyarkat memiliki moral yang baik dnegn mencontoh wayang.

Perilaku komunikasi dalang, dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal.. Akan tetapi, peneliti juga beranggapan bahwa perilaku komunikasi dalang ini bukan hanya dikarenakan terjadinya suatu proses komunikasi verbal maupun nonverbalnya. Peneliti melihat adanya motif yang menjadi bagian yang memiliki pengaruh besar sehingga adanya perilaku seorang dalang ini. Berdasarkan hal tersebut, bahwa adanya motif yang dimiliki oleh seorang dalang ini yang dapat melatari perilaku komunikasi seorang dalang dalam memberikan pesan moral kepada penontnya , karena motif merupakan suatu bentuk dorongan manusia untuk bertindak sehingga dapat melatari perilaku komunikasi.


(35)

(36)

( Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Komunikasi Dalang Wayang Kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya Di Kota Bandung)

SKRIPSI

Oleh:

WILDAN YUFLIH

NIM: 41810126

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

B A N D U N G


(37)

iv

Providing Moral Message For Audience In Bandung City )

by:

WILDAN YUFLIH NIM : 41810126

This thesis was prepared under guidance of Rismawaty S.Sos. ,M.Si.

This study is design to describe thoroughly analysis of dalang wayang kulit in providing moral message for audience in Bandung city, the focus of this problem researchers divided into several sub-micro problem that verbal communication, non-verbal communication, and motives.

The method used in this study is a qualitative method with descriptive research design with raised substantive theory that symbolic interaction. Subjects were involved in it there are four (4) persons, consisting of two (2) supporting the informant and two (2) key informant obtained through purposive sampling technique.Mechanical test the validity of the data by increasing persistence observation, triangulation, and checking references adequacy members.

The results of the study showed that, verbal communication consists of language in use mastermind namely Java language support, delivery of messages through puppet play, a media that is in use music and puppet itself, and also non-verbal communication in use include body language support mastermind to visualize puppet, spatial orientation, the artifacts in the form of objects around the mastermind that contains the meaning and the language or vokalika puppet characters and the last is a motif which is divided into two, namely because of moitf or motive past their childhood environmental factors and motives future in order motive where mastermind want to change moral spectators.

Conclusions from this study that each puppeteer has a characteristic of each well in the use of verbal communication, non-verbal and also motifs sebgai penetu how masalalunya encouragement as well as their goal to deliver the message to the audience to Khasan was also interesting the audience and make the audience can digest moral message given mastermind.

Suggestions in this study conducted, the researcher must be able to provide an input in the form of suggestions that are beneficial to all parties associated with this research, especially mastermind to provide innovation and modern elements without leaving the cultural elements of the puppet itself.


(38)

i DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1 1.2. Rumusan masalah ... 10 1.2.1. Rumusan Masalah Makro ... 10 1.2.2. Rumusan Masalah Mikro ... 10 1.3. Maksud dan Tujuan Penilitian ... 11 1.3.1. Maksud Penelitian ... 11 1.3.2. Tujuan Penelitian ... 11 1.4. Kegunaan Penelitian ... 11 1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 12 1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12


(39)

ii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka ... 14 2.1.1. Penelitian Terdahulu ... 14 2.1.2. Tinjauan Tentang Komunikasi Antar Budaya ... 25 2.1.2.1. Definisi Komunikasi Antar Budaya ... 25 2.1.2.2. Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya ... 26 2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Antar Budaya ... 29 2.1.3 Tinjauan Komunikasi Instruksional ... 27 2.1.3. Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik ... 36 2.1.4. Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal ... 43 2.1.4.1 Definisi Komunikasi Verbal ... 43 2.1.5 Definisi Komunikasi Non Verbal... 46 2.1.5.1 Komunikasi NonVerbal ... 46

2.1.5.2 Klasifikasi Pesan Nonverbal ... 49

2.1.5.3 Fungsi Pesan Nonverbal ... 50 2.1.5.4 Tujuan Nonverbal ... 51 2.1.5.5 Jenis Pesan Nonverbal... 51 2.1.6 Tinjauan Motif ... 52 2.1.7. Tinjauan perilaku komunikasi ... 52


(40)

iii

3.1. Objek Penelitian... 69 3.1.1.Dalang ... 69 3.1.2. Wayang Kulit ... 72 3.2. Metode Penelitian ... 76 3.2.1. Desain Penelitian ... 76 3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 78 3.2.3. Teknik Penarikan Informan ... 82 3.2.4. Teknik Analisis Data ... 84 3.2.5. Uji Keabsahan Data ... 86 3.3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 89 3.3.6.1. Lokasi Penelitian ... 89 3.3.6..2. Waktu Penelitian ... 89 BAB IV OBJEK DAN METODE PENELITIAN

4.1 Analisis Identitas Informan ... 91

4.1.1. Analisis Identitas Informan ... 95

4.2 Hasil Penelitian ... 96 4.2.1 Komunikasi Verbal Yang Digunakan Komunikasi Verbal Dalang Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya ... 104 4.2.2.Komunikasi Non Verbal Yang Digunakan Dalang Dalam


(41)

iv

Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Penontonya ... 128 4.3.2.Komunikasi Non Verbal Yang Digunakan Dalang Dalam MemberikanPesan Moral Kepada Penontonya ... 133 4.3.3. Motif Dalang Dalam Memberikan pesan Moral

Kepada Penontonya ... 140 4.3.4 Perilaku Komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral kepada

penontonya ... 144 4.3.5 Perilaku Komunikasi dalang dalam memberikan pesan moral ... kepada penontonya ... 146 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ... 149 5.2 Saran ... 152 5.2.1 Saran Bagi Dalang ... 152 5.2.2 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 152 DAFTAR PUSTAKA ... 154

LAMPIRAN ... 157


(42)

v

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu ... 15 Tabel 3.1. Informan Penelitian ... 77 Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 91 Tabel 4.1 profil informan. ... 96


(43)

vi

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran ... 65 Gambar 3.1. Dalang ... 69 Gambar 3.2. Wayang ... 72 Gambar 4.1 Informan Ki.DL. Rebi Bodro Sajiwo... 97 Gambar 4.2 Informan KI.DL.Dwi ... 99 Gambar 4.3. Informan Jatmiko ... 101 Gambar 4.4. Informan Sukmaya ... 102 Gambar 4.5. Model Penggunaan Komunikasi Verbal ... 124 Gambar 4.6. Model Penggunaan Komunikasi Nonverbal ... 130 Gambar 4.7. Model Motif ... 134 Gambar 4.5.Model Alur Pemikiran Peneliti ... 139


(44)

vii

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 158 Lampiran 3 : Surat Berita Bimbingan Acara... 159 Lampiran 4 : Surat Rekomendasi Seminar Usulan Penelitian ... 160 Lampiran 5 : Surat Pendaftaran Seminar Usulan Penelitian ... 162 Lampiran 6 : Surat Revisi Usulan Penelitian ... 163 Lampiran 7 : Surat Rekomendasi Sidang Sarjana ... 164 Lampiran 8 : Surat Pendaftaran Sidang Sarjana ... 165 Lampiran 9 : Pedoman Wawancara ... 166 Lampiran 10 : Pedoman Observasi ... 167 Lampiran 11 : Hasil Observasi ... 168 Lampiran 12 : Trasnkrip Wawancara 1 ... 169 Lampiran 13 : Trasnkrip Wawancara 2 ... 170 Lampiran 14 : Trasnkrip Wawancara 3 ... 171 Lampiran 15 : Trasnkrip Wawancara 4 ... 172 Lampiran 16 : Dokumentasi ... 180


(45)

iv

Providing Moral Message For Audience In Bandung City )

by:

WILDAN YUFLIH NIM : 41810126

This thesis was prepared under guidance of Rismawaty S.Sos. ,M.Si.

This study is design to describe thoroughly analysis of dalang wayang kulit in providing moral message for audience in Bandung city, the focus of this problem researchers divided into several sub-micro problem that verbal communication, non-verbal communication, and motives.

The method used in this study is a qualitative method with descriptive research design with raised substantive theory that symbolic interaction. Subjects were involved in it there are four (4) persons, consisting of two (2) supporting the informant and two (2) key informant obtained through purposive sampling technique.Mechanical test the validity of the data by increasing persistence observation, triangulation, and checking references adequacy members.

The results of the study showed that, verbal communication consists of language in use mastermind namely Java language support, delivery of messages through puppet play, a media that is in use music and puppet itself, and also non-verbal communication in use include body language support mastermind to visualize puppet, spatial orientation, the artifacts in the form of objects around the mastermind that contains the meaning and the language or vokalika puppet characters and the last is a motif which is divided into two, namely because of moitf or motive past their childhood environmental factors and motives future in order motive where mastermind want to change moral spectators.

Conclusions from this study that each puppeteer has a characteristic of each well in the use of verbal communication, non-verbal and also motifs sebgai penetu how masalalunya encouragement as well as their goal to deliver the message to the audience to Khasan was also interesting the audience and make the audience can digest moral message given mastermind.

Suggestions in this study conducted, the researcher must be able to provide an input in the form of suggestions that are beneficial to all parties associated with this research, especially mastermind to provide innovation and modern elements without leaving the cultural elements of the puppet itself.


(46)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas khadirat Allah SWT, dengan segala karunia - Nya peneliti dapat menyelesaikan usulan penelitian ini Dengan

Judul “Perilaku Komunikasi Dalang Wayang Kulit dalam Memberikan pesan moral kepada penontonya di kota bandung”.. peneliti menyadari dalam penyusunan usulan penelitain ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuanpeneliti, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan yang kuat dan usaha yang sungguh - sungguh, maka akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana apa yang diharapkan.

Tidak lupa peneliti berterima kasih sebesar-besarnya untuk kedua orangtua tercinta, Mamah Ina Kurnia dan Bapak Kaerudin terima kasih atas segala kasih sayang yang tak henti- hentinya diberikan, doa dan nasihatnya kepada peneliti. Dan juga terimakasih atas segala pengertian , perhatian dan dukungan selama peneliti mengerjakan penelitian ini. tak lupa peneliti ucapkan terima kasih

pihak yang telah membantu dalam melakukan penyusunan usulan penelitian ini, peneliti tidak mungkin menyelesaikan usulan penelitian ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap yang Terhormat:


(47)

ii

2. Ibu Melly Maulin P. S.Sos., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Universitas Komputer Indonesia Bandung, yang telah memberikan berbagai ilmu kepada peneliti.

3. Bapak Sangra Juliano p., M.Si., selaku Sekertaris Program Studi Ilmu

Komunikasi yang telah banyak memberikan masukan dan ilmu bagi penulis

4. Ibu Rismawaty, S.Sos, M.Si. selaku wali dosen dan pembimbing

peneliti yang telah sabar memberikan bimbingan, motivasi, dukungan , serta ilmu yang di berikan selama ini

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi khususnya kepada, Drs.

Manap Solihat, M.Si, Adiyana Slamet M.Si., Bapak Inggar

Prayoga S.Ikom., Ibu Desayu Eka Surya S. Sos., M,Si., Ibu Tine A.

Wulandari S.Ikom., dan Bapak Olih Solihin.,S.Sos.,M.Si., dan

semua staff dosen telah banyak memberikan wawasan, bimbingan serta ilmu selama di bangku perkuliahan yang .

6. Ibu Astri Ikawati, Amd.Kom., yang telah banyak membantu dalam

kesekretariatan dan informasi akademik di program studi ilmu komunikasi.


(48)

iii

8. Seluruh keluarga besar , yang selalu memberikan semangat, doa dan

dukungannya kepada penulis yang sangat banyak.

9. Kepada seluruh sahabat di Unikom, teman-teman humas-jurnalistik,

sahabat-sahabat ik4 2010 dan jurnlasitik 1 yang selalu memberikan dukungan, semangat serta masukan yang sangat berharga bagi Peneliti.

10. Kepada seluruh informan KI.DL. Rebi Bodro sajiwo, KI.DL. Dwi ,

Bapak Jatmiko Dan Bapak Sukmaya terimakasih telah membantu dan memberikan informasi yang sangat berharga bagi penelitian ini.

Serta peneliti mengucapkan terma kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah berkontribusi dan semnagat kepada penulis. Penulis hanya mampu mngucapkan kata terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga ALLAH SWT memberikan balasan yang setimpal,amin.

Peneliti telah berupaya semaksimal mungkin dalam membuat Penelitian ini, namun Peneliti menyadari masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanyausulan penelitian ini karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi peneliti pada khususnya


(49)

iv


(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penyusunan skripsi ini berisi definisi atau tinjauan yang berkaitan dengan komunikasi secara umum, dan pendekatan pendekatan yang digunakan dalam penelitian.

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka, peneliti menemukan beberapa referensi penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan peneliti.Studi penelitian terdahulu sangat penting sebagai bahan acuan yang membantu peneliti

dalam merumuskan asumsi dasar untuk mengembangkan “perilaku komunikasi Dalang wayang kulit Dalam Memberikan Pesan Moral Kepada Para Penontonnya Di Kota Bandung .”.

Pada Penelitian ini, peneliti melihat tinjauan penelitian sebelumnya mengenai pembahasan serupa, Peneliti dapat melihat dan mencarinya dalam bentuk penelusuran data online (Internet Searching), dan membaca keterangannya diabstrak.Berikut judul penelitian sebelumnya


(51)

Tabel 2.1

TABEL PENELITIAN TERDAHULU

Aspek

Nama peneliti

I Ketut Gina Kenfitria Diah Wijayanti suardi Universitas Institut Seni Indonesia denpasar Universitas Sebelas Maret Surakarta Universitas Komputer Indonesia Bandung Judul penelitian Simbolisme dan Mistikisme Pertunjukan Wayang Caronarang Lakon Kautus Rarung oleh Dalang Ida Bagus Sudiksa

Tindak Tutur Direktif Dalam Pertunjukan Wayang Lakon Dewaruci Oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono

Perilaku dalang sandiwara ( studi fenomenologi

menegnai perilaku komunikasi dalang sandiwara di kecamatan patrol indramayu)

Jenis Penelitian

Kualitatif Studi Simbolisme dan

mistikisme

Kualitatif Studi deskriptif mengenai tindak tutur direktif

Kualitatif Studi drkriptif


(52)

Pembahasan tiga

masalah yang

diangkat dalam penelitian di atas yakni:

struktur pertunjukan, struktur estetika, begitu pula struktur simbolisme dan mistikisme

Pertunjukan Wayang Calonarang lakon

Kautus Rarung

persembahan dalang Ida Bagus Sudiksa, bahwa ketiga mesalah yang

diangkat saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Seperti halnya struktur pertunjukannya sebagai dasar pokok untuk mencapai estetika (nilai ke- indahan),

dari struktur

pertunjukannya pula

Bentuk tindak tutur

direktif dalam

pertunjukan wayang Dewaruci oleh dalang

Ki Manteb

Soedharsono adalah tindak tutur menyuruh, menasihati, meminta

izin, menguji,

meminta restu,

mengingatkan,

memaksa, merayu, menantang, menyarankan, memohon, memperingatkan,meng anjurkan,mengharap, mengajak,menyela/int erupsi, menegur, memarahi, menagih

Perilaku komunikasiDalang Sandiwaradibagi kedalam dua bagian besar, yaitu perilaku komunikasi yang menggunakan komunikasi verbal dan perilaku

komunikasi yang

menggunakan

komunikasinon verbal ketika sedang memberikan alur cerita terhadap penontonnya. Selain itu, adanya motif yang melatari perilaku komunikasi dari

seorang Dalang


(53)

akan membangkitkan kandungan aura mistik

(medengen), baik

melalui dialog, narasi dalang, maupun

gerak wayang

(tetikesan). Tanpa adanya struktur pertunjukan yang bagus, tentu akan menghilangkan unsur keindahan (lango), tanpa struktur yang bagus sudah jelas aura mistik tidak akan bangkit atau pertunjukannya tidak berbobot.

Nilai estetis yang terkandung di dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung, sarat akan nilai estetis, hal ini dapat kita lihat

pada totalitas

janji,

mempersilakan,mengi nterogasi, melarang. Sedangkan tindak tutur yang tidak ditemukan antara lain yaitu tindak tutur permisi, melamar, melerai, menyumpah, merekomendasi, mendesak, membujuk, dan mengusir.

Fungsi dan makna tindak tutur direktif dalam pertunjukan wayang Dewaruci oleh dalang Ki Manteb oedharsono yang dianalisis dengan kajian pragmatik, akan


(54)

pertunjukannya. Hampir pada setiap dialog diselipkan nilai- nilai moral yang bisa menjadi

panutan dalam

bertingkah laku. Selain pada d ialog, vokal dalang pada setiap tandak di dalam pertunjukan ada ke-khasan (laras

kejawen), sehingga

pertunjukannya seakan-akan terjadi di Kerajaan Kediri (di Jawa). Hal itu juga sangat mendukung

kandungan ke-

indahan suatu

pertunjukan, seakan-akan kejadiannya disaat jayanga Kerajaan Kediri. Dilihat dari sabetan (tetikesan), seakan-akan boneka wayang yang dimainkan

dapat diketahui secara tepat setelah tuturan tersebut dipergunakan dalam peristiwa tutur, dengan

mempertimbangkan konteks dari tuturan tersebut.

Peristiwa tutur dalam pertunjukan wayang Dewaruci oleh dalang

Ki Manteb

Soedharsono yang dijadikan data dalam penelitian ini terdiri dari tindak tutur menyuruh, menasihati, meminta izin, menguji,

meminta restu,

mengingatkan,

memaksa, merayu, menantang,

menyarankan, memohon,


(55)

seperti layaknya

manusia yang

menari-nari di

halaman yang

terbuka. Begitu pula tabuh iringannya sangat mendukung pertunjukan Wayang Calonarang semakin menakjubkan.

Simbolis dan nilai

mistis yang

terkandung di saat pertunjukan Wayang Calonarang sangat

didukung oleh

kemampuan dalang,

yang mampu

mengungkap

keberadaan sumber sastranya yakni

pengiwa dan

panengen, yang

dituangkan ke

dalam pertunjukan

Wayang Kulit

Calonarang semakin

anjurkan, mengharap, mengajak,menyela/inte rupsi, menegur, memarahi, menagih janji,

mempersilakan,mengin terogasi, melarang. Setiap tindak tutur menghasilkan efek dari mitra tutur yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tiga macam tindak tutur yaitu

tindak lokusi,

ilokusi,dan perlokusi yang terdapat dalam masing-masing tuturan. 3.Terjadinya sebuah tindak tutur sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain : (a) faktor penutur / mitra tutur, (b) faktor isi tuturan, (c) faktor tujuan pertuturan, (d) faktor suasana atau latar


(56)

berbobot pertunjukan itu

sendiri. Dari

simbol-sibol hiasan

panggung di tempat pertunjukan akan membangkitkan aura

magis pada

pertunjukan Wayang Calonarang, demikian pula

simbol-simbol dari

tokoh Wayang

Calonarang akan

menambah bobot

pada

pertunjukan. Jadi dari simbol-simbol yang dipergunakan dalam pertunjukan

Wayang Calonarang menunjukkan mistik, meskipun simbol itu tidak berbicara, maka dari itu dari ungkapan melalui simbol-simbol

menandakan

pertuturan, (e) faktor status sosial, (f) faktor jarak sosial, dan (g) faktor intonasi. Sebuah tindak

tutur dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor, atau beberapa faktor.


(57)

Sumber : Dokumen Peneliti 2014

2.1.2. Tinjauan Tentang Komunikasi Antarbudaya

2.1.2.1. Definisi Komunikasi Antarbudaya

Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang berbeda budaya (baik ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).1 Kebudayaan adalah cara hidup yang

1http://arjaenim.blogspot.com/2013/01/komunikasi-antar-budaya.html ( rabu, 26/02/2014 pukul

22:15)

kandungan

mistik pada

pertunjukan Wayang Calonarang.


(58)

berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Komunikasi antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Definisi lain mengatakan bahwa yang menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya diartikan sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang berbeda budayanya.

Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya yang lainnya. Komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau kelompok bahasa komunikasi tersebut disebut komunikasi antar budaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh . Apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya (verbal nonverbal), kapan mengkomunikasikannya (Mulyana, 2004).

2.1.2.2. Unsur-unsur Komunikasi Antarbudaya

Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikator. Komunikator dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak yang mengawali proses pengiriman pesan terhadap komunikan. Baik komunikator maupun komunikan ditentukan oleh faktor-faktor makro seperti


(59)

penggunaan bahasa minoritas dan pengelolaan etnis, pandangan tentang pentingnya sebuah percakapan dalam konteks budaya, orientasi terhadap konsep individualitas dan kolektivitas dari suatu masyarakat, orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan faktor mikronya adalah komunikasi dalam konteks yang segera, masalah subjektivitas dan objektivitas dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan percakapan dalam bentuk dialek dan aksen, dan nilai serta sikap yang menjadi identitas sebuah etnik (Liliweri, 2004: 25-26).

Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikan. Komunikan merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, komunikan merupakan seorang yang berbeda latar belakang dengan komunikator. Tujuan komunikasi yang diharapkan ketika komunikan menerima pesan dari komunikator adalah memperhatikan dan menerima secara menyeluruh. Ketika komunikan memperhatikan dan memahami isi pesan, tergantung oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt action. Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu yang benar, kemudian afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa pesan tidak hanya benar namun baik dan disukai, sedangkan overt action merupakan tindakan yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap pesan yang benar dan baik sehingga mendorong suatu tindakan yang tepat (Liliweri, 2004:26-27).


(60)

Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, dan perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu seperti kata-kata verbal dan simbol nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama, yaitu content (isi) dan treatment (perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan terhadap pesan tergantung dari keterampilan komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi dalam sistem sosial dan kebudayaan (Liliweri, 2004: 27-28).

Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe saluran yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel, yakni saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi, tangan, hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized channel yaitu saluran yang sudah sangat dikenal manusia seperti percakapan tatap muka, material percetakan dan media elektronik. Para ilmuwan sosial menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan yang disampaikan melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris (Liliweri, 2004:28-29).

Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek atau umpan balik. Tujuan manusia berkomunikasi adalah agar tujuan dan fungsi komunikasi dapat tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menerangkan tentang sesuatu, memberikan hiburan dan mengubah sikap atau perilaku komunikan. Didalam


(61)

proses tersebut, diharapkan adanya reaksi atau tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut umpan balik. Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses komunikasi antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk memahami pikiran dan ide atau gagasan yang terkandung didalam pesan yang disampaikan.

Unsur keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah suasana. Suasana merupakan salah satu dari 3 faktor penting (waktu, tempat dan suasana) didalam komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2004:29-30).

Unsur ketujuh dalam proses komunikasi antarbudaya adalah gangguan. Gangguan didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala sesuatu yang menghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dan komunikan dan dapat juga mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan tersebut menghambat penerimaan pesan dan sumber pesan. Gangguan yang berasal dari komunikator bersumber akibat perbedaan status sosial dan budaya, latar belakang pendidikan dan keterampilan berkomunikasi. Gangguan yang berasal dari pesan disebabkan oleh perbedaan pemberian makna pesan yang disampaikan secara verbal dan perbedaan tafsir atas pesan non verbal. Sedangkan gangguan yang berasal dari media, yaitu karena kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi sehingga kurang mendukung komunikasi antarbudaya. De Vito (1997) menggolongkan tiga macam gangguan, yaitu fisik, psikologis dan semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan


(62)

lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif atau mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan pendengar memiliki arti yang berlainan (Liliweri, 2004:30-31).

2.1.2.3. Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Fungsi komunikasi antar budaya adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Secara umum komunikasi antar budaya tidak dapat dipisahkan dari fungsi komunikasi secara umum. Fungsi-fungsi komunikasi antarbudaya diantaranya (Anugrah dan Kresnowiati : 2008)

1. Identitas sosial, dalam komunikasi antar budaya terdapat beberapa

perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial.

2. Integrasi sosial, esensi dari integrasi sosial adalah menerima kesatuan

dan persatuan antarpribadi, antarkelompok, namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Dalam konteks komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.

3. Kognitif, komunikasi antar budaya dapat menambah dan memperkaya

pengetahuan bersama, yaitu dengan cara saling mempelajari kebudayaan. Dengan cara melakukan komunikasi antarbudaya antar seseorang dengan yang lainnya.


(63)

4. Melepaskan diri, kadang-kadang berkomunikasi dengan orang lain

sekedar untuk melapaskan diri dari berbagai masalah yang menghimpit.

5. Pengawasan, praktek komunikasi antarbudaya diantara komunikator

dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya, fungsi ini bermanfaat

untuk mempromosikan “perkembangan” tentang lingkungan.

6. Menjembatani, dalam komunikasi antarbudaya, maka fungsi

komunikasi yang dilakuakan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka.

7. Sosiolisasi nilai, fungsi ini berada pada ranah mengjarkan dan

memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

8. Menghibur, fungsi menghibur begitu kental dalam komunikasi

antarbudaya. Karena komunikasi antar budaya memliki dimensi menghibur.

2.1.3 Tinjauan Komunikasi Instruksional

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Instruksional

Peristiwa komunikasi merupakan suatu proses yang tidak akan pernah

lepas dalam setiap kegiatan dalam hidup manusia. Dalam buku “Psikologi

Komunikasi” menurut Jalaludin Rakhmat pun menyatakan bahwa komunikasi


(64)

meja makan, di kampus ketika mahasiswa-mahasiswa mendiskudikan hasil tentamen, ketika mubaligh berkotbah, di DPR ketika wakil-wakil rakyar memutuskan nasib bangsa, juga di taman-taman ketika seorang menyatakan rindu yang mendalam. Komunikasi mampu menyentuh segala aspek kehidupan kita. Begitu pula dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang pendidikan sehingga dikenal bentuk komunikasi pendidikan yang memiliki sub bidang lai yaitu komunikasi instruksional.

Pawit M. Yusuf menyatakan bahwa:

“Komunikasi instruksional lebih merupakan bagian kecil dari

komunikasi pendidikan. Ia merupakan proses komunikasi yang dipola dan dirancang secara khusus untuk mengubah perilaku sasaran dalam

komunitas tertentu kea rah yang lebih baik.” (Yusuf, 2010 : 2)

Untuk lebih memahami pengertian mengenai komunikiasi instruksional, terdapat beberapa contoh turunan dalam memahami komunikasi intruksional yaitu:

1. Macam-macam jumlah metode mengajar mulai yang paling tradisional sampai yang paling modern, sesungguhnya banyak dan hamper tidak dapat dihitung dengan jari tangan.

2. Seperti yang diungkapkan oleh Fathurrohman dan Sutikno beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya:


(65)

Metode ceramah inilah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam hal ini bisaanya guru memberikan uraian menganai topic tertentu ditempat tertentu dengan alokasi waktu tertentu pula.

Metode ceramah lazim pula disebut metode kuliah ataupun pidato. Metode ini adalah sebuah cara melaksanakan pengajaran yang dilakukan guru secara monolog dan hubungan satu arah. Aktivitas siswa dalam penagajaran yang menggunakan metode ini hanya menyimak sambil sesekali mancatat.

Metode ini hanya cocok digunakan untuk menyampaikan informasi, kalau bahan itu cukup diingat sebentar, untuk member pengantar dan untuk menyampaikan materi yang berkenaan dengan pengertian-pengertian atau konsep-konsep.

b. Metode Diskusi

Salah satu cara mendidik yang berupaya memcahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.Tujuan penggunaan metode ini ialah untuk


(66)

memotivasi dan member simulasi kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang dalam.

c. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang, untuk berpikir, dan membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran (Fatturahman dan Sutino, 2007 : 61-62).

Hambatan komunikasi menurut Hafied Cabgara dalam karyanya

“Pengantar Ilmu Komunikasi”, mengatakan bahwa hambatan komunikasi

ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator pada penerima.

Hambatan komunikasi sebagai berikut:

a. Hambatan teknis; terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang ditransmisi melalui saluran menagalami kerusakan (channel noise).

b. Hambatan semantic; hamabatan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.


(67)

c. Hambatan psikologis; terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.

d. Hambatan fisik; disebabkan karena kondisi geografis. Misalnya jarak jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, jalur transportasi dan sebagainya.

e. Hambatan status; yang disebabkan karena jarak sosial diantar peserta komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior san junior atau atasan dan bawahan.

f. Hambatan kerangka berfikir; disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi.

g. Hambatan budaya; yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.


(1)

3

Internet Searching

http://shadows-puppets.blogspot.com/2012/07/pengertian-wayang.html ( selasa

04/11/2014 pukul 19.55 )

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25522/4/Chapter%20II.pdf(selasa 04/11/2014 pukul 23.42)

http://arjaenim.blogspot.com/2013/01/komunikasi-antar-budaya.html(rabu,7/11/2014 pukul 22:15)

http://id.wikipedia.org/wiki/Dalang (Rabu 19/11/2014 pukul 13.32)


(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Wildan Yuflih

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 10 februari 1992

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Komplek Puri Cipageran Indah 1, Blok : G/69,


(3)

91 PENDIDIKAN FORMAL

NO TAHUN URAIAN KETERANGAN

1 2010 - Sekarang Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Jurnalistik (S1) Universitas Komputer Indonesia

2 2007-2010 SMA YWKA Bandung Lulus/Berijazah

3 2004-2007 SMPN 23 Bandung Lulus/Berijazah

4 1998-2004 SDN Garuda II Bandung Lulus/Berijazah

PENDIDIKAN INFORMAL

NO TAHUN URAIAN KETERANGAN


(4)

PENGALAMAN ORGANISASI

NO TAHUN URAIAN KETERANGAN

1 2012-SEKARANG SCHEMATIC

INDONESIA

KOORDINATOR DOKUMENTASI

PENGALAMAN KERJA

NO TAHUN URAIAN KETERANGAN

1 2010-SEKARANG Freelance Photographer

2 2013

Prakterk Kerja Lapangan Di Harian Umum Galamedia

Bandung

3 2014 Reporter dan photographer di

Icihers magazine

4 2014- sekarang Photographer, crative and copy


(5)

91 SEMINAR DAN PELATIHAN

NO TAHUN URAIAN KETERANGAN

1 2010 Peserta Pelatihan Event Organizer

Diselengarakan Oleh SMA YWKA Bandung


(6)

2

2010 Peserta Seminar fotografi, Lomba Foto

Essay dan Apresiasi Seni.

Diselenggarakan UNIKOM BERSERTIFIKAT

3

2010 Peserta “Table Manner”

Diselenggarakan oleh UNIKOM bekerja

sama dengan Hotel Amaroosa BERSERTIFIKAT

4

2012 Peserta “One Day Workshop MC &

Radio Annauncer” diselenggarakan oleh UNIKOM kerjasama dengan Number One Broadcasting School

BERSERTIFIKAT

5 2012 Peserta One Day Workshop Great

Managing Event “ Event Management”

diselenggarakan oleh UNIKOM BERSERTIFIKAT

6 2012 Peserta One Day Workshop Great

Managing Event “ Master of

Ceremony” diselenggarakan oleh

UNIKOM

BERSERTIFIKAT

7 2012 Peserta Study Tour Mass Media ke

Trans TV Jakarta diselenggarakan oleh

UNIKOM BERSERTIFIKAT

8 2012 Peserta Workshop Sinematorgafi

Communiaction diselenggarakan oleh


Dokumen yang terkait

Pandangan Dalang Tentang Wayang Kulit Purwa sebagai Media Kritik Sosial Politik. (Studi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya).

0 9 20

Wayang kulit sebagai media dakwah : studi pada wayang kulit dalang ki sudardi di desa pringapus semarang

3 66 101

Imbauan Pesan Humor Akun Twitter @CAPRUKBDG dalam Penyampaian Pesan Kepada Followers-nya di Kota Bandung (Studi Deskriptif Mengenai Imbauan Pesan Humor Akun Twitter @CAPRUKBDG dalam Penyampaian Pesan Kepada Followers-nya di Kota Bandung

0 6 1

Peranan HUmas Pemerintah Kota Bandung Dalam Memberikan Informasi Kepada Wartawan

3 21 108

PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Pesan-Pesan Moral Pada Pertunjukan Wayang Kulit (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Win

0 4 17

PENDAHULUAN Pesan-Pesan Moral Pada Pertunjukan Wayang Kulit (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Winangun, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan dalam Acara Bersih Desa).

0 1 8

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Pesan-Pesan Moral Pada Pertunjukan Wayang Kulit (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Winangun

0 1 14

KRITIK SOSIAL DAN PESAN MORAL LEWAT PEMENTASAN WAYANG KULIT LAKON BIMA SUCI DALANG Kritik Sosial dan Pesan Moral Lewat Pementasana Wayang Kulit Lakon Bima Suci Dalang Ni Paksi Rukmawati (Pentas di Desa Kedung Wangan Ungaran Semarang Jawa Tengah Acara R

0 1 16

PELATIHAN SEKAR DALANG WAYANG GOLEK DI PAGURON MUNGGUL PAWENANG KOTA BANDUNG.

2 66 69

KOMUNIKASI DALANG DALAM PERTUNJUKAN WAYANG GOLEK.

0 0 2