Wayang kulit sebagai media dakwah : studi pada wayang kulit dalang ki sudardi di desa pringapus semarang

(1)

Yogyasmara. P. Ardhi, WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang), Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2010. Pembimbing : Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA

Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Dalam skripsi ini, berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

Penulisan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriftif dengan metode deskriptif anlisis. Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Penulis berupaya untuk meghimpun, mengolah, dan menganalisa secara kulaitatif, dan diwujudkan dalam konsep. Sedangkan data yang penulis peroleh dengan cara, observasi, wawancara, study dokumentasi,

Pendekatan dakwah melalui media wayang kulit sebagai hasil dari kebudayaan Mempunyai beberapa kelebihan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini. Pertama, kebudayaan wayang kulit sudah mendarah daging pada masyarakat khusunya masyarakat jawa tengah. kedua, pementasan atau pertunjukan wayang kulit selalu menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa pengaruh bagi para penggemarnya. ketiga, media wayang kulit dalam pementasannya banyak mengandung falsafah kehidupan dan tata nilai yang luhur, pada masyarakat jawa khususnya yang berada di pringapus semarang yang masih menggunakan wayang kulit sebagait media dakwah.


(2)

Lampiran-lampiran

WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA

DAKWAH

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki

Sudardi di Desa Pringapus Semarang)


(3)

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus

Semarang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi syarat-syarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Yogyasmara. P. Ardhi NIM: 106051001901

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 / 1431 H


(4)

(Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi syarat-syarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Disusun Oleh: Yogyasmara. P. Ardhi

NIM: 106051001901

Di Bawah Bimbingan:

Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA NIP: 19630405 199403 1 001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 / 1431 H


(5)

Skripsi ini berjudul WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 14 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I), Pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta 22 Juni 2010 Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Dr. H. Arief Subhan, MA Dra. Hj. Musfirah Nurlaily,MA NIP : 19660110 199303 1 004 NIP : 19671126 199603 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

DR. Hj. Roudhonah, MA Drs. M. Sungaidi, MA NIP : 19580910 198703 2 001 NIP : 19600803 199603 2 001

Pembimbing

Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA NIP: 19630405 199403 1 001


(6)

Assalamualaikum, Wr. Wb

Saya penulis skripsi ini dengan judul “WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang), dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah benar-benar murni hasil karya penulis sendiri, tanpa adanya duplikasi dari hasil karya orang lain.

2. Adapun apabila penulis mengutip tulisan dan karya ilmiah orang lain, penulis telah menyantukan dalam bentu refrensi, baik footnote ataupun daftar pustaka.

3. Apabila di kemudian hari terjadi hal-hal yang merugikan orang lain, atau terbukti penulis menduplikasi karya orang lain, penulis siap menerima konsekwensi dan saksi akademis yang berlaku di UIN Syarif Hiayatullah Jakarta ini.

Demikian lembar pernyataan ini di buat, harap dipergunakan sebagaimana mestinya. Terimakasih

Wassalamualaikum, Wr, Wb

Jakarta, 22 Juni 2010 Penulis,


(7)

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadiran Dzat yang paling agung Allah SWT, yang dengan Rahmat dan Rahiem-Nya lah penulis dapat memulai dan menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah dan mencurahkan kepada junjungan alam baginda Nabi Besar Muhammad SAW, keluargnya, serta kita umatnya yang setia yang sampai hari pembalasan nanti. Amien

Dari lubuk hati yang paling terdalam, penulis sadar betul bahwa dibalik keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Bapak DR. Arief Subhan, MA, serta para pembantu Dekan I bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, pembantu Dekan II bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, dan pembantu Dekan III bapak Drs. Studi Rizal LK, MA.

3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan Ibu Umi Musyarrofah, MA selaku ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu, mengarahkan, membimbing, memberikan masukan, saran serta kritik yang


(8)

dan kesabaran bapak dalam memberikan bimbingan selama ini.

5. Bapak H. Sudardi, selaku dalang dalam perkumpulan seni wayang kulit Smarangan, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan data-data dalam pembuatan skripsi ini.

6. Pimpinan serta staf perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap dosen Fakultas Imu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikhlas memberikan ilmu dan pengetahuan selama peneliti melakukan riset, terimakasih atas semua petunjuk atas bantuannya.

8. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Ketua Sidang, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku Sekertaris, Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Penguji I, Drs. Sungaidi, MA selaku Penguji II, Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA selaku Pembimbing, di dalam Sidang Munaqosyah pada hari Senin 14 Juni 2010.

9. Teristimewa untuk Bapak Muslimin dan Ibu Sri Purwati selaku orang tuaku yang aku cintai, adik-adikku Wawan, dan si kembar Rina-Rini yang aku sayangi, serta Amelia yang selalu di hatiku dan menemani ku di saat senang ataupun susah, engkau motivasi dalam hidupku, serta seluruh keluargaku yang aku hormati.

Dengan penuh ketulusan dan kekurangan yang penulis miliki, penulis haturkan penghargaan dan bakti yang sedalam-delamnya, dan semoga


(9)

iii

rahmat, dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat. Amien 10.Teman-temanku KPI D angkatan 2006. bersama merekalah penulis

menimba ilmu di Universitas ini dengan segala duka maupun duka yang kami tempuh, sukses untuk kita semua. Amien

11.Sahabat setiaku baik suka ataupun duka Robby Auliya, Syafrian Akbar tanpa dukungan kalian aku tak tau jadi apa, terimakasih banyak. Kita selalu berjuang bersama untuk cita-cita kita, sekali lagi terimakasih hidup trio K.

12.Untuk teman-teman perjuangan yang juga tidak dapat kusebut namanya satu persatu, baik di kampus ataupun di rumah. Terimakasih untuk teman-teman yang selalu menyemangati dan memberi warna di dalam hidupku ini.

Akhirnya , dengan mengharap ridho Allah swt, peneliti persembahkan karya tulis ini pada almamater tercinta dan mereka yang konsen pada kajian dakwah komunikasi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi penambah wacana keilmuan dakwah. Penulis mohon do’a dan restu, agar ilmu yang diperoleh bermanfaat dan menuai keberkahan bagi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat agama, serta bangsa dan Negara ini. Amin.

Jakarta, Juni 2010


(10)

Nomor : Istimewa Jakarta, 7 April 2010 Lampiran : 1 berkas

Perihal : Pengajuan Judul Skripsi Kepada Yang Terhormat:

Ketua Dewan Pertimbangan Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Tempat

Assalamu’alaaikum Wr.Wb

Salam sejahtera saya sampaikan, semoga bapak/ibu senantiasa dalam lindungan Allah SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Selanjutnya saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yogyasmara. P. Ardhi

NIM : 106051001901

Semester : VIII

Fakultas/Jurusan : Dakwah dan Komunikasi/KPI

Bermaksud mengajukan judul skripsi yang berjudul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”, proposal skripsi selanjutnya diharapkan dapat diteruskan sebagai syarat mendapatkan gelar S.Sos.I dalam jenjang strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan ini saya lampirkan:

1. Outline

2. Proposal Skripsi

3. Daftar Pustaka Sementara

Demikian surat permohonan ini saya sampaikan, atas segala perhatian saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Mengetahui,

Penasehat Akademik Pemohon

Drs. H. Mahmud Djalal, MA Yogyasmara. P. Ardhi


(11)

Outline Skripsi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Metodologi Penelitian

E. Sistematika Penelitian BAB II : TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

2. Subjek dan Objek Dakwah 3. Metode Dakwah

4. Materi Dakwah 5. Tujuan Dakwah

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit

2. Sejerah Perkembangan wayang kulit 3. Dalang Sebagai Juru Dakwah

BAB III : PROFIL DALANG KI SUDARDI DAN GAMBARAN UMUM DESA PRINGAPUS SEMARANG

A. Sejarah Hidup Ki Sudardi B. Pendidikan Ki Sudardi

1. Secara Formal 2. Secara Informal

C. Desa Pringapus Semarang

1. Sejarah Desa Pringapus Semarang 2. Kehidupan Sosial dan Budaya

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA PENELITIAN

A. Bahasa Dakwah dalam Pementasan Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi B. Nilai-nilai Dakwah dalam Pementasan


(12)

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran


(13)

PENDAHULUAN

A..Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah mata rantai kehidupan dan kita adalah bagian dari mata rantai kehidupan tersebut. Hanya orang yang pandai menangkap semangat zaman, dialah yang akan menjadi pelita kehidupan. Maka sudah sepatutnya setiap pribadi dari kita memperhatikan waktu dan lingkungannya. Hari kemarin adalah pelajaran hari esok, hari esok adalah harapan dan hari ini adalah kenyataan dan perjuangan untuk mewujudkan harapan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami proses kesejarahan bangsanya. Hal ini dapat dimengerti karena berbicara masalah sejarah tidak lepas dari tiga dimensi waktu, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Untuk membentuk manusia yang seimbang diperlukan peranan dari da’i atau pendakwah agar tercipta individu, keluarga, dan masyarakat yang menjadikan islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akherat 1

Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah seorang da’I harus mampu dalam menggunakan berbagai media dalam melakukan dakwahnnya.

Dari berbagai macam media yang bisan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah yang bersifat tradisioanal dan modern di antaranya ialah wayang kulit .

Pementasan wayang kulit termasuk salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan dakwah. Wayang kulit adalah seni budaya peninggalan leluhur yang sudah berumur berabad-abad dan kini masih lestari di masyarakat, seni pewayangan sudah lama digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai luhur/moral, etika, dan

1


(14)

religius. Dari zaman kedatangan Islam digunakan oleh para wali songo sebagai media dakwah Islam di tanah Jawa.2

Di masa lalu para ulama dan para wali melakukan pendekatan yang sama dalam menyiarkan agama islam, yaitu melalui media dakwah yang telah menjadi warisan budaya tanah leluhur Indonesia.3 Sehingga proses akultrasi pribumi dengan budaya islam berjalan begitu harmonis.

Pendekatan dakwah melalui media wayang kulit sebagai hasil dari kebudayaan Mempunyai beberapa kelebihan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini. Pertama, kebudayaan wayang kulit sudah mendarah daging pada masyarakat khusunya masyarakat jawa tengah. kedua, pementasan atau pertunjukan wayang kulit selalu menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa pengaruh bagi para penggemarnya. ketiga, media wayang kulit dalam pementasannya banyak mengandung falsafah kehidupan dan tata nilai yang luhur, pada masyarakat jawa khususnya yang berada di pringapus semarang yang masih menggunakan wayang kulit sebagait media dakwah.

Keberhasilan dakwah melalui wayang kulit tergantung pada beberapa variable. Pertama, wujud wayang kulit merupakan kulit yang dibentuk hingga menyerupai sosok yang mempunyai karakter, diantaranya baik, jahat, kaya, miskin, dll. Melalui variable wayang kulit ini bisa menciptakan karakter yang islami diantarannya adalah karakter kyai atau ulama4 Kedua, adalah cerita yang menggambarkan situasi kejadian dan pesan-pesan yang ada dalam pementasan wayang kulit. Cerita dalam pewayangan juga berfungsi sebagai media dakwah atau sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran keagaaman.5 Ketiga, adalah dalang, karena sosok dalang sesungguhnya bukan seorang dewa (juru penerang yang serba bisa) tetapi juga bisa disebut pembawa kaca benggala (cermin besar) yang berperan sebagai seorang budayawan, guru, kritikus, dan seorang juru bicara yang

2

Hazim Amir, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, (Jakarta: CV.Mulia Sari, 1991), Cet.Ke-I, h. 16

3

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-IV, h.203

4

Sri Mulyono, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya (PT, Gunung Agung, 1976) h.154

5

Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistisme dalam Wayang (Jakarta: PT.Gunung Agung, 1979), Cet. Ke-I, h. 77


(15)

bisa mengartikilasi isi hati, alam pikiran dan alam rasa6 Ini merupakan variable sentral terhadap keberhasilan pementasan wayang kulit, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.

Salah satu pementasan wayang kulit yang berada di Pringapus Semarang, dalam sejarahnya , sejah zaman dahulu wayang kulit bisa dikatakan media yang sampai sekarang masih digaunakan dalam aktifitas berdakwah, masyarakat Pringapus Semarang adalah masyarakat yang sederhana mereka adalah masyarakat yang agraris, hasil bumi berupa beras, dan sayur-sayuran merupakan komiditas yang mereka andalkan untuk pendapatan mereka sehari-hari. Tak bedanya dengan desa-desa lain dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cukup lambat di dalam pembangunan, keberhasilan wayang kulit sebagai media dakwah di pringapus semarang masih dapat dirasakan yang terlihat dari sikap dan tutur kata masyakat Pringapus Semarang.

Berdasarkan latar belakang maslah di atas maka penulis menusun skripsi dengan judul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini pada daerah pementasan wayang kulit pada masyarakat Pringapus Semarang saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan yang lain.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

b. Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang.

6

Suwaji Bastomi, etika, Nilai-nilai Seni Pewayangan, (Semarang; Dahara Prize, 1993), Cet.ke-I h.59


(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: a.Penulis ingin mengungkap lebih dalam tentang kiprah pementasan wayang kulit Ki

Sudardi sebagai media dakwah pada masyarakat Pringapus Semarang.

b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam pandangan masyarakat terhadap wayang kulit Ki Sudardi di Pringapus Semarang

c. kajian ini memberikan kontribusi bagi khazanah sejarah islam Indonesia. Untuk menambah literatur kebudayaan yang berkaitan dengan sejarah Islam yang ada di Indonesia.

d. Untuk memenuhi gelar sarjana pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi wacana keilmuan dakwah, khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan baru bagi para aktivis dakwah, akademisi serta masyarakat umum yang konsen pada perkembangan dakwah untuk menjadikan seni budaya wayang kulit sebagai media dakwah.

c. Hasil penelitian ini menjadi acuan bagi masyarakat yang mencintai seni budaya wayang kulit dan para budayawan agar dapat melestarikan bahkan mengemas seni budaya tersebut sehingga lebih dirasakan manfaatnya khususnya dalam syiar Islam. D. Metodologi Penelitian

Penulisan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriftif dengan metode deskriptif anlisis. Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Bagdan dan Taylor dalam buku penelitian kualitatif mendefinisikan “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang


(17)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.7

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentukan suatu bidang persoalan yang ada.8

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Ki Sudardi. Dan objek dari penelitian ini adalah Pementasan Wayang Kulit di Pringapus Semarang.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dimulai pada tanggal 10 April 2010 sampai 10 Juni 2010. Sedangkan tempat penelitian ini adalah Pringapus Semarang. 3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Observasi, yaitu pengamatan langung terhadap pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

b. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber dalam hal ini Ki Sudardi. Maksud dari wawancara ini adalah untuk mengungkap riwayat hidup, aktifitas dan lain-lain, terutama untuk melengkapi data, guna menjawab rumusan masalah yang peneliti ajukan.

c. Study Dokumentasi, adalah merupakan tekhnik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berupa buku, majalah, makalah, ataupun literatur-literatur lainnya. Peneulis akan mengumpulkan beberapa foto, video, dan gambar aplikasi Dalang Ki Sudardi pada pementasan di Pringapus Semarang.

4. Tekhnik Analisa Data

Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Ia

7

Lexy. J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdya Karya, 1933) cet. Ke- 1, h. 3

8


(18)

membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.9

5. Tekhnik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada buku “Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi ( FDK)” yang diterbikan oleh Dakwah Press tahun 2006-2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat pnelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang memuat ruang lingkup dakwah berupa, pengertian dakwah, subjek dan objek dakwah, metode dakwah, materi dakwah, dan tujuan dakwah. Ruang lingkup wayang kulit yaitu, pengertian wayang kulit serta perkembangan wayang kulit, dan dalang sebagai juru dakwah.

BAB III : Mendeskripsikan mengenai profil dalang Ki Sudardi yang terdiri dari riwayat hidup, pendidikan, pengalaman beliau serta aktifitas dalam pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

BAB IV : Dalam bab ini berisikan data penelitian dan analisa data penelitian, menguraikan tentang kiprah pementasan wayang kulit oleh dalang Ki Sudardi, serta pandangan masyarakat mengenai kiprah wayang kulit di Pringapus Semerang.

BAB V : Penutup, memuat kesimpulan yang didasarkan pada uraian-uraian dan bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga memuat saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.

9


(19)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da’a) yang artinya menyeru, memanggil, mengajak, dan menjamu. Dan yang kedua yaitu : (yad’u) yang artinya memannggil, mendo’a dan memohon.10

Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata da’a (fi’il madhi) dan yad’u (fi’il mudhari’) yang artinya memanggil (to call), mengundang ( to invite), dll. (Warson Munawir, 1994 : 439). Dakwah dalam pengertian ini dapat dijumpai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf : 33 dan Surat Yunus : 25.

Dalam Al Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Isalam dan kebaikan, 7 kali ditemukan dalam makna mengajak kepada mereka dan kejahatan

Beberapa dari ayat tersebut adalah :

1. Mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran ( QS. Ali Imran : 104)

2. mengajak manusia kepada jalan Tuhan (QS an-Nahl : 125) 3. Mengajak manusia kepada agama Islam (QS as-Shaf : 7)

4. Mengajak manusia kepada jalan yang lurus (QS al-Mukminun : 73)

5. Memutuskan perkara dalam kehidupan umat manusia, kitabullah dan sunnaturrasul (QS an-Nur : 48 dan 51, serta QS Ali Imran : 23)

6. Menggajak ke surga (QS al-Baqarah : 122)

Definisi dakwah di dalam Islam adalah sebagai kegiatan “mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya. Kata mengajak,

10


(20)

memotivasi, dan mendorong adalah kegiatan dakwah dalam ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan dakwah itu harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardhatillah (keridhoan Allah). Kalimat istiqamah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah itu harus berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah untuk menunjukkan dakwah bukan untuk menciptakan kesalehan pribadi. Untuk mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama. (Muhammad Ali Aziz, 2004: 4).

Definisi di atas mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode.

4. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dengan dasar keridhaan Allah.

5. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan yang mengubah pandangan hidup, sikap batin dan prilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syari’at untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sedangkan secara istilah dakwah didefinisikan beragam. Hal ini tergantung dari sudut mana para ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi dakwah itu sendiri.

a. Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.11

11

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung Mizan. 1996), Cet ke-XIX, h. 194.


(21)

b. Menurut Syekh Muhammad Abduh, ringkasnya dakwah adalah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari yang mungkar adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim. 12

c. Arifin, M. Ed. Mengatakan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yan disampaikan padanya tanpa unsur paksaan. 13

Jadi dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar , terncana, dan usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni agar manusia hidup dengan penuh kebahagiaan dunia akhirat tanpa adanya unsur paksaan.

2. Subjek dan Objek Dakwah

Subjek dakwah (ulama, mubaligh, dan da’i), yaitu orang yang melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan tugas dakwah ini bisa perorangan atau kelompok manusia yang memiliki nilai keteladanan yang baik (usawatun hasanah) dalam segala hal.14

Daerah Da’i adalah mulai dari masyarakat desa yang primitif hingga masyarakat industri yang telah terpengaruh diktatornya pengaruh ekonomi raksasa dan teknologi ultra modern dan merajalelanya individualisme. Da’i berbeda di tengah gejolak masyarakat yang bergejolak. Dengan demikian dapat dikatakan behwa da’i adalah seorang yang harus paham benar tentang kondisi masyarakat itu dari berbagai segi, psikologi, sosial, budaya, etnis, ekonomi, politik, mahluk tuhan ahsani takwim.15

12

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami,(Solo: Citra Islami Press, 1996), h.28

13

Arifin, M. Ed, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h. 54

14

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), cet. Ke-1, hal. 47

15


(22)

Muhammad Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah, yaitu: pengetahuan mendalam tentang Islam dan juru dakwah harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan kebenaran, kegiatan, kesadaran, kemajuan).16

Objek dakwah itu juga disebut mad’u, yaitu orang-orang yang diseru, dipanggil, atau diundang. Berdasarkan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat bila dilihat dalam aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah, sasaran dakwahnya tarbagi menjadi:

a. Sasaran yang menyangkut kelempok masyarakat, dilihat dari segi sosiologis barupa masyarakat yang terasing, pedesaan, kota besar dan kota kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

b. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat yang dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

c. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masarakat dilihat dari segi sosial struktural berupa golongan priayi, abangan dan santri. Klasifikasi terutama terdapat dalam masyarakat di jawa.

d. Sasaran yang berhubunagn dengan golongan dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

e. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan mkiskin.

f. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.17

3. Metode Dakwah

Dalam melakukan suatu kegitan dakwah, diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Metode dakwah adalah cara yang dipakai da’i dalam menyebarkan agama Islam.

16

Ibid, h. 167

17


(23)

Menurut Drs. Abdul Kadir Munsyi: Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah, cara yang dipakai atau yang digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan dicapai.18

Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah namun dari kesekian banyak ayat itu, yang dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam prinsip metode dakwah secara umum adalah surat an-Nahl ayat: 125, yaitu:

Artinya :

serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”.

Dari pernyataan Suray an-Nahl ayat 125 tersebut dapat dijelaskan bahwa seruan dan ajakan menuju jalan Allah (din Islam) harus menggunakan metode-metode al-hikmah, al-mauidzah, a-hasanah, dan mujadalah bi alati hiya ahsan.

4. Materi Dakwah

Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya dasar-dasar stategi dakwah Islam. Secara global materi materi dakwah dapat di klasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:

18

Alwisral Imam Zaidallah, Starategi Dakwah dalam Membentuk Da’ dan Khotib Propesional,


(24)

a. Masalah Aqidah

Aqidah dalam islam bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun Iman. Di bidang aqidah ini pembahasannya bukan saja tertuju pada masalah-masalah yang wajib di’Imani, akan tetapi materi dakwah meliputi masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya Syirik (menyekutukan adanya Tuhan), Ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.

b. Masalah Syari’Iyah

Syar’Iyah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesame manusia

c. Masalah Akhlaqul Karimah

masalah Akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna dan keislaman.19

5. Tujuan Dakwah

Tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagian hidup dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridoi Allah SWT.

Syeikh Ali Mahfudz merumiskan, bahwa tujuan dakwah ada lima perkara, yaitu:

1. Menyiarkan tuntutan Islam, membetulkan aqidah, dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada kedaan yang baik.

3. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum muslimin. 4. Menolak faham atheisme dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja.

19


(25)

5. Menolak syubha-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang tidak bersumber dari agama dengan mendalami islam Ushuluddin.20

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit

Pengertian wayang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : “Boneka tiruan yang dibuat dari kulit yang diukir, kayu yang dipahat, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang.”21

Pengertian wayang adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Tapi akhirnya makna kata ini meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunakan dalang sebagai penuturnya disebut wayang. Oleh karena itu terdapat wayang golek, wayang beber, dan lain-lain. Pengecualian terhadap wayang orang yang tiap boneka wayang tersebut diperankan oleh aktor dan aktris sehingga menyerupai pertunjukan drama.22

Wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di

20

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) . Cet ke-1, h. 33-34

21

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia.h, 1010

22

Sri Mulyono, Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (PT. Gunung Agung, 1976), h. 154


(26)

balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

2. Sejarah Perkembangan Wayang kulit

WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr.


(27)

Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.23

Ada dua pendapat mengenai asal - usul wayang. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan

bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan

pujangga India, Walmiki.

Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali

23

S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1988), Cet, ke-1 h-24


(28)

dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.24

3. Dalang Sebagai Juru Dakwah

Dalam dunia pewayangan dalang merupakan unsur penting pada sebuah pementasan, terlepas dari apa pun tema yang akan di pentaskan. Berkaitan dengan kegiatan dakwah Islamiah, seorang dalang pun dapat di katagorikan sebagai juru dakwah atau seorang Da’i melalui profesinya tersebut. Hal ini memungkinkan karena dalam setiap pementasan sabuah pagelaran wayang seorang dalang sangat mungkin menyampaikan pesan-pesan agamis dalam setiap lakon yang dipentaskan. Dahulu pada saat awal-awalnya perkembangan Islam di Nusantara, para penyebar Islam khususnya Walisongo yaitu Sunan Kali Jaga, juga telah menggunakan media wayang untuk mendukung kegiatan dakwahnya, dan ternyata berhasil. Faktor-faktor yang memungkinkan seorang dalang menjadi seorang juru dakwah di antaranya adalah :

a. Karakter dalang yang faham betul isi cerita setiap lakon pewayangan yang umumnya mengandung tema kehidupan sosial. Apapun temanya, baik tentang kerajaan, mahabrata, cerita hindu dan sebagainya, namun semua itu bisa dimasuki pesan-pesan bernilai Islami tanpa harus merubah inti dan isi cerita secara keseluruhan atau sebagian, dengan kecerdasan dan wawasann yang dimiliki, profesi seorang dalang dapat dengan mudah untuk melakukannnya.

24

Sri Mulyono, Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (PT. Gunung Agung, 1976), h. 239-245


(29)

b. Wayang merupakan kesenian tradisional yang masih banyak digemari, dan biasanya dalang sangat dikagumi oleh para penggemarnya. Situasi ini dapat digunakan oleh seorang dalang untuk menyampaikan pesan-pesan bernilai Islami pada setiap pementasannya, tentunya di selingi oleh humor-humor yang mendidik yang dapat mempengaruhi para audiennya.

c. Tema wayang mengikuti zaman, sehingga dalang tidak akan ditinggalkan oleh penggemarnya, sehingga ia akan terus berdakwah.

d. Dalang adalah Guru, Victoria M, Clara dalam bukunya Dalang di Balik Wayang (1967) ”menyatakan bahwa dalang yang dahulu menganggap dirinya sendiri sebagai guru masyarakat , sekarang justru menyebut dirinya sebagai seniman, sementara itu kaum elit baru, berbeda dari kaum tradisional, justru sekarang tertarik pertama-tama dan terutama terhadap peranan dalang sebagai guru, tulisnya.”25

25

Sigit Oerdianto, “Berdakwah Keliling Kota dengan Wayang Kulit, Suara Merdeka, senin 31 Oktober 2008


(30)

Daftar Pustaka

Amir, Hazim, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, Jakarta: CV.Mulia Sari, 1991. Arifin, M. Ed, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 1997

Bastomi, Suwaji etika, Nilai-nilai Seni Pewayangan, Semarang; Dahara Prize, 1993. Champion, Dean J., Metode dan Masalah Penelitian, Bandung: Refika Aditama, 1998. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia..

Habib, M. Syafaat, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1982.

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Moeleng, Lexy. J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdya Karya, 1933.

Mulyono, Sri, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya PT, Gunung Agung, 1976.

---, Simbolisme dan Mistisme dalam Wayang Jakarta: PT.Gunung Agung, 1979. Oerdianto, Sigit, “Berdakwah Keliling Kota dengan Wayang Kulit, Suara Merdeka, senin

31 Oktober 2008

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997.

S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1988.


(31)

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami, Solo: Citra Islami Press, 1996

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung Mizan. 1996.

Yatim , Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004. Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.

Zaidallah, Alwisral Imam, Starategi Dakwah dalam Membentuk Da’ dan Khotib Propesional, Jakarta: Kalam Mulia, 2002


(32)

KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah...6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...6 D. Metodologi Penelitian...7 E. Sistematika Penelitian...9 BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG DAKWAH DAN

WAYANG KULIT

A. Ruang Lingkup Dakwah...11 1. Pengertian Dakwah...11 2. Subjek dan Objek Dakwah...14 3. Metode Dakwah...16 4. Materi Dakwah...17 5. Tujuan Dakwah...18 B. Ruang Lingkup Wayang Kulit...18 1. Pengertian Wayang Kulit...18 2. Sejerah Perkembangan Wayang Kulit...23 3. Dalang Sebagai Juru Dakwah...26


(33)

v

SUDARDI, DAN GAMBARAN UMUM DESA PRINGAPUS SEMARANG

A. Gambaran Umum Wayang………....28 a. Pengertian Wayang………..28 b. Jenis-jenis Wayang………..28 B. Profil Dalang Ki Sudardi...31 a. Sejarah Hidup Ki Sudardi...31 b. Pendidikan Ki Sudardi...33 C. Desa Pringapus Semarang...35

1. Sejarah Desa Pringapus Semarang...35 2. Kehidupan Sosial dan Budaya...37 BAB IV WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH

A. Bahasa Dakwah dalam Pementasan Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi...38 B. Nilai-nilai Dakwah dalam Pementasan...41 C. Teknik Penyampaian pesan dalam Pementasan...49 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...54 B. Saran...55 DAFTAR PUSTAKA...57 LAMPIRAN...59


(34)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Sejarah perkembangan Islam di Indonesia khususnya di Jawa tak bisa dilepaskan dari peran Walisongo sebagai ulama penyebar ajaran Islam. Yang cukup menarik untuk disimak adalah bagaimana cara ulama yang sembilan itu mengajarkan Islam. Masyarakat semasa itu sebagian besar memeluk Hindu. Walisongo tak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi keyakinan masyarakat.

Salah satunya adalah metode yang digunakan oleh para Wali dengan menggunakan media Wayang. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara– khususnya di Jawa-wayang telah menemukan bentuknya. Bentuk wayang pada awalnya menyerupai relif yang bisa kita jumpai di candi-candi seperti di Prambanan maupun Borobudur. Pagelaran wayang sangat digemari masyarakat. Setiap pementasannya selalu dipenuhi penonton.1

1

S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1988), Cet, ke-1 h- 14


(35)

Para wali melihat wayang bisa menjadi media penyebaran Islam yang sangat bagus. Namun timbul perdebatan di antara para wali mengenai bentuk wayang yang menyerupai manusia. Setelah berembuk, akhirnya mereka menemukan kesepakatan untuk menggunakan wayang sebagai media dakwah tetapi bentuknya harus diubah.

Bentuk baru pun tercipta. Wayang dibuat dari kulit kerbau dengan wajah yang digambarkan miring, leher yang panjang, serta tangan yang dibuat memanjang sampai ke kaki. Bentuk bagian-bagian wajah juga dibuat berbeda

dengan wajah manusia.

Tak hanya bentuknya, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.2

Cara dakwah yang diterapkan oleh para wali tersebut terbukti efektif. Masyarakat menerima ajaran Islam tanpa ada pertentangan maupun penolakan. Ajaran Islam tersebar hampir di seluruh tanah Jawa. Penganut Islam semakin hari semakin bertambah, termasuk para penguasa-penguasanya.

Wayang pun kian sering dipentaskan. Tak hanya pada upacara-upacara resmi kerajaan, masyarakat secara umum pun sering menggelarnya. Karena

2

Bastomi, Suwaji etika, Nilai-nilai Seni Pewayangan, (Semarang; Dahara Prize, 1993), h. 26.


(36)

banyak ajaran moral dan kebaikan dalam setiap lakonnya, wayang tak hanya dianggap sebagai tontonan saja, tetapi juga tuntunan.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi moderen yang semakin pesat, seringkali kita mendengar tentang gejala dehumanisasi, adalah kemrosotan nilai-nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Dengan kemajuan-kemajuan yang di capai itu manusia kurang mampu mengendalikan diri, sehingga kehidupan manusia tidak seimbang baik kehidupan jasmani dan rohaninya.

Untuk membentuk manusia yang seimbang diperlukan peranan dari da’i atau pendakwah agar tercipta individu, keluarga, dan masyarakat yang menjadikan islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat 3

Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah seorang da’i harus mampu dalam menggunakan berbagai media dalam melakukan dakwahnnya.

Dari berbagai macam media yang bisan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah yang bersifat tradisioanal dan modern di antaranya ialah wayang kulit . Pementasan wayang kulit termasuk salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan dakwah. Wayang kulit adalah seni budaya peninggalan leluhur yang sudah berumur berabad-abad dan kini masih lestari di masyarakat, seni pewayangan sudah lama digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai luhur/moral, etika, dan religius. Dari zaman kedatangan Islam digunakan oleh para wali songo sebagai media dakwah Islam di tanah Jawa.4

Di masa lalu para ulama dan para wali melakukan pendekatan yang sama dalam menyiarkan agama Islam, yaitu melalui media dakwah yang telah menjadi

3

Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarta: Paramadina,2004), Cet. Ke-I, h.1

4

Hazim Amir, Nilai-nilai Etis Dalam Wayang, (Jakarta: CV.Mulia Sari, 1991), Cet.Ke-I, h. 16


(37)

warisan budaya tanah leluhur Indonesia.5 Sehingga proses akultrasi pribumi dengan budaya islam berjalan begitu harmonis.

Pendekatan dakwah melalui media wayang kulit sebagai hasil dari kebudayaan Mempunyai beberapa kelebihan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia sampai saat ini. Pertama, kebudayaan wayang kulit sudah mendarah daging pada masyarakat khusunya masyarakat jawa tengah. kedua, pementasan atau pertunjukan wayang kulit selalu menyampaikan nilai-nilai yang sedikit banyaknya akan membawa pengaruh bagi para penggemarnya. ketiga, media wayang kulit dalam pementasannya banyak mengandung falsafah kehidupan dan tata nilai yang luhur, pada masyarakat jawa khususnya yang berada di pringapus semarang yang masih menggunakan wayang kulit sebagait media dakwah.

Keberhasilan dakwah melalui wayang kulit tergantung pada beberapa variable. Pertama, wujud wayang kulit merupakan kulit yang dibentuk hingga menyerupai sosok yang mempunyai karakter, diantaranya baik, jahat, kaya, miskin, dll. Melalui variable wayang kulit ini bisa menciptakan karakter yang Islami diantarannya adalah karakter kyai atau ulama6 Kedua, adalah cerita yang menggambarkan situasi kejadian dan pesan-pesan yang ada dalam pementasan wayang kulit. Cerita dalam pewayangan juga berfungsi sebagai media dakwah atau sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran keagaaman.7 Ketiga, adalah dalang, karena sosok dalang sesungguhnya bukan seorang dewa (juru penerang

5

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-IV, h.203

6

Sri Mulyono, Wayang; Asal Usuil Filsafat dan Masa Depannya (PT, Gunung Agung, 1976) h.154

7

Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistisme dalam Wayang (Jakarta: PT.Gunung Agung, 1979), Cet. Ke-I, h. 77


(38)

yang serba bisa) tetapi juga bisa disebut pembawa kaca benggala (cermin besar) yang berperan sebagai seorang budayawan, guru, kritikus, dan seorang juru bicara yang bisa mengartikilasi isi hati, alam pikiran dan alam rasa8 Ini merupakan variable sentral terhadap keberhasilan pementasan wayang kulit, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.

Salah satu pementasan wayang kulit yang berada di Pringapus Semarang, dalam sejarahnya , sejah zaman dahulu wayang kulit bisa dikatakan media yang sampai sekarang masih digaunakan dalam aktifitas berdakwah, masyarakat Pringapus Semarang adalah masyarakat yang sederhana mereka adalah masyarakat yang agraris, hasil bumi berupa beras, dan sayur-sayuran merupakan komiditas yang mereka andalkan untuk pendapatan mereka sehari-hari. Tak bedanya dengan desa-desa lain dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cukup lambat di dalam pembangunan, keberhasilan wayang kulit sebagai media dakwah di pringapus semarang masih dapat dirasakan yang terlihat dari sikap dan tutur kata masyakat Pringapus Semarang.

Berdasarkan latar belakang maslah di atas maka penulis menusun skripsi dengan judul berjudul ”WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Pada Wayang Kulit Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang)”.

8

Suwaji Bastomi, etika, Nilai-nilai Seni Pewayangan, (Semarang; Dahara Prize, 1993), Cet.ke-I h.59


(39)

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini pada daerah pementasan wayang kulit pada masyarakat Pringapus Semarang saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan yang lain.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apa bahasa dan nilai-nilai dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

b. Bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan dakwah dalam pementasan wayang kulit dalang Ki Sudardi di desa Pringapus Semarang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

a. Penulis ingin mengungkap lebih dalam tentang pementasan wayang kulit Ki Sudardi sebagai media dakwah pada masyarakat Pringapus Semarang.

b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam pandangan masyarakat terhadap wayang kulit Ki Sudardi di Pringapus Semarang

c. Kajian ini memberikan kontribusi bagi khazanah sejarah islam Indonesia. Untuk menjadikan Akultrasi, Rekomendasi, serta sebagai media Praktis, dan


(40)

menambah literatur kebudayaan yang berkaitan dengan sejarah Islam yang ada di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi wacana keilmuan dakwah, khususnya program dakwah melalui media seni seperti wayang kulit sebagai media dakwah.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan baru bagi para aktivis dakwah, akademisi serta masyarakat umum yang konsen pada perkembangan dakwah untuk menjadikan seni budaya wayang kulit sebagai media dakwah.

c. Hasil penelitian ini menjadi acuan bagi masyarakat yang mencintai seni budaya wayang kulit dan para budayawan agar dapat melestarikan bahkan mengemas seni budaya tersebut sehingga lebih dirasakan manfaatnya khususnya dalam syiar Islam.

D. Metodologi Penelitian

Penulisan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriftif dengan metode deskriptif anlisis. Penulis akan menggambarkan dan menguraikan secara factual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Bagdan dan Taylor dalam buku penelitian kualitatif mendefinisikan “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.9

9

Lexy. J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdya Karya, 1933) cet. Ke- 1, h. 3


(41)

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentukan suatu bidang persoalan yang ada.10

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Ki Sudardi. Dan objek dari penelitian ini adalah Pementasan Wayang Kulit di Pringapus Semarang.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dimulai pada tanggal 10 April 2010 sampai 10 Juni 2010. Sedangkan tempat penelitian ini adalah Pringapus Semarang.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Observasi, yaitu pengamatan langung terhadap pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

b. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber dalam hal ini Ki Sudardi. Maksud dari wawancara ini adalah untuk mengungkap riwayat hidup, aktifitas dan lain-lain, terutama untuk melengkapi data, guna menjawab rumusan masalah yang peneliti ajukan.

c. Study Dokumentasi, adalah merupakan tekhnik yang juga dilakukan dalam mengumpulkan data berupa buku, majalah, makalah, ataupun literatur-literatur lainnya. Peneulis akan mengumpulkan beberapa foto, video, dan gambar aplikasi Dalang Ki Sudardi pada pementasan di Pringapus Semarang.

10

Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian, (Bandung: Refika Aditama, 1998) h. 6


(42)

4. Tekhnik Analisa Data

Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.11

5. Tekhnik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada buku “Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi ( FDK)” yang diterbikan oleh Dakwah Press tahun 2006-2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat pnelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang memuat ruang lingkup dakwah berupa, pengertian dakwah, subjek dan objek dakwah, metode dakwah, materi dakwah, dan tujuan dakwah. Ruang lingkup wayang kulit yaitu, pengertian wayang kulit serta perkembangan wayang kulit, dan dalang sebagai juru dakwah.

11

Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bnadung : PT. Remaja Rosdya Karya, Cet. Ke-10, h. 103


(43)

BAB III : Meneskripsikan mengenai profil dalang Ki Sudardi yang terdiri dari riwayat hidup, pendidikan, pengalaman beliau serta aktifitas dalam pementasan wayang kulit di Pringapus Semarang.

BAB IV : Dalam bab ini berisikan data penelitian dan analisa data penelitian, menguraikan tentang kiprah pementasan wayang kulit oleh dalang Ki Sudardi, serta pandangan masyarakat mengenai kiprah wayang kulit di Pringapus Semerang.

BAB V : Penutup, memuat kesimpulan yang didasarkan pada uraian-uraian dan bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga memuat saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.


(44)

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da’a) yang artinya menyeru, memanggil, mengajak, dan menjamu. Kedua yaitu : (yad’u) yang artinya memannggil, mendo’a dan memohon.1

Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata da’a (fi’il madhi) dan yad’u (fi’il mudhari’) yang artinya memanggil (to call), mengundang (to invite), dll. (Warson Munawir, 1994 : 439). Dakwah dalam pengertian ini dapat dijumpai dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf : 33 dan Surat Yunus : 25.

Dalam Al Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Isalam dan kebaikan, 7 kali ditemukan dalam makna mengajak kepada mereka dan kejahatan

Beberapa dari ayat tersebut adalah :

1. Mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran ( QS. Ali Imran : 104)

2. Mengajak manusia kepada jalan Tuhan (QS an-Nahl : 125) 3. Mengajak manusia kepada agama Islam (QS as-Shaf : 7)

4. Mengajak manusia kepada jalan yang lurus (QS al-Mukminun : 73)

1


(45)

5. Memutuskan perkara dalam kehidupan umat manusia, kitabullah dan sunnaturrasul (QS an-Nur : 48 dan 51, serta QS Ali Imran : 23)

6. Menggajak ke surga (QS al-Baqarah : 122)

Definisi dakwah di dalam Islam adalah sebagai kegiatan “mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya. Kata mengajak, memotivasi, dan mendorong adalah kegiatan dakwah dalam ruang lingkup tabligh. Kata bashirah untuk menunjukkan dakwah itu harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat meniti jalan Allah untuk menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardhatillah (keridhoan Allah). Kalimat istiqamah di jalan-Nya untuk menunjukkan dakwah itu harus berkesinambungan. Sedangkan kalimat berjuang bersama meninggikan agama Allah untuk menunjukkan dakwah bukan untuk menciptakan kesalehan pribadi. Untuk mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus bersama-sama.

Definisi di atas mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode.

4. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dengan dasar keridhaan Allah.


(46)

5. Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan yang mengubah pandangan hidup, sikap batin dan prilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syari’at untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sedangkan secara istilah dakwah didefinisikan beragam. Hal ini tergantung dari sudut mana para ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi dakwah itu sendiri.

a. Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.2

b. Menurut Syekh Muhammad Abduh, ringkasnya dakwah adalah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari yang mungkar adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim. 3

c. Arifin, M. Ed. Mengatakan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yan disampaikan padanya tanpa unsur paksaan. 4

2

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung Mizan. 1996), Cet ke-XIX, h. 194.

3

Sayyid. M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islami,(Solo: Citra Islami Press, 1996), h.28

4


(47)

Jadi dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar, terencana, dan usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni agar manusia hidup dengan penuh kebahagiaan dunia akhirat tanpa adanya unsur paksaan.

2. Subjek dan Objek Dakwah

Subjek dakwah (ulama, mubaligh, dan da’i), yaitu orang yang melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan tugas dakwah ini bisa perorangan atau kelompok manusia yang memiliki nilai keteladanan yang baik (usawatun hasanah) dalam segala hal.5

Daerah Da’i adalah mulai dari masyarakat desa yang primitif hingga masyarakat industri yang telah terpengaruh diktatornya pengaruh ekonomi raksasa dan teknologi ultra modern dan merajalelanya individualisme. Da’i berbeda di tengah gejolak masyarakat yang bergejolak. Dengan demikian dapat dikatakan behwa da’i adalah seorang yang harus paham benar tentang kondisi masyarakat itu dari berbagai segi, psikologi, sosial, budaya, etnis, ekonomi, politik, mahluk tuhan ahsani takwim.6

Muhammad Ghazali juga menegaskan dua syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah, yaitu: pengetahuan mendalam tentang Islam dan juru dakwah harus memiliki jiwa kebenaran (ruh yang penuh dengan kebenaran, kegiatan, kesadaran, kemajuan).7

5

Rafiudin, Maman Addul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah,(Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), cet. Ke-1, hal. 47

6


(48)

Objek dakwah itu juga disebut mad’u, yaitu orang-orang yang diseru, dipanggil, atau diundang. Berdasarkan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat bila dilihat dalam aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah, sasaran dakwahnya tarbagi menjadi: a. Sasaran yang menyangkut kelempok masyarakat, dilihat dari segi sosiologis

barupa masyarakat yang terasing, pedesaan, kota besar dan kota kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

b. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat yang dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

c. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masarakat dilihat dari segi sosial struktural berupa golongan priayi, abangan dan santri. Klasifikasi terutama terdapat dalam masyarakat di jawa.

d. Sasaran yang berhubunagn dengan golongan dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

e. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan mkiskin. f. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional

(profesi dan pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.8

7

Ibid, h. 167

8


(49)

3. Metode Dakwah

Dalam melakukan suatu kegitan dakwah, diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Metode dakwah adalah cara yang dipakai da’i dalam menyebarkan agama Islam.

Menurut Drs. Abdul Kadir Munsyi: Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah, cara yang dipakai atau yang digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan dicapai.9

Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah namun dari kesekian banyak ayat itu, yang dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam prinsip metode dakwah secara umum adalah surat an-Nahl ayat: 125, yaitu:

ﺘﱠﺎ

ْﻢﻬْدﺎﺟو

ﺔﻨ ْا

ﺔﻈﻋْﻮﻤْاو

ﺔﻤْﻜ ْﺎ

ﻚﱢر

ﻰ إ

عْدا

ﻦ ﺪﺘْﻬﻤْﺎ

ﻢ ْﻋأ ﻮهو ﻪ

ْﻦﻋ ﱠ ﺿ ْﻦﻤ

ﻢ ْﻋأ ﻮه ﻚﱠر ﱠنإ ﻦ ْ أ

ه

Artinya :

serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”.

Dari pernyataan Surat an-Nahl ayat 125 tersebut dapat dijelaskan bahwa seruan dan ajakan menuju jalan Allah (din al-Islam) harus menggunakan metode-metode al-hikmah, al-mauidzah, a-hasanah, dan mujadalah bi alati hiya ahsan.

9

Alwisral Imam Zaidallah, Starategi Dakwah dalam Membentuk Da’I dan Khotib Propesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 16


(50)

4. Materi Dakwah

Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya dasar-dasar stategi dakwah Islam. Secara global materi materi dakwah dapat di klasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:

a. Masalah Aqidah

Aqidah dalam islam bersifat I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun Iman. Di bidang aqidah ini pembahasannya bukan saja tertuju pada masalah-masalah yang wajib di’Imani, akan tetapi materi dakwah meliputi masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya Syirik (menyekutukan adanya Tuhan), Ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.

b. Masalah Syari’ah

Syar’Iyah dalam Islam adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesame manusia

c. Masalah Akhlaqul Karimah

masalah Akhlak dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna dan keislaman.10

10


(51)

5. Tujuan Dakwah

Tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagian hidup dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridoi Allah SWT.

Syeikh Ali Mahfudz merumiskan, bahwa tujuan dakwah ada lima perkara, yaitu:

1. Menyiarkan tuntutan Islam, membetulkan aqidah, dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada kedaan yang baik.

3. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan diantara kaum muslimin.

4. Menolak faham atheisme dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja. 5. Menolak syubha-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang tidak

bersumber dari agama dengan mendalami islam Ushuluddin.11

B. Ruang Lingkup Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit

Pengertian wayang menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : “Boneka tiruan yang dibuat dari kulit yang diukir, kayu yang dipahat, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang.”12

Pengertian wayang adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Tapi akhirnya makna kata

11

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia.

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) . Cet ke-1, h. 33-34

12


(52)

ini meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunakan dalang sebagai penuturnya disebut wayang. Oleh karena itu terdapat wayang golek, wayang beber, dan lain-lain. Pengecualian terhadap wayang orang yang tiap boneka wayang tersebut diperankan oleh aktor dan aktris sehingga menyerupai pertunjukan drama.13

Wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Dan di dalam wayang kulit terdapat tokoh sebagai peran utama dalam cerita pakem jawa diantaranya adalah :

13

Sri Mulyono, Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (PT. Gunung Agung, 1976), h. 154


(53)

Puntadewa14 Sebagai raja (Syahadat bagaikan rajanya rajanya Rukun Islam) dan saudara-saudaranya merupakan symbol rukun Islam. Puntadewa memiliki sifat ”berbudi bawa leksana, berbudi luhur dan penuh kewibawaan. Seorang raja yang arif bijaksana, adil dalam ucapan dan perbuatan (al-adlu), sebagai pengajawantahan dari kalimat syahadat yang selamanya mengilhami kearifan dan keadilan. Puntawa memimpin ke-4 adiknya atau bias dikatakan keempat saudaranya dalam suka duka dan penuh kasih sayang. Demikian pula dalam rukun Islam yang kedua, ketiga, keempat, dan kelima namun tidak menjalankan rukun Islam yang pertama maka seluruh amalnya akan sia-sia. Terlebih orang yang akan menyebutnua sebagai orang yang munafik (hipokrit). Prabu Puntadewa tidak pernah mati selama ia memiliki azimat “Kalimaosodo”

(kalimat syahadat atau stayadatain), senantiasa unggul dalam setiap perjuangan dan selalu ikhlas dan menyayangi rakyarnya.

Tokoh Bima atau Werkudara15, dia dipersonifikasikan sebagai rukun Islam yang kedua yaitu Shalat lima waktu. Dalam kisah pewayangan, Bima terkenal sebagai penegak Pandawa. Ia hanya bias berdiri saja, Karena memang tidak biasa duduk, konon menurut cerita pewayangan “tidurpun Bima dengan berdiri.” Seperti halnya hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya :

14

Puntadewa atau Yudistira merupakan saudara para Pandawa yang paling tua. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah.

15 Bima

merupakan putera kedua Kunti dengan Pandu. Nama bhimā dalam bahasa Sansekerta memiliki arti "mengerikan". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. “artikel di akses tanggal 25 Mei 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pandawa.


(54)

“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menjalankannya maka ia menegakkan Islam dan barang siapa yang meninggalkannya maka ia merobohkan Islam “

Dalam kehidupannya sehari-hari Bima selalu menggunakan “Bahasa Ngoko” atau bahasa jawa kasar baik itu kepada dewa, pendeta, kyai, dan lain sebagainya lambing rukun Islam yang kedua shalat lima waktu, maka shalat berlaku terhadap siapapun, kapanpun, dan dimanapun.

Arjuna atau Janoko16, dia di personifikasikan sebagai rukun Islam yang ketiga yaitu Zakat. dalam cerita pewayangan dia disebut sebagai “lelanganing jagad” (lelaki pilihan). Nama Arjuna berasal dari kata “Jun” yang artinya Jambangan. Benda ini merupakan symbol jiwa yang bersih. Banyak wanita yang

“nandhang gandrung kapirangu lan kapilayu” (tergila-gila) kepadanya. Arjuna memiliki sifat yang sangat lemah lembut, terlebih kaum wanita, dia sangat tidak bias mengatakan “tidak” (seperti orang jawa pada umumnya diluar mengatakan tidak padahal batinnya meng’iyakan). Dengan kehalusan dan kelembutan Arjuna maka ia terlihat lemah dan tidak berdaya, namun sebenarnya dibalik kehalusanya terdapat kekuatan yang sangat luar biasa. Terbukti Arjuna selalu unggul di dalam setiap petempuran. Maka demikianlah zakat sebagai rukun Islam yang kertiga

16 Arjuna

merupakan putera bungsu Kunti dengan Pandu. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti "yang bersinar", "yang bercahaya". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona. Kemahirannnya dalam ilmu peperangan menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh kemenangan saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Arjuna memiliki banyak nama panggilan, seperti misalnya Dhananjaya (perebut kekayaan – karena ia berhasil mengumpulkan upeti saat upacara Rajasuya yang diselenggarakan

Yudistira); Kirti (yang bermahkota indah – karena ia diberi mahkota indah oleh Dewa Indra saat berada di surga); Partha (putera Kunti – karena ia merupakan putera Pritha alias Kunti). Dalam

pertempuran di Kurukshetra, ia berhasil memperoleh kemenangan dan Yudistira diangkat menjadi raja. Setelah Yudistira mangkat, ia melakukan perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama para Pandawa dan melepaskan segala kehidupan duniawai. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan mencapai surga. Nama lain Janaka, senjata utama ialah panah Pasopati. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pandawa)


(1)

Transkip Wawancara Nama : Ki Sudardi

Jabatan : Dalang Seni wayang kulit Smarangan – Desa Pringapus Kec. Klepu, Kab. Semarang

Hari/tanggal : Kamis, 20 Mei 2010

Tempat : Jln. Kampung Kobongan, desa Pringapus Semarang Jawa Tengah Penulis : Sejak kapan bapak mulai mendalang/menekuni kesenian wayang

kulit ?

Ki Sudardi : Profesi sebagai dalang ini saya lakoni tahun sejak tahun 1971. Sejak kecil, saya menyukai kesenian wayang kulit, saya tertarik dengan kesenian wayang ini karena saya sudah diperkenalkan dengan kebudayaan jawa ini oleh almarhum orang tua saya yang sudah menyukai kesenian ini terlebih dahulu. Dalam dunia pewayangan karakternya sungguh banyak. Semua karakter manusia ada, mulai dari yang baik sampai yang jahat dan saya menggemari wayang sejak dulu. Wayang kulit merupakan sebuah kesenian tradisional yang sangat digemari oleh kebanyakan masyarakat di desa Pringapus Semarang, oleh karena itu saya sangat menjaga agar tradisi ini tidak punah, salah satunya itu dengan membentuk organisasi perkumpulan seni wayang kulit smarangan di desa Pringapus Semarang Jawa Tengah.

Penulis : Bagaimana sejarah awal bapak memilih wayang sebagai media dakwah ?

Ki Sudardi : Wayang sejak zaman para wali telah dipergunakan sebagai media dakwah yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan atau ajaran agama Islam. Hal tersebut dikarenakan metode yang biasa digunakan oleh para dalang adalah metode komunikasi yang interaktif dengan penonton, penonton menganggap dalang seseorang yang memiliki pengetahuan lebih dan harus diikuti. Saya pribadi juga menyadari bahwa media wayang kulit dapat dijadikan sebagai tontonan juga sekaligus tutunan. Sehingga nilai-nilai dan bahasa dakwah yang saya sampaikan dapat mudah diterima oleh masyarakat desa Pringapus Semarang.

Penulis : Apa Visi dan Misi bapak menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah ?

Ki Sudardi : Visi dan Misi saya pribadi menggunakan media wayang kulit sebagai media dakwah, sebagaimana sebagai umat muslim saya


(2)

ingin mengajarkan agama Islam kepada seluruh masyarakat, sebagaimana hadis Nabi ”Sampaikanlah walau hanya satu ayat.” Penulis : Bagaimana metode yang bapak pakai dalam mendalang ?

Ki Sudardi : Sampai saat ini saya masih menganggap bahwa metode interaktif dengan penonton masih efektif. Dan biasanya saya menyampaikannya lewat segmen/bagian ”limbung atau goro-goro” dari situ saya menyampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan jelas.

Penulis : Materi apa saja yang bapk sampaikan dalam mendalang ?

Ki Sudardi : Materinya antara lain pemberdayaan masyarakat tentang sosial. Dan secara spiritual, saya akan menyampaikan ke masyarakat sesuai dengan tema wayangan, misalnya pada waktu hajatan nikah maka saya akan memberikan materi ayat-ayat yang berhubungan dengan rumah tangga di dalam membentuk keluarga sakinah mawaddah dan warahmah, pada waktu aqiqah maka saya membawakan ajaran yang berhubungan dengan bakti anak dengan orang tua, atau pada waktu peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW maka saya akan membawakan bagaimana sejarah beliau di dalam memperjuangkan agama Islam dan lain-lain. Intinya adalah sampaikanlah walau satu ayat (Balighu ‘ani walau ayat).

Penulis : Apakah ritual yang biasa bapak lakukan sebelum pementasan ? Ki Sudardi : sebelum pentas saya selalu mengatakan.

Ayo mulo tak jaluk wargaku sregepo ndedungo marang purbaning kang kawaso. Mogo rino lan wengi tansah nyanding karahayon, ketentreman, kawilujengan, tebing saking kolo, adoh soko tumindak cidro, tansah sungkem marang padaning wong tuwo.

(Saya minta kepada seluruh warga untuk rajin berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa semoga siang dan malam senantiasa mendapat kemuliaan, ketentraman, keselamatan, dan jauh dari mara bahaya, jauh dari tindakan yang tercela dan menghormati orang tua).

Penulis : Nilai-nilai dakwah apakah yang selalu bapak ajarkan kepada masyarakat desa Pringapus ?

Ki Sudardi : Saya“ selalu mengajarkan kepada masyarakat desa untuk rajin dan maumelaksanakan rukun Islam yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.”, “Shalat adalah tiang agama, karena dengan shalat kita juga akan terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar.”“Inna shalata tanha ‘anil fakshai wa mungkar.”


(3)

Penulis : Apa bahasa dakwah yang biasa bapak suguhkan dalam pementasan wayang bapak ?

Ki Sudardi : Bahasa dakwah yang biasa saya sisispkan dalam pementasan saya, “kep sidakep loro dadia tunggal. Ana ucap mboten ditingal, ana sambung mboten diambun. Ati ngait ka yang widi, manah muntang kanu kawasa, kalbu agung, angbrantang kanu murbeng alam”, artinya : dua tangan menjadi satu disimpan diantara dada dan perut tidak boleh berbicara meskipun ada yang harus dibicarakan, tidak boleh melihat apapun, apalagi menengok kekiri dan kekanan, tidak boleh mendengarkan sesuatu sebab kita sedang menghadapkan diri kepada Illahirobbi.

Penulis : Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pertunjukan wayang bapak ?

Ki Sudardi : Saya didukung oleh tim kesenian yang telah dibentuk. Mulai dari gamelan-gamelan jawa, pemain alat musik yang saya mengiringi saya ketika pentas, seniman-seniwati, dan terkadang salalu ada radio-radio setempat yang menyiarkan secara langsung pementasan wayang kulit, sehingga seluruh desa dapat mendengarkan.

Penulis : Menurut bapak apa saja yang menjadi hambatan dalam proses pertunjukan wayang bapak ?

Ki Sudardi : Sebenarnya tidak ada hambatan. Mungkin hanya masalah cuaca dan lokasi yang cukup jauh.

Penulis : Bagaimana solusi dari hambatan-hambatan yang bapak alami, ketika akan mengadakan pertunjukan wayang bapak ?

Ki Sudardi : Setiap hambatan yang ada selalu dicarikan solusi dengan kerjasama antara tim dan masyarakat setempat, dan pihak-pihak yang terkait.

Penulis : Bagaiman respon masyarakat desa Pringapus Semarang terhadap pertunjukan wayang bapak ?

Ki Sudardi : Respon masyarakat desa Pringapus semarang sangat antusias dan baik sekali. Tertbukti, dari penuhnya lapangan dan halaman rumah setiap kali saya pentas.

Penulis : Bagaimana harapan bapak terhadap kesenian wayang khususnya di desa Pringapus Semarang ?


(4)

Ki Sudardi : Kesenian wayang kulit adalah sebagai seni dan budaya warisan leluhur harus terus dijaga dan dilestarikan, saya pribadi berharap kepada generasi penerus agar melestarikan dan mengembangkan, karena banyak sekeli manfaat yang ada di dalam kebudayaan kita ini khususnya kesenian wayang kulit ini.

Mengetahui

Pewawancara Responden


(5)

Transkip Wawancara Nama : Joko Winarno

Jabatan : Tokoh Masyarakat Desa Pringapus Semarang Hari/tanggal : Jum’at, 21 Mei 2010

Tempat : Jln. Kali Seneng, desa Pringapus Semarang Jawa Tengah

Penulis : Bagaimana menurut bapak tentang pentas pertunjukan wayang kulit oleh dalang Ki Sudardi ?

Joko Winarno : Dalang Ki Sudardi ketika mendalang selalu mengajarkan kasih sayang dan kepekaan sosial. Karena dengan itu semua masyarakat dapat hidup rukun dan gotong royong demi membangun daerahnya atau desanya.

Penulis : Nilai-nilai apa yang bisa bapak tangkap dari pertunjukan wayang beliau ?

Joko Winarno : Melalui wayang beliau juga mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu perduli terhadap masyarakat yang lain, dan yang kurang mampu. Serta hubungan dengan masalah sosial sebagai media pendekatan kepada masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan baik itu sosial, politik, serta sebagai media dakwah.

Penulis : Bagaimana respon masyarakat terhadap pementasan wayang beliau ?

Joko Winarno : Respon masyarakat terhadap pementasan wayang kulit Ki Sudardi, wayang sebagai media pendekatan itu sangat baik sekali. Terbukti ketika diadakannya pertunjukan wayang diadakan pasti penontonnya banyak, terkadang itu kasihan terhadap dalang aslinya, pernah waktu iti beliau mendalang di dua tempat sampai jam 5 pagi itu pun penontonnya banyak sekali, mualai dari yang kecil, muda, dan yang tua. Karena selain sebagai hiburan wayang juga digunakan sebagai media untuk melakukan pendekatan terhadap ajaran-ajaran agama. Penulis : Bagaimana contoh konkrit yang dilakukan dalang Ki Sudardi

ketika mendalang yang berhubungan dengan dakwah ?

Joko Winarno : Sebagai bukti ketika mendalang beliau selalu menyalami semua tamu-tamu yang ada mulai dari yang kecil, muda, tua, sampai yang masih digendong. Ini membuktikan bahwa selain aqidah, dan syari’ah beliau juga memiliki akhlak yang baik dan patut dicontoh oleh masyarakat desa.


(6)

Penulis : Bagaimana contoh konkrit yang dilakukan beliau ketika mendalang yang berkaitan dengan sosial dan budaya ?

Joko Winarno : Disetiap beliau mendalang, beliau selalu mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu memiliki jiwa sosial dan peduli terhadap sesama. Beliau selalu menyampaikan di dalam wayang dan biasanya paling sering pada segmen “goro-goro” Penulis : Bagaimana hubungan antara masyarakat desa khusunya desa

Pringapus Semarang terhadap kegiatang wayang kulit beliau ? Joko Winarno : Hubungannya sangat erat sekali, karena belau mendalang itu

tidak hanya cerita tentang wayang saja, yang jelas ketika beliau mendalang beliau selalu menyampaikan pesan-pesan baik itu pesan agama, sosial, atau budaya. Melalui media wayang kulit, terbukti efektif dalam menyampaikan pesan-pesan yang yang kiranya dapat dimengerti oleh masyarakat awam.

Mengetahui

Pewawancara Responden


Dokumen yang terkait

Pandangan Dalang Tentang Wayang Kulit Purwa sebagai Media Kritik Sosial Politik. (Studi pada Dalang Wayang Kulit seMalang Raya).

0 9 20

Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah (Pendekatan Komunikasi Antar Budaya Terhadap Pementasan Wayang Kulit Ki Yuwono Di Desa Bangorejo Banyuwangi)

1 11 134

TINJAUAN GALERI WAYANG KULIT KI ANOM SUROTO DI LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GALERI WAYANG KULIT KI ANOM SUROTO DI SURAKARTA.

0 16 16

TINJAUAN UMUM MUSEUM WAYANG KULIT MUSEUM WAYANG KULIT DI YOGYAKARTA.

1 11 25

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SANGGAR WAYANG KULIT SEBAGAI WISATA BUDAYA DI DESA KEPUHSARI MANYARAN Sanggar Wayang Kulit Sebagai Wisata Budaya Di Desa Kepuhsari Manyaran Wonogiri.

0 2 25

PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Pesan-Pesan Moral Pada Pertunjukan Wayang Kulit (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Win

0 4 17

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Pesan-Pesan Moral Pada Pertunjukan Wayang Kulit (Studi Kasus Pada Lakon “Wahyu Makutharama” dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Winangun

0 1 14

ANALISIS WACANA HUMOR GARA-GARA DALAM PAGELARAN WAYANG KULIT ANALISIS WACANA HUMOR GARA-GARA DALAM PAGELARAN WAYANG KULIT DENGAN DALANG KI MEDOT SAMIYONO SUDARSONO (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK).

0 1 14

Fungsi Musik Campursari pada Pergelaran Wayang Kulit Ki Joko Hadiwijoyo Semarang (Studi Kasus pada Pertunjukan Wayang Kulit di Kelurahan Tembalang Semarang).

0 0 2

EKSISTENSI WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KR

0 0 100