PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH KEMBALI ( REMARRIED )

(1)

PENYESUAIAN PERKAWINAN

PADA PASANGAN YANG MENIKAH KEMBALI ( REMARRIED )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S-1)

Disusun Oleh : Depita Arianeka

NIM : 06810015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(2)

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH KEMBALI ( REMARRIED)

Skripsi

Disusun Oleh : Depita Arianeka

06810015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(3)

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH KEMBALI ( REMARRIED)

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Depita Arianeka

06810015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi : Penyesuaian perkawinan pada pasangan yang

Menikah kembali ( remmaried )

2. Nama Peneliti : Depita Arianeka

3. Nim : 06810015

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : 12 Januari 2011

7. Tanggal Ujian : 8,9 April 2011

Malang, 16 Maret 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji Pada tanggal 9 April 2011

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dra. Tri Dayakisni, M.Si ( )

Anggota Penguji : 1. Ari Firmanto S.Psi ( )

2. Dr. Latipun ( )

3. Dra. Siti Suminarti F, M.Si ( )

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(6)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Depita Arianeka

Nim : 06810015

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG MENIKAH KEMBALI ( REMMARIED )

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam

bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak Bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 20 Maret 2011 Mengetahui

Ketua Program Studi Yang menyatakan,


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim...

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Yang Menikah Kembali (

Remmaried )”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Tulus Winarsunu, M. Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

2. Dra. Tri Dayakisni, M.Si dan Ari Firmanto, S.Psi selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, serta Dra. Iswinarti, M.si yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Yudi Suharsono, M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Kedua orang tua (Ayah dan Ibu tersayang) yang selalu memberikan berlimpah dukungan kepada peneliti baik secara moril dan materil, adik (Teguh), beserta seluruh keluarga besar yang selalu dan tiada henti memberikan doa dan dorongan kepada peneliti.

5. Tri Cristian Dani I.A yang selalu memberi semangat dan doa kepada peneliti. 6. Suci, Mimi, Icha, ILa, Betta, Nora, dan semua teman-teman fakultas psikologi

angkatan 2006, khususnya teman-teman kelas A yang selalu memberikan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Ersa, Dessy, serta semua anak kostan Tata Surya yang selalu memberikan semangat kepada penulis

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyalesaikan skripsi ini.


(8)

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peniliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 16 Maret 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian perkawinan 1. Pengertian penyesuaian perkawinan ... 7

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan 8 3. Masalah-masalah dalam penyesuaian perkawinan ………... 12

4. Kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan …………... 13

B. Pengertian janda dan duda ... 15

1. Keluarga ……… 15

2. Perceraian ………. 18

C. Menikah kembali ……… 19

1. Pengertian menikah kembali ( Remmaried) ……… 19

2. Faktor-faktor yang mendorong individu menikah kembali .. 20


(10)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 23

B. Batasan Istilah ... 24

C. Subyek Penelitian ... 24

D. Metode Pengumpulan Data ... 25

E. Teknik Analisa Data ... 26

F. Keabsahan Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 28

1. Deskripsi subjek dan informan penelitian ………... 28

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ………... 29

B. Analisa Data Hasil Penelitian ... 41

C. Pembahasan ... 47

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ... 52

B. SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Identitas Subyek Penelitian ... 28

Tabel 4.2 : Identitas Informant penelitian ……….. . 29

Tabel 4.3 : Gambaran penyesuaian perkawinan pasangan TH dan YA … . 41

Tabel 4.5 : Gambaran penyesuaian perkawinan pasangan SA dan WW .. .. 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Guide Wawancara ... 57

Lampiran II : Hasil Wawancara ... 58

Lampiran III : Hasil Wawancara Informant ………... 90


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Fridmen, B (2009). Pengertian dan macam-macam keluarga. Jakarta : (diaskes 19 Juli 2010 blogspot.com/2009/11/pengertian-keluarga).

Hurlock, E (1978). Psikologi perkembangan suatu rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Lambert, M. N. (t.t). Marriage development in late a dulth. Brigham Young

University. (diakses pada 15 november 2010

www.healthymarriageinfo.org/docs/sum-materlife.pdf,)

Moleong, L.J. (2009).Metode penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mapiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. Nazir, (1983). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Papalia, D.E. Olds, S.W. Feldman, R.D. (2007). Human Development. USA: McGraw-Hill.

Sadarjoen, S. S (2005). Konflik marital : pemahaman konseptual, actual, dan alternative solusi, Bandung : PT. Refika Aditama.

Santrock, J.W. (1995). Life Span development. Jakarta ; Erlangga

Savitri, I , Kundjoro (2002). Tantangan dan penyesuaian diri pernikahan kembali. Jakarta : (di akses 12 Oktober 2010 www.iptui.com/artikel.php )

Sugiyono, (2008). Memahami penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.

Suryanto,a (2006). Faktor-faktor penghambat dan pendukung penyesuaian

perkawinan, Jakarta : ( diaskes 18 Juli 2010

blogspot.com/2009/04/penyesuaian perkawinan)

Walgito, B. (1984). Bimbingan dan Konseling perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan fakultas Psikologi UGM.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Ketika pasangan saling menunjukkan sifat aslinya, seperti egois, sadis, dan otoriter manakala pernikahan memasuki usia lima tahun pertama. Tidak semua pasangan berhasil mewujudkan impian tentang mahligairumah tangga yang bahagia. Karena berbagai alasan banyak pula pasangan yang pernikahannya kandas ditengah jalan. Faktor penyebabnya adalah karena perceraian atau kematian suami/istri. Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Bimas Islam Departemen Agama dalam acara Pembukaan Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional, di Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta. Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga (Kompas , 2010,5 agustus).

Data dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Blimbing Malang kasus perceraian di kecamatan Blimbing Malang mengalami peningkatan pada tahun 2009 sampai tahun 2010. Pada tahun 2008 angka perceraian di kecamatan pasar kliwon mencapai 7,5% dari tahun 2007 yang hanya 0% kasus perceraiannya dan meningkat pada tahun 2006 mencapai 8,8%. Pada tahun 2009 kasus perceraian mencapai 6,06% dan meningkat lebih dari 100% pada tahun 2010 kasus perceraiannya mencapai 12,4%. Dari banyaknya kasus perceraian tersebut 45% disebabkan karena kurangnya penyesuaian sehingga menyebabkan perselisihan yang terus-menerus, 40% yang lain disebabkan karena meninggal dunia dan 15% karena masalah-masalah rumah tangga yang lain seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, pemabuk, dan sebagainya (Malang post , 2010 , 8 April).

Menurut Duval & Miller (1985) kebanyakan dari orang yang bercerai itu menikah lagi. Hanya 1 dari 7 orang laki-laki dan perempuan yang berpisah itu menikah


(15)

2

lagi pada tahun pertama setelah perceraian. 4 dari 10 rang laki-laki dan perempuan yang berpisah menikah lagi pada 3 tahun setelah mereka bercerai. Dan akhirnya 5 dari 6 laki-lai yang bercerai dan 3 dari 4 perempuan yang bercerai, mereka menikah lagi. Seorang wanita yang mempunyai beberapa orang anak memliki kesempatan yang sedikit untuk menikah lagi, dibandingkan seorang wanita yang mempunyai satu atau dua orang anak. Hanya 1 dari 5 orang yang bercerai, mereka tidak menikah lagi.

Tujuan perkawinan adalah mendapat kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan menjalani kehidupan perkawinan yang harmonis merupakan impian setiap manusia. Sebab, selain untuk memenuhi tugas perkembangan sebagai individu dewasa, secara umum kehidupan perkawinan juga lebih banyak memberikan keuntungan bagi individu dibandingkan hidup melajang. Perkawinan juga dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih bahagia, memberi kepuasan emosional dan seksual serta meningkatkan kesejahteraan secara finansial (Olson & Defrain , 2003 ).

Umumnya banyak pasangan yang kurang menyadari pentingnya penyesuaian dalam pernikahan. Sebagian berpikir bahwa penyesuaian dengan pasangan sudah dilakukan saat masa pacaran sebelum menikah; ada pula yang beranggapan bahwa penyesuaian hanya perlu dilakukan di masa-masa awal pernikahan saja. Akibat dari persepsi tersebut, mereka tidak siap ketika menghadapi perubahan ataupun perbedaan pada diri pasangannya. Hal tersebut akhirnya bisa memunculkan pikiran negatif terhadap pasangan yang seringkali bila tidak dikonfirmasi akan menimbulkan kesenjangan diantara suami istri ( Olson & Defrain , 2003 ).

Penyesuaian dalam pernikahan pada dasarnya adalah hal yang berjalan sepanjang waktu, sepanjang pernikahan itu bahkan hingga salah satu dari pasangan meninggal dunia penyesuain tetap menjadi kebutuhan dan keharusan. Di awal perkenalan sebelum menikah, keduanya masih saling berkenalan luarnya saja, hanya mengenal kepribadian calon pasangannya secara umum saja. Tentu itu tidak cukup, oleh karenanya di awal pernikahan pun pasangan masih perlu penyesuaian dan pengenalan yang lebih mendalam lagi antara satu sama lain, begitu seterusnya, penyesuaian


(16)

3

pun perlu terus dilakukan dalam pernikahan ketika istri hamil, anak pertama lahir, dst (Kuntjoro,2002).

Penyesuaian dengan pasangan juga butuh kesabaran dan kemauan untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak semua kebiasaan dan sifat-sifat pasangan akan sejalan dan sesuai dengan diri. Oleh karenanya perlu memahami tentang kebiasaan pasangan, sifat dan karakternya, hal-hal yang ia sukai dan ia tidak sukai, dsb. Perbedaan diantara pasangan suami istri adalah suatu hal yang wajar, dan karena perbedaan itulah Allah mempertemukan dan menyatukannya agar satu sama lain bisa saling melengkapi. Suami dengan kelebihannya mampu membimbing dan menutupi kekurangan istri, begitu sebaliknya istri mampu pula dengan kelebihannya menutupi kekurangan yang ada pada diri suami. Dengan adanya saling pengertian satu sama lainnya ini, maka keharmonisan dalam rumah tangga akan selalu menghiasi( Olson & Defrain , 2003 ).

Kehilangan pasangan karena kematian bagi para janda dan duda merupakan suatu pukulan tersendiri bagi mereka, karena mereka akan merasa kesepian atas meninggalnya pasangan. Pernikahan kembali merupakan solusi bagi para janda dan duda untuk menghilangkan hal tersebut. Sebenarnya ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mempunyai keinginan untuk menikah kembali. Davidoff (2005) mengungkapkan perkawinan sering dikaitkan dengan alasan seksual , ekonomi , sosial, alasan mencari pasangan hidup dan mencari dukungan emosional. Pada umumnya duda menikah kembali juga disebabkan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Sedangkan janda biasanya lebih disebabkan untuk memenuhi kebutuhan finansialnya, dimana saat pasangan masih ada, kebutuhan mereka selalu terpenuhi. Diharapkan pasangan baru yang didapatkan setelah menikah kembali mampu mengisi kekosongan peran pasangan yang telah tiada agar para janda dan duda dapat meraih kebahagian dan kepuasaan.

Dibandingkan pernikahan antara gadis dan jejaka, pernikahan dengan duda atau janda membutuhkan pertimbangan yang lebih komplek, apalagi bila sudah mempunyai anak. Perlu disadari bahwa pernikahan ini tidak hanya mempertimbangkan anak bahkan juga orang tua, mertua atau lingkungan sosial. Apalagi stereotipe orang tua


(17)

4

tiri lebih kejam daripada orang tua kandung akan berbeda-beda dibandingkan pada anak non biologis (anak tiri). Pandangan tersebut muncul karena orang tua tiri memaksakan nilai-nilai yang diyakininya terhadap anak tiri ( Dariyo ,2004).

Selain nilai-nilai tersebut faktor umur anak juga mempengaruhi anak tiri yang sudah menginjak remaja dengan anak tiri yang masih kecil. Anak yang relatif masih kecil lebih mudah menerima orang tua tiri karena mereka belum punya pemahaman tentang aturan dan biasanya mereka memang lebih membutuhkan sosok orang tua dan ini merupakan salah satu fator pendukung bagi janda atau duda untuk menikah lagi. Sebelum menikah sebaiknya kedua pasangan membicaraan hal-hal yang mereka tidak tahu sehinga tidak terjadi kesalahpahaman misalnya faktor ekonomi, pekerjaan dan keluarga masing-masing pasangan ( Soenarnatalina,1995).

Menjalani pernikahan untuk kedua kalinya tentunya berbeda dengan saat individu menjalani pernikahan yang pertama kali. Karena dalam pernikahan kedua segala sesuatu yang dihadapi lebih kompleks daripada apa yang dihadapi pada pernikahan yang pertama. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh empat hal, yaitu karena mereka pada umumnya sudah berusia lebih tua dibandingkan dengan perkawinan pertama. Semua bentuk penyesuaian secara teoritis akan semakin sulit sesuai dengan pertambahan usia, penyesuaian dalam pernikahan berarti menghilangkan atau mengekang sikap yang telah terpola dalam periode waktu yang sangat lama dan berusaha untuk membentuk sikap baru, serta keterlibatan dari keluarga pada perkawianan pertama yang berarti menambah masalah baru. Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu penyesuaian diri kembali di dalam pernikahan sehingga tidak menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan karena adanya ketidakpuasan. Kepuasan perkawinan adalah suatu keadaan sejahtera dan menyenangkan karena telah tercapainya tujuan-tujuan, harapan-harapan, dan keinginan dalam berbagai aspek dalam perkawinan, yang hanya dapat dirasakan oleh pasangan suami-istri yang bersangkutan. Sedangkan penyesuaian dalam perkawinan adalah mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan dalam konteks perkawinan.


(18)

5

Berdasarkan hasil wawancara, fenomena tersebut juga ditemui pada subjek TH dan pasanganya YA. Melalui wawancara dengan subyek TH dan YA, diketahui bahwa subyek TH dan YA pasangan menikah kembali karena perceraian dan kematian pasangannya. Menurut TH dan YA pasangannya yang sekarang berbeda dengan pasangannya yang dulu. Hal ini menyebabkan YA tidak betah di rumah. Selain TH dan YA, terdapat subyek pasangan RA dan MT yang merupakan pasangan hasil pernikahan kembali. Mereka berdua sama-sama ditinggal pasangan perceraian. Sama seperti TH dan YA, pasangan RA dan MT memiliki masalah dalam hal penyesuaian dengan pasangan. Mereka juga harus saling menerima kondisi masing-masing yang menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam hubungan seksual.

Pada pasangan yang suaminya ditinggal mati atau cerai oleh pasangannya yang pertama, biasanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena tidak mudah menghapus kenangan dengan pasangan yang lama. Sedangkan bagi pasangan yang beda usia, hal ini akan lebih kompleks. Diantaranya adalah Riberu (2008) yang mengatakan bahwa perbedaan usia yang sangat jauh akan menciptakan banyak perbedaan dan bisa menimbulkan masalah, mulai dari pergaulan, selera, dan cara memandang sesuatu, dimana kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dan memahami satu sama lain sangat diperlukan dalam perkawinan beda usia jauh ini.

Dari paparan diatas, maka timbul persoalan yang perlu dikaji lebih dalam tentang gambaran penyesuaian perkawinan pada pasangan janda dan duda yang menikah lagi. Hal ini ditujukan agar pasangan janda dan duda mencapai kebahagian dan kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, Peneliti merasa perlu mengadakan penelitian yang berjudul : Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan yang Menikah Kembali ( Remmaried ).


(19)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah , yaitu ;

Bagaimana gambaran penyesuaian yang dilakukan pada pasangan yang remarried?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui gambaran penyesuaian yang dilakukan pada pasangan janda dan duda yang remarried

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi konstribusi bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan terutama yang menyangkut topik tentang penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah kembali.

2. Secara Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pasangan janda dan duda yang menikah kembali akan proses penyesuaian pernikahan kembali sehingga pernikahan tersebut lebih berarti. Disamping itu untuk memberikan informasi bagi pihak keluarga lingkungan sekitar pasangan yang melakukan pernikahan kembali agar dapat memberikan dukungan dalam proses penyesuaian perkawinan.


(1)

1 A. Latar Balakang

Ketika pasangan saling menunjukkan sifat aslinya, seperti egois, sadis, dan otoriter manakala pernikahan memasuki usia lima tahun pertama. Tidak semua pasangan berhasil mewujudkan impian tentang mahligairumah tangga yang bahagia. Karena berbagai alasan banyak pula pasangan yang pernikahannya kandas ditengah jalan. Faktor penyebabnya adalah karena perceraian atau kematian suami/istri. Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Bimas Islam Departemen Agama dalam acara Pembukaan Pemilihan Keluarga Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional, di Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta. Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga (Kompas , 2010,5 agustus).

Data dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Blimbing Malang kasus perceraian di kecamatan Blimbing Malang mengalami peningkatan pada tahun 2009 sampai tahun 2010. Pada tahun 2008 angka perceraian di kecamatan pasar kliwon mencapai 7,5% dari tahun 2007 yang hanya 0% kasus perceraiannya dan meningkat pada tahun 2006 mencapai 8,8%. Pada tahun 2009 kasus perceraian mencapai 6,06% dan meningkat lebih dari 100% pada tahun 2010 kasus perceraiannya mencapai 12,4%. Dari banyaknya kasus perceraian tersebut 45% disebabkan karena kurangnya penyesuaian sehingga menyebabkan perselisihan yang terus-menerus, 40% yang lain disebabkan karena meninggal dunia dan 15% karena masalah-masalah rumah tangga yang lain seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, pemabuk, dan sebagainya (Malang post , 2010 , 8 April).

Menurut Duval & Miller (1985) kebanyakan dari orang yang bercerai itu menikah lagi. Hanya 1 dari 7 orang laki-laki dan perempuan yang berpisah itu menikah


(2)

lagi pada tahun pertama setelah perceraian. 4 dari 10 rang laki-laki dan perempuan yang berpisah menikah lagi pada 3 tahun setelah mereka bercerai. Dan akhirnya 5 dari 6 laki-lai yang bercerai dan 3 dari 4 perempuan yang bercerai, mereka menikah lagi. Seorang wanita yang mempunyai beberapa orang anak memliki kesempatan yang sedikit untuk menikah lagi, dibandingkan seorang wanita yang mempunyai satu atau dua orang anak. Hanya 1 dari 5 orang yang bercerai, mereka tidak menikah lagi.

Tujuan perkawinan adalah mendapat kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan menjalani kehidupan perkawinan yang harmonis merupakan impian setiap manusia. Sebab, selain untuk memenuhi tugas perkembangan sebagai individu dewasa, secara umum kehidupan perkawinan juga lebih banyak memberikan keuntungan bagi individu dibandingkan hidup melajang. Perkawinan juga dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih bahagia, memberi kepuasan emosional dan seksual serta meningkatkan kesejahteraan secara finansial (Olson & Defrain , 2003 ).

Umumnya banyak pasangan yang kurang menyadari pentingnya penyesuaian dalam pernikahan. Sebagian berpikir bahwa penyesuaian dengan pasangan sudah dilakukan saat masa pacaran sebelum menikah; ada pula yang beranggapan bahwa penyesuaian hanya perlu dilakukan di masa-masa awal pernikahan saja. Akibat dari persepsi tersebut, mereka tidak siap ketika menghadapi perubahan ataupun perbedaan pada diri pasangannya. Hal tersebut akhirnya bisa memunculkan pikiran negatif terhadap pasangan yang seringkali bila tidak dikonfirmasi akan menimbulkan kesenjangan diantara suami istri ( Olson & Defrain , 2003 ).

Penyesuaian dalam pernikahan pada dasarnya adalah hal yang berjalan sepanjang waktu, sepanjang pernikahan itu bahkan hingga salah satu dari pasangan meninggal dunia penyesuain tetap menjadi kebutuhan dan keharusan. Di awal perkenalan sebelum menikah, keduanya masih saling berkenalan luarnya saja, hanya mengenal kepribadian calon pasangannya secara umum saja. Tentu itu tidak cukup, oleh karenanya di awal pernikahan pun pasangan masih perlu penyesuaian dan pengenalan yang lebih mendalam lagi antara satu sama lain, begitu seterusnya, penyesuaian


(3)

pun perlu terus dilakukan dalam pernikahan ketika istri hamil, anak pertama lahir, dst (Kuntjoro,2002).

Penyesuaian dengan pasangan juga butuh kesabaran dan kemauan untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak semua kebiasaan dan sifat-sifat pasangan akan sejalan dan sesuai dengan diri. Oleh karenanya perlu memahami tentang kebiasaan pasangan, sifat dan karakternya, hal-hal yang ia sukai dan ia tidak sukai, dsb. Perbedaan diantara pasangan suami istri adalah suatu hal yang wajar, dan karena perbedaan itulah Allah mempertemukan dan menyatukannya agar satu sama lain bisa saling melengkapi. Suami dengan kelebihannya mampu membimbing dan menutupi kekurangan istri, begitu sebaliknya istri mampu pula dengan kelebihannya menutupi kekurangan yang ada pada diri suami. Dengan adanya saling pengertian satu sama lainnya ini, maka keharmonisan dalam rumah tangga akan selalu menghiasi( Olson & Defrain , 2003 ).

Kehilangan pasangan karena kematian bagi para janda dan duda merupakan suatu pukulan tersendiri bagi mereka, karena mereka akan merasa kesepian atas meninggalnya pasangan. Pernikahan kembali merupakan solusi bagi para janda dan duda untuk menghilangkan hal tersebut. Sebenarnya ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mempunyai keinginan untuk menikah kembali. Davidoff (2005) mengungkapkan perkawinan sering dikaitkan dengan alasan seksual , ekonomi , sosial, alasan mencari pasangan hidup dan mencari dukungan emosional. Pada umumnya duda menikah kembali juga disebabkan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Sedangkan janda biasanya lebih disebabkan untuk memenuhi kebutuhan finansialnya, dimana saat pasangan masih ada, kebutuhan mereka selalu terpenuhi. Diharapkan pasangan baru yang didapatkan setelah menikah kembali mampu mengisi kekosongan peran pasangan yang telah tiada agar para janda dan duda dapat meraih kebahagian dan kepuasaan.

Dibandingkan pernikahan antara gadis dan jejaka, pernikahan dengan duda atau janda membutuhkan pertimbangan yang lebih komplek, apalagi bila sudah mempunyai anak. Perlu disadari bahwa pernikahan ini tidak hanya mempertimbangkan anak bahkan juga orang tua, mertua atau lingkungan sosial. Apalagi stereotipe orang tua


(4)

tiri lebih kejam daripada orang tua kandung akan berbeda-beda dibandingkan pada anak non biologis (anak tiri). Pandangan tersebut muncul karena orang tua tiri memaksakan nilai-nilai yang diyakininya terhadap anak tiri ( Dariyo ,2004).

Selain nilai-nilai tersebut faktor umur anak juga mempengaruhi anak tiri yang sudah menginjak remaja dengan anak tiri yang masih kecil. Anak yang relatif masih kecil lebih mudah menerima orang tua tiri karena mereka belum punya pemahaman tentang aturan dan biasanya mereka memang lebih membutuhkan sosok orang tua dan ini merupakan salah satu fator pendukung bagi janda atau duda untuk menikah lagi. Sebelum menikah sebaiknya kedua pasangan membicaraan hal-hal yang mereka tidak tahu sehinga tidak terjadi kesalahpahaman misalnya faktor ekonomi, pekerjaan dan keluarga masing-masing pasangan ( Soenarnatalina,1995).

Menjalani pernikahan untuk kedua kalinya tentunya berbeda dengan saat individu menjalani pernikahan yang pertama kali. Karena dalam pernikahan kedua segala sesuatu yang dihadapi lebih kompleks daripada apa yang dihadapi pada pernikahan yang pertama. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh empat hal, yaitu karena mereka pada umumnya sudah berusia lebih tua dibandingkan dengan perkawinan pertama. Semua bentuk penyesuaian secara teoritis akan semakin sulit sesuai dengan pertambahan usia, penyesuaian dalam pernikahan berarti menghilangkan atau mengekang sikap yang telah terpola dalam periode waktu yang sangat lama dan berusaha untuk membentuk sikap baru, serta keterlibatan dari keluarga pada perkawianan pertama yang berarti menambah masalah baru. Oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu penyesuaian diri kembali di dalam pernikahan sehingga tidak menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan karena adanya ketidakpuasan. Kepuasan perkawinan adalah suatu keadaan sejahtera dan menyenangkan karena telah tercapainya tujuan-tujuan, harapan-harapan, dan keinginan dalam berbagai aspek dalam perkawinan, yang hanya dapat dirasakan oleh pasangan suami-istri yang bersangkutan. Sedangkan penyesuaian dalam perkawinan adalah mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan dalam konteks perkawinan.


(5)

Berdasarkan hasil wawancara, fenomena tersebut juga ditemui pada subjek TH dan pasanganya YA. Melalui wawancara dengan subyek TH dan YA, diketahui bahwa subyek TH dan YA pasangan menikah kembali karena perceraian dan kematian pasangannya. Menurut TH dan YA pasangannya yang sekarang berbeda dengan pasangannya yang dulu. Hal ini menyebabkan YA tidak betah di rumah. Selain TH dan YA, terdapat subyek pasangan RA dan MT yang merupakan pasangan hasil pernikahan kembali. Mereka berdua sama-sama ditinggal pasangan perceraian. Sama seperti TH dan YA, pasangan RA dan MT memiliki masalah dalam hal penyesuaian dengan pasangan. Mereka juga harus saling menerima kondisi masing-masing yang menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam hubungan seksual.

Pada pasangan yang suaminya ditinggal mati atau cerai oleh pasangannya yang pertama, biasanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan pasangan. Hal ini disebabkan karena tidak mudah menghapus kenangan dengan pasangan yang lama. Sedangkan bagi pasangan yang beda usia, hal ini akan lebih kompleks. Diantaranya adalah Riberu (2008) yang mengatakan bahwa perbedaan usia yang sangat jauh akan menciptakan banyak perbedaan dan bisa menimbulkan masalah, mulai dari pergaulan, selera, dan cara memandang sesuatu, dimana kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dan memahami satu sama lain sangat diperlukan dalam perkawinan beda usia jauh ini.

Dari paparan diatas, maka timbul persoalan yang perlu dikaji lebih dalam tentang gambaran penyesuaian perkawinan pada pasangan janda dan duda yang menikah lagi. Hal ini ditujukan agar pasangan janda dan duda mencapai kebahagian dan kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, Peneliti merasa perlu mengadakan penelitian yang berjudul : Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan yang Menikah Kembali ( Remmaried ).


(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah , yaitu ;

Bagaimana gambaran penyesuaian yang dilakukan pada pasangan yang remarried?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui gambaran penyesuaian yang dilakukan pada pasangan janda dan duda yang remarried

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi konstribusi bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan terutama yang menyangkut topik tentang penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah kembali.

2. Secara Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pasangan janda dan duda yang menikah kembali akan proses penyesuaian pernikahan kembali sehingga pernikahan tersebut lebih berarti. Disamping itu untuk memberikan informasi bagi pihak keluarga lingkungan sekitar pasangan yang melakukan pernikahan kembali agar dapat memberikan dukungan dalam proses penyesuaian perkawinan.