Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Dini

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pasangan ataupun salah
satu pasangannya masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia
dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal
7 perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun. Jadi, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan seorang lakilaki dengan perempuan salah satu pihak atau keduanya berusia kurang dari 19
tahun.
Menurut McIntyre (2006), pernikahan dini salah satu fenomena yang
sering terjadi di negara-negara berkembang seperti kawasan Asia Selatan,
Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia sendiri, pernikahan
dini juga terjadi di berbagai daerah, persentase terbesar pernikahan dini
terdapat di propinsi Jawa Timur 40,3%, Jawa Barat 39,6%, dan Kalimantan
Selatan 37,5% (Dharmayanti, 2013). Sebagaimana diketahui bahwa jumlah
remaja umur 10-19 tahun di Indonesia terdapat 43 juta atau 19,61% dari
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta, sekitar 1 juta remaja pria (5%)
dan 200 ribu remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa mereka
pernah melakukan hubungan seks. Data dari BKKBN pada tahun 2010,
hubungan seks pranikah remaja di Medan mencapai 52%, di Surabaya

mencaai 54%, dan si Bandung mencapai 47%. Sedangkan jumlah penduduk di
1
Universitas Sumatera Utara

2

Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204 jiwa, mencakup mereka yang
bertempat tinggal didaerah perkotaan sebanyak 6.382.672 jiwa (49,16%) dan
di d aerah pedesaan sebanyak 6.599.532 jiwa (50,84%) (Kartono, 1992).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS Sumut menyebutkan
10 sampai 11% wanita usia subur (WUS) menikah di usia 16 tahun pada
2010, dan menurut keterangan dari BPS Sumut sendiri paling tidak, ada
47,79% perempuan dikawasan pedesaan kawin pada usia dibawah 16 tahun,
sementara diperkotaan besarnya mencapai 21,75% pada tahun 2011. Dari
kantor Kementerian Agama Sumut disebutkan bila di tahun 2006 kasus
pernikahan usia dini sebanyak 19 kasus, dan meningkat menjadi 42 kasus di
tahun 2007, serta melonjak lagi menjadi 68 kasus di tahun 2008, hingga
desember 2010 diperkirakan maksimal terjadi 50 kasus perkawinan di usia
dini pada remaja (Manaf, dkk, 2000).
Terdapat beberapa alasan terjadinya pernikahan dini, pernikahan dini

sebagai strategi untuk bertahan secara ekonomi. Bagi sebuah keluarga yang
miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi
keluarga. Dengan kondisi ekonomi yang sulit, orangtua akan lebih memilih
menikahkan putri mereka, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka
akan berkurang. Tetapi berbeda bagi laki-laki yang mempunyai peran dalam
kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi laki-laki minimal
harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal
membangun rumah tangga mereka.

Universitas Sumatera Utara

3

Pernikahan dini menjadi alasan untuk meminimalisir pergaulan bebas.
Corak pergaulan remaja saat ini telah banyak menyimpang dari norma-norma
yang ada, terutama norma agama. Pernikahan dianggap sebagai sebuah solusi
atas apa yang seringkali ditimbulkannya. Zina misalkan, sehingga tanpa
disadari pernikahan hanya sebagai alasan melegalkan dorongan seksual, tanpa
memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan tersebut.
Pernikahan dini juga terjadi karena ambisi. Keinginan untuk segera merasakan

kehidupan berumah tangga membuat mereka mengambil keputusan yang
terkadang tanpa dibarengi dengan pertimbangan yang bijak, terkadang
orientasi remaja bukanlah orientasi berumahtangga, namun lebih cenderung
pada tendensi seksualnya saja. Alasan terjadinya pernikahan dini juga karena
hamil diluar nikah. Hamil di luar nikah merupakan fenomena yang sering
didapati dan kerap menjadi alasan para remaja zaman sekarang melakukan
pernikahan dini (Cohen, 2004). Hamil di luar nikah dapat terjadi karena
remaja sekarang sudah banyak melakukan seks pranikah, karena telah terjadi
kehamilan, maka orang tua yang memiliki anak perempuan hamil di luar nikah
memilih untuk menikahkan anaknya dengan laki-laki yang menghamilinya
(UU Perkawinan No.1, 1991). Kehamilan di usia muda rentan terjadinya
keguguran, persalinan prematur, anemia pada kehamilan, dan keracunan
kehamilan yang mengakibatkan kematian (Kusmiran, 2011). Anak-anak yang
lahir dari ibu yang berusia di bawah 20 tahun memiliki kesehatan yang buruk
dan resiko kematian yang cukup tinggi (Mathur dkk, 2003). Meskipun dengan
alasan takut terjerat dalam pergaulan bebas dan menghindari terjadinya hamil

Universitas Sumatera Utara

4


di luar pernikahan, alasan lainnya lagi memiliki anak dengan usia yang tidak
terlalu jauh, dan memupuk cinta atau melewati masa pacaran dalam hubungan
berumah tangga akan membuat hubungan selalu harmonis dan langgeng
(Sarlito, 1991).
Pernikahan dini ini terjadi pada remaja. Masa remaja merupakan suatu
periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Peralihan ini
tidak berarti terputusnya atau perubahan yang terjadi sebelumnya, tetapi lebih
kepada sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap perkembangan
berikutnya. Tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada
penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa yang salah satunya
adalah mempersiapkan pernikahan dan keluarga (Hurlock, 2000). Persiapan
pernikahan merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahuntahun remaja, dikarenakan munculnya

kecenderungan menikah dini

dikalangan remaja yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan mereka.
Pernikahan dini dapat menyebabkan berbagai masalah. Masalah-masalah
yang terjadi dalam pernikahan dini seperti rentan perceraian karena setiap

masalah dihadapi dengan emosi dan saling menyalahkan. Boykin & Stith
(2004) mengemukakan bahwa kecenderungan pernikahan diusia remaja
memunculkan distress dan berakhir pada perpisahan, dimana yang menjadi
penyebab utamanya adalah sedikitnya pengalaman dan faktor-faktor
kurangnya kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Perempuan paling rentan
menjadi korban dalam kasus pernikahan dini. Sebanyak 44% perempuan yang

Universitas Sumatera Utara

5

menikah dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan
tingkat frekuensi tinggi. Sisanya, 56% perempuan mengalami KDRT dalam
frekuensi rendah (Kompas.com). Pernikahan dini menyebabkan kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, kehilangan
kesempatan untuk bergaul bersama teman, kehilangan kesempatan berkarier,
beresiko mengalami gangguan seksual (Ahira, 2013). Kehamilan di usia muda
rentan terjadinya keguguran, persalinan prematur, anemia pada kehamilan, dan
keracunan kehamilan yang mengakibatkan kematian (Kusmiran, 2011). Anakanak yang lahir dari ibu yang berusia di bawah 20 tahun memiliki kesehatan
yang buruk dan resiko kematian yang cukup tinggi (Mathur dkk, 2003). Dari

data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997
diketahui bahwa seekitar 52,6% wanita pernah melakukan perkawinan
pertamanya pada kelompok umur 15-19 tahun dengan tingkat pendidikan
hanya tamat SD. Sejumlah 5,8 juta remaja pernah menikah pada umur kurang
dari 16 tahun dan 25% diantaranya bahkan menikah dibawah usia 14 tahun.
Pihak yang sangat merasakan akibatnya adalah remaja perempuan karena
tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah lagi dan harus menjalani
perkawinan yang sebenarnya belum siap baginya, baik dari sisi mental
maupun kesehatan reproduksinya seperti meningkatnya penularan penyakit
seksual dan bahkan HIV/AIDS.
Masalah-masalahan diatas dapat terjadi, karena kurangnya penyesuaian
pernikahan diantara pasangan yang menikah dini. Individu yang berhasil
dalam melakukan penyesuaian pernikahan pada kehidupan pernikahannya

Universitas Sumatera Utara

6

akan mengalami kehidupan pernikahan yang harmonis. Individu yang
mengalami kegagalan dalam penyesuaian pernikahan mereka akan mengalami

kehidupan pernikahan yang tidak harmonis dalam kehidupan pernikahan
mereka, terlebih juga dengan pasangan yang menikah dini, mereka juga harus
melakukan penyesuaian pada pernikahannya karena pasangan yang menikah
dini harus mencoba untuk membentuk hubungan jangka panjang dibawah
kondisi dimana mereka hanya memiliki sedikit pengalaman tentang diri
pasangan masing-masing serta dukungan yang rendah terhadap pernikahan
(WHO, 2006). Untuk menghindari masalah yang terjadi dalam pernikahan
dini, maka dibutuhkan penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah
dini. Pernikahan menjadi problema psikis dan sosial yang penting bagi lakilaki dan perempuan karena masing-masing harus berusaha untuk melakukan
penyesuaian diri dengan pasangannya dan kehidupan pernikahannya.
Penyesuaian seperti ini biasanya terjadi sangat lama dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor psikologis, wanita mengalami kesulitan dalam melakukan
penyesuaian diri dibandingkan laki-laki dikarenakan kemampuan mereka
cenderung rasional dalam menyelesaikan masalah (Ibrahim, 2002).
Menurut Hurlock (2000) penyesuaian pernikahan adalah kemampuan
suami dan istri untuk beradaptasi dan memecahkan masalah yang muncul
dalam pernikahan mereka serta menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi dalam pernikahan mereka. Lasswell dan Lasswell
(1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian pernikahan adalah bahwa
dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan,


Universitas Sumatera Utara

7

dan harapan. Jadi, penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah dini
adalah kemampuan suami istri yang ketika menikah salah satu pihak atau
keduanya berusia kurang dari 19 tahun untuk saling menyesuaikan diri dengan
kepribadian, lingkungan, kebutuhan, keinginan, harapan dan kehidupan
keluarga dalam pernikahan mereka.
Permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam penyesuaian
pernikahan pada pernikahan dini adalah permasalahan yang berhubungan
dengan penyesuaian pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan,
dan penyesuaian dengan keluarga pasangan (Hurlock, 2000). Masalah
terhadap penyesuaian pasangan adalah masalah dalam penyesuaian pernikahan
pada pasangan yang menikah dini. Hubungan interpersonal sangat berperan
penting didalam proses penyesuaian ini, karena semakin banyak pengalaman
pasangan dalam hubungan ini maka penyesuaian mereka semakin baik, begitu
juga sebaliknya (Hurlock, 2000). Wanita yang menikah diusia dini biasanya
dikarenakan faktor perjodohan maupun keterpaksaan biasanya memiliki
hubungan dengan proses perkenalan yang cukup singkat sehingga terkadang

menimbulkan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan pasangannya. Pria
yang telah menikah juga mengalami hal yang sama dengan wanita yang
menikah. Faktor perjodohan orang tua serta tanggung jawab terkadang
menuntut mereka untuk menikah dengan proses perkenalan yang singkat
sehingga menimbulkan kesulitan dalam hubungan interpersonal mereka
(UNICEF, 2001).

Universitas Sumatera Utara

8

Penyesuaian seksual juga dapat menimbulkan permasalahan dalam
penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah dini. Pernikahan dini
juga berarti hubungan seksual yang dipercepat, wanita yang menikah diusia
muda hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai permasalahan seksual
seperti hubungan seksual, alat kontrasepsi, penyakit menular seksual,
kehamilan, dan kelahiran (Mathur, dkk, 2003).
Masalah penyesuaian yang ketiga adalah berhubungan dengan masalah
keuangan pada pasangan yang menikah dini. Suami yang menikah diusia
muda yang terpaksa berhenti sekolah sehingga tidak memiliki pengalaman

yang cukup untuk mencari dan mempergunakan uang dengan baik akan sulit
untuk menyesuaikan diri dengan pernikahannya. Pernikahan dini sangat
mengurangi kesempatan wanita untuk mendapatkan akses pendidikan,
sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik untuk membantu perekonomian keluarga (Mathur, dkk, 2003).
Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan juga menjadi permasalahan
yang cukup penting dalam penyesuaian pernikahan pasangan yang menikah
dini. Pasangan yang menikah dini secara otomatis akan mendapatkan keluarga
baru dari pihak pasangannya khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar
perempuan. Permasalahan akan muncul jika suami atau istri tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keluarga pasangannya. Hubungan yang baik
dengan pihak keluarga pasangan kecil kemungkinannya untuk terjadi
percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka (Hurlock, 2000).

Universitas Sumatera Utara

9

Dari permasalahan-permasalahan yang telah terjadi pada pernikahan dini
dikarenakan kurangnya penyesuaian pernikahan oleh pasangan yang menikah

dini sehingga tidak dapat merasakan keberhasilan dalam pernikahannya.
Dengan demikian, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
pernikahan dini, akan diteliti bagaimana gambaran penyesuaian pernikahan
pada pasangan yang menikah dini dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif deskriptif.

B. Rumusan Permasalahan
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
gambaran penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah dini.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian
pernikahan pada pasangan yang menikah dini dilihat dari kriteria keberhasilan
penyesuaian pernikahan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan mendatangkan dua manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi informasi di bidang Psikologi pada
umumnya dan secara khusus dapat menambah wawasan dan khasanah
ilmiah dalam bidang Psikologi Perkembangan mengenai penyesuaian
pernikahan pada pasangan yang menikah dini.

Universitas Sumatera Utara

10

2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan bagi masyarakat tentang penyesuaian
pernikahan pada pasangan yang menikah dini, agar dapat membantu
masyarakat dalam memahami bahwa penyesuaian pernikahan dalam
menikah dini penting untuk dipahami.
b. Dapat menjadi bahan referensi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya
mengenai penyesuaian pernikahan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I

Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.

Bab II

Landasan teori
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan
variabel yang diteliti. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori
yang berhubungan dengan penyesuaian pernikahan pada pasangan
yang menikah dini.

Bab III

Metode penelitian
Bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif,
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel
penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode dan

Universitas Sumatera Utara

11

alat pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, dan
metode analisa data.
Bab IV

Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang gambaran subjek, hasil utama penelitian,
hasil tambahan penelitian, dan pembahasan mengenai hasil
penelitian.

Bab V

Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran tentang hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara