Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Dini

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Pernikahan

1. Definisi Penyesuaian Pernikahan
Dyer (1983) menyatakan penyesuaian pernikahan adalah adanya bermacammacam proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan,
dimana

adanya

proses

untuk

mengakomodasikan

situasi

sehari-hari,


menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan
pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan
keluarga. Menurut LeMasters (Dyer, 1983) penyesuaian pernikahan bisa
dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.
Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian
pernikahan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan
kebutuhan, keinginan, dan harapan. Menurut Hurlock (2000) penyesuaian
pernikahan adalah kemampuan suami dan istri untuk beradaptasi dan
memecahkan masalah yang muncul dalam pernikahan mereka serta menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pernikahan mereka. Hurlock
(2000) juga mengatakan bahwa awal pernikahan 1-5 tahun pernikahan merupakan
masa-masa rawan karena masa penyesuaian yang dilakukan meliputi penyesuaian
peran yang dijalani oleh masing-masing pasangan, tanggung jawab, serta
penyesuaian tersebut mencegah kebingungan dan rasa cemas.

12
Universitas Sumatera Utara

13


Jadi, penyesuaian pernikahan adalah kemampuan suami istri untuk saling
menyesuaikan diri dengan kepribadian, lingkungan, kebutuhan, keinginan,
harapan dan kehidupan keluarga dalam pernikahan mereka.
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Pernikahan
Penyesuaian dalam pernikahan memiliki beberapa area yang akan dilalui,
seperti agama, kehidupan sosial, teman yang menguntungkan, hukum, keuangan,
dan seksual.

Hurlock (2000) menyatakan ada empat hal pokok yang paling

penting dalam penyesesuaian pernikahan untuk kebahagian pernikahan, yaitu :
a. Penyesuaian dengan pasangan
Masalah yang paling penting yang pertama kali harus dihadapi saat
seseorang memasuki dunia pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan
(istri maupun suaminya). Semakin banyak pengalaman dalam hubungan
interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh dimasa lalu, makin besar
pengertian dan wawasan sosial mereka sehingga memudahkan dalam
penyesuaian dengan pasangan. Hal ini juga terjadi pada remaja putri yang
menikah dini.

Hurlock (2000) juga mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
penyesuaian terhadap pasangan. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Konsep pasangan ideal.
Pada saat memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai pada waktu
tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa
dewasa. Semakin seseorang terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas
maka semakin sulit penyesuaian yang dilakukan terhadap pasangan.

Universitas Sumatera Utara

14

2) Pemenuhan kebutuhan
Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi
kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila diperlukan
pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial sosial agar bahagia,
pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
3) Kesamaan latar belakang
Semakin sama latar belakang suami dan istri maka semakin mudah untuk

saling menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga apabila latar belakang
merekasama, setiap orang dewasa mencari pandang unik tentang
kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, maka semakin sulit
penyesuaian diri dilakukan.
4) Minat dan kepentingan bersama
Kepentingan yang sama mengenai suatu hal yang dapat dilakukan
pasangan cenderung membawa

penyesuaian yang baik daripada

kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama.
5) Keserupaan nilai
Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai yang
lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya buruk.
6) Konsep peran
Setiap lawan pasangan mempunya konsep yang pasti mengenai bagaimana
seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap individu
mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap

Universitas Sumatera Utara


15

peran tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian
yang buruk.
7) Perubahan dalam pola hidup
Penyesuaian terhadap pasangannya berarti mengorganisasikan pola
kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta
merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Penyesuaianpenyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional.
b. Penyesuaian seksual
Masalah penyesuaian utama yang kedua dalam pernikahan adalah
penyesuaian seksual, masalah ini adalah masalah yang paling sulit
dalampernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran
dan ketidakbahagiaan dalam pernikahan. Permasalahan biasanya dikarenakan
pasangan belum mempunyai pengalaman yang cukup dan tidak mampu
mengendalikan emosi mereka. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penyesuaian seksual, yaitu :
1) Perilaku terhadap seks
Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita
menerima informasi seks selama masa anak-anak dan remaja. Jika perilaku

yang tidak menyenangkan dilakukan maka akan sulit sekali untuk
dihilangkan bahkan tidak mungkin dihilangkan.
2) Pengalaman seks masa lalu
Cara orang dewasa bereaksi terhadap masturbasi, petting, dan hubungan
suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan

Universitas Sumatera Utara

16

wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks.
Apabila pengalaman awal seorang wanita tidak menyenangkan maka hal
ini akan mewarnai sikapnya terhadap seks.
3) Dorongan seksual
Dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan
cenderung tetap demikian, sedang wanita muncul secara periodik. Dengan
turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan
kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian
seksual.
4) Pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat

kontrasepsi, dan pengaruh vasektomi.
c. Penyesuaian keuangan
Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
penyesuaian diri individu dalam pernikahan. Istri yang berusia muda atau
masih remaja cenderung memiliki sedikit pengalaman dalam hal mengelola
keuangan untuk kelangsungan hidup keluarga. Suami juga terkadang
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan keuangan, khususnya
jika istrinya bekerja di luar rumah dan berhenti setelah memiliki anak pertama
sehingga mengurangi pendapatan keluarga.
d. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
Setiap individu yang menikah secara otomatis memperoleh sekelompok
keluarga baru. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang
berbeda, mulai dari bayi hingga kakek atau nenek dan terkadang dengan latar

Universitas Sumatera Utara

17

belakang yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, budaya dan latar
belakang sosial yang berbeda. Penyesuaian diri dengan pihak keluarga

pasangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Stereotip tradisional mengenai ibu mertua
Stereotip yang secara
representatif”

dapat

luas diterima masyarakat ”Ibu mertua yang
menimbulkan

perangkat

mental

yang

tidak

menyenangkan bahkan sebelum perkawinan. Stereotip yang tidak
menyenangkan mengenai orang usia lanjut seperti cenderung ikut campur

tangan dapat masalah bagi keluarga pasangan.
2) Keinginan untuk mandiri
Orang yang menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan
petunjuk dari orang tua mereka, walaupun mereka menerima bantuan
keuangan, dan khususnya mereka menolak bantuan dari keluarga
pasangan.
3) Keluargaisme
Penyesuaian dan perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan
tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya
daripada mereka sendiri. Apabila pasangan terpengaruh oleh keluarga,
apabila seseorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama
dan hidup dengan mereka untuk seterusnya.
4) Mobilitas sosial
Individu dewasa muda yang status sosialnya meningkat diatas anggota
keluarga atau diatas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap

Universitas Sumatera Utara

18


membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota
keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda.
5) Anggota keluarga berusia lanjut
Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat
sulit

dalam

penyesuaian

pekawinan

karena

sikap

yang

tidak


menyenangkan terhadap orangtua dan urusan keluarga khususnya bila dia
juga mempunyai anak-anak.
6) Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan
Apabila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab,
bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering
membawahubungan keluarga yang tidak baik. Hal ini dikarenakan anggota
keluarga pasangan dibantu keuangannya, menjadi marah dan tersinggung
dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpukan bentuk-bentuk penyesuaian
pernikahan adalah

penyesuaian

dengan

pasangan,

penyesuaian

seksual,

penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan
Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan
dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini lima hal yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan :
a. Usia
Udry dan Schoen (Dyer, 1983) mengatakan bahwa penyesuaian
pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda,

Universitas Sumatera Utara

19

yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka
dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa
menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia.
Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung
untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan
untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Tapi dalam hal
perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian
menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki
usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada
penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson &
Nelson, dalam Dyer, 1983).
b. Agama
Hubungan antara agama dan penyesuaian perkawinan sudah diselidiki
sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbeda-beda
dan selalu tidak konsisten. Terman (Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar
belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan
perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber;
Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara
Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan
pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.

Universitas Sumatera Utara

20

c. Ras
Sejauh ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana
perkawinan antar ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang
mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara
statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer,
1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (Dyer, 1983) pada perkawinan
antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih
lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan
bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki
rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian
pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur
masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka
berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk
menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing.
d. Pendidikan
Pendidikan individu mempengaruhi kehidupan pernikahan (Glenn dan
Weaver, dalam Rahmah, 1997) karena tingkat pendidikan mempengaruhi
kemampuan individu memenuhi kebutuhan kebutuhan, keinginan, dan
harapannya. Hal ini berarti makin tinggi tingkat pendidikannya maka akan
semakin luas pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan
pernikahannya menjadi semakin baik.

Universitas Sumatera Utara

21

e. Keluarga Pasangan
Salah satu hal yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru menikah
adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan
sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri
atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita
daripada pria (Duvall dan Komorovsky, dalam Dyer, 1983).
Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam
ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam
perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam
rumahtangga.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan adalah usia, agama, ras, pendidikan, dan
keluarga pasangan.
4. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan Dini
Untuk mengetahui penyesuaian pernikahan pada pasangan pernikahan dini,
dapat dilihat dari kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan. Menurut Hurlock
(2000) beberapa kriteria keberhasilan dalam penyesuaian pernikahan, yaitu :
a. Kebahagiaan suami istri
Suami istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan
membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan
bersama. Mereka juga mempunyai cinta yang matang dan mantap satu dengan
lainnya. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta
dapat menerima peran sebagai orang tua.

Universitas Sumatera Utara

22

b. Hubungan antara anak dan orang tua
Hubungan yang baik antara anak dengan orang tuanya mencereminkan
keberhasilan penyesuaian perkawinan terhadap masalah tersebut. Jika
hubungan antara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana rumah
tangga akan diwarnai oleh perselisihan yang menyebabkan penyesuaian
perkawinan menjadi sulit.
c. Penyesuaian dari anak-anak
Apabila anak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dengan temantemannya, maka ia akan sangat disenangi oleh teman sebayanya, ia akan
berhasil dalam belajar dan merasa bahagia di sekolah. Itu semua merupakan
bukti nyata keberhasilan proses penyesuaian kedua orang tuanya terhadap
perkawinan dan perannya sebagai orang tua.
d. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat
Perbedaan pendapat diantara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan,
biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu: adanya
ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau
masing-masing anggota keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan
dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang hanya kemungkinan ketiga
yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian perkawinan, walaupun
kemungkinan pertama dan kedua dapat juga mengurangi ketegangan yang
disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.

Universitas Sumatera Utara

23

e. Kebersamaan
Jika penyesuaian perkawinan dapat berhasil maka keluarga dapat menikmati
waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga
telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun perkawinan maka keduanya
dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa,
menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri.
f. Penyesuaian dalam masalah keuangan
Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan
kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya
pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya
sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar di
samping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara
yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh
karena pendapatan suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk
membantu pendapatan suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.
g. Penyesuaian dari pihak keluarga pasangan
Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga
pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil
kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan
mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria keberhasilan
penyesuaian pernikahan adalah kebahagiaan suami istri, hubungan antara anak
dan orang tua, penyesuaian dari anak-anak, kemampuan untuk memperoleh

Universitas Sumatera Utara

24

kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian dalam masalah
keuangan dan penyesuaian dari pihak keluarga pasangan.
Penyesuaian pernikahan adalah kemampuan suami istri untuk saling
menyesuaikan diri dengan kepribadian, lingkungan, kebutuhan, keinginan,
harapan dan kehidupan keluarga dalam pernikahan mereka. Bentuk-bentuk
penyesuaian pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian
seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan pihak keluarga
pasangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan adalah usia,
agama, ras, pendidikan, dan keluarga pasangan. Penyesuaian pernikahan dapat
dilihat dari kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan yaitu kebahagiaan suami
istri, hubungan antara anak dan orang tua, penyesuaian dari anak-anak,
kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan,
penyesuaian dalam masalah keuangan dan penyesuaian dari pihak keluarga
pasangan.

B. Pernikahan Dini

1. Definisi Pernikahan Dini
Pernikahan Dini (early Married) merupakan pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Hal ini sesuai dengan
rekomendasi The Eliminatian of All Forms of Discrimination against Women
(CEDAW) yang menyatakan bahwa usia 18 tahun seharusnya menjadi usia
minimum yang resmi untuk menikah baik pada pria maupun wanita. Menurut
Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria

Universitas Sumatera Utara

25

sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun.
Jadi, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki
dengan perempuan salah satu pihak atau keduanya berusia kurang dari 19 tahun.
2. Alasan Penyebab Pernikahan Dini
Penyebab pernikahan dini tergantung pada kondisi dan kehidupan sosial
masyarakatnya. UNICEF (2001) mengemukakan 2 alasan utama terjadinya
pernikahan dini (early marriage):
a. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early
marriage as a strategy for economic survival).
Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan
dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi
beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan
bahkan sangat jauh jarak usianya, hal ini adalah strategi bertahan sebuah
keluarga.
b. Untuk melindungi (protecting girls)
Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak
perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak
yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan dan sebagainya.
Menikahkan anak diusia muda merupakan salah satu cara untuk mencegah
anak dari perilaku seks pra-nikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai
nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah

Universitas Sumatera Utara

26

tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual
pranikah.
Alasan yang menyebabkan mengapa pernikahan dini itu terjadi menurut
Cohen (2004), adalah sebagai berikut:
a. Faktor Ekonomi
Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Biasanya
berawal dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan mereka ke
jenjang yang lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai
sekolah menengah saja atau bahkan tidak bisa merasakan sedikitpun
kenikmatan pendidikan, sehingga menikah merupakan sebuah solusi dari
kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi
ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka
untuk menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka akan
berkurang. Tetapi berbeda bagi laki-laki yang mempunyai peran dalam
kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi laki-laki minimal
harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal
membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah keluarga yang miskin,
pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga.
b. Meminimalisir Pergaulan Bebas
Corak pergaulan remaja saat ini telah banyak menyimpang dari normanorma yang ada, terutama norma agama. Pernikahan dianggap sebagai sebuah
solusi atas apa yang acapkali ditimbulkannya. Zina misalkan, sehingga tanpa

Universitas Sumatera Utara

27

disadari pernikahan hanya sebagai alasan melegalkan dorongan seksual, tanpa
memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan tersebut.
c. Faktor Ambisi
Sekilas kata ini memang terlihat sangat tidak pantas untuk menjadi sebuah
alasan suatu pernikahan. Tetapi terkadang ambisi menjadi salah satu faktor
adanya pernikahan dini. Keinginan mereka untuk segera merasakan kehidupan
berumah tangga membuat mereka mengambil keputusan yang terkadang tanpa
dibarengi dengan pertimbangan yang bijak, terkadang orientasi remaja
bukanlah orientasi berumahtangga, namun lebih cenderung pada tendensi
seksualnya saja.
d. Faktor Hamil Di Luar Nikah
Alasan yang keempat inilah yang selama ini identik dengan pernikahan
dini. Tak jarang ketika orang mendengar tentang pernikahan dini, asumsi
pertama yang muncul, hamil di luar nikah adalah penyebabnya. Dan memang
fenomena yang sering kita dapati, hamil di luar nikah kerap menjadi alasan
para remaja zaman sekarang melakukan pernikahan dini ini. Sungguh sangat
disayangkan memang. Banyak generasi yang gagal membangun hidupnya
hanya dikarenakan kesalahan mereka dalam memanage apa yang seharusnya
mereka lakukan. Ketika mereka sudah dalam kondisi tidak terkontrol, rasio
mereka kalah. Sehingga potensi kegagalan semakin besar, apalagi didukung
dengan tingkat emosional mereka yang cenderung labil. Undang-undang
Perkawinan RI dalam Kompilasi Hukum Islam dengan instruksi presiden RI
No. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai

Universitas Sumatera Utara

28

dengan keputusan Menteri Agama RI No. 154 tahun 1991 telah disebutkan
hal-hal berikut:
1)

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.

2)

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Alasan terjadinya pernikahan dini dikarenakan adanya faktor ekonomi,

meminimalisir pergaulan bebas, faktor ambisi, dan hamil di luar nikah.
3. Masalah-masalah pada Pernikahan Dini
Mathur, Greene, dan Malhotra (2003) mengemukakan sejumlah masalahmasalah pada pernikahan dini yang mengakibatkan remaja menjadi fokus
penelitian serta lingkungan di sekitarnya :
a. Akibatnya pada kesehatan (Health and related outcomes)
1) Melahirkan anak terlalu dini, kehamilan yang tidak diinginkan, dan aborsi
yang tidak aman mempengaruhi kesehatan remaja putri.
2) Kurangnya pengetahuan, informasi dan akses pelayanan.
3) Tingginya tingkat kematian saat melahirkan dan abnormalitas.
4) Meningkatnya penularan penyakit seksual dan bahkan HIV/AIDS.
b. Akibatnya pada kehidupan (Life outcomes)
1) Berkurangnya kesempatan, keahlian dan dukungan sosial

Universitas Sumatera Utara

29

2) Berkurangnya kekuatan dalam kaitannya dengan hukum, karena keahlian,
umber-sumber, pengetahuan, dukungan sosial yang terbatas.
c. Akibatnya pada anak (Outcomes for children)
Kesehatan bayi dan anak yang buruk memiliki kaitan yang cukup kuat dengan
usia ibu yang terlalu muda, berkesinambungan dengan ketidakmampuan
wanita muda secara fisik dan lemahnya pelayanan kesehatan reproduktif dan
sosial terhadap mereka. Anak-anak yang lahir dari ibu yang berusia di bawah
20 tahun memiliki resiko kematian yang cukup tinggi.
d. Akibatnya pada perkembangan (development outcomes)
Hal ini berkaitan dengan Millenium Develovement Goals (MDGs) seperti
dukungan terhadap pendidikan dasar, dan pencegahan terhadap HIV/AIDS.
Ketika dihubungkan dengan usia saat menikah, dengan jelas menunjukkan
bahwa menikah di usia yang tepat akan dapat mencapai tujuan perkembangan,
yang meliputi menyelesaikan pendidikan, bekerja, dan memperoleh keahlian
serta informasi yang berhubungan dengan peran dimasyarakat, anggota
keluarga, dan konsumen sebagai bagian dari masa dewasa yang berhasil.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsekuensi pernikahan dini
adalah dapat berakibat dengan kesehatan, kehidupan, anak, dan perkembangan.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan
perempuan salah satu pihak atau keduanya berusia kurang dari 19 tahun. Alasan
terjadinya pernikahan dini dikarenakan adanya faktor ekonomi, meminimalisir
pergaulan bebas, faktor ambisi, dan hamil di luar nikah. Jika terjadi penikahan

Universitas Sumatera Utara

30

dini, konsekuensinya adalah dapat berakibat dengan kesehatan, kehidupan, anak,
dan perkembangan.
C. Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Dini
Menurut Hurlock (2000) penyesuaian pernikahan adalah kemampuan suami
dan istri untuk beradaptasi dan memecahkan masalah yang muncul dalam
pernikahan mereka serta menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam pernikahan mereka. Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan
bahwa konsep dari penyesuaian pernikahan adalah bahwa dua individu belajar
untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan. Pernikahan
dini (early Married) merupakan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang
berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Menurut Undang-Undang Perkawinan
Pasal 7 perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun. Alasan pasangan untuk melakukan pernikahan dini dikarenakan adanya
faktor ekonomi, untuk meminimalisirkan pergaulan bebas, faktor ambisi, dan
terjadinya hamil di luar nikah.
Pasangan yang melakukan pernikahan dini dapat mengalami berbagai masalah
dalam kehidupan pernikahannya. Masalah-masalah yang terjadi dalam pernikahan
dini seperti rentan perceraian karena setiap masalah dihadapi dengan emosi dan
saling menyalahkan, kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi, kehilangan kesempatan untuk bergaul bersama teman, kehilangan
kesempatan berkarier, dan beresiko mengalami gangguan seksual (Ahira, 2013).
Kehamilan di usia muda rentan terjadinya keguguran, persalinan prematur, anemia

Universitas Sumatera Utara

31

pada kehamilan, dan keracunan kehamilan yang mengakibatkan kematian
(Kusmiran, 2011). Anak-anak yang lahir dari ibu yang berusia di bawah 20 tahun
memiliki kesehatan yang buruk dan resiko kematian yang cukup tinggi (Mathur
dkk, 2003). Untuk mencegah terjadinya masalah-masalah pada kehidupan
pasangan yang menikah dini, pasangan membutuhkan penyesuaian pernikahan
pada pernikahan mereka.
Penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah dini adalah kemampuan
suami istri yang ketika menikah salah satu pihak atau keduanya berusia kurang
dari 19 tahun untuk saling menyesuaikan diri dengan kepribadian, lingkungan,
kebutuhan, keinginan, harapan dan kehidupan keluarga dalam pernikahan mereka.
Penyesuaian pernikahan pada pasangan menikah dini akan dilihat dari kriteria
keberhasilan penyesuaian pernikahan yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan
untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian
dalam masalah keuangan, dan penyesuaian dari pihak keluarga pasangan.
Semakin baik penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah dini maka
kehidupan pernikahannya akan semakin harmonis.

Universitas Sumatera Utara