Infektivitas Cendawan Lecanicillium lecanii terhadap Telur Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae)

INFEKTIVITAS CENDAWAN Lecanicillium lecanii
TERHADAP TELUR Helopeltis sp. (HEMIPTERA: MIRIDAE)

DANIAR RAHMAWATI SOLIKHAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infektivitas Cendawan
Lecanicillium lecanii terhadap telur Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae) adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013
Daniar Rahmawati Solikhah
NIM A34090039

ABSTRAK
DANIAR RAHMAWATI SOLIKHAH. Infektivitas Cendawan Lecanicillium
lecanii terhadap Telur Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae). Dibimbing oleh
TEGUH SANTOSO.
Lecanicillium lecanii merupakan cendawan entomopatogen yang berpotensi
mengendalikan berbagai hama tanaman. Salah satu hama penting yang menyerang
tanaman perkebunan adalah kepik pengisap Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae).
Penelitian ini bertujuan mempelajari infektivitas cendawan L. lecanii terhadap
telur Helopeltis sp. Cendawan L. lecanii dengan taraf kerapatan 109, 108, 107, 106
konidia/ml disemprotkan pada permukaan telur Helopeltis. Buah mentimun
digunakan sebagai inang Helopeltis untuk meletakan telur. Pengamatan dilakukan
terhadap daya penetasan telur dan perkembangan hidup nimfa setelah menetas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan konidia L. lecanii

yang diaplikasikan, maka semakin tinggi mortalitas telur Helopeltis yang
diperoleh. Selama 6 hari setelah perlakuan didapat mortalitas telur mencapai 25%
pada kerapatan 106 konidia/ml. Kerapatan konidia tertinggi pada 109 konidia/ml
mengakibatkan mortalitas telur sebesar 70%. Infeksi cendawan ini mempengaruhi
perkembangan setelah penetasan dan dipengaruhi oleh dosis yang diaplikasikan.
Kelangsungan hidup nimfa instar II mencapai 100% pada kerapatan 106
konidia/ml dan terendah mencapai 58.33% pada kerapatan 109 konidia/ml yang
diaplikasikan.
Kata kunci: infeksi, kerapatan konidia, LC, Lecanicillium lecanii, mortalitas,
penetasan

ABSTRACT
DANIAR RAHMAWATI SOLIKHAH. The Infectivity of Enthomopathogenic
Fungi Lecanicillium lecanii against Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae) Egg.
Guided by TEGUH SANTOSO.
Lecanicillium lecanii is a potential entomopathogenic fungus to control crop
pests. One of the main pests that attack estate crops is mosquito bug Helopeltis sp.
(Hemiptera: Miridae). This research studied the infectivity of entomopathogenic
fungi L. lecanii against Helopeltis egg. Fresh cucumber fruit were used as host
plant to rear the bug. L. lecanii with density levels 109, 108, 107, 106 conidia/ml

have been sprayed to the surface of the cucumber fruit in which the Helopeltis
eggs were laid. Hatchability of the egg and survival of the nymphs after hatching
were observed. The result showed that the higher the density of conidia L. lecanii
were applied, more mortality of Helopeltis eggs was obtained. During six days
post treatment, egg mortality attained 25% after applying 106 conidia/ml.
Maximum density 109 conidia/ml killed 70% eggs. The effect of fungal infection
prolonged after hatching and influenced by the dose applied. Survival of the
second instar nymphs attained 100% at 106 conidia/ml and decrease until 58.3% at
109 conidia/ml application.
Keywords: conidial density, hatchability, infection, Lecanicillium lecanii, LC,
mortalitiy

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INFEKTIVITAS CENDAWAN Lecanicillium lecanii
TERHADAP TELUR Helopeltis sp. (HEMIPTERA: MIRIDAE)

DANIAR RAHMAWATI SOLIKHAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


: Infektivitas Cendawan Lecanicillium lecanii terhadap Telur
Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae)
Nama Mahasiswa : Daniar Rahmawati Solikhah
NIM
: A34090039
Judul Skripsi

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus:

: Infektivitas Cendawan Lecanicilliun1 lecanii terhadap Telur

H elope/tis sp. (Hemiptera: Miridae)
Nama Mahasiswa : Daniar Rahmawati Solikhah
: A34090039
NIM
Judul Skripsi

Dr. Ir. Tegu
Dosen Pembimbing

awanasih MSi
e ua Departemen Proteksi Tanaman

N セ@

Tanggallulus:

2 1 OCT 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas
akhir ini yang berjudul “Infektivitas Cendawan Lecanicillium lecanii terhadap
Telur Helopeltis sp. (Hemiptera: Miridae)” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, motivasi, dan
bimbingan selama penelitian dan proses penulisan skripsi. Ir. Ivone Oley
Sumarauw, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan
saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi. Seluruh Staff Departemen Proteksi
Tanaman IPB baik Dosen Pengajar, Laboran, Petugas Teknis, dan yang lainnya.
Keluarga tercinta ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayang yang selalu diberikan. Bapak Ahyar Staff Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik (Balitro) Bogor yang telah memberikan informasi selama proses
penelitian. Teman-teman Laboratorium Patologi Serangga (Ihsan, Tia, Bu Diana,
Bu Tuti, Ka Fildzah, Yugih, dan Michelle) atas bantuan dan motivasi yang
diberikan selama penelitian. Widyantoro Cahyo Setyawan atas bantuan yang
selalu diberikan kepada penulis selama menempuh studi maupun penelitian.
Teman-teman Wisma Ananda 1 (Ka Iven, Ira, Ka Sita, Ka Reni) atas segala
macam dukangan yang diberikan kepada penulis. Teman-teman seperjuangan

angkatan 46 di Departemen Proteksi Tanaman, serta pihak lain yang turut
membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Daniar Rahmawati Solikhah

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan
Cendawan Lecanicillium lecanii
Pembiakan Imago Helopeltis sp. untuk Mendapatkan Telur
Metode Penelitian
Preparasi Cendawan Entomopatogen L. lecanii
Pembuatan Suspensi Konidia L. lecanii

Pengujian Infektivitas L. lecanii terhadap Telur Helopeltis sp.
Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Infektivitas L. lecanii terhadap Telur Helopeltis sp.
Pengaruh L. lecanii terhadap Jumlah Nimfa II yang Hidup
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
3

4
4
5
6
6
8
11
12
14

DAFTAR TABEL
1 Persentase telur Helopeltis sp. yang tidak menetas selama tujuh
hari pengamatan
2 Persentase kumulatif telur Helopeltis sp. yang tidak menetas pada 6 HSP
3 Persentase nimfa II Helopeltis sp. yang mampu hidup setelah perlakuan

6
6
9


DAFTAR GAMBAR
1 Tempat pembiakan serangga Helopeltis sp.
2 Cendawan L. lecanii pada media beras
3 Hubungan antara kerapatan konidia dengan mortalitas telur
Helopeltis sp. akibat perlakuan L. lecanii pada 6 HSP
4 Tangkai telur Helopeltis sp. yang tampak seperti benang di permukaan buah
timun (a) dan embrio telur Helopeltis sp. yang gagal menetas (b)
5 Koloni L. lecanii di media PDA yang berasal dari embrio telur
Helopeltis sp. pada perlakuan (a) dan konidia cendawan L. lecanii
dalam kantung lendir di bawah mikroskop perbesaran 400x (b)
6 Nimfa I yang mati sudah terkolonisasi oleh cendawan L. lecanii

3
4
7
8

8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis probit Plus untuk data uji infektivitas cendawan L.lecanii terhadap
telur Helopeltis sp. selama 7 HSP
14
2 Hasil analisis ragam pada uji lanjutan cendawan L. lecanii
terhadap telur Helopeltis sp.
15
3 Persentase nimfa II Helopeltis sp. yang hidup setelah
penetasan akibat perlakuan cendawan L. lecanii
15

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hama Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae) banyak ditemukan di Indonesia
menyerang tanaman jambu mete, kakao, dan teh (Atmadja 2012). Serangga ini
merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya kakao dan teh di Indonesia.
Hama ini menyerang dengan cara menusukkan alat mulutnya yang berupa stilet ke
dalam jaringan buah untuk menghisap cairan sel-sel di dalamnya, mengakibatkan
pertumbuhan buah abnormal bahkan mati. Selain menyerang buah, hama ini juga
menyerang tunas-tunas muda atau pucuk. Serangan hama ini dapat menurunkan
produksi kakao sebesar 50 sampai 60% (PPKKI 2011).
Helopeltis spp. juga merupakan salah satu hama yang sering menimbulkan
kerugian di beberapa kebun teh. Menurut Atmadja (2003), Helopeltis hampir
selalu menjadi masalah di berbagai perkebunan teh di Indonesia. Kehilangan hasil
yang diakibatkan oleh hama ini dapat mencapai 40% bahkan lebih. Helopeltis spp.
memiliki kisaran inang yang luas selain kakao dan teh. Hama ini juga menyerang
tanaman kina (Cinchona sp.), kayu manis (Cinnamomun burmanni), jambu mete,
rambutan, Tephrosia spp (PPKKI 2004), dan akasia (Acacia sp.)
Pengendalian hama tanaman yang dilakukan oleh para petani masih
mengandalkan bahan kimia sintetik. Petani pada umumnya menggunakan
insektisida kimia yang intensif, artinya dengan frekuensi aplikasi dan dosis yang
tinggi. Padahal penggunaan pestisida yang berlebihan dan kurang bijaksana akan
menimbulkan pengaruh negatif seperti resistensi dan resurjensi hama sasaran,
terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari
lingkungan, dan gangguan kesehatan bagi pengguna (Kannan et al. 2004). Untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu alternatif pengendalian yang relatif lebih
aman baik bagi musuh alami, petani, produk yang dihasilkan, maupun lingkungan
sekitarnya.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan organisme hidup (agens hayati)
sebagai bioinsektisida merupakan komponen utama pengendalian hama terpadu.
Salah satunya dengan memanfaatkan cendawan entomopatogen Lecanicillium
lecanii (=Verticillium lecanii) (Zimm.) (Vegas) Zare & Gams. Beberapa
kelebihan pemanfaatan cendawan entomopatogen adalah mempunyai kapasitas
reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang
tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif
aman, bersifat selektif, mudah diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan
terjadinya resistensi (Tanada dan Kaya 1993). Di samping itu, konidia yang
terbentuk pada serangga yang terserang dapat menular ke serangga hama yang
lain dengan bantuan angin atau air.
L. lecanii merupakan salah satu jenis agen hayati yang sudah diketahui
potensinya untuk mengendalikan berbagai jenis hama (Ahmadi et al. 2004).
Penelitian mengenai keefektifan cendawan L. lecanii di Indonesia telah banyak
dilaporkan. Salah satunya, menurut Prayogo (2004, 2009) keefektifan L. lecanii
ditunjukkan dari kemampuannya menginfeksi hama penghisap polong Riptortus
linearis pada semua stadia meliputi telur, nimfa, dan imago. Cendawan ini dapat
menekan perkembangan telur R. linearis sebesar 75%.

2
Untuk komoditas yang ditanam secara ekstensif seperti kakao, teh, dan
akasia, penggunaan cendawan entomopatogen seperti L. lecanii diperkirakan akan
menghemat biaya karena cendawan dapat tumbuh di lapangan dan menjadi
sumber inokulum baru bagi serangan ke hama lain. Untuk itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai infektivitas cendawan L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari infektivitas cendawan entomopatogen
L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
cendawan entomopatogen L. lecanii untuk mengendalikan hama di perkebunan
besar.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari April hingga
Juni 2013.
Bahan
Cendawan Lecanicillium lecanii
Isolat murni cendawan L. lecanii diperoleh dari koleksi isolat Laboratorium
Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Isolat
murni tersebut ditumbuhkan kembali dalam media potato dextrose agar (PDA)
baru dalam cawan petri berdiameter 9 cm. Cendawan ditumbuhkan pada suhu
ruang selama 21 hari sebelum digunakan untuk uji selanjutnya.
Pembiakan Imago Helopeltis sp. untuk Mendapatkan Telur
Imago Helopeltis sp. didapat dari eksplorasi pada pertanaman teh di PTPN
VIII Gunung Mas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembiakan Helopeltis sp.
dilakukan di dalam wadah plastik (diameter 16 cm dan tinggi 17 cm) yang diberi
penutup kain kasa dengan diberi pakan buah timun (Gambar 1). Menurut Killin
dan Wiraatmadja (2000), Cucumis sativus Linn (timun) merupakan inang
alternatif dari Helopeltis, timun yang digunakan adalah timun berkualitas baik,
yaitu segar, muda, dan tidak ada luka. Pakan diganti setiap dua hari sekali dengan
timun yang segar. Setiap wadah pembiakan berisi 2 imago betina dan 1 imago
jantan. Telur akan diletakkan di dalam jaringan buah atau dapat terlihat tangkai
telurnya yang mirip benang halus terjulur keluar dari kulit buah timun.

Gambar 1 Tempat pembiakan serangga Helopeltis sp.
Metode Penelitian
Preparasi Cendawan Entomopatogen L. lecanii
Sebelum isolat cendawan ini digunakan dalam pengujian, virulensi isolat
ditingkatkan terlebih dahulu. L. lecanii berumur 21 hari diinokulasikan ke
permukaan tubuh serangga Tenebrio molitor L. (Coleoptera: Tenebrionidae).
Perkembangan infeksi diamati setiap hari sampai adanya serangga yang mati dan

4
ditumbuhi oleh miselium cendawan ini. Data kemampuan infeksi ini memberi
petunjuk bahwa konidia tersebut positif entomopatogen sehingga dapat
diisolasikan kembali pada media PDA.
Beras dicuci sampai bersih, kemudian dikukus selama ±15 menit sampai
agak lunak dan dikering anginkan. Sebanyak 50 gram beras dimasukkan ke dalam
kantong plastik tahan panas berukuran 250 gram, dan disterilkan dalam autoklaf
pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Setelah media beras steril, L. lecanii berumur
21 hari diinokulasikan ke dalam media beras tersebut dan kemudian diinkubasi
selama 21 hari untuk digunakan pada pengujian selanjutnya (Gambar 2).

Gambar 2 Cendawan L. lecanii pada media beras
Pembuatan Suspensi Konidia L. lecanii
Media beras yang ditumbuhi L. lecanii berumur 21 hari, diambil sebanyak 2
kantong (100 gram) kemudian ditumbuk hingga halus di dalam 100 ml akuades
steril menggunakan mortar. Suspensi konidia disaring menggunakan kasa nilon
halus. Suspensi konidia yang lolos dari saringan ditambahkan larutan perata
Tween 20 sebanyak 0.025 ml per 50 ml air (0.05%). Selanjutnya, suspensi konidia
dikocok menggunakan vortex selama 30 detik. Kerapatan konidia di dalam
suspensi dihitung menggunakan haemocytometer Neubauer-improved.
Penghitungan jumlah konidia dilakukan dengan memipet dan meneteskan
suspensi konidia di atas gelas objek haemocytometer, yang telah ditutup dengan
gelas penutup. Konidia diamati di bawah mikroskop compound dengan perbesaran
400 kali. Jumlah konidia yang teramati di dalam kotak skala haemositometer
dihitung, kemudian ditera untuk mendapatkan konsentrasi tertinggi jumlah
konidia di dalam stok suspensi uji, yaitu 109 konidia/ml. Setelah itu dilakukan
pengenceran bertingkat untuk mendapatkan kerapatan 108, 107, 106 konidia/ml.
Pengujian Infektivitas L. lecanii terhadap Telur Helopeltis sp.
Pengujian infektivitas L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp. dilakukan pada
empat kerapatan berbeda yaitu 109, 108, 107, 106 konidia/ml, dan kontrol. Masingmasing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Masing-masing wadah berisi buah
timun yang terdapat benang halus yang menandakan telur Helopeltis sp. sebanyak
20 telur per ulangan ditandai menggunakan marker. Jika dalam satu timun
terdapat lebih dari 20 telur, maka telur sisanya ditutup menggunakan selotape
bening.
Suspensi konidia L. lecanii yang sudah dihitung kerapatan konidianya
diaplikasikan dengan disemprotkan secara merata pada permukaan buah timun

5
yang sudah ditandai. Telur Helopeltis sp. yang digunakan berumur satu hari
setelah peletakan telur oleh imago. Wadah berisi timun yang sudah diaplikasikan
ditutup dengan kain kasa. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari.
Variabel yang diamati adalah jumlah telur tidak menetas (mortalitas telur) akibat
terinfeksi L. lecanii dan perkembangan nimfa yang keluar dari telur perlakuan.
Rancangan Percobaan
Data mortalitas telur Helopeltis sp. selama 7 hari diolah melalui analisis
probit dengan menggunakan program Polo Plus versi 1.0 (LeOra Software 20022013). Hasil analisis probit digunakan untuk menentukan konsentrasi suspensi
konidia cendawan yang efektif pada LC50 dan LC95. Data perkembangan telur
yang tidak menetas setiap harinya dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel
2007 dan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 16.1
untuk analisis ragam. Perbedaan nilai rata-rata perlakuan dianalisis dengan
pengujian Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Infektivitas L. lecanii terhadap Telur Helopeltis sp.
Infektivitas cendawan entomopatogen L. lecanii diukur dari persentase telur
Helopeltis sp. yang tidak menetas hingga 7 hari setelah perlakuan (HSP). Secara
umum data yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi tingkat kerapatan konidia
yang diaplikasikan, maka semakin tinggi cendawan tersebut menginfeksi telur
Helopeltis sp. Perbedaan kerapatan konidia L. lecanii berpengaruh terhadap
persentase telur Helopeltis sp. yang tidak menetas dan waktu penetasan. Hasil
menunjukkan bahwa waktu penetasan telur kontrol lebih cepat satu hari
dibandingkan telur pada seluruh perlakuan yaitu pada 4 HSP persentase telur yang
tidak menetas sebesar 32.50% artinya 67.50% telur pada kontrol sudah menetas.
Sampai dengan hari keempat, tidak ada nimfa yang muncul dari telur yang diberi
perlakuan. Pada 6 HSP didapatkan persentase telur yang tidak menetas tertinggi
pada kerapatan konidia 109/ml sebesar 70%. Persentase telur yang tidak menetas
berturut-turut pada kerapatan konidia 108/ml, 107/ml, dan 106/ml yaitu 57.50%,
46.25%, dan 25%. Sedangkan persentase telur yang tidak menetas pada kontrol
0%, artinya telur pada kontrol telah menetas semua. Pada akhir pengamatan, hari
ketujuh sudah tidak ada telur yang menetas baik dari kontrol maupun dari
perlakuan (Tabel 1).
Tabel 1 Persentase telur Helopeltis sp. yang tidak menetas selama tujuh hari
pengamatan
Kerapatan
konidia/ml
Kontrol
106
107
108
109
a

1
100.00a
100.00a
100.00a
100.00a
100.00a

Telur yang tidak menetas (%)a
hari setelah perlakuaan (HSP)
2
3
4
5
100.00a 100.00a 32.50b
7.50a
100.00a 100.00a 100.00a 33.75b
100.00a 100.00a 100.00a 81.25c
100.00a 100.00a 100.00a 76.25c
100.00a 100.00a 100.00a 77.50c

6
0.00a
25.00b
46.25c
57.50d
70.00e

7b
-

Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncan, α = 0.05. b Mulai hari ke-7, tidak ada nimfa yang keluar dari buah timun.

Tabel 2 Persentase kumulatif telur Helopeltis sp. yang tidak menetas pada 6 HSP
Kerapatan (konidia/ml)
Kontrol
106
107
108
109
a

Telur yang tidak menetas (%±SD)a
00.00±0.00a
25.00±1.41b
46.25±1.50c
57.50±2.08d
70.00±2.64e

Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji Duncan, α = 0.05.

7
Aplikasi penyemprotan dengan berbagai tingkat kerapatan konidia
cendawan L. lecanii memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penetasan
telur Helopeltis sp. Dengan Uji Duncan pada taraf α = 0.05, ditunjukkan bahwa
antar perlakuan pada telur Helopeltis sp. dengan kerapatan 109, 108, 107, 106
konidia/ml, dan kontrol menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2).
Analisis regresi dilakukan berdasarkan data persentase telur yang tidak
menetas pada 6 HSP, karena pada pengamatan setelah hari keenam sudah tidak
ada telur yang menetas atau tidak ada lagi nimfa yang keluar. Menurut Kilin dan
Atmadja (2000), periode telur Helopeltis sp. dengan inang alternatif timun
berlangsung selama 6 sampai 7 hari. Persamaan garis regresi menunjukkan hasil
yang didapat yaitu y= 14.62x – 60. Apabila kerapatan konidia L. lecanii
meningkat sebesar 101 (satu unit) maka persentase mortalitas (telur yang tidak
menetas) akan meningkat sebesar 14.62% (Gambar 3). Analisis probit dilakukan
untuk mengetahui pengaruh infeksi cendawan L. lecanii terhadap telur Helopeltis
sp. yang ditunjukkan dengan nilai LC50 sebesar 3.3 x 107 konidia/ml dan nilai
LC95 sebesar 9.7 x 109 konidia/ml.

Gambar 3 Hubungan antara kerapatan konidia dengan mortalitas telur Helopeltis
sp. akibat perlakuan L. lecanii pada 6 HSP
Untuk mendukung hipotesis, embrio telur Helopeltis sp. yang tidak berhasil
menetas pada perlakuan dikeluarkan dari dalam jaringan buah timun. Keberadaan
telur pada jaringan tanaman atau buah ditandai dengan munculnya benang halus
berwarna putih dan tidak sama panjangnya. Telur berbentuk kapsul berukuran
panjang 1.0 mm dan lebar 0.4 mm, diletakkan berkelompok dengan jumlah 2
sampai 3 butir setiap kelompoknya (Wiratno et al. 1996) (Gambar 4).
Embrio telur tersebut diisolasi pada media PDA. Pada tiga hari setelah
inkubasi, media PDA tersebut ditumbuhi oleh miselium cendawan L. lecanii. Ciri
khas cendawan L. lecanii adalah konidiofor berbentuk fialid (whorls) seperti huruf
V, konidia silinder, tidak berwarna (hyalin) dan berkelompok terbungkus dalam
kantung lendir, konidia berukuran 1.9-2.2 x 5.0-6.1 µm (Barnett dan Hunter 1998,
Feng et al. 2002). Ciri tersebut sesuai dengan hasil mikroskopis yang diperoleh
(Gambar 5). Menurut Gindin et al. (2000), cendawan V. lecanii yang
mengkolonisasi telur Bemisia tabaci sebenarnya sudah menginfeksi jaringan
embrio yang ada di dalam telur sehingga nimfa yang terbentuk akan mati.

8

(a)

(b)

Gambar 4 Tangkai telur Helopeltis sp. yang tampak seperti benang di permukaan
buah timun (a) dan embrio telur Helopeltis sp. yang gagal menetas (b)

Gambar 5

(a)
(b)
Koloni L. lecanii di media PDA yang berasal dari embrio telur
Helopeltis sp. pada perlakuan (a) dan konidia cendawan L. lecanii
dalam kantung lendir di bawah mikroskop perbesaran 400x (b)

Pengaruh L. lecanii terhadap Jumlah Nimfa II yang Hidup
Aplikasi L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp. secara tidak langsung
berpengaruh juga terhadap kelangsungan hidup nimfa II yang berasal dari telur
perlakuan dan akan berkembang menjadi imago. Persentase nimfa II yang mampu
hidup terendah terjadi pada perlakuan dengan kerapatan 109 konidia/ml yaitu
sebesar 58.33%. Untuk kerapatan 108 dan 107 konidia/ml persentase nimfa II yang
mampu hidup sangat tinggi sebesar 79.41% dan 95.34%, bahkan pada kerapatan
106 konidia/ml dan kontrol persentase nimfa II yang mampu hidup mencapai
100% (Tabel 3). Nimfa II yang mampu bertahan memiliki peluang hidup yang
tinggi untuk menjadi imago. Penyebab nimfa II yang mampu bertahan hidup
dikarenakan nimfa mengalami pergantian kulit dan konidia L. lecanii yang
berkecambah dan menembus kutikula terlepas bersamaan dengan kulit yang lama,
sehingga tidak dapat mematikan nimfa II. Keberadaan hama Helopeltis sp. yang
bertahan hingga imago tentu sangat merugikan terhadap kualitas dan kuantitas

9
buah kakao atau pucuk teh di lapangan. Berdasarkan pemeliharan nimfa II yang
mampu hidup 100% berhasil menjadi imago. Oleh karena itu, pengamatan
kelangsungan hidup pada penelitian ini hanya dibatasi setelah Helopeltis sp.
berkembang menjadi nimfa II.
Tabel 3 Persentase nimfa II Helopeltis sp. yang mampu hidup setelah perlakuan
Kerapatan konidia/ml
Kontrol
106
107
108
109

Nimfa II yang hidup (%)
100.00
100.00
95.34
79.41
58.33

Sebagian nimfa yang berhasil keluar dari telur yang sudah terinfeksi L.
lecanii tidak dapat melangsungkan hidupnya menjadi nimfa II karena serangga
tidak berhasil berganti kulit dan akhirnya mati. Infeksi cendawan pada nimfa I
mulai terjadi pada waktu satu hari setelah telur menetas. Pada bangkai serangga
terdapat tanda terinfeksi yaitu ditumbuhi miselium cendawan berwarna putih.
Mula-mula hanya terdapat pada bagian tertentu saja, tetapi setelah 3 hari miselium
cendawan tersebut sudah menutupi seluruh tubuh nimfa I (Gambar 6). Cendawan
entomopatogen ini membentuk tubuh hifa yang kemudian ikut beredar dalam
hemolimfa (darah serangga) dan membentuk hifa sekunder yang merusak jaringan
lain seperti jaringan lemak, trakea, dan saluran pencernaan. Adanya toksin yang
dikeluarkan cendawan menyebabkan paralisis dan kematian serangga (Inglis et al.
2001). Beberapa toksin yang diproduksi oleh L. lecanii yaitu Cyclosporin A,
Dipcolonic acid, dan Hydroxycarboxylic acid yang dapat mendegradasi dinding
kutikula dari serangga sasaran (Murakoshi et al. 2005). Dalam penelitian ini yang
menggunakan inang telur, kematian inang diduga karena toksin dan kolonisasi
masif pertumbuhan vegetatif cendawan L. lecanii di dalam telur.

Gambar 6 Nimfa I yang mati sudah terkolonisasi oleh cendawan L. lecanii
Berdasarkan hasil tersebut, pengendalian Helopeltis sp. pada stadia telur
dianggap lebih efektif karena perkembangan serangga tertekan pada stadia lebih
awal sehingga peluang serangga yang akan hidup menjadi terbatas. Peluang telur
untuk menetas dan berkembang menjadi nimfa I sangat kecil jika sudah terinfeksi
L. lecanii. Menurut Prayogo (2009) pengendalian pada stadia telur menggunakan

10
L. lecanii memiliki beberapa kelebihan. Telur tidak dapat bergerak sehingga
suspensi konidia cendawan yang diaplikasikan mudah mengenai sasaran,
cendawan L. lecanii bersifat ovisidal sehingga telur tidak mampu berkembang dan
menetas. Bahkan nimfa I yang mampu terbentuk pun akhirnya tidak dapat
melangsungkan hidupnya menjadi nimfa instar II. Hasil penelitian Prado et al.
(2008) mengindikasikan bahwa telur kutu kapuk kelapa Aleurodiscus cocois
Curtis. 1864 (Homoptera: Aleyrodidae) yang terinfeksi L. lecanii akhirnya tidak
menetas mencapai 83%. Meskipun telur tersebut berhasil menetas akan tetapi
tidak mempunyai peluang berkembang menjadi serangga dewasa karena nimfa
yang terbentuk sudah terinfeksi cendawan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Cendawan L. lecanii mampu menginfeksi telur Helopeltis sp. dan
menyebabkan telur gagal menetas sebesar 70% pada kerapatan 109 konidia/ml.
Keefektifan cendawan terhadap telur Helopeltis sp. dinyatakan dengan nilai LC50
sebesar 3.3 x 107 konidia/ml dan nilai LC95 sebesar 9.7 x 109 konidia/ml.
Cendawan L. lecanii mampu mempengaruhi jumlah nimfa II yang akan
berkembang menjadi imago sebesar 58.33%.
Saran
Keefektifan cendawan L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp. dari hasil
penelitian ini perlu diuji lanjut pada percobaan semi lapang maupun lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian ini perlu juga dilakukan uji infektivitas
cendawan L. lecanii terhadap stadia lain dari Helopeltis sp. yaitu stadia nimfa dan
imago.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi LB, Askary H, Ashouri A. 2004. Preeliminary evaluation of the
effectiveness of a Verticillium lecanii isolates in the control of Thrips,
Bemisia tabaci (Thysanoptera: Thripidae). Common Agricultural
Application Biology. 6(3):201-204.
Atmadja WR. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai hama pada beberapa
tanaman perkebunan dan pengendaliannya. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 22(2): 57-63.
Atmadja WR. 2012. Pengendalian Helopeltis secara Terpadu pada Tanaman
Perkebunan. Bogor (ID): Unit Penerbitan dan Publikasi Balittro.
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. St. Paul
(US): APS Press.
Feng KC, Liu BL, Tzeng YM. 2002. Morphological characterization and
germination of aerial and submarged spores of the entomopathogenic fungus
Verticillium lecanii. World Jurnal Microbiology and Biotechnology. 18(3):
217-224.
Gindin G, Geschtovt NU, Raccah B, Barash I. 2000. Pathogenicity of Verticillium
lecanii to different development stages of the silverleaf whitefly Bemisia
argentifolii. Jurnal Phytoparasitic. 28(3): 231-242.
Inglis GD, Goettel MS, Butt TM, Strasser H. 2001. Use of hyphomyceteous fungi
for managing insect pests. Di dalam: Butt TM, Jackson C, Magan N, editor.
Fungi as Biocontrol Agents. Wallingford (GB): CAB International. hlm 2340.
Kannan M, Uthamasamy S, Mohan S. 2004. Impact of insecticides on sucking
pests and natural enemy complex of transgenic cotton. Current Science.
86(5):725-729.
Kilin D, Atmadja WR. 2000. Perbanyakan serangga Helopeltis antonii Sign. Pada
buah ketimun dan pucuk jambu mete. Jurnal Penelitian Tanaman Industri.
5(4):119-122.
Murakoshi S, Ichinoe M, Suzuki A, Kanaoka M, Isogai A, Tamura S. 2005.
Presence of toxic substance in fungus bodies of the entomopathogenic fungi,
Beauveria bassiana and Verticillium lecanii. Jurnal Applied Entomology
and Zoology. 13(2): 97-102.
Prado EN, Lannacone J, Gomez H. 2008. Effect of two entomopathogenic fungi
in controlling Aleurodicus cocois (CURTIS. 1846) (Homoptera:
Aleyrodidae). Chilean Jurnal Agriculture Reserch. 68(1): 21-30.
Prayogo Y. 2004. Keefektifan lima jenis cendawan entomopatogen terhadap hama
penghisap polong kedelai Riptortus linearis (L.) (Hemiptera: Alydidae) dan
dampaknya terhadap predator Oxyopes javanus Thorell (Araneida:
Oxyopidae) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prayogo Y. 2009. Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zimm.)
(Viegas) Zare & Gams untuk menekan perkembangan telur hama pengisap
polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae) [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

13
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap
Budidaya Kakao. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2011. Budidaya Kakao.
Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press.
Wiratno EA, Wikardi IM, Trisiwa, Siswanto. 1996. Biologi Helopeltis antonii
(Hemiptera: Miridae) pada tanaman jambu mete. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri. 2(1):36-42.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis probit menggunakan Polo Plus untuk data uji infektivitas
cendawan L. lecanii terhadap telur Helopeltis sp. selama 7 HSP
= Uji infektivitas Lecanicillium lecanii terhadap telur Helopeltis sp.
= empat taraf konsentrasi plus kontrol
= empat ulangan per perlakuan, 20 telur per perlakuan
= Data mortalitas selama 7 hari setelah perlakuan
= Konsentrasi (konidia/ml),jumlah telur uji, jumlah telur tidak menetas
*Llecanii
0
80 0
1000000 80 20
10000000 80 37
100000000 80 46
1000000000 80 56
Uji infekivitas Lecanicillium lecanii terhadap telur Helopeltis sp.
Data file: D:\MASTERPOLO\polo new\ll6.txt
Number of preparations: 1
Number of dose groups: 4
Model: Probit
Natural Response Parameter: no
Convert doses to logarithms: yes
LDs: 50 95
Uji infekivitas Lecanicillium lecanii terhadap telur Helopeltis sp.

Llecanii
SLOPE

parameter standard error t ratio
-2.903
0.503
-5.767
0.386
0.066
5.815

Variance-Covariance matrix
Llecanii
SLOPE
Llecanii 0.253367
-0.330413E-01
SLOPE -0.330413E-01
0.439998E-02
Chi-squared goodness of fit test
prep
dose
n
r expected residual probab
1000000.000
80. 20. 22.25 -2.252
0.278
10000000.000
80. 37. 33.58 3.423
0.420
100000000.000
80. 46. 45.81 0.189
0.573
*************
80. 56. 57.22 -1.220
0.715
chi-square: 1.010 degrees of freedom: 2 heterogeneity: 0.505

std resid
-0.562
0.776
0.043
-0.302

15
Effective Doses
Uji infektivitas Lecanicillium lecanii terhadap telur Helopeltis sp.
Llecanii subjects 320 controls 80
slope=0.386+-0.066 nat.resp.=0.000+-0.000
heterogeneity=0.51
LD50=33522953.077 95% limits: 13689802.143 to 82865237.318
LD95=9745727785.411 95% limits: 2380158917.610 to 0.000
Lampiran 2 Hasil analisis ragam pada uji lanjutan cendawan L. lecanii terhadap
telur Helopeltis sp.
Source

Type III Sum
df
Mean Square
of Squares
Corrected Model
491.200a
4
122.800
Intercept
1264.050
1
1264.050
Perlakuan
491.200
4
122.800
Error
31.750
15
2.117
Total
1787.000
20
Corrected Total
522.950
19
a
R Squared = 0.939 (Adjusted R Squared = 0.923)

F

Sig.

58.016
597.189
58.016

.000
.000
.000

Lampiran 3 Persentase nimfa II Helopeltis sp. yang hidup setelah penetasan
akibat perlakuan cendawan L. lecanii
Kerapatan Telur
konidia/ml uji
Kontrol
106
107
108
109

80
80
80
80
80

Jumlah telur
yang menetas
80
60
43
34
24

Jumlah telur
yang tidak
menetas
0
20
37
46
56

Jumlah
nimfa I dan
II yang mati
0
0
2
7
10

Nimfa II
yang hidup
(%)
100.00
100.00
95.35
79.41
58.33

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 12 Maret 1991, sebagai putri
dari Ayah Ajat Darojat, S.Pd dan Ibu Nining Haslindaningsih, S.Pd. penulis
adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA
Negeri I Karawang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan
kepanitiaan dari Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
termasuk menjadi pengurus divisi Komunikasi dan Informasi (KOMINFO)
periode 2011-2012 dan anggota Club Capung pada tahun 2012. Penulis mengikuti
magang di Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) Bantul, DIY. Yogyakarta
pada tahun 2012. Selain itu, menjadi asisten praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan
Dasar pada tahun 2012 dan Hama Penyakit Tanaman Tahunan pada tahun 2013.

Dokumen yang terkait

Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii Zare & Gams untuk menekan perkembangan telur hama pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis

3 20 161

Infektivitas cendawan entomopatogen lecanicillium lecanii terhadap parasitoid telur trichogrammatoidea bactrae bactrae (Hymenoptera:Trichogrammatidae)

0 2 51

Biological Control of Helopeltis sp., the Major Pest of Acacia crassicarpa Tree Plantation with Entomopathogenic Fungi Beauveria bassiana and Lecanicillium lecanii

1 18 45

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

3 10 50

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 12

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 2

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 4

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 6

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 6

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 7