Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai
5
TINJAUAN PUSTAKA
Kutu Daun Kedelai (Aphis glycines)
Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun
kedelai adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Famili
: Aphididae
Genus
: Aphis
Spesies
: Aphis glycinesMatsumura.
Kata aphididae berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengisap cairan.
Hal ini menunjukkan bahwa hama ini mengisap cairan dari tanaman sebagai
nutrisi makanannya (O`Neal & Hodgson, 2000).
Kutudaun tergolong serangga yang berukuran kecil. Tubuh betina yang
tidak bersayap bewarna kuning pucat atau kuning kehijauan, panjang tubuh 1.01.6 mm, kornikel hitam dan seringkali dengan dasar kauda yang pucat. Marginal
tubercles kecil, terdapat pada ruas abdomen kesatu dan ketujuh. Antenal tubercles
tidak berkembang. Antena beruas enam dan panjangnya kurang lebih 2/3 panjang
tubuh. Pada kauda terdapat 7-10 seta. Di daerah tropik seperti Indonesia, kutudaun
berkembang biak secara partenogenetik yaitu sel telur dapat menjadi embrio tanpa
mengalami pembuahan dan secara vivipar yaitu serangga dewasa melahirkan
nimfa. Kemampuan kutudaun berkembangbiak secara partenogenetik tersebut
5
Universitas Sumatera Utara
6
menyebabkan populasi kutudaun dapat meningkat dengan cepat jika dalam
kondisi yang baik (Afifah, 2011).
Siklus hidup A. glycines satu minggu dengan rincian: stadium nimfa instar
satu selama satu hari, instar dua, tiga, dan empat masing-masing dua hari. Nimfa
dengan cepat (lebih kurang seminggu) menjadi dewasa dan siap melahirkan
generasi baru. Pada kedelai varietas Orba rata-rata lama hidup dan keperidian
berturut-turut adalah 15 hari dan 21 nimfa (Rohajati, 1976).
Aphis glycines menyerang bagian daun tanaman kedelai dengan cara
menusukkan alat mulutnya yang seperti jarum (stylet). Alat mulut kutu ini mampu
menusuk epidermis daun maupun batang tanaman kedelai dan juga mengisap
cairan serta nutrisi tanaman sehingga lambat laun tanaman kedelai akan
kehilangan cairan nutrisi. Kerusakan tanaman disebabkan oleh fase nimfa dan
imago A. glycines (Pracaya, 2009).
Aphisglycines menyerang tanaman kedelai sejak awalpertumbuhan hingga
masa panen. Selain sebagai hama, serangga ini dapat jugaberperan sebagai vektor
yang dapat menularkan virus dari tanaman satu ke tanaman lainnya melalui
aktivitas makannya. Kerugian lain yang diakibatkan A. glycinesadalah adanya
embun jelaga berwarna hitam yang dapat menutupi permukaan daunkedelai
sehingga fotosintesis terganggu (Tilmon et al., 2011)
CendawanLecanicillium lecanii
Cendawan Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) (Zare and Gams)
digolongkan divisi Deuteromycotina kelas Hyphomycetes yang tergolong
imperfect fungi atau cendawan yang memiliki siklus tidak sempurna. L. lecanii
merupakan cendawan entomopatogen yang pertama kali ditemukan oleh
6
Universitas Sumatera Utara
7
Zimmermann pada tahun 1898 dengan nama Chephalosporium lecanii. Pada
tahun 1939, Viegas mengubah nama menjadi Verticillium lecanii berdasarkan
studi kisaran inang (Kauvelis et al.,1999).
Pengamatan lebih lanjut terhadap sifat morfologi dan analisis molekuler,
cendawan berubah nama menjadi L. lecanii sampai sekarang(Zare and Gams,
2001). Cendawan L. lecanii digunakan untuk mengendalikan hama terutama
Hemiptera dengan tingkat mortalitas yang bervariasi (Prayogo, 2004).
Cendawan ini mudah tumbuh pada berbagai media, terutama pada media
potato dextrose agar (PDA) dan beras. Di dalam cawan petri, diameter koloni
dapat mencapai 4–5,50 cm pada 3 hari setelah inokulasi. Koloni cendawan
berwarna putih pucat. Kumpulan konidia ditopang oleh tangkai konidiofor yang
membentuk fialid seperti huruf L. Setiap konidiofor menopang 5−10 konidia yang
terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder hingga elip, terdiri
atas satu sel, tidak berwarna (hialin), berukuran 2,30−10 x 1−2,60 μm (Tanada &
Kaya, 1993).
Cendawan entomopatogen memerlukan kelembaban yang tinggi untuk
tumbuh dan berkembang, hal tersebut diperlukan selama proses pembentukan
tabung kecambah (germ tube), sebelum terjadi penetrasi ke integumen serangga.
Cendawan L. lecanii tumbuh baik pada suhu 18-30ºC dan kelembaban minimal
80%. Pada kelembaban lebih dari 90% cendawan tumbuh sangat baik (Cloyd,
2003).
Cendawan L. lecanii bersifat parasit, namun akan berubah menjadi saprofit
bila kondisi tidak menguntungkan, misalnya dengan hidup pada serasah atau sisa-
7
Universitas Sumatera Utara
8
sisa hasil pertanian. Cendawan L. lecanii mampu hidup pada bahan organik yang
mati dalam rentang waktu yang sangat panjang (Tanada and Kaya, 1993).
CendawanBeauveria bassiana
Beauveria bassiana adalah cendawan entomopatogen yang terbukti
memiliki daya bunuh tinggi terhadap serangga hama terutama ordo Lepidoptera,
Hemiptera dan Coleoptera. Pertumbuhan dalam media berbentuk koloni putih
seperti kapas, konidiofor yang fertile bercabang-cabang secara zig-zag dan pada
bagian ujungnya terbentuk konidia. Konidia bersel satu berbentuk bulat sampai
oval, hialin, berukuran 2-3 mikron (Haryono et al.,1993).
Pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogen saat ini
menjadi pilihan utama. B. bassiana ialah jamur entomopatogen dapat membunuh
serangga antara lain Lepidoptera (Winarto dan Darmawati, 2004), Thysanoptera
(Ludwig and Ronald, 2002), Hemiptera (Herlinda et al., 2006), Homoptera (Evi,
2006), Orthoptera (Thompson, 2006) dan Diptera (Bernardi et al., 2006).
Jamur B.bassiana mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, mudah
diproduksi dan pada kondisi yang kurang menguntungkan dapat membentuk spora
yang mampu bertahan lama di alam (Widayat dan Dini, 1993 dalamSudarmadji,
1996).
Di Indonesia, hasil-hasil penelitian B. bassiana juga telah banyak
dipublikasikan, terutama terkait aplikasinya pada tanaman pangan untuk
mengendalikan hama, misalnya hama jagung, yaitu Spodoptera litura,
Helicoverpa armigera, dan Ostrinia furnacalis, hama kedelai (R. linearis dan S.
litura), walang sangit pada padi (L. acuta) (Prayogo, 2006),Plutella xylostella dan
8
Universitas Sumatera Utara
9
Crocidolomia pavonana pada sayur-sayuran kubis (Trizelia, 2005) dan penggerek
buah kakao Hypothenemus hampei(Prayogo, 2006).
Untuk memperoleh isolat B. bassiana yang dapat mapan untuk
diaplikasikan di lapangan diperlukan eksplorasi B. bassiana pada berbagai lokasi,
kemudian dikarakterisasi secara morfologi (warna koloni, ukuran konidia, dan
kerapatan hifa), serta ditinjau viabilitassetiap isolat. Selain itu, perlu diuji
efektivitas setiap isolat untuk mengendalikan hama serangga sebelum diformulasi
menjadi bioinsektisida (Sri et al.,2014).
Beauveria bassiana dapat diisolasi dari serangga yang mati karena
terinfeksi B. bassianadan dari tanaman maupun tanah (Soetopo & Indrayani,
2007).
Metode
yang
direkomendasikan
untuk
mengisolasi
cendawan
entomopatogen dari populasi asli atau lokal adalah metode pemancingan dengan
serangga (insect bait method) yang digunakan untuk mengisolasi cendawan dari
tanah (Meyling, 2007).
CendawanMetarhizium anisopliae
Jamur M. anisopliae termasuk dalam kelas Hyphomycetes, ordo
Moniliales dan famili Monileaceae. Jamur M. anisopliae mampu menginfeksi
hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (haustelata), seperti
golongan Aphis sp. baik stadia nimfa maupun imago (Sumartini et al.,2001).
Disamping itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai
tipe
mulut
menggigit
mengunyah
(mandibulata),
seperti
Spodoptera
litura(Prayogo et al., 2005).
Salah satu keuntungan penggunaan cendawan Metarhizium spp. untuk
pengendalian hayati adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai
9
Universitas Sumatera Utara
10
tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Prayogo,
2004).
Jamur M. anisopliae memiliki beberapa kelebihan antara lain berkapasitas
reproduksi tinggi, relatif aman, siklus hidupnya pendek, selektif, mudah
diproduksi, serta dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan
(Prayogo et al., 2005).
Jamur M. anisopliae memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan
cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin. Destruxin telah
dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin
berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan
membran
nukleus),
lambung
tengah,
menyebabkan
tubulus
paralisa
malphigi,
sel
hemocyt
dan
dan
kelainan
jaringan
fungsi
otot
(Widiyanti & Muyadihardja, 2004).
10
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kutu Daun Kedelai (Aphis glycines)
Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun
kedelai adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Famili
: Aphididae
Genus
: Aphis
Spesies
: Aphis glycinesMatsumura.
Kata aphididae berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengisap cairan.
Hal ini menunjukkan bahwa hama ini mengisap cairan dari tanaman sebagai
nutrisi makanannya (O`Neal & Hodgson, 2000).
Kutudaun tergolong serangga yang berukuran kecil. Tubuh betina yang
tidak bersayap bewarna kuning pucat atau kuning kehijauan, panjang tubuh 1.01.6 mm, kornikel hitam dan seringkali dengan dasar kauda yang pucat. Marginal
tubercles kecil, terdapat pada ruas abdomen kesatu dan ketujuh. Antenal tubercles
tidak berkembang. Antena beruas enam dan panjangnya kurang lebih 2/3 panjang
tubuh. Pada kauda terdapat 7-10 seta. Di daerah tropik seperti Indonesia, kutudaun
berkembang biak secara partenogenetik yaitu sel telur dapat menjadi embrio tanpa
mengalami pembuahan dan secara vivipar yaitu serangga dewasa melahirkan
nimfa. Kemampuan kutudaun berkembangbiak secara partenogenetik tersebut
5
Universitas Sumatera Utara
6
menyebabkan populasi kutudaun dapat meningkat dengan cepat jika dalam
kondisi yang baik (Afifah, 2011).
Siklus hidup A. glycines satu minggu dengan rincian: stadium nimfa instar
satu selama satu hari, instar dua, tiga, dan empat masing-masing dua hari. Nimfa
dengan cepat (lebih kurang seminggu) menjadi dewasa dan siap melahirkan
generasi baru. Pada kedelai varietas Orba rata-rata lama hidup dan keperidian
berturut-turut adalah 15 hari dan 21 nimfa (Rohajati, 1976).
Aphis glycines menyerang bagian daun tanaman kedelai dengan cara
menusukkan alat mulutnya yang seperti jarum (stylet). Alat mulut kutu ini mampu
menusuk epidermis daun maupun batang tanaman kedelai dan juga mengisap
cairan serta nutrisi tanaman sehingga lambat laun tanaman kedelai akan
kehilangan cairan nutrisi. Kerusakan tanaman disebabkan oleh fase nimfa dan
imago A. glycines (Pracaya, 2009).
Aphisglycines menyerang tanaman kedelai sejak awalpertumbuhan hingga
masa panen. Selain sebagai hama, serangga ini dapat jugaberperan sebagai vektor
yang dapat menularkan virus dari tanaman satu ke tanaman lainnya melalui
aktivitas makannya. Kerugian lain yang diakibatkan A. glycinesadalah adanya
embun jelaga berwarna hitam yang dapat menutupi permukaan daunkedelai
sehingga fotosintesis terganggu (Tilmon et al., 2011)
CendawanLecanicillium lecanii
Cendawan Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) (Zare and Gams)
digolongkan divisi Deuteromycotina kelas Hyphomycetes yang tergolong
imperfect fungi atau cendawan yang memiliki siklus tidak sempurna. L. lecanii
merupakan cendawan entomopatogen yang pertama kali ditemukan oleh
6
Universitas Sumatera Utara
7
Zimmermann pada tahun 1898 dengan nama Chephalosporium lecanii. Pada
tahun 1939, Viegas mengubah nama menjadi Verticillium lecanii berdasarkan
studi kisaran inang (Kauvelis et al.,1999).
Pengamatan lebih lanjut terhadap sifat morfologi dan analisis molekuler,
cendawan berubah nama menjadi L. lecanii sampai sekarang(Zare and Gams,
2001). Cendawan L. lecanii digunakan untuk mengendalikan hama terutama
Hemiptera dengan tingkat mortalitas yang bervariasi (Prayogo, 2004).
Cendawan ini mudah tumbuh pada berbagai media, terutama pada media
potato dextrose agar (PDA) dan beras. Di dalam cawan petri, diameter koloni
dapat mencapai 4–5,50 cm pada 3 hari setelah inokulasi. Koloni cendawan
berwarna putih pucat. Kumpulan konidia ditopang oleh tangkai konidiofor yang
membentuk fialid seperti huruf L. Setiap konidiofor menopang 5−10 konidia yang
terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder hingga elip, terdiri
atas satu sel, tidak berwarna (hialin), berukuran 2,30−10 x 1−2,60 μm (Tanada &
Kaya, 1993).
Cendawan entomopatogen memerlukan kelembaban yang tinggi untuk
tumbuh dan berkembang, hal tersebut diperlukan selama proses pembentukan
tabung kecambah (germ tube), sebelum terjadi penetrasi ke integumen serangga.
Cendawan L. lecanii tumbuh baik pada suhu 18-30ºC dan kelembaban minimal
80%. Pada kelembaban lebih dari 90% cendawan tumbuh sangat baik (Cloyd,
2003).
Cendawan L. lecanii bersifat parasit, namun akan berubah menjadi saprofit
bila kondisi tidak menguntungkan, misalnya dengan hidup pada serasah atau sisa-
7
Universitas Sumatera Utara
8
sisa hasil pertanian. Cendawan L. lecanii mampu hidup pada bahan organik yang
mati dalam rentang waktu yang sangat panjang (Tanada and Kaya, 1993).
CendawanBeauveria bassiana
Beauveria bassiana adalah cendawan entomopatogen yang terbukti
memiliki daya bunuh tinggi terhadap serangga hama terutama ordo Lepidoptera,
Hemiptera dan Coleoptera. Pertumbuhan dalam media berbentuk koloni putih
seperti kapas, konidiofor yang fertile bercabang-cabang secara zig-zag dan pada
bagian ujungnya terbentuk konidia. Konidia bersel satu berbentuk bulat sampai
oval, hialin, berukuran 2-3 mikron (Haryono et al.,1993).
Pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogen saat ini
menjadi pilihan utama. B. bassiana ialah jamur entomopatogen dapat membunuh
serangga antara lain Lepidoptera (Winarto dan Darmawati, 2004), Thysanoptera
(Ludwig and Ronald, 2002), Hemiptera (Herlinda et al., 2006), Homoptera (Evi,
2006), Orthoptera (Thompson, 2006) dan Diptera (Bernardi et al., 2006).
Jamur B.bassiana mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, mudah
diproduksi dan pada kondisi yang kurang menguntungkan dapat membentuk spora
yang mampu bertahan lama di alam (Widayat dan Dini, 1993 dalamSudarmadji,
1996).
Di Indonesia, hasil-hasil penelitian B. bassiana juga telah banyak
dipublikasikan, terutama terkait aplikasinya pada tanaman pangan untuk
mengendalikan hama, misalnya hama jagung, yaitu Spodoptera litura,
Helicoverpa armigera, dan Ostrinia furnacalis, hama kedelai (R. linearis dan S.
litura), walang sangit pada padi (L. acuta) (Prayogo, 2006),Plutella xylostella dan
8
Universitas Sumatera Utara
9
Crocidolomia pavonana pada sayur-sayuran kubis (Trizelia, 2005) dan penggerek
buah kakao Hypothenemus hampei(Prayogo, 2006).
Untuk memperoleh isolat B. bassiana yang dapat mapan untuk
diaplikasikan di lapangan diperlukan eksplorasi B. bassiana pada berbagai lokasi,
kemudian dikarakterisasi secara morfologi (warna koloni, ukuran konidia, dan
kerapatan hifa), serta ditinjau viabilitassetiap isolat. Selain itu, perlu diuji
efektivitas setiap isolat untuk mengendalikan hama serangga sebelum diformulasi
menjadi bioinsektisida (Sri et al.,2014).
Beauveria bassiana dapat diisolasi dari serangga yang mati karena
terinfeksi B. bassianadan dari tanaman maupun tanah (Soetopo & Indrayani,
2007).
Metode
yang
direkomendasikan
untuk
mengisolasi
cendawan
entomopatogen dari populasi asli atau lokal adalah metode pemancingan dengan
serangga (insect bait method) yang digunakan untuk mengisolasi cendawan dari
tanah (Meyling, 2007).
CendawanMetarhizium anisopliae
Jamur M. anisopliae termasuk dalam kelas Hyphomycetes, ordo
Moniliales dan famili Monileaceae. Jamur M. anisopliae mampu menginfeksi
hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (haustelata), seperti
golongan Aphis sp. baik stadia nimfa maupun imago (Sumartini et al.,2001).
Disamping itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai
tipe
mulut
menggigit
mengunyah
(mandibulata),
seperti
Spodoptera
litura(Prayogo et al., 2005).
Salah satu keuntungan penggunaan cendawan Metarhizium spp. untuk
pengendalian hayati adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai
9
Universitas Sumatera Utara
10
tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Prayogo,
2004).
Jamur M. anisopliae memiliki beberapa kelebihan antara lain berkapasitas
reproduksi tinggi, relatif aman, siklus hidupnya pendek, selektif, mudah
diproduksi, serta dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan
(Prayogo et al., 2005).
Jamur M. anisopliae memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan
cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin. Destruxin telah
dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin
berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan
membran
nukleus),
lambung
tengah,
menyebabkan
tubulus
paralisa
malphigi,
sel
hemocyt
dan
dan
kelainan
jaringan
fungsi
otot
(Widiyanti & Muyadihardja, 2004).
10
Universitas Sumatera Utara