Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits

KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia
Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT
LENGTH POLYMORPHISM (AFLP)
DAN SIFAT MORFOLOGI

MEDIKCA TANJUNG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Genetik
Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment
Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi merupakan karya bersama
saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2011

Medikca Tanjung
G353090191

ABSTRACT
MEDIKCA TANJUNG. Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia
vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and
Morphological Traits. Under supervision of UTUT WIDYASTUTI and
SUHARSONO
Malaria remains a serious problem in Indonesia. Artemisinin is an
antimalarial compound that is able to treat malaria disease. Until now, Artemisia
annua is still the only one source of artemisinin. On the other hand Artemisia
vulgaris is Artemisia species that grows widely in Indonesia. The introduction of
A. annua from China to Indonesia produces diverse phenotypes and unstable
artemisinin content. The objective of this research was to analyse the genetic
diversity of A. annua and A. vulgaris based on Amplified Fragment Length
Polymorphism (AFLP) and morphological traits. Amplification was performed by
using the labeled P11 primer IRD 700 and three selective primers, M-CAC, MCAG and M-CAT. Three morphological traits were observed. The data from

AFLP and morphological traits were translated into binary data. Similarity matrix
analysis was carried out by using the software NTSYSpc version 2.02i. Principal
Component Analysis was done by using the Minitab 14 program. By using these
three selective primers, 111 AFLP loci were amplified. These loci can not
clustered Artemisia into its species. There is not any specific loci addressed to
specific accession from 111 AFLP loci, but from 48 AFLP loci, locus number 38
can be used as specific marker for three accessions consist of A. vulgaris
accession which has light brown stems and wide leaves (VCOL), A. vulgaris
accession which has light brown stems and narrow leaves (VCOS) and A. annua
accession which has purple green stems and narrow leaves (AHUS). Analysis of
63 AFLP loci consist of loci number 49-111, showed that loci number 101, 103
and 109 addressed to A. annua accession which has purple green stems and wide
leaves that arranged like a roset (AHULr). Based on morphological traits, the
diversity between A. annua and A. vulgaris was 39%, while the diversity within A.
annua species was 29%. Analysis of morphological traits and 48 AFLP loci
showed that the A. annua accession which has purple green stems and wide leaves
that arranged like a roset (AHULr) not cluster into A. annua species or A. vulgaris
species.
Key Word: Artemisia annua L., Artemisia vulgaris L., Genetic diversity,
Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)


RINGKASAN
MEDIKCA TANJUNG. Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia
vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan
Sifat Morfologi. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI, SUHARSONO.
Penyakit malaria masih merupakan masalah serius di Indonesia. Artemisinin
merupakan senyawa antimalaria yang mampu mengobati penyakit malaria.
Sampai saat ini Artemisia annua masih merupakan satu-satunya sumber
artemisinin. A. annua adalah tanaman hari pendek yang berasal dari China.
Introduksi A. annua ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga
sehingga kandungan artemisinin turun. Di Indonesia ada lima aksesi A. annua
hasil introduksi yang dikoleksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Aksesi
ini bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun dan susunan daun pada
batang. Selain itu terdapat perbedaan kerapatan trikoma kelenjar dan kandungan
artemisinin antara aksesi hijau dan aksesi ungu. Belum ada data mengenai
keragaman genetik antar aksesi A. annua hasil introduksi di Indonesia.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia yang
dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua
dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTOOT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun

lebar dan aksesi berdaun sempit. Kandungan artemisinin A. vulgaris jauh lebih
rendah dibandingkan dengan A. annua, namun spesies ini memiliki potensi
sebagai sumber artemisinin lokal karena tumbuh secara alami di Indonesia. Belum
ada laporan mengenai hubungan kekerabatan A. annua hasil introduksi di
Indonesia dengan A. vulgaris.
Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan morfologi yang dimiliki oleh individu yang dibandingkan. Penanda
morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat
menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat memberikan hasil
yang lebih baik karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Penanda Amplified Fragment Legth Polymorphism (AFLP) dapat digunakan untuk
mengetahui keragaman genetik antar klon dan antar spesies. Pengetahuan tentang
keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi
tanaman yang akan dikonservasi dan dibudidayakan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui keragaman genetik antara A. annua dengan A. vulgaris
berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan sifat
morfologi.
Bahan tanaman yang digunakan adalah lima tumbuhan A. annua dan dua
tumbuhan A. vulgaris koleksi BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo. Buffer CTAB
2% digunakan untuk isolasi DNA total dari daun. Enzim restriksi Pst1 dan Mse1
digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk

menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor dan Mse1 adaptor. Primer
P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan primer M02 ( 5’GATGAGTCCTG

AGTAAC3’) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD
700 (5’GACTGCGTACATGCAGAA3’) dengan 3 primer selektif digunakan untuk
reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer MCAC(5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGA
GTAAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).
Karakter morfologi yang diamati terdiri dari empat kelas warna batang, dua kelas
tipe daun dan dua kelas susunan daun pada batang. Analisis keragaman
menggunakan program NTSYSpc 2-02i dan program Minitab 14.
Hasil amplifikasi DNA pada analisis AFLP menggunakan primer P11 IRD
700 dengan tiga primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT adalah 657
fragmen dengan ukuran 100-565 pb yang terdiri dari 111 lokus. Fragmen
berukuran 100-255 pb yang terdiri atas 48 lokus diamplifikasi paling banyak oleh
masing-masing aksesi. Analisis terhadap 111 lokus AFLP dengan ukuran 100-565
pb tidak menghasilkan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu.
Lokus ke -38 menjadi penciri aksesi VCOL, VCOS dan AHUS pada analisis
terhadap 48 lokus AFLP dengan ukuran 100-255 pb. Analisis terhadap 63 lokus
AFLP dengan ukuran 255-565 pb menunjukkan bahwa lokus ke -101, -103 dan 109 adalah penciri aksesi AHULr. Analisis morfologi menunjukkan keragaman
antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A.

annua sebesar 29%.
Analisis gabungan data morfologi dan 48 lokus AFLP menghasilkan
keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris sebesar 29% dan menunjukkan
bahwa aksesi AHULr tidak mengelompok ke spesies A. annua maupun A.
vulgaris.

Kata kunci: Artemisia annua, Artemisia vulgaris, AFLP

©Hak Cipta milik IPB
dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu,
Solo
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB dan BBPPTO-OT

Tawangmangu, Solo

KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia
Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT
LENGTH POLYMORPHISM (AFLP)
DAN SIFAT MORFOLOGI

MEDIKCA TANJUNG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Tesis


Nama
NIM

: Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris
L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism
(AFLP) dan Sifat Morfologi
: Medikca Tanjung
: G353090191

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

Tanggal Ujian : 12 Agustus 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Lulus :

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si.

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang
berjudul “Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L.
Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat
Morfologi” telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M. Si. dan
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta
dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M. Si. yang
telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran
untuk kelengkapan informasi pada tesis ini, dan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya
Supena atas saran dan bimbingannya. Terima kasih kepada Dra. Yuli Widyastuti,
M. Si dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo untuk sampel tanaman yang
sudah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Penelitian
Fundamental No: 25/I 3.24.4/ SPP/PF/2011 a. n. Utut Widyastuti yang telah
mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini dan Departemen Agama
Republik Indonesia melalui program beasiswa utusan daerah (BUD Depag).
Terima kasih kepada Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian
– Netherlands), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)
IPB Dramaga atas fasilitas penelitian yang diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian
Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa
Pascasarjana. Terima kasih kepada Ibu Pepi atas bantuan dan kebersamannya,
juga kepada teman-teman di biologi tumbuhan yang tidak dapat disebutkan satu

per satu.
Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta
Syahrinal Efendi, S. T. atas kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya
dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibunda yang mulia Asnawati,
Ayahanda Chandra Irawan serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang
berlipat ganda, amin.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama bagi dunia kesehatan
Indonesia.

Bogor, Agustus 2011

Medikca Tanjung

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Oktober 1982
sebagai anak satu satunya pasangan Bapak Chandra Irawan dan Ibu Asnawati.
Tahun 2001 penulis lulus dari MAN 1 Koto Baru Padang Panjang dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas
Negeri Padang. Penulis lulus dari Universitas Negeri Padang pada tahun 2005.
Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar Biologi di MAN 1 Koto Baru
Padang Panjang. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi
pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor Biologi Tumbuhan,
melalui beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Kementerian Agama Republik
Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Artemisia annua L ..................................................................................
Artemisia vulgaris L ...............................................................................
Artemisinin .............................................................................................
Penanda Morfologi .................................................................................
Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) .................................
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................
Bahan .....................................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Pengamatan Karakter Morfologi ............................................................
Isolasi DNA ............................................................................................
Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. ...............................................
Analisis AFLP ........................................................................................
Restriksi dan Ligasi .........................................................................
Pre-amplifikasi ................................................................................
Amplifikasi Selektif.........................................................................
Visualisai Fragmen DNA ................................................................
Analisis Data...........................................................................................

11
11
12
13
13
13
14
14
14
14
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanda Morfologi .................................................................................
Analisis Kemiripan ..........................................................................
Analisis Gerombol ...........................................................................
Analisis 111 Lokus AFLP ......................................................................
Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP .............................................
Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP ..............................................
Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP .................................
Analisis 48 Lokus AFLP (lokus 1-48) ....................................................
Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP ...............................................
Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP ................................................
Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP ...................................
Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke 49-111 ) ..........................................
Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP ...............................................
Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP ................................................
Analisis Komponen 63 Lokus AFLP...............................................

17
19
20
21
24
25
26
29
29
30
31
34
34
35
35

4
5
5
7
8

Analisis Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ................................
Analisis Kemiripan Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ........
Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP .........
Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP

38
39
39
40

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................
Saran .......................................................................................................

43
44

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

45

LAMPIRAN .....................................................................................................

48

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Karakter kualitatif 7 sampel Artemisia. ....................................................... 17
2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris ........................................................................................................ 27
3 Nilai mutlak komponen utama terbesar dari 111 lokus dari lima aksesi A.
annua dan dua aksesi A. vulgaris ................................................................ 28
4 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ...................................................

31

5 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari
lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris .........................................

33

6 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. .........................................................

36

7 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari
lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris .........................................

37

8 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP. ...................

41

9 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 56 karakter lima
aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter
morfologi dan AFLP ....................................................................................

42

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp) ................................................

6

2

Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009) ................

6

3

Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR 1 dan
Mse 1 (Vos et al. 1995) ...............................................................................

9

Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik Artemisia annua L.
berdasarkan penanda morfologi dan AFLP dengan menggunakan enzim
restriksi Pst 1 dan Mse 1 ..............................................................................

12

Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau
ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm ...........................

17

Tipe daun Artemisia. a: tunggal lebar, b: tunggal sempit, c: majemuk
ganda 2 lebar, d. majemuk ganda 2 sempit. a, b: A. vulgaris, c, d: A.
annua I = 1 cm .............................................................................................

18

Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b:
menyerupai roset. I = 5 cm ..........................................................................

18

Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi. ..................................................................

20

Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer
P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT.
1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr .

22

10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 111 lokus AFLP ..............................................................

26

11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 111 lokus AFLP ...............................................................

27

12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
data 48 lokus AFLP .....................................................................................

30

13 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 48 lokus AFLP .................................................................

32

14 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan 63 lokus AFLP. ......................................................................

35

4

5

6

7

8

9

15 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan 63 lokus AFLP. .......................................................................

36

16 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP..................................

40

17 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP...................................

41

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Habitus lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.vulgaris yang digunakan
dalam penelitian. .........................................................................................

49

Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data morfologi ...........................................................

50

Skor fragmen DNA hasil AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris ........................................................................................................

50

4

Skor karakter morfologi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris .

53

5

Jumlah dan sebaran lokus yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi

53

6

Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP .................................................

54

Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ...................................................

54

Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP ..........................................................

54

Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
karakter morfologi dan 111 lokus AFLP .....................................................

55

10 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
karakter morfologi dan 63 lokus AFLP (lokus 49-111) ..............................

55

11 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data morfologi dan 48 lokus AFLP ...........................

56

1

2

3

7

8

9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. merupakan satu dari
sepuluh penyakit yang paling mematikan di dunia. Lebih dari 600 juta kasus di dunia
terinfeksi malaria, dan menyebabkan 1.7 – 2.5 juta orang/tahun mengalami kematian.
Empat puluh persen dari jumlah tersebut terdapat di negara berkembang, antara lain
India, Indonesia, Amerika Latin dan negara-negara di Afrika (Graz et al. 2011). Pil
kina (quinine) dan senyawa sintesisnya (kloroquinine) selama ini menjadi obat yang
diandalkan untuk mengatasi penyakit malaria, namun pemakaian jangka panjang
menyebabkan Plasmodium falciparum menjadi resisten terhadap obat tersebut (WHO
2004). Sampai tahun 2008, 80% kabupaten di Indonesia masih merupakan wilayah
endemis malaria dan 50% diantaranya endemis P. falcifarum (Depkes 2010).
Upaya untuk mencari obat malaria pengganti kina telah banyak dilakukan.
Klayman (1985) melaporkan bahwa pada tahun 1972 peneliti telah berhasil
mengidentifikasi artemisinin sebagai senyawa antimalaria pada ekstrak daun
Artemisia annua. Artemisinin mampu mengobati penyakit malaria yang sudah
resisten terhadap quinine dan kloroquinine. Tahun 2001 WHO menganjurkan
penggunaan terapi kombinasi berbasis artemisinin untuk penanganan malaria,
terutama malaria resisten kloroquinine.
Artemisia annua merupakan herba annual yang memiliki banyak percabangan
yang berasal dari daerah China dan sudah diintroduksi ke banyak Negara seperti
Vietnam, Argentina, Brasilia, Indonesia dan USA. Tinggi batang dapat mencapai 300
cm. Daun majemuk menyirip ganda dengan panjang mencapai 12 cm. Di China A.
annua dikenal dengan nama qinghao (QACRG 1979).
Di Indonesia terdapat 4 aksesi A. annua introduksi dari China yang sudah
beradaptasi dengan iklim Indonesia yang merupakan koleksi Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan

Obat Tradisional (BBPPTO-OT),

Tawangmangu Solo. Masing-masing aksesi bervariasi pada warna batang, ukuran
relatif daun, kerapatan trikoma kelenjar (Juliarni dan Ermayanti 2007) dan kandungan

2

artemisinin pada aksesi hijau dan aksesi ungu (Widyastuti 2009). DePadua et al.
(1999) menyatakan bahwa A. annua merupakan satu-satunya jenis Artemisia yang
menghasilkan artemisinin. Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek.
Introduksi A. annua dari daerah asalnya yang beriklim subtropik ke daerah tropik
menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia lokal Indonesia yang dikenal dengan
nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di
Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO-OT Tawangmangu,
Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun
sempit. Aryanti et al. (2006) telah berhasil memperoleh 2.55 ppm artemisinin dari
daun A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan kandungan artemisinin A. annua
(4.99 ppm) dan membuktikan bahwa A. vulgaris juga memiliki daya antimalaria
terhadap P. falcifarum. Hasil penelitian ini membuka peluang pengembangan sumber
artemisinin lokal yang cukup potensial. Untuk keperluan ini hubungan kekerabatan
antar aksesi dalam spesies A. annua dan hubungan kekerabatan antara A. annua
dengan A. vulgaris perlu diketahui.
Hubungan kekerabatan secara sederhana dapat dilihat dengan menggunakan
penanda morfologi. Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh individu yang diperbandingkan. Semakin
banyak persamaan yang dimiliki semakin dekat hubungan kekerabatannya. Seringkali
penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat
menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat digunakan untuk
menganalisis keragaman genetik lebih baik, karena hasilnya konsisten dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan (Azrai 2005).
Penanda Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan salah
satu penanda DNA yang dapat digunakan untuk mengenali hubungan kekerabatan
yang sangat dekat antar genotipe, perbedaan antar klon dalam satu kultivar,
keragaman yang disebabkan oleh mutasi yang sangat sedikit atau adanya perbedaan
genetik yang sangat kecil (Cabrita et al. 2001). Identifikasi keragaman tanaman
dengan menggunakan AFLP telah banyak dilakukan, diantaranya keragaman genetik

3

nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan jamur tiram putih budidaya
(Jusuf 2010). Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan
untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dibudidayakan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik beberapa aksesi
A. annua hasil introduksi dan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length
Polymorfism (AFLP) dan sifat morfologi dengan menggunakan tiga primer selektif,
M-CAC, M-CAG dan M-CAT, berdasarkan enzim restriksi Pst1 dan Mse1.

TINJAUAN PUSTAKA
Genus Artemisia L. termasuk ke dalam famili Asteraceae, terdiri dari hampir
200 spesies. Artemisia annua, Artemisia capilaris dan Artemisia vulgaris adalah tiga
spesies dominan. Genus ini berasal dari daerah subtropis Asia Barat Daya yang
kemudian menyebar ke Malesiana dan Amerika Selatan (DePadua et al. 1999).
Artemisia dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Di Cina A. annua
digunakan sebagai obat demam. Orang Jepang mengunakan A. capilaris untuk
mengobati radang hati, sedangkan orang India menggunakan A. vulgaris untuk
mengobati rematik.

Artemisia annua L.
Artemisia annua L. atau sweet wormwood telah digunakan dalam sistem
pengobatan tradisional Cina sejak tahun 40M sebagai obat demam (QACRG 1979).
Terdapat 131 senyawa metabolit sekunder pada A. annua yang sudah diidentifikasi
(http://kanaya.naist.jp/knapsack_jsp),

salah

satunya

adalah

artemisinin

yang

diakumulasi pada trikoma kelenjar.
Artemisia annua berasal dari China yang dikenal dengan nama Qinghao.
Tumbuhan ini sudah dibudidayakan di banyak Negara seperti Argentina, Bulgaria,
Prancis, Brasilia dan USA. Artemisia annua merupakan herba semusim yang tumbuh
baik pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1500 m dpl. Artemisia annua
hidup baik pada tanah berpasir atau berlempung dengan drainase baik dengan pH 5.58.5 dengan curah hujan berkisar 700-1000 mm per tahun (Gusmaini & Nurhayati
2007). Batang utama memiliki banyak percabangan dengan tinggi mencapai 300 cm.
Daun majemuk menyirip ganda yang tersusun selang-seling. Panjang daun mencapai
12 cm. Artemisia annua memiliki bunga majemuk biseksual yang tersusun berbentuk
panikula dengan warna mahkota bunga kekuningan (DePadua et al. 1999). Bunga
muncul 13 minggu setelah tanam (Gusmaini & Nurhayati 2007).
Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek dengan titik kritis 13 jam,
artinya tanaman ini akan berbunga bila sinar matahari kurang dari 13 jam perhari

5
(Gusmaini & Nurhayati 2007). Hal ini menjadi suatu kelemahan ketika A. annua
diintroduksikan ke daerah tropik dengan lama siang kurang dari 13 jam. Tanaman
akan cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun. Selain itu A. annua
bersifat spesifik lokasi. Klon unggul dari Vietnam memiliki kandungan artemisinin
yang lebih rendah ketika diintroduksi di Brasilia dan USA (Gusmaini & Nurhayati
2007).

Artemisia vulgaris L.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia. Tumbuhan ini
berbentuk herba perennial yang memiliki batang tegak dan stolon. Batang umumnya
tidak bercabang dengan tinggi mencapai 200 cm. Daunnya bertulang menyirip
dengan tepi bercangap. Panjang daun berkisar 7-10 cm (DePadua et al. 1999).
Artemisia vulgaris dikenal dengan nama daerah Sudamala. Herba ini banyak terdapat
di Papua, namun tersebar hampir merata di dataran tinggi di Indonesia (Aryanti et al.
2006).
Ekstrak A. vulgaris bersifat insektisida dan mempunyai aktivitas anthemintik.
Ekstrak cair A. vulgaris dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan
gram negatif secara in vitro, namun tidak ditemukan aktivitas antimalaria (DePadua
et al. 1999). Aryanti et al. (2006) menguji daya antimalaria Artemisia spp. terhadap
Plasmodium falcifarum dan menyatakan bahwa A. vulgaris memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan P. falcifarum dan memiliki kandungan artemisinin 2.55
ppm, jauh lebih rendah dibanding kandungan artemisinin A. annua, 4.99 ppm.

Artemisinin
Artemisinin adalah suatu senyawa sesquiterpen lakton dengan jembatan
peroksida (Gambar 1). Senyawa ini bersifat anti malaria karena kemampuannya yang
bersifat sitotoksik dengan cara melepaskan radikal bebas dan aldehid reaktif sehingga
membunuh Plasmodium. Selain itu artemisinin dapat menyebabkan kerusakan
membran, mengoksidasi protein dan lemak dan menghambat sintesis asam nukleat
pada parasit. Akibatnya parasit tidak dapat memperbanyak diri (Graz et al. 2011).

6

Gambar 1 Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp)

Biosintesis artemisinin dimulai dengan konversi farnesil diposfat (FPP) menjadi
artemisinin dengan bantuan enzim amorpha-4,11-diene synthase yang kemudian
dilanjutkan dengan enzim amorpha-4,11-diene hydroxylase, cytochrome P450
monoxygenase (CYP71AV1) dan artemisinic aldehyde Δ11(13) reductase (Teoh et al.
2006). Proses biosintesis artemisinin terjadi di trikoma kelenjar.
Trikoma merupakan struktur khusus yang terdapat pada permukaan tumbuhan
yang berada di atas tanah. Artemisia annua memiliki dua jenis trikoma, yaitu trikoma
kelenjar dan trikoma non kelenjar. Trikoma kelenjar A. annua terdiri dari sepuluh sel,
yang terdiri atas: dua pasang sel basal, dua pasang sel sub apikal dan sepasang sel
apikal (Gambar 2). Jumlah trikoma kelenjar yang paling banyak terdapat pada daun.

Gambar 2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009).

7
Penanda Morfologi
Penanda morfologi adalah penanda yang berdasarkan sifat morfologi yang
tampak. Penanda morfologi dapat digunakan untuk mengukur besarnya keragaman
pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif mapun pada
fase generatif. Karakter morfologi pada fase vegetatif dapat dilihat pada pengamatan
batang dan daun, sedangkan pada fase generatif dapat dilihat melalui bunga, buah dan
biji. Penanda morfologi sering digunakan untuk deskripsi taksonomi karena lebih
mudah, murah, sederhana dan cepat (Chen 2004).
Informasi yang akurat mengenai hubungan kekerabatan antar spesies atau antar
aksesi dalam satu spesies tidak dapat diperoleh hanya dengan pengamatan secara
morfologi, karena karakter morfologi memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
hanya memperlihatkan sifat pewarisan dominan dan resesif, tingkat polimorfismenya
sedikit dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Tanskley 1983). Akibatnya individu
yang memiliki genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama dan
individu yang mempunyai genotipe yang sama dapat menunjukkan fenotipe yang
berbeda bila lingkungannya berbeda. Kemiripan pada tingkat fenotipe belum tentu
menunjukkan kemiripan pada tingkat DNA (Chen 2004)
Informasi genetik tanaman tersimpan dalam genom inti maupun organel
(mitokondria dan kloroplas). Genom dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gen
yang dimiliki oleh suatu organisme dan mengatur seluruh proses metabolisme
sehingga organisme tersebut dapat hidup. Gen pada organisme dapat mengalami
mutasi tetapi tidak menyebabkan perubahan pada tingkat fenotipe. Hal ini dapat
terjadi pada mutasi satu basa yang menghasilkan kodon sinonim sehingga
menghasilkan asam amino yang sama dengan kodon aslinya, sehingga tidak
mengubah fenotipe organisme (Jusuf 2001). Oleh karena itu identifikasi
menggunakan penanda morfologi saja kurang akurat, sehingga perlu dikombinasikan
dengan identifikasi pada tingkat DNA dengan menggunakan penanda DNA.

8
Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP)
Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan jenis penanda
yang didasarkan pada amplifikasi selektif potongan DNA hasil restriksi genom total
dengan enzim restriksi endonuklease. Prinsip utama AFLP terdiri dari empat langkah,
yaitu: preparasi DNA cetakan, restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi dan amplifikasi
selektif. Visualisasi fragmen dilakukan dengan gel poliakrilamid. Prosedur AFLP
terdiri dari beberapa tahap yang dimulai dengan pemotongan DNA genom dengan
sepasang enzim restriksi. Kedua enzim restriksi tersebut memiliki tipe yang berbeda
yaitu pemotong jarang dan pemotong sering. Enzim pemotong jarang mengenali 6
basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini sedikit dan ukuran
fragmennya besar. Enzim pemotong sering mengenali 4 basa. Jumlah fragmen yang
dihasilkan dari pemotongan enzim ini banyak dan ukuran fragmennya kecil. Alasan
digunakannya dua enzim restriksi yang berbeda tipe adalah dapat memberikan
fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan jumlah fragmen yang akan diamplifikasi
dan dihasilkannya sejumlah besar sidik jari yang berbeda (Vos et al. 1995).
Setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi, oligonukleotida adaptor
utas ganda diligasikan pada frgamen DNA. Adaptor terdiri dari sekuen inti adaptor
dan sekuen spesifik enzim restriksi (Gambar 3). Enzim akan menggabungkan adaptor
dengan fragmen hasil pemotongan sehingga diperoleh fusi antara adaptor dan
fragmen. Primer dalam proses pre-amplifikasi didesain berdasarkan urutan DNA pada
adaptor yang mengandung situs restriksi. Primer AFLP terdiri dari tiga bagian, yaitu
sekuen inti, sekuen situs restriksi dan pemanjangan selektif yang terdiri dari satu
sampai tiga basa. Proses pre-amplifikasi menggunakan primer yang hanya memiliki
satu nukleotida selektif sedangkan proses amplifikasi selektif menggunakan primer
yang memiliki tiga nukleotida selektif. Proses amplifikasi selektif menggunakan
sepasang primer yang salah satunya diberi label dengan bahan kimia yang bersifat
fluoresen, Infra Red Dye (IRD) 700. IRD 700 merupakan pelabel fluoresen dengan
panjang absorbansi maksimal pada 685 nm yang lebih mudah penanganannya dan
lebih aman dibandingkan pelabel radioaktif namun memiliki sensitifitas yang sama
(Ying et al. 2007).

9

Fragmen restriksi
Ligasi adaptor
19 pb sekuen umum

22 pb sekuen umum

Basa selektif
Primer AFLP

Primer AFLP
amplifikasi Basa selektif
Gambar 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR1 dan
Mse 1 (Vos et al. 1995).
Visualisasi fragmen AFLP menggunakan gel poliakrilamid. Fragmen DNA
hasil AFLP dapat dideteksi dengan sekuenser DNA otomatis (LI-COR 4300 DNA
Analizer). Polimorfisme yang terdeteksi berupa ada atau tidak ada pita yang dimiliki
oleh masing-masing individu, sehingga AFLP termasuk ke dalam marka dominan
(Muller & Wolfenbarger 1999).
Teknik AFLP mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan biaya yang mahal.
Namun teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibanding penanda DNA lainnya.
Keunggulan teknik AFLP antara lain (1) tidak memerlukan informasi sekuen dari
genom dan perangkat (kit) oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan
dapat

diaplikasikan pada semua organisme

termasuk tanaman,

(2) hasil

amplifikasinya bersifat stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi,
(3) sangat efisien dalam pemetaan lokus karena dapat meliputi beberapa lokus dalam
satu kali amplifikasi, (4) dapat digunakan untuk menganalisis sidik jari semua DNA
dengan mengabaikan kompleksitas dan asal-usulnya, (5) serta dapat bertindak sebagai

10
jembatan informasi antara peta genetik dan peta fisik pada kromosom (Vos at al.
1995).
Teknik AFLP telah banyak digunakan untuk analisis keragaman secara
molekuler. Jusuf (2010) menggunakan AFLP untuk menganalisis keragaman jamur
tiram putih budidaya. AFLP juga telah digunakan dalam menganalisis keragaman
genetik pada tanaman nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan klon
karet (Zulkifli 2001) yang dikombinasikan dengan penanda RAPD. Mechanda et al.
(2004) juga telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui keragaman pada
populasi alami dan populasi unggul tanaman Echinaceae, sedangkan Baydar et al.
(2004) telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui hubungan genetika
diantara tumbuhan Rosa damascena yang tumbuh di Turki yang dikombinasikan
dengan penanda mikrosatelit.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 hingga April 2011 di
Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian – Netherlands), Pusat
Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga.

Bahan
Bahan tanaman yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun tumbuhan A.
annua dan A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Penelitian ini
menggunakan lima aksesi A. annua, yaitu: A. annua berbatang hijau, bentuk anak
daun lebar (AHIL), A. annua berbatang ungu, bentuk anak daun lebar (AUNL), A.
annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar (AHUL), A. annua berbatang
hijau ungu, bentuk anak daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) dan A.
annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun sempit (AHUS). Aksesi A. vulgaris
yang digunakan adalah A. vulgaris berbatang coklat, bentuk daun lebar (VCOL) dan
A. vulgaris berbatang coklat bentuk daun sempit (VCOS). Setiap aksesi diambil satu
tanaman sebagai bahan analisis.
Buffer CTAB (Cetylmethilammonium bromida) ditambah dengan Polyvinilpolypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol digunakan untuk isolasi DNA total.
Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4
ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor
(3’ACGTACATGCGTCAGATGCTC5’ komplemen mulai pada basa urutan keempat
dari sekuen 5’TGTACGCAGTCTAC3’) dan Mse1 adaptor (5’GACGATGAGTCCT
GAG3’ komplemen pada basa keempat dangan sekuen 3’TACTCAGGACTCAT5’).
Primer P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan primer M02 ( 5’GATGAGTCCTG
AGTAAC3’) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD 700
(5’GACTGCGTACATGCAGAA3’) dengan 3 primer selektif digunakan untuk reaksi
amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer M-CAC

12
(5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGAGT
AAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).

Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang disajikan dalam bentuk bagan alir
penelitian (Gambar 4).
Bahan Tanaman
Analisis Morfologi

1.
2.
3.
4.

Analisis AFLP

Warna batang
Tipe daun
Ukuran relatif daun
Tipe susunan daun pada
batang

1. Pemotongan DNA genom dan ligasi
adaptor (menggunakan enzim restriksi
Pst1 dan Mse1 serta adaptor yang
cocok dengan kedua enzim)
2. Amplifikasi dengan PCR
a. Preamplifikasi
b. Amplifikasi Selektif
3. Visualisasi fragmen hasil amplifikasi

Data Biner

Data Biner

Analisis Kemiripan

Analisis Gerombol

Analisis Komponen Utama

Kesimpulan
Gambar 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik A. annua L. dan
Artemisia vulgaris L. berdasarkan AFLP dengan menggunakan enzim
restriksi Pst 1 dan Mse 1 dan sifat morfologi.

13
Pengamatan Karakter Morfologi. Tujuh sampel Artemisia yang digunakan
memiliki beberapa perbedaan morfologi. Perbedaan morfologi yang digunakan
sebagai parameter pengamatan adalah: warna batang, susunan daun pada batang, tipe
daun dan ukuran relatif daun. Data morfologi hasil pengamatan kemudian diubah
menjadi data biner.
Isolasi DNA Total. Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode
CTAB (Cetil Trimetil Amonium Bromida) menurut Doyle dan Doyle (1990) yang
dimodifikasi oleh Manoj et al. (2007). Sebanyak 0.5 g daun ditambahkan nitrogen
cair kemudian digerus dalam lumpang porselin sampai menjadi serbuk lalu
dimasukkan kedalam tabung ependorf yang berisi 600 l campuran buffer ekstrak [
CTAB 2% (b/v), EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic acid) 0.02 M, Tris-HCL 1 M
pH 8, NaCl 1.4 M, PVP (PolyVinilPyrilidon) 2%] serta 2

l β-merkaptoetanol.

Ekstrak diinkubasi pada suhu 65 °C selama 1 jam. Pemurnian dilakukan di dalam
campuran larutan kloroform dan isoamil alkohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1
sebanyak satu kali volume ekstrak. Suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm (Jouan BR4i) pada suhu 4 °C selama 20
menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan dengan 1 kali volume campuran
larutan PCI (Phenol: Kloroform: Isoamilalkohol) dengan perbandingan 25:24:1 lalu
dibolak-balik. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C
selama 20 menit. Supernatan diendapkan dengan sodium asetat 2 M pH 5.2 sebanyak
0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume dan dibilas dengan 500 l
alkohol 70 %(v/v). Pelet yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan vakum, lalu
disuspensikan dengan 50 l ddH 2 O. Selanjutnya ditambahkan 0.1 kali RNAse (10
mg/ml), diinkubasi semalam pada suhu 37 °C, kemudian disimpan sebagai stok pada
suhu -20 °C.
Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. Kuantitas DNA total dianalisis
dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang
260 ( 260), dan 280 ( 280). Keutuhan DNA total dianalisis secara kualitatif
menggunakan metode elektroforesis, dengan memigrasikan DNA pada gel agarosa
1% (b/v) di dalam bufer TAE 1X.

14
Analisis AFLP. Analisis AFLP menggunakan metode Vos et al. (1995) yang
dimodifikasi pada pelabelan primer dengan IRD 700 (Chen et al. 2004). Tahap-tahap
AFLP terdiri dari restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif dan
visualisasi fragmen.
Restriksi dan Ligasi(RL). Untuk satu kali reaksi restriksi dan ligasi dibutuhkan
2.5 l buffer reaksi 10x (Tris-HCL 50 mM pH 7.5, Mg-asetat 5 mM, K-asetat 250
mM), 10 l DNA (100 ng/ l ), 0.125 l Pst1 (20U/ l ) dan 0.25 Mse1 (5U/ l ), 0.5
l Pst1 adaptor (5 pmol/ l ), 0.5 l Mse1 adaptor (50 pmol/ l ), 0.5 l ATP (10
mM), 0.16 l T4 ligase (3U/ l ), dan 10.465 l dH 2 O sehingga total volume reaksi
menjadi 25

l. Campuran diinkubasi semalam pada 37 0C. Campuran kemudian

diencerkan 5x dengan dH 2 O sehingga diperoleh diluted RL.
Pre-Amplifiksi. Proses pre-amplifikasi menggunakan 10

l diluted RL

ditambah dengan 1.2 l primer P00 (30 ng/ l ), 1.2 l primer M02 (30 ng/ l ), 0.8 l
dNTP (10 mM), 4.0 l super buffer 10x, 0.4 l super Taq (5U/ l ) dan 22.4 l
dH 2 O sehingga volume total reaksi menjadi 40 l. Campuran kemudian diamplifikasi
melalui mesin PCR sebanyak 24 siklus yang terdiri dari 30 detik denaturasi pada suhu
94 °C, 30 detik penempelan primer pada suhu 56 °C, dan 60 detik pemanjangan pada
suhu 72 °C. Produk pre-amplifikasi kemudian diencerkan 3x dengan dH 2 O sehingga
diperoleh diluted pre-amp.
Amplifikasi Selektif. Amplifikasi selektif dilakukan dengan menggunakan 3
primer selektif (M-CAC, M-CAG, M-CAT) dan satu primer yang diberi label dengan
IRD 700 dengan diluted pre-amp sebagai cetakan. Amplifikasi selektif dilakukan
dengan mencampur 10 l diluted pre-amp, 0.6 l primer selektif (50 ng/ l ), 1.0 l
primer P11 IRD 700 (1 pmol/ l ), 0.4 l dNTP 10 mM, 2.0 l super buffer 10x, 0.2
l Taq polymerase (5U/ l ), dan 5.8 l dH 2 O sehingga volume total reaksi menjadi
20 l. Reaksi amplifikasi selektif dilakukan dengan mesin PCR sebanyak 36 siklus
dengan kondisi 30 detik denaturasi pada suhu 94 °C, 30 detik penempelan primer dan
60 detik pemanjangan pada suhu 72 °C. Suhu penempelan primer pada siklus pertama
adalah 65 °C yang dikurangi 0.7 °C setiap siklus sampai 12 siklus berikutnya dan
dilanjutkan dengan suhu 56 °C untuk 23 siklus sisanya.

15
Visualisasi

Fragmen

DNA.

Elektroforesis

hasil

amplifikai

selektif

menggunakan gel poliakrilamid 6% dengan peralatan LI-COR DNA Analyzer. Gel
yang digunakan untuk elektroforesis dibuat dengan mencampur 20 ml KB plus 6.5%,
15 l Tetrametil-ethilenediamine (TEMED) dan 150 l Amonium persulfat (APS)
10% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan pada plat kaca dan didiamkan selama 1
jam hingga membeku. Plat kaca yang berisi gel kemudian dipasang pada peralatan
elektroforesis kemudian ditambahkan TBE 1x. Campuran diencerkan 10 kali untuk
mendapatkan TBE 1x. Produk amplifikasi selektif sebanyak 10 l , ditambah dengan
10 l loading buffer formamid 2x (formamid 98% b/v), EDTA 10 mM, bromofenol
biru 0.025% (b/v). Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 90 °C selama 3 menit
dan segera diinkubasi ke dalam es selama 60 menit. Permukaan plat kaca dibersihkan
dan dipasang pada peralatan LI-COR DNA Analyzer, kemudian sisir dipasang pada
gel. Sebanyak 1

l

sampel dimasukkan kedalam sela-sela sisir, dielektroforesis

selama 180 menit dengan daya 12 watt, 1500 volt sehingga pita dapat dideteksi
melalui komputerisasi.
Analisis Data
Analisis similaritas. Hasil pengamatan morfologi diskoring dan diubah ke
dalam data biner. Satu sifat diasumsikan dikendalikan oleh satu lokus. Data pita hasil
amplifikasi DNA dengan metode AFLP diterjemahkan kedalam data biner dengan
ketentuan nilai 0 jika tidak ada pita dan nilai 1 jika ada pita. Pita-pita yang terbentuk
dari hasil amplifikasi dianggap sebagai satu karakter. Semua pita DNA dengan laju
migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data AFLP dan data
morfologi dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC,
M-CAG dan M-CAT diolah dengan NTSYSpc versi 2.02i dengan proses Similarity
for Qualitative Data (SIMQUAL) dan dihitung berdasarkan metode Simple Matching
Coefficient (SM) ( Rohlf 1990).
Analisis Gerombol. Data AFLP dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan
tiga primer selektif dan data morfologi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
Sequential Aglomerative Hierarchical and Nested (SAHN) Unweighted Pair Group

16
Method Arithmatic (UPGMA) pada program NTSYSpc versi 2.02i. Hasil analisis
disajikan dalam bentuk dendogram.
Analisis Komponen Utama. Analisis Komponen Utama bertujuan untuk
menyederhanakan variabel sehingga variabel baru menjadi lebih sedikit, namun
informasi yang diperoleh relatif tidak berubah. Analisis Komponen Utama dilakukan
dengan program Minitab 14. Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan AFLP dan
sifat morfologi ditampilkan dalam bentuk plot dua dimensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanda Morfologi
Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap empat aksesi A. annua dan
dua aksesi A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu (Lampiran 1). Pengamatan
morfologi dilakukan terhadap karakter vegetatif saja yaitu warna batang, tipe daun
dan susunan daun pada batang untuk lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
(Tabel 1 ).

Tabel 1 Karakter kualitatif tujuh sampel Artemisia
Warna
Batang
VCOL A. vulgaris coklat terang
VCOS A. vulgaris coklat terang
AHIL
A. annua
hijau
AHUL A. annua
hijau ungu
AHULr A. annua
hijau ungu
AUNL A. annua
ungu
AHUS A. annua
hijau ungu

No Kode
1
2
3
4
5
6
7

Spesies

Tipe Daun
tunggal
tunggal
majemuk ganda 2
majemuk ganda 2
majemuk ganda 2
majemuk ganda 2
majemuk ganda 2

Susunan Daun
pada Batang
selang seling
selang seling
selang seling
selang seling
menyerupai roset
selang seling
selang seling

Pengamatan terhadap karakter morfologi pada tujuh sampel Artemisia
memperlihatkan bahwa pada karakter