Aplikasi PCR berbasis marka sub1 (AEX1 dan RM219) pada seleksi padi BC1F1 Ciherang-Sub1

1

APLIKASI PCR BERBASIS MARKA SUB1 (AEX1 DAN
RM219) PADA SELEKSI PADI BC1F1 CIHERANG-SUB1

EUIS MARLINA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

2

ABSTRAK
EUIS MARLINA. Aplikasi PCR berbasis marka Sub1 (AEX1 dan RM219) pada
seleksi padi BC1F1 Ciherang-Sub1. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HS
dan TRI JOKO SANTOSO.
Cekaman genangan merupakan pembatas ketiga utama dari 42 cekaman
biotik dan abiotik dalam produksi beras. Padi FR13A dapat beradaptasi terhadap

lingkungan yang terkena banjir berlebihan melalui sifat toleran genangan yang
dikontrol oleh suatu lokus tunggal utama (QTL) pada kromosom 9 yang diketahui
sebagai Sub1. Akan tetapi, varietas ini mudah terkena penyakit dan serangan
hama. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang ditujukan memindahkan
gen Sub1 dari kultivar asli ke dalam varietas yang lebih produktif. Pada penelitian
ini, padi Ciherang digunakan sebagai padi pemulih dan F1 Ciherang-Sub1 sebagai
donor Sub1. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan varietas BC1F1 CiherangSub1 hasil persilangan balik antara F1 Ciherang-Sub1 dengan Ciherang melalui
metode persilangan terarah. Seleksi padi BC1F1 dilakukan melalui uji genangan
dan analisis PCR berbasis marka Sub1. Padi BC1F1 yang berhasil diperoleh dan
mengandung gen Sub1 sebanyak 16 tanaman BC1F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dan
22 tanaman BC1F1 Ciherang/IR64-Sub1. Hasil amplifikasi PCR berbasis marka
AEX1 menunjukkan pita DNA untuk gen Sub1A yang berukuran 231 bp. Marka
RM219 dapat membedakan antara tetua Ciherang, donor-Sub1, dan BC1F1
dengan ukuran fragmen DNA sebesar 204 bp dan 194 bp. Akan tetapi,
perbedaannya terlalu kecil hanya berkisar 5-10 bp sehingga sulit menentukan sifat
heterozigot dari padi BC1F1 Ciherang-Sub1 dengan jelas.

3

ABSTRACT

EUIS MARLINA. Application of PCR based Sub1 marker (AEX1 and RM219) in
selection of BC1F1 Ciherang-Sub1 rices. Under the direction of DJAROT
SASONGKO HS and TRI JOKO SANTOSO.
Submergence stress is the third most important limitation to rice production
from 42 biotic and abiotic stresses. FR13A has adapted to excessive flooding
environment by submergence tolerance is controlled by a single major
quantitative trait locus (QTL) on chromosome 9, named Sub1. However, these
varieties are susceptible to diseases and insect pests. It is therefore an attractive
research proposition to transfer Sub1 gene from traditional cultivars into more
productive varieties. In this study, the Ciherang was used as host, and F1
Ciherang-Sub1 was used as donors Sub1. The purpose of this study were to
generate BC1F1 Ciherang-Sub1 varieties from backcross between F1 CiherangSub1 and Ciherang by site-directed crossing methods. Selection of BC1F1 was
done by submergence test and PCR analysis based Sub1 marker. BC1F1
Ciherang-Sub1 was succed in producing and contain Sub1 gene are obtained 16
BC1F1 Ciherang/Swarna-Sub1 and 22 BC1F1 Ciherang/IR64-Sub1 plants.
Results of PCR amplification based AEX1 showed DNA band for Sub1A gene at
231 bp. The rices were containing DNA band belong to submergence tolerance
rices. RM219 marker could distinguished between Ciherang, Sub1 donors, and
BC1F1 Ciherang-Sub1 with DNA fragment at 204 bp and 194 bp. However, the
different is too small, it is ranges of 5-10 bp until difficult to determine clearly

heterozygous of BC1F1 Ciherang-Sub1.

4

APLIKASI PCR BERBASIS MARKA SUB1 (AEX1 DAN
RM219) PADA SELEKSI PADI BC1F1 CIHERANG-SUB1

EUIS MARLINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


5

Judul
Nama
NRP

: Aplikasi PCR Berbasis Marka Sub1 (AEX1 dan RM219) pada Seleksi
Padi BC1F1 Ciherang-Sub1
: Euis Marlina
: G84062155

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.S.
Ketua

Dr. Tri Joko Santoso, M.Si.
Anggota


Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 2 Maret 1988 merupakan
anak tunggal dari pasangan Bapak Miki dan Ibu Nengsih (Alm.). Pendidikan
formal penulis dimulai di SDN Parung Seah 1 Sukabumi (1994-2000). Setelah
menyelesaikan pendidikan dasar penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4
Sukabumi (2000-2003), serta menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 2
Sukabumi (2003-2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah
melewati tahap Tingkatan Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun, penulis
diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kepengurusan
himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia, Community of Research and Education in
Biochemistry (CREBs) sebagai staf divisi Metabolisme (2006/2007) dan sebagai
ketua divisi Biomolekuler (2007/2008). Selain itu, penulis juga aktif di berbagai
acara kepanitiaan, seperti bendahara 2 dalam acara “Pelatihan Hewan Uji Coba”
(2006), ketua medis Masa Pengenalan Departemen Angkatan 44 (MPD ’44)
(2007), ketua divisi konsumsi Seminar K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
(2007), ketua divisi acara pada Seminar Kanker Otak (2008), dan sebagai
sekretaris 1 pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer (LKIP) (2009). Penulis juga
pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapang (PL) di Laboratorium Kultur Jaringan
Plasma Nutfah dan Pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(Balittro), Bogor, pada periode Juli sampai Agustus 2009 dengan judul Aplikasi
Hyponex sebagai Substitusi Hara Makro pada Perbanyakan Tanaman Cincau
Hitam (Mesona palustris).

7

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah berkehendak atas
segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga penulisan karya ilmiah ini

dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan kerja penelitian yang
dilaksanakan mulai bulan Mei sampai September 2010 yang bertempat di
Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen),
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko
Hami Seno, M.S. selaku pembimbing utama yang telah memberikan saran,
bimbingan, dan masukan-masukannya, selain itu penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr. Tri Joko Santoso, M.Si. selaku pembimbing
lapangan atas bimbingan, arahan, serta semangat yang diberikan selama penelitian
dan penyusunan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
Dewi Praptiwi, Ganti Swara Pratama, Joel Rivandi Sinaga, Sugihartati, Taufiq,
dan Diyah Nur Maliki yang selalu membantu dan memberi semangat dalam
proses penelitian ini selama di Laboratorium BB Biogen. Terima kasih kepada
sahabatku Widya Dharma Lubayasari dan Dedi Setiawan atas dukungan, bantuan,
dan semangatnya. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada
kedua orang tua tercinta atas perhatian, motivasi, kasih sayang, dan doanya.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB
Biogen), penulis pada khususnya, dan semua pihak pada umumnya.


Bogor, Januari 2011

Euis Marlina

8

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

ix


PENDAHULUAN .............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi ...........................................................................................
Cekaman Genangan pada Tanaman Padi ..................................................
Gen Pengendali Toleransi Genangan ........................................................
Pengembangan Varietas Padi Toleran Genangan ......................................
Identifikasi Toleransi Genangan Berbantuan PCR dengan Marka
Sub1 ...........................................................................................................
Elektroforesis ............................................................................................

1
3
3
5
6
7


BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ..........................................................................................
Metode Percobaan .....................................................................................

8
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Populasi BC1F1 Ciherang-/Swarna-Sub1 dan BC1F1
Ciherang/IR64-Sub1 ...............................................................................
Seleksi Uji Toleransi Genangan ..............................................................
Isolasi dan Karakterisasi DNA ................................................................
Hasil Seleksi BC1F1 Ciherang-Sub1 dengan Analisis PCR .....................

10
11
13
14


SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16
LAMPIRAN ...................................................................................................... 19

9

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Varietas padi tradisional tahan genangan .....................................................

2

2

Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA daun padi ............................ 14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Padi Ciherang ...............................................................................................

2

2

Keterkaitan sub1A dengan toleransi genangan ........................................

4

3

Contoh padi Swarna, padi Swarna-Sub1, padi IR64-Sub1 ...........................

6

4

Posisi fragmen DNA yang dihasilkan primer Sub1C173F dan
Sub1C173R .................................................................................................

7

5

Diagram metode persilangan terarah .......................................................... 10

6

Pembentukan dan seleksi padi BC1F1 Ciherang-Sub1 ....................................

7

Uji genangan padi BC1F1 Ciherang-Sub1 .................................................. 12

8

Visualisasi hasil pemulihan (recovery) selama 10 hari ............................... 13

9

Hasil elektroforesis padi BC1F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dengan marka

11

AEX1 ............................................................................................................. 15
10 Hasil elektroforesis padi BC1F1 Ciherang/IR64-Sub1 dengan marka
AEX1 ........................................................................................................... 15
11 Contoh hasil elektroforesis padi BC1F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dengan
marka RM219 .............................................................................................. 16
12 Contoh hasil elektroforesis padi BC1F1 Ciherang/IR64-Sub1 dengan
marka RM219 .............................................................................................. 16

10

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Alur penelitian ............................................................................................. 20

2

Pembentukan benih BC1F1 Ciherang-Sub1 ................................................ 21

3

Pengujian toleransi genangan ...................................................................... 22

4

Isolasi DNA ……………………….………………………….........……..

5

Komposisi bufer ekstraksi DNA untuk 500 mL .......................................... 24

6

Varietas-varietas padi hasil persilangan yang mengandung Sub1 ............

7

Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi ........................ 25

8

Hasil seleksi BC1F1 Ciherang-Sub1 dengan marka RM219 ...................... 27

9

Jenis Marka Sub1 ........................................................................................ 28

23

24

2

PENDAHULUAN
Perubahan iklim yang tidak menentu
mendorong pengembangan padi yang toleran
terhadap
cekaman
abiotik,
seperti
kekeringan,
salinitas
tinggi, maupun
genangan atau banjir. Curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan banjir pada areal
pemukiman dan persawahan sehingga
merusak padi dan pada akhirnya terjadi
kegagalan
panen.
Banjir
yang
mengakibatkan cekaman terhadap tanaman
padi di wilayah Asia Selatan dan Tenggara
diperkirakan mencapai 15 juta hektar setiap
tahunnya (Septiningsih et al. 2008). Di
Indonesia potensi areal persawahan yang
terkena cekaman banjir cukup luas sekitar
13,3 juta ha terdiri atas 4,2 juta ha genangan
dangkal, 6,1 juta ha genangan sedang, dan
3,0 juta ha genangan dalam (Nugroho et al.
1993). Terjadinya peningkatan curah hujan
dan kenaikan permukaan air laut akibat
pemanasan global akan mengakibatkan
semakin
bertambahnya
luas
areal
persawahan yang mengalami cekaman
genangan (CGIAR 2006). Oleh karena itu,
dalam rangka ketahanan pangan perlu
dikembangkan padi yang toleran genangan
(Fukao & Bailey 2008).
Penelitian ini merupakan bagian dari
pengembangan padi Ciherang toleran
genangan yang dilakukan secara persilangan
terarah (site-directed crossing) untuk
menghindari produk transgenik yang
pemasarannya terhambat oleh
regulasi
GMO (Genetically Modified Organisms)
yang ketat (Xu et al. 2004, Mackill et al.
2007). Penggunaan padi varietas Ciherang
sebagai tetua pemulih (host) dapat
mengurangi resiko kegagalan panen karena
tahan hama dan penyakit, produktivitas
tinggi, dan waktu tanam lebih pendek.
Aspek-aspek positif tersebut diharapkan
dapat meningkatkan ekonomi petani dan
sekaligus devisa negara jika diekspor, serta
lebih menggairahkan minat pertanian, baik
petani maupun industri, dan sekaligus
mendukung program ketahanan pangan
nasional.
Sebagai tetua donor digunakan padi F1
Ciherang-Sub1 yang membawa gen toleransi
genangan Submergence-1 (Sub1) dari padi
FR13A (Rivandi 2010). Padi F1 CiherangSub1 akan disilangbalikkan (backcross)
dengan Ciherang sehingga dihasilkan
tanaman BC1F1 yang mengandung gen
Sub1. Seleksi dilakukan melalui uji
genangan dan analisis molekuler PCR

berbasis marka AEX1 dan RM219 untuk
melacak keberadaan alel gen Sub1 pada
BC1F1.
Penelitian ini bertujuan memperoleh
tanaman BC1F1 hasil persilangan balik F1
Ciherang/Swarna-Sub1 dan Ciherang/IR64Sub1 dengan Ciherang, serta menyeleksi
tanaman BC1F1 melalui uji genangan dan
analisis molekuler PCR dengan marka Sub1.
Hipotesis penelitian ini adalah tanaman
BC1F1 hasil persilangan balik padi Ciherang
dengan padi donor F1 Ciherang-Sub1 akan
toleran terhadap uji genangan dan hasil PCR
akan menunjukkan DNA yang mengandung
pita Sub1 seperti pada donor, sedangkan hal
ini tidak akan terjadi pada padi Ciherang.
Hasil
penelitian
ini diharapkan
bermanfaat dalam program pembuatan
tanaman padi unggul dan komersial yang
toleran genangan nontransgenik melalui
metode persilangan terarah (site-directed
crossing). Manfaat jangka panjang adalah
meningkatkan produktifitas tanaman padi
secara berkelanjutan untuk menjaga kondisi
ketahanan pangan nasional.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi memegang peranan paling penting
di antara berbagai sumber bahan pangan
lainnya di Indonesia dalam penyediaan
pangan yang mendukung ke arah ketahanan
pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi
rumah tangga petani (Krishnan & Puepke
1983). Tanaman padi (Oryza sativa L.)
diklasifikasikan
dalam
Divisi
Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae,
Kelas
Monocotyledone,
Ordo
Poales/Glumiflorae,
Famili
Graminae,
Genus Oryza, dan Spesies Oryza sativa
(Siregar 1981). Padi yang termasuk ke
dalam genus Oryza, Oryza sativa L.
merupakan salah satu spesies yang
dibudidayakan di Asia sedangkan Oryza
glaberrima
dibudidayakan di Afrika
(Manurung & Ismunadji 1999). Berdasarkan
pengamatan dan studi, diduga Oryza sativa
dan Oryza glaberrima berasal dari leluhur
yang sama, yaitu Oryza perenis Moench
yang habitat asalnya Fondwanaland (Lu &
Chang 1980). Proses evolusi kedua spesies
tersebut berkembang menjadi tiga ras
ekogeografik, yaitu Indika, Japonika, dan
Javanika. Masing-masing ras memiliki
beberapa varietas. Pada ras Indika termasuk
varietas
Cisadane,
Gajah
Mungkur,

2
3

Membramo, dan IR64. Pada ras Japonika
termasuk
varietas
Nipponbare,
Tsukinohikari, Asonohikari, dan Koshikari.
Pada ras Javanika termasuk varietas Rojo
lele, Ciherang, dan Pandan Wangi.
Menurut Manurung dan Ismunadji
(1999), akar tanaman padi digolongkan ke
dalam tipe akar serabut. Akar primer
(radikula)
yang
tumbuh
sewaktu
berkecambah selanjutnya akan digantikan
oleh akar adventif. Menurut Harahap et al.
(1995), daun tanaman padi tumbuh
berselang-seling pada batang, satu daun pada
tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun,
pelepah daun yang membungkus ruas,
telinga daun (auricle), dan lidah daun
(ligule). Daun teratas disebut daun bendera.
Batang terdiri atas beberapa ruas yang
dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan)
tumbuh pada buku. Pada permulaan stadia
tumbuh hanya terdiri atas pelepah-pelepah
daun dan ruas yang tertumpuk padat.
Ciherang merupakan kelompok padi
sawah varietas unggul hasil beberapa kali
persilangan,
yaitu
IR18349-53-1-3-13/IR19661-131-3-1//IR119661-131-31///IR64////IR64 (Gambar 1). Padi Ciherang
memiliki karakteristik umur tanamannya
cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari,
bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai
107 hingga 115 sentimeter, menghasilkan
anakan produktif 14 hingga 17 batang,
warna batang hijau, warna daun hijau, muka
daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun
tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna
gabah kuning bersih, tekstur nasi pulen,
kadar amilosa 23%, bobot 1000 butir 27
hingga 28 gram, rata-rata produksi 5 hingga
8.5 ton/ha, tahan terhadap bakteri hawar
daun (HDB) strain III dan IV, serta tahan
terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Padi
Ciherang mulai diresmikan oleh menteri
pertanian pada tahun 2000 dengan anjuran
cocok ditanam pada musim hujan dan
kemarau dengan ketinggian di bawah 500
meter di bawah permukaan laut (Hermanto
2006).

Gambar 1 Padi Ciherang.

Beberapa varietas padi toleran
genangan telah teridentifikasi (Tabel 1),
namun umumnya kemampuan kombinasi
dan sifat agronominya (tanaman terlalu
tinggi, sensitif penyakit dan hama
serangga, serta produktivitas rendah)
kurang memenuhi untuk kultivasi skala
besar
(Mohanty
et
al.
2000).
Pengembangan padi tahan genangan telah
dilakukan dengan rekayasa genetika yang
menghasilkan tanaman transgenik, namun
hasilnya belum sesuai dengan yang
diharapkan. Kemajuan lebih banyak
dicapai dari conventional breeding.
Kelebihan
pemuliaan
tanaman
menggunakan
metode
conventional
breeding adalah produk berupa nonGMO,
stabilitasnya bisa sampai puluhan tahun,
introduksi sifat spesifik dan selektif, sifat
rekombinan
terarah,
dan
waktu
pengerjaannya relatif singkat yaitu 2
sampai 3 tahun bila mulai dari awal
(Mackill et al. 2007).
Toleransi genangan (Sub1) diambil
dari varietas FR13A yang paling dominan
digunakan dalam pengembangan varietas
padi tahan genangan. FR13A merupakan
varietas lokal India yang berumur pendek
dan berdaya hasil rendah. Padi FR13A
merupakan varietas paling toleran yang
pernah teridentifikasi terhadap cekaman
genangan (Mackill et al. 1999). Pada
varietas FR13A tidak terjadi pemanjangan
batang yang berlebih akibat cekaman
genangan air (Setter et al. 1997). Terdapat
korelasi negatif antara persentase hidup
tanaman dengan pemanjangan batang pada
kondisi tanaman padi tercekam genangan
air selama beberapa hari (Setter &
Laureles 1995). Namun, di antara galur
turunan FR13A ada yang memiliki
kemampuan pemanjangan batang yang
cukup baik, seperti galur IR70213-9-CPA12-UBN-2-1-3-1, yang toleran terhadap
cekaman genangan sesaat (Supartopo et al.
2008, Hairmansis et al. 2008).
Tabel 1 Varietas padi tradisional tahan
genangan (Mohanty et al. 2000,
Sarkar et al. 2006)
Varietas

Negara asal

FR13A
FR43B

India
India

Kurkaruppan
Thavalu
Goda Heenati

Sri Lanka
Sri lanka
Indonesia

34

Cekaman Genangan pada Tanaman Padi
Cekaman merupakan suatu kondisi
lingkungan yang dapat memberi pengaruh
buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan
kelangsungan hidup tanaman (Gardener
1991). Menurut Fallah (2006), pada
umumnya cekaman
lingkungan pada
tanaman dikelompokan menjadi dua, yaitu:
(1) Cekaman biotik yang terdiri atas
kompetisi intra spesies dan antar spesies,
infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2)
Cekaman abiotik berupa suhu (tinggi dan
rendah), air (kelebihan dan kekurangan),
radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi
ionisasi), kimiawi (garam, gas, dan
pestisida), angin, suara, dan sebagainya.
Cekaman genangan terhadap tanaman
padi dapat dikelompokan berdasarkan
durasi
dan
ketinggian
genangan.
Berdasarkan durasi cekaman genangan
dibedakan menjadi genangan sesaat (flash
flood) dan genangan stagnan (stagnant
flood) (Maurya et al. 1988). Genangan
sesaat biasanya terjadi jika tanaman padi
tergenangi air kurang dari dua minggu,
kemudian air surut kembali. Jenis genangan
ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah
hujan, pasang surut, dan tepian sungai. Pada
cekaman genangan stagnan ketinggian air
relatif stabil selama lebih dari tiga minggu
dengan ketinggian yang bervariasi antara
lokasinya. Jenis genangan ini merupakan
tipologi daerah rawa lebak (Nugroho et al.
1993). Berdasarkan ketinggian air yang
menggenangi
tanaman,
genangan
dikelompokan menjadi genangan sebagian
(partial submergence) jika 40-99% bagian
atas tanaman tergenangi air dan genangan
yang
mengakibatkan seluruh bagian
tanaman
tergenangi
air
(complete
submergence). Terkadang banjir dapat
mencapai ketinggian air lebih dari 2 meter
selama
beberapa
minggu
yang
mengakibatkan tanaman padi tergenang
seluruh bagian tanamannya oleh air (Setter
& Laureles 1995).
Menurut Perata dan Voesenek (2007),
salah satu kendala utama dalam produksi
padi adalah tergenangnya padi dalam
genangan air yang berlebihan atau banjir,
terutama di Asia termasuk Indones ia. Hal ini
dikarenakan sistem penanganan irigasi
(curah hujan berlebih, luapan air sungai/laut)
yang belum tertata rapih dan banyak lahan
pertanian pada dataran rendah. Peningkatan
frekuensi banjirnya areal persawahan juga
dapat disebabkan perubahan iklim global
yang akhir-akhir ini sulit diprediksi.

Pada umumnya tanaman padi sensitif
terhadap genangan (Perata & Voesenek
2007). Meskipun padi merupakan tanaman
yang dapat beradaptasi pada kondisi tanah
yang airnya berlebih, namun secara umum
tanaman padi akan mati jika seluruh bagian
tanamannya tergenang selama seminggu (Ito
& Kawano 1999). Tanaman padi yang masih
muda biasanya lebih rentan terhadap
cekaman genangan (Jackson & Ram 2003).
Pada saat tergenang, padi terpapar dengan
berbagai cekaman lingkungan dan biofisik,
diantaranya menurunnya intensitas cahaya
yang diterima dan hambatan laju difusi gas
menuju (O2 dan CO2 ) atau menjauhi (etilen)
tanaman (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al.
2006). Laju difusi gas dalam air 10 000 lebih
lambat dibandingkan di udara (Sarkar et al.
2006).
Pada saat tergenang terjadi keragaman
konsentrasi O2 dan CO2 , yaitu konsentrasi
O2 0.0-0.6 mol m-3 (kesetimbangan di udara
0.24 mol m-3 pada suhu 30ºC) dan
konsentrasi CO2 0.004-0.020 mol m-3
(kesetimbangan di udara 0.01 mol m-3 )
(Sarkar et al. 2006). Tanaman menderita
kekurangan O2 parsial (hipoksia) atau sama
sekali tidak mendapatkan O2 (anoksia)
(Mohanty et al. 2000). Penurunan difusi gas
ini
mengakibatkan
terhambatnya
pertumbuhan, metabolisme, dan daya tahan
tanaman (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al.
2006).
Berkurangnya
persediaan
O2
menghambat proses respirasi sedangkan
kurangnya persediaan CO2 menghambat
proses fotosintesis, dan terhambatnya difusi
etilen mendorong klorosis dan perpanjangan
daun berlebih pada kultivar yang intoleran
(Jackson et al. 1987; Jackson & Ram 2003).
Upaya tanaman dalam merespon
kondisi cekaman genangan dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu pemanjangan bukubuku (internode) sehingga daun mampu
menggapai
permukaan
air
dan
mempertahankan proses fisiologi tanaman
sehingga mampu bertahan dan melanjutkan
kehidupannya (Mackill et al. 1999).
Tanaman padi toleran terhadap cekaman
rendaman
jika
mampu
melanjutkan
kelangsungan hidupnya setelah terendam
seluruh bagian tanamannya selama 10-15
hari.
Gen Pengendali Toleransi Genangan
Ketika tanaman tergenangi air secara
otomatis mereka memberikan respon untuk
meningkatkan pertahanannya. Namun, jika
terlalu lama tergenangi maka tanaman akan

45

layu dan mati. Hal yang sama akan terjadi
pada padi, meskipun padi ditanam dalam air,
namun tanaman muda seringkali terpengaruh
oleh banjir tahunan di lahan pertanian
dataran rendah. Namun, beberapa kultivar
sangat toleran serta dapat bertahan hidup
sampai dua minggu dalam penggenangan
sempurna
berkaitan
dengan
tempat
percobaan kuantitatif utama yang ditunjuk
sebagai Submergence 1 (Sub1). Kenong Xu
dan rekannya dari International Rice
Research Institute (IRRI) di Filipina, dan
University of California's Davis and
Riverside
campuses,
menganalisis
komponen lokus Sub1 dan menemukan
bahwa Sub1A merupakan respon etilen mirip
gen yang mengendalikan toleransi terhadap
genangan pada padi.
FR13A merupakan kultivar toleran
genangan yang paling intensif digunakan
dalam pengembangan padi toleran genangan
(Mohanty et al. 2000). Hasil penelitian
mendapatkan toleransi genangan pada
FR13A terkait dengan quantitative trait loci
(QTL)
mayor yang dikenal dengan
submergence 1 (Sub1) (Xu et al. 2004).
Penggunaan metode QTL telah berhasil
mengidentifikasi gen yang mengatur
toleransi terhadap cekaman rendaman, Sub1
yang pengaruhnya paling kuat terpetakan
pada kromosom 9 berukuran 200 kb, dan
berperan dalam variasi toleransi genangan
kultivar padi toleran Indica dan intoleran
Japonica (Xu & Mackill 1996, Xu et al.
2004; Perata & Voesenek 2007).
Penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa Sub1 pada FR13A mengkode tiga
faktor transkripsi (Sub1A, Sub1B, dan
Sub1C) yang termasuk kelompok B-2
subgrup
Ethylene
Response
Factor
(ERFs)/ethylene-responsive element binding
proteins
(EREBPs)/apetala2-likeproteins
(AP2) (Perata & Voesenek 2007). Sub1A
yang pertama kali ditemukan merupakan
suatu variabel namun dibutuhkan untuk
toleransi terhadap genangan dan ketika
terekspresi lebih dalam padi, gen Sub1A
menyebabkan varietas padi toleran genangan
di air. Gen Sub1A-1 hanya ditemukan dalam
padi toleran genangan, sementara Sub1A-2
berbeda dari Sub1A-1 dengan suatu
perubahan nukleotida tunggal merupakan
versi ketidaktoleransian dari gen tersebut.
Ketika dimasukkan ke dalam varietas padi
Swarna tidak toleran genangan, yang tidak
ada gen Sub1A, ditemukan bahwa hasilnya
tidak hanya toleran genangan air, namun
juga produksi tinggi dan keuntungan

lainnya. Regulasi transkripsi SUB1A dan
SUB1C didapatkan meningkat akibat
genangan. Peningkatan SUB1C berkurang
dengan adanya SUB1A, mengindikasikan
adanya represi SUB1C oleh SUB1A. ERF
ketiga, SUB1B hanya sedikit terpengaruh
oleh genangan (Fukao & Bailey 2008, Perata
& Voesenek 2007).
Hasil survei alel mendapatkan toleransi
genangan terkait dengan alel Sub1A-1 dan
intoleransi genangan terkait dengan alel
Sub1A-2 (Fukao & Bailey 2008, Xu et al.
2004). Transformasi Sub1A-1 pada varietas
Japonica intoleran genangan menghasilkan
tanaman transgenik yang toleran genangan
(Fukao & Bailey 2008, Perata & Voesenek
2007). Introgresi Sub1 (haplotipe Sub1A-1,
Sub1B-1,Sub1C-1) pada intoleran kultivar
Japonica M202 mendapatkan tanaman yang
lebih: toleran terhadap genangan, lambat
penurunan pati dan solubel karbohidratnya,
-amilase dan sukrosa
kecil mRNA
sintasenya,
tinggi
aktivitas
piruvat
dekarboksilase
(Pdc)
dan
alkohol
dehidrogenasenya (Adh), kecil produksi
etilennya, dan berkurang transkripsi gen
ekspansinya (Fukao & Bailey 2008). Datadata fisiologi ini mendukung teori bahwa
strategi pertahanan terhadap genangan
berlangsung melalui konservasi karbohidrat,
represi elongasi sel, dan peningkatan
kapasitas fermentasi (Perata & Voesenek
2007, Fukao & Bailey 2008). Keterkaitan
Sub1 dengan toleransi genangan (Perata &
Voesenek 2006, Fukao & Bailey 2008) telah
dipostulasikan (Gambar 2).

Gambar 2 Keterkaitan
Sub1A dengan
toleransi genangan (Perata &
Voesenek 2007, Fukao & Bailey
2008).

56

Genangan mengakibatkan akumulasi
etilen dalam jaringan tanaman. Etilen
mengaktifkan
transkripsi gen
Sub1A
sehingga terjadi akumulasi protein SUB1A
hasil transkripsi. SUB1A menghambat
ekspansin A (ExpA) dan sukrosa sintase (Sus
3) sehingga menghambat pertumbuhan.
SUB1A meningkatkan transkripsi gen yang
berkaitan dengan fermentasi sehingga terjadi
akumulasi mRNA dan peningkatan aktivitas
Pdc dan Adh. Kondisi Fermentasi akan
membuat glikolisis dapat berlanjut sehingga
menghasilkan ATP untuk bertahan. Namun,
laju produksi etanol tidak jauh berbeda
dengan genotip yang tidak mengandung gen
Sub1A, mengindikasikan bahwa induksi Pdc
dan Adh tidak terlalu krusial.
SUB1A
menghambat gen yang
berkaitan dengan elongasi sel dan
katabolisme karbohidrat. Degradasi pati
mengasilkan sumber glukosa untuk glikolisis
dan pertumbuhan. Padi yang mengekspresi
Sub1A, laju elongasi rendah, pati dan
karbohidrat yang terkumpul dapat digunakan
untuk mempertahankan perlambatan sintesis
ATP melalui fermentasi. SUB1C yang
-amilase (Ramy3D)
mengontrol gen
dihambat oleh SUB1A. Gibberellins (GA)
terlibat dalam regulasi ekspresi Sub1C.
Namun, efek tersebut terhadap ekspresi
Ramy3D bersifat tidak langsung, mengingat
promotor gen ini yang tidak mengandung
elemen GARE yang diperlukan untuk
regulasi GA. Peningkatan regulasi Ramy3D
oleh kandungan gula didapatkan pada
Sub1A-defisien. SUB1A juga bertanggung
jawab pada restriksi feedback produksi
etanol.
Pengembangan Varietas Padi Toleran
Genangan
Berbagai varietas baru tahan genangan
telah dihasilkan (Lampiran 6) melalui
pemuliaan konvensional (Xu et al. 2006,
Sarkar et al. 2006). Namun demikian
produktivitas varietas hasil persilangan
relatif masih kurang tinggi (50%
biasanya setelah 14 hari maka genangan air
dalam bak tersebut dibuang. Setelah itu
tanaman padi yang bertahan tersebut secara
keseluruhan dibiarkan selama 10-21 hari
untuk melakukan recovery (pemulihan).
Kemudian tanaman padi yang pertumbuhan
paling bagus setelah proses recovery
ditumbuhkan dalam ember sampai daunnya
siap untuk isolasi DNA.
Isolasi DNA Padi (Doyle & Doyle 1987)
DNA genom total tanaman padi hasil
persilangan BC1F1 Ciherang-Sub1 di isolasi

dari daun. Isolasi DNA dilakukan melalui
empat tahapan yang meliputi pemanenan,
preparasi ekstrak sel, pemurnian DNA, dan
pemekatan DNA. Tanaman padi yang
berumur 3 minggu dipanen dan dimasukkan
dalam tabung mikro. Pemecahan sel dibantu
dengan cara penggerusan dalam mortar.
Sebanyak 1000 µL buffer ekstraksi CTAB
hingga homogen. Suspensi diinkubasi di
dalam penangas air selama 15 menit suhu
65ºC (setiap 5 menit dikocok dengan cara
tabung dibolak-balik secara perlahan).
Pemurnian DNA dari pengotor dihilangkan
dengan penambahan 100 µL fenol
kloroform isoamilalkohol (PCI) ke dalam
tabung dan dikocok selama 20 detik hingga
merata. Suspensi selanjutnya dis entrifugasi
dengan kecepatan 9449 g selama 10 menit.
Pemekatan DNA dilakukan dengan
menambahkan 500 µL isopropanol ke
supernatan dan dicampur selama 5 menit.
Sampel divorteks dan disentrifugasi kembali
pada kecepatan 9449 g selama 5 menit. Pelet
yang diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol
70%. Campuran disentrifugasi kembali
selama 5 menit pada kecepatan 9449 g. Pelet
selanjutnya dikeringkan di oven suhu 60ºC
selama 10 menit. Pelet yang telah kering
dilarutkan dengan larutan TE (Tris-EDTA)
yang mengandung ribonuklease sebanyak
50-100 µL. Kemudian pelet yang telah
dilarutkan dengan TE diinkubasi suhu 37°C
selama 30 menit.
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian
DNA (Sambrook & Russel 1989)
Konsentrasi DNA ditentukan dengan
spektrofotometer pada 260 nm. Sedangkan
kemurnian DNA diukur pada 260/280 nm.
Sampel DNA sebanyak 2 µL dilarutkan
dalam buffer Tris-EDTA sebanyak 398 µL
ke dalam kuvet sehingga volume akhirnya
400 µL. Kuvet ditutup, dimasukkan dalam
tempat pengukuran dan ditekan tombol
“read sample”. Angka yang muncul pada
layar merupakan konsentrasi dari DNA
sampel yang diukur dan dicatat. Untuk
mengukur kemurnian dari DNA, tombol
“OD 260/280” ditekan sehingga muncul
angka yang merupakan nilai kemurnian dari
sampel DNA. DNA yang sudah diukur
konsentrasinya
diencerkan
sehingga
mendapatkan konsentrasi yang seragam
untuk digunakan dalam analisis PCR.
Kemurnian larutan DNA dapat dihitung
dengan menghitung hasil OD 260 nm dibagi
OD 280 nm. Hasil perbandingan antara 1,82,0 menunjukkan kemurnian yang tinggi.

104

Seleksi PCR dengan Marka AEX1
(Septiningsih et al. 2008)
Hasil isolasi DNA yang akan
diperoleh disamakan terlebih dahulu
konsentrasinya, selanjutnya dilakukan
tahap PCR. Campuran reaksi untuk PCR
terdiri atas 2 µL DNA 50 ng/µL, 2 µL
buffer PCR 10x, 0.6 µL MgCl2 50 mM, 0.4
µL dNTP mix 50 mM, 1 µL masingmasing primer AEX1F ukuran 231 bp
sebagai forward dengan sekuen 5’
AGGCGGAGCTACGAGTACCA 3’ dan
primer AEX1R sebagai reverse dengan
sekuen 5’ GCAGAGCGGCTGCGA 3’
(Septiningsih et al. 2008), 0.16 µL Taq
polymerase, dan 12.84 µL MQ H2 O.
Kemudian dilakukan amplifikasi PCR
dengan kondisi denaturasi awal 94ºC
selama 5 menit, denaturasi 94ºC selama 1
menit, penempelan primer 55ºC selama 1
menit, perpanjangan primer 72ºC selama 2
menit, dan perpanjangan primer akhir 72ºC
selama 5 menit.
Seleksi PCR dengan Marka RM219 (Xu
et al. 2004)
Seleksi keberadaan gen Sub1 juga
dilakukan dengan menggunakan marka
mikrosatelit RM219 dengan campuran
reaksi untuk reaksi terdiri atas 1 µL DNA
50 ng/µL, 2µL bufer PCR 10x, 1.2 µL
MgCl2 50 mM, 0.4 µL dNTP mix 50 mM,
1 µL masing-masing primer forward
RM219
dengan
sekuen
5’
CGTCGGATGATGTAAAGCCT 3’ dan
primer reverse RM219 dengan sekuen 5’
CATATCGGCATTCGCCTG 3’, 0.16 µL
Taq polymerase, dan 12.84 µLMQ H2 O.
Selanjutnya dilakukan amplifikasi PCR
seperti pada marka AEX1.
Elektroforesis Produk PCR (Septiningsih
et al. 2008)
Ukuran produk PCR selanjutnya
dapat dianalisis dengan elekroforesis.
Sebanyak 2% gel agarosa dan 1x buffer
TAE (Tris Acetic Acid EDTA) dimasukkan
ke dalam cetakan. Setelah gel agarosa
memadat kemudian dimasukkan ke dalam
tangki elektroforesis yang berisi 1x buffer
TAE. Sebanyak 10 µl produk PCR dari
masing-masing
sampel
ditambahkan
dengan 2 µl loading dye dan dicampur
sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam
sumur di dalam gel. Penentuan ukuran dari
produk PCR disertakan juga DNA standar
(100 bp ladder) sebagai pembanding.

Sampel dielektroforesis dengan tegangan
80 volt selama kurang lebih 1.5 jam.
Setelah itu, gel agarosa diwarnai dengan
larutan etidium bromida (10 mg/L) selama
10 menit dan dicuci dengan air selama 1020
menit.
Gel agarosa kemudian
divisualisasi dengan Chemidoc gel system
(Biorad).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Populasi BC1F1
Ciherang/Swarna-Sub1 dan BC1F1
Ciherang/IR64-Sub1
Pembentukan
populasi
BC1F1
Ciherang-Sub1 dari penelitian ini merupakan
penggabungan sifat yang dimiliki dari dua
jenis
tetua
yang
berbeda.
Proses
pembentukan populasi BC1F1 tersebut
dilakukan melalui proses persilangan antara
kepala putik dengan benang sari sehingga
dapat dihasilkan embrio yang akan
berkembang menjadi benih. Menurut Welsh
(1981), penggabungan sifat yang berbeda
dari kedua tetua pada BC1F1 terjadi secara
acak, sehingga kombinasi sifat yang
dihasilkan bersifat lebih menguntungkan
dari kedua tetuanya. Keturunan yang
dihasilkan akan memiliki sifat baru yang
berbeda dengan kedua induknya. Keturunan
BC1F1 yang dihasilkan bersifat heterozigot.
Hasil persilangan antara Ciherang (host)
dengan F1 Ciherang-Sub1 (donor) akan
menghasilkan populasi BC1F1 dengan
komposisi gen 75%:25%. Secara teori gen
dari kedua tetua telah bersegregasi dalam
tanaman BC1F1 dengan komposisi gen
Ciherang paling banyak terkandung pada
populasi BC1F1 Ciherang-Sub1 (Gambar 5).

Gambar 5 Diagram metode persilangan
terarah.

5
11

Pembentukan benih BC1F1 CiherangSub1 merupakan suatu proses penyilangan
balik (backcross) antara tanaman tetua
Ciherang (nontoleran genangan) dengan
tanaman
F1
Ciherang-Sub1
(toleran
genangan atau donor Sub1) (Gambar 6).
Metode yang digunakan dalam proses
penyilangan ini adalah metode persilangan
terarah (site-directed crossing). Metode
persilangan terarah ini lebih dikenal dengan
nama marker-assisted backcrossing (Lu &
Chang 1980, Mackill et al. 2007). Metode
persilangan terarah merupakan alternatif
yang dapat digunakan untuk mengintroduksi
sifat tertentu secara spesifik tanpa harus
melalui rekayasa genetika yang dapat
menghasilkan tanaman transgenik (Xu et al.
2004, Mackill et al. 2007). Penyilangan
balik tanaman F1 Ciherang-Sub1 terhadap
Ciherang ditujukan agar tanaman BC1F1
Ciherang-Sub1 yang dihasilkan memiliki
sifat yang dimiliki oleh Ciherang, seperti
produktivitas padi yang dihasilkan tinggi
dan tahan terhadap penyakit.
Proses penyilangan yang dilakukan
untuk menghasilkan tanaman BC1F1
Ciherang-Sub1 perlu perhatian yang khusus,
salah
satunya
waktu
penyilangan.
Persilangan dilakukan ketika pembungaan
antara tetua jantan dan tetua betina memiliki
waktu yang sama. Oleh karena itu,
pengaturan dan penghitungan jarak waktu
tanam perlu dilakukan agar kedua tetua
dapat
berbunga
secara
bersamaan.
Persilangan antara Ciherang dengan F1
Ciherang/IR64-Sub1 terjadi lebih awal
dengan masa berbunga ±86 hari, sedangkan
persilangan antara Ciherang dengan F1
Swarna-Sub1 memiliki masa berbunga ±104
hari.
Faktor lain yang mempengaruhi
tingkat keberhasilan proses penyilangan
adalah proses kastrasi. Tetua betina (padi
Ciherang) harus benar-benar bersih dari
kandungan benang sari agar tidak terjadi
penyerbukan sendiri. Apabila padi Ciherang
ini melakukan penyerbukan sendiri maka
padi yang dihasilkan adalah padi Ciherang
bukan padi BC1F1 Ciherang-Sub1. Proses
penyilangan
yang
dilakukan
dalam
penelitian ini dapat dikatakan berhasil.
Sepuluh tanaman padi Ciherang yang
disilangkan dengan sepuluh tanaman padi F1
Ciherang-Sub1 dapat menghasilkan cukup
banyak benih padi BC1F1 Ciherang-Sub1.
Jumlah benih BC1F1 Ciherang/Swarna-Sub1
yang dihasilkan dari proses penyilangan ini
sebanyak 147 benih, sedangkan benih

BC1F1 Ciherang/IR64-Sub1 sebanyak 124
benih. Benih yang dihasilkan dari
persilangan memiliki bentuk ramping
panjang tanpa kulit luar. Benih-benih
tersebut kemudian ditumbuhkan untuk
menghasilkan
tanaman
utuh
BC1F1
Ciherang-Sub1 (Gambar 6).
2

1

3

Ciherang (host)

F1Ciherang-Sub1

4

5

6

Gambar 6 Pembentukan dan seleksi padi
BC1F1
Ciherang-Sub1.
(1)
Tetua host betina Ciherang
dengan donor F1 Ciherang-Sub1
yang telah dikastrasi; (2) Bunga
padi yang telah diserbuki tepung
sari dari bunga jantan dan
ditutup dengan kertas minyak;
(3)
Benih
BC1F1
hasil
persilangan; (4) Benih ditanam
pada petri dan bak kecil; (5)
Pengujian
genangan;
(6)
Populasi
tanaman
BC1F1
Ciherang-Sub1 dalam ember.
Seleksi Uji Toleransi Genangan
Tanaman padi pada umumnya dapat
beradaptasi terhadap lingkungan yang
terkena cekaman genangan, seperti lahan
yang terkena banjir berlebihan. Respon
tanaman padi terhadap lingkungan yang
seperti itu akan melakukan dua proses
pertahanan, yaitu pemanjangan sel tanaman
dan toleran terhadap cekaman genangan
tersebut
(Fukao
&
Bailey
2008).
Pemanjangan sel tanaman di bawah kondisi

6

7

14
1

DNA padi Ciherang. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah DNA yang diperoleh dari
hasil isolasi jumlahnya sedikit. Nilai
konsentrasi ini sangat berpengaruh terhadap
proses selanjutnya yaitu analisis PCR.
Konsentrasi masing-masing sampel harus
disamakan dalam analisis PCR agar jumlah
DNA yang teramplifikasikan relatif sama.
Oleh karena itu, dilakukan pengenceran pada
semua sampel hingga 50 µg/mL. Nilai
kemurnian yang diperoleh juga memberikan
hasil yang berbeda. Sampel DNA yang
memiliki nilai kurang dari 1.8 (seperti pada
Ciherang) menunjukkan sampel DNA
mengalami kontaminasi protein sedangkan
nilai kemurnian lebih dari 2.0 menunjukkan
adanya kontaminasi oleh RNA (Sambrook &
Russel 1989).
Tabel

2

Pengukuran konsentrasi dan
kemurnian DNA daun padi

Varietas padi
Ciherang (Cih)
Swarna-Sub1
IR64-Sub1
BC1F1
Cih/Swarna-Sub1 1
BC1F1
Cih/Swarna-Sub1 2
BC1F1
Cih/Swarna-Sub1 3
BC1F1 Cih/IR64Sub1 1
BC1F1 Cih/IR64Sub1 2
BC1F1 Cih/IR64Sub1 3

Konsentrasi
(µg/mL)
524.7117
1045.3893
860.4125
3575.0753

A 260/280

4585.5420

1.5

4512.3892

1.5

4121.3164

1.9

2358.7227

1.8

1573.6383

1.9

1.6
2.0
1.9
1.6

Hasil Seleksi BC1F1 Ciherang-Sub1
dengan Analisis PCR
Marka Sub1A (AEX1)
Tanaman BC1F1 Ciherang-Sub1 yang
telah diseleksi dari uji toleran genangan
perlu diuji lebih lanjut melalui analisis PCR.
Tanaman BC1F1 Ciherang-Sub1 yang
diduga telah terintrogresi gen Sub1 dari
tanaman tetua Ciherang/Swarna-Sub1 dan
Ciherang/IR64-Sub1 perlu ditentukan secara
spesifik bahwa tanaman tersebut telah
mengandung gen Sub1. Analisis PCR yang
pertama kali dilakukan adalah seleksi
tanaman padi BC1F1 Ciherang-Sub1 dengan
marka Sub1A (AEX1). Marka ini digunakan
untuk
menyeleksi
tanaman
BC1F1

Ciherang-Sub1 yang mengandung gen
Sub1A. Menurut Septingsih et al. (2008),
SNP
(Spesific
Single
Nucleotide
Polymorphism) dalam daerah pengkodean
Sub1A menyebabkan terjadinya substitusi
asam amino (nontoleran: CCG=prolin;
toleran: TCG=serin) yang ditargetkan untuk
desain marka. Marka AEX1 merupakan
pengembangan primer PCR dengan SNP
pada ujung 3’. Marka tersebut secara
spesifik dirancang untuk alel toleran
(IR40931). Primer marka AEX1F sebagai
forward
dengan
sekuen
5’
AGGCGGAGCTACGAGTACCA
3’.
Primer AEX1F berukuran 231 bp dengan
nilai Tm sebes