Effect of Turmeric (Curcuma longa Linn.) Ethyl Acetate Fraction Ointment in Wound Healing Process of Hiperglicemic Mice (Mus musculus albinus)

PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) TERHADAP
PERSEMBUHAN LUKA MENCIT (Mus musculus albinus)
HIPERGLIKEMIK

ERYASIH SETYORINI

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil
Asetat Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap Persembuhan Luka
Mencit (Mus musculus albinus) Hiperglikemik adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2010

Eryasih Setyorini
B04052643

ABSTRAK

ERYASIH SETYORINI. Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Rimpang
Kunyit (Curcuma longa Linn.) Terhadap Persembuhan Luka Mencit (Mus
musculus albinus) Hiperglikemik. Dibimbing oleh WIWIN WINARSIH dan SRI
ESTUNINGSIH.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rimpang
kunyit (Curcuma longa Linn.) yang difraksi menggunakan pelarut etil asetat
dalam bentuk sediaan salep terhadap persembuhan luka mencit (Mus musculus
albinus) hiperglikemik. Sebanyak 30 ekor mencit digunakan pada penelitian ini.
Mencit diinduksi hiperglikemik menggunakan STZ dengan dosis 40 mg/kgBB.
Mencit dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif
luka tidak diberi pengobatan, kelompok kontrol positif yang diberi salep komersil,

dan kelompok diberi salep fraksi etil asetat rimpang kunyit. Mencit dilukai
menggunakan scapel pada bagian punggung sepanjang 1,5 cm. Pengamatan
patologi anatomi dilakukan setiap hari dengan pengamatan panjang luka,
lama/waktu luka, warna luka, dan keropeng dari luka. Pengamatan histopatologi
anatomi dilakukan pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan 21. Peubah yang diamati pada
pengamatan histopatologi adalah jumlah sel polimorfonuklear (neutrofil), jumlah
makrofag, jumlah neovaskularisasi, persentase reepitelisasi, dan persentase luasan
jaringan ikat kolagen. Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa
pemberian salep fraksi etil asetat rimpang kunyit memiliki efek anti peradangan
yang lebih baik, mempercepat proses neovaskularisasi dan reepitelisasi
dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Kata kunci : Persembuhan luka, etil asetat, hiperglikemik.

ABSTRACT
ERYASIH SETYORINI. Effect of Turmeric (Curcuma longa Linn.) Ethyl Acetate
Fraction Ointment in Wound Healing Process of Hiperglicemic Mice (Mus
musculus albinus). Under the direction of WIWIN WINARSIH and SRI
ESTUNINGSIH.
The aim of this research was to know the effect of turmeric (Curcuma
linga Linn.) etil asetat fraction ointment in wound healing of hiperglicemic mice

(Mus musculus albinus). Thirty mice were infected with 40 mg/kgbw of
streptozotocin to induced hiperglicemic. Mice were divided into three groups,
which were negative control without treatment, positive control was treated with
the comersil ointment and the group with the etil asetat turmeric rhizomes
fraction ointment treatment. Mice were wounded by scalpel blade on the their
dorsoanterior skin of mice around 1.5 cm. The pathology-anatomy of the wound
healing procces were observed everyday with wound size, wound colour, wound
exudation, and scab formation as the parameter. The histopathology lesion were
observed on the 2nd, 4th, 7th, 14th, and 21th days after skin incision. The parameter
on the histopathology observation are number of polymorfonuclear cell
(neutrofil), macrophag, neovascullary formation, the precentation of wound
reepitelization and the percentation of collagen connective tissue. The
histopathology observation of etil asetat turmeric rhizomes fraction ointment had
anti inflamantory activity as well as neovascularization and reepithelization
were faster than the other groups.
Keyword: Wound healing, etil asetat, hiperglicemic.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bnetuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) TERHADAP
PERSEMBUHAN LUKA MENCIT (Mus musculus albinus)
HIPERGLIKEMIK

ERYASIH SETYORINI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan


DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi

: Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) terhadap Persembuhan Luka Mencit (Mus
musculus albinus) Hiperglikemik

Nama

: Eryasih Setyorini

NRP

: B04052643


Disetujui

Dr. Drh. Wiwin Winarsih, MSi, APVet.

Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi, APVet.

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui

Dr. Dra. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,

Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Salam dan Shalawat
semoga tetap tercurah kepada Rasul kita, teladan kita, penghulu para nabi,
Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam beserta keluarga dan sahabatnya serta
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Allhamdulillah berkat rahmatdan kekuatan dariNya lah penyusun akhirnya
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ’Pengaruh Pemberian Fraksi Etil
Asetat Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap Persembuhan Luka
Mencit (Mus musculus albinus) Hiperglikemik’. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi syarat dalam menempuh ujian Sarjana Kedokteran Hewan, di Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi segenap kalangan yang membutuhkan.

Bogor, September 2010

Penulis


UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapka kepada :
1. Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi. APVet. dan Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi.
APVet. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu,
memberikan pengarahan, dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. drh. Dewi Ratih Agungpriono, MSi. APVet. selaku pembimbing
akademik yang memberikan perhatiannya kepada penulis.
3. Dr. Dra. Nastiti Kusumorini dan Dr. drh. Agatha Winny K. Sanjaya MS.
selaku

dosen

penguji

yang

telah


memberikan

masukan

demi

kesempurnaan penulisan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen dan Staff Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang
telah membimbing dan membantu penulis.
5. drh. Mawar Subangkit, Pak Endang, Pak Kasnadi, dan Pak Sholeh yang
telah membantu selama bekerja di Laboratorium Patologi.
6. Nirna Fitri, rekan kerja selama Penelitian dan Penyusunan Tugas Akhir.
Terima kasih atas ilmu, saran, dukungan, kebersamaan, dan perhatiannya
selama ini.
7. Ir. Toto Prasetyo dan Ir. Sri Erita Aprillani, yang telah mendidik dan
membesarkan penulis, serta selalu memberikan dukungan dan doa dalam
setiap langkah penulis.
8. H. Roestono Singadirana, atas perhatian dan doanya kepada cucu tercinta.

9. Billy Septian Arinditya. Terima kasih telah menjadi sahabat hidup yang
selalu ada di saat senang maupun sedih, terima kasih atas kasih sayang,
motivasi, dukungan, semangat, dan perhatiannya.
10. Fadila Karunina, terima kasih telah menjadi saudara menyenangkan yang
selalu memberikan keceriaan dan dukungan.

11. Dewi Indah Ayu Diantiningrum, Retno Wulandari, Nova Pandu
Sulistiyawati, dan Istifharany Wahyudina, terima kasih atas pengertian,
kesabaran, pengorbanan, nasihat, dan kebersamaannya selama ini.
12. Rekan-rekan Aesculapius 43 sebagai teman seperjuangan, terima kasih
atas kebersamannya.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga kerjasama, motivasi, dan segenap bantuan yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT. Amiin.

Bogor, September 2010

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Februari 1987. Penulis adalah
anak kedua dari pasangan Ir. Toto Prasetyo dan Ir. Sri Erita Aprillani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Mexindo Bogor
(1992-1993), pendidikan dasar di SD Negeri Polisi 1 Bogor (1993-1999),
pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor (1999-2002), dan
pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 5 Bogor (2002-2005).
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun
2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), kemudian
penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan, penulis aktif dalam Himpunan Minat dan Profesi Hewan
Kesayangan, Satwa Akuatik, dan Eksotik (Himpro HKSA).

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. i
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................ 2
Perumusan Masalah ............................................................................ 2
Manfaat Penelitian ............................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
Kunyit ...................................................................................................... 3
Pertelaan Tanaman Kunyit .................................................................. 3
Kurkumin ............................................................................................. 4
Taksonomi Tanaman Kunyit ................................................................ 5
Manfaat rimpang Kunyit ...................................................................... 5
Larutan Penyari ........................................................................................... 7
Etil Asetat............................................................................................. 7
Salep ............................................................................................................ 8
Mencit ......................................................................................................... 10
Taksonomi Mencit ............................................................................... 11
Hiperglikemia ............................................................................................. 11
Kulit ............................................................................................................ 13
Definisi Kulit........................................................................................ 13
Integementum Mamalia ....................................................................... 16
Persembuhan Luka ...................................................................................... 18
Definisi Persembuhan Luka ................................................................. 18
Proses Persembuhan Luka ................................................................... 18

BAHAN DAN METODE .......................................................................... 21
Waktu dan Tempat ...................................................................................... 21
Alat dan Bahan ............................................................................................ 21
Hewan Percobaan ................................................................................. 21
Pelarut dan Bahan Lainnya .................................................................. 21
Alat ....................................................................................................... 21
Metodologi .................................................................................................. 22
Pembuatan Salep Ekstrak Etil Asetat Kunyit....................................... 22
Perlakuan Pada Mencit......................................................................... 22
Pengamatan Patologi Anatomi ............................................................. 23
Pembuatan Sediaan Haematoxillin Eosin ............................................ 23
Pembuatan Sediaan Masson-Trichome ................................................ 24

ii

Pengamatan Histopatologi ................................................................... 25
Analisa Data ......................................................................................... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 26
Pengamatan Patologi Anatomi ............................................................. 26
Pengamatan histopatologi .................................................................... 28
Sel Polimorfonuklear (neutrofil) .......................................................... 31
Makrofag .............................................................................................. 33
Neovaskularisasi .................................................................................. 34
Reepitelisasi ......................................................................................... 36
Jaringan Ikat Kolagen .......................................................................... 37
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 42
Kesimpulan .......................................................................................... 42
Saran..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 40
LAMPIRAN ............................................................................................... 41

iii

DAFTAR TABEL

Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Halaman
Etil Asetat ..................................................................................... 8
Klasifikasi Salep........................................................................... 9
Tahapan Persembuhan Luka ........................................................ 19
Gambaran PA persembuhan luka pada mencit ............................ 26
Rataan jumlah sel polimorfonuklear (neutrofil)........................... 32
Rataan jumlah makrofag .............................................................. 33
Rataan jumlah neovaskularisasi ................................................... 35
Rataan persentase jumlah reepitelisasi ......................................... 36
Rataan persentase jumlah jaringan ikat kolagen .......................... 38

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Halaman
Struktur Kurkumin ............................................................................ 4
Tanaman Kunyit ................................................................................ 6
Kunyit ............................................................................................... 6
Struktur Kimia Etil Asetat................................................................. 7
Struktur Molekul Etil Asetat ............................................................. 8
Mencit ............................................................................................... 10
Penampang Kulit ............................................................................... 13
Struktur Histologi Kulit .................................................................... 15
Mencit dalam Kandang ..................................................................... 22
Gambaran mikroskopis luka pada hari ke-2...................................... 29
Gambaran mikroskopis luka pada hari ke-21.................................... 30
Sel neutrofil ...................................................................................... 31
Makrofag ........................................................................................... 34
Neovaskularisasi ............................................................................... 35
Reepitelisasi dan jaringan ikat kolagen ............................................. 39


 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hiperglikemi adalah istilah medis untuk kondisi gula darah (glukosa) yang
tinggi. Dalam waktu tertentu, hiperglikemi yang berkepanjangan dapat mengarah
ke penyakit diabetes (Anonim 2010). Menurut American Diabetes Association,
hiperglikemia bisa dialami oleh penderita diabetes sewaktu-waktu. Gejala-gejala
hiperglikemi penting untuk dikenali, karena jika tidak ditangani dengan baik dapat
memicu kondisi yang lebih parah. Menurut Robertson (2004), penyakit diabetes
mempunyai dampak negatif yaitu dapat menimbulkan kerusakan yang cukup
parah. Salah satu kerusakan yang cukup serius adalah kelainan dan luka pada kulit
yang sulit untuk disembuhkan serta membutuhkan waktu yang lama, sehingga
diperlukan pengobatan yang tepat dan akurat untuk mengatasi masalah ini.
Tanaman telah menjadi sumber obat-obatan yang penting dalam peradaban
umat manusia, karena lebih dari 60% obat-obatan berasal dari tumbuhan. Dari
yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional,
salah satunya adalah kunyit (Syukur 2002 dalam Hidayat 2008).
Kunyit (Curcuma longa Linn.) atau (Curcuma domestic Val.) termasuk
salah satu tanaman rempah dan obat yang tergolong famili Zingiberaceae. Tinggi
tanaman ini dapat mencapai 100 cm, memiliki batang semu, tegak, bulat,
membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan (Anonim 2009). Tanaman ini
dapat hidup di daerah tropis yaitu di Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan,
Indonesia, dan Filipina (Depkes RI 1989).
Kunyit mempunyai banyak khasiat, diantaranya dapat digunakan sebagai
pelengkap bumbu masakan, jamu, atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan,
selain itu juga dapat berguna sebagai antiseptik untuk luka, antikoagulan,
menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat penyakit
hati, sariawan (Anonim 2009). Hal ini menjadi alasan untuk mengetahui lebih
lanjut penggunaan kunyit sebagai obat persembuhan luka pada penelitian ini.


 

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari pemberian fraksi
kunyit dengan pelarut etil asetat dalam bentuk salep pada proses persembuhan
luka yang diamati secara patologi anatomi dan histopatologi.

Perumusan Masalah
Penelitian mengenai aktivitas kunyit secara in vitro sebagai obat
persembuhan luka pada kasus hiperglikemia masih sedikit, dan belum ada
penelitian mengenai aktivitas sediaan salep kunyit dalam persembuhan luka. Oleh
karena itu, masih perlu dicari pelarut terbaik yang dapat menarik zat-zat aktif dari
kunyit yang dapat memberikan efek maksimal sebagai penyembuh luka pada
penyakit hiperglikemia. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui
perbandingan dari yang tidak diobati, diberi kandungan obat lain, dan dari sediaan
salep kunyit dengan pelarut etil asetat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dunia kedokteran baik
kedokteran hewan maupun kedokteran manusia dalam permasalahan persembuhan
luka pada kulit akibat hiperglikemia. Selain itu, juga untuk memanfaatkan plasma
nutfah yang ada di Indonesia dalam menyediakan obat yang mudah didapat dan
terjangkau harganya.
 
 
 
 
 
 
 
 


 

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit
Pertelaan Tanaman Kunyit
Kunyit merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan
masyarakat. Rimpang kunyit terutama digunakan untuk keperluan dapur (bumbu,
zat warna makanan), kosmetika maupun dalam pengobatan tradisional. Kunyit
tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae Turmeric (Inggris),
Kurkuma (Belanda), Kunyit (Indonesia dan Malaysia), Kunir (Jawa), Koneng
(Sunda), Konyet (Madura) (Anonim 2008).
Kunyit yang mempunyai nama latin Curcuma domestica merupakan
tanaman yang mudah diperbanyak dengan rimpang ukuran 2-5 cm. Bibit rimpang
harus cukup tua dan kunyit dapat tumbuh dengan baik di tanah yang tata
pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di
tempat yang sedikit terlindung. Untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar
diperlukan tempat yang lebih terbuka. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai
kuning jingga (Winarto 2003).
Kunyit berasal dari India, namun sudah menyebar ke seluruh dunia
terutama di kawasan tropis. Di Indonesia pada umumnya dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik. Tanaman berumpun ini memiliki batang semu yang
tersusun dari pelepah daun dengan tinggi 100 cm. Daun berbentuk bulat telur
memanjang, berwarna hijau muda, penyusun daunnya bertingkat-tingkat, setiap
tanaman memiliki sekitar 10 helai daun (Winarto 2003). Kunyit mengandung
senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri
dari kurkumin , desmetoksikumin, dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat
manfaat lainnya. Kandungan Zat : Kurkumin : R1 = R2 = OCH3 10 %,
Demetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H 1 - 5 %, Bisdemetoksikurkumin: R1 =
R2 = H sisanya Minyak atsiri / Volatil oil ( Keton sesquiterpen , turmeron ,
tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren , sabinen , borneol dan sineil ), Lemak 1
-3 %, Karbohidrat 3 %, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, Garam-garam
Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) (Anonim 2008).

4
 

Bebeerapa kandunngan kimia ddari rimpangg kunyit yanng telah dikeetahui yaitu
m
minyak
atsirri sebanyak 6% yang teerdiri dari goolongan sennyawa monooterpen dan
s
sesquiterpen
n (meliputi zingiberen,
z
alfa, dan beta-turmeronne), zat warrna kuning
y
yang

disebbut

kurkum
minoid

sebanyak

5%

(meliputi

kurkumin

50-60%,

m
monodesmet
toksikurkum
min dan biddesmetoksikuurkumin), prrotein, fosfo
or, kalium,
b dan vitaamin C (Anoonim 2008).
besi
Dari ketiga seenyawa kuurkuminoid tersebut, kkurkumin merupakan
m
k
komponen
teerbesar. Seriing kadar tottal kurkumin
noid dihitungg sebagai % kurkumin,
k
karena
kand
dungan kurk
kumin palinng besar diibanding koomponen kuurkuminoid
l
lainnya.
Kaarena alasann tersebut beberapa
b
peenelitian baaik fitokimiia maupun
f
farmakologi
i lebih ditekaankan pada kurkumin
k
(A
Anonim 20088).

K
Kurkumin
Gambar 1).
Kurkkumin adalahh senyawa aaktif yang diitemukan paada kunyit (G
Z ini adalaah polifenol dengan rum
Zat
mus kimia C21
at memiliki
2 H20O6. Kurrkumin dapa
d bentuk tautomer, yaitu keton ddan enol. Strruktur ketonn lebih domiinan dalam
dua
b
bentuk
padaat, sedangkann struktur ennol ditemukaan dalam benntuk cairan. Kurkumin
d
dikenal
kareena sifat antittumor dan anntioksidan yang
y
dimilikiinya (Anonim 2009).

Gamb
bar 1 Strukttur Kurkuminn (Anonim 22009)


 

Taksonomi Tanaman Kunyit
Klasifikasi ilmiah tanaman kunyit (Gambar 2) adalah sebagai berikut:
Kerajaan
Divisio
Kelas
Subkelas
Ordo
Familia
Genus
Spesies

: Plantae
: Magnoliophyta
: Liliopsida
: Zingiberidae
: Zingiberales
: zingiberaceae
: Curcuma
: Curcuma longa Linn.
(Linnaeus 1758 dalam Winarto 2003)

Manfaat Rimpang Kunyit
Kunyit memiliki kandungan utama kurkumin dan minyak atsiri, berfungsi
untuk pengobatan hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan, anti mikroba
(broad spectrum), anti kolesterol, anti HIV, anti tumor (menginduksi apoptosis),
menghambat perkembangan sel tumor payudara (hormone dependent and
independent), menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar (dosedependent), anti invasi, anti rheumatoid arthritis (rematik), mempunyai prospek
yang cerah pada sektor industri hilir dalam berbagai bentuk (ekstrak, minyak, pati,
makanan/minuman, kosmetika, dan produk farmasi). Kunyit dapat digunakan
sebagai pengobatan diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, sakit keputihan,
haid tidak lancar, perut mulas saat haid, memperlancar ASI, amandel, berak
lendir, morbili, cangkrang (Tilaar 2002).


 

Gambar 2 Tanaman kunyit (www.kacierkusuma.wordpress.com 2010)

Selain itu, rimpang kunyit (Gambar 3) terutama digunakan untuk
keperluan dapur (bumbu, zat warna makanan), kosmetika maupun dalam
pengobatan tradisional. Secara tradisional, air rebusan rimpang yang dicampur
dengan gambir digunakan sebagai air kumur mulut untuk gusi bengkak. Kunyit
juga dapat digunakan untuk perawatan rambut supaya terbebas dari ketombe.
Kunyit juga dapat menyembuhkan diare, jerawat, perawatan kulit, rematik, borok,
dan hepatitis (Araujo dan Leon 2001).

Gambar 3 Rimpang kunyit (www.sunartoedris.wordpress.com 2010)


 

Larutan Penyari
Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3
(Gambar 4 dan Gambar 5). Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam
asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa
ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili
asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut (Anonim 2008).

Gambar 4 Struktur kimia etil asetat (www.chem-is-try.org 2010)

Etil Asetat merupakan pelarut polar menengah yang volatil (mudah
menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima
ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak
adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom
elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air
hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar.
Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa
ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam (Tohir 2005).
Etil asetat (Tabel 1) disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam
asetat dan etanol, biasanya disertai katalis asam seperti asam sulfat. Etil asetat
dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan
etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis
karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer (Tohir
2005).

8
 

Untuuk memperoleh rasio hassil yang tingggi, biasanyaa digunakann asam kuat
d
dengan
pro
oporsi stoikkiometris, misalnya natrium
n
hiddroksida. Reaksi
R
ini
m
menghasilka
an etanol daan natrium aasetat, yang tidak dapatt bereaksi laagi dengan
e
etanol
(Tohiir 2005) :
CH3CO
C 2C2H5 + NaOH
N
→ C2H5OH + CH
H3CO2Na

Gaambar 5 Sttruktur molekkul etil asetaat
(ww
ww.wiro-pharrmacy.blogsspot.com 20110)

T
Tabel
1 Etil Asetat
N
Nama
Sistem
matis

Etil Etanoat
E
Etil Asetat
A

N
Nama
alternnative

Etil Ester
E

R
Rumus
moleekul

C4H8O2

M
Massa
molarr

88.122 g/mol

D
Densitas
dann fase

0.8977 g/cm³

T
Titik
lebur

−83.66 °C (189.55
5 K)

T
Titik
didih

77.1 °C (350.25 K)
K

Cairan
P
Penampilan

Tak B
Berwarna

Sumber : www.wiro-ph
w
harmacy.bloogspot.com (2010)
2

S
Salep
Menuurut Voight (1994), saleep atau ungu
uentum adalaah bentuk seediaan obat
y
yang
digunaakan untuk penerapan
p
paada kulit seh
hat, sakit, terluka atau paada selaput
l
lendir
(hidunng, mata). Kadar
K
obat yyang ditambaahkan ke dalam dasar saalep adalah
10% kecualii untuk salepp yang menggandung obaat bius atau oobat keras. Bahan
B
dasar
d
dalam
pembbuatan salepp atau dasarr salep haru
us memiliki syarat-syarrat tertentu
s
seperti
haruus stabil (ffisik dan kiimia), warn
na dan bauu harus stabbil selama
p
penyimpana
an atau pemakaian, haruus dapat diccampur denggan semua obat,
o
harus
h
halus
dan liicin sehingga mudah diooleskan pad
da kulit, mem
miliki daya kerja yang


 

baik untuk kulit kering dan berlemak, tidak mengiritasi kulit, tidak mudah tengik,
dan harus mudah dipakai. Menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006), bahan obat
yang digunakan harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok. Homogen berarti jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lainnya yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen.
Fungsi dari salep bermacam-macam, yaitu sebagai pembawa (vehicle)
yang berarti sebagai pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai
pelumas (emollient) pada kulit dan sebagai pelindung (protective), yang artinya
salep berfungsi untuk mencegah kontak permukaan kulit dengan rangsangan dari
luar. Klasifikasi salep disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Salep
Kategori
Berdasarkan konsistensi

Golongan
Liniment (obat gosok)
Krem (cream)
Salep
Pasta cerata
Jelly
Berdasarkan daya kerja
Salep epidermik
(Daya Penetrasi)
Salep endodermik
Salep diademik
Berdasarkan kemampuan menarik air Salep hidrofilik
Salep lipofilik
Berdasarkan komposisi dasar salep
Hidrokarbon
Scrap (absorbsi)
Tercuci dengan air
Larut dalam air
Berdasarkan kerja zat berkhasiat
Salep anti pruritik (anti
gatal)
Salep keratoplastik
(mempertebal
lapisan
tanduk)
Salep keratolitik (merusak
lapisan kulit bertanduk)
Salep anti parasit
Salep adstringen
Salep emolien
Salep protektif
Sumber : Wientarsih dan Prasetyo 2006

10 
 

Mencit
Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang
berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai
hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang
kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai
mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah
menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya
yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di
perkotaan. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui
proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan
(Anonim 2008).
Indonesia paling tepat menggunakan mencit sebagai hewan percobaan di
laboratorim, keuntungannya karena biaya pemeliharaannya relatif murah dan
kerugiannya yaitu fetusnya yang kecil dan kemampuan resorpsinya relatif tinggi
(Sardjono O.S, dan Hendra Utama 1983).
Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit akan mudah dikendalikan
apabila diperlakukan secara halus dan akan menjadi agresif serta menggigit
apabila diperlakukan kasar. Adapun mencit laboratorium memiliki berat 18-20 g
pada umur empat minggu dan pada umur dewasa dapat mencapai 30-40 g (Smith
1988).
Syarat yang harus dimiliki hewan percobaan pada bidang kedokteran
adalah sifat respon biologis dan adaptasi yang mendekati fisiologis manusia,
mudah diperoleh, mudah dikembangbiakan, mudah dipelihara, murah, tidak
berbahaya, dan praktis. Mencit (Gambar 6) adalah hewan yang memenuhi kriteria
tersebut sehingga dapat digunakan sebagai hewan coba (Malole dan Pramono
1989).

Gambar 6 Mencit (Anonim 2009)

11 
 

Taksonomi Mencit
Klasifikasi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom
Animalia
Sub Filum
Kelas
Ordo
Sub Ordo
Familia
Sub Familia
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Vertebrata
: Mamalia
: Rodentia
: Myomorphoa
: Muridae
: Murinae
: Mus
: Mus musculus albinus
(Linnaeus dalam Ungerer 1985)

Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dengan
rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg /dl darah, atau rentang tidak puasa sekitar
140 – 160 mg /100 dl darah (Harnawati 2008). Pada artikel yang dimuat dalam
Journal of Biological Chemistry ini, Robertson (2004) juga menegaskan bahwa
hiperglikemia kronis dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah, retina,
ginjal, dan saraf (Harnawati 2008).
Penyebab hiperglikemia tidak diketahui dengan pasti, tapi umumnya
diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter
memegang peranan penting. Akibat lainnya yaitu pengangkatan pankreas dan
perusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi
hiperglikemia adalah herediter dan obesitas (Harnawati 2008).
Berdasarkan faktor imunologi, penderita hiperglikemia khususnya
Diabetes Melitus terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan
asing (Harnawati 2008).
Dalam artikel lainnya, Robertson (2004) menjelaskan mekanisme berbagai
kerusakan tersebut. Salah satu faktor yang paling berperan dalam mekanisme
tersebut adalah stres oksidatif. Stres oksidatif ini disebabkan meningkatnya kadar
oksidan di dalam maupun di luar sel. Meningkatnya kadar oksidan tersebut dipicu

12 
 

oleh tingginya kadar gula darah. Pada kadar normal, oksidan bermanfaat dalam
mekanisme pertahanan tubuh. Namun, oksidan dalam kadar yang tinggi justru
menyebabkan berbagai kerusakan.
Bukan hanya hiperglikemia kronis saja yang dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah, namun juga hiperglikemia sesaat. Studi terbaru yang
dilakukan oleh El-Osta (2008) menyimpulkan bahwa hiperglikemia sesaat dapat
menyebabkan perubahan yang permanen pada pembuluh darah. Penelitian ini
dilakukan pada kultur sel pembuluh darah manusia dan mencit yang non-diabetik.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa hiperglikemia sesaat memicu ekspresi
permanen gen-gen penyebab atherosclerosis.
Gejala awal hiperglikemik umumnya yaitu (akibat tingginya kadar glukosa
darah) polipagi, polidipsi, poliuri, kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering, rasa
kesemutan, kram otot, visus menurun, penurunan berat badan, kelemahan tubuh
dan luka yang tidak sembuh-sembuh (Robertson 2004).
Komplikasi hiperglikemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu komplikasi akut dan
kronik. Komplikasi akut meliputi komplikasi metabolik dan infeksi berat,
sedangkan komplikasi kronis meliputi komplikasi vaskuler, neuropati, campuran
vascular neuropati ulkus kaki, dan komplikasi pada kulit.
Kadar gula darah yang mempunyai gejala menimbulkan hiperglikemia
adalah kadar gula darah setiap hari mencapai 11.1 mmol/L (200 mg/d1), dan
kadar gula darah dalam perut kosong mencapai 7.8 mmol/L (140 mg/d1). Kadar
gula darah yang normal pada mencit adalah 110-120 mg/dl (Anonim 2010).
Menurut Jeffrey dalam Anonim (2010), peningkatan kadar gula darah
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.
- Perubahan karena lanjut usia yang berkaitan dengan resistensi insulin, akibat
kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler.
- Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
- Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.
- Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
- Adanya faktor keturunan.

13 
 

Berbagai macam obat mulai dari obat-obatan secara medis maupun herbal
telah banyak digunakan untuk mengobati tingginya kadar gula darah. Contohnya
yaitu pemberian insulin, terapi dengan pemberian ekstrak sambiloto maupun
dengan ramuan obat lain. Obat-obat tersebut sangat berhasil dan sudah tersebar di
masyarakat luas.

Kulit
Definisi Kulit
 

Kulit (Integumentum Communae) menutupi seluruh permukaan badan,

terdiri atas lapisan: epidermis dan suatu lapisan jaringan penyambung berupa
dermis (korium) serta hipodermis (sub kutis) yang terdiri atas jaringan ikat
longgar menghubungkan dermis dengan jaringan dibawahnya (Anonim 2009).

Gambar 7 Penampang kulit (www.novabio16.wordpress.com 2010)

14 
 

Kulit berfungsi untuk membungkus serta melindungi tubuh hewan
terhadap pengaruh luar yang merugikan, ikut mengatur suhu tubuh serta kadar air,
membuang garam dari hasil metabolisme yang berlebihan, dan melindungi tubuh
terhadap pengaruh fisik, kimia dan jasad renik kedalam tubuh (Anonim 2010).
Beberapa kelenjar kulit yang berperan dalam berbagai fungsi sekresi kulit, antara
lain : kelenjar palit, kelenjar peluh, kelenjar ambing dan kelenjar kulit khusus.
Beberapa struktur yang merupakan turunan dari kulit adalah : rambut, bulu, kuku,
tanduk, jengger, pial, dan gelambir (Anonim 2010).
Secara histologi, kulit terdiri atas epidermis, dermis, dan hipodermis
(Gambar 9). Dalam epidermis terdapat dua sistem yaitu sistem malpighi, bagian
epidermis yang sel – selnya akan mengalami keratinisasi dan sistem pigmentasi,
yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa
melanin (Dharmojono 2002).
Disamping sel – sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain,
yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang fungsinya belum jelas. Epidermis terdiri
atas epithel pipih banyak lapis yang bertanduk, memiliki lima lapis utama yakni:
1. Stratum basale / stratum germinativum: merupakan lapis paling bawah terdiri
atas epitel kubis atau silindris sebaris rendah. Lapisan ini bersifat mitosis aktif
untuk menggantikan lapis diatasnya yang mati / aus. Pigmen juga bisa
ditemukan pada lapis ini selain pada lapis spinosum.
2. Stratum spinosum: sel penyusunnya berbentuk poligonal terdiri atas beberapa
lapis, semakin ke atas semakin memimpih. Pertautan antar sel yang cukup kuat
ditunjang oleh desmosoma, sel memiliki tenofibril yang berakhir pada
desmosoma. Lapis ini juga bisa bermitosis.
3. Stratum granulosum: satu sampai tiga lapis, sel berbentuk elips dan mulai
menunjukkan tanda bertanduk (cornification). Sel tersebut mengandung
kerantobilia dan fungsinya masih belum jelas diketahui.
4. Stratum lusidum: beberapa lapis sel yang telah mati, karenanya beraspek
homogen. Inti dan organoida tidak jelas tapi desmosoma masih jelas terlihat,
sedangkan butir kerato-hyalin nya sudah lenyap berubah menjadi eledin.
5. Stratum korneum: merupakan lapis sel yang paling luar, selnya bertanduk dan
mengandung keratin yang diduga hasil perubahan eledin. Lapis ini pada

15 
 

beberapa tempat tebal dan bila kering akan mengelupas membentuk stratum
disjunktum. Khususnya untuk stratum lusidum hanya ditemukan pada daerah
yang tidak berambut, misalnya: planumnasale atau bantalan kaki (Dharmojono
2002).

Gambar 8 Struktur histologi kulit
(www.lionden.com/ap1out-skin.htm, 2010)

Lapisan dermis/ korium yang sering disebut Kutis vera, yang merupakan
bagian utama kulit, disusun oleh serabut kolagen padat sedangkan serabut elastis
dan jaringan ikat lain sedikit. Korium dibedakan atas dua bagian, yakni:
1. Stratum papilleare: membentuk jalinan dengan epidermis pada kulit tidak
berambut. Tampak papil, dan sering terdapat ujung saraf pembuluh darah serta
saluran kelenjar peluh.
2. Stratum retikulare: Antara stratum papillare dengan stratum retikulare
sebenarnya mempunyai batasan yang tidak jelas. Hanya serabut kolagen pada
stratum ini lebih padat dan anyamannya mengarah horisontal terhadap

16 
 

permukaan kulit. Didalam ilmu bedah mengetahui arah anyaman serabut
kolagen ini sangat penting karena dalam operasi yakni memberikan proses
kesembuhan yang lebih cepat.

Hubungan antara epidermis dan dermis adalah epidermis melekat erat pada
dermis di bawahnya karena beberapa hal yaitu adanya papila corii. Adanya
tonjolan-tonjolan sel basal ke dalam dermis, dan serabut-serabut kolagen dalam
dermis yang berhubungan erat dengan sel basal epidermis (Hartono 1992).
Lapisan yang ketiga adalah hipodermis atau sub kutis terdiri atas jaringan
ikat longgar yang banyak mengandung serabut elastis. Dalam keadaan patologis
akan membentuk beberapa rongga yang berisi cairan (edema) atau udara
(emphysema). Daerah ini juga merupakan tempat perlindungan lemak terutama
pada babi. Pada hewan yang gemuk sel lemak dapat menyusup lebih dalam dan
terdapat diantara otot. Daerah tubuh yang sedikit terdapat sub kutis adalah:
metakarpus kuda, oleh sebab itulah kulit sulit digerakkan karena melekat kuat
(Dellmann dan Brown 1992).

Integumentum Mammalia
Epidermis berkembang dari ektoderm dan hipodermis merupakan turunan
dari mesoderm. Pada mulanya epidermis tersusun atas beberapa lapis sel
berbentuk kubus. Proliferasi dari sel ini menghasilkan lapisan sel epidermis dan
proliferasi sel basal menambah dengan cepat ketebalan sel yang berada di luarnya.
Invagansi dan proliferasi sel basal bertambah dengan cepat ketebalan sel yang
berada diluarnya. Invagansi dan proliferasi sel basal ke dalam lapisan dibawah
epidermis seperti dermis dan hypodermis menandakan adanya rambut, bulu dan
kelenjar, yang mana sel dari jaringan tersebut diatas berhubungan dengan sel
epidermis. Dermis dan hipodermis berkembang dari mesenkhim khusus. Poliferasi
dan diferensiasi yang cepat dari sel mesenkhim menghasilkan jaringan yang
ditandai dengan jaringan ikat longgar dan jaringan ikat padat (Anonim 2009).

17 
 

Berdasarkan gambaran morfologis dan ketebalan epidermis, kulit dibagi
menjadi:
-Kulit Tebal
Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak
memiliki folikel rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol
dinamakan crista cutis yang dipisahkan oleh alur – alur dinamakan sulcus cutis.
Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian
dari epidermis sendiri terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla
corii yang dipisahkan oleh tonjolan epidermis. Pada tonjolan epidermis antara dua
papilla corii akan berjalan ductus excretorius glandula sudorifera untuk menembus
epidermis (Anonim 2009).

-Kulit Tipis
Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang
merupakan kulit tebal. Epidermisnya tipis, sedangkan ketebalan kulitnya
tergantung dari daerah di tubuh. Pada dasarnya memiliki susunan yang sama
dengan kulit tebal,hanya terdapat beberapa perbedaan :
1. Epidermis sangat tipis,terutama stratum spinosum menipis.
2. Stratum granulosum tidak merupakan lapisan yang kontinyu.
3. Tidak terdapat stratum lucidium.
4. Stratum corneum sangat tipis.
5. Papila corii tidak teratur susunannya.
6. Lebih sedikit adanya glandula sudorifera.
7. Terdapat folikel rambut dan glandula sebacea (Anonim 2009)

18 
 

Persembuhan Luka
Definisi Persembuhan Luka
Persembuhan luka adalah proses perbaikan jaringan tubuh melalui
pembentukan jaringan parut (Price and McCarty 1992). Sedangkan menurut
Vegad (1995) persembuhan luka adalah proses dalam tubuh yang sebisa mungkin
memperbaiki bagian yang luka menjadi bentuk yang paling mendekati kondisi
normal tubuh sebelumnya. Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen
jaringan, dimana spesifik terhadap substansi jaringan yang rusak dan hilang (Tawi
2008).
Persembuhan pada luka insisi secara pembedahan dengan tepi yang
didekatkan disebut persembuhan primer; pembentukan parut minimal. Sebaliknya,
luka yang kasar dan bercelah dengan banyak kerusakan jaringan (misal, ulkus
pada kulit) mengakibatkan proses persembuhan lebih lambat dengan pembentukan
parut yang jauh lebih banyak dan disebut sebagai persembuhan sekunder atau
persembuhan dengan disertai granulasi (Price and McCarty 1992).

Proses Persembuhan Luka
Persembuhan luka merupakan serangkaian proses yang berurutan diikuti
dengan perbaikan luka jaringan lunak yang sederhana (Tabel

3). Pada

persembuhan luka primer, tepi luka disatukan oleh bekuan darah yang fibrinnya
bekerja seperti lem. Setelah itu terjadi reaksi peradangan akut timbul dan juga selsel radang, khususnya makrofag. Makrofag ini memasuki bekuan darah dan
menghancurkannya. Setelah reaksi peradangan eksudatif ini, dimulai pertumbuhan
jaringan granulasi, dengan demikian setelah beberapa hari luka tersebut
dijembatani oleh jaringan granulasi. Sementara proses ini terjadi, epitel
permukaan di bagian tepi melakukan regenerasi dan dalam waktu beberapa hari
lapisan epitel yang tipis bermigrasi di atas permukaan luka. Seiring dengan
jaringan ikat bertambah matang, epitel ini juga menebal dan matang, sehingga
menyerupai kulit di dekatnya. Hasilnya adalah terbentuknya jaringan parut yang
tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal (Price and
McCarty 1992).

19 
 

Persembuhan luka sekunder (healing by second intention) hampir sama
dengan persembuhan luka primer (healing by first intention). Perbedaannya yaitu
hanya lebih banyak jaringan granulasi yang terbentuk, dan biasanya terbentuk
jaringan parut yang lebih luas. Pada luka besar yang terbuka kadang terlihat
jaringan granulasi yang menutupi dasar luka seperti sebuah karpet yang lembut
dan pada keadaan lain tumbuh di bawah keropeng, sehingga regenerasi epitel
terjadi di bawah keropeng. Proses persembuhan ini kurang diharapkan karena
memerlukan waktu yang lebih lama dan jaringan parut yang terbentuk sangat
buruk (Price and McCarty 1992).

Tabel 3 Tahapan Persembuhan Luka
Fase
Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase Maturasi

Sumber : Tawi 2008

Kejadian
Menghentikan pendarahan dan
membersihkan area luka dari
benda asing.
Ditandai dengan eritrema, edema,
junlah neutrofil meningkat, dan
rasa sakit yang berlangsung 3-4
hari.
Terjadi
perbaikan
dan
persembuhan luka oleh fibroblast.
Ditandai dengan reepitelisasi,
adanya jaringan ikat, dan sel-sel
epidermal pada tepi luka mulai
berploriferasi.
Menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan
yang kuat dan bemutu.
Ditandai dengan kekuatan dari
jaringan parut yang sempurna dan
pembentukan kolagen.

20 
 

Menurut Price dan McCarty (1992), faktor-faktor yang memicu
persembuhan luka meliputi suplai darah yang baik ke daerah cedera, usia muda,
nutrisi yang baik, pendekatan tepi luka yang baik, dan fungsi leukosit serta
respons peradangan yang normal. Persembuhan luka akan terganggu atau lambat
jika ada pemberian kortikosteroid atau adanya benda asing, jaringan nekrotik, atau
infeksi pada luka, hal ini merupakan alasan sering dilakukannya insisi dan
drainase abses atau debredemen luka untuk mempercepat penyembuhan.

21 
 

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2009 hingga Juni 2010 bertempat di
Kandang Unit Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Bagian
Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina usia 2 bulan
sebanyak 30 ekor dengan bobot badan 20-25 gram yang diinduksi hiperglikemik
dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan perlakuan yang berbeda.
Kelompok pertama yaitu kontrol negatif, kelompok kedua yaitu kontrol positif
menggunakan sediaan komersil dengan kandungan aktif campuran ekstrak
plasenta 0,5%, neomycin sulfat 5% dan jelly base. Kelompok ketiga yaitu
kelompok mencit yang diberi salep fraksi etil asetat rimpang kunyit.

Pelarut dan Bahan Lainnya
Bahan yang digunakan sebagai pelarut dalam penelitian ini adalah etanol,
hexan, air, dan etil asetat. Sedangkan bahan dasar salep yang digunakan dalam
pembuatan salep adalah vaselin.

Alat
Alat yang digunakan adalah kandang mencit, alat bedah, tissue processor,
mikrotom, gelas objek, gelas penutup, mikroskop cahaya, dan mikroskop
videomikrometer.

22 
 

Metodologi
Pembuatan Salep Ekstrak Etil Asetat Kunyit
Salep merupakan sediaan setengah padat, mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar pada membran mukosa atau kulit (Wientarsih dan Prasetyo
2006). Pembuatan salep ekstrak etil asetat kunyit dimulai dengan ekstrak etil
asetat

kunyit

kental

yang

telah

dihasilkan

kemudian

ditimbang

dan

dihomogenisasi dengan vaselin kuning menggunakan mortar. Homogenisasi
dilakukan hingga merata dan tidak terasa lagi butiran serbuk kunyit. Setelah itu
disimpan dalam tabung dan diberi label.

Perlakuan Pada Mencit
Seluruh mencit ini diinduksi hiperglikemia dengan menggunakan
streptozotocin (STZ). Aplikasi STZ dilakukan secara intraperitonial dengan dosis
40 mg/kgBB (Hussain 2002; Srinivanan et al 2003). Kemudian ditunggu selama
1-2 minggu hingga kadar gula darah meningkat hingga 200 mg/dl.
Tiga puluh ekor hewan coba mencit dibagi menjadi 3 kelompok dengan
perlakuan yang berbeda, dibutuhkan sebanyak 10 mencit setiap perlakuan dengan
kandang yang bersekat yang diisi dengan 3 ekor mencit dalam setiap kandangnya
(Gambar 10).

Gambar 9 Mencit dalam kandang (Patologi, 2009)

23 
 

Setiap mencit terlebih dahulu dicukur pada bagian punggungnya kemudian
dilukai dengan cara disayat dengan scalpel sepanjang 1,5 cm dan sampai sub
kutis. Selama masa pemeliharaan mencit diberi obat secara topikal pada luka
sesuai dengan perlakuannya dengan menggunakan cutton buds. Tiap kelompok
perlakuan, mencit diambil sampel kulit pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan 21 pasca
perlukaan sebanyak 2 ekor tiap perlakuan. Pengambilan sampel kulit dilakukan
dengan mengambil bagian yang luka pada kulit punggung mencit yang
sebelumnya telah dieuthanasi dengan menggunakan eter dosis berlebih secara
perinhalasi. Kulit yang telah diambil difiksasi dengan larutan BNF (Buffer Neutral
Formaline) 10% selama 48 jam.

Pengamatan Patologi Anatomi
Pengamatan patologi anatomi dilakukan terhadap semua mencit pada
setiap perlakuan dengan metode deskriptif. Kondisi luka diamati setiap hari
dengan memperhatikan parameter perbandingan, yaitu panjang luka, kering luka,
warna luka, dan keropeng luka.

Pembuatan Sediaan Haematoxillin-Eosin
Sediaan sampel kulit yang telah difiksasi dengan larutan BNF 10% selama
± 48 jam ditipiskan (trimming) dengan cara dipotong kecil pada daerah tengah
luka. Setelah itu potongan dimasukkan ke dalam kaset. Kemudian sediaan kulit
didehidrasi menggunakan tissue processor dengan dimasukannya berturut-turut ke
dalam alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95% I, alkohol 95% II,
alkohol 100% I, dan alkohol 100% II masing-masing selama 2 jam. Setelah itu
dilakukan penjernihan (clearing) sediaan kulit dengan dimasukkan ke dalam xylol
dengan 2 kali penggantian masing-masing selama 2 jam. Setelah dilakukan
penjernihan, lalu dilanjutkan dengan proses pencetakkan (embedding). Sed