Kajian Aktivitas Fraksi Air Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus)

!

"

#
"

$%%&

!

"

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

#
"


$%%&

Kajian Aktivitas Ekstrak Air Kunyit (
Linn.) Terhadap Persembuhan Luka Pada Mencit
albinus).
Dibimbing oleh " ' " (! ) dan *+,* " * + (! )
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terkandung
dalam rimpang kunyit (
Linn.) dengan pelarut air dan aktivitas dari
rimpang kunyit dalam bentuk sediaan salep terhadap proses persembuhan luka.
Beberapa uji yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut yaitu penapisan
fitokimia, pengamatan patologi anatomi dan pengamatan histopatologi. Ekstraksi
rimpang kunyit dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 45 ekor mencit
albino (
) jantan berumur 2,2,5 bulan dibagi ke dalam tiga kelompok
perlakuan; 1) kelompok kontrol positif, yaitu kelompok mencit yang dilukai dan
diberi obat luka yang mangandung
5%, 2) kelompok kontrol
negatif, yaitu mencit yang dilukai namun tidak diberi pengobatan, dan 3)
kelompok mencit yang dilukai dan diberi salep fraksi air rimpang kunyit.

Kemudian dilakukan pengamatan patologi anatomi setiap hari dan pengamatan
histopatologi yang dilakukan pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan 21. Peubah yang
diamati pada patologi anatomi adalah ukuran luka, warna luka, kelembaban dan
penyempitan luka. Pada pengamatan histopatologi, peubah yang diamati adalah
jumlah sel polimorfonuklear (neutrofil), jumlah neovaskularisasi, persentase
reepitelisasi dan persentase luas kolagen. Data mikroskopik diuji menggunakan
Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda
Duncan. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat
dalam rimpang kunyit dengan pelarut air adalah kuinon. Pada pengamatan
patologi anatomi, pemberian salep ekstrak air kunyit dapat mempercepat
persembuhan luka namun tidak lebih baik dari kontrol positif. Hasil pengamatan
histopatologi menunjukkan bahwa salep fraksi air rimpang kunyit mampu
mengurangi jumlah neutrofil dan pembentukan neovaskular serta meningkatkan
persentase reepitelisasi dibanding kelompok positif yang diberi obat komersil dan
kelompok kontrol negatif.
"

Kata kunci : persembuhan luka, fraksi air rimpang kunyit, salep

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Kajian Aktivitas Fraksi Air Rimpang Kunyit (
Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (
albinus)
: Dewi Ratih Anggraeni
: B04104130

Disetujui,

Dr. Drh. Wiwin Winarsih, MSi

Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc,

Pembimbing I

Pembimbing II


Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini

Tanggal Lulus :

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penulis menyadari
bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Mama, Papa, kakak dan adik atas cinta dan kasih sayangnya, doa serta
dukungannya selama ini.
2. Ibu Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi dan Ibu Dr. Dra. Itje Wientarsih, Apt. MSc.
selaku dosen pembimbing skripsi
3. Bapak drh. Isdoni, Biomed selaku dosen pembimbing akademik
4. Bu Rini dan Mba Lina yang telah membimbing dalam membuat obat kunyit.
Terima kasih atas ilmunya.

5. Pak Endang, Pak Kasnadi, dan Pak Soleh yang telah membantu selama
bekerja di laboratorium patologi.
6. “Anak Kunyit”, Dika, Weni, Rina, Tia, Agus atas kerjasama dan
perjuangannya selama penelitian
7. Iswara crew, Nona, Lala, Eni, Nora, Tika, Izmie atas hari,hari yang
menyenangkan selama di kostan.
8. Asteroidea tercinta. Terima kasih atas semua cerita indah yang terjadi di
dalamnya.
9. Kakak,kakak angkatan 39 dan 40 atas bimbingan dan pembelajaran yang
diberikan.
10. Adik,adik angkatan 42, 43, 44, dan 45 atas kebersamaan dan keceriaan selama
di kampus.
11. Teman,teman seperjuangan di DKM An Nahl, Himpro Ruminansia, dan
IMAKAHI
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin disebutkan
satu persatu, terima kasih atas segala kontribusinya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.


Bogor, Agustus 2008

Dewi Ratih Anggraeni

"
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Oktober 1986 dari ayah drh.
H. Amir Husein dan ibu Hj. Diartiningsih. Penulis merupakan putri ke dua dari
tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri Empang II Bogor (1992,
1998), SLTP Negeri 4 Bogor (1998,2001), dan SMU Negeri 1 Bogor (2001,
2004). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan
Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia pada tahun 2004/2005 dan 2005/2006.
Sejak tahun ajaran 2004, penulis juga aktif menjadi pengurus DKM An Nahl FKH
IPB. Pada tahun 2005, penulis menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kedokteran
Hewan Indonesia (IMAKAHI) serta pada tahun ajaran 2007/2008 penulis menjadi
asisten Pendidikan Agama Islam.


Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xi

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Tanaman dan Taksonomi Kunyit ..........................................
Morfologi Kunyit ...............................................................................
Kandungan dan Manfaat ....................................................................
Biologi Mencit ...................................................................................
Histologi Kulit ....................................................................................

Persembuhan Luka .............................................................................
Pelarut Air ..........................................................................................
Ekstraksi .............................................................................................
Fitokimia ............................................................................................
Salep ...................................................................................................

3
3
4
5
7
9
13
14
14
15

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................

Ekstraksi .............................................................................................
Penapisan Fitokimia ...........................................................................
Pembuatan Salep ................................................................................
Mencit Untuk Perlakuan ....................................................................
Perlukaan Pada Mencit .......................................................................
Pemberian Obat Luka .........................................................................
Pengambilan Sampel Kulit .................................................................
Pengamatan Patologi Anatomi ...........................................................
Pembuatan Sediaan Haematoxilin Eosin ...........................................
Pembuatan Sediaan Masson Trichrome .............................................
Pengamatan Histopatologi .................................................................
Analisis Data ......................................................................................

16
16
17
19
20
21
21

21
21
21
22
23
23
25

HASIL DAN PEMBAHASAN
Indentifikasi Senyawa .......................................................................
Pengamatan Luka Secara Makroskopis .............................................
Pengamatan Luka Secara Mikroskopis ..............................................

26
26
30

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

40


DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

41

LAMPIRAN ...................................................................................................

44

1.
2.

3.

4.

5.

6.

Halaman
Penapisan fitokimia ekstrak rimpang kunyit dengan pelarut air ............ 26
Tabel perbandingan patologi anatomi persembuhan luka kulit pada
mencit kontrol, perlakuan dengan sediaan komersil dan perlakuan
dengan sediaan salep fraksi air rimpang kunyit .....................................

27

Rataan jumlah sel radang polimorfnuklear (neutrofil) pada
pemeriksaan mikroskopis .......................................................................

30

Rataan jumlah neovaskularisasi pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan salep
fraksi air rimpang kunyit .......................................................................

33

Rataan persentase reepitelisasi pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan
salep fraksi air rimpang kunyit ...............................................................

35

Rataan persentase luas kolagen pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan salep
fraksi air rimpang kunyit ........................................................................

37

1.

Halaman
Rimpang kunyit ...................................................................................... 4

2.

Struktur kimia kurkumin ........................................................................

5

3.

Mencit laboratorium ...............................................................................

6

4.

Struktur skematis kulit normal ...............................................................

8

5.

Gambaran sistematik jaringan granulasi dan angiogenesis ....................

12

6.

Diagram alir proses ekstraksi kunyit dengan pelarut air ........................

18

7.

Metode penentuan luas kolagen dan reepitelisasi ..................................

24

8.

Gambaran patologi anatomi panjang luka pada kelompok kontrol
positif, kontrol negatif dan kelompok salep fraksi air rimpang kunyit
pada hari ke,7..........................................................................................

28

Sel radang polimorfnuklar neutrofil dan makrofag pada hari ke,7 …....

32

10. Neovaskularisasi pada jaringan granulasi pada hari ke,7 ......................

34

11. Reepitelisasi dan jaringan ikat pada hari ke,14 ......................................

38

12. Gambaran histopatologi kontrol negatif , kontrol positif dan
perlakuan salep fraksi air rimpang kunyit ..............................................

39

9.

!

"

#
"

$%%&

!

"

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

#
"

$%%&

Kajian Aktivitas Ekstrak Air Kunyit (
Linn.) Terhadap Persembuhan Luka Pada Mencit
albinus).
Dibimbing oleh " ' " (! ) dan *+,* " * + (! )
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terkandung
dalam rimpang kunyit (
Linn.) dengan pelarut air dan aktivitas dari
rimpang kunyit dalam bentuk sediaan salep terhadap proses persembuhan luka.
Beberapa uji yang dilakukan untuk mengetahui hal tersebut yaitu penapisan
fitokimia, pengamatan patologi anatomi dan pengamatan histopatologi. Ekstraksi
rimpang kunyit dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 45 ekor mencit
albino (
) jantan berumur 2,2,5 bulan dibagi ke dalam tiga kelompok
perlakuan; 1) kelompok kontrol positif, yaitu kelompok mencit yang dilukai dan
diberi obat luka yang mangandung
5%, 2) kelompok kontrol
negatif, yaitu mencit yang dilukai namun tidak diberi pengobatan, dan 3)
kelompok mencit yang dilukai dan diberi salep fraksi air rimpang kunyit.
Kemudian dilakukan pengamatan patologi anatomi setiap hari dan pengamatan
histopatologi yang dilakukan pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan 21. Peubah yang
diamati pada patologi anatomi adalah ukuran luka, warna luka, kelembaban dan
penyempitan luka. Pada pengamatan histopatologi, peubah yang diamati adalah
jumlah sel polimorfonuklear (neutrofil), jumlah neovaskularisasi, persentase
reepitelisasi dan persentase luas kolagen. Data mikroskopik diuji menggunakan
Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda
Duncan. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat
dalam rimpang kunyit dengan pelarut air adalah kuinon. Pada pengamatan
patologi anatomi, pemberian salep ekstrak air kunyit dapat mempercepat
persembuhan luka namun tidak lebih baik dari kontrol positif. Hasil pengamatan
histopatologi menunjukkan bahwa salep fraksi air rimpang kunyit mampu
mengurangi jumlah neutrofil dan pembentukan neovaskular serta meningkatkan
persentase reepitelisasi dibanding kelompok positif yang diberi obat komersil dan
kelompok kontrol negatif.
"

Kata kunci : persembuhan luka, fraksi air rimpang kunyit, salep

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Kajian Aktivitas Fraksi Air Rimpang Kunyit (
Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (
albinus)
: Dewi Ratih Anggraeni
: B04104130

Disetujui,

Dr. Drh. Wiwin Winarsih, MSi

Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc,

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini

Tanggal Lulus :

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penulis menyadari
bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Mama, Papa, kakak dan adik atas cinta dan kasih sayangnya, doa serta
dukungannya selama ini.
2. Ibu Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi dan Ibu Dr. Dra. Itje Wientarsih, Apt. MSc.
selaku dosen pembimbing skripsi
3. Bapak drh. Isdoni, Biomed selaku dosen pembimbing akademik
4. Bu Rini dan Mba Lina yang telah membimbing dalam membuat obat kunyit.
Terima kasih atas ilmunya.
5. Pak Endang, Pak Kasnadi, dan Pak Soleh yang telah membantu selama
bekerja di laboratorium patologi.
6. “Anak Kunyit”, Dika, Weni, Rina, Tia, Agus atas kerjasama dan
perjuangannya selama penelitian
7. Iswara crew, Nona, Lala, Eni, Nora, Tika, Izmie atas hari,hari yang
menyenangkan selama di kostan.
8. Asteroidea tercinta. Terima kasih atas semua cerita indah yang terjadi di
dalamnya.
9. Kakak,kakak angkatan 39 dan 40 atas bimbingan dan pembelajaran yang
diberikan.
10. Adik,adik angkatan 42, 43, 44, dan 45 atas kebersamaan dan keceriaan selama
di kampus.
11. Teman,teman seperjuangan di DKM An Nahl, Himpro Ruminansia, dan
IMAKAHI
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin disebutkan
satu persatu, terima kasih atas segala kontribusinya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

Dewi Ratih Anggraeni

"
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Oktober 1986 dari ayah drh.
H. Amir Husein dan ibu Hj. Diartiningsih. Penulis merupakan putri ke dua dari
tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri Empang II Bogor (1992,
1998), SLTP Negeri 4 Bogor (1998,2001), dan SMU Negeri 1 Bogor (2001,
2004). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan
Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia pada tahun 2004/2005 dan 2005/2006.
Sejak tahun ajaran 2004, penulis juga aktif menjadi pengurus DKM An Nahl FKH
IPB. Pada tahun 2005, penulis menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kedokteran
Hewan Indonesia (IMAKAHI) serta pada tahun ajaran 2007/2008 penulis menjadi
asisten Pendidikan Agama Islam.

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xi

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Tanaman dan Taksonomi Kunyit ..........................................
Morfologi Kunyit ...............................................................................
Kandungan dan Manfaat ....................................................................
Biologi Mencit ...................................................................................
Histologi Kulit ....................................................................................
Persembuhan Luka .............................................................................
Pelarut Air ..........................................................................................
Ekstraksi .............................................................................................
Fitokimia ............................................................................................
Salep ...................................................................................................

3
3
4
5
7
9
13
14
14
15

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
Alat dan Bahan ...................................................................................
Ekstraksi .............................................................................................
Penapisan Fitokimia ...........................................................................
Pembuatan Salep ................................................................................
Mencit Untuk Perlakuan ....................................................................
Perlukaan Pada Mencit .......................................................................
Pemberian Obat Luka .........................................................................
Pengambilan Sampel Kulit .................................................................
Pengamatan Patologi Anatomi ...........................................................
Pembuatan Sediaan Haematoxilin Eosin ...........................................
Pembuatan Sediaan Masson Trichrome .............................................
Pengamatan Histopatologi .................................................................
Analisis Data ......................................................................................

16
16
17
19
20
21
21
21
21
21
22
23
23
25

HASIL DAN PEMBAHASAN
Indentifikasi Senyawa .......................................................................
Pengamatan Luka Secara Makroskopis .............................................
Pengamatan Luka Secara Mikroskopis ..............................................

26
26
30

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

41

LAMPIRAN ...................................................................................................

44

1.
2.

3.

4.

5.

6.

Halaman
Penapisan fitokimia ekstrak rimpang kunyit dengan pelarut air ............ 26
Tabel perbandingan patologi anatomi persembuhan luka kulit pada
mencit kontrol, perlakuan dengan sediaan komersil dan perlakuan
dengan sediaan salep fraksi air rimpang kunyit .....................................

27

Rataan jumlah sel radang polimorfnuklear (neutrofil) pada
pemeriksaan mikroskopis .......................................................................

30

Rataan jumlah neovaskularisasi pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan salep
fraksi air rimpang kunyit .......................................................................

33

Rataan persentase reepitelisasi pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan
salep fraksi air rimpang kunyit ...............................................................

35

Rataan persentase luas kolagen pada mencit kontrol, perlakuan
dengan sediaan komersil dan perlakuan dengan sediaan salep
fraksi air rimpang kunyit ........................................................................

37

1.

Halaman
Rimpang kunyit ...................................................................................... 4

2.

Struktur kimia kurkumin ........................................................................

5

3.

Mencit laboratorium ...............................................................................

6

4.

Struktur skematis kulit normal ...............................................................

8

5.

Gambaran sistematik jaringan granulasi dan angiogenesis ....................

12

6.

Diagram alir proses ekstraksi kunyit dengan pelarut air ........................

18

7.

Metode penentuan luas kolagen dan reepitelisasi ..................................

24

8.

Gambaran patologi anatomi panjang luka pada kelompok kontrol
positif, kontrol negatif dan kelompok salep fraksi air rimpang kunyit
pada hari ke,7..........................................................................................

28

Sel radang polimorfnuklar neutrofil dan makrofag pada hari ke,7 …....

32

10. Neovaskularisasi pada jaringan granulasi pada hari ke,7 ......................

34

11. Reepitelisasi dan jaringan ikat pada hari ke,14 ......................................

38

12. Gambaran histopatologi kontrol negatif , kontrol positif dan
perlakuan salep fraksi air rimpang kunyit ..............................................

39

9.

Halaman
1. Hasil Penghitungan Statistik ................................................................... 44

+ ( * .

/

Kulit merupakan penutup dan pelindung bagi permukaan tubuh. Selain itu,
kulit juga berfungsi sebagai regulasi panas tubuh, ekskresi, dan untuk sensasi.
Lapisan kulit bagian epidermis dapat menghalangi cedera pada struktur di
bawahnya dan dapat mengurangi rasa sakit karena menutupi ujung akhir saraf
sensorik di dalam dermis.
Pada kulit seringkali terjadi perlukaan, seperti luka akibat operasi, luka
bakar,

luka

akibat

kecelakaan

dan

lainnya.

Luka

adalah

rusaknya

kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang (Tawi 2008). Proses persembuhan luka yang baik akan
sangat diharapkan dan dalam hal ini obat yang digunakan merupakan salah satu
faktor penentunya.
Obat tradisional sejak zaman dahulu memainkan peranan penting dalam
menjaga kesehatan, mempertahankan stamina, dan mengobati penyakit sehingga
obat tradisional masih berakar kuat dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia lebih dari 30.000 spesies
tanaman dan 940 spesies di antaranya telah diketahui berkhasiat sebagai obat atau
digunakan sebagai bahan obat (Balitro 2006).
Salah satu bahan alam yang telah lama dikenal dan dibudidayakan adalah
tanaman kunyit. Rimpang kunyit terutama digunakan untuk keperluan dapur
(bumbu dan zat warna makanan), kosmetika maupun dalam pengobatan
tradisional, salah satunya sebagai obat luka. Beberapa penelitian secara
dan

menunjukkan, kunyit mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi

(antiperadangan), aktivitas terhadap

, antitoksik, antihiperlipidemia,

dan aktivitas antikanker (Sumiati dan Adnyana 2007).
Mengingat khasiat kunyit yang cukup banyak sehingga berpotensi untuk
lebih dikembangkan. Disamping itu, harga produk obat,obatan pabrik yang
semakin mahal dan kondisi ekonomi rakyat yang semakin terpuruk akibat krisis
ekonomi. Oleh karena itu, penyediaan preparat obat luka yang mudah digunakan
dan murah namun memiliki khasiat yang baik akan sangat diharapkan.

,
1. Mengetahui senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit dengan pelarut
air
2. Mengetahui efek dari pemberian salep fraksi air rimpang kunyit terhadap
proses persembuhan luka dan membandingkannya dengan sediaan komersil
yang beredar di masyarakat.

*(0 !

)

* * +

Penelitian mengenai aktivitas rimpang kunyit secara

sebagai obat

persembuhan luka masih sedikit. Informasi mengenai senyawa yang terdapat
dalam rimpang kunyit yang mampu memberikan efek maksimal dalam proses
persembuhan luka dengan menggunakan pelarut tertentu masih perlu diketahui.

1

+ * * +
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelarut

yang dapat menarik senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit sehingga
dapat menyembuhkan luka dengan efektif. Sediaan salep ekstrak rimpang kunyit
diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan yang siap pakai dengan harga
terjangkau.

2+
Sejarah Tanaman Kunyit
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan yang
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar
hutan/bekas kebun. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian
1300,1600 m di atas permukaan laut (dpl). Pendapat lain mengatakan bahwa
kunyit berasal dari India. Kata
dan Yunani yaitu

berasal dari bahasa Arab yaitu

. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan

khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia (Jawa), dan Filipina
(Anonim 2008b).

Taksonomi Kunyit
Klasifikasi tanaman kunyit menurut Linnaeus (1758) dalam Winarto
(2003) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub,divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

:

Species

:

Linn.

Morfologi Kunyit
Kunyit merupakan tanaman herba dengan tinggi dapat mencapai 100 cm.
Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, dan berwarna hijau kekuningan.
Daun tunggal, lanset memanjang, helai daun berjumlah 3,8, ujung dan pangkal
runcing, tepi rata, panjang 20,40 cm, lebar 8,12,5 cm, pertulangan menyirip, dan
berwarna hijau pucat. Bunga tumbuh dari ujung batang semu, panjang 10,15 cm,
bunga berwarna kuning atau kuning pucat, mekar secara bersamaan. Rimpang

induk berbentuk bulat telur, rimpang cabang letaknya lateral lurus atau sedikit
melengkung, keseluruhan rimpang membentuk rumpun yang rapat, berwarna
jingga, dan tunas muda berwarna putih. Akar serabut berwarna coklat muda
(Syukur dan Hernani 2002).
Kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis mulai dari ketinggian
240,2.000 m di atas permukaan laut (dpl). Daerah dengan curah hujan 2.000,
4.000 mm/tahun merupakan tempat tumbuh yang baik bagi kunyit. Kunyit dapat
pula tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm/tahun, tetapi
diperlukan pengairan yang cukup dan tertata dengan baik (Syukur dan Hernani
2002).

Gambar 1. Rimpang kunyit. 2008
Kandungan dan Manfaat
Kunyit merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan masyarakat.
Terutama bagian rimpang kunyit (Gambar 1) mengandung minyak atsiri dengan
senyawanya, antara lain fellandrene, sabinene, sineol, borneol, zingiberene,
turmeron, kamfene, kamfor, seskuiterpene, asam kafrilat, asam methoksisinamat,
tolilmetil, dan karbinol (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Rahardjo dan
Rostiana (2005), kunyit juga mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yaitu
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin (Gambar 2), desmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin dan zat,zat manfaat lainnya seperti lemak 1,3 %,
karbohidrat 3 %, protein 30%, pati 8%, vitamin C 45,55%, dan garam,garam
mineral (zat besi, fosfor, dan kalsium). Menurut hasil penelitian Purwanti (2008),
kandungan kurkumin yang terkandung dalam 100 gram kunyit adalah sebesar
2,38%.

Rimpang kunyit banyak digunakan untuk keperluan dapur (bumbu dan zat
warna makanan), kosmetika maupun dalam pengobatan tradisional. Selain itu,
rimpang kunyit bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah,
obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut, penyakit hati,
stimulan, gatal,gatal, gigitan serangga, diare, dan rematik (Rahardjo dan Rostiana
2005).

Gambar 2. Struktur kimia kurkumin (Mills. 2008)
Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena
berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal,
dan menyembuhkan kesemutan (Anonim 2008b). Menurut Rahardjo dan Rostiana
(2005), kurkumin (zat warna kuning) dimanfaatkan sebagai pewarna untuk
makanan manusia dan ternak.

* 3+

Biologi Mencit
Mencit adalah anggota Muridae (tikus,tikusan) yang berukuran kecil.
Mencit mudah dijumpai di rumah,rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu
karena kebiasaannya menggigit barang,barang serta bersarang di sudut,sudut
lemari. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat
manusia. Mencit laboratorium (Gambar 3) dikembangkan dari mencit melalui
proses seleksi. Mencit dipilih sebagai hewan percobaan karena merupakan hewan
yang praktis, mudah dipelihara dalam ruangan yang relatif kecil dan dapat
digunakan untuk penelitian dalam jumlah yang cukup banyak (Malole dan
Pramono 1989).

Taksonomi mencit
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit laboratorium
(

). Klasifikasi mencit menurut Linnaeus (1758) dalam Ungerer

(1985) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chrodata

Sub filum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Myomorphoa

Familia

: Muridae

Sub familia

: Murinae

Genus

:

Species

:

Gambar 3. Mencit laboratorium (Sumber : Anonim 2008c)
Lama hidup mencit berkisar antara satu sampai dua tahun, bahkan
beberapa di antaranya bisa mencapai tiga tahun. Umur mencit dewasa adalah 35
hari dan mencit dapat dikawinkan pada umur delapan minggu. Lama kebuntingan
19,21 hari dengan jumlah anak rata,rata 6 ekor. Bobot mencit jantan dewasa
adalah 20,40 gram, sedangkan bobot mencit betina dewasa adalah 18,35 gram
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Mencit laboratorium dapat dikandangkan dalam kotak sebesar kotak
sepatu. Kotak dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik

(polipropilen atau polikarbonat), aluminium, atau baja tahan karat (

).

Prinsip dasarnya adalah kotak mencit harus mudah dibersihkan dan disterilkan.
Selain itu, harus tahan lama dan tahan gigit sehingga mencit tidak mudah lepas
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

!+4 4/

+

Kulit merupakan salah satu organ yang paling besar dalam tubuh hewan.
Kulit berfungsi untuk melindungi organ yang berada di bawahnya dari kerusakan
mekanik, bahan beracun dan rangsangan penyinaran. Selain itu, kulit bekerja
sebagai organ sensori, menghasilkan keringat dan minyak (sebum) serta mengatur
suhu tubuh.
Kulit umumnya paling tebal pada permukaan dorsal dan permukaan lateral
anggota tubuh. Paling tipis pada sisi ventral dan permukaan medial anggota tubuh.
Terdapat perbedaan tergantung pada daerah tubuh, kelamin dan spesies. Lapisan
kulit (Gambar 4) terdiri atas epidermis dan dermis. Di bawah dermis terdapat
hypodermis atau jaringan subkutan yang merupakan jaringan ikat longgar yang
mengandung sel,sel lemak (

). Jaringan ini berfungsi untuk

mempertautkan kulit dengan fascia atau otot kerangka dibawahnya dan
memungkinkan fleksibilitas kulit serta gerakan bebas di sekitar daerah tersebut
(Dellmann dan Brown 1992). Selain itu, subkutan akan menunjang suplai darah
ke dermis untuk regenerasi (Perdanakusuma 2008).

Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan yang terletak paling luar, terdiri atas
epitel pipih banyak lapis berkeratin. Selain itu, epidermis juga mengandung tiga
jenis sel yang jumlahnya tidak begitu banyak, yaitu melanosit, sel Langerhans dan
sel Merkel (Junqueira

1998). Melanin dihasilkan oleh melanosit akan

memberikan warna pada kulit dan rambut. Sel Langerhans adalah sel pertahanan
epidermis yang berasal dari sum,sum tulang. Sel ini mewakili sistem kekebalan
paling luar dan berfungsi sebagai penghubung antara lingkungan luar dan
organisme.

Gambar 4. Struktur skematis kulit normal (Sumber : Yahya 2006)
Menurut Junqueira

(1998), epidermis tersusun atas 5 lapisan sel

penghasil keratin yaitu stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basalis. Stratum basalis terdiri atas selapis sel
kuboid atau silindris basofilik yang terletak di atas lamina basalis (batas antara
epidermis dan dermis). Lapisan ini banyak melakukan aktivitas mitosis dan
bertanggung jawab atas pembaruan sel,sel epidermis secara berkesinambungan.
Stratum spinosum terdiri atas sel,sel kuboid, poligonal, atau agak pipih dengan
inti di tengah. Pada daerah yang mengalami gesekan dan tekanan secara terus
menerus mempunyai stratum spinosum yang tebal. Proses mitosis hanya terjadi
pada stratum germinativum yaitu stratum spinosum dan stratum basalis. Stratum
granulosum ditandai oleh tiga sampai lima lapis sel poligonal pipih dengan
sitoplasma berisi granula basofilik kasar. Stratum lucidum akan tampak lebih jelas
pada kulit yang tebal, bersifat translusen dan terdiri atas selapis tipis sel
eosinofilik sangat pipih (organel dan inti tidak nampak lagi). Stratum korneum
terdiri atas 15,20 lapis sel berkeratin tanpa inti.

Dermis
Dermis tersusun atas jaringan ikat yang menunjang epidermis dan
mengikatnya pada lapisan di bawahnya, yaitu jaringan subkutan (hipodermis).
Permukaan dermis sangat tidak teratur dan memiliki banyak tonjolan (papila
dermis) yang saling mengunci dengan juluran,juluran epidermis (rabung
epidermis).
Dermis umumnya dibagi menjadi lapis superfisial (stratum papilare) yang
yang berbatasan dengan lapis dalam (stratum retikular) tanpa adanya batas yang
jelas. Lapis superfisial langsung berbatasan dengan epidermis dan menyesuaikan
diri dengan garis bentuk stratum basalis. Terbentuk dari jalinan halus serabut
kolagen, serabut retikuler dan elastik, fibrosit, makrofag, sel plasma dan sel mast.
Seringkali melanosit dan sel lemak terdapat didalamnya (Dellmann dan Brown
1992). Struktur lapis dalam dermis lebih tebal, terdiri atas jaringan ikat padat tidak
teratur. Oleh karena itu, lapisan ini memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit
sel daripada lapis superfisial (stratum papilare). Selain komponen,komponen
tersebut, dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan terdapat banyak serat saraf
Vaskularisasi kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis serta antara dermis dan jaringan subkutis.
Cabang kecil yang meninggalkan pleksus ini akan memvaskularisasi papilla
dermis. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrisi dari
dermis melalui membran epidermis (Perdanakusuma 2008).

*(!*0

)

.

Persembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia terjadi berkesinambungan (Tawi 2008).
Menurut Price dan McCarty (1992), jenis persembuhan yang paling sederhana
dapat terlihat pada insisi pembedahan yang tepi lukanya dapat saling didekatkan
untuk dimulainya proses penyembuhan. Penyembuhan seperti ini disebut
penyembuhan primer (

). Apabila luka yang terjadi cukup

parah seperti adanya kerusakan epitel yang menyebabkan kedua tepi luka
berjauhan maka disebut penyembuhan sekunder (

atau

penyembuhan dengan granulasi). Mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponen,komponen jaringan yang rusak tersebut dengan
membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya (Tawi
2008). Berdasarkan perubahan morfologik, terdapat tiga fase persembuhan luka
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi.

Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan pada jaringan lunak. Setelah terjadi perlukaan yang
menyebabkan pembuluh darah pecah, akan terjadi vasokonstriksi sesaat kemudian
dilatasi berkepanjangan (Spector dan Spector 1993). Selain itu, kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan hemostasis berupa keluarnya platelet. Platelet
akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan beberapa
substansi seperti

yang akan mengaktifkan makrofag

dan fibroblast (Clark dan Singer 1999).
Saat terjadi dilatasi terjadi peningkatan aliran darah namun sirkulasi
berjalan lambat. Pada saat yang sama terjadi perubahan pada dinding venula dan
kapiler. Hal tersebut membuat tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
meningkat sehingga mengganggu keseimbangan di dalamnya yang menyebabkan
leukosit dan cairan dapat keluar dari pembuluh darah kemudian memasuki
jaringan (Underwood 1999). Leukosit, terutama neutrofil, akan membersihkan
area luka dari benda asing, sel,sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan
dimulainya proses penyembuhan (Tawi 2008). Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa neutrofil juga merupakan sumber sitokin yang memungkinkan sebagai
sinyal awal aktivasi fibroblast lokal dan keratinosit (Martin 1997). Sitokin yang
meliputi
(PDGF) dan !

(EGF),
(TGF,β) berperan dalam

terjadinya kemotaksis neutrofil, makrofag, sel mast, sel endotelial dan fibroblast
(Perdanakusuma 2008).

Infiltrasi neutrofil hanya berlangsung beberapa hari. Neutrofil akan mati
setelah melakukan fagositosis dan neutrofil yang mati akan difagositosis oleh
makrofag. Makrofag juga akan mengeluarkan

dan sitokin yang yang

akan memperkuat sinyal awal dari degranulasi platelet dan neutrofil (Martin
1997).

Fase Proliferasi
Fase proliferasi kira,kira di mulai 4 hari setelah terjadi perlukaan dan selesai
hingga 3,4 minggu atau lebih, tergantung pada ukuran luka. Fase ini ditandai
dengan adanya pembentukan angiogenesis, reepitelisasi, dan fibroplasia
(Ackermann 2007). Pada awal pembentukan neovaskuler, pertama,tama nampak
sebagai pita yang padat dari sel,sel endotel yang tumbuh ke luar sebagai kuncup
dari kapiler yang utuh pada tepi luka. Sel,sel muncul oleh aktivitas mitosis pada
sel,sel pembuluh darah tetua diikuti oleh migrasinya ke arah luka. Pita endotel
yang padat menjadi bersaluran dalam beberapa jam dan dalam lumen yang
terbentuk demikian darah mulai mengalir (Spector dan Spector 1993). Jaringan
vaskuler (angiogenesis) yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu
respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena
biasanya dalam keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini
fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh
substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (

).

Proses selanjutnya adalah reepitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
(KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Reepitelisasi ini telah dimulai sejak beberapa jam setelah terjadi
perlukaan (Clark dan Singer 1999). Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka
dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa
kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan
kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi (Gambar 5) dan
dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblast akan
merubah

strukturnya

menjadi

miofibroblast

yang

mempunyai

kapasitas

melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada
luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal (Tawi 2008).

Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung
jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan
selama proses rekonstruksi jaringan. Menurut Tawi (2008), pada jaringan lunak
yang normal (tanpa perlukaan), keberadaan sel fibroblast sangat jarang dan
biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi
(kolagen, elastin, asam hyaluronat, fibronektin dan profeoglikan) yang berperan
dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Serat kolagen yang terbentuk
menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka (Perdanakusuma 2008).

Gambar 5. Gambaran sistematik jaringan granulasi dan angiogenesis. (Sumber:
Wahl 2008).
Fase Maturasi (

)

Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa

kolagen,

kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam keseimbangan (Perdanakusuma 2008).
Setelah terjadi proses perbaikan yang ekstensif, banyak neovaskuler yang
lenyap lewat penyusutan pembuluh,pembuluh darah yang berlebihan, sehingga
suplai darah ke luka secara berangsur,angsur berkurang (Spector dan Spector
1993). Fibroblast juga sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi dan serat
fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Sintesa
kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase

maturasi. Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh
enzim kolagenase. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut
atau

, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka (Tawi 2008).

Faktor,faktor yang mempengaruhi persembuhan luka
Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi darah ke daerah yang
terluka. Jika suplai darah ke suatu daerah kurang, maka proses peradangan akan
berjalan sangat lambat, infeksi menetap, dan terjadi persembuhan yang buruk
(Price dan McCarty 1992). Selain itu, persembuhan luka dipengaruhi oleh umur,
nutrisi yang tidak seimbang, keberadaan benda asing, radiasi, pengobatan anti
inflamasi dan faktor kesehatan individu misalnya imunosupresan, stress dan
diabetes mellitus (Perdanakusuma 2008).
Persembuhan luka pada individu yang berusia tua akan memakan waktu
lebih lama jika dibandingkan dengan individu yang masih muda. Hal ini terkait
dengan suplai darah individu muda yang lebih baik dan adanya kemungkinan
penyakit seperti artheroskeloris pada individu tua (Vegad 1995 dalam Handayani
2006). Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau
obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena
terbentuknya ulkus yang kronis (Tawi 2008).

* ( +

(

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O yaitu molekul yang
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak ada rasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K. Air sering
disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia (Arifin
2007). Air memiliki polaritas yang tinggi sehingga air hanya menarik senyawa
asam amino, jenis,jenis gula dan glikosida dari tumbuhan (Houghton dan Raman
1998). Ekstraksi dengan menggunakan pelarut air memiliki kekurangan yaitu
sejumlah besar bahan pengotor juga ikut terambil dan mudah mengalami
kontaminasi mikrobial (Voight 1994).

.!+( .!
Ekstraksi adalah proses untuk mengisolasi senyawa dari suatu tumbuhan.
Ragam ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan
yang diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne 1987). Prinsip
ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non
polar dalam senyawa non polar. Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar
berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair,cair dan ekstraksi
cair padat. Ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi
dan ekstraksi soxhlet. Maserasi merupakan metode yang tepat untuk bahan,bahan
yang tidak tahan panas dan digunakan untuk mengekstrak simplisia yang bahan
aktifnya mudah larut dalam cairan pelarut. Simplisia adalah bahan alami yang
digunakan sebagai obat yang belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang
dikeringkan (Wientarsih dan Bayu 2006). Bahan yang di ekstrak harus berukuran
seragam untuk memudahkan kontak antara bahan dan pelarut. Keuntungan cara
ini adalah cara pengerjaan dan peralatannya sederhana sedangkan kerugiannya
yaitu pengerjaan yang lama dan proses ekstraksi kurang sempurna (Yuliani dan
Rusli 2003). Hal yang harus diperhatikan dalam metode ekstraksi yaitu jumlah
simplisia (10%), penambahan air ekstrak (2x), derajat kehalusan, cara pemanas,
cara penyaringan dan perhitungan dosis pemakaian (Wientarsih dan Bayu 2006).

*

5!

+4. 0

Fitokimia merupakan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan.
Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek
racun atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila
diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Senyawa dasar yang mudah
diidentifikasi dalam penapisan fitokimia simplisia adalah senyawa alkaloid,
polifenat, tanin, flavonoid, saponin, kuinon, steroid dan triterpenoid serta senyawa
monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

*5

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar (Farmakope Indonesia 1979). Sediaan topikal ini digunakan
untuk perlindungan setempat (lokal) atau dengan alasan terapeutik (Blodinger
1994). Salep terbuat dari dasar salep dan bahan aktif atau kombinasi bahan aktif.
Dasar salep dapat berupa sistem sederhana (misalnya memakai vaselin) ataupun
dengan sistem yang lebih kompleks (misalnya sistem yang memakai emulgator.
Bahan dasar salep harus memenuhi persyaratan sehingga memiliki stabilitas yang
baik. Persyaratan tersebut adalah salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik,
tersatukan dengan bahan pembatu lain dan dengan obat yang dibutuhkan dalam
terapi salep serta tidak mengandung lebih dari 102 bakteri/gram (Voigt 1994).
Selain itu, syarat dasar salep meliputi harus mudah dipakai, tidak mudah tengik,
tidak mengiritasi kulit, memiliki daya kerja yang baik, warna dan bau stabil
selama penyimpanan, stabil secara fisik dan kimia serta harus halus sehingga
mudah dioleskan pada permukaan kulit (Wientarsih dan Bayu 2006).
Penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis. Komponen lemak
menjadi faktor utama tinggi rendahnya penetrasi obat melalui stratum korneum
(Ansel 1989).

*05 + 6

" .+

* * +

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi dan Laboratorium Farmasi,
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor dari bulan Juli 2007 sampai dengan April 2008

+6

)

Hewan Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (
albinus) jantan yang berumur 2,2,5 bulan dengan berat badan 20,40
gram sebanyak 45 ekor.

Rimpang kunyit
Rimpang kunyit yang digunakan berumur 9 bulan yang diperoleh dari
Balai Penelitian Tanaman Tropis (BALITRO). Kunyit diidentifikasi di Herbarium
Bogorience LIPI.

Bahan
Bahan yang digunakan antara lain sediaan komersil yang mengandung
"

#

5%, ekstrak placenta dan $

Simplisia rimpang kunyit,

eter untuk euthanasi, aquades sebagai pelarut, larutan Netral Buffer Formalin
(10%), dan kapas serta vaselin kuning. Bahan yang digunakan untuk membuat
sediaan histopatologi yaitu larutan

% &

'

, larutan Eosin, Xylol,

alkohol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan 100%), larutan (
, Asam Asetat 1%, larutan
larutan Orange G 0,75% larutan
2,5%, +

,

, larutan

)% &

*

'

,

, Larutan

, dan parafin.

Alat
Alat,alat yang digunakan antara lain toples, kandang mencit,
bedah, peralatan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu

, alat
,

mikrotom, penangas air, gelas objek dan gelas penutup serta peralatan untuk
ekstraksi kunyit yaitu corong pisah, evaporator, gelas erlenmayer 100 ml dan
oven. Mikroskop cahaya dan mikroskop videomikrometer .

*+464 4/

* * +

Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan dalam pemisahan senyawa kunyit adalah
dengan cara maserasi/perendaman. Simplisia kunyit direndam dalam pelarut
etanol (alkohol 96%) dengan perbandingan 1:10 selama 24 jam dengan dilakukan
pengadukan secara berkala untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir
serbuk simplisia sehingga derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil,kecilnya
tetap terjaga. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan filtrat.
Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk memaksimalkan penarikan zat
aktif dalam simplisia. Kemudian dilakukan evaporasi terhadap filtrat tersebut
selama 1,2 jam hingga menghasilkan ekstrak semi solid.
Ekstrak semi solid tersebut dilarutkan dengan etanol 96% sampai
terbentuk larutan ekstrak. Lalu ditambahkan larutan hexan (non polar) dengan
perbandingan 1:1 dan dimasukkan kedalam labu kocok (corong pisah).
Pengocokan selama 15 menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan pelarut.
Lapisan yang terbentuk paling bawah adalah etanol dan yang ada atas adalah
hexan. Kemudian hexan ditampung. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali
dengan perlakuan yang sama.
Ekstrak etanol ditambahkan larutan etil asetat (semi polar) dengan
perbandingan 1:1 dalam corong pisah. Setelah itu dikocok selama 15 menit dan
didiamkan. Aquades dimasukkan dengan perbandingan yang sama sehingga
terbentuk tiga lapisan pelarut. Lapisan yang paling bawah adalah etanol,
kemudian air dan yang paling atas adalah etil asetat. Kemudian dilakukan
evaporasi terhadap filtrat tersebut selama 1,2 jam hingga menghasilkan fraksi
semi solid. Fraksi semi solid tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 40ºC
hingga didapatkan ekstrak kental.

Rimpang kunyit

Simplisia kunyit
Maserasi dengan
ethanol 96%
Filtrat

Evaporasi
Ekstrak etanol
semi solid
Corong pisah
Etanol dan Hexan

Ethanol

Fraksi Hexan

Corong pisah
Etil asetat dan Air

Fraksi Air

Fraksi etil asetat

Evaporasi
Fraksi semi solid

Oven

Fraksi kental

Gambar 6. Diagram alir proses ekstraksi kunyit dengan pelarut air

Penapisan Fitokimia

Fitokimia merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi zat aktif yang
terkandung dalam simplisia. Pengujian terhadap senyawa alkaloid, po

Dokumen yang terkait

Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) pada proses persembuhan luka mencit (Mus musculus albinus)

0 13 6

Kajian Aktivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma longa) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit sebagai Model Penderita Diabetes

0 4 1

Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka

0 12 71

Kajian Aktivitas Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus Albinus.)

0 10 80

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.)

0 10 88

Gambaran darah mencit (Mus musculus albinus) pada proses persembuhan luka yang diberi salep fraksi etil asetat dan fraksi air rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.)

0 43 151

Kajian aktivitas ekstrak rimpang kunyit (curcuma tonga) dalam proses persembuhan luka pada mencit sebagai model penderita diabetes

1 19 42

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan.

0 3 14

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG KUNYIT(Curcuma Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan.

0 6 14

Aktivitas Penyembuhan Luka Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Terhadap Luka Insisi Pada Mencit Swiss Webster Jantan Dewasa.

0 0 28