Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.)

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit
(Mus musculus Albinus.)

WENI KURNIATI

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi

: Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) Dalam Proses

Persembuhan Luka Pada Mencit

(Mus musculus Albinus.)
Nama


: Weni Kurniati

NRP

: B04104131

Disetujui

Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si

Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui
Wakil Dekan FKH IPB


Dr. Nastiti Kusumorini

Tanggal lulus:

ABSTRAK

WENI KURNIATI. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus
Albinus). Dibimbing oleh WIWIN WINARSIH dan IETJE WIENTARSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat sediaan salep ekstrak etanol
kunyit (Curcuma longa Linn.) sebagai obat penyembuhan luka, serta zat-zat aktif
yang terkandung dalam kunyit yang dapat dilarutkan oleh pelarut etanol.
Beberapa uji yang dilakukan adalah; penapisan fitokimia, uji patologi anatomi,
dan histopatologi. Ekstraksi kunyit dilakukan dengan metode maserasi hingga
dihasilkan sediaan kental dan selanjutnya dibuat menjadi sediaan salep. Sebagai
hewan percobaan mencit (Mus musculus Albinus.) jantan sebanyak 45 ekor, yang
berumur

8 minggu dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol


negatif tanpa perlakuan, kelompok kontrol positif yang diberikan sediaan
mengandung neomycin sulfat 5%, dan pemberian sediaan salep ekatrak etanol
kunyit. Setelah itu mencit dilukai di bagian punggung sepanjang 1.5 cm. Sediaan
ekstrak semi padat etanol kunyit kemudian diuji dengan menggunakan metode
fitokimia, diketahui bahwa senyawa yang teridentifikasi adalah kelompok
alkaloid dan kuinon. Setelah itu pengamatan Patologi anatomis dilakukan pada
hari ke 2, 4, 7, 14, 21. Parameter yang diamati secara patologi anatomi adalah
warna luka, folikel rambut, penyempitan luka, oedema, dan keberadan keropeng.
Peubah yang diamati secara histopatologis adalah jumlah polimorfonuklear,
neovaskularisasi, presentasi reepitelisasi, dan luasan kolagen. Data yang
didapatkan kemudian diuji dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah
Berganda Duncan. Dari pengamatan histopatologi salep ekstrak etanol kunyit dan
kontrol positif dapat mempercepat prases pembentukan neovaskularisasi.
Sementara untuk jumlah polimorfonuklear, persentasi reepitelisasi dan luasan
kolagen, ketiga kelompok memberikan hasil yang tidak berbeda.

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit
(Mus musculus Albinus.)


WENI KURNIATI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan tadak lupa salawat dan
salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis
ucapkan kepada:
1. Bapak dan Mamah tercinta untuk doa, dukungan, dan kepercayaannya.

2. Ibu Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si. dan Ibu Dr. Dra. Ietje Wientarsih,
Apt. M.Sc. selaku pembimbing skripsi yang telah dengan penuh kesabaran
membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. drh. Agus Setiono, Ms. PhD. selaku dosen penguji.
4. Bapak drh. Isdhoni, M. Biomed. selaku pembimbing akademik, yang telah
membimbing penulis selama menjalani masa kuliah di FKH.
5. Bapak Bayu, Ibu Lina, dan Ibu Rini atas bantuannya selama penulis
melakukan penelitian da laboratorium farmasi.
6. Pak Soleh, Pak Kasnadi, Pak Endang, yang telah membantu selama
bekerja di laboratorium patologi.
7. Kakak-kakak tercinta (Teh Entin, Teh Lilis, Ka Ichsan, Ka Ibnu) dan
pangeran-pangeran kecilku (Ilham, Azriel, Ivander) yang selalu menjadi
inspirasi.
8. Ratih, Rina, Dika, Agus, Tia atas kerjasamanya selama penelitian.
9. Penghuni Pondok Iswara (Upik, Nora, Tika, Nona, Eni, Lala, Ismi) atas
pengertian dan persaudaraannya.
10. Teman dan sahabat Mba Rina, Ami, Ria, Dc, Siti, Srie, Akil, Ratna, Dilla,
Rina F, Winda M, penghuni HAMAS, serta penghuni pondok Saka.
11. Riva, dan Arwin yang senantiasa mengajarkan indahnya kebersamaan.
12. Himpro Ruminansia dan DKM An-Nahl yang memberikan begitu banyak

pengalaman dan pengajaran.
13. Kakak-kakak 39, 40, Adik-adik 42 dan 43, dan tentu saja para pejuang
Asteroidea 41 yang selalu menjadi terbaik dan teristimewa.
14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin

dituliskan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun amat penulis harapkan. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2008

Weni Kurniati

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor

5 Mei 1986 dari ayah Katidjo dan Ibu


Mar’ah. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SD Empang 2 (1992-1998), SLTPN 1
Bogor (1998-2001), dan SMUN 1 Bogor (2001-2004). Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi pengurus Himpro
Ruminansia (2005/2007) dan DKM An-Nahl (2004/2008). Selain itu penulis juga
pernah menjadi asisten Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun 2007 dan
Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan (PKHL) pada tahun 2008.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit
Sejarah Tanaman Kunyit.....................................................................4

Taksonomi...........................................................................................4
Manfaat ...............................................................................................6
Mencit
Mencit Sebagai Hewan Percobaan......................................................6
Kulit
Struktur dan Fungsi kulit ....................................................................8
Histologi Kulit ....................................................................................8
Fitokimia ....................................................................................................12
Kurkuminoid ..............................................................................................13
Etanol .........................................................................................................13
Ekstraksi .....................................................................................................14
Salep...........................................................................................................15
Persembuhan Luka .....................................................................................16
Faktor-Faktor yang mempengaruhi persembuhan Luka ............................20
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu .....................................................................................22
Bahan dan Alat...........................................................................................22
Hewan Percobaan............................................................................ 22
Bahan ................................................................................................22
Alat ....................................................................................................23

Tahapan Penelitian
Ekstraksi Rimpang Kunyit ................................................................23
Penapisan Fitokimia ..........................................................................24
Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit ..........................26
Mencit Untuk Perlakuan ...................................................................26
Aplikasi Obat ....................................................................................26
Pengamatan Patologi Anatomi ..........................................................26
Pengambilan Sampel Kulit ...............................................................27
Fiksasi sediaan kulit dan pembuatan preparat histopatologi.............27
Pembuatan Sediaan Haematoxilin-Eosin ..........................................28
Pembuatan Sediaan Masson Trichrome ............................................28

Pengamatan Histopatologi ................................................................29
Analisis Data .....................................................................................31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Fitokimia ...................................................................................32
Patologi Anatomi .......................................................................................33
Hasil Pengamatan Histopatologi
Polimorfonuklear ..............................................................................36
Neovaskular ......................................................................................39

Reepitelisasi ......................................................................................41
Luasan Jaringan Ikat Kolagen ...........................................................44
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................48
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................49
LAMPIRAN ........................................................................................................52

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil penapisan fitokimia ekstraksi
rimpang kunyit dengan pelarut etanol....................................................... 32
2. Perbandingan patologi anatomi
persembuhan luka ketiga perlakuan ............................................................ 33
3. Rataan jumlah sel polimorfonuklear
pada pemeriksaan mikroskopis ................................................................... 36
4. Rataan jumlah neovaskularisasi
pada pemeriksaan mikroskopis.. ................................................................. 39
5. Rataan persentase reepitelisasi
pada pemeriksaan mikroskopis .................................................................. 42
6. Rataan persentase jaringan ikat kolagen
pada pemeriksaan mikroskopis.. ................................................................. 45


Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit
(Mus musculus Albinus.)

WENI KURNIATI

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi

: Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) Dalam Proses

Persembuhan Luka Pada Mencit

(Mus musculus Albinus.)
Nama

: Weni Kurniati

NRP

: B04104131

Disetujui

Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si

Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt. M.Sc

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui
Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Nastiti Kusumorini

Tanggal lulus:

ABSTRAK

WENI KURNIATI. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma
longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus
Albinus). Dibimbing oleh WIWIN WINARSIH dan IETJE WIENTARSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat sediaan salep ekstrak etanol
kunyit (Curcuma longa Linn.) sebagai obat penyembuhan luka, serta zat-zat aktif
yang terkandung dalam kunyit yang dapat dilarutkan oleh pelarut etanol.
Beberapa uji yang dilakukan adalah; penapisan fitokimia, uji patologi anatomi,
dan histopatologi. Ekstraksi kunyit dilakukan dengan metode maserasi hingga
dihasilkan sediaan kental dan selanjutnya dibuat menjadi sediaan salep. Sebagai
hewan percobaan mencit (Mus musculus Albinus.) jantan sebanyak 45 ekor, yang
berumur

8 minggu dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol

negatif tanpa perlakuan, kelompok kontrol positif yang diberikan sediaan
mengandung neomycin sulfat 5%, dan pemberian sediaan salep ekatrak etanol
kunyit. Setelah itu mencit dilukai di bagian punggung sepanjang 1.5 cm. Sediaan
ekstrak semi padat etanol kunyit kemudian diuji dengan menggunakan metode
fitokimia, diketahui bahwa senyawa yang teridentifikasi adalah kelompok
alkaloid dan kuinon. Setelah itu pengamatan Patologi anatomis dilakukan pada
hari ke 2, 4, 7, 14, 21. Parameter yang diamati secara patologi anatomi adalah
warna luka, folikel rambut, penyempitan luka, oedema, dan keberadan keropeng.
Peubah yang diamati secara histopatologis adalah jumlah polimorfonuklear,
neovaskularisasi, presentasi reepitelisasi, dan luasan kolagen. Data yang
didapatkan kemudian diuji dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah
Berganda Duncan. Dari pengamatan histopatologi salep ekstrak etanol kunyit dan
kontrol positif dapat mempercepat prases pembentukan neovaskularisasi.
Sementara untuk jumlah polimorfonuklear, persentasi reepitelisasi dan luasan
kolagen, ketiga kelompok memberikan hasil yang tidak berbeda.

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit
(Mus musculus Albinus.)

WENI KURNIATI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan tadak lupa salawat dan
salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis
ucapkan kepada:
1. Bapak dan Mamah tercinta untuk doa, dukungan, dan kepercayaannya.
2. Ibu Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si. dan Ibu Dr. Dra. Ietje Wientarsih,
Apt. M.Sc. selaku pembimbing skripsi yang telah dengan penuh kesabaran
membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. drh. Agus Setiono, Ms. PhD. selaku dosen penguji.
4. Bapak drh. Isdhoni, M. Biomed. selaku pembimbing akademik, yang telah
membimbing penulis selama menjalani masa kuliah di FKH.
5. Bapak Bayu, Ibu Lina, dan Ibu Rini atas bantuannya selama penulis
melakukan penelitian da laboratorium farmasi.
6. Pak Soleh, Pak Kasnadi, Pak Endang, yang telah membantu selama
bekerja di laboratorium patologi.
7. Kakak-kakak tercinta (Teh Entin, Teh Lilis, Ka Ichsan, Ka Ibnu) dan
pangeran-pangeran kecilku (Ilham, Azriel, Ivander) yang selalu menjadi
inspirasi.
8. Ratih, Rina, Dika, Agus, Tia atas kerjasamanya selama penelitian.
9. Penghuni Pondok Iswara (Upik, Nora, Tika, Nona, Eni, Lala, Ismi) atas
pengertian dan persaudaraannya.
10. Teman dan sahabat Mba Rina, Ami, Ria, Dc, Siti, Srie, Akil, Ratna, Dilla,
Rina F, Winda M, penghuni HAMAS, serta penghuni pondok Saka.
11. Riva, dan Arwin yang senantiasa mengajarkan indahnya kebersamaan.
12. Himpro Ruminansia dan DKM An-Nahl yang memberikan begitu banyak
pengalaman dan pengajaran.
13. Kakak-kakak 39, 40, Adik-adik 42 dan 43, dan tentu saja para pejuang
Asteroidea 41 yang selalu menjadi terbaik dan teristimewa.
14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin

dituliskan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun amat penulis harapkan. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2008

Weni Kurniati

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor

5 Mei 1986 dari ayah Katidjo dan Ibu

Mar’ah. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di SD Empang 2 (1992-1998), SLTPN 1
Bogor (1998-2001), dan SMUN 1 Bogor (2001-2004). Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi pengurus Himpro
Ruminansia (2005/2007) dan DKM An-Nahl (2004/2008). Selain itu penulis juga
pernah menjadi asisten Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun 2007 dan
Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan (PKHL) pada tahun 2008.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit
Sejarah Tanaman Kunyit.....................................................................4
Taksonomi...........................................................................................4
Manfaat ...............................................................................................6
Mencit
Mencit Sebagai Hewan Percobaan......................................................6
Kulit
Struktur dan Fungsi kulit ....................................................................8
Histologi Kulit ....................................................................................8
Fitokimia ....................................................................................................12
Kurkuminoid ..............................................................................................13
Etanol .........................................................................................................13
Ekstraksi .....................................................................................................14
Salep...........................................................................................................15
Persembuhan Luka .....................................................................................16
Faktor-Faktor yang mempengaruhi persembuhan Luka ............................20
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu .....................................................................................22
Bahan dan Alat...........................................................................................22
Hewan Percobaan............................................................................ 22
Bahan ................................................................................................22
Alat ....................................................................................................23
Tahapan Penelitian
Ekstraksi Rimpang Kunyit ................................................................23
Penapisan Fitokimia ..........................................................................24
Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit ..........................26
Mencit Untuk Perlakuan ...................................................................26
Aplikasi Obat ....................................................................................26
Pengamatan Patologi Anatomi ..........................................................26
Pengambilan Sampel Kulit ...............................................................27
Fiksasi sediaan kulit dan pembuatan preparat histopatologi.............27
Pembuatan Sediaan Haematoxilin-Eosin ..........................................28
Pembuatan Sediaan Masson Trichrome ............................................28

Pengamatan Histopatologi ................................................................29
Analisis Data .....................................................................................31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Fitokimia ...................................................................................32
Patologi Anatomi .......................................................................................33
Hasil Pengamatan Histopatologi
Polimorfonuklear ..............................................................................36
Neovaskular ......................................................................................39
Reepitelisasi ......................................................................................41
Luasan Jaringan Ikat Kolagen ...........................................................44
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................48
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................49
LAMPIRAN ........................................................................................................52

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil penapisan fitokimia ekstraksi
rimpang kunyit dengan pelarut etanol....................................................... 32
2. Perbandingan patologi anatomi
persembuhan luka ketiga perlakuan ............................................................ 33
3. Rataan jumlah sel polimorfonuklear
pada pemeriksaan mikroskopis ................................................................... 36
4. Rataan jumlah neovaskularisasi
pada pemeriksaan mikroskopis.. ................................................................. 39
5. Rataan persentase reepitelisasi
pada pemeriksaan mikroskopis .................................................................. 42
6. Rataan persentase jaringan ikat kolagen
pada pemeriksaan mikroskopis.. ................................................................. 45

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Tanaman kunyit ...........................................................................................4

2.

Rimpang Kunyit ...........................................................................................6

3.

Mencit laboratorium.....................................................................................6

4.

Struktur skematis kulit ...............................................................................11

5.

Struktur kimia kurkumin ............................................................................13

6.

Proses ekstraksi rimpang kunyit dengan pelarut etanol .............................23

7.

Metode penentuan luasan jaringan ikat kolagen pada pengamatan
histopatologis .............................................................................................30

8.

Gambaran patologi anatomis luka hari ke-4 ketiga perlakuan....................35

9.

Sel radang netrofil yang mengilfiltrasi jaringan luka dengan
perlakuan salep ekstrak etanol kunyit pada hari ke-7. ...............................37

10.

Perbandingan rataan jumlah sel polimorfonuklear
pada proses persembuhan luka...................................................................38

11.

Neovaskularisasi yang yang terbentuk pada jaringan luka
dengan perlakuan salep ekstrak etanol kunyit pada hari ke-14...................40

12.

Perbandingan rataan jumlah neovaskularisasi
pada proses persembuhan luka.................................................................41

13.

Reepitelisasi persembuhan luka dengan perlakuan
salep ekstrak etanol pada hari ke-14...........................................................43

14. Perbandingan presentase reepitelisasi pada
proses persembuhan luka ............................................................................44
15. Jaringan ikat berwarna biru pada perlakuan
salep ekstrak etanol kunyit pada hari ke-21 ................................................46
16.

Perbandingan persentase luasan jaringan ikat kolagen
pada proses persembuhan luka

...............................................................47

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.Hasil perhitungan statistik polimorfonuklear...................................................52
2.Hasil perhitungan statistik neovaskularisasi ....................................................55
3.Hasil perhitungan statistik persentase reepitelisasi .........................................58
4.Hasil perhitungan statistik persentase luasan kolagen ...................................61

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki ekosistem berupa flora
dan fauna yang tergolong cukup beragam di dunia. Kekayaan alam yang cukup
berpotensi di Indonesia adalah adanya berbagai spesies flora, dari 40 ribu jenis
flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar
26% telah dibudidayakan, sedangkan sisanya masih liar di hutan-hutan. Lebih dari
940 jenis tanaman yang dibudidayakan digunakan sebagai obat tradisional, salah
satunya adalah kunyit (Syukur dan Hernani 2002).
Kunyit sebagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan, telah
digunakan secara tradisional oleh nenek moyang kita sejak lama. Diantara
beberapa manfaat rimpang kunyit yang dapat digunakan adalah sebagai
antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida,
obat sakit perut, memperbanyak ASI, fungisida, mengobati keseleo, memar dan
rematik, obat asma, diabetes melitus, usus buntu, amandel, sariawan, tambah
darah, menghilangkan noda di wajah, penurun panas dan mengobati luka (Tilaar
2002).
Seiring dengan berjalannya waktu dan arus industrialisasi yang makin
hebat, kunyit kini banyak diolah sebagai obat alternatif, namun beberapa manfaat
dari kunyit belum terkelola dengan maksimal diantaranya adalah kunyit sebagai
obat penyembuh luka. Obat-obat kimia untuk persembuhan luka hingga kini
masih menjadi pilihan utama di pasaran karena efek penyembuhan yang bisa
dirasakan langsung, serta mudah diperoleh. Namun ketakutan masyarakat akan
efek samping obat kimia dan harganya yang semakin tinggi, membuat masyarakat
beralih kepada pengobatan alternatif, serta perawatan kesehatan dan kecantikan
secara tradisional. Hal ini didukung juga dengan tingginya nilai manfaat dengan
efek samping yang relatif kecil, serta harga yang terjangkau bila dibandingkan
dengan obat-obatan modern.
Perkembangan ini pulalah yang akhirnya mendorong para ahli untuk terus
menggali potensi tanaman-tanaman obat dengan cara mencari zat aktif dari

tanaman obat tersebut yang dapat bermanfaat. Teknik yang dikenal untuk
mengetahui zat aktif dalam tumbuhan dikenal dengan nama penapisan fitokimia.
Ketersediaan kunyit yang melimpah di Indonesia tidak didukung dengan
pengembangan obat luka herbal secara komersil, dengan berkembangnya metode
di bidang pengolahan obat tradisional diharapkan dapat mengoptimalkan
pemanfaatan kunyit sebagai penyembuh luka sehingga dapat menjadi produk siap
pakai dalam upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat.

Tujuan
1. Melakukan preparasi sediaan ekstrak etanol rimpang kunyit dalam bentuk
salep dan membandingkannya dengan sediaan komersil yang beredar di
pasaran.
2. Mengetahui khasiat sediaan salep ekstrak etanol rimpang kunyit sebagai
obat penyembuhan luka.
3. Mengetahui senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit yang dapat
ditarik oleh pelarut etanol, sehingga dapat memberikan manfaat secara
maksimal dalam proses persembuhan luka.

Permasalahan Penelitian
Penelitian mengenai aktivitas kunyit secara in vivo sebagai obat
penyembuhan luka masih sedikit, dan belum ada penelitian mengenai aktivitas
sediaan salep kunyit dalam persembuhan luka pada hewan di Indonesia. Oleh
karena itu masih perlu dicari pelarut terbaik yang dapat menarik zat-zat aktif dari
kunyit yang dapat memberikan efek maksimal sebagai obat penyembuhan luka.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui perbandingan khasiat dari
sediaan salep kunyit dengan pelarut etanol dengan obat persembuhan luka
komersil.

Manfaat
Penelitian kunyit dalam bentuk salep belum pernah dilakukan sebelumnya.
Sehingga untuk diperoleh data awal perlu diketahui terlebih dahulu pelarut tepat

yang dapat menarik zat aktif dari kunyit agar kunyit sebagai obat penyembuh luka
dapat memberikan efek maksimal. Penelitian kali ini menggunakan pelarut etanol
yang kemudian akan diolah menjadi bentuk sediaan salep dan diaplikasikan
secara topikal. Diharapkan dengan demikian sediaan salep dapat lebih mudah
diaplikasikan, praktis, tahan lama, serta lebih efektif digunakan sebagai obat
persembuhan luka.

TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit
Sejarah Tanaman Kunyit
Kunyit telah digunakan oleh bangsa Assyiria sebagai obat herbal sejak
600 tahun sebelum masehi. Sejak beratus-ratus tahun kunyit juga digunakan oleh
orang India sebagai pewarna dan pemberi rasa pada makanan. Pada tahun 1971
kunyit pertama kali dilaporkan sebagai anti peradangan baik bagi kasus akut
maupun kronik (Miils 2000).

Taksonomi
Kunyit (Gambar 1) merupakan tanaman herba, dengan tinggi mencapai
100 cm. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau
kekuningan. Daun tunggal, lanset memanjang, helai daun berjumlah 3-8 dan
pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12.5 cm, pertulangan
menyirip , berwarna hijau pucat. Bunga tumbuh dari ujung batang semu, panjang
10-15 cm, bunga berwarna kuning atau kuning pucat, mekar secara bersamaan.
Rimpang induk bercabang, rimpang cabang lurus atau sedikit melengkung,
keseluruhan rimpang membentuk rumpun yang rapat, berwarna jingga, tunas
muda berwarna putih. Akar serabut berwarna cokelat muda (Syukur dan Hernani
2002).

Gambar 1: Tanaman kunyit
(Sumber: Dokumentasi Pribadi. 2008)

Klasifikasi kunyit

menurut Linnaeus dalam

Winarto (2003),

selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Palantae

Divisi

: Spermatophita

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Subkelas

: Zingiberales

Famili

: Zingibereaceae

Genus

: Curcuma

Spesies

: Curcuma Longa Linn.

Kunyit (Gambar 1) dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis mulai
dari ketinggian 240-2000 meter di atas permukaan laut (dpl). Daerah dengan
curah hujan 2000-4000 mm/tahun merupakan tempat tumbuh yang baik bagi
kunyit. Kunyit dapat pula tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang dari 1000
mm/tahun, tetapi diperlukan pengairan yang cukup dan tertata dengan baik
(Syukur dan Hernani 2002). Kunyit dapat tumbuh dan biasa di tanam di Asia
Selatan, Cina, Taiwan, Indonesia, dan Filipina (Tilaar 2002).
Kunyit dapat menghasilkan rimpang yang cukup besar dan baik (Gambar
2), saat di tanam didaerah yang terbuka sedikit naungan (Tilaar 2002). Jenis tanah
yang cocok bagi tanaman kunyit adalah tanah ringan dengan bahan organik yang
tinggi, seperti tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air. Tanaman
ini dapat hidup di daerah yang memiliki intensitas cahaya matahari penuh atau di
daerah yang ternaungi. Rimpang kunyit dapat pula ditanami tumpang sari
bersama dengan padi gogo, jagung, singkong, kacang merah atau palawija lainnya
( Syukur dan Hernani 2002).
Rimpang

kunyit

(Gambar

2)

mengandung

minyak

atsiri

3-5%

(Departemen Kesehatan 1989). Minyak atsiri tersebut terdiri dari senyawa antara
lain, fellandrene, sabinene, sineol, borneol, zingibrene, curcumene, turmeron,
kamfene, kamfor, seskuiterpene, asam kafrilat, asam methoksisinamat, tolilmetil
karbinol. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung alkohol kurkumin (Syukur
dan Hernani 2002).

Gambar 2: Rimpang Kunyit
(Sumber: Dokumentasi Pribadi. 2008)
Manfaat
Rimpang kunyit (Gambar 2) dapat digunakan sebagai antikoagulan,
menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit
perut, memperbanyak ASI, fungisida, stimulan, mengobati keseleo, memar dan
rematik, obat asma, diabetes melitus, usus buntu, amandel, sariawan, tambah
darah, menghilangkan noda diwajah, penurun panas, melindungi jantung, radang
hidung, menghilangkan rasa gatal, menyembuhkan kejang, mengobati luka dan
obat penyakit hati. Selain obat, rimpang kunyit dapat dimanfaatkan untuk bumbu
dapur. Zat warna kuning yang dikandungnya dimanfaatkan sebagai bahan
pewarna alami dan tambahan untuk makanan ternak (Syukur dan Hernani 2002).

Mencit
Mencit Sebagai Hewan Percobaan
Mencit (Gambar 3) dipilih sebagai hewan percobaan karena merupakan
hewan yang praktis, mudah dipelihara dalam ruangan yang relatif kecil dan dapat
digunakan untuk penelitian dalam jumlah yang cukup banyak (Malole dan
Pramono 1989) .

Gambar 3.
Mencit laboratorium
(Sumber: http://www.rooj.com/Radioprotection_files/image002.jpg . 2008)

Klasifikasi mencit

menurut Linnaeus dalam Arington (1972), adalah

sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chrodata

Sub filum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Myomorphoa

Familia

: Muridae

Sub familia

: Murinae

Genus

: Mus

Species

: Mus musculus

Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit
laboratorium. Hewan tersebut tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan di
dekat atau di dalam gedung dan rumah yang dihuni manusia. Mencit laboratorium
memiliki berat yang relatif sama dengan mencit liar yaitu mencapai 18-20 gram
pada umur empat minggu dan saat dewasa dapat mencapai 30-40 gram (Smith
1988).
Mencit laboratorium (Gambar 3) adalah strain mencit yang telah
dikembangkan oleh ahli genetik dari peternak mencit peliharaan sejak 100 tahun
silam (Penn 1999). Mencit laboratorium setelah diternakkan secara selektif
memiliki berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan
berbeda- beda (Smith 1988).
Mencit laboratorium dapat dikandangkan dalam kotak sebesar sepatu. Hal
yang paling penting dalam sistem perkandangan mencit adalah persyaratan
fsiologis dan tingkah laku mencit harus terperhatikan. Persyaratan ini meliputi
menjaga lingkungan tetap kering dan bersih, suhu yang memadai, dan memberi
ruang yang cukup untuk bergerak dengan bebas dalam berbagai posisi. Banyak
faktor-faktor lingkungan terutama kualitas pakan berpengaruh pada kondisi
mencit secara keseluruhan. Status makanan hewan yang diberikan dalam
percobaan biomedis mempunyai pengaruh nyata pada kualitas hasil percobaan.

Mencit membutuhkan protein sbanyak 20-25% lemak 10-12%, pati 45-55%, dan
serat kasar 4% atau kurang. Tiap hari mencit dewasa makan 3 - 5 gram makanan
(Smith 1988).
Mencit

berkembang

biak

dalam

waktu

yang

singkat

sehingga

keturunannya dapat diperoleh dalam jumlah banyak . Kebanyakan mencit mampu
kawin pada umur kurang lebih 5 minggu. Tetapi, biasanya lebih baik kalau mencit
tidak dikawinkan sebelum umur 8 minggu. Estrus terjadi kira-kira tiap 4-5 hari,
dan segera setelah beranak. Lama bunting biasanya 19-21 hari dan anak-anak
dapat disapih pada umur 18-28 hari tetapi biasanya 21 hari (Smith 1988).

Kulit
Struktur dan Fungsi Kulit
Kulit (Gambar 4) adalah suatu jaringan atau organ yang kompleks , suatu
organ yang dinamis dengan berbagai macam sel multiple dengan tipe dan fungsi
yang khas. Kulit mempunyai fungsi ganda (multiple function) yang unik sebagai
pelindung sel dan jaringan yang lebih dalam dari pengaruh lingkungan, mengatur
dan mempertahankan suhu tubuh, sebagai organ neuroreseptor seraya
memonitoring rangsangan–rangsangan dari lingkungannya, memproses substansi
antigenik yang ditugaskan kepadanya, serta sebagai tempat beradanya
kelengkapan (appendages) berupa rambut, bulu, struktur keratin, kelenjar
keringat, zat tanduk (kuku) yang berfungsi sebagai pelindung, penampilan
(appearences) dan menentukan ciri individu (warna, pola, dan sebagainya)
(Dharmojono 2002).

Histologi Kulit
Lapisan Kulit terdiri dari epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit dilengkapi
pula oleh derivatnya seperti rambut, serta sistem vaskular dan neural (Dellmann
dan Brown 1992).


Epidermis
Epidermis,

merupakan lapis paling luar kulit, berbentuk epitel pipih

banyak lapis berkeratin. Paling sedikit ada empat lapis yang dapat diidentifikasi,

yakni stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum
korneum (Dellmann dan Brown 1992). Stratum basale (stratum germinativum)
terdiri atas selapis sel kuboid atau silindris basofilik yang terletak di atas lamina
basalis pada batas epidermis-dermis dan memisahkan epidermis dari dermis.
Stratum spinosum terdiri atas sel-sel kuboid, poligonal, atau agak gepeng dengan
inti di tengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang yang terisi berkas filamen
(Junqueira et al. 1998).
Stratum Granulosum ditandai oleh tiga sampai lima lapis sel poligonal
gepeng dengan sitoplasma yang berisi granula basofilik kasar yang disebut
granula keratohialin. Struktur khas lainnya adalah sel-sel stratum granulosum
epidermis merupakan granula berlamel, yatu sebuah struktur lonjong atau mirip
batang kecil yang mengandung cakram berlamen yang dibentuk oleh lapis-ganda
lipid. Stratum lusidum tampak lebih jelas pada kulit tebal, bersifat transluen dan
terdiri atas selapis tipis sel eusinofilik sangat gepeng. Stratum korneum terdiri atas
sel berkeratin tanpa inti gepeng yang sitoplasmanya dipenuhi skleroprotein
filamentosa berpigmen yaitu keratin (Junqueira et al. 1998).
Epidermis memiliki empat tipe sel. Paling banyak adalah keratinosit yang
bertanggungjawab memproduksi keratin, suatu jenis protein yang sulit larut dan
mengisi sel-sel stratum korneum. Tiga tahap aktivitas sel ini adalah, pertama
tahap proliferasi dimana sel-sel terletak tepat diatas lamina basalis yang
mengalami pembelahan secara mitosis. Kedua adalah tahap pemasakan dimana
sel-sel bermigrasi ke arah permukaan dan mengumpulkan filamen keratin
(tonofilamen) secara tidak teratur, butir-butir keratohialin akan meningkat
jumlahnya setelah sel mencapai permukaan atas epitel. Tahap ketiga adalah tahap
inaktif di mana inti sel lenyap, juga filamen keratin dan butir keratohialin bersifat
kompak dan memipih (Dellmann dan Brown 1992).
Warna pada kulit dan bulu terjadi karena butir melanin yang dihasilkan
oleh melanosit. Melanosit adalah sel-sel dendrit. Melanosit akan mensintesis
melanin (biochrome) berwarna kuning, merah, dan cokelat berupa polimer besar
yang terikat pada protein (Dharmojono 2002).
Sel-sel langerhans (sel-sel dendritik agranural) adalah sel-sel imun

epidermis berasal dari sumsum tulang. Mereka mewakili sistem kekebalan paling
luar dan berfungsi sebagai penghubung antara lingkungan luar dengan organisme.
Sel-sel merkel

terdapat dalam epidermis pada elevasi peraba pada banyak

spesies. Daerah tersebut terdiri dari epidermis menebal dengan deretan sel
epiteloid peraba membalut ujung terminal serabut saraf yang menembus lamina
basalis (Dellmann dan Brown 1992).
Hubungan antara dermis dan epidermis umumnya halus pada kulit yang
dilindungi dengan selimut bulu tebal (Dellmann dan Brown 1992). Hubungan
(dermal-epidermal junction) bertindak sebagai penghalang bagi berkembangnya
radang dari sel-sel neoplastik di antara dermis dan epidermis (Dharmojono 2002).


Dermis
Dermis (Corium) terletak di antara epidermis dan jaringan lemak

subkutan (Dharmojono 2002). Dermis merupakan serabut kolagen, serabut elastik
dan serabut retikuler. Folikel bulu, kelenjar peluh dan palit, pembuluh darah dan
limfe, serta saraf tertanam pada kedalaman yang berbeda pada dermis (Dellmann
dan Brown 1992).
Dermis umumnya dibagi menjadi lapis superfisial (stratum papillare) yang
berbatasan dengan lapis dalam (stratum reticulare) tanpa adanya batasan yang
jelas. Lapis superfisial langsung berbatasan dengan dengan epidermis dan
menyesuaikan diri dengan garis bentuk stratum basale. Terbentuk dari jalinan
halus serabut kolagen, serabut retikuler dan elastik, fibrosit, makrofag, sel plasma,
dan sel mast. Seringkali kromatofor (melanosit) dan sel lemak terdapat
didalamnya (Dellmann dan Brown 1992).


Subkutis
Subkutis (tela subcutanea) berupa lapis jaringan ikat longgar yang

mempertautkan kulit dengan otot dan tulang dibawahnya. Jaringan serabut
kolagen dan elastik yang longgar memungkinkan fleksibilitas kulit serta gerakan
bebas di sekitar daerah tersebut. Jaringan lemak sering terdapat di daerah tersebut,
dapat berupa sel-sel lemak individu atau sel-sel lemak besar yang biasa disebut
panikulus adiposus (Dellmann dan Brown 1992).



Rambut
Menurut Junqueira et al

(1998), rambut adalah struktur berkeratin

panjang berasal dari invaginasi epitel epidermis. Setiap rambut berkembang dari
sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut, yang selama pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada bagian ujung yang disebut bulbus rambut. Pada dasar
bulbus rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis memiliki jalinan kapiler
yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Hilangnya aliran darah atau
vitalitas papila dermis akan mengakibatkan matinya folikel. Sel epidermis yang
menutupi papila dermis membentuk akar rambut yang menghasilkan dan
berhubungan langsung dengan batang rambut yang menonjol di atas kulit.


Inervasi dan Vaskularisasi
Kulit mendapatkan vaskularisasi dari tiga pleksus yang dilepaskan oleh

arteri kutanea. Pleksus profundus atau pleksus subkutaneus akan melepaskan
pleksus medius, yang selanjutnya akan membentuk cabang yang membentuk
pleksus superfisialis atau pleksus subpapilaris. Sebaliknya berlaku untuk
pengembalian vena balik ke vena kutaneus. Dengan susunan demikian, semua
komponen kulit dijamin mendapatkan darah secara sempurna. Pleksus
superfisialis juga mendapatkan lengkung kapiler yang menjulur ke dalam papil
dermis (Dellmann dan Brown 1992).
Inervasi kulit bervariasi pada bagian tubuh berbeda. Tali saraf subkutaneus
membentuk fleksus saraf yang menyelimuti dermis, menginervasi kelenjar, otot
dan bulu, juga mengirim cabang menuju epidermis. Serabut saraf berakhir dalam
berbagai bentuk ujung saraf yakni, ujung saraf bebas dalam epidermis, atau ujung
saraf yang berselubung maupun tidak berselubung (Dellmann dan Brown 1992).

Gambar 4
Struktur skematis kulit
(Sumber: Yahya. 2008)
Fitokimia
Fitokimia merupakan senyawa yang berada di dalam tumbuhan. Fitokimia
memberikan aroma khas, rasa dan warna tertentu bagi tanaman dalam berintegrasi
dengan lingkungan. Manusia memilih senyawa ini karena beberapa alasan,
diantaranya karena fitokimia mempunyai efek biologi yang efektif menghambat
pertumbuhan kanker, sebagai antioksidan, mempunyai sifat menghambat
pertumbuhan mikroba, menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar glukosa
darah, bersifat antibiotik, dan menimbulkan efek peningkatan kekebalan (Amelia
2002). Beberapa fitokimia yang sudah diketahui terdapat di dalam tanaman obat
antara lain sebagai berikut :
1. Alkaloid
Alkaloid pada umumnya larut dalam bahan pelarut lipofil, yang garamnya
larut dalam pelarut hidrofil. Alkaloid dalam tumbuhan umumnya terdapat sebagai
garam, sehingga dapat langsung diekstraksi dengan bahan pelarut hidrofil (air,
etanol) (Voight1994) .
2. Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat
diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini
dikocok dengan etanol. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya

akan berubah jika ditambah basa atau amonia, sehingga mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan (Harborne 1987).
3. Tanin
Tanin dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat
bereaksi dengan protein membentuk suatu polimer mantap yang tidak dapat
bereaksi dengan air (Harborne 1987).
4. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar seperti
kromofor pada benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid.
Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksiliasi dan bersifat “senyawa fenol”
serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai
glikosida atau dalam bentuk kuinol terwarna, kadang-kadang juga bentuk dimer.
Sehingga diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya
(Harborne 1987).
5. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol telah terdeteksi dari 90
tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis darah (Harborne 1987).

Kurkuminoid
Kurkuminoid merupakan komponen yang dapat memberikan warna, dan
zat ini digunakan baik dalam industri pangan maupun kosmetik. Salah satu fraksi
yang terdapat dalam kurkuminoid adalah kurkumin ( Sembiring et al. 2006).
Kurkumin bermanfaat sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan
juga antiinflamasi. Selain itu kurkumin juga diyakini mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker dan memacu apoptosisi sel kanker. Bahan warna
kurkumin dapat juga digunakan untuk memecah penggumpalan darah di otak
seperti yang terjadi pada pasien penyakit alzheimer (Dheni 2007). Menurut
Purwanti (2008), kandungan kurkumin dalam kunyit adalah 2,38 % per 100 gram
kunyit.

Partikel kurkumin memiliki bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan
bagian luar yang bersifat hidrofilik (Dheni 2007). Secara kimia, kurkumin dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5 Struktur kimia kurkumin (Sumber: Best 2008)

Etanol
Etanol banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri
makanan dan minuman. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus
molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O (Ane 2008). Kelarutan
zat dalam pelarut tergantung dari ikatannya (polar, semipolar, atau non polar).
Etanol termasuk ke dalam pelarut polar, sehingga sebagai pelarut etanol
diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar (Houghton dan
Raman 1998).

Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses untuk mengisolasi senyawa dari suatu tumbuhan.
Ragam ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan
yang diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne 1987). Ekstraksi
amat bergantung pada jenis dan komposisi dari cairan pengekstraksi. Cairan
pelarut yang biasanya digunakan dalam proses ekstraksi adalah air, eter, atau
campuran etanol air. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol air sebaiknya
menggunakan cara maserasi (Farmakope Indonesia 1979).
Prosedur klasik ekstraksi untuk memperoleh kandungan senyawa organik
dari jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan
menggunakan alat soxlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti-

ganti, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan kloroform (untuk
memisahkan lipid dan terpenoid). Kemudian digunakan alkohol dan etil asetat
untuk senyawa yang lebih polar. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan
dengan penguap putar yang akan menguapkan larutan menjadi volume kecil.
(Harborn 1987).
Menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006) metode ekstraksi dibagi kedalam
5 cara, yaitu:
1. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi paling sederhana. Proses maserasi adalah
proses menyatukan bahan yang telah dihaluskan dengan bahan ekstraksi. Waktu
maserasi, semua farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah waktu itu,
sebaiknya ditetapkan suatu keseimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam
bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan, dengan demikian
difusi akan berakhir. Melalui usaha ini diharapkan akan terjadi keseimbangan
konsentrasi simplisia yang lebih cepat ke dalam cairan. Sedangkan keadaan diam
saat maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voight 1994).
Metode ekstraksi maserasi memiliki kelebihan karena pengerjaan dan alat
yang dipakai sederhana. Tetapi proses ekstraksi dengan metode ini membutuhkan
waktu yang relatif lama, serta hasil ekstraksi yang kurang sempurna (Yuliani dan
Sofyan 2003).
2. Metode Perkolasi
Metode ini dilakukan dengan cara mencampur 10 bagian simplisia ke
dalam 5 bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan ke dalam perkolator, dan
ditutup selama 24 jam setelah itu biarkan menetes sedikit demi sedikit. Kemudian
ditambahkan larutan pencuci secara berulang-ulang hingga terdapat selapis cairan
pencuci. Perkolat yang telah terbentuk kemudian diuapkan (Wientarsih dan
Prasetyo 2006).
3. Digesti
Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas
seperlunya selama proses ekstraksi (Wientarsih dan Prasetyo 2006).
4. Infusi

Metode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia
pada suhu 90ºC dalam waktu 5 menit. Selama proses ini berlangsung campuran
terus diaduk dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (Wientarsih dan Prasetyo 2006).
5. Dekoksi
Metode yang digunakan sama dengan metode infusi hanya saja waktu
pemanasannya lebih lama yaitu sekitar 30 menit (Wientarsih dan Prasetyo 2006).

Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar (Farmakope Indonesia 1979). Menurut Ansel (1989), salep
merupakan sediaan dermatolologi yang paling sering dipakai. Sediaan topikal
dapat digunakan untuk perlindungan setempat (lokal) atau dengan alasan
terapeutik (Blodinger 1994).
Menurut Farmakope Indonesia (1979), bahan obat

dalam pembuatan

salep harus dapat larut/terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
Pemilihan dasar salep harus memiliki syarat tertentu, diantaranya stabil secara
fisik dan kimia, warna dan bau stabil selama penyimpanan / pemakaian, dapat
dicampur dengan semua obat, teksturnya halus dan licin sehingga mudah dioles
pada kulit. Selain itu dasar salep juga harus baik untuk semua tipe kulit, tidak
mudah tengik, tidak mengiritasi kulit, dan mudah dioleskan (Wientarsih dan
Prasetyo 2006).
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi dari salep tergantung
pada pemikiran yang cermat atas sejumlah faktor-faktor termasuk laju pelepasan
yang diinginkan bahan obat dari dasar salep, keinginan peningkatan absorbsi
perkutan dari obat, kelayakan melindungi kelembaban kulit, kestabilan dasar
salep dalam jangka waktu lama, pengaruh obat terhadap kekentalan atau lainnya
dari dasar salep (Ansel 1989).
Salep merupakan sediaan yang digunakan secara topikal. Salep, baik salep
penutup maupun pelindung berguna untuk melindungi kulit dari kerja yang
merusak. Salep diharapkan mampu melakukan penetrasi sampai ke dalam lapisan

kulit teratas dan dapat memberikan efek penyembuhan untuk menangani luka
maupun penyekit kulit lainnya tang bersifat akut ataupun kronis (Ansel 1989).

Persembuhan Luka
Persembuhan luka adalah proses dalam tubuh untuk memperbaiki bagian
luka menjadi bentuk yang p

Dokumen yang terkait

Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahogani Jack.) Dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Telah Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan

5 43 77

Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) pada proses persembuhan luka mencit (Mus musculus albinus)

0 13 6

Kajian Aktivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma longa) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit sebagai Model Penderita Diabetes

0 4 1

Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka

0 12 71

Kajian Aktivitas Fraksi Air Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus)

0 5 70

Kajian Aktivitas Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus Albinus.)

0 10 80

Gambaran darah mencit (Mus musculus albinus) pada proses persembuhan luka yang diberi salep fraksi etil asetat dan fraksi air rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.)

0 43 151

Kajian aktivitas ekstrak rimpang kunyit (curcuma tonga) dalam proses persembuhan luka pada mencit sebagai model penderita diabetes

1 19 42

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan.

0 3 14

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK RIMPANG KUNYIT(Curcuma Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan.

0 6 14