Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

ANALISIS PERAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran
Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Evanti Andriani Syahputri
NIM H14090081

ABSTRAK
EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI. Analisis Peran Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN
HAKIM.
Penyediaan infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam tahap
pembangunan. Infrastruktur memberikan kontribusi terhadap perekonomian
daerah dan meningkatkan pembangunan ekonomi dengan memberikan efek
langsung maupun tidak langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan
perkembangan infrastruktur yang ada di Jawa Barat dan menganalisis peran
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis ini
menggunakan data panel dengan model fixed effect yang menggunakan data di 26
kabupaten / kota Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu 2007-2011. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) sebagai pengukuran output, panjang jalan (km), jumlah energi listrik

terjual (KWh), dan jumlah air bersih yang tersalurkan (m3). Hasil menunjukkan
bahwa infrastruktur di Jawa Barat terus meningkat. Berdasarkan model dalam
analisis, infrastruktur jalan, listrik dan air bersih memiliki efek yang positif dan
kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi daerah dimana
infrastruktur listrik memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian
daerah di Provinsi Jawa Barat.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, data panel

ABSTRACT
EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI. The Role of Infrastructure to Economic
Growth in West Java Province. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM.
The provision of infrastructure is very important in the stage of
development. Infrastructure contributes to the regional economy and makes
economic development more increased by giving direct and indirect effects. The
purposes of this study was to explain the development of infrastructure in West
Java and to analyze the role of infrastructure to economic growth in west Java
Province. This analysis used panel data with fixed effect model using 26 districts /
cities in West Java Province in the period of 2007-2011. Variables that are used
in this study is Gross Domestic Regional Product (GDRP) as the output
measurement, length of road (km), sum of electricity (KWh), and sum of water

supply (m3). The results indicate that the infrastructure in West Java always
increase. Based on the model in analysis, road infrastructure, electricity, and
water infrastructure have a positive effect and significant contributions to the
regional economic growth where as electricity infrastructure give the highest
contribution to the regional economy in West Java Province.
Keywords: economic growth, infrastructure, panel data

ANALISIS PERAN INFRASTRUKTUR
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
PROVINSI JAWA BARAT

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jawa Barat
Nama
: Evanti Andriani Syahputri
NIM
: H14090081

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul Analisis Peran Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah
sabar dan ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing dengan
memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Sahara sebagai dosen penguji utama dan Salahuddin El Ayyubi, M.A
sebagai dosen dari komisi pendidikan yang telah bersedia menguji penulis dan
memberikan masukan bagi perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Kedua orang tua penulis, papa Syahrul dan mama Yuni Arnela serta kedua

adik tercinta Muhammad Darmansyah Putra dan Amelia Rahma Syahputri
yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, doa yang tulus, dan
pengorbanan yang tak ternilai selama ini.
4. Staf Badan Pusat Statistik (BPS) dan staf Badan Pendukung Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang telah membantu penulis
selama pengumpulan data.
5. Segenap dosen pengajar dan staf di Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis dengan penuh tanggung jawab.
Semoga penelitian dalam skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Evanti Andriani Syahputri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian


5

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

METODE PENELITIAN

12

Jenis dan Sumber Data


12

Metode Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

19

Perkembangan Infrastruktur di Provinsi Jawa Barat

21

Analisis Model Penelitian


25

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN


34

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3

Peranan wilayah/pulau dalam pembentukan Produk Domestik Bruto
(persen)
Hasil estimasi model persamaan peran infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat
Matriks Korelasi

1
25
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju
pertumbuhan ekonomi Nasional tahun 2008-2011
Kontribusi infrastruktur terhadap PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga
Konstan 2000 tahun 2008-2011
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2011
Perbandingan pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat
tahun 2007-2011
Kerangka Pemikiran
PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun
2007-2011
PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Konstan 2000 tahun 2011
Rasio PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000
tahun 2006-2011 berdasarkan sektor
Panjang jalan berdasarkan kondisi jalan di Jawa Barat tahun 20072011
Jumlah energi listrik yang terjual di Provinsi Jawa Barat tahun 20012011
Energi listrik terjual menurut kelompok pelanggan di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011
Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Provinsi Jawa
Barat tahun 2005-2011
Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011

2
3
4
5
11
19
20
20
21
23
23
24
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
2 Uji Chow pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat
3 Uji Hausman pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
4 Hasil Estimasi pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat dengan model Fixed
Effect
5 Uji Normalitas - Residual Test - Histogram

34
35
36

37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
sangat berkaitan dengan peningkatan jumlah barang dan jasa yang dapat
diproduksi dalam masyarakat. Semakin banyak barang dan jasa yang diproduksi
dan dapat terdistribusikan dengan baik, maka akan meningkatkan kemakmuran
masyarakat dengan terpenuhinya kebutuhan hidup. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara dapat diukur dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB), selain
itu untuk melihat pertumbuhan ekonomi daerah dapat diukur dengan melihat nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Kontribusi tiap wilayah di Indonesia dalam membentuk Produk Domestik
Bruto (PDB) sangat beragam. Struktur perekonomian didominasi oleh kegiatankegiatan yang berada di Pulau Jawa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
(BPS), wilayah yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB
nasional adalah Pulau Jawa. Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012,
kontribusi Pulau Jawa dalam membentuk PDB selalu melebihi 50 persen.
Sedangkan kurang dari 50 persen berasal dari total kontribusi lima wilayah
lainnya di Indonesia. Tabel 1 memperlihatkan kontribusi tiap wilayah di Indonesia
dalam membentuk PDB nasional tahun 2009-2012 yang nilainya berfluktuatif.
Tabel 1 Peranan wilayah/pulau dalam pembentukan Produk Domestik Bruto
(persen)
Wilayah/Pulau
Sumatera
Jawa
Bali dan Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan Papua
Indonesia

2009
22.7
58.6
2.8
9.2
4.4
2.3
100.0

2010
23.1
58.1
2.7
9.2
4.5
2.4
100.0

2011
23.5
57.6
2.6
9.6
4.6
2.1
100.0

2012
23.8
57.5
2.5
9.3
4.8
2.1
100.0

Sumber: BPS, 2012

Perbedaan kontribusi wilayah terhadap pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) memperlihatkan adanya perbedaan laju pembangunan di tiap daerah.
Perbedaan ini disebabkan karena persebaran sumber daya manusia (SDM) dan
sumber daya alam (SDA) yang tidak merata. Selain itu perbedaan dalam
pengembangan dan pembangunan infrastruktur di tiap wilayah juga memengaruhi
besarnya kontribusi daerah terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Salah satu komponen penting dalam menentukan keberhasilan
pembangunan suatu bangsa yaitu pembangunan infrastruktur. Ketersediaan
infrastruktur menjadi tuntutan tersendiri dalam menjalankan roda perekonomian
bangsa. Seiring berkembangnya infrastruktur akan mendorong berkembangnya
sektor-sektor terkait yang pada akhirnya meningkatkan output yang dihasilkan.

2
Negara yang memiliki infrastruktur yang baik akan lebih dapat bersaing
dibandingkan dengan negara yang minim infrastrukturnya.
Pembangunan infrastruktur, baik berupa infrastruktur jalan raya, jaringan
listrik dan jaringan air bersih akan sangat berpengaruh pada peningkatan
perekonomian. Yoshino dan Nakahigashi (2000), menjelaskan bahwa infrastruktur
memberikan dampak terhadap perekonomian melalui dua cara yaitu dampak
secara langsung dan dampak secara tidak langsung. Dampak langsung dari adanya
infrastruktur terhadap perekonomian ialah meningkatnya output dengan
bertambahnya infrastruktur. Sedangkan dampak tidak langsung adalah mampu
mendorong kenaikan aktivitas perekonomian yang akan meningkatkan modal baik
swasta maupun pemerintah serta dapat menyerap tenaga kerja yang berakibat pada
kenaikan output.
Di Indonesia upaya pengembangan infrastruktur masih terpusat di Pulau
Jawa. Berdasarkan perbandingan provinsi-provinsi di Indonesia, tiga provinsi
penyumbang pembentukan PDB terbesar berada di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta
sebesar 16.5 persen, Jawa Timur sebesar 14.7 persen, dan Jawa Barat sebesar 14.3
persen, sedangkan provinsi-provinsi lainnya hanya berkisar antara 0.10 persen
sampai 8.28 persen (BPS 2011). DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan
sehingga pengembangan infrastruktur sangat diperhatikan untuk menunjang
perekonomian negara. Jawa Barat sebagai provinsi penyangga ibukota juga
memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan perekonomian sehingga
pengembangan infrastruktur di Jawa Barat juga harus diberi perhatian agar
mampu menopang pertumbuhan Jawa Barat maupun pertumbuhan daerah-daerah
disekitarnya.
Jawa Barat seringkali dijadikan tolak ukur kondisi ekonomi makro di
Indonesia. Dapat dikatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
meningkat maka pertumbuhan ekonomi nasional juga meningkat, begitu pula
sebaliknya. Gambar 1 menunjukkan pola pergerakan yang hampir serupa antara
laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju pertumbuhan ekonomi
nasional.
7.00

Persen

6.50
6.00

6.13

5.74

5.50

6.48
6.32

6.20

6.21

5.00

4.77

4.50

4.19

4.00
2008

2009

2010

2011

Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 1 Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju
pertumbuhan ekonomi Nasional tahun 2008-2011

3
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) nasional dan Jawa Barat pada tahun
2009 menunjukkan adanya perlambatan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Perekonomian Jawa Barat tidak dapat terlepas dari pengaruh
ekonomi nasional dan global akibat krisis pada tahun tersebut. Perubahan
ekonomi makro pada tingkat nasional akan berimplikasi pada perekonomian
daerah. Hal ini terlihat dari LPE Jawa Barat yang hanya mampu tumbuh sebesar
4.19 persen, berada di bawah LPE nasional yang sebesar 4.77 persen. Tetapi tahun
2010 kondisi perekonomian baik nasional maupun regional terlihat meningkat.
Hal ini terbukti dengan LPE Jawa Barat yang mampu tumbuh sebesar 6.20 persen
sejalan dengan LPE nasional sebesar 6.13 persen. Kondisi ini menunjukkan
adanya suatu pergeseran pola di mana posisi Jawa Barat selama kurun waktu
2010-2011 mampu menunjukkan kinerja yang membaik, yaitu dengan laju
pertumbuhan ekonomi yang berada di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Peran infrastruktur sebagai penggerak perekonomian akan mampu menjadi
pendorong berkembangnya sektor-sektor yang terkait. Selain itu infrastruktur juga
berperan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB maupun PDRB. Gambar 2
memperlihatkan besarnya kontribusi infrastruktur dalam membentuk PDRB Jawa
Barat khususnya diwakili oleh sub sektor jalan raya, listrik dan air bersih pada
periode 2008-2011.
3.00

2.25

Persen

2.17
2.00

2.35

2.21

1.87

1.74

1.84

1.77

1.00
0.13

0.14

0.13

0.13

0.00
2008

2009
Jalan Raya

Listrik

2010

2011

Air Bersih

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 2 Kontribusi infrastruktur terhadap PDRB Jawa Barat Atas Dasar
Harga Konstan 2000 tahun 2008-2011
Berdasarkan data pada Gambar 2, sub sektor jalan raya memiliki
kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Jawa Barat dibandingkan dengan
sub sektor listik dan air bersih. Kontribusi dari ketiga sub sektor tersebut
cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Seperti infrastruktur
jalan raya yang mengalami peningkatan kontribusi dari 2.17 persen pada tahun
2008 menjadi 2.35 persen pada tahun 2011. Peningkatan kontribusi ini dapat
diartikan bahwa dengan adanya pengembangan sektor infrastruktur maka secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan pengaruh kepada sektorsektor lainnya.
Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur di tiap daerah diharapkan
mampu untuk meningkatkan kondisi pembangunan Indonesia. Meningkatnya
kondisi pembangunan negara akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
terciptanya efisiensi dalam kegiatan perekonomian. Oleh karena itu dalam upaya
pembangunan ekonomi, pengembangan sektor infrastruktur perlu diperhatikan
mengingat begitu pentingnya infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi. Selain itu

4
perlu adanya analisis mengenai perkembangan infrastruktur untuk mencapai
keberhasilan pembangunan tersebut.
Perumusan Masalah
Pembangunan infrastruktur merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Secara langsung maupun tidak langsung, pembangunan
infrastruktur akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pengembangan
sektor-sektor lainnya yaitu ditandai dengan peningkatan mobilitas penduduk,
percepatan laju pengangkutan barang, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana
pembangunan, serta peningkatan efisiensi penggunaan sarana pembangunan.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi di banding dengan negara-negara berkembang lainnya menjadikan adanya
tuntutan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Jika hal ini terpenuhi maka
akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi dan
mempercepat proses pembangunan.
Dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia, populasi penduduk di
Jawa Barat cukup tinggi. Jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 43.83 juta jiwa
tahun 2011, hampir seperlima dari total penduduk Indonesia yang pada tahun
2011 mencapai 241 juta jiwa (BPS 2012). Gambar 3 memperlihatkan bahwa
perkembangan jumlah penduduk di Jawa Barat selalu meningkat setiap tahun.
Dengan jumlah penduduk yang besar, arus perputaran barang dan jasa untuk
konsumsi maupun produksi akan sangat besar sehingga diperlukan pembangunan
infrastruktur dalam menunjang keseluruhan kegiatan yang ada di Jawa Barat.
45,000,000
44,000,000

Jiwa

43,000,000
42,000,000
41,000,000
40,000,000
39,000,000
2006

2007

2008

2009

2010

2011

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 3 Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2011
Pengadaan infrastruktur yang memadai baik dari segi kualitas maupun
kuantitas sangat diperlukan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi
kebutuhan akan fasilitas infrastruktur dalam menunjang kegiatan perekonomian.
Infrastruktur jalan dalam kondisi baik akan memperlancar arus perpindahan
barang dan jasa serta memudahkan keterbukaan akses terhadap daerah
disekitarnya. Ketersediaan akses air bersih dan energi listrik dapat meningkatkan
produksi rumah tangga maupun kegiatan industri yang pada akhirnya dapat
memaksimalkan output yang dihasilkan.

5
20.00

Persen

15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00

2007

2008

2009

2010

2011

-10.00
Jalan

Listrik

Air Bersih

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 4 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat
tahun 2007-2011
Berdasarkan Gambar 4 pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat
tidak selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan infrastruktur
jalan pada tahun 2009 dan 2010 mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini
dikarenakan terjadi pengurangan jumlah panjang jalan dalam kondisi baik dan
sedang, sehingga semakin banyak panjang jalan dalam kondisi rusak yang
mengakibatkan menurunnya tingkat efisiensi pemakaian jalan. Pertumbuhan
infrastruktur listrik dan air bersih pada tahun 2007 sampai 2011 menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun
kebutuhan akan sumber listrik dan air selalu meningkat walaupun pertumbuhan di
tiap tahunnya selalu berbeda.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka permasalahan pokok yang
akan di angkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan pembangunan infrastruktur ekonomi di Provinsi
Jawa Barat?
2. Bagaimana peran dari penyediaan masing-masing infrastruktur ekonomi
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan perkembangan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat dari tahun ke
tahun.
2. Menganalisis peran dari adanya ketersediaan infrastruktur ekonomi (jalan,
listrik, dan air bersih) dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional
Jawa Barat.

6
Manfaat Penelitian
Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, adapun manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam menetapkan kebijakan seputar pengembangan infrastruktur yang dapat
meningkatkan pembangunan ekonomi.
2. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan informasi bagi penelitian-penelitian lainnya.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan pengetahuan umum mengenai perkembangan infrastruktur yang
ada di Provinsi Jawa Barat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 sampai 2011. Infrastruktur yang akan diteliti
adalah infrastruktur ekonomi meliputi infrastruktur jalan menurut kondisi jalan,
ketersediaan air bersih yang disediakan oleh PDAM, serta ketersediaan aliran
listrik yang disediakan oleh PT. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten.

TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006:22) harus dipandang
sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan
mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
nasional, di samping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Secara garis besar,
pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam
perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga
pembangunan infrastruktur akan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin
tinggi, dan teknologi semakin meningkat. Implikasi dari perkembangan kegiatan
ekonomi ini diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja yang akan
mengurangi angka pengangguran. Selain itu kemakmuran masyarakat menjadi
semakin tinggi akibat peningkatan pendapatan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan adanya peningkatan output yang
dihasilkan. Persentase peningkatan output harus lebih besar dibandingkan dengan
persentase peningkatan penduduk. Sukirno (2006) mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan
perekonomian suatu negara dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut
dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu
tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

7
Selain itu Todaro dan Smith (2006:118) menjelaskan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu
perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu
sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin
lama semakin besar. Ada tiga faktor atau komponen utama dalam menentukan
pertumbuhan ekonomi setiap bangsa, yaitu:
1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk investasi baru yang ditanamkan
seperti tanah, peralatan fisik serta sumber daya manusia melalui perbaikan di
bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan.
2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, yang diartikan sebagai cara untuk menyelesaikan
pekerjaan.
Akumulasi modal diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima
saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output
dan pendapatan di masa yang akan datang. Pengadaan pabrik-pabrik, mesin-mesin,
peralatan dan bahan baku akan meningkatkan stok modal (capital stock) fisik
suatu negara dan memungkinkan untuk meningkatkan tingkat output yang ingin
dicapai. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus ditopang oleh
berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur sosial
dan ekonomi. Pengadaan infrastruktur ini meliputi pembangunan jalan,
penyediaan energi listrik, penyediaan sarana air bersih, perbaikan sanitasi,
pembangunan fasilitas komunikasi, dan sebagainya. Keseluruhan dari adanya
penyediaan infrastruktur ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan
mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam suatu negara.
Pertumbuhan jumlah penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan
kerja, dan dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang besar menandakan besarnya jumlah tenaga
kerja produktif, namun hal ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian
untuk menyerap dan mempekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja
tersebut.
Selanjutnya terdapat teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh
Robert Solow yang dikenal dengan model pertumbuhan Solow (Solow growth
model). Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana persediaan modal,
pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam
perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa
suatu negara secara keseluruhan (Mankiw 2003:175). Model pertumbuhan Solow
mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan
atau skala hasil konstan (constant returns to scale).
Dengan menganggap bahwa fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk
persamaan Cobb-Douglas, sehingga:
Y = AKα L1-α
di mana Y adalah Produk Domestik Bruto, K adalah persediaan modal (yang
mencakup modal manusia maupun modal fisik), L adalah tenaga kerja, dan A
adalah tingkat kemajuan teknologi (yang menentukan produktivitas tenaga kerja).

8
Dengan asumsi skala hasil konstan, jika semua input dinaikkan dengan
jumlah yang sama maka output akan naik dengan jumlah yang sama sesuai
dengan peningkatan input, sehingga:
zY = F(zK, zL)
dengan z bernilai positif. Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan nilai z
maka jumlah output juga dikalikan dengan nilai z.
Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan
untuk menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan
jumlah angkatan kerja yaitu dengan nilai z = 1/L, sehingga persamaan fungsi
produksi menjadi:
Y/L = F(K/L, 1) atau y = f(k)
Persamaan ini menunjukkan bahwa output per pekerja Y/L adalah fungsi dari
modal per pekerja K/L. Semakin banyak jumlah modal yang harus ditangani
masing-masing pekerja maka semakin banyak pula output yang dihasilkan per
pekerja.
Infrastruktur
Infrastruktur merupakan aspek penting dalam mempercepat proses
pembangunan nasional sehingga dapat dikatakan sebagai roda penggerak
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa tidak bisa terlepas dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi,
telekomunikasi, listrik dan air. Adanya fasilitas transportasi yang memadai akan
mempermudah proses pengangkutan orang, barang, dan jasa dari suatu tempat ke
tempat lain. Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen yang sangat
penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan,
industri, dan pertanian. Hal ini tentu saja akan meningkatkan efisiensi dalam
proses produksi maupun dalam menunjang proses pendistribusian.
Keberadaan infrastruktur yang memadai akan mendorong terjadinya
peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi sehingga output yang
dihasilkan dapat meningkat. Sebaliknya apabila infrastruktur itu diabaikan maka
akan menurunkan produktivitasnya yang berimplikasi pada penurunan
pertumbuhan nasional karena output yang dihasilkan menurun. Todaro dalam
Hidayatika (2007:19) menjelaskan bahwa infrastruktur merupakan salah satu
faktor yang menentukan pembangunan ekonomi.
“The underlying amount of physical and financial capital embodied in
roads, railways, waterways, airways and other forms of transportation and
communication plus water supplies, financial institutions, electicity, and public
services such as health and education. The level of infrastructural development in
a country is a crucial factor determining the pace and diversity of economic
development”
Menurutnya pembangunan infrastruktur di suatu negara seperti jalan,
kereta api, saluran irigasi, transportasi, komunikasi, lembaga keuangan dan
pelayanan publik seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan, merupakan faktor
penting dalam menentukan kecepatan pembangunan ekonomi.

9
World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi beberapa komponen
yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk
menunjang aktivitas ekonomi yang meliputi public utilities (tenaga listrik,
telekomunikasi, air, sanitasi, gas), pekerjaan umum (jalan, bendungan, kanal,
irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, bandara, dan
sebagainya).
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi.
Terlepas dari keterkaitan apakah perkembangan ekonomi yang memaksa
pertumbuhan infrastruktur untuk dikembangkan ataukah perkembangan
infrastruktur yang memacu pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa
keterkaitan antar keduanya akan tercipta suatu tatanan kehidupan perekonomian
dari suatu bangsa dimana kesejahteraan bangsa dapat dicapai.
Penelitian Terdahulu
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat korelasi antara
pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Keberadaan infrastruktur ini akan berpengaruh terhadap peningkatan output yang
dihasilkan. Suatu wilayah yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena
kaya akan sumber daya tidak akan mampu berkembang jika infrastruktur
daerahnya terbatas.
Perwita (2009) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh infrastruktur
terhadap pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur
Indonesia. Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten
tertinggal KTI untuk periode tiga tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi
yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized
Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect
menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga
pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial
(jumlah sekolah) berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga
dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan
mampu berinteraksi dengan daerah lainnya sehingga akses ke berbagai faktor
produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.
Nuraliyah (2011) dalam penelitiannya menganalisis pengembangan
infrastruktur dalam pengentasan kemiskinan. Hasil yang diperoleh berdasarkan
hasil estimasi regresi data ialah infrastruktur listrik, air bersih, dan infrastruktur
kesehatan di Jawa berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi,
sedangkan di luar Jawa hanya infrastruktur listrik dan air bersih yang nyata positif
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan baik di Jawa
maupun di luar Jawa tidak signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Sebaliknya terjadi
di luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Canning (1999) tentang kontribusi
infrastruktur terhadap agregat output menunjukkan bahwa pengaruh variabel
sambungan telepon sangat besar terhadap output dibandingkan dengan variabel

10
infrastruktur lain. Infrastruktur transportasi dan listrik juga memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap output walaupun tidak sebesar infrastruktur telepon.
Signifikasi pengaruh infrastruktur berbeda-beda sesuai dengan tingkat
pembangunan suatu negara. Untuk infrastruktur telekomunikasi, pengaruh
infrastruktur cenderung tetap antara negara maju dan negara berkembang.
Fan dan Connie (2005) meneliti tentang kontribusi infrastruktur jalan
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan untuk kasus
negara Cina. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan data panel adalah daerah
dengan kondisi jalan yang bagus akan lebih cepat dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan dibandingkan dengan daerah yang kondisi
jalannya tidak bagus.

Kerangka Pemikiran
Keterkaitan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan
dengan peningkatan output. Kurangnya ketersediaan infrastruktur di suatu daerah
menyebabkan potensi sumberdaya yang ada di daerah tersebut sulit untuk
berkembang. Jika infrastruktur daerah dapat berkembang dengan baik maka akan
merangsang pertumbuhan sektor-sektor yang ada di daerah tersebut yang pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan ini diakibatkan
karena mudahnya mobilitas faktor produksi yang terjadi antar daerah.
Berawal dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang menyatakan bahwa
produktivitas output terdiri dari tenaga kerja, modal dan teknologi. Setiap
peningkatan pada jumlah tenaga kerja, modal dan teknologi akan memengaruhi
perubahan pada tingkat output yang dihasilkan. Modal yang digunakan yaitu dari
sektor infrastruktur yang kemudian diagregasi menjadi infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial. Dalam penelitian ini difokuskan pada infrastruktur ekonomi
yang meliputi infrastruktur jalan, listrik dan air bersih. Kemudian peningkatan
infrastruktur ini akan memberikan pengaruh kepada pertumbuhan ekonomi yang
dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini akan meningkatkan aktivitas produksi dari
berbagai sektor. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam Gambar 5.

11
Produktivitas Output Ekonomi

Tenaga Kerja

Modal

Teknologi

Infrastruktur

Infrastruktur Ekonomi

Infrastruktur Sosial

Jalan

Pendidikan

Listrik

Kesehatan

Air Bersih

Perumahan

Pelabuhan
Bandara

Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak dimasukkan kedalam penelitian

12
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran yang telah
dijelaskan maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Panjang jalan yang ada di Jawa Barat mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan memperlancar proses
pendistribusian dan memudahkan akses antar daerah.
2. Jumlah energi listrik yang terjual mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi karena semakin banyak jumlah listrik yang terjual
menggambarkan banyaknya energi listrik yang di konsumsi oleh masyarakat,
yang berarti ketersediaan akses daerah terhadap energi listrik dapat membantu
meningkatkan pergerakan ekonomi daerah.
3. Jumlah air bersih yang tersalurkan mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan akses terhadap air bersih akan
meningkatkan pemenuhan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan
masyarakat di daerah tersebut.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), PT. PLN, Badan Pendukung
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), dan berbagai sumber
lainnya. Penelitian ini menggunakan data dengan jangka waktu lima tahun yang
mencakup kurun waktu 2007-2011. Cakupan wilayah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 26 kabupaten dan kota.
Data yang digunakan diantaranya adalah:
1. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan
2000 pada 26 kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011
(Rupiah).
2. Data jumlah angkatan kerja masing-masing kabupaten dan kota Provinsi Jawa
Barat tahun 2007-2011 (jiwa).
3. Data panjang jalan (km) menurut kondisi jalan di masing-masing kabupaten
dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.
4. Data jumlah energi listrik yang terjual (KWh) dari PT. PLN untuk masingmasing kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.
5. Data jumlah air bersih yang tersalurkan (m3) dari PDAM di masing-masing
kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.
Metode Analisis Data
Analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif dan metode analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif
merupakan suatu metode analisis data yang bersifat eksploratif, berupaya

13
mengungkapkan struktur dan pola data. Tujuannya ialah untuk mendeskripsikan
suatu kondisi dengan memaparkannya kedalam bentuk tabel maupun gambar
untuk memudahkan dalam menafsirkan hasil penelitian. Analisis ini digunakan
untuk memberikan gambaran secara umum mengenai perkembangan infrastruktur
dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Metode analisis kuantitatif menggunakan analisis data panel (pooled data)
untuk menjelaskan peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Jawa Barat. Data panel adalah data yang memiliki dimensi waktu dan ruang.
Dalam data panel, data cross-section yang sama diobservasi menurut waktu.
Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data timeseries atau cross-section saja (Verbeek dalam Firdaus 2011). Pertama, dengan
mengombinasikan data time-series dan cross-section dalam data panel membuat
jumlah observasi menjadi lebih besar. Dalam penelitian ini terdapat 130 jumlah
observasi yang diperoleh dari 26 data cross-section dan 5 data time-series.
Dengan menggunakan model data panel, marginal effect dari peubah penjelas
dilihat dari dua dimensi, yakni individu dan waktu, sehingga parameter yang
diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain.
Secara teknis menurut Hsiao dalam Firdaus (2011), data panel dapat
memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta
meningkatkan derajat kebebasan (meningkatkan efisiensi). Keuntungan kedua dari
penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih
baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diatasi dalam data cross-section saja atau data time-series saja. Data panel
mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang
dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
Terdapat tiga pendekatan dalam perhitungan model data panel, yaitu:
1. Metode Pooled Least Square (PLS)
Pendekatan PLS ini menggunakan metode OLS biasa. Metode ini
merupakan metode yang paling sederhana yang memiliki intersep dan slope
yang konstan. Model PLS dapat didefinisikan kedalam model berikut:

dimana i merupakan urutan kabupaten/kota yang diobservasi pada data
cross-section, sedangkan t merupakan periode pada data time-series.
Pendekatan ini memiliki keterbatasan karena diasumsikan intersep dan slope
dari setiap variabel dinyatakan konstan untuk setiap kabupaten/kota yang
diobservasi.
2. Metode Fixed Effect (FEM)
Pada metode FEM, intersep dapat dibedakan antar individu karena setiap
individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan
intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga metode ini juga dikenal
dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan dalam
model ini adalah sebagai berikut:
dimana β0i merupakan intersep dan β1, β2 merupakan slope. Subscript i
ditambahkan pada intersep yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan

14
intersep pada tiap kabupaten/kota. Walaupun intersep berbeda antar
kabupaten/kota namun intersep masing-masing kabupaten/kota tidak berbeda
antar waktu, yang disebut time invariant.
3. Metode Random Effect (REM)
Pada metode REM, intersep tidak lagi dianggap konstan, melainkan
dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masing-masing individu
dapat dinyatakan sebagai:
; dengan i = 1,2, ... ,N
dimana ei adalah sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam
= 2. Sehingga persamaan dalam model ini adalah sebagai berikut:

Pengolahan data untuk analisis data panel dalam penelitian ini
menggunakan software EViews 6 yang merupakan program analisis data, regresi,
dan peramalan yang dapat digunakan untuk membantu penelitian di bidang
ekonometrika.
Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model)
Untuk menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitian,
maka dilakukan uji kesesuaian model melalui beberapa tahapan diantaranya:
1. Uji Chow
Untuk mengetahui apakah model fixed effect lebih baik dibandingkan
model pooled least square dapat dilakukan dengan melihat signifikasi model
fixed effect yang dilakukan dengan uji F-statistik. Pengujian ini dikenal
dengan istilah uji Chow atau Likelihood Test Ratio.
Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : model yang digunakan adalah pooled least square
H1 : model yang digunakan adalah fixed effect
Adapun uji F-statistiknya adalah sebagai berikut:

dimana:
n
T
K
RSS1
RSS2

: jumlah data cross-section (individu);
: jumlah data time-series (periode waktu);
: banyaknya parameter dalam model FEM;
: Residual sum of square untuk model PLS;
: Residual sum of square untuk model FEM.

Jika nilai F-statistik lebih besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikasi
tertentu maka hipotesis nol (H0) akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien
intersep dan slope konstan tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel
dengan FEM lebih baik dari model regresi data panel dengan PLS.

15
2. Uji Hausman
Dalam memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik, dapat
pula dilakukan pengujian terhadap asumsi ada atau tidaknya korelasi antara
regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Uji
Hausman.
Dalam uji ini dirumuskan hipotesis debagai berikut:
H0 : E( xit) = 0 ; maka Random Effect Model adalah model yang tepat,
H1 : E( xit) ≠ 0 ; maka Fixed Effect Model adalah model yang tepat.
Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan
membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan
dengan:
2
H = (βREM – βFEM)’ (MFEM – MREM)-1 (βREM – βFEM)
(k)
dimana :
M adalah matriks kovarians untuk parameter β
k adalah degrees of freedom
Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2 tabel, maka sudah cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang
digunakan adalah model fixed effects, begitu pula sebaliknya.
Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan
fungsi produksi Cobb-Douglas yang dituliskan dalam persamaan berikut:
dimana:
Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
A : total faktor produksi
K : modal yang digunakan untuk infrastruktur
L : tenaga kerja
i : indeks kabupaten/kota
t : indeks waktu
α : nilai elastisitas terhadap modal untuk infrastruktur
β : nilai elastisitas terhadap tenaga kerja
Model ini digunakan untuk mengestimasi pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan persamaan diatas,
masing-masing variabel dibagi dengan variabel tenaga kerja (L) kemudian
dilogaritmakan sehingga persamaan dalam bentuk linearnya dapat dituliskan
sebagai berikut:
dimana u merupakan komponen error.

16
Dalam penelitian ini, modal yang digunakan untuk pembangunan
infrastruktur (k) diagregasi menjadi 3 variabel infrastrukrur diantaranya panjang
jalan (km), energi listrik yang terjual (KWh) dan jumlah air bersih yang
tersalurkan (m3). Model yang digunakan adalah menggunakan persamaan berikut:

dimana :
y

= PDRB per tenaga kerja dengan menggunakan PDRB Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Rupiah)
JALAN
= panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang (km) per tenaga kerja
LISTRIK = jumlah energi listrik yang terjual (KWh) per tenaga kerja
AIR
= jumlah air bersih yang tersalurkan (m3) per tenaga kerja
α0
= konstanta (intercept)
α1 – α3
= parameter yang diduga (jalan, listrik, air)
i
= indeks dari kabupaten/kota di Jawa Barat
t
= indeks waktu (2007-2011)
uit
= error term
Uji Kriteria Ekonometrika
Model estimasi yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang
memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yaitu:
a. Estimator linear artinya estimator merupakan sebuah fungsi linear atas
sebuah variabel dependen yang stokastik.
b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang
sebenarnya.
c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak
bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.
Beberapa asumsi klasik yang harus diuji dalam model yang akan
digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term
terdistribusi secara normal atau tidak. Jika asumsi normalitas tidak dipenuhi
maka prosedur pengujian dengan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian
asumsi normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera atau dengan
melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:
H0 : Residual terdistribusi normal
H1 : Residual tidak terdistribusi normal
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas
Jarque-Bera dengan taraf nyata α sebesar 0.05. Jika nilai probabilitas JarqueBera lebih besar dari taraf nyata α maka dapat dikatakan tidak cukup bukti
untuk menolak H0 yang artinya residual terdistribusi normal.

17
2. Multikolinearitas
Uji asumsi multikolinearitas dilakukan untuk memastikan model terbebas
dari masalah multikolinearitas. Suatu model yang terbebas dari
multikolinearitas berarti tidak ada hubungan linear antar variabel bebasnya
(independen). Gujarati (2006) menyatakan bahwa multikolinearitas dapat
terlihat melalui:
a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.
b. Korelasi berpasangan yang tinggi antar variabel bebasnya.
c. Melakukan regresi tambahan dengan memberlakukan variabel
independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel
independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat
nilai koefisien korelasi antara peubah bebas dalam model. Jika nilai masingmasing koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0.8) maka dapat
dikatakan model tersebut mengandung multikolinearitas.
3. Heteroskedastisitas
Uji asumsi heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan model
terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Suatu model yang terbebas dari
heteroskedastisitas berarti variansi dari error bersifat konstan (tetap) atau
dapat dikatakan homoskedastis.
Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan uji White.
Model dikatakan mengandung heteroskedastisitas jika statistik white (n x R2)
lebih besar dari 2 tabel. Cara lainnya adalah dengan menggunakan metode
GLS Weight Cross-section yang tersedia dalam estimasi output program
EViews 6. Nilai Sum Square Resid (SSR) Weighted dibandingkan dengan Sum
Square Resid (SSR) Unweighted. Jika SSR weighted nilainya lebih kecil
dibandingkan dengan SSR Unweighted maka dapat dikatakan bahwa model
terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
4. Autokorelasi
Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan terbebasnya model
dari masalah autokorelasi. Suatu model yang terbebas dari autokorelasi terjadi
jika antara pengamatan yang satu dengan pengamatan lainnya tidak ada
keterkaitan atau saling bebas (independen). Komponen error εi yang berkaitan
dengan data pengamatan ke-i tidak dipengaruhi oleh εj yang berhubungan
dengan data pengamatan ke-j. Secara matematis dapat dituliskan dengan
persamaan berikut:
Cov(εi εj) = E(εi εj) = 0 ; i ≠ j
Salah satu uji untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.
Nilai statistik Durbin-Watson (DW) yang hasilnya diperoleh dalam program
EViews dibandingkan dengan nilai DW tabel. Model dikatakan terbebas dari
autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada pada area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU.
Dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat autokorelasi
H1 : Terdapat autokorelasi

18
Selang nilai statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
0 < DW < DL
: tolak H0; ada autokorelasi positif.
DL < DW < DU
: daerah ragu-ragu; tidak ada keputusan.
DU < DW < 4 – DU
: terima H0; tidak ada autokorelasi.
4 – DU < DW < 4 – DL : daerah ragu-ragu; tidak ada keputusan.
4 – DL < DW < 4
: tolak H0; ada autokorelasi negatif.
Uji Kriteria Statistik
Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa
pengujian antara lain sebagai berikut:
a. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa
besar variabel independen dalam model dapat menjelaskan variabel dependen
yang digunakan dalam penelitian. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat
garis regresi yang diestimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak
antara nol hingga satu. Semakin mendekati nilai satu maka model akan
semakin baik.
b. Uji F-statistic
Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen
yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan
memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik
dibandingkan dengan nilai F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic)
merupakan tingkat signifikasi marginal dari F-statistic. Dengan hipotesis
pengujian sebagai berikut:
H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0
H1 : minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol
Jika Prob(F-statistic) < α maka dapat dikatakan tolak H0, artinya dengan
tingkat keyakinan 1 - α dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang
digunakan dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi
variabel dependen.
c. Uji t-statistic
Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:
H0 : βj = 0
H1 : βj ≠ 0
Jika nilai t-statistic > ta/2(NT-K-1) maka dikatakan tolak H0, artinya dengan
tingkat keyakinan 1 - α dapat disimpulkan bahwa variabel independen ke-i
secara parsial memengaruhi variabel dependen.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Miliar Rupiah

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur
kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah. Dalam mengukur tingkat
pertumbuhan ekonomi dapat digunakan nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
untuk tingkat nasional maupun nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
untuk tingkat daerah. Nilai PDRB yang akan dilihat yaitu menggunakan nilai
PDRB atas dasar harga konstan karena tidak memperhitungkan tingkat
perkembangan inflasi yang ada. Sehingga PDRB atas dasar harga konstan
menggambarkan tingkat pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode
tertentu.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, pada tahun 2012 pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat mencapai 6.31 persen, meningkat 0.41 persen jika
dibandingkan dengan tahun 2011. Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga
konstan selalu menunjukkan nilai yang meningkat setiap tahunnya. Seperti yang
terlihat pada Gambar 6, dari tahun 2007 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan
PDRB sebesar Rp 65 884 miliar. Nilai PDRB Jawa Barat pada tahun 2007 sebesar
Rp 260 884 miliar dan pada tahun 2011 mencapai Rp 326 786 miliar.
350,000
300,000
250,00