Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral

FORMULASI FLAKES PATI GARUT DAN TEPUNG IKAN
LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PANGAN KAYA
ENERGI PROTEIN DAN MINERAL UNTUK LANSIA

FIRDA AMALIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes Pati
Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya
Energi Protein dan Mineral untuk Lansia adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Firda Amalia
NIM I14090051

________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
FIRDA AMALIA. Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) sebagai Produk Sarapan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia.
Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.
Ketergantungan masyarakat Indonesia akan gandum dapat melemahkan ketahanan
pangan nasional. Indonesia memiliki beberapa komoditi lokal yang berpotensi sebagai
makanan pokok pengganti gandum dan tepung terigu. Umbi garut (Maranta arundinaceae
Linn.) merupakan salah satu sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup
melimpah. Ketersediaan umbi garut cukup banyak akan tetapi pemanfaatan umbi garut
yang tergolong rendah. Salah satu olahan utama umbi garut adalah tepung dan pati garut.

Lanjut usia atau Lansia menurut Undang Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang dapat bermanfaat bagi lansia untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif dan kekurangan gizi. Oleh
karena itu, diperlukan pangan yang mengandung zat gizi yang cukup dan sesuai dengan
kebutuhan lansia baik jumlah maupun komposisinya. Namun pengembangan produk yang
memperhatikan kebutuhan zat gizi untuk lansia masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan
Berawal dari pemikiran itulah maka dibutuhkan suatu bentuk makanan untuk lansia
yang mudah serta cepat disajikan yaitu flakes. Namun produk flakes yang beredar di
masyarakat luas masih menggunakan bahan dasar gandum. Maka penting dilakukan
pengembangan produk flakes yang kaya energi dan zat gizi dengan bahan dasar pati garut
sebagai usaha untuk mengurangi impor gandum dan meningkatkan diversifikasi pangan
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang karena umbi garut memiliki
kandungan protein yang rendah. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai
tambah protein dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tepung
kepala ikan lele dumbo mengandung kalsium dan fosfor tinggi dan tepung badan ikan lele
dumbo mengandung protein tinggi. Penambahan tepung ikan lele dumbo diharapkan dapat
meningkatkan kandungan protein dan mineral flakes.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula flakes berbasis bahan
pangan lokal yaitu pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias

gariepinus) sebagai sumber protein hewani dan mineral sebagai pemenuhan kebutuhan
pada lansia. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menentukan formula flakes
pati garut dan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) 2) Menganalisis mutu hedonik
dan hedonik flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) 3) Menilai
penerimaan produk pada panelis Lansia dari produk flakes pati garut dan tepung ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) terpilih 4) Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan
lele terhadap sifat fisik pada produk flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) terpilih 5) Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele terhadap sifat
kimia dan daya cerna protein flakes terpilih 6) Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat
diberikan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) tehadap Angka
Kecukupan Gizi lansia. Pada formulasi flakes, faktor perlakuan yang digunakan adalah
perbedaan penambahan tepung ikan lele dumbo. Banyaknya tepung ikan lele dumbo yang

ditambahkan adalah 0% (F0), 28% (F1), 33% (F2) dan 38% (F3) terhadap jumlah adonan.
Tepung ikan lele yang digunakan terdiri dari tepung kepala dan badan. Persentase
penggunaan tepung kepala dan badan ikan lele yaitu 3:7. Formulasi flakes terbaik
ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis pada uji organoleptik.
Berdasarkan uji organoleptik, persentase kesukaan tertinggi secara keseluruhan
terdapat pada formula F2 (35%). Produk terpilih flakes F2 memiliki tingkat kekerasan
sebesar 190.45 gf dan daya serap air sebesar 5.6 ml. Kandungan gizi flakes terpilih yaitu

kadar air 4.0%, kadar abu 4.84%, kadar protein 16.9%, kadar karbohidrat 69.06%, kadar
kalsium 1448.5 mg/ 100 g, dan fosfor 861.5 mg/ 100. Flakes terpilih memiliki nilai daya
cerna protein sebesar 75%.
Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, satu takaran saji flakes pati garut dan
tepung ikan lele dumbo (72 gram) dapat memberikan kontribusi energi sebesar 23.23%
(pria usia ≥60 tahun), 31.75% (wanita usia ≥60 tahun), protein sebesar 20.38% (pria usia
≥60 tahun 24.34% (wanita usia ≥60 tahun), kalsium sebesar 130.37% dan fosfor sebesar
103.38% dari AKG lansia per hari.

ABSTRAK
FIRDA AMALIA. Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk
Lansia. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan flakes pati garut dan
tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai pangan kaya energi, protein
dan mineral untuk lansia. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan empat formula dan setiap kombinasi diulang dua kali. Formula
terpilih ditentukan berdasarkan preferensi panelis agak terlatih. Penerimaan flakes
terpilih oleh lansia dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Flakes dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo sebanyak 33% merupakan formula terpilih.

Sifat kimia flakes terpilih yaitu 4.00% kadar air, 4.84% kadar abu, 16.90% kadar
protein, 5.21% kandungan lemak, 69.06% kandungan karbohidrat, 14.48%
kandungan kalsium dan 8.61% kandungan fosfor. Flakes terpilih mengandung
390.71 Kal energi per 100 g. Flakes terpilih memiliki kontribusi lebih dari 20%
untuk energi, protein, mineral kalsium dan fosfor untuk lansia sehingga dapat
diklaim sebagai produk makanan yang kaya energi, protein dan mineral.
Kata kunci: flakes, mineral, pati garut, protein, tepung ikan lele dumbo

ABSTRACT
FIRDA AMALIA. Formulation of Arrowroot Starch and Dumbo Catfish Flour
(Clarias gariepinus) Flakes as a Food Rich in Protein Energy and Mineral for
Elderly. Supervised by CLARA M. KUSHARTO.
The objective of this study was to produce arrowroot starch flakes with
dumbo catfish (Clarias gariepinus) flour, as a rich energy, protein and mineral
food for elderly. Design of this study was using Complete Randomized Design
with four formula and each combination was replicated two times. A selected
formula was determined based on semi trained panelists preference. Acceptance
of selected flakes formula was examined by elderly using hedonic test. Flakes by
addition of 33% of dumbo catfish flour was the selected formula. The chemical
properties for selected flakes were as follows 4.00% of water content, 4.84% of

ash content, 16.90% of protein content, 5.21% of fat content, 69.06% of
carbohydrate content, 14.48% of calcium content and 8.61% of phosphorus
content. The selected flakes contain 390.71 Kcals energy per 100 g. The selected
flakes had contributed more than 20% of energy, protein, calcium and phosphorus
for elderly people so it can be claimed as a food product rich in energy, protein
and minerals.
Key words: arrowroot starch, dumbo catfish flour, flakes, mineral, protein

FORMULASI FLAKES PATI GARUT DAN TEPUNG IKAN
LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PANGAN KAYA
ENERGI PROTEIN DAN MINERAL UNTUK LANSIA

FIRDA AMALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
pada
Departemen Gizi Masyarakat


DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral
Nama
: Firda Amalia
NIM
: I14090051

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Clara M Kusharto, MSc
Pembimbing I

Diketahui oleh


Dr Ir Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ialah pengembangan produk yang dilaksanakan sejak
bulan November 2012 hingga April 2013 ini, dengan judul Formulasi Flakes Pati
Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya
Energi Protein dan Mineral untuk Lansia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Indofood Riset Nugraha (IRN) 2012/
2013 atas dana hibah penelitian sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan
lancar, Prof Dr Drh Clara M. Kusharto, MSc selaku pembimbing, serta Dr Ir Sri
Anna Marliyati, MSi yang telah banyak memberi saran dan masukan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Mashudi, Pak Junaidi, Ibu Titi,
Ibu Rizki, Mbak Santi, Pak Abo serta Bu Aisyah serta seluruh staff Gizi
Masyarakat IPB yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan Gizi Masyarakat tercinta

angkatan 2009 (Anggar, Dewi, Erwin, Feranita, Hanum, Infoning, Maya, Nabila,
Nurayu dan Utami) dan adik kelas angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan,
motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti. Ungkapan terima kasih yang
terdalam juga saya sampaikan kepada Sandy Nugraha atas kesabarannya yang
selalu setia memberikan perhatian, dukungan dan motivasi bagi penulis, Heru
Martono (ayah), Tri Ratna Widiawati (ibu), Febrianita (kakak) serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Firda Amalia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3


METODE

4

Bahan

4

Alat

4

Prosedur Penelitian

5

Rancangan Percobaan

9

Pengolahan dan Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Formulasi Flakes Pati Garut

10

Sifat Organoleptik Flakes Pati Garut

13

Sifat Fisik Flakes Pati Garut Terpilih

20

Kandungan Gizi Flakes Pati Garut Terpilih

22

Kontribusi Zat Gizi Flakes Pati Garut

28

SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Formulasi flakes pati garut dengan tepung ikan lele
Formula flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele
Hasil uji mutu hedonik flakes pati garut
Hasil uji hedonik flakes pati garut
Tingkat panelis yang menerima atribut warna flakes pati garut
Tingkat panelis yang menerima atribut aroma flakes pati garut
Tingkat panelis yang menerima atribut tekstur flakes pati garut
Tingkat panelis yang menerima atribut rasa flakes pati garut
Tingkat panelis yang menerima atribut keseluruhan flakes pati garut
Hasil uji penerimaan flakes pati garut pada lansia
Hasil analisis flakes pati garut terhadap atribut kekerasan
Hasil analisis flakes pati garut terhadap daya serap air
Hasil analisis kandungan gizi produk flakes pati garut
Daya cerna protein flakes pati garut
Kandungan dan kontribusi zat gizi flakes pati garut per takaran saji (72
gram) terhadap AKG lansia

6
10
14
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
28
28

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian
2 Proses pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
3 Flakes pati garut dengan berbagai formula

5
7
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele
dumbo 0% (F0)
2 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele
dumbo 28% (F1)
3 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele
dumbo 33% (F2)
4 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele
dumbo 38% (F3)
5 Formulir uji organoleptik flakes
6 Formulir uji penerimaan pada panelis lansia
7 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi
8 Kandungan gizi bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
9 Persentase penerimaan flakes pati garut dengan penambahan tepung
ikan lele dumbo
10 Hasil uji non parametrik Friedman Test pada mutu hedonik flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
11 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut warna flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo

33
33
34
35
37
39
40
43
43
44
44

12 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut aroma flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
13 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut tekstur flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
14 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut rasa flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
15 Hasil uji non parametrik Friedman Test pada atribut hedonik flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
16 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut warna flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
17 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut aroma flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
18 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut tekstur flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
19 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut rasa flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
20 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut keseluruhan flakes pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
21 Rekapitulasi kesukaan flakes pati garut dengan penambahan tepung
ikan lele dumbo
22 Tingkat penerimaan flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan
lele terpilih pada lansia
23 Hasil persen konsumsi flakes pati garut dengan penambahan tepung
ikan lele terpilih pada lansia
24 Hasil uji fisik kekerasan flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut
terpilih
25 Hasil uji fisik daya serap air flakes pati garut kontrol dan flakes pati
garut terpilih
26 Kadar air flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
27 Kadar abu flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
28 Kadar protein flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
29 Kadar lemak flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
30 Kadar karbohidrat flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
31 Kadar energi flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
32 Kadar kalsium flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
33 Kadar fosfor flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih
34 Daya cerna protein flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut
terpilih
35 Uji Independent-Samples t-Test sifat fisik bihun flakes pati garut
kontrol dan flakes pati garut formula terpilih
36 Hasil uji Independent-Samples t-Test kandungan gizi flakes pati garut
kontrol dan flakes pati garut formula terpilih
37 Perhitungan takaran saji flakes pati garut terpilih
38 Dokumentasi penelitian

44
44
45
45
45
45
46
46
46
46
47
47
47
47
47
48
48
48
48
48
49
49
49
49
50
50
51

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan fisik yang sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi tubuh. Pangan menurut Undang Undang RI nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan pasal 1 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan atau pembuatan makanan atau minuman. Oleh karena itu, pemenuhan
terhadap kebutuhan pangan merupakan hal yang mutlak untuk dipenuhi oleh
setiap individu.
Pengertian ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang
RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap
individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi dan ketersediaan
pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai
dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Ketahanan pangan
merupakan aspek penting yang harus dipertahankan dalam membangun ketahanan
nasional. Salah satu solusi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional yang
sedang digalakan oleh pemerintah Indonesia adalah melalui diversifikasi pangan.
Ketergantungan masyarakat Indonesia pada bahan pangan tertentu yaitu
beras dan gandum dapat melemahkan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) (2011), impor gandum pada 2010 mencapai 4.8
juta ton dengan nilai US$ 1.4 miliar, sedangkan untuk tepung terigu mencapai 775
ribu ton. Ketergantungan ini dapat dihambat dengan partisipasi aktif dari
pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia untuk mensukseskan program
penganekaragaman pangan. Masyarakat harus mulai dapat melepaskan
ketergantungan pada beras dan gandum sebagai komoditi pokok dan beralih
kepada sumber karbohidrat lainnya. Beberapa komoditi lokal yang berpotensi
sebagai makanan pokok pengganti beras, gandum dan tepung terigu adalah jagung,
ubi jalar, ubi kayu, garut, kimpul, sorghum, kentang, sagu dan lain-lain.
Umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.) merupakan sumber daya
pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah, namun pemanfaatannya
kurang maksimal. Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat dari kapasitas
produksi rata-rata sebesar 8 ton/hektar atau 3.080 ton sekali panen, sedangkan
kapasitas produksi garut berupa umbi sebesar 360 ton/tahun, tepung garut 72
ton/tahun dan emping garut 36 ton/tahun (BPS 2003). Namun ketersediaan ini
tidak didukung oleh penelitian ilmiah dan pemanfaatan umbi garut yang tergolong
rendah. Salah satu olahan utama umbi garut adalah tepung dan pati garut sebagai
salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang
tinggi. Selain kandungan karbohidrat yang tinggi dan kandungan lemak yang
rendah tepung garut memiliki kandungan fosfor dan zat besi yang lebih tinggi
dibandingkan tepung terigu. Penggunaan umbi garut ini dimaksudkan untuk
mendapatkan bahan pangan alternatif karbohidrat yang murah, berlimpah dan
belum optimal diberdayakan di masyarakat.

2
Lanjut usia atau Lansia menurut Undang Undang RI Nomor 13 Tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. BPS (2011) melaporkan bahwa jumlah penduduk lansia di
Indonesia adalah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar 7.93% dari tahun 2000 yang
sebanyak 14.44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan
terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun
2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan berjumlah sekitar 34.22 juta jiwa.
Kondisi ini perlu diantisipasi karena pertambahan Lansia yang pesat, dengan rasio
ketergantungan yang terus meningkat akan berdampak negatif terhadap kehidupan
sosial, ekonomi dan kesehatan mereka. Masalah ini pada akhirnya akan menjadi
beban berat bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam
penilaian kebutuhan zat gizi. Menurut Kusharto (2012) kemampuan imunitas
tubuh dipengaruhi oleh usia karena pertambahan usia dapat menyebabkan sistem
kekebalan menurun. Selain masalah imunitas, lansia juga akan mengalami
perubahan fisik seperti gangguan gastrointestinal serta atropik gastris yang akan
mengakibatkan gangguan pencernaan dan penyerapan zat gizi esensial. Pada
kelompok lansia, zat gizi yang bermutu baik tetap diperlukan dalam pembentukan
jaringan tubuh untuk pergantian jaringan-jaringan yang rusak. Konsumsi makanan
yang cukup dan dalam jumlah seimbang dapat bermanfaat bagi lansia untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif dan kekurangan
gizi (Astawan & Wahyuni 1988). Oleh karena itu, diperlukan pangan yang
mengandung zat gizi yang cukup dan sesuai dengan persyaratan kebutuhan lansia
baik jumlah maupun komposisinya, susunan makanan berasal dari jenis kelompok
pangan yang beragam, banyak mengandung serat, pangan tidak merangsang
pencernaan. Namun pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan zat
gizi untuk lansia masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan
Berawal dari pemikiran itulah maka dibutuhkan suatu bentuk makanan
untuk lansia yaitu flakes. Namun produk flakes yang beredar di masyarakat luas
masih menggunakan bahan dasar gandum. Maka penting dilakukan
pengembangan produk makanan yang kaya energi dan zat gizi dengan bahan dasar
pangan lokal yaitu umbi garut sebagai usaha untuk mengurangi impor gandum
dan meningkatkan diversifikasi pangan masyarakat Indonesia. Pembuatan flakes
menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut dan
sangat tepat untuk lansia karena kandungan energi yang tinggi dan rendahnya
indeks glikemik pada pati garut sehingga asupan energi dapat terpenuhi tanpa
adanya kenaikan gula darah yang terlalu cepat. Selain itu kandungan mineral pati
garut yang cukup tinggi sehingga tepat untuk memenuhi kebutuhan pada mineral
pada lansia. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang
sumber karbohidrat dan mineral saja karena umbi garut memiliki kandungan
protein yang rendah. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah
protein dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Penambahan ini dikarenakan ikan sebagai bahan pangan hewani memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan sumber protein lainnya diantaranya
kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 20% dalam tubuh ikan tersusun
oleh asam-asam amino yang berpola mendekati kebutuhan asam amino dalam
tubuh manusia. Daging ikan juga mengandung asam-asam lemak tak jenuh
dengan kadar kolesterol yang sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

3
Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral dan vitamin yang
diperlukan tubuh (Adawiyah 2007).
Saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal.
Kegunaan utama tepung ikan masih sebatas bahan campuran pakan ternak
(Moeljanto 1982). Pembuatan tepung ikan berbahan dasar ikan lele dumbo dapat
menjadi suatu bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang
cukup lama dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung
diharapkan menjadikan ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya (Mervina et al.
2012). Oleh karena itu, tepung ikan lele dumbo dirasa merupakan penambahan
bahan pendukung yang tepat untuk meningkatkan nilai protein pada flakes
berbasis bahan pangan lokal yaitu pati garut.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian “Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk
Lansia” bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis bahan pangan lokal
yaitu pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo sebagai produk
pangan sumber protein hewani dan mineral untuk pemenuhan kebutuhan lansia.
Tujuan Khusus

1.
2.

3.

4.

5.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Menentukan formula flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Menganalisis sifat organoleptik produk flakes berbasis pati garut dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada panelis agak
terlatih dan lansia.
Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele dumbo terhadap sifat
fisik (tekstur dan daya serap air) pada produk flakes berbasis pati garut dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) terpilih.
Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele terhadap sifat kimia
(kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar
kalsium dan kadar fosfor) dan daya cerna protein produk flakes berbasis pati
garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
terpilih.
Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat diberikan formula produk sarapan
siap saji berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) tehadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk
flakes berbasis pangan lokal yaitu pati garut dengan penambahan tepung ikan lele

4
dumbo (Clarias gariepinus) sebagai alternatif produk sarapan kaya energi protein
dan mineral sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi pria dan wanita pada lanjut
usia serta dapat mengurangi tingkat impor gandum dan dapat meningkatkan
diversifikasi pangan di Indonesia.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari bulan
November 2012 hinga April 2013, bertempat di laboratorium Institut Pertanian
Bogor (IPB) Bogor. Formulasi produk flakes berbasis pati garut dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dilakukan di
Laboratorium SEAFAST, Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor. Uji organoleptik yang dilakukan pada panelis agak terlatih untuk
menentukan produk flakes terpilih dan pada panelis lansia untuk melihat tingkat
penerimaan dari produk flakes terpilih dilakukan di Laboratorium Organoleptik,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
dan di Poslansia Jl. Setu Tengah RT 02/03 Kelurahan Sinarsari Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor. Analisis fisik dan analisis kimia pada produk flakes
terpilih dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) dan
Laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi
Manusia, IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama adalah pati garut dengan merk “Melati” dan tepung kepala dan
badang ikan lele dumbo dengan merk “Clarias”. Bahan pendukung yang
digunakan adalah kedelai, tepung tapioka, gula, garam dan air. Bahan kimia yang
digunakan analisis kandungan gizi adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix,
NaOH, pelarut Hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, potassium dihidrogen,
etanol 95%, metil merah dan bahan kimia lainnya.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung kedelai adalah wadah
plastik, pisau, panci, pengukus, oven pemanggang, pin disc mill dan ayakan 60
mesh. Alat yang digunakan untuk membuat flakes antara lain wadah plastik,
pengaduk, sendok, mixer, grinder, roller, loyang dan oven pemanggang. Alat-alat
yang digunakan dalam analisis fisik adalah Texture Analyzer, vortex dan
sentrifuse. Alat-alat yang digunakan dalam analisis kimia adalah cawan
alumunium, cawan porselin, oven, tanur, desikator, kondensor, soxhlet, labu
Kjedahl, alat destilasi, labu erlenmayer, pompa vakum, labu takar, gelas ukur,
Hotplate, botol gelas, buret, pipet, kertas saring, AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer), spektrofotometer dan penjepit. Uji organoleptik flakes pati
garut menggunakan kertas kuesioner dan piring.

5
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Tahapan penelitian pendahuluan meliputi
persiapan bahan yaitu pembuatan tepung kedelai. Penelitian utama terdiri dari
formulasi flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo, uji organoleptik terhadap
flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo dan analisis proksimat produk flakes
terpilih. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 1.
Kacang kedelai

Perendaman, pemasakan,
pengeringan, penggilingan
dan pengayakan

Tepung kepalabadan ikan lele (3:7)

Pati garut

Tepung kedelai

Formulasi flakes kontrol
Formulasi flakes pati garut dan tepung
kepala-badan ikan lele F1, F2, F3

Uji organoleptik
Formula flakes terpilih
Analisis fisik dan kimia

Perhitungan kontribusi gizi flakes terpilih
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Formulasi flakes pati garut
Pembuatan flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo
menggunakan bahan baku berupa pati garut, tepung kepala-badan ikan lele dumbo,
tepung kedelai, tepung tapioka, gula, garam dan air. Penentuan formulasi ini
disesuaikan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi lansia sehari yaitu 60 gram

6
protein, 800 mg kalsium dan 600 mg fosfor per hari (WNPG 2004). Produk
makanan diklaim kaya akan kandungan zat gizi apabila memenuhi minimum 20%
AKG harian per takaran saji untuk protein dan 15% AKG harian per takaran saji
untuk mineral (BPOM 2011). Formulasi flakes pati garut dan tepung ikan lele
dumbo menggunakan tiga taraf penambahan tepung ikan lele dengan
perbandingan tepung kepala dan badan ikan lele sebesar 3:7 disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Formulasi flakes pati garut dengan tepung ikan lele
Bahan pangan (g)
Pati garut
Tepung kepala ikan lele
Tepung badan ikan lele
Tepung tapioka
Tepung kedelai
Garam
Gula
Air
Total

F0(0%)
140
0
0
40
20
0.1
26
100
336

Berat bahan (g)
F1(28%)
F2(33%)
140
140
18
21
42
49
40
40
20
20
0.1
0.1
26
26
100
100
396
406

F3(38%)
140
24
56
40
20
0.1
26
100
416

Penentuan formula flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
menggunakan aplikasi Microsoft Excel dengan rumus perhitungan matematis.
Batas bawah penambahan tepung ikan lele dumbo adalah 28% dan batas atas
tingkat penambahan maksimum tepung ikan lele dumbo adalah sebesar 38% dari
total tepung yang digunakan selain tepung kepala dan badan ikan lele dumbo yaitu
pati garut, tepung kedelai dan tapioka. Tingkat penambahan tepung ikan lele
dumbo dengan rentang 28-38% diestimasi telah memenuhi syarat minimal 20%
AKG untuk protein dan 15% AKG untuk mineral kalsium dan fosfor per takaran
saji untuk lansia (Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Perbandingan tepung kepala dengan
tepung badan ikan lele dumbo yang digunakan dalam keempat formula flakes
adalah sebesar 3:7. Perbandingan ini digunakan untuk menghindari produk yang
dihasilkan memiliki warna yang terlalu gelap dan tekstur yang terlalu kasar.
Penetapan perbandingan tepung kepala dengan badan ikan lele dumbo didukung
oleh penelitian Mervina et. al (2012) yang mengatakan penambahan tepung
kepala ikan diatas 5% menyebabkan tekstur biskuit keras dan warna biskuit
menjadi gelap, karena semakin tinggi kadar abu pada tepung maka warna tepung
akan semakin gelap dan produk yang dihasilkan akan semakin gelap pula serta
penambahan tepung badan ikan diatas 10% akan membuat tekstur biskuit menjadi
kasar sehingga sulit dilumat oleh anak-anak.
Proses pembuatan formula flakes pati garut dengan penambahan tepung
kepala dan badan ikan lele dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode
penelitian sebelumnya Suri (2010). Adapun skema proses pembuatan flakes dapat
dilihat pada gambar 2.

7
Tepung kepala-badan ikan
lele dumbo (3:7)

Pati garut

Pencampuran kering (dry mixing)
Larutan air dengan garam
dan gula.
Pencampuran menggunakan mixer
Pengukusan pada suhu 60oC selama 3 menit

Pembentukan adonan menggunakan grinder (pelleting)

Pemotongan adonan dengan ukuran 0,5 cm

Pemipihan adonan menggunakan roller

Pemanggangan dalam suhu 140.5o C selama
30 menit

Flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
Gambar 2 Proses pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
Pengujian Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan pada flakes pati garut dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo terdiri dari dua tahapan yaitu uji pada panelis
agak terlatih dan uji pada panelis lansia. Uji pada panelis agak terlatih terdiri dari
uji mutu hedonik dan hedonik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk
memberikan tanggapan berdasarkan kesan baik atau buruk terhadap suatu produk,
sedangkan pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan
dan ketidaksukaan terhadap suatu produk. Pada uji pada panelis lansia dilakukan
dengan menilai tingkat kesukaan lansia pada flakes pati garut dan tepung ikan lele
formula terpilih dan menghitung persen jumlah flakes pati garut yang dikonsumsi.

8
Uji mutu hedonik dan hedonik dilakukan menggunakan 30 orang panelis
agak terlatih yang berasal dari Departemen Gizi Masyarakat. Panelis agak terlatih
adalah panelis yang seringkali dijadikan panelis secara musiman yang sering
dikumpulkan untuk diberi penjelasan secukupnya. Mahasiswa Gizi Masyarakat,
sering kali menjadi panelis bagi penelitian skripsi sebelumnya serta didukung oleh
mata kuliah tentang uji organoleptik.
Pengujian dilakukan dengan menyajikan piring bersekat yang masingmasing berisi flakes pati garut. Setiap piring berisi tiga perlakuan dan diberi kode
berupa tiga angka acak yang berbeda tiap piringnya. Uji mutu hedonik
menggunakan metode skala skor dengan 7 skala. Nilai skala yang digunakan
adalah 1 sampai 7 yang akan diinterpretasikan menjadi mutu produk yang sudah
ditentukan klasifikasinya terlebih dahulu.
Klasifikasi uji mutu hedonik untuk atribut warna adalah 1=coklat tua,
2=coklat, 3=coklat muda, 4=krem, 5=kuning kecoklatan, 6=kuning muda, dan
7=kuning tua. Klasifikasi atribut tekstur, yaitu 1=sangat keras, 2=keras, 3=keras
agak renyah 4=sedang, 5=renyah agak keras, 6=renyah dan 7=sangat renyah.
Klasifikasi atribut rasa, yaitu 1=sangat berasa tepung, 2=berasa tepung, 3=agak
berasa tepung, 4=netral, 5=agak gurih, 6=gurih dan 7=sangat gurih. Klasifikasi
atribut aroma yaitu 1=sangat beraroma ikan, 2=beraroma ikan, 3=beraroma ikan
agak kuat, 4=sedang, 5=beraroma ikan agak lemah, 6=beraroma ikan lemah, dan
7=harum.
Uji hedonik yang dilakukan meliputi warna, tekstur, rasa dan aroma
dengan skala yang digunakan 1-7 yaitu tingkat kesukaan panelis (sangat tidak
suka-sangat suka). Semakin besar angka maka semakin suka panelis terhadap
produk tersebut. Panelis dianggap menerima sampel apabila nilai yang diberikan
lebih dari 4.00. Formula terpilih ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu
dengan melihat persentase penerimaan keseluruhan tiap formula dan
pertimbangan kandungan gizi flakes. Formula terpilih inilah yang akan digunakan
untuk uji penerimaan lansia. Analisis sifat fisik dan kandungan zat gizi flakes pati
garut. Formulir uji mutu hedonik dan hedonik pada panelis agak terlatih disajikan
pada Lampiran 5.
Uji pada panelis lansia dilakukan oleh 40 panelis lansia yang berusia lebih
dari 60 tahun. Panelis adalah anggota Poslansia Jl. Setu Tengah RT 02/ 03
Kelurahan Sinarsari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pengujian ini
dilakukan dengan memberikan satu porsi produk flakes pati garut terpilih (35
gram) yang disajikan bersama setengah gelas susu. Kemudian panelis diminta
untuk menilai tingkat kesukaan.
Penilaian tingkat kesukaan hanya dilakukan untuk atribut keseluruhan dan
nilai dikategori menjadi 5, yaitu; tidak suka, agak tidak suka, biasa, agak suka dan
suka. Setelah dilakukan penilaian tingkat kesukaan kemudian sisa flakes pati garut
yang tidak dikonsumsi ditimbang. Lansia dianggap menerima flakes pati garut
dengan penambahan tepung ikan lele apabila nilai kesukaan yang diberikan lebih
dari 3.00 (biasa). Formulir uji penerimaan lansia terhadap flakes pati garut
disajikan pada Lampiran 6.

9
Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Flakes
Formula flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo terpilih dari hasil uji
organoleptik panelis agak terlatih kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya
kemudian dibandingkan dengan flakes pati garut kontrol atau tanpa penambahan
tepung ikan lele dumbo. Analisis sifat fisik flakes pati garut meliputi tingkat
kekerasan dan daya serap air. Analisis kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar
karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium dan kadar fosfor serta daya
cerna protein. Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada
Lampiran 7.

Kontribusi Zat Gizi Flakes Pati Garut terhadap Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Lansia
Penentuan takaran saji pada flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi untuk kelompok lansia. Satu
takaran saji merupakan satu porsi flakes yang biasa disajikan dan dikonsumsi
habis oleh lansia usia lebih dari 60 tahun.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan yang terdiri dari satu
faktor yaitu proporsi penambahan tepung ikan lele terhadap adonan flakes pati
garut yang terdiri atas empat taraf F0 (0%), F1 (28%), F2 (33%) dan F5(38%)
dari total kombinasi tepung yang digunakan dalam pembuatan flakes selain tepung
kepala dan badan ikan lele dumbo yaitu pati garut, tepung kedelai dan tapioka.
Model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk= µ+ Ai + εij
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan respon karena pengaruh konsentrasi atau proporsi
penambahan tepung ikan lele terhadap pati garut taraf ke-i pada
percobaan ke-k akibat taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j
i
= Banyaknya taraf tingkat penambahan tepung ikan lele (i=0%, 28%,
33%, dan 38%)
j
= Banyaknya ulangan (j=1,2)
µ
= Rataan sebenarnya
Ai
= Pengaruh tingkat penambahan tepung ikan lele pada taraf ke-i
εij
= Kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan tepung ikan
lele terhadap pati garut taraf ke-i pada ulangan ke-j

10
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program MS. Excel 2013
dan SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik pada panelis agak terlatih
untuk menentukan formula terpilih dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai
rata-rata dan presentase penerimaan panelis terhadap formula flakes pati garut dan
tepung ikan lele dumbo. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula dan tingkat
kesukaan panelis terhadap flakes pati garut dianalisis statistik dengan uji
Friedman Test apabila hasil ini menunjukkan adanya perbedaan diantara
perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan Test. Untuk mengetahui penerimaan
flakes pati garut terpilih pada panelis lansia dianalisis secara deskriptif
menggunakan nilai rata-rata, persentase penerimaan dan persentase flakes pati
garut yang dikonsumsi. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ikan lele
dumbo terhadap sifat fisik dan kimia flakes pati garut kontrol dan terpilih
dianalisis menggunakan uji beda Independent Samples t-Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Flakes Pati Garut
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan flakes pati garut adalah
pati garut dengan merk “Melati”, tepung kepala dan badan ikan lele dumbo
dengan merk “Clarias” dan kedelai. Bahan pendukung yang digunakan adalah
tepung tapioka, gula, garam, dan air. Komposisi zat gizi bahan yang digunakan
diperoleh dari hasil analisis dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004).
Komposisi zat gizi pati garut dan tepung kedelai serta tepung kepala dan badan
ikan lele dumbo diperoleh dari hasil analisis. Bahan pendukung seperti tepung
tapioka, gula dan garam diperoleh dari DKBM. Analisis yang dilakukan pada
bahan utama yang digunakan yaitu pati garut, tepung kepala-badan ikan lele
dumbo dan tepung kedelai meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
protein, kadar karbohidrat, kalsium dan fosfor. Hasil analisis bahan utama yang
digunakan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Formula flakes pati garut yang digunakan mengacu pada formula flakes
hasil Iriawan (2012) dalam pembuatan flakes ubi jalar dengan penambahan tepung
ikan lele yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formula flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele
Bahan
Tepung Ubi Jalar
Tepung Badan Ikan Lele
Tepung Kedelai
Tepung Tapioka
Gula Pasir
Garam
Air
Sumber: Iriawan 2012

Berat (g)
55
10
25
20
10
0.5
30

11
Formula pada Tabel 2 pada saat diujikan dengan mengganti bahan utama
menjadi pati garut dan mempergunakan tepung kepala ikan lele tidak hanya
menggunakan tepung badan ikan lele didapatkan hasil yang berbeda
karakteristiknya. Dengan menggunakan formula diatas, flakes pati garut dengan
penambahan tepung kepala dan badan ikan lele dumbo menjadi flakes yang
memiki tekstur yang tidak kompak dan tidak sesuai dengan karakteristik flakes.
Oleh karena itu dilakukan formulai lebih lanjut.
Formulasi lebih lanjut dilakukan dengan menambahkan jumlah air dan
bahan utama yaitu pati garut. Tepung ubi jalar pada penelitian Iriawan (2012)
diganti dengan pati garut serta memodifikasi penambahan sumber protein yang
tidak hanya berasal dari tepung badan ikan lele dumbo dan tepung kedelai namun
ditambahkan dengan tepung kepala ikan lele dumbo. Penggunaaan kombinasi
tepung kepala dan badan ikan lele dumbo diharapkan dapat meningkatkan
kandungan protein pada flakes sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan
penggunaan tepung kedelai dilakukan untuk memperbaiki tekstur kasar akibat
penambahan tepung ikan lele dumbo dan juga untuk meningkatkan kandungan
protein pada flakes yang dihasilkan. Tepung kedelai pada penelitian ini
merupakan variabel tetap yang tidak diubah dalam formula.
Selain berdasarkan pada karakteristik fisik flakes, formula juga didasarkan
pada kebutuhan energi, protein, mineral fosfor dan mineral kalsium pada lansia.
Kecukupan energi dan protein pada lansia usia >60 tahun menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi [WNPG] (2004) adalah 2050 Kal dan 60 gram protein
per hari untuk pria dan 1600 Kal dan 50 gram protein per hari untuk wanita.
Selain itu kecukupan mineral kalsium dan fosfor pada lansia adalah 800 mg dan
600 mg. Flakes diharapkan dapat menjadi alternatif makanan berbahan dasar
pangan lokal untuk lansia. Selain itu flakes diharapkan juga dapat memenuhi
syarat kriteria flakes menurut Standar Nasional Indonesia [SNI] dan dapat
diterima oleh lansia. Menurut BPOM (2011) menyatakan bahwa produk makanan
diklaim kaya akan kandungan gizi apabila memenuhi sedikitnya 20% untuk
protein dan 15% untuk mineral dari Angka Label Gizi (ALG) yang dianjurkan per
saji. Oleh karena itu, untuk memenuhi kriteria kaya protein dan mineral flakes pati
garut yang dihasilkan minimal mengandung 12 gram protein, 160 mg kalsium dan
120 mg fosfor per sajian.
Faktor perlakuan yang digunakan pada rancangan formula adalah
perbedaan penambahan tepung ikan lele dumbo. Banyaknya tepung ikan lele
dumbo yang ditambahkan adalah 0% (F0), 28% (F1), 33% (F2) dan 38% (F3)
terhadap jumlah adonan. Tepung ikan lele yang digunakan terdiri dari tepung
kepala dan badan. Persentase penggunaan tepung kepala dan badan ikan lele
dumbo mengacu pada hasil penelitian Mervina et al. (2012) yaitu 3:7. Menurut
Mervina et al. (2012) penambahan tepung kepala ikan lele dumbo diatas 5%
menyebabkan warna biskuit menjadi gelap dan tektur biskuit menjadi keras serta
penambahan tepung badan ikan lele dumbo diatas 10% akan membuat tekstur
biskuit menjadi kasar sehingga sulit dilumat oleh anak-anak. Sehingga didapatkan
perbandingan pati garut, tepung kedelai dan tepung ikan lele dumbo pada formula
dasar adalah F0(82:18:0), F1(61:13:26), F2(58:12.5:29.5) dan F3(56:12:32).
Perbandingan diatas merupakan persentase penggunaan pati garut, tepung kedelai
dan tepung ikan lele dumbo terhadap total bahan tepung yang digunakan.

12
Komposisi zat gizi bahan yang digunakan diperoleh dari hasil analisis dan
dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004). Bahan yang dianalisis adalah
bahan utama yang digunakan dalam pembuatan flakes yaitu pati garut, tepung
kepala ikan lele dumbo, tepung badan ikan lele dumbo dan tepung kedelai. Bahan
pendukung seperti tepung tapioka dan gula diperoleh dari DKBM. Perhitungan zat
gizi flakes setiap formula dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Penetapan
batas bawah penambahan tepung ikan lele yaitu 28% (F1) menggunakan aplikasi
Microsoft Excel dengan rumus perhitungan. Dimana pada formula dengan
penambahan tepung ikan lele dumbo sebesar 28% akan menyumbang protein
minimal 20% AKG. Batas atas penambahan tepung ikan lele yaitu 38% (F3).
Penambahan tepung ikan lele dumbo diatas 38% menyebabkan warna gelap dan
bau amis yang menyengat pada flakes. Hal ini dikarenakan tepung ikan lele
mengandung protein yang cukup tinggi sehingga diduga akan menurunkan
integritas struktur flakes. Penambahan tepung ikan lele dumbo dibawah 28%
diduga akan menghasilkan flakes yang memiki tekstur yang tidak kompak.
Menurut Matz (1999) bahwa prinsip dasar pembuatan sereal sarapan instan
berbentuk flakes adalah pengeringan pati yang telah mengalami gelatinisasi dan
terhidrolisis sebagian.
Proses pembuatan flakes pati garut terdiri dari beberapa tahap, yaitu
pencampuran kering (dry mixing), pencampuran basah (wet mixing), pengukusan,
pembuatan adonan menggunakan meat grinder (palleting), pemipihan adonan
menggunakan flaking roll dan pemanggangan adonan menggunakan oven. Tahap
pertama dalam pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo adalah
pencampuran dan pengadukan bahan tepung kering. Pati garut, tepung kedelai,
tepung ikan lele dan tepung tapioka dicampur kering dan diaduk semua secara
merata kemudian dilakukan pencampuran basah dengan menambahkan campuran
air yang telah dilarutkan dengan gula dan garam setelah itu diaduk secara
perlahan-lahan sehingga membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal
bila dikepal dengan tangan. Penggunaan tepung tapioka berkaitan erat dengan
sifat-sifat yang dimilikinya, yaitu dapat meningkatkan penampilan produk akhir,
mengembangkan produk sehingga tidak mudah menjadi keras dan meningkatkan
daya rekat oleh pati yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur
yang baik sesuai dengan pernyataan Chaunier (2005). Selain itu menurut Wiranto
(2005) penambahan tapioka dilakukan untuk memberikan kesan renyah terhadap
produk.
Pencampuran ini dilakukan melalui dua tahap yaitu pencampuran kering
dan basah hal ini dilakukan agar semua tepung yang digunakan untuk
meningkatkan homogenitas adonan. Mixing merupakan suatu proses untuk
membuat suatu campuran terhadap satu atau lebih bahan yang pada awalnya
saling terdispersi satu sama lainnya (Fellow 2000). Tahap selanjutnya adalah
pengukusan dengan suhu rendah dan waktu singkat. Pengukusan ini dilakukan
pada suhu 60o C selama 3 menit menggunakan steamer. Tujuan pengukusan ini
adalah agar pati yang ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah
pencetakan adonan atau palleting pada grinder. Menurut Astawan (2004),
pengukusan tepung yang terlalu lama akan menyebabkan tepung terlalu matang.
Hal ini akan menyulitkan tahap pengolahan selanjutnya karena konsistensi tepung
terlalu lembek menyebabkan flakes mudah patah. Sedangkan tepung yang masih

13
terlalu mentah akan mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah
dan akan menghasilkan flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.
Setelah dilakukan pengukusan, tahap selanjutnya adalah pembuatan adonan
dengan menggunakan grinder. Adonan yang telah terbentuk dari grinder
kemudian melalu tahapan pemipihan dan pemanggangan sesuai dengan metode
Matz (1959) dan modifikasi metode Wiranto (2005). Pemanggangan dilakukan
pada suhu 140.5oC selama 35 menit. Tujuan dari pemanggangan ini adalah untuk
proses pematangan adonan. Flakes dinyatakan telah matang jika sudah berubah
warna menjadi kecoklatan dan mudah dipatahkan. Gambar 3 memperlihatkan
produk flakes pati garut dengan berbagai taraf penambahan tepung ikan lele
dumbo yang dihasilkan setelah proses formulasi.

F0 (0%)
F1 (28%)
F2 (33%)
Gambar 3 Flakes pati garut dengan berbagai formula

F3(40%)

Sifat Organoleptik Flakes Pati Garut
Pengujian sifat organoleptik dilakukan untuk memilih formula terbaik,
melihat daya terima serta kesukaan panelis pada produk flakes. Sifat organoleptik
flakes pati garut diujikan sebanyak dua kali yaitu pada panelis agak terlatih dan
pada panelis lansia.

Uji pada Panelis Agak Terlatih
Pengujian sifat organoleptik pada panelis agak terlatih bertujuan untuk
menentukan formula terpilih flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan
lele dumbo yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penilaian
dilakukan melalui uji mutu hedonik dan hedonik (kesukaan) panelis terhadap
atribut warna, tekstur, rasa dan aroma flakes pati garut dengan tingkat
penambahan tepung ikan lele dumbo yaitu 28% (F1), 33% (F2) dan 40% (F3)
pada panelis agak terlatih. Metode penilaian menggunakan skala skor dengan
skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai dengan angka 7. Pada uji mutu
hedonik, semakin tinggi nilai yang diberikan panelis, maka semakin baik mutu
produk flakes sedangkan pada uji hedonik, semakin tinggi nilainya maka semakin
suka panelis terhadap produk flakes. Panelis dianggap menerima sampel apabila
nilai kesukaan yang diberikan lebih besar dari 4.00. Hasil uji mutu hedonik dan
hedonik tersaji pada Tabel 3 dan 4.

14
Tabel 3 Hasil uji mutu hedonik flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
Formula
F1
F2
F3

Warna
3.40b
2.85a
3.72b

Mutu Hedonik
Aroma
Tekstur
3.85a
4.48a
4.15a
4.33a
3.80a
4.03a

Rasa
4.07a
4.17a
4.43a

Keterangan: warna: 1=coklat tua 7=kuning tua, aroma: 1=beraroma ikan sangat kuat 7=beraroma
ikan sangat lemah, tekstur: 1=sangat keras 7=sangat renyah, rasa: 1=sangat berasa tepung 7=sangat
gurih. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p0.05).

Tabel 4 Hasil uji hedonik flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
Formula
F1
F2
F3

Warna
4.56a
4.47a
4.22a

Aroma
4.07a
4.55b
3.58c

Hedonik
Tekstur
Rasa
4.42ab
4.03a
4.87b
5.0b
4.1a
3.73a

Keseluruhan
4.38c
4.78b
3.98a

Keterangan: skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=biasa, 5=agak suka,
6=suka, 7=sangat suka. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata (p0.05).

Warna
Warna memegang peranan penting dalam menentukan penerimaan
konsumen karena merupakan kesan pertama yang diperoleh oleh konsumen.
Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan
produk yang sering menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk
secara keseluruhan. Warna flakes