Karakterisasi Molekuler Defisiensi Enzim Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur, Indonesia

KARAKTERISASI MOLEKULER DEFISIENSI ENZIM
GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENASE Homo sapiens di
KABUPATEN SUMBA TENGAH, NUSA TENGGARA TIMUR,
INDONESIA

DIMAS RAMADHIAN NOOR

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi
Molekuler Defisiensi Enzim Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase Homo sapiens di
Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, Indonesia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Dimas Ramadhian Noor
NIM G84090059

ABSTRAK
DIMAS RAMADHIAN NOOR.Karakterisasi Molekuler Defisiensi Glukosa-6Fosfat Dehidrogenase Homo sapiens di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan ARI W.
SATYAGRAHA.
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase adalah kelainan genetis yang diwariskan
secara resesif melalui kromosom X(Xq28) yang ditandai dengan rendahnya
tingkat glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) yang abnormal. G6PD merupakan
enzim pengatur lintasan dalam lintas pentose fosfat yang penting dalam
metabolisme sel darah merah dan merupakan defisiensi enzim paling umum
ditemukan pada manusia. Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan membuat
model varian G6PD yang paling umum pada masyarakat di Sumba Tengah untuk
membantu pemerintah Indonesia dalam merancang pengobatan malaria. Metode

yang digunakan meliputi nested PCR, pemurnian gel elektroforesis, pengurutan
dan penyejajaran sekuen. Varian G6PD di Kabupaten Sumba Tengah adalah
Vanua lava dengan subtitusi asam amino ke-128 pada molekul enzim dari leusin
menjadi prolin dan Viangchan dengan subtitusi asam amino ke-291 dari valin ke
metionin. Dari software PyMol, pada varian Vanua Lava substitusi 128Leu
menjadi 128Pro menyebabkan ketidakstabilan heliks sedangkan lokasi substitusi
Viangchan berada di permukaan tetramer.
Kata kunci: Defisiensi G6PD, Kabupaten Sumba Tengah, Karakterisasi
Molekuler, Varian G6PD

ABSTRACT
DIMAS RAMADHIAN NOOR. Molecular Characterization of Homo sapiens
Glucose-6-Phospate Dehydrogenase in Central Sumba District, East Nusa
Tenggara, Indonesia. Supervised by I MADE ARTIKA dan ARI W.
SATYAGRAHA.
Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency is an X-linked recessive
hereditary disease characterized by abnormally low levels of glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD), the rate limiting enzyme in the pentose phosphate
pathway that is important in red blood cell metabolism and the most common
human enzyme defect. This research was aim to characterize and model the most

common G6PD variants in Central Sumba’s people in order to help Indonesian
goverment to design malaria treatment. Methodologies employed included nested
PCR, gel electrophoresis purification, primer walking sequencing, and sequence
alignment using BLAST. The most common G6PD variant were Vanua lava
changing Leu to Pro at position 128 and Viangchan with Val changed to Met at
position 291. From Pymol viewer software, substitution in Vanua Lava variant
from 128Leu to 128Pro cause the instability of the helices while Viangchan
substitution location was in tetrameric interface.
Keywords: Central Sumba district, G6PD deficiency, G6PD Variants, Molecular
Characterization.

KARAKTERISASI MOLEKULER DEFISIENSI ENZIM
GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENASE Homo sapiens di
KABUPATEN SUMBA TENGAH, NUSA TENGGARA TIMUR,
INDONESIA

DIMAS RAMADHIAN NOOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Karakterisasi Molekuler Defisiensi Enzim Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase Homo sapiens di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa
Tenggara Timur
: Dimas Ramadhian Noor
Nama
NIM
: G84090059

Disetujui oleh


Dr. I Made Artika, M.App.Sc
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

,11 SEP 2013

Dr sc.

Judul Skripsi : Karakterisasi Molekuler Defisiensi Enzim Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur,
Indonesia
Nama
: Dimas Ramadhian Noor
NIM
: G84090059

Disetujui oleh

Dr. I Made Artika M.App, Sc

Pembimbing I

Dr. sc hum Ari W Satyagraha
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr I Made Artika M. App, Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT dan rasul-Nya Muhammad SAW atas rahmat,
nikmat dan karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis juga
ingin berterima kasih kepada Dr I Made Artika, M.App, Sc sebagai pembimbing
utama dan Dr sc. hum. Ari W. Satyagraha, sebagai pembimbing kedua serta
asisten peneliti laboratorium Kelainan Membran Sel Darah Merah, Lembaga
Eijkman (Georgina Tapiheru, Vanessa Baramulli Arkasha Sadewa, dan Rosalie
Elvira) yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, arah dan kritik kepada

penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih keluarga besar, Fara
Amelia Bunga, Rekan Biokimia angkatan 46, Staf Departemen, Kru Rumah Kopi
dan teman-teman kontrakan Pinggir Kali yang telah memberikan dukungan moril
maupun materil. Penelitian dilakukan dari Januari sampai Mei di Laboratorium
Kelainan Membran Sel Darah Merah Lembaga Eijkman, Jalan Diponegoro
Nomor 69, Jakarta
Saya menyadari kekurangan dalam naskah ini. Oleh karena itu, saya
berharap saran dan kritik yang pasti akan meningkatkan hasil akhir. Penulis juga
berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak
yang terlibat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Dimas Ramadhian Noor

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



BAHAN DAN METODE



Bahan




Alat



METODE



HASIL



PEMBAHASAN

11 

KESIMPULAN

13 


DAFTAR PUSTAKA

14 

RIWAYAT HIDUP

18 

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Aktivitas Enzim G6PD pada 26 individu di Sumba Tengah
Tabel 2 Jenis Varian di Sumba Tengah
Tabel 3 Polimorfisme di Sumba Tengah

Tabel 4 Tempat pengikatan koenzim dan substrat pada G6PD
Tabel 5 Kondisi PCR
Tabel 6 Master mix fragmen 1 dengan Nested pcr
Tabel 7 Master mix fragment 2 dengan Nested PCR
Tabel 8 Master mix fragmen 3 dengan Nested PCR



12 
12 
16 
16 
16 
17 

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Nested PCR 3 fragmen dari gen G6PD. M adalah marka
KAPPA Universal DNA ladder; (1) STE 1061 fragmen 2, (2) STE
1286 fragmen 1 (1.906 kb), (3) STE 1286 fragmen 2 (2.127 kb), (4)
STE 1.286 fragmen 3 (2.540 kb), (5) kontrol positif dan (6) kontrol
negatif.
Gambar 2 Hasil BLAST sekuen G6PD varian Vanua Lava heterozygotes
(A) dan elektroforegramnya (B)
Gambar 3 Hasil BLAST sekuen G6PD varian Vanua Lava yang
hemizigot (A) dan elekroforegramnya (B).
Gambar 4 Hasil BLAST sekuen G6PD varian Viangchan (A) dan
Elektroforegramnya (B)
Gambar 5 Distribusi varian G6PD di Kabupaten Sumba Tengah
Gambar 6 Struktur Sekunder G6PD. SCOP ( Structural Classification of
Protein) adalah nama domain dari G6PD dan DSSP (Database
Structur of Secondary Protein) adalah Struktur sekunder dari G6PD
Gambar 7 Situs katalitik substrat molekul G6PD (dalam lingkaran red
merah) dan lokasi varian Vanua Lava (asam amino ke 128) dalam
lingkaran biru
Gambar 8 Molekul G6PD dan lokasi situs pelekatan koenzim NADP
(dalam bentuk bola-bola atom) dan lokasi mutasi Vanua Lava (asam
amino ke 128) dalam lingkaran merah
Gambar 9 Molekul G6PD dalam bentuk tetramer dan lokasi varian
Viangchan ( asam amino ke-291) dalam lingkaran merah pada
permukaan tetramernya.
Gambar 10 Pencampuran ras lokal di seluruh Indo-Pasifik. Pada pie chart,
Austronesia berwarna putih dan Melanesia hitam) (Lansing 2011).







10 
10 
11 
13 

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Desain Peneltian
Lampiran 2 Kondisi dan master mix Nested PCR

15 
16 

PENDAHULUAN
Defisiensi Enzim Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) adalah
gangguan metabolisme yang paling banyak ditemukan pada manusia dengan
jumlah penderita lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia l 2008).. Manifestasi
klinis yang paling umum adalah anemia hemolitik akut dan penyakit kuning yang
umumnya distimulasi oleh senyawa-senyawa oksidatif dalam kacang-kacangan
dan obat-obatan (Beutler 2008). Defisiensi enzim ini menyebabkan produksi
NADPH sebagai tenaga pereduksi dan glutation tereduksi yang dihasilkan sel
darah merah lebih rendah, sehingga sel bersifat lebih oksidatif dan rentan
mengalami hemolisis pada saat terpapar stress oksidatif, radikal bebas, ataupun
infeksi. Mudah lisisnya sel darah merah menyebabkan parasit malaria seperti
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax tidak dapat hidup cukup lama
untuk menginfeksi sel darah merah lainnya, sehingga orang-orang yaang
mengalami defisiensi enzim G6PD sangat jarang terkena kasus malaria yang
parah. Ironisnya penggunaan Primaquine sebagai obat radikal untuk mengobati
malaria secara luas dapat menyebabkan hemolisis bila diberikan kepada individu
defisiensi G6PD. Primaquine (PQ) adalah senyawa oksidatif yang berbahaya bagi
individu G6PDd karena mereka tidak bisa menangkap radikal bebas atau senyawa
oksidan yang dihasilkan oleh PQ. Hal ini menyebabkan oksidasi hemoglobin
dalam tubuh menjadi methaemoglobin yang akan beragregasi dan mengikat
protein integral membran sel darah merah dan menyebabkan hemolisis (Farhud
dan Yazdanpanah 2008)
Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase (G6PD) adalah enzim dalam lintasan
Pentosa Fosfat yang mengkatalisis konversi Glukosa-6-fosfat menjadi 6fosfoglukono-δ-lakton dan menghasilkan koenzim Nikotinamid Dinukleotida
Fosfat (NADPH) yang berfungsi sebagai tenaga pereduksi di dalam sel. Karena
tidak memiliki mitokondria, lintas Pentosa Fosfat merupakan satu-satunya sumber
penghasil NADPH dalam sel darah merah (Nelson dan Cox 2002). Pada saat
bereaksi G6PD menghasilkan NADPH dan atom hidrogen yang dibutuhkan oleh
sel untuk mengaktifkan Glutation tereduksi (GSH) dari bentuk teroksidasinya
(GSSG) melalui bantuan enzim Glutation reduktase. Glutation tereduksi esensial
bagi sel berfungsi untuk menjaga bentuk sel tetap normal, menangkap radikal
bebas dan menjaga hemoglobin tetap dalam bentuk fero sehingga tetap mampu
berfungsi sebagai pembawa oksigen (Minucci 2008).
Gen Enzim terletak pada lengan panjang dari kromosom X (Xq28) dan
lebih cenderung mempengaruhi laki-laki daripada perempuan dan lebih
mengafeksi pria dibandingkan wanita karena lebih rentannya pria terhadap kondisi
genetik yang terpaut kromosom X, seperti halnya defisiensi G6PD (Beutler 2008).
Analisis-analisis klinis dan biokimia telah mengkarakterisasi lebih dari 400 varian
yang kebanyakan disebabkan mutasi titik pada gen penyandi. Perubahan basa
menghasilkan perubahan asam amino yang berbeda yang menyebabkan terjadinya
perubahan fenotip dengan abnormalitas aktivitas enzim yang berbeda-beda dan
diiringi dengan gejala klinis yang berbeda pula (Farhud dan Yazdanpanah 2008).
Monomer G6PD memiliki 515 asam amino dengan berat molekul 59 Kda dan
hanya aktif dalam bentuk dimer atau tetramer yang juga berikatan NADP.
Pelipatan antara 2 bentuk yang aktif bergantung pada pH . Agregasi dari monomer

2
yang aktif dan konversinya menjadi bentuk yang aktif akan berpengaruh kepada
keberadaan NADPH (Au SW 2000).
Berdasarkan manifestasi fenotip yaitu keparahan tingkat hemolisis sel
darah merah terhadap paparan senyawa oksidatif dan tingkat aktivitas enzimnya,
WHO mengklasifikasikan defisiensi G6PD menjadi lima kelompok (Beutler
2008) : Kelas 1 ialah kelompok defisien Chronic nonspherocytic hemolytic
anemia ; Kelas 2 kelompok defisien dengan aktivitas enzim 10% dibawah
normal ; Kelas 3 defisien enzim moderat dengan aktivitas enzim 10-60% ; kelas 4
defisien ringan dengan tingkat aktivitas 60-100% dan kelas 5 adalah peningkatan
aktivitas enzimatik yang tinggi.
Menurut WHO, Ada korelasi positif antara peningkatan kejadian malaria
dengan penyebaran kasus defisiensi G6PD. Khususnya di Indonesia terdapat
banyak daerah endemik malaria khususnya di daerah Nusa Tenggara Timur dan
sejauh ini di daerah tersebut belum pernah dilakukan karakterisasi molekul G6PD
di tingkat biokimia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penyebaran
defisiensi G6PD di Kabupaten Sumba Tengah yang diharapkan dapat membantu
pemerintah dalam menyusun strategi pengobatan malaria yang tepat. Penulis
mengharapkan menemukan varian baru dari sampel yang dikarakterisasi dan
melakukan permodelan molekuler enzim pada varian G6PD yang paling banyak
ditemukan.

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan untuk PCR master mix adalah 18 µl ddH2O, 0.5 µl
Buffer KAPPA GC, 0.5 µl 10 mM dNTP, 0.5 µl Forward Primer, 0.5 µl Reverse
Primer, 0.25 µl Taq Polimerase, dan 0.25 µl Produk PCR. Satu gen dibagi
menjadi 3 bagian (fragmen) dan tiap fragmen menggunakan primer forward dan
reverse yang berbeda-beda. Untuk fragmen 1 menggunakan 13125 forward
primer dan 15031 reverse primer, fragmen 2 menggunakan 14465 forward primer
dan 16592 reverse primer, dan fragmen 3 menggunakan 15830 forward primer
dan 18370 reverse primer. Bahan-bahan yang digunakan untuk gel elektroforesis
agarosa adalah hasil nested PCR, DNA marker KAPPA, Loading dye, agarosa,
Ethidium Bromida 1x, dan Tris-Borat-EDTA (TBE) 10x. Untuk gel cut
menggunakan etanol 70 % dan Roshe gel cul purification kit. Sedangkan untuk
cycle sequencing menggunakan Bigdye 6 µl, primer (2 pmol) 1,5 µl, hasil
purifikasi DNA dan ddH2O.

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk amplifikasi dan elektroforesis adalah
Tabung Eppendorf 200 µl, mikropipet skala 20-200 µl dan 0.1- 2.0 µl, Hood UV
4 PCR, PCR GeneAmp 9700, vorteks, baki gel agarosa, sudip, Power Supply, dan
neraca analitik. untuk gel cut menggunakan pisau bedah kecil, tabung Eppendorf
1,5 ml, dan sentrifus mikro 14000 Beckman. Untuk cycle sequencing

3
menggunakan
bioinformatika.

mesin

DNA

sequencer,

dan

komputer

untuk

analisis

METODE
Tahapan penelitian terlampir dalam Lampiran 1 halaman 16
Amplifikasi 3 fragmen dari Gen Enzim Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase
Menggunakan nested PCR .
Volume total PCR master mix adalah 25 ul . PCR Master mix adalah
campuran pereaksi-pereaksi yang digunakan dalam PCR terdiri atas akuabides
(ddH2O), Buffer KAPPA HiFi GC (Untuk Gen G6PD menggunakan Buffer
KAPPA yang tinggi GC), dNTP, Primer forward, Primer reverse , 0.25 µl Taq
Polimerase, dan produk PCR yang digunakan sebagai cetakan. Kondisi PCR yang
digunakan pertama ialah 94 °C selama 1 Menit . Kemudian selama 35 siklus
menggunakan suhu 94 °C selama 12 detik untuk fase denaturasi, suhu 65 °C
selama 25 detik untuk fase penempelan (Annealing), dan suhu 72 °C selama 3
menit untuk fase pemanjangan (Elongasi). Setelah itu di hold pada suhu 25 °C.
PCR master mix untuk setiap reaksi menggunakan 18 µl ddH2O, 0.5 µl
Buffer KAPPA GC, 0.5 µl 10 mM dNTP, 0.5 µl Forward Primer, 0.5 µl Reverse
Primer, dan 0.25 µl Taq Polimerase. Sedangkan untuk cetakan tetap menggunakan
0.25 µl Produk PCR meskipun jumlah reaksinya bertambah.
Pembuatan Gel Agarosa Untuk Elekroforesis (Bintang 2010).
Buat 1 Liter larutan buffer TBE 1x dengan cara mencampurkan 100 ml
TBE 10x ke dalam 900 ml aquades. Kemudian buat gel agarosa 2% dengan cara
menimbang agarosa 0,4 g dalam labu Erlenmeyer untuk dilarutkan ke dalam bufer
TBE 1x hingga volume 50 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut sempurna
dalam oven. Sebelum dimasukan ke dalam oven, terlebih dahulu labu Erlenmeyer
harus ditutup dengan plastik dan dilubangi.
Siapkan baki gel agarosa, Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung
baki gel agarosa dengan posisi hampir menyentuh dasar baki tambahkan 4 µl
etidium bromid (Perbandingan terhadap agarosa 1:100). Tuang gel ke dalam
cetakan dan tunggu sekitar 45-60 menit. Kemudian ambil sisir dengan hati-hati,
masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang
telah diisi dengan larutan bufer TBE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya
dalam TBE).
Uji Elektroforesis Hasil PCR (Bintang 2010).
Siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel
agarosa dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara
merata pada kertas parafilm menggunakan mikropipet. Hubungkan kabel dari
sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel yang tersambung ke
kutub negatif berada di dekat sumur, jika tidak demikian, ubahlah posisi baki/gel
ke arah sebaliknya). Nyalakan sumber arus, aturlah voltase dan waktu running
hingga diperoleh angka 70 V selama 30 menit dengan cara menekan tombol yang
sesuai pada sumber arus.

4
Purifikasi Gel Cut DNA dari gel agarosa (Metode Rosche Kit)
Masukkan 40-45 mL produk PCR ke dalam gel agarosa yang baru dibuat.
Sebelumnya buat larutan bufer 1x Tris-Borat-EDTA (TBE). Dan running selama
2 jam untuk memisahkan amplikon yang diinginkan dari band-band yang tidak
diinginkan. Siapkan tabung Eppendorf baru dan timbang berat tabung. Kemudian
visualisasikan dalam Gel Doc. Potong amplikon yang diinginkan dengan pisau
kecil yang telah disterilkan dengan etanol 70%. Taruh potongan amplikon ke
dalam tabung Eppendorf dan timbang kembali.
Tambahkan 300 ml Buffer Binding untuk setiap 100 mg gel agarosa ke
tabung microcentrifuge. Larutkan potongan gel agarosa untuk melepaskan DNA.
Kemudian vortex tabung microcentrifuge selama 15-30 detik untuk meresuspensi
potongan gel dalam binding buffer. Kemudian inkubasi suspensi selama 10 menit
pada suhu 56 °C. Vortex tabung setiap 2-3 menit dan invert selama inkubasi.
Setelah potongan gel agarosa benar-benar larut, tambahkan 150 ml isopropanol
untuk setiap 100 mg gel agarosa ke tabung dan vortex dengan hati-hati.
Masukkan satu tabung High Pure Filter Tube ke dalam tabung collection
dan pindahkan seluruh isi tabung microcentrifuge ke bagian atas reservoir tabung
filter. Kemudian disentrifus 30-60 detik dengan kecepatan maksimum dalam
standard table top centrifuge pada suhu +15 hingga +25 °C. Buang larutan yang
telah tersaring dan masukkan kembali Tabung Filter tube ke dalam tabung
collection yang sama. Tambahkan 500 µl Wash Buffer ke bagian atas reservoir
dan sentrifus selama 1 menit dengan kecepatan maksimum. Kemudian membuang
larutan dan gabungkan kembali tabung Filter dengan tabung collection yang sama.
Tambahkan 200 µl Wash Buffer dan sentrifus 1 menit pada kecepatan
maksimum. Buang larutan yang telah tersaring dan tabung koleksi. Kemudian
gabungkan tabung filter tube dengan dengan tabung microcentrifuge 1,5 ml yang
steril. Tambahkan 50-100 µl Buffer Elusi ke bagian atas reservoir dari tabung
filter dan sentrifus 1 menit pada kecepatan maksimum. Tabung microcentrifuge
sekarang berisi DNA dimurnikan.
Cycle sequencing (Metode Laboratorium sequencing Lembaga Eijkman)
Campurkan Bigdye 6 µl, primer (2 pmol) 1,5 µl, hasil purifikasi DNA dan
topup dengan ddH2O hingga volume 15 µl. Lakukan PCR dengan pada suhu
96 °C selama 3 menit, dilanjutkan 25 siklus pada suhu 96 °C selama 10 menit,
50 °C selama 5 menit, dan 60 °C selama 4 detik. Kemudian di hold pada suhu
4 °C. Tutup produk Cycle sekuensing dengan alumunium foil dan simpan dalam
freezer pada suhu -20 °C
Analisis Sekuen dan Karakterisasi (Laboratorium Bioinformatika Lembaga
Eijkman)
Sampel dengan aktivitas enzim normal digunakan sebagai kontrol normal
dan urutan DNA setiap sampel dibandingkan dengan G6PD urutan Referensi
(RefSeq ng_009015.1) oleh alligning kedua urutan NCBI menggunakan BlastN
(Bassic Lokal Allignment Cari Alat untuk nukleotida).

5

HASIL
Pengukuran Kinetik G6PD Sampel dari Sumba Tengah (Data dari Dr. Sc hum
Ari Satyagraha dan Asisten Peneliti Laboratorium Kelainan Membran Sel Darah
Merah, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta)
Sekitar 674 sampel dari penduduk yang tinggal
dekat puskesmas
Lendiwacu dan Wairasa di kabupaten Sumba Tengah pertama kali diambil darah
sabanyak 8 ml dan diskrining aktivitas G6PD-nya menggunakan G6PD
Quantitative Test Kit dari Trinity Biotech. Kemudian enzim dimurnikan dengan
kromatografi penukar ion dan kromatografi afinitas dan diambil DNA-nya. Enzim
digunakan untuk pengukuran aktivitas menggunakan plot Lineweaver-Burk.
Tahap ini telah dilakukan oleh asisten peneliti laboratorium, namun data hasil
penelitian tersebut belum dipublikasi sebelumnya, penulis diizinkan untuk
menggunakan 26 sampel yang telah dipillih acak dari sampel yang kinetika enzim
G6PD-nya normal dan defisien sebagai referensi untuk karya ilmiah ini.
Sedangkan DNA digunakan untuk studi penulis mengkarakteristik enzim di
tingkat genotip. Pada manusia, seseorang dikatakan defisien jika aktivitas enzim
G6PD berada di dalam rentang 1-5 unitmol/menit (Beutler 2008) sedangkan
angka 0 menunjukkan bahwa enzim sampel tersebut telah rusak dan tidak dapat
dikarakterisasi. Tabel 1 menunjukkan data kinetika sampel yang diperoleh dari
analisis biokimia enzim G6PD diekstraksi, hasil kinetika pada tabel ini digunakan
sebagai referensi yang dipelajari oleh penulis secara genotip. Sampel yang
memiliki aktivitas dibawah rentang cenderung mengalami mutasi di tingkat DNA.
Tabel 1 Aktivitas Enzim G6PD pada 26 individu di Sumba Tengah

6
Nested PCR 3 fragment dari gen G6PD
Gen G6PD sangat sulit untuk diamplifikasi karena mengandung GuaninSitosine dalam jumlah banyak dam juga memiliki banyak segmen yang berulang
sehingga sulit untuk menentukan primer yang tepat. Namun demikian saya
menggunakan primer yang didesain oleh Saunders et al pada tahun 2002. Pada
metode ini, terdapat dua tahap. Pertama, adalah tahap amplifikasi satu gen penuh
G6PD sepanjang 6KiloBasa. Kemudian hasil amplifikasi yang pertama akan
diamplifikasi kembali dengan primer spesifik dan membentuk bagian-bagian kecil
yang disebut fragmen. Gen G6PD diamplifikasi menggunakan PCR dengan 3 set
primer yang berbeda dan menghasilkan 3 fragmen yang berbeda pula dengan
rentang ukuran antara 2-3 Kilobasa. Gambar 2 menunjukkan amplifikasi gen
G6PD menggunakan nested PCR berhasil.
Pada gambar 2 terdapat 3 fragmen berbeda dari sampel yang sama (STE
1286) sedangkan jalur M adalah Marka KAPPA Universal DNA ladder dan
berasal dari sampel yang berbeda (STE 1061). Setelah tahap ini, pita dengan
ukuran yang diinginkan harus dipurifikasi dan dipisahkan dari gel agarosa dengan
kit dan metode dari Rosche. Kegunaan purifikasi ini untuk memisahkan sekuen
DNA yang diinginkan dari pengotor-pengotornya. Sehingga proses sequencing
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan segmen DNA yang ingin dibaca.
M

1

2

3

4

5

6

3,000 Kb
2,000 Kb

Gambar 1 Nested PCR 3 fragmen dari gen G6PD. M adalah marka KAPPA
Universal DNA ladder; (1) STE 1061 fragmen 2, (2) STE 1286 fragmen 1
(1.906 kb), (3) STE 1286 fragmen 2 (2.127 kb), (4) STE 1.286 fragmen 3
(2.540 kb), (5) kontrol positif dan (6) kontrol negatif.
Basic Local Allignment Search Tool (BLAST) dan Elektroforegram sekuen
gen G6PD
Sekuen sampel dibandingkan dengan sekuen referensi (Ng. 009.015,1)
sedangkan penyajajaran keselarasan sekuen menggunakan BLAST (Basic Local
Allignment Search Tool) untuk nukleotida (BlastN) yang diakses melalui situs
halaman web NCBI (http / /: www.ncbi.nlm.nih.gov / blast / blast.cgi). Dengan ini
dapat diamati keberadaan suatu mutasi. Urutan Referensi ditulis sebagai Querry,

7
sedangkan sampel dengan aktivitas enzimatik normal digunakan sebagai kontrol
normal. Sampel yang memiliki aktivitas di bawah rentang normal (defisien)
berdasarkan studi-studi sebelumnya juga memiliki mutasi pada gen G6PD mereka
(Hiroyuki et al 2007).
Varian yang paling umum ditemukan di Kabupaten Sumba Tengah adalah
Vanua Lava dan Viangchan. Varian Vanua Lava pertama kali ditemukan di
Vanuatu pada tahun 1995 oleh Ganczakowsky et al. Mutasi ini memiliki substitusi
basa tunggal 14233T> C di ekson 5 yang menghasilkan substitusi asam amino ke128 dari Leusin menjadi Prolin (Beutler 2008). Gambar 2 menunjukkan hasil
BLAST dan elektroforegram pada sampel dengan varian Vanua Lava dalam
kondisi heterozigot yang ditemukan di Sumba Tengah. Hal ini ditemukan pada
wanita dengan aktivitas enzim di bawah normal. Gambar 3 menunjukkan hasil
BLAST dan elektroforegram dari varian Vanua Lava hemizigot yang dimiliki
sampel berjenis kelamin Laki-laki dengan aktivitas enzimatik yang defisien.
Varian lain yang paling umum ditemukan di Sumba Tengah adalah Viangchan,
varian ini adalah mutasi salah arti yang mengubah 16381 G> A di ekson 9
menyebabkan subtitusi asam amino 291 dari Valin ke Metionin (Beutler 2008).
Gambar 4 menunjukkan BLAST dan elektroforegram untuk sampel Viangchan
mutasi diwariskan dalam kondisi Hemizigot dengan aktivitas enzim antara 1,004,00 UMolmin -1.
Tabel 2 menunjukkan orang-orang dengan aktivitas G6PD normal (di atas 4
Unitmol / menit) memiliki motif polimorfisme unik dan beberapa dari mereka
telah terdaftar dalam database NCBI SNP (17064C> T, 17210T> C, dan A
17860> G). Namun kita menemukan varian polimorfism baru yang belum
registred dalam database SNP dan mungkin khusus untuk orang sumba adalah
17307T> A dan 14917C> G.
Tabel 2 Jenis Varian di Sumba Tengah

8
A.

B.


Gambar 2 Hasil BLAST sekuen G6PD varian Vanua Lava heterozygotes (A) dan
elektroforegramnya (B)
A.

B.

Gambar 3 Hasil BLAST sekuen G6PD varian Vanua Lava yang hemizigot (A)
dan elekroforegramnya (B).
A.

B.

Gambar 4 Hasil BLAST
Elektroforegramnya (B)

sekuen

G6PD

varian

Viangchan

(A)

dan

9
Permodelan
P
n Molekul Glukosa-6-F
G
Fosfat dehid
drogenase (G
G6PD)
Permo
odelan moleekul untuk G6PD diguunakan untuuk melihat bagaimana
m
mutasi
dapaat mempengaruhi stabiliitas protein menggunakkan varian Kanton
K
(Au
2
2000),
den
ngan perang
gkat lunak PyMOL dan basis data proteein RSCB
(
(www.PDB.
.org). varian Canton (R4449> L) telahh terpilih karrena saat ini belum ada
m
model
protein untuk Vannua Lava daan Viangchan
n dan lokasii subtitusi keedua varian
t
tersebut
terleetak di temppat yang berbbeda dari Caanton, sehinggga diasumsiikan model
p
protein
variaan Canton dapat
d
digunaakan sebagaii model untuuk menjelaskkan sedikit
l
lebih
banyak mengenaii varian G6P
PD yang diimilik Kabuupaten Sumbba Tengah.
G
Gambar
5 menunjukka
m
an varian G
G6PD yang paling umuum di Sumbba Tengah
a
adalah
Van
nua Lava dan Vianggchan. Kem
mudian mennurut data ini, saya
m
menggunaka
an perangkaat lunak Pyymol untuk membuat m
model terhaadap kedua
v
varian
ini.
Gambaar 6 menunj
njukkan bahw
wa asam am
mino ke-1288 molekul G6PD
G
yang
t
terletak
di daerah
d
perallihan dari sekuen yang
g berbentuk heliks yang
g berwarna
m
merah
menuuju sekuen berbentuk
b
leembaran betaa yang berw
warna ungu, sedangkan
d
daerah
peraalihan yang dimaksud ditandai deengan lingkaaran berwarrna merah.
V
Varian
Vanu
ua lava asam
m amino kee-128 G6PD
D mengalami subtitusi dari
d Leusin
m
menjadi
Proolin menyeb
babkan loopp menjadi leebih bengkook dan ketiddakstabilan
h
heliks
yangg dapat mem
mpengaruhi kemampuan
n enzim daan kemampuuan enzim
u
untuk
menghhasilkan NA
ADPH di sisi lain seperti yang ditunjuukkan pada Gambar 7.

 
G
Gambar
5 Distribusi
D
varrian G6PD di
d Kabupaten
n Sumba Tenngah

Gambar 6 Struktur
G
S
Sekuunder G6PD
D. SCOP ( Structural Claassification of Protein)
adalah
h nama domaain dari G6P
PD dan DSSP (Databasee Structur off Secondary
Proteinn) adalah Strruktur sekunnder dari G6P
PD

10

Gambar 7 Situs katalitik substrat molekul G6PD (dalam lingkaran red merah) dan
lokas varian Vanua Lava (asam amino ke 128) dalam lingkaran biru

Gambar 8 Molekul G6PD dan lokasi situs pelekatan koenzim NADP (dalam
bentuk bola-bola atom) dan lokasi mutasi Vanua Lava (asam amino ke 128)
dalam lingkaran merah

11

Gambar 9 Molekul G6PD dalam bentuk tetramer dan lokasi varian Viangchan
(asam amino ke-291) dalam lingkaran merah pada permukaan tetramernya.

PEMBAHASAN
Berdasarkan data dari perhitungan penyebaran yang dilakukan oleh Dr. Sc
hum Ari Satyagraha dan Asisten peneliti di Laboratorium Kelainan Membran Sel
Darah Merah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta. Di Kabupaten
Sumba Tengah, sekitar 20 dari 674 sampel mengalami defisiensi enzim G6PD.
sehingga penyebaran individu defisien G6PD di Kabupaten Sumba Tengah adalah
sekitar 3%. Ini berarti bahwa ada 3 setiap 100 orang di Kabupaten Sumba Tengah
yang memiliki defisiensi G6PD. Karenanya pemerintah harus berhati-hati dalam
menggunakan Primaquine sebagai obat radikal dalam menangani daerah endemik
malaria. Pemberian primaquine pada indvidu dengan defisiensi G6PD, dapat
menyebabkan sel darah merah individu ini mengalami hemolisis. Dari 3% dari
individu G6PDd, saya menemukan bahwa varian G6PD yang paling umum di
Sumba Tengah adalah Vanua Lava dengan 82% dan Viangchan dengan 18%.
Varian ini termasuk kelas 2 dari Klasifikasi G6PD WHO dengan aktivitas
enzimatik kurang dari 10% normal(Beutler 2008).
Selain varian ini, terdapat mutasi lain yang telah ditemukan di kabupaten
ini. Namun karena mutasi ini juga ditemukan pada sampel normal, mutasi ini
dianggap sebagai sebuah polimorfisme yang normal. Jenis mutasi ini tergolong
single Nucleotide Polimorfism (SNP), dan lokasi mutasi ialah 17.064 C> T dan T
17210> C telah terdaftar dalam database SNP sebagai rs2230037 dan rs2071429.
Menariknya, semua sampel dengan varian Viangchan memiliki kedua SNP seperti

12
yang terlihat pada tabel 2, tidak seperti varian Vanua Lava. Korelasi antara Vanua
Lava, Viangchan dan sampel normal tidak menggunakan analisis statistik dan
hanya dengan nisbah sampel dengan mutasi tersebut dengan jumlah keseluruhan
sampel yang dipelajari.Namun belum diketahui lebih lanjut hubungan SNP
dengan varian tertentu yang berdampak pada modifikasi pasca translasi dan
menyebabkan kesalahan pada protein yang terbentuk, dalam hal ini G6PD.
Sebagian besar mutasi yang menyebabkan defisiensi G6PD adalah mutasi
salah arti di daerah ekson meskipun ada juga mutasi salah arti dalam intron yang
menyebabkan polimorfisme. Namun hal ini dapat menyebabkan perubahan
signifikan pada fungsi atau aktivitas G6PD yang terbentuk, terutama jika mutasi
berada di situs penting seperti situs katalitik substrat (Glukosa-6-fosfat), situs
koenzim (NADP), dan asam amino yang terletak di permukaan dimer atau
tetramer G6PD (Minucci et al 2008). Daerah yang penting sebagai tempat
pengikatan koenzim dan substrat yang penting bagi G6PD ditampilkan pada tabel
4.
Pada sampel dengan varian Vanua Lava subtitusi leusin yang non-polar
menjadi prolin yang memiliki bentuk siklik yang dapat menyebabkan
ketidakstabilan struktur heliks. (Nelson dan Cox 2002). Leusin 128 adalah asam
amino hidrofobik yang sangat penting dalam menentukan kestabilan dari sekuen
asam amino yang memiliki struktur sekunder alfa heliks sebelum asam amino
berikutnya yang dengan struktur sekunder lembaran beta (Nuchprayoon et al
2002) hal ini ditunjukkan pada Gambar 6. Namun lokasi subtitusi ini tidak berada
dalam situs penting bagi G6PD, seperti situs NADP, atau situs G6P (Substrat),
maupun permukaan tetramer dari molekul (Au SW 2000). Situs penting bagi
G6PD telah ditunjukkan dalam Gambar 7, 8 dan 9. Dari basis data Prosite, sejauh
ini penulis dan Dr. Ari Satyagraha berasumsi pada Vanua Lava molekul tidak
dapat bekerja dengan baik dikarenakan substitusi yang dalam posisi asam amino
128 terletak dekat dengan posisi asam amino 131 yang merupakan situs
terjemahan pasca N-Meristilasi dan dapat mempengaruhi pasca translasi dari
G6PD. Hal inilah yang dapat menyebabkan manifestasi fenotip dan tingkat
keparahan defisiensi G6PD Vanua Lava digolongkan ke dalam kelas 2 oleh WHO
dengan tingkat defisiensi yang parah dengan aktivitas di bawah 10 % dari normal
(Beutler 2008)
Tabel 3 Polimorfisme di Sumba Tengah
G6PD SNP’s
Vanua Lava variant
Vianchan Variant
Normal

17064 C>T
rs 2230037
100%
40%

17210 T>C
rs2071429
100%
40%

Tabel 4 Tempat pengikatan koenzim dan substrat pada G6PD
Sites
Amino acid position(s)
NADP Binding sites
40, 72, 205, 238, 357 and 487
Substrate (G6P) binding site
201 and 205
Sumber
:
Basis
Data
Uniprot
G6PD
Homo
sapiens
(http://www.uniprot.org/uniprot/P11413).

13

Pada sampel dengan varian Viangchan, substitusi terjadi pada asam amino
ke-291 dari Valin ke Metionin. Meskipun metionin dan valin keduanya adalah
asam amino non polar dan tidak menyebabkan perubahan muatan yang signifikan
ternyata lokasi substitusi Viangchan berada pada daerah penting dari G6PD yaitu,
asam amino pada permukaan tertramer yang berperan dalam pembentukan
monomer-monomer G6PD menjadi tetramer yang ditunjukkan dalam Gambar 9.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan molekul enzim tidak dapat berfungsi
dengan baik sehingga menyebabkan manifestasi fenotip dan tingkat keparahan
defisiensi G6PD dari varian Viangchan tergolong ke dalam kelas 2 oleh WHO
dengan tingkat defisiensi yang parah dengan aktivitas di bawah 10 % dari normal
(Beutler 2008).
Penduduk Sumba adalah campuran antara ras Austronesia dan Melanesia
sehingga jika kedua varian yang paling umum ditemukan adalah Vanua Lava dan
Viangchan dapat disebabkan oleh migrasi ras Melanesia ribuan tahun yang lalu
dari barat ke timur, dari Asia Tenggara menuju Pasifik melalui Papua New Guinea
(Hiroyuki et al 2007). Sedangkan varian Viangchan dan berasal dan ditemukan
pada orang-orang Austronesia dan Asia Tenggara (Nuchprayon et al, 2002).
Korelasi pencampuran ras ini ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 10 Pencampuran ras lokal di seluruh Indo-Pasifik. Pada pie chart,
Austronesia berwarna putih dan Melanesia hitam) (Lansing 2011).

KESIMPULAN
Jumlah penyebaran defisiensi G6PD di Kabupaten Sumba Tengah yang
adalah sekitar 3%. Ini berarti bahwa ada 3 di setiap 100 orang di Kabupaten
Sumba Tengah memiliki defisiensi G6PD, sehingga pemerintah harus berhati-hati
dalam menyusun strategi pengobatan malaria yang tepat. Varian yang paling
umum ditemui menurut WHO tergolong Kelas II yang memiliki manifestasi
fenotip dan tingkat keparahan defisiensi G6PD yang parah dengan aktivitas yang
kurang dari 10% dari normal. Dari 3% dari individu yang mengalami defisiensi
G6PD, kami menemukan bahwa varian G6PD yang paling umum ditemukan di
Kabupaten Sumba Tengah adalah Vanua Lava dengan 82% dan Viangchan
dengan 18%.
Selain dari kedua varian tersebut, ditemukan mutasi lain dari sampel yang
dikarakterisasi yang sudah terdaftar dalam basis data SNP (Single Nucleotide
Polimorfism) NCBI, yaitu : 17064C> T (rs2230037), 17210 T> C (rs2071429),

14
dan 17.860 A> G (rs1050757). Namun karena mutasi ini juga terdapat dalam
sampel normal, mutasi ini dapat dianggap sebagai polimorfisme biasa meskipun
tidak diketahui lebih lanjut hubungan mutasi-mutasi ini dengan fungsi dari G6PD.
Berdasarkan permodelan molekul yang dilakukan pada varian Vanua Lava dan
Viangchan. Lokasi substitusi Vanua lava tidak terletak pada lokasi situs-situs
penting dari G6PD sedangkan pada Viangchan, substitusi asam amino berada
pada salah satu yang daerah penting bagi G6PD, yaitu permukaan tetramernya

DAFTAR PUSTAKA
Beutler E. 2008. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency: a historical
perspective. Blood.111 (1):16–24.
Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Jakarta : Erlangga.
Farhud DD, Yazdanpanah L. 2008. Glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD)
deficiency. Iranian Jpubl Health.(37):4.
Hiroyuki et al. 2007. Seven different Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase
Variants including a New Variant Distributed in Lam Dong Province in
Southern Vietnam. Acta Medica Okayama.61(4) 213-219.
Lansing et al. 2011. An ongoing Austronesian expansion in Island Southeast Asia.
Journal of Anthropological archaeology.30(3):267-272
Minucci et al. 2008. Glucose-6-phospate dehydrogenase Buenos Aires : A novel
de novo missense mutation associated with severe enzyme deficiency. Clin
Biochem.41(9):742-745.
Nelson, Cox. 2008. Lehninger : Principles Of Biochemistry 5th edition. New
York : W. H Freeman company.
Nuchprayoon I, Nuchprayoon S, Sanpavaat S. 2002. Glucose-6-Phospate
dehydrogenase (G6PD) Mutations in Thailand : G6PD viangchan
(871G>A) Is the Most Common Deficiency Variant in the Thai
Population. Human Mutation. Feb 19(2):185
Sambrook, Rusell. 2001. Molecular Cloning 3rd Edition. New York :Cold Spring
Harbour Laboratory Press.
Saunders et al. 2002. G6PD Primers.Genetics.(162):1849-1861.
SW Au et al. 2000. Human Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase : The Crystal
Structure Nadp+ Molecule and Provides Insight Into Enzyme Deficiency.
Structure. 8:293-303.

15

Lampiran 1 Tahap Peneltian
Amplifikasi Gen G6PD
dengan Nested PCR

Elektroforesis

Ekstraksi dan Pemurnian
Gel Agarosa

Cycle sequencing

Analisis Sekuen dan
karakterisasi

16
Lampiran 2 Kondisi dan master mix Nested PCR
Tabel 5 Kondisi PCR
Kondisi PCR
1 siklus

94 °C, 1 Menit

35 siklus

94 °C, 12 s
62 °C 25 s
72 °C, 3 menit

Hold

25 °C, 3 menit

Tabel 6 Master mix fragmen 1dengan Nested pcr
Master mix

1x Reaksi (µl)

4x reaksi (µl)

ddH2O

18

72

5x KAPPA
Buffer GC
dNTP 10mM

5

20

0.5

2.0

Primer forward
(F13125) 25 µM

0.5

2.0

Primer reverse
(R15031) 25 µM

0.5

2.0

Taq Polimerase
1 unit/µl
Produk PCR

0.5

2.0

0.25

0.25

Tabel 7 Master mix fragment 2 dengan Nested PCR
Master mix

1x Reaksi (µl)

3x reaksi (µl)

ddH2O

18

54

5x KAPPA
Buffer GC
dNTP 10mM

5

15

0.5

1.5

0.5

1.5

Primer reverse
(R16592) 25 µM

0.5

1.5

Taq Polimerase
1 unit/µl
Produk PCR

0.5

1.5

0.25

0.25

Forward primer
(F14465) 20 µM

17

Tabel 8 Master mix fragmen 3 dengan Nested PCR
Master mix

1x Reaksi (µl)

7x reaksi (µl)

18

108

5

35

0.5

3.5

0.5

3.5

Primer reverse
(R18370) 25 µM

0.5

3.5

Taq Polimerase
1 unit/µl
Produk PCR

0.5

3.5

0.25

0.25

ddH2O
5x KAPPA
Buffer GC
dNTP 10Mm
Primer Forward
(F15830) 25 µM

18

RIWAYAT HIDUP
Dimas Ramadhian Noor, lahir di Jakarta 5 Maret 1992. Anak Noor Muhammadi
dan Tuti Irawati dan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dipelajari di SMP
41 Jakarta dan SMA 88 Jakarta kemudian menghadiri di Institut Pertanian Bogor
sejak 2009. Selama kuliah di IPB penulis adalah ketua divisi inti Kreativitas di set
Biokimia Profesi (CREB) pada tahun 2011-2012. Lalu magang dan penelitian di
Lembaga Eijkman, Jakarta selama 1 tahun (2012-2013