Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
PERENCANAAN LANSKAP REKREASI
“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
IR. H. DJUANDA, BANDUNG
YESY MAHESSA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Yesy Mahessa
NIM A44080035
ABSTRAK
YESY MAHESSA. Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung. Dibimbing oleh SETIA HADI.
Taman hutan raya Ir. H. Djuanda merupakan salah satu bentuk konservasi
terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial
kawasan serta merencanakan lanskap rekreasi pada “Area outbound” kawasan
Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung.
Metode penelitian yang digunakan terdiri dari empat tahapan yaitu
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Dalam tahap analisis dilakukan
analisis spasial dan deskriptif. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan
kondisi biofisik, kondisi aspek wisata serta kondisi sosial. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan, diperlukan usaha dalam meningkatkan
keberlanjutan kawasan yaitu dengan cara memberikan penambahan terhadap
berbagai macam fasilitas yang diperlukan, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak
sehingga dapat menarik minat pengunjung dalam melakukan kegiatan rekreasi.
Dari hasil analisis spasial, didapatkan beberapa zona berupa peta kesesuaian
lahan yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap.
Perencanaan lanskap ini bertujuan untuk menunjang keberadaan dari semua
objek-objek wisata yang merupakan pesona wisata taman hutan raya Ir. H.
Djuanda.
Kata kunci: Perencanaan, Taman Hutan Raya, Wisata Alam
ABSTRACT
YESY MAHESSA. Landscape Planning of Recreation “Outbound Area” at Ir.
H. Djuanda Grand Forest Park, Bandung. Supervised by SETIA HADI.
Ir. H. Djuanda grand forest park is one type of conservation toward regional
management of germplasm scope. The purpose of this study is to identify the
physical, social and tourism potential of the region as well as recreation on the
landscape plan.
The research methodology is consisted of 5 stages that are preparation,
inventory, analitycal, syntetical, and over planning. There are spatial and
descriptive analysis in the analytical stage. However the data analysis was done by
looking at biophysics condition, touring aspect condition along with social aspect.
According to the result of analysis, it is needed an effort to enrich an advanced
area through increasing the facility and repair the facility that out order beside to
set up a better place for many people to come for recreation. Based on spatial
analysis, it has been gotten some zones like terrain map for landscape planning.
Scenery over planning is aimed to support the existence of all Ir.H.Djuanda grand
forest park object.
Keywords : Grand Forest Park, Nature Tourism, Planning
© Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERENCANAAN LANSKAP REKREASI
“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
IR. H. DJUANDA, BANDUNG
YESY MAHESSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman
Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
Nama
: Yesy Mahessa
NIM
: A44080035
Disetujui oleh
Dr. Ir. Setia Hadi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini
merupakan hasil dari penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
yang penyusunannya bertujuan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa Iskandar dan Mama Zulfiatni serta adik-adikku Rachmad Iskandar
dan Rahmi Iskandar Zulfi yang telah memberikan kasih sayang serta do’a
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan,
serta arahannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin sebagai dosen pembimbing akademik
selama melaksanakan perkuliahan.
4. Pimpinan dan karyawan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda terutama
kepada ibu Elis, bapak Abdul Kudus, bapak Sahroni dan Bapak Roli yang
sudah membantu dalam proses pengumpulan data yang saya perlukan
selama melakukan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
5. Teman-teman Mahasiswa Lintau Bandung (NiNova, Ridho, Tika, Apis,
Putra, Da Mario, Widi, Yesi, dan Rafdi) yang telah menjadi saudara
terdekat dan telah membantu penulis dalam proses kelancaran dalam
melaksanakan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung.
6. Maetek Dayat dan teman – teman (Enjoy, Faris dan Tiwi) yang sudah
membantu penulis dalam proses kelancaran pengerjaan skripsi.
7. Teman-teman ARL 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas canda
tawa selama perkuliahan dan telah menjadi teman baik penulis selama ini
baik dalam suka maupun duka.
8. Teman-teman wisma gardenia (Icin, Titi, Olla) yang telah memberikan
semangat dan dukungan selama proses pengerjaan skripsi serta terima
kasih kepada teman-teman Mahasiswa Lintau Bogor (MLB) yang telah
menjadi saudara terdekat selama penulis melaksanakan kuliah di Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, penulis
berharap agar skripsi ini berguna bagi pihak yang memerlukan dan semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT.
Bogor, Juni 2013
Yesy Mahessa
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Lanskap
4
Taman Hutan Raya (Tahura)
4
Rekreasi Alam Terbuka
5
Rekreasi Alam
5
Sumber Daya Rekreasi
6
Perencanaan Rekreasi
6
Perencanaan Lanskap
7
METODOLOGI
8
Waktu dan Lokasi Penelitian
8
Alat dan Bahan
9
Metode Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Kondisi Umum
13
Analisis
34
Sintesis
43
Perencanaan
46
Perencanaan Kawasan
50
Simpulan
65
Saran
65
DAFTAR PUSTAKA
66
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung
Jenis data dan metode pengumpulannya
Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Jenis sarana dan prasarana “area outbound” Kawasan
Analisis keterkaitan setiap objek wisata di Tahura Ir. H. Djaunda
Jumlah kk dan jiwa desa Ciburial, kecamatan Cimenyan
Jumlah pengunjung kawasan wisata tahura tahun 2003 – 2011
Jumlah jiwa usia kerja Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan
Jenis tanah area outbound kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
Data peta tematik “Area outbound” Kawasan Tahura
Jenis dan fungsi vegetasi yang digunakan
11
12
22
30
30
32
32
34
35
44
51
DAFTAR GAMBAR
Kerangka pikir penelitian
Lokasi Penelitian
Alur perencanaan (Gold 1980)
Peta administrasi dan sumberdaya kawasan
Peta inventarisasi kawasan
Peta analisis kemiringan lahan
Peta geologi kuarter cekungan Bandung
Peta tanah kawasan
Peta penutupan lahan kawasan
Penggunaan Lahan pada Kawasan
Contoh jenis-jenis vegetasi di Tahura Ir. H. Djuanda
Contoh jenis-jenis satwa di Tahura Ir. H. Djuanda
Peta Distribusi Wilayah Utara dan Sumber Air
Peta Analisis Visual
Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari
Karakteristik pengunjung berdasarkan usia
Karakteristik pengunjung berdasarkan profesi
Karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal
Frekuensi pengunjung berkunjung
Karakteristik pengunjung berdasarkan tingkat kepuasan
Karakteristik pengunjung berdasarkan harapan untuk Tahura
Karakteristik pengunjung berdasarkan tujuan datang ke Tahura
Penilaian pengunjung terhadap keindahan Tahura
Penilaian pengunjung terhadap kenyamanan di Tahura
Peta Komposit
Diagram konsep ruang
Diagram konsep sirkulasiKonsep Vegetasi
Peta rencana ruang
Ilustrasi gerbang masuk kawasan
3
8
9
16
17
19
20
21
23
24
26
26
27
29
36
39
39
40
40
40
41
41
42
42
45
48
49
52
54
Ilustrasi Musholla
Ilustrasi kios
Meja dan bangku
Ilustrasi Gazebo
Tempat sampah
Ilustrasi papan informasi
Ilustrasi atraksi air
Ilustrasi areal perkemahan
Ilustrasi Playground Areas
Ilustrasi Area Piknik
Rencana lanskap kawasan rekreasi
Rencana lanskap 1
Rencana lankap 2
Potongan AA’’
Potongan BB’
Rencana lanskap 3
Potongan CC’
Rencana lanskap 4
Potongan DD’
54
55
56
56
57
57
58
59
59
60
61
62
62
62
62
63
63
63
63
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Pengujian kualitas air
Kuisioner penelitian (Persepsi pengunjung)
69
70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat
sekaligus menjadi ibu kota provinsi. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara
Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya menurut jumlah penduduknya. Kota Bandung memiliki beberapa
kawasan yang menjadi wisata alam, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga
menjadi tempat berwisata bagi masyarakat. Salah satu lokasi wisata alam yang
ada di kota ini yaitunya Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Ir. H.
Djuanda). Tahura yang merupakan kawasan pelestarian alam dan bagian dari
daerah cekungan Bandung, memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya
dengan zaman purba hingga sekarang. Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah
utara kota Bandung berjarak ± 7 km dari pusat kota, secara geografis berada 107º
30’ BT dan 6º 52 LS’, secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa
Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong
Kota Bandung. Berdasarkan hasil rekonstruksinya tata batas Tahura Ir. H.
Djuanda pada tahun 2003 luasnya adalah 526,98 hektar, luas kawasan objek
wisata dari Tahura ± 30 hektar dan luas perencanaan“area outbound” kawasan
Tahura ini ± 4,2 hektar.
Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan salah satu bentuk konservasi
terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Sebagai
sebuah taman, Tahura memiliki sifat keterbukaan yang lebih lebar karena dalam
pembagian kawasan Tahura, terdapat zona pengembangan dimana dalam zona
tersebut intervensi manusia dimungkinkan. Tahura berfungsi sebagai kawasan
pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan,
jenis asli atau bukan asli, yang di manfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi
(Ngadiono 2004). Tahura merupakan salah satu lokasi wisata atau jasa rekreasi
hutan yang berpotensi untuk dikembangkan. Keindahan alamnya merupakan daya
tarik tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai aktivitas kehidupan.
Namun seiring dengan waktu potensi dan daya tarik yang semula dimiliki oleh
lokasi wisata tersebut lama kelamaan dapat menurun dan promosinya tidak
berkembang, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap penurunan minat
pengunjung ke lokasi tersebut. Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat
akan jasa rekreasi dan wisata, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih
menigkatkan pengembangan dan pengelolaan Tahura sehingga daya tarik
wisatanya lebih meningkat dan memiliki peluang pemasaran yang lebih besar.
Knudson (1980) menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata
alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang
dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang
keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai
dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam
menggunakan tapak untuk kawasan wisata.
2
Kawasan Tahura yang telah digunakan sebagai kawasan wisata alam
memiliki persentase ruang terbuka hijau yang tinggi. Karena itu, pemanfaatan
ruang terbuka hijau dapat dioptimalkan untuk kepentingan ekosistem maupun
masyarakat di sekitarnya. Ruang terbuka hijau kawasan hutan ini sangat potensial
untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi bagi keanekaragaman hayati,
terutama vegetasi endemik dan kualitas estetisnya dapat ditingkatkan agar bisa
dimanfaatkan untuk aktivitas rekreasi.
Permintaan terhadap sarana rekreasi di kawasan hutan ini terus bertambah.
Kesibukan dan rutinitas sehari-hari yang melelahkan akan menimbulkan
keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas yang menyenangkan agar dapat
mengembalikan kesegaran untuk memulai kesibukan yang baru. Melakukan
berbagai aktivitas rekreasi di tengah ruang terbuka dengan suasana alami
merupakan salah satu alternatif dalam mengisi waktu luang yang ada. Oleh karena
itu, perlu adanya penyediaan sarana rekreasi alam di dalam kawasan hutan ini.
Hal inilah yang menjadi dasar dalam mengembangkan ruang terbuka hijau
tersebut sebagai kawasan konservasi yang sekaligus merupakan sarana rekreasi
alam. Melalui aktivitas rekreasi itu pengenalan terhadap sumberdaya lingkungan
alami yang terdapat di dalamnya akan meningkatkan kepedulian terhadap usaha
pelestarian sumberdaya alam tersebut. Pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai
kawasan konservasi dan rekreasi perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung
kawasan. Penyediaan fasilitas, selain mempertimbangkan keinginan pemakai,
haruslah direncanakan dengan baik untuk mencegah dampak penggunaan yang
merugikan di kemudian hari. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan
pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan
wisata yang berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial kawasan
2. Merencanakan lanskap “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda sebagai kawasan rekreasi
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai suatu bentuk pembelajaran terutama
dalam bidang perencanaan lanskap serta memberi masukan dan alternatif
perencanaan lanskap kawasan pada pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Balai
Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dalam mengembangkan “Area
Outbond” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai kawasan rekreasi
alam yang memberikan daya tarik dan kenyamanan bagi wisatawan.
3
Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pemikiran dari penelitian ini didasarkan pada konsep rekreasi
alam dalam perencanaan pengembangan “Area Outbond” kawasan Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda Bandung, kerangka pemikiran dapat dilihat pada (gambar 1).
Kawasan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
“ Area outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Aspek biofisik
Aspek wisata
Topografi
Iklim
Geologi dan
tanah
Hidrologi
Vegetasi dan
satwa
Kualitas visual
Analisis potensi
objek
Aspek Sosial
Analisis
karakteristik
persepsi &
preferensi
pengunjung
Analisis,
karakteristik &
persepsi pengelola
&
Atraksi wisata
Konsep Rekreasi Alam
Zonasi Kawasan
Perencanaan lanskap pada “Area Outbound” sebagai kawasan rekreasi alam
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang
dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, karakter tersebut menyatu secara
harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya (Simonds 1983).
Lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau bagian dari muka bumi dengan
segala sifat dan kehidupan yang ada di dalamnya baik yang bersifat alami atau
buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh
indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta
membayangkan (Rachman 1984).
Tapak (site), secara fisik merupakan bagian dari suatu lanskap atau
lanskap itu sendiri, berbentuk alami atau buatan, statis atau dinamis, dengan
ukuran serta karakter yang beragam. Secara teknis, tapak didefinisikan sebagai
suatu areal yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan
direncanakan dan dirancang dengan tujuan dan manfaat tertentu. Tapak
merupakan suatu sistem (fisik dan sosial) yang dibentuk dan dipengaruhi
keberadaan serta kelestariannya oleh berbagai elemen pembentuk lanskap (tanah,
air, vegetasi, iklim, ekonomi, politik, dan budaya manusia yang mendiaminya.
Setiap tapak juga memiliki bentuk fisik (forms, features,forces) dengan karakter
tetentu (statis, dinamis, ramah, gagah, meluas, dan lainnya) yang mempengaruhi
tujuan dan pembentukan serta penatannya (Nurisjah 2004).
Taman Hutan Raya (Tahura)
Tahura merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap plasma nutfah
yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Berbeda dengan Taman
Nasional, Tahura eksistensinya berada dalam scope regional dimana seluruh aspek
manajerial berada di tangan pemerintah daerah dalam hal ini propinsi. Oleh
karena itu, sebagai aset milik daerah diharapkan Tahura dapat menjadi wadah
eksistensi berbagai flora maupun fauna asli daerah dan dapat menjadi maskot bagi
daerah (Ngadiono 2004). Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, Tahura didefinisikan sebagai
kawasan pelestarian untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa alami atau buatan,
jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitianm ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Dengan melihat fungsi dari Tahura, wisata berbasis alam adalah pilihan yang tepat
untuk dikembangkan di kawasan tersebut.
Pemantapan kawasan Tahura meliputi kegiatan pengukuhan status
kawasan, pemeliharaan batas fisik termasuk rekonstruksi batas, penataan kawasan
ke dalam blok perlindungan dan pemanfaatan, serta pengkajian bagian kawasan
suaka Tahura yang kondisi dan manfaatnya sudah tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya (Ngadiono 2004). Penataan kawasan Tahura didasarkan pada fungsi
kawasan dan tujuan pengelolaan serta pemanfaatan, yaitu untuk kegiatan kawasan
5
perlindungan, koleksi jenis tumbuhan dan satwa khas dari propinsi yang
bersangkutan, dan pengembangan pemanfaatan secara maksimal bagi
kesejahteraan masyarakat.
Rekreasi Alam Terbuka
Rekreasi merupakan penggunaan waktu luang untuk suatu hal yang
menyenangkan dan dapat mengembangkan kemampuan seseorang untuk sesuatu
yang baru dan lebih memuaskan. Aktivitas rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik
berupa aktivitas yang berhubungan dengan fisik dan rekreasi psikis yang
melibatkan pikiran, perasaan, dan kenyamanan (Nurisjah 2004). Douglass (1982)
menambahkan bahwa rekreasi adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan
konstruktif serta member tambahan pengetahuan dan pengalaman mental maupun
fisik dari pemanfaatan sumberdaya alam dalam kurun dan ruang yang terluang.
Rekreasi dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor recreation) dan di alam
terbuka (outdoor recreation). Rekreasi di alam terbuka tergolog rekreasi yang
berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya
alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas
(Douglass 1982).
Knudson (1980) menyatakan bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka
meliputi :
1. Rekreasi perjalanan seperti bersepeda, berjalan-jalan, berkuda dan berlayar.
2. Rekreasi sosial seperti piknik dan berkemah
3. Rekreasi estetik seperti fotografi, melukis, menikmati pemandangan dan studi
alam
4. Pertualangan seperti memanjat tebing dan mendaki gunung
5. Survival replay seperti memancing, berburu dan berkemah.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan di atas dibutuhkan
tapak yang terletak di hutan, taman suaka alam, play group, areal rekreasi sungai
alami, air terjun, jalur jalan setapak dan gunung. Sebagian besar bentuk kegiatan
rekreasi di alam terbuka tersebut dapat dilakukan pada kawasan Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda yang merupakan salah satu hutan lindung yang ada di
Kabupaten Bandung.
Rekreasi Alam
Menurut Knudson (1984), aktivitas-aktivitas yang termasuk aktivitas
rekreasi ruang terbuka antara lain : aktivitas berjalan-jalan (berjalan-jalan dan
menjelajah, bersepeda, menunggang kuda, berkendaraan untuk bersenang-senang,
berlayar, berselancar), aktivitas sosial (olahraga, berkemah, piknik, berenang),
aktivitas estetik/artistik (fotografi, keliling kota, melukis, menggambar, membuat
pekerjaan tangan, studi alam), aktivitas bertualang (memanjat gunung, lari cepat),
dan aktivitas mempertahankan hidup (memancing, berburu dan berkemah).
Aktivitas rekereasi ruang terbuka seperti memandang alam, piknik,
berenang, berlayar, berkemah, hiking, lintas alam bisa dilakukan sebagai rekreasi
6
hutan. Fasilitas-fasilitas yang dapat disediakan untuk aktivitas ini antara lain areal
perkemahan, areal piknik, dan jalan kecil (Douglass, 1982).
Sumber Daya Rekreasi
Sumberdaya rekreasi merupakan kesatuan ruang tertentu yang mengandung
unsur elemen ruang yang dapat memenuhi kebutuhan rekreasi, menarik minat
rekreasi dan dapat menampung kegiatan rekreasi. Ketersediaan sumberdaya untuk
rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia di tempat
rekreasi yang dapat digunakan pada waktu tertentu (Gold, 1980).
Knudson (1980), mengklasifikasikan sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari
orientasinya menjadi :
1. Orientasi pada pengunjung
2. Orientasi pada sumberdaya untuk pelestarian
3. Orientasi pertengahan yakni untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
seimbang dengan pengelolaan sumberdaya.
Pengembangan “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda sebagai kawasan rekreasi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya yang ada.
Pengelolaan terhadap sumberdaya dilakukan dengan tetap mempertahankan fungsi
areal tersebut sebagai kawasan pelestarian alam.
Perencanaan Rekreasi
Perencanaan rekreasi adalah suatu proses yang menghubungkan
masyarakat dengan waktu luang dan ruang, dimana konsep dan metode berbagai
disiplin ilmu digunakan untuk menyediakan kesempatan berekreasi bagi
masyarakat tersebut. selain itu, juga erat kaitannya dengan variable-variabel
perilaku di dalam memanfaatkan waktu luang di ruang terbuka (Gold 1980).
Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam perencanaan rekreasi terutama
perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah :
1. Semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi.
2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan
rekreasi yang lain untuk menghindari duplikasi.
3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan,
pendidikan, dan transportasi.
4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang
akan datang.
5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat
dilaksanakan.
6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan.
7. Perencanan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan
evaluasi.
8. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.
9. Terlebih dahulu harus ada lahan yang akan dikembangkan menjadi taman
atau tempat wisata.
7
10. Fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif
mungkin dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi
kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan pengunjung.
Perencanaan Lanskap
Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan
dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur.
Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari
bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian
tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu
bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds 1983). Pendekatan
yang baik dalam perencanaan lanskap pada hakekatnya berdasarkan lima
komponen utama dalam arsitektur lanskap yaitu faktor alami, sosial, teknologi,
metodelogi, dan nilai-nilai (Laurie 1975). Empat aspek yang perlu diperhatikan
dalam proses berpikir lengkap merencana dan melaksanakan suatu proyek lanskap
yaitu aspek sosial, ekonomi, fisik, dan teknik, yang dikaitkan dengan faktor ruang,
waktu, tenaga, dan gerak (Rachman 1984).
Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian
tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya (Laurie 1984). Kemudian
dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses
melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan
lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan
terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbale balik antara
program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan
memperlihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak
dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang
digunakan untuk menetukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penetuan tipe cara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
8
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2012 sampai bulan Agustus 2012.
Kegiatan penelitian ini meliputi survei awal lokasi, pengambilan data lapang,
pengolahan data serta penyusunan laporan. Lokasi penelitian adalah Kawasan
Kompleks Tahura Ir. H. Djuanda, Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat.
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah utara kota Bandung berjarak ± 7
km dari pusat kota, secara geografis berada 107º 30’ BT dan 6º 52 LS’, secara
administrasi berada di wilayah Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa
Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung. Berdasarkan
hasil rekonstruksinya tata batas Tahura Ir. H. Djuanda pada tahun 2003 luasnya
adalah 526,98 hektar, luas kawasan objek wisata dari Tahura ini ±32 hektar dan
untuk area perencanaan kawasan outbond sendiri luasannya ± 4,2 ha.
9
Alat dan Bahan
Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya adalah data
objek, tata ruang, aksesibilitas, data visual, data peta, dan data wawancara.
Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis adalah :
1. peta kawasan Tahura Ir. H. Djuanda Bandung (tata guna lahan, kontur)
2. foto udara (www.googleearth.com)
Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut :
1. kamera, GPS, dan Kompas
2. komputer dan software ( AutoCAD, Sketch Up, Photoshop dll.)
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan yaitu tahap
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan (Gambar 3). Penelitian ini
dilakukan dengan mengacu pada metode perencanaan sistematis untuk rekreasi
alam sebagaimana dikemukakan oleh Gold (1980). Penelitian dilakukan sampai
tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa landscape plan yang dilengkapi
dengan rencana tata hijai dan fasilitas penunjang aktivitas rekreasi.
Inventarisasi
Analisis Data
Geologi
Faktor-faktor
pembatas dan
kemungkinan
Topografi
Vegetasi
Hidrologi
Sintesis
Konsep
Konsep
Rencana Induk
Perencanaan
Tapak
Konsep
Potensi Tapak
Kesesuaian Tapak
untuk Pengembangan
dan lain-lain
Gambar 3 Alur perencanaan (Gold 1980)
1. Inventarisasi
Tahap Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi
yang mengacu pada konsep serta tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Data
yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
10
melalui survei lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh melalui
studi pustaka dari berbagai sumber seperti pihak pengelola, instansi yang
bersangkutan dan sebagainya. jenis, bentu, cara pengambilan berikut sumber data
dapat dilihat pada Tabel 2.
2. Analisis
Pada tahap analisis dilakukan penentuan kendala dan potensi maupun
masalah yang ada pada tapak serta mengamati karakteristik kawasan untuk tujuan
perencanaan lanskap kawasan rekreasi. Analisis dilakukan pada setiap data yang
telah didapatkan dari inventarisasi. Analisis dilakukan secara spasial dan
kemudian dijabarkan secara deskriptif untuk menentukan area yang sesuai untuk
perencanaan kawasan. Perencanaan ini lebih ditekankan untuk perencanaan
kawasan rekreasi yang memperhatikan ruang terbuka hijau kawasan agar dapat
menjaga keberlanjutan kawasan itu sendiri.
Analisis spasial dilakukan terhadap empat jenis peta tematik yaitu (peta
kemiringan lahan, peta penutupan lahan, peta aktivitas pengunjung dan peta
tanah). Analisis ini dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay),
pembobotan dan skoring. Hasil overlay tersebut digunakan untuk membuat
perencanaan lanskap kawasan rekreasi dengan memperhatikan ekosistem kawasan.
Analisis karakteristik, persepsi dan preferensi pengunjung juga dilakukan.
Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada
pengunjung dimana dari hasil yang didapatkan supply kawasan wisata sehingga
dapat dirumuskan mengenai pengembangan kawasan sesuai dengan tujuan
perencanaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
accidental-sampling dan random sampling, yaitu pembagian kuesioner
berdasarkan pengunjung yang secara kebetulan ditemui, pengambilan sampel
tidak diteruskan apabila sudah mencukupi pengambilan data.
Dalam kegiatan analisis dilakukan skoring, untuk nilai skoring berkisar
antara 1 sampai 3. Berdasarkan nilai tersebut maka penentuan kelas lahan untuk
perencanaan ini dapat terbagi menjadi tiga, yaitu : kelas sesuai nilainya 3, kelas
cukup sesuai nilainya 2, dan kelas tidak sesuai nilainya 1.
Kelas kemiringan lereng diukur berdasarkan buku Standar Evaluasi
Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan (Hardjowigeno, S dan
Widiatmaka, 2007). Untuk menghitung besarnya kemiringan lereng (S) digunakan
rumus :
S = (n-1)xCi / √2a² x 100 %
Keterangan :
S
= kemiringan lereng dalam %
n
= jumlah garis kontur ysng memotong jarring-jaring
Ci
= kontur interval dalam meter
a
= panjang jaring-jaring dalam m
11
Tabel 1 Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung
Faktor Pembentuk
Tapak
Jenis Tanah
(kepekaan terhadap
erosi)
Kelas
1. Tidak peka (alluvial, glei, planosol, hidromorf kelabu,
laterit air tanah)
2. Agak peka (latosol)
3. Relatif peka (Brown forest soil, non calcic brown,
mrditeran)
4. Peka (andosol, laterit, grumosol, podsol, posolik)
5. Sangat peka (regosol, litosol, organosol, renzina)
Untuk tanah campuran ditentukan oleh sesuai dengan
jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang ada pada tanah
tersebut.
Kemiringan Lahan
1.
2.
3.
4.
5.
Datar (0-8%)
Landai (8-15%)
Agak curam (15-25%)
Curam (25-45%)
Sangat curam (≥45%)
Intensitas
curah
hujan
(rata-rata
curah hujan dalam
hari hujan)
1.
2.
3.
4.
5.
Sangat rendah (≤ 13,6 mm/hari)
Rendah (13,6-20,7 mm/hari)
Sedang (20,7-27,7 mm/hari)
Tinggi (27,7-34,8 mm/hari)
Sangat tinggi (≥34,8 mm.hari)
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980)
Analisis secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui daya dukung
kawasan rekreasi yang akan dikembangkan. Menurut Boulon dalam Nurisjah,
Pramukanto dan Wibowo (2003), daya dukung kawasan wisata alam berdasarkan
standar rata-rata individu dalam m²/orang dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
DD= A/S
Keterangan :
DD
= Daya Dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata individu
3. Sintesis
Sintesis merupakan tahap setelah dilakukan analisis terhadap data dan
informasi yang telah dilkumpulkan. Hasil dari tahap ini yaitu berupa zonasi tapak
berdasarkan kesesuaian lahan untuk kawasan rekreasi. Areal yang potensial
tersebut dialokasikan untuk areal-areal aktivitas yang dapat mengakomodasikan
keinginan pengelola maupun pengunjung. Selanjutnya ditentukan bentuk aktivitas
serta fasilitas yang akan dikembangkan pada masing-masing areal aktivitas.
12
4. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ditentukan konsep pengembangan yang mengacu
pada tujuan serta fungsi yang telah diterapkan. Konsep tersebut dikembangkan
lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir yang disajikan dalam bentuk
landscape plan secara grafis yang dilengkapi dengan rencana fasilitas dan
penataan vegetasi yang menunjang keberadaan tapak sebagai kawasan rekreasi
alam. Perencanaan hutan rekreasi ini dilakukan dengan pendekatan sumberdaya,
dimana sumberdaya fisik atau alami akan menentukan kemungkinan tipe dan
jumlah aktivitas rekreasi di dalamnya.
Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulannya
N
o
1
Jenis data
Satuan
data
Bentuk data
Sumber data
Metode
analisis
Luas
(m²)
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang
Spasial dan
Deskriptif
Primer
Observasi
lapang
Spasial
Sekunder
Primer
Data pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Data pengelola
Deskriptif
Deskriptif dan
spasial
Deskriptif
Aspek biofisik
a.Lokasi
tapak
(letak, luas dan batas
tapak)
b.Aksesibilas
(jaringan jalan dan
transportasi)
c.Geologi dan tanah
d.Topografi
dan
kemiringan lahan
e. Iklim
2
Sekunder
Deskriptif
f. Hidrologi
drainase
dan
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
g. Vegetasi
satwa
dan
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
h. Kualitas visual
Primer dan
sekunder
i.Tata guna lahan
Primer dan
sekunder
Deskriptif dan
spasial
Deskriptif dan
spasial
Aspek wisata
a.Atraksi (jenis dan
jumlah atraksi)
Angka
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
b.Pengunjung
(fasilitas pelayanan)
Jumlah
dan
jenis
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
13
Tabel 2 Lanjutan
3
Aspek sosial
a.Sejarah dan tujuan
pendirian kawasan
wisata
Sekunder
Data pengelola
Deskriptif
b.Karakteristik,
Persepsi,
dan
Preferensi
Wisatawan
Sekunder
Observasi
lapang
Deskriptif
c.Kependudukan
masyarakat sekitar
Sekunder
Studi pustaka
Deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Sejarah Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
Tahura Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan lindung (Komplek
Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1920. Pada
tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai
hutan wisata dan kebun raya. Untuk tujuan tersebut, kawasan seluas 30 hektar
mulai ditanami dengan tanaman koleksi pohon-pohonan yang berasal dari
berbagai daerah. Pada tanggal 23 Agustus 1965 atas gagasan Gurbenur Propinsi
Jawa Barat, hutan tersebut ditetapkan sebagai Kebun Raya/Hutan Wisata Ir. H.
Djuanda.
Pada tahun 1980 Kebun Raya/Hutan Wisata yang merupakan bagian dari
komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai Taman Wisata, yaitu
Taman Wisata Curug Dago seluas 590 hektar yang ditetapkan oleh SK Menteri
Pertanian Nomor : 575/KPTS/Um/1980 tanggal 6 Agustus 1980. Pada tahun 1985,
Bapak Mashudi dan Bapak Ismail Saleh sebagai pribadi dan Bapak Soerdjarwo
selaku Menteri Kehutanan mengusulkan untuk mengubah status Taman Wisata
Curug Dago menjadi Tahura. Usulan tersebut kemudian diterima Presiden
Soeharto yang kemudian dikukuhkan melalui keputusan Presiden No. 3 Tahun
1995 tertanggal 12 Januari 1985. Peresmian Tahura Ir. H. Djuanda dilakukan pada
tanggal 14 Januari 1985 yang bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H.
Djuanda.
Bentang alam spesifik Tahura Ir. H. Djuanda merupakan sebagian daerah
Cekungan Bandung yang sangat khas keberadaan rupa buminya dibanding daerah
lainnya. Terjadinya daerah Cekungan Bandung ini disebabkan oleh gejolak alam
pada periode-periode tertentu dalam era pembentukan alam semesta.
Pada kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dan sekitarnya, banyak ditemukan
berbagai macam peninggalan manusia prasejarah yaitu beberapa piranti hidup
sehari-hari yang disebut artefak. Artefak ini dibuat dari sejenis batuan yang
tepinya tajam dan adapula yang sudah dilengkapi seperti pahat jaman sekarang.
14
Adanya piranti senjata yang ditemukan di daerah Tahura Ir. H. Djuanda, para ahli
sejarah menduga bahwa kawasan tersebut merupakan “Bengkel Senjata” yang
kemudian disebut pakar yang berasal dari kata Sunda Klasik “Pakarang”. Koleksi
senjata prasejarah saat ini didokumentasikan di Museum Geologi Museum Sri
Baduga, Museum Tahura Ir. H. Djuanda dan sebagian kecil ada di Belanda.
Piranti tersebut bisa kita pelajari untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
maupun untuk pariwisata.
Status Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda
Pengelolaan kawasan Tahura Ir. H. Djuanda sebelumnya yang merupakan
Kawasan Hutan Lindung Gunung Pulosari berdasarkan proses verbal tanggal 27
September 1992 dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Bosche Wezen,
kemudian semenjak kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 secara
otomatis status kawasan hutan Negara dikelola oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui jawatan Kehutanan.
Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 1985 Taman Wisata Curug Dago
pengelolaannya dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah
III Jawa Barat sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
575/Kpts/Um/8/1980. Tahun 1985 sampai tahun 2003 pengelolaannya
dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dibina oleh Dirjen PHPA berdasarkan
SK Menteri Kehutanan Nomor 192/Kpts-2/1985. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah, PP 62 Tahun 1998, PP Nomor 25
Tahun 2000 dan PERDA Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2002 serta surat keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/203 tanggal 23 Maret 2003 tentang
penyelenggaraan tugas pembantuan pengelolaan Tahura oleh Gurbenur atau
Bupati/Wali Kota, kewenangan pengelolaan berada dibawah Pemerintah Propinsi
Jawa Barat, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat melalui UPTD Balai
Pengelolaan Tahura.
Budaya prasejarah sudah ikut terekam dan terlindungi oleh Tahura Ir. H.
Djuanda, selain itu, budaya manusia modern juga ikut terekam di dalamnya
karena tata ruang alaminya memang memadai untuk itu. Budaya manusia modern
tersebut antara lain dengan pemanfaatannya untuk kepentingan militer pada masa
perang dunia II dan sekarang digunakan untuk arboretum dalam lingkup Tahura Ir.
H. Djuanda. Adanya Tahura Ir. H. Djuanda yang amat dekat dengan pusat kota
Bandung dan memliki nilai sosial, ekonomi, dan budaya, dapat menjadi sarana
pendidikan, sasaran penelitian, dan sekaligus menjadi daerah tujuan wisata yang
penuh pesona. Untuk itulah Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda, terus
berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas fungsi Tahura Ir. H. Djuanda agar
data dan informasi yang terekam di dalamnya dapat digunakan sebagai acuan
untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan mencerdaskan kehidupan.
Deskripsi Umum Tahura Ir. H. Djuanda
Tahura Ir. H. Djuanda yang merupakan bagian dari daerah cekungan
Bandung, memliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba
15
hingga sekarang. Secara geologis daerah ini mengalami perubahan yang
disebabkan oleh gejolak alam dalam kurun waktu pembentukan alam semesta.
Salah satu sisa ekosistem hutan di cekungan Bandung yang sekarang masih dapat
dinikmati sebagai hutan kota adalah kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Secara
harfiah tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tahura adalah kawasan pelestarian
alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/satwa yang alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Lokasi dan Aksesibilitas Kawasan Tahura Ir. H. Djaunda
Tahura Ir. H. Djuanda terletak di sebelah Utara Kota Bandung, memilki
tingkat aksesibilitas yang tinggi dan berjarak ±7 km dari pusat kota. Secara
geografis berada 107º 30’BT dan 6º 52’LS, secara administrasi berada di wilayah
Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk
wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa
Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan
Dago Kecamatan Coblong kota Bandung. Tahura Ir. H. Djuanda yang terletak di
tengah-tengah Bandung merupakan kawasan pelestarian alam yang tersisa juga
berfungsi sebagai paru-paru pada kota Bandung. Hanya berjarak ± 5 km dari pusat
pemerintahan (Gedung sate). Lokasi yang strategis ini dapat dengan mudah
ditempuh melalui :
Terminal Dago ± 2 Km
Cimbeleuit Puncurt ± 6 Km
Padasuka Cimenyan ± 8 Km
Lembang Maribaya ± 4 Km
Untuk memasuki kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dapat melalui beberapa
pintu antara lain :
Pintu masuk utama di Pakar Dago
Pintu masuk kolam pakar di PLTA Bengkok
Pintu masuk Maribaya di Lembang
Semua jenis kendaraan dapat mencapai pintu gerbang dengan kondisi jalan
beraspal hotmix cukup baik. Berdasarkan hasil rekonstruksi tata batas Tahura Ir.
H. Djuanda pada tahun 2003 luasnya adalah 526,98 hektar. “Area outbound”
kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dapat ditempuh melalui pintu masuk gerbang
sekunder yang terletak di Pakar Dago yaitu pada bagian Selatan (± 250 m) dari
gerbang utama kawasan Tahura Ir. H. Djuanda secara keseluruhan. Tata batas area
ini luasnya ± 42.000 m² dan berbatasan dengan Desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung.
16
Gambar 4 Peta administrasi dan sumberdaya kawasan
(Dinas pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, 2012)
17
Gambar 5 Peta inventarisasi kawasan
(Survei Lapang, 2012)
18
Kondisi Fisik Taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Kemiringan Lahan
Sebagian besar kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan ekosistem
pinggir sungai (Riparian ecosystem), pada umumnya kondisi lapangan berlereng
dengan kelerengan agak curam sampai dengan terjal, dan ketinggian ± 770 mdpl
sampai dengan ± 1350 mdpl. Mempunyai variasi topografi sangat tinggi, terutama
pada sisi kiri dan kanan Sungai Cikapundung. Pada umumnya topografi pada
“area outbound” kawasan Tahura Ir. H. Djuanda memiliki kemiringan 0-15%
dengan interval kontur 0,6 meter dan titik tertinggi terdapat pada bagian utara
kawasan yaitu 961,2 mdpl sedangkan titik terendah terdapat pada bagian selatan
kawasan yaitu 956,4 mdpl. Kemiringan lahan pada tapak dapat dilihat pada
Gambar 5.
Secara keseluruhan kelerengan kawasan objek wisata ini adalah
bergelombang ringan, agak curam sampai curam dan berbukit-bukit dengan hijau
pepohonan merupakan atraksi alam yang mempunyai keindahan tersendiri dan
dapat dilihat dari berbagai ketinggian dan beberapa tempat ketinggian tertentu.
Kondisi kemiringan tersebut akan mempengaruhi kesesuaian jenis penggunaan
lahan, intensitas penggunaan lahan, dan keberadaan bangunan.
Iklim
Iklim merupakan elemen fisik dasar, dalam hal ini terdiri dari curah hujan,
suhu, dan kelembaban udara. Salah satu fungsi kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
adalah sebagai tempat wisata alam, daerah ini mempunyai iklim yang menunjang
fungsi tersebut baik temperatur udara maupun curah hujannya. Objek wisata alam
Tahura Ir. H. Djuanda merupakan daerah basah yang memiliki curah hujan
tahunan berkisar antara 2.500 – 4.500 mm. Keadaan temperatur udara di bagian
lembah dan bagian puncak perbukitan terdapat perbedaan, di bagian lembah
temperatur udara berkisar antara 22ºC - 24ºC dan dibagian puncak perbukitan
berkisar antara 18ºC - 22ºC. Iklim menurut klasifikasi Schmidht Ferguson
termasuk type B.
Kelembaban udara di kawasan Taman hutan raya Ir. H. Djuanda pada
umumnya cukup tinggi, dengan kelembaban udara rata-rata terendah adalah 70℅
pada siang hari dan 90℅ pada malam dan pagi hari. Suhu dan kelembaban
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia,
kenyamanan juga dapat dicapai apabila ingin dapat dirasakan kehadirannya, yaitu
bila angin ini tidak terperangkap atau tidak terlalu kencang. Angin juga dapat
menjadi media penyebaran polutan sehingga pengetahuan yang berkaitan dengan
media ini sangat membantu usaha perbaikan mutu lingkungan. Curah hujan dan
suhu udara mempengaruhi keberadaan dan penyebaran biota, serta kerapuhan
sumberdaya alam. Karena itu, perencanaan suatu tapak tidak dapat tanpa
memperhitungkan kondisi iklim suatu kawasan minimal dari tingkatan iklim
mikro (Nurisyah 2004).
19
Gambar 6 Peta analisis kemiringan lahan
(Survei Lapang, 2012)
20
Jenis Tanah
Keadaan tanah di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda termasuk peka terhadap
erosi dan agak miskin akan kandungan mineral. Hal ini disebabkan karena jenis
tanahnya terdiri dari tanah grumosol dan andosol. Bentuk tanah grumosol terdapat
di bagian utara Tahura dengan fisiografi bergelombang, sedangkan pada bagian
selatan terdapat tanah andosol dengan fisiografi bergunung. Area outbound
kawasan Tahura Ir. H. Djuanda terletak pada bagian selatan dengan fisiografi
bergunung, jenis tanah yang terdapat pada area ini adalah tanah andosol. Tanah
andosol adalah tanah yang berasal dari abu gunung api yang terdiri dari mineral
yang tinggi dan banyak mengandung unsur hara tanaman. Kandungan unsur hara
yang terkandung pada tanah andosol yaitu N, P dan K.
Contoh data yang terkait kondisi geologis antara lain ketersediaan air,
kerawanan terhadap gempa, dan longsor, yang terkait dengan data tanah antara
lain kesuburan tanah, kesesuaian terhadap bentuk-bentuk aktivitas tertentu.
Melestarikan, mereklamasi, memperbaiki dan mengikuti kondisi awal merupakan
alternatif tindakan analisis yang berkaitan dengan berbagai sifat dan karakter
geologis dan tanah ini (Nurisyah 2004).
Dibawah ini adalah peta geologi kuarter cekungan Bandung :
Gambar 7 Peta geologi kuarter cekungan Bandung
(Sumber : Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda, 2010)
Tanah untuk kepentingan perencanaan tapak, diklasifikasikan menjadi dua
yaitu sebagai media tumbuh tanaman (agriculture classification), dengan bobot
dan pertimbangan yang berbeda, keduanya digunakan antara lain untuk penentuan
lokasi penghijauan, bangunan dan fasilitas sanitasi serta areal rekreasi, habitat
kehidupan liar dan lainnya. Data geologis dan tanah yang digabungkan dengan
data lain dapat menjamin suatu pemahaman yang lebih baik sebab diketahui
adanya sistem tanah, iklim, dan biota yang saling terkait, serta sistem lanskap
buatan lainnya (Nurisyah 2004).
21
Gambar 8 Peta tanah kawasan
(Dinas pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, 2010)
22
Penutupan Lahan
Penutupan lahan secara umum di Tahura Ir. H. Djuanda merupakan
penutupan lahan alami, dan penutupan lahan terbangun. Penutupan lahan alami
berupa hutan sekunder, tanaman dan belukar, dengan susunan vegetasi campuran
yang tidak kurang dari 112 jenis, diantaranya yang dominan adalah jenis Pinus,
Kaliandra dan Mahoni. Pada lereng-lereng terjal berjeluk tanah tipis dimana
perakaran pinus tidak mampu bertahan, penutupan lahan didominasi oleh jenis
Caliandra spp, sedangkan tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Eupathorium
spp (kirinyuh). Penutupan lahan terbangun berupa struktur bangunan. Penutupan
lahan pada Tahura Ir. H. Djuanda terbagi menjadi beberapa zonasi yang terlihat
dalam Tabel 3.
Tabel 3 Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
No
1
Nama zonasi
Blok koleksi tanaman
Luas
(Ha)
Cakupan Wilayah
Kabupaten
Bandung
Cimenyan
171,2
Bandung barat
Lembang
72,7
Bandung
Bandung barat
2
3
Cimenyan
Lembang
Blok pemanfaatan
2,96
Kota Bandung
Coblong
280
Bandung
Cimenyan
Bandung barat
Lembang
Blok perlindungan
Jumlah
Kecamatan
526,98
Sumber: Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Penutupan lahan yang dominan pada “area outbound” kawasan Tahura Ir.
H. Djuanda yaitu penutupan lahan alami. Penutupan lahan alami ini sesuai dengan
fungsi dan tujuan dari Tahura itu sendiri yaitu sebagai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan antara lain pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan.
Vegetasi dan Satwa
Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan hutan alam sekunder dan
hutan alam yang terdiri dari tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan tingkat rendah.
Tumbuhan tinggi didominasi oleh pinus (Pinus merkusii) sedangkan tumbuhan
rendah didominasi oleh lumut dan pakis, sehingga berfungsi sebagai laboratorium
alam (arboretum). Hutan tanaman mulai dikembangkan tahun 50-an, namun
karena tumbuhnya pada lahan berbatu, diameternya relatif kecil. Pada tahun 1963
ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah dan luar negeri di
lahan seluas 30 hektar yang terletak sekitar Plaza dan Goa Jepang. Jenis
tanamannya yang ada di Tahura ini antara lain Pinus, Mahoni Uganda, Damar,
Kayu manis, Beringin, Kigelia, Bunga Bangkai seperti contoh gambar yan
“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
IR. H. DJUANDA, BANDUNG
YESY MAHESSA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Yesy Mahessa
NIM A44080035
ABSTRAK
YESY MAHESSA. Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung. Dibimbing oleh SETIA HADI.
Taman hutan raya Ir. H. Djuanda merupakan salah satu bentuk konservasi
terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial
kawasan serta merencanakan lanskap rekreasi pada “Area outbound” kawasan
Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung.
Metode penelitian yang digunakan terdiri dari empat tahapan yaitu
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Dalam tahap analisis dilakukan
analisis spasial dan deskriptif. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan
kondisi biofisik, kondisi aspek wisata serta kondisi sosial. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan, diperlukan usaha dalam meningkatkan
keberlanjutan kawasan yaitu dengan cara memberikan penambahan terhadap
berbagai macam fasilitas yang diperlukan, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak
sehingga dapat menarik minat pengunjung dalam melakukan kegiatan rekreasi.
Dari hasil analisis spasial, didapatkan beberapa zona berupa peta kesesuaian
lahan yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap.
Perencanaan lanskap ini bertujuan untuk menunjang keberadaan dari semua
objek-objek wisata yang merupakan pesona wisata taman hutan raya Ir. H.
Djuanda.
Kata kunci: Perencanaan, Taman Hutan Raya, Wisata Alam
ABSTRACT
YESY MAHESSA. Landscape Planning of Recreation “Outbound Area” at Ir.
H. Djuanda Grand Forest Park, Bandung. Supervised by SETIA HADI.
Ir. H. Djuanda grand forest park is one type of conservation toward regional
management of germplasm scope. The purpose of this study is to identify the
physical, social and tourism potential of the region as well as recreation on the
landscape plan.
The research methodology is consisted of 5 stages that are preparation,
inventory, analitycal, syntetical, and over planning. There are spatial and
descriptive analysis in the analytical stage. However the data analysis was done by
looking at biophysics condition, touring aspect condition along with social aspect.
According to the result of analysis, it is needed an effort to enrich an advanced
area through increasing the facility and repair the facility that out order beside to
set up a better place for many people to come for recreation. Based on spatial
analysis, it has been gotten some zones like terrain map for landscape planning.
Scenery over planning is aimed to support the existence of all Ir.H.Djuanda grand
forest park object.
Keywords : Grand Forest Park, Nature Tourism, Planning
© Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERENCANAAN LANSKAP REKREASI
“AREA OUTBOUND” KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA
IR. H. DJUANDA, BANDUNG
YESY MAHESSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan Taman
Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
Nama
: Yesy Mahessa
NIM
: A44080035
Disetujui oleh
Dr. Ir. Setia Hadi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Rekreasi “Area Outbound” Kawasan
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini
merupakan hasil dari penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung
yang penyusunannya bertujuan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa Iskandar dan Mama Zulfiatni serta adik-adikku Rachmad Iskandar
dan Rahmi Iskandar Zulfi yang telah memberikan kasih sayang serta do’a
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan,
serta arahannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin sebagai dosen pembimbing akademik
selama melaksanakan perkuliahan.
4. Pimpinan dan karyawan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda terutama
kepada ibu Elis, bapak Abdul Kudus, bapak Sahroni dan Bapak Roli yang
sudah membantu dalam proses pengumpulan data yang saya perlukan
selama melakukan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
5. Teman-teman Mahasiswa Lintau Bandung (NiNova, Ridho, Tika, Apis,
Putra, Da Mario, Widi, Yesi, dan Rafdi) yang telah menjadi saudara
terdekat dan telah membantu penulis dalam proses kelancaran dalam
melaksanakan penelitian di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung.
6. Maetek Dayat dan teman – teman (Enjoy, Faris dan Tiwi) yang sudah
membantu penulis dalam proses kelancaran pengerjaan skripsi.
7. Teman-teman ARL 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas canda
tawa selama perkuliahan dan telah menjadi teman baik penulis selama ini
baik dalam suka maupun duka.
8. Teman-teman wisma gardenia (Icin, Titi, Olla) yang telah memberikan
semangat dan dukungan selama proses pengerjaan skripsi serta terima
kasih kepada teman-teman Mahasiswa Lintau Bogor (MLB) yang telah
menjadi saudara terdekat selama penulis melaksanakan kuliah di Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, penulis
berharap agar skripsi ini berguna bagi pihak yang memerlukan dan semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT.
Bogor, Juni 2013
Yesy Mahessa
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Lanskap
4
Taman Hutan Raya (Tahura)
4
Rekreasi Alam Terbuka
5
Rekreasi Alam
5
Sumber Daya Rekreasi
6
Perencanaan Rekreasi
6
Perencanaan Lanskap
7
METODOLOGI
8
Waktu dan Lokasi Penelitian
8
Alat dan Bahan
9
Metode Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Kondisi Umum
13
Analisis
34
Sintesis
43
Perencanaan
46
Perencanaan Kawasan
50
Simpulan
65
Saran
65
DAFTAR PUSTAKA
66
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung
Jenis data dan metode pengumpulannya
Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Jenis sarana dan prasarana “area outbound” Kawasan
Analisis keterkaitan setiap objek wisata di Tahura Ir. H. Djaunda
Jumlah kk dan jiwa desa Ciburial, kecamatan Cimenyan
Jumlah pengunjung kawasan wisata tahura tahun 2003 – 2011
Jumlah jiwa usia kerja Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan
Jenis tanah area outbound kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
Data peta tematik “Area outbound” Kawasan Tahura
Jenis dan fungsi vegetasi yang digunakan
11
12
22
30
30
32
32
34
35
44
51
DAFTAR GAMBAR
Kerangka pikir penelitian
Lokasi Penelitian
Alur perencanaan (Gold 1980)
Peta administrasi dan sumberdaya kawasan
Peta inventarisasi kawasan
Peta analisis kemiringan lahan
Peta geologi kuarter cekungan Bandung
Peta tanah kawasan
Peta penutupan lahan kawasan
Penggunaan Lahan pada Kawasan
Contoh jenis-jenis vegetasi di Tahura Ir. H. Djuanda
Contoh jenis-jenis satwa di Tahura Ir. H. Djuanda
Peta Distribusi Wilayah Utara dan Sumber Air
Peta Analisis Visual
Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari
Karakteristik pengunjung berdasarkan usia
Karakteristik pengunjung berdasarkan profesi
Karakteristik pengunjung berdasarkan daerah asal
Frekuensi pengunjung berkunjung
Karakteristik pengunjung berdasarkan tingkat kepuasan
Karakteristik pengunjung berdasarkan harapan untuk Tahura
Karakteristik pengunjung berdasarkan tujuan datang ke Tahura
Penilaian pengunjung terhadap keindahan Tahura
Penilaian pengunjung terhadap kenyamanan di Tahura
Peta Komposit
Diagram konsep ruang
Diagram konsep sirkulasiKonsep Vegetasi
Peta rencana ruang
Ilustrasi gerbang masuk kawasan
3
8
9
16
17
19
20
21
23
24
26
26
27
29
36
39
39
40
40
40
41
41
42
42
45
48
49
52
54
Ilustrasi Musholla
Ilustrasi kios
Meja dan bangku
Ilustrasi Gazebo
Tempat sampah
Ilustrasi papan informasi
Ilustrasi atraksi air
Ilustrasi areal perkemahan
Ilustrasi Playground Areas
Ilustrasi Area Piknik
Rencana lanskap kawasan rekreasi
Rencana lanskap 1
Rencana lankap 2
Potongan AA’’
Potongan BB’
Rencana lanskap 3
Potongan CC’
Rencana lanskap 4
Potongan DD’
54
55
56
56
57
57
58
59
59
60
61
62
62
62
62
63
63
63
63
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Pengujian kualitas air
Kuisioner penelitian (Persepsi pengunjung)
69
70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat
sekaligus menjadi ibu kota provinsi. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara
Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya menurut jumlah penduduknya. Kota Bandung memiliki beberapa
kawasan yang menjadi wisata alam, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga
menjadi tempat berwisata bagi masyarakat. Salah satu lokasi wisata alam yang
ada di kota ini yaitunya Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Ir. H.
Djuanda). Tahura yang merupakan kawasan pelestarian alam dan bagian dari
daerah cekungan Bandung, memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya
dengan zaman purba hingga sekarang. Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah
utara kota Bandung berjarak ± 7 km dari pusat kota, secara geografis berada 107º
30’ BT dan 6º 52 LS’, secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa
Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong
Kota Bandung. Berdasarkan hasil rekonstruksinya tata batas Tahura Ir. H.
Djuanda pada tahun 2003 luasnya adalah 526,98 hektar, luas kawasan objek
wisata dari Tahura ± 30 hektar dan luas perencanaan“area outbound” kawasan
Tahura ini ± 4,2 hektar.
Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan salah satu bentuk konservasi
terhadap plasma nutfah yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Sebagai
sebuah taman, Tahura memiliki sifat keterbukaan yang lebih lebar karena dalam
pembagian kawasan Tahura, terdapat zona pengembangan dimana dalam zona
tersebut intervensi manusia dimungkinkan. Tahura berfungsi sebagai kawasan
pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan,
jenis asli atau bukan asli, yang di manfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi
(Ngadiono 2004). Tahura merupakan salah satu lokasi wisata atau jasa rekreasi
hutan yang berpotensi untuk dikembangkan. Keindahan alamnya merupakan daya
tarik tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai aktivitas kehidupan.
Namun seiring dengan waktu potensi dan daya tarik yang semula dimiliki oleh
lokasi wisata tersebut lama kelamaan dapat menurun dan promosinya tidak
berkembang, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap penurunan minat
pengunjung ke lokasi tersebut. Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat
akan jasa rekreasi dan wisata, maka perlu dilakukan upaya untuk lebih
menigkatkan pengembangan dan pengelolaan Tahura sehingga daya tarik
wisatanya lebih meningkat dan memiliki peluang pemasaran yang lebih besar.
Knudson (1980) menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata
alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang
dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang
keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai
dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam
menggunakan tapak untuk kawasan wisata.
2
Kawasan Tahura yang telah digunakan sebagai kawasan wisata alam
memiliki persentase ruang terbuka hijau yang tinggi. Karena itu, pemanfaatan
ruang terbuka hijau dapat dioptimalkan untuk kepentingan ekosistem maupun
masyarakat di sekitarnya. Ruang terbuka hijau kawasan hutan ini sangat potensial
untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi bagi keanekaragaman hayati,
terutama vegetasi endemik dan kualitas estetisnya dapat ditingkatkan agar bisa
dimanfaatkan untuk aktivitas rekreasi.
Permintaan terhadap sarana rekreasi di kawasan hutan ini terus bertambah.
Kesibukan dan rutinitas sehari-hari yang melelahkan akan menimbulkan
keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas yang menyenangkan agar dapat
mengembalikan kesegaran untuk memulai kesibukan yang baru. Melakukan
berbagai aktivitas rekreasi di tengah ruang terbuka dengan suasana alami
merupakan salah satu alternatif dalam mengisi waktu luang yang ada. Oleh karena
itu, perlu adanya penyediaan sarana rekreasi alam di dalam kawasan hutan ini.
Hal inilah yang menjadi dasar dalam mengembangkan ruang terbuka hijau
tersebut sebagai kawasan konservasi yang sekaligus merupakan sarana rekreasi
alam. Melalui aktivitas rekreasi itu pengenalan terhadap sumberdaya lingkungan
alami yang terdapat di dalamnya akan meningkatkan kepedulian terhadap usaha
pelestarian sumberdaya alam tersebut. Pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai
kawasan konservasi dan rekreasi perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung
kawasan. Penyediaan fasilitas, selain mempertimbangkan keinginan pemakai,
haruslah direncanakan dengan baik untuk mencegah dampak penggunaan yang
merugikan di kemudian hari. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan
pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan
wisata yang berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi kondisi fisik, potensi wisata dan sosial kawasan
2. Merencanakan lanskap “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda sebagai kawasan rekreasi
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai suatu bentuk pembelajaran terutama
dalam bidang perencanaan lanskap serta memberi masukan dan alternatif
perencanaan lanskap kawasan pada pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Balai
Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dalam mengembangkan “Area
Outbond” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai kawasan rekreasi
alam yang memberikan daya tarik dan kenyamanan bagi wisatawan.
3
Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pemikiran dari penelitian ini didasarkan pada konsep rekreasi
alam dalam perencanaan pengembangan “Area Outbond” kawasan Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda Bandung, kerangka pemikiran dapat dilihat pada (gambar 1).
Kawasan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
“ Area outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Aspek biofisik
Aspek wisata
Topografi
Iklim
Geologi dan
tanah
Hidrologi
Vegetasi dan
satwa
Kualitas visual
Analisis potensi
objek
Aspek Sosial
Analisis
karakteristik
persepsi &
preferensi
pengunjung
Analisis,
karakteristik &
persepsi pengelola
&
Atraksi wisata
Konsep Rekreasi Alam
Zonasi Kawasan
Perencanaan lanskap pada “Area Outbound” sebagai kawasan rekreasi alam
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang
dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, karakter tersebut menyatu secara
harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya (Simonds 1983).
Lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau bagian dari muka bumi dengan
segala sifat dan kehidupan yang ada di dalamnya baik yang bersifat alami atau
buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh
indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta
membayangkan (Rachman 1984).
Tapak (site), secara fisik merupakan bagian dari suatu lanskap atau
lanskap itu sendiri, berbentuk alami atau buatan, statis atau dinamis, dengan
ukuran serta karakter yang beragam. Secara teknis, tapak didefinisikan sebagai
suatu areal yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan
direncanakan dan dirancang dengan tujuan dan manfaat tertentu. Tapak
merupakan suatu sistem (fisik dan sosial) yang dibentuk dan dipengaruhi
keberadaan serta kelestariannya oleh berbagai elemen pembentuk lanskap (tanah,
air, vegetasi, iklim, ekonomi, politik, dan budaya manusia yang mendiaminya.
Setiap tapak juga memiliki bentuk fisik (forms, features,forces) dengan karakter
tetentu (statis, dinamis, ramah, gagah, meluas, dan lainnya) yang mempengaruhi
tujuan dan pembentukan serta penatannya (Nurisjah 2004).
Taman Hutan Raya (Tahura)
Tahura merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap plasma nutfah
yang berada dalam lingkup pengelolaan regional. Berbeda dengan Taman
Nasional, Tahura eksistensinya berada dalam scope regional dimana seluruh aspek
manajerial berada di tangan pemerintah daerah dalam hal ini propinsi. Oleh
karena itu, sebagai aset milik daerah diharapkan Tahura dapat menjadi wadah
eksistensi berbagai flora maupun fauna asli daerah dan dapat menjadi maskot bagi
daerah (Ngadiono 2004). Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya, Tahura didefinisikan sebagai
kawasan pelestarian untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa alami atau buatan,
jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitianm ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Dengan melihat fungsi dari Tahura, wisata berbasis alam adalah pilihan yang tepat
untuk dikembangkan di kawasan tersebut.
Pemantapan kawasan Tahura meliputi kegiatan pengukuhan status
kawasan, pemeliharaan batas fisik termasuk rekonstruksi batas, penataan kawasan
ke dalam blok perlindungan dan pemanfaatan, serta pengkajian bagian kawasan
suaka Tahura yang kondisi dan manfaatnya sudah tidak sesuai dengan tujuan
penetapannya (Ngadiono 2004). Penataan kawasan Tahura didasarkan pada fungsi
kawasan dan tujuan pengelolaan serta pemanfaatan, yaitu untuk kegiatan kawasan
5
perlindungan, koleksi jenis tumbuhan dan satwa khas dari propinsi yang
bersangkutan, dan pengembangan pemanfaatan secara maksimal bagi
kesejahteraan masyarakat.
Rekreasi Alam Terbuka
Rekreasi merupakan penggunaan waktu luang untuk suatu hal yang
menyenangkan dan dapat mengembangkan kemampuan seseorang untuk sesuatu
yang baru dan lebih memuaskan. Aktivitas rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik
berupa aktivitas yang berhubungan dengan fisik dan rekreasi psikis yang
melibatkan pikiran, perasaan, dan kenyamanan (Nurisjah 2004). Douglass (1982)
menambahkan bahwa rekreasi adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan
konstruktif serta member tambahan pengetahuan dan pengalaman mental maupun
fisik dari pemanfaatan sumberdaya alam dalam kurun dan ruang yang terluang.
Rekreasi dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor recreation) dan di alam
terbuka (outdoor recreation). Rekreasi di alam terbuka tergolog rekreasi yang
berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya
alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas
(Douglass 1982).
Knudson (1980) menyatakan bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka
meliputi :
1. Rekreasi perjalanan seperti bersepeda, berjalan-jalan, berkuda dan berlayar.
2. Rekreasi sosial seperti piknik dan berkemah
3. Rekreasi estetik seperti fotografi, melukis, menikmati pemandangan dan studi
alam
4. Pertualangan seperti memanjat tebing dan mendaki gunung
5. Survival replay seperti memancing, berburu dan berkemah.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan di atas dibutuhkan
tapak yang terletak di hutan, taman suaka alam, play group, areal rekreasi sungai
alami, air terjun, jalur jalan setapak dan gunung. Sebagian besar bentuk kegiatan
rekreasi di alam terbuka tersebut dapat dilakukan pada kawasan Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda yang merupakan salah satu hutan lindung yang ada di
Kabupaten Bandung.
Rekreasi Alam
Menurut Knudson (1984), aktivitas-aktivitas yang termasuk aktivitas
rekreasi ruang terbuka antara lain : aktivitas berjalan-jalan (berjalan-jalan dan
menjelajah, bersepeda, menunggang kuda, berkendaraan untuk bersenang-senang,
berlayar, berselancar), aktivitas sosial (olahraga, berkemah, piknik, berenang),
aktivitas estetik/artistik (fotografi, keliling kota, melukis, menggambar, membuat
pekerjaan tangan, studi alam), aktivitas bertualang (memanjat gunung, lari cepat),
dan aktivitas mempertahankan hidup (memancing, berburu dan berkemah).
Aktivitas rekereasi ruang terbuka seperti memandang alam, piknik,
berenang, berlayar, berkemah, hiking, lintas alam bisa dilakukan sebagai rekreasi
6
hutan. Fasilitas-fasilitas yang dapat disediakan untuk aktivitas ini antara lain areal
perkemahan, areal piknik, dan jalan kecil (Douglass, 1982).
Sumber Daya Rekreasi
Sumberdaya rekreasi merupakan kesatuan ruang tertentu yang mengandung
unsur elemen ruang yang dapat memenuhi kebutuhan rekreasi, menarik minat
rekreasi dan dapat menampung kegiatan rekreasi. Ketersediaan sumberdaya untuk
rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia di tempat
rekreasi yang dapat digunakan pada waktu tertentu (Gold, 1980).
Knudson (1980), mengklasifikasikan sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari
orientasinya menjadi :
1. Orientasi pada pengunjung
2. Orientasi pada sumberdaya untuk pelestarian
3. Orientasi pertengahan yakni untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
seimbang dengan pengelolaan sumberdaya.
Pengembangan “Area Outbound” Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda sebagai kawasan rekreasi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya yang ada.
Pengelolaan terhadap sumberdaya dilakukan dengan tetap mempertahankan fungsi
areal tersebut sebagai kawasan pelestarian alam.
Perencanaan Rekreasi
Perencanaan rekreasi adalah suatu proses yang menghubungkan
masyarakat dengan waktu luang dan ruang, dimana konsep dan metode berbagai
disiplin ilmu digunakan untuk menyediakan kesempatan berekreasi bagi
masyarakat tersebut. selain itu, juga erat kaitannya dengan variable-variabel
perilaku di dalam memanfaatkan waktu luang di ruang terbuka (Gold 1980).
Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam perencanaan rekreasi terutama
perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah :
1. Semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi.
2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan
rekreasi yang lain untuk menghindari duplikasi.
3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan,
pendidikan, dan transportasi.
4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang
akan datang.
5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat
dilaksanakan.
6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan.
7. Perencanan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan
evaluasi.
8. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.
9. Terlebih dahulu harus ada lahan yang akan dikembangkan menjadi taman
atau tempat wisata.
7
10. Fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif
mungkin dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi
kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan pengunjung.
Perencanaan Lanskap
Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan
dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur.
Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari
bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian
tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu
bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds 1983). Pendekatan
yang baik dalam perencanaan lanskap pada hakekatnya berdasarkan lima
komponen utama dalam arsitektur lanskap yaitu faktor alami, sosial, teknologi,
metodelogi, dan nilai-nilai (Laurie 1975). Empat aspek yang perlu diperhatikan
dalam proses berpikir lengkap merencana dan melaksanakan suatu proyek lanskap
yaitu aspek sosial, ekonomi, fisik, dan teknik, yang dikaitkan dengan faktor ruang,
waktu, tenaga, dan gerak (Rachman 1984).
Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian
tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya (Laurie 1984). Kemudian
dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses
melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan
lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan
terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbale balik antara
program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan
memperlihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak
dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang
digunakan untuk menetukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penetuan tipe cara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
8
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2012 sampai bulan Agustus 2012.
Kegiatan penelitian ini meliputi survei awal lokasi, pengambilan data lapang,
pengolahan data serta penyusunan laporan. Lokasi penelitian adalah Kawasan
Kompleks Tahura Ir. H. Djuanda, Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat.
Gambar 2 Lokasi Penelitian
Tahura Ir. H. Djuanda terletak disebelah utara kota Bandung berjarak ± 7
km dari pusat kota, secara geografis berada 107º 30’ BT dan 6º 52 LS’, secara
administrasi berada di wilayah Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung dan sebagian masuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa
Langensari, dan Desa Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat serta Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kota Bandung. Berdasarkan
hasil rekonstruksinya tata batas Tahura Ir. H. Djuanda pada tahun 2003 luasnya
adalah 526,98 hektar, luas kawasan objek wisata dari Tahura ini ±32 hektar dan
untuk area perencanaan kawasan outbond sendiri luasannya ± 4,2 ha.
9
Alat dan Bahan
Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya adalah data
objek, tata ruang, aksesibilitas, data visual, data peta, dan data wawancara.
Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis adalah :
1. peta kawasan Tahura Ir. H. Djuanda Bandung (tata guna lahan, kontur)
2. foto udara (www.googleearth.com)
Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut :
1. kamera, GPS, dan Kompas
2. komputer dan software ( AutoCAD, Sketch Up, Photoshop dll.)
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan yaitu tahap
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan (Gambar 3). Penelitian ini
dilakukan dengan mengacu pada metode perencanaan sistematis untuk rekreasi
alam sebagaimana dikemukakan oleh Gold (1980). Penelitian dilakukan sampai
tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa landscape plan yang dilengkapi
dengan rencana tata hijai dan fasilitas penunjang aktivitas rekreasi.
Inventarisasi
Analisis Data
Geologi
Faktor-faktor
pembatas dan
kemungkinan
Topografi
Vegetasi
Hidrologi
Sintesis
Konsep
Konsep
Rencana Induk
Perencanaan
Tapak
Konsep
Potensi Tapak
Kesesuaian Tapak
untuk Pengembangan
dan lain-lain
Gambar 3 Alur perencanaan (Gold 1980)
1. Inventarisasi
Tahap Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi
yang mengacu pada konsep serta tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Data
yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
10
melalui survei lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh melalui
studi pustaka dari berbagai sumber seperti pihak pengelola, instansi yang
bersangkutan dan sebagainya. jenis, bentu, cara pengambilan berikut sumber data
dapat dilihat pada Tabel 2.
2. Analisis
Pada tahap analisis dilakukan penentuan kendala dan potensi maupun
masalah yang ada pada tapak serta mengamati karakteristik kawasan untuk tujuan
perencanaan lanskap kawasan rekreasi. Analisis dilakukan pada setiap data yang
telah didapatkan dari inventarisasi. Analisis dilakukan secara spasial dan
kemudian dijabarkan secara deskriptif untuk menentukan area yang sesuai untuk
perencanaan kawasan. Perencanaan ini lebih ditekankan untuk perencanaan
kawasan rekreasi yang memperhatikan ruang terbuka hijau kawasan agar dapat
menjaga keberlanjutan kawasan itu sendiri.
Analisis spasial dilakukan terhadap empat jenis peta tematik yaitu (peta
kemiringan lahan, peta penutupan lahan, peta aktivitas pengunjung dan peta
tanah). Analisis ini dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay),
pembobotan dan skoring. Hasil overlay tersebut digunakan untuk membuat
perencanaan lanskap kawasan rekreasi dengan memperhatikan ekosistem kawasan.
Analisis karakteristik, persepsi dan preferensi pengunjung juga dilakukan.
Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada
pengunjung dimana dari hasil yang didapatkan supply kawasan wisata sehingga
dapat dirumuskan mengenai pengembangan kawasan sesuai dengan tujuan
perencanaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
accidental-sampling dan random sampling, yaitu pembagian kuesioner
berdasarkan pengunjung yang secara kebetulan ditemui, pengambilan sampel
tidak diteruskan apabila sudah mencukupi pengambilan data.
Dalam kegiatan analisis dilakukan skoring, untuk nilai skoring berkisar
antara 1 sampai 3. Berdasarkan nilai tersebut maka penentuan kelas lahan untuk
perencanaan ini dapat terbagi menjadi tiga, yaitu : kelas sesuai nilainya 3, kelas
cukup sesuai nilainya 2, dan kelas tidak sesuai nilainya 1.
Kelas kemiringan lereng diukur berdasarkan buku Standar Evaluasi
Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan (Hardjowigeno, S dan
Widiatmaka, 2007). Untuk menghitung besarnya kemiringan lereng (S) digunakan
rumus :
S = (n-1)xCi / √2a² x 100 %
Keterangan :
S
= kemiringan lereng dalam %
n
= jumlah garis kontur ysng memotong jarring-jaring
Ci
= kontur interval dalam meter
a
= panjang jaring-jaring dalam m
11
Tabel 1 Kriteria dan tata cara penetapan kawasan/hutan lindung
Faktor Pembentuk
Tapak
Jenis Tanah
(kepekaan terhadap
erosi)
Kelas
1. Tidak peka (alluvial, glei, planosol, hidromorf kelabu,
laterit air tanah)
2. Agak peka (latosol)
3. Relatif peka (Brown forest soil, non calcic brown,
mrditeran)
4. Peka (andosol, laterit, grumosol, podsol, posolik)
5. Sangat peka (regosol, litosol, organosol, renzina)
Untuk tanah campuran ditentukan oleh sesuai dengan
jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang ada pada tanah
tersebut.
Kemiringan Lahan
1.
2.
3.
4.
5.
Datar (0-8%)
Landai (8-15%)
Agak curam (15-25%)
Curam (25-45%)
Sangat curam (≥45%)
Intensitas
curah
hujan
(rata-rata
curah hujan dalam
hari hujan)
1.
2.
3.
4.
5.
Sangat rendah (≤ 13,6 mm/hari)
Rendah (13,6-20,7 mm/hari)
Sedang (20,7-27,7 mm/hari)
Tinggi (27,7-34,8 mm/hari)
Sangat tinggi (≥34,8 mm.hari)
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980)
Analisis secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui daya dukung
kawasan rekreasi yang akan dikembangkan. Menurut Boulon dalam Nurisjah,
Pramukanto dan Wibowo (2003), daya dukung kawasan wisata alam berdasarkan
standar rata-rata individu dalam m²/orang dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
DD= A/S
Keterangan :
DD
= Daya Dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata individu
3. Sintesis
Sintesis merupakan tahap setelah dilakukan analisis terhadap data dan
informasi yang telah dilkumpulkan. Hasil dari tahap ini yaitu berupa zonasi tapak
berdasarkan kesesuaian lahan untuk kawasan rekreasi. Areal yang potensial
tersebut dialokasikan untuk areal-areal aktivitas yang dapat mengakomodasikan
keinginan pengelola maupun pengunjung. Selanjutnya ditentukan bentuk aktivitas
serta fasilitas yang akan dikembangkan pada masing-masing areal aktivitas.
12
4. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ditentukan konsep pengembangan yang mengacu
pada tujuan serta fungsi yang telah diterapkan. Konsep tersebut dikembangkan
lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir yang disajikan dalam bentuk
landscape plan secara grafis yang dilengkapi dengan rencana fasilitas dan
penataan vegetasi yang menunjang keberadaan tapak sebagai kawasan rekreasi
alam. Perencanaan hutan rekreasi ini dilakukan dengan pendekatan sumberdaya,
dimana sumberdaya fisik atau alami akan menentukan kemungkinan tipe dan
jumlah aktivitas rekreasi di dalamnya.
Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulannya
N
o
1
Jenis data
Satuan
data
Bentuk data
Sumber data
Metode
analisis
Luas
(m²)
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang
Spasial dan
Deskriptif
Primer
Observasi
lapang
Spasial
Sekunder
Primer
Data pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Data pengelola
Deskriptif
Deskriptif dan
spasial
Deskriptif
Aspek biofisik
a.Lokasi
tapak
(letak, luas dan batas
tapak)
b.Aksesibilas
(jaringan jalan dan
transportasi)
c.Geologi dan tanah
d.Topografi
dan
kemiringan lahan
e. Iklim
2
Sekunder
Deskriptif
f. Hidrologi
drainase
dan
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
g. Vegetasi
satwa
dan
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
h. Kualitas visual
Primer dan
sekunder
i.Tata guna lahan
Primer dan
sekunder
Deskriptif dan
spasial
Deskriptif dan
spasial
Aspek wisata
a.Atraksi (jenis dan
jumlah atraksi)
Angka
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
b.Pengunjung
(fasilitas pelayanan)
Jumlah
dan
jenis
Primer dan
sekunder
Observasi
lapang dan data
pengelola
Deskriptif
13
Tabel 2 Lanjutan
3
Aspek sosial
a.Sejarah dan tujuan
pendirian kawasan
wisata
Sekunder
Data pengelola
Deskriptif
b.Karakteristik,
Persepsi,
dan
Preferensi
Wisatawan
Sekunder
Observasi
lapang
Deskriptif
c.Kependudukan
masyarakat sekitar
Sekunder
Studi pustaka
Deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Sejarah Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
Tahura Ir. H. Djuanda awalnya berstatus sebagai hutan lindung (Komplek
Hutan Gunung Pulosari) yang batas-batasnya ditentukan pada tahun 1920. Pada
tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan sebagai
hutan wisata dan kebun raya. Untuk tujuan tersebut, kawasan seluas 30 hektar
mulai ditanami dengan tanaman koleksi pohon-pohonan yang berasal dari
berbagai daerah. Pada tanggal 23 Agustus 1965 atas gagasan Gurbenur Propinsi
Jawa Barat, hutan tersebut ditetapkan sebagai Kebun Raya/Hutan Wisata Ir. H.
Djuanda.
Pada tahun 1980 Kebun Raya/Hutan Wisata yang merupakan bagian dari
komplek Hutan Gunung Pulosari ini ditetapkan sebagai Taman Wisata, yaitu
Taman Wisata Curug Dago seluas 590 hektar yang ditetapkan oleh SK Menteri
Pertanian Nomor : 575/KPTS/Um/1980 tanggal 6 Agustus 1980. Pada tahun 1985,
Bapak Mashudi dan Bapak Ismail Saleh sebagai pribadi dan Bapak Soerdjarwo
selaku Menteri Kehutanan mengusulkan untuk mengubah status Taman Wisata
Curug Dago menjadi Tahura. Usulan tersebut kemudian diterima Presiden
Soeharto yang kemudian dikukuhkan melalui keputusan Presiden No. 3 Tahun
1995 tertanggal 12 Januari 1985. Peresmian Tahura Ir. H. Djuanda dilakukan pada
tanggal 14 Januari 1985 yang bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H.
Djuanda.
Bentang alam spesifik Tahura Ir. H. Djuanda merupakan sebagian daerah
Cekungan Bandung yang sangat khas keberadaan rupa buminya dibanding daerah
lainnya. Terjadinya daerah Cekungan Bandung ini disebabkan oleh gejolak alam
pada periode-periode tertentu dalam era pembentukan alam semesta.
Pada kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dan sekitarnya, banyak ditemukan
berbagai macam peninggalan manusia prasejarah yaitu beberapa piranti hidup
sehari-hari yang disebut artefak. Artefak ini dibuat dari sejenis batuan yang
tepinya tajam dan adapula yang sudah dilengkapi seperti pahat jaman sekarang.
14
Adanya piranti senjata yang ditemukan di daerah Tahura Ir. H. Djuanda, para ahli
sejarah menduga bahwa kawasan tersebut merupakan “Bengkel Senjata” yang
kemudian disebut pakar yang berasal dari kata Sunda Klasik “Pakarang”. Koleksi
senjata prasejarah saat ini didokumentasikan di Museum Geologi Museum Sri
Baduga, Museum Tahura Ir. H. Djuanda dan sebagian kecil ada di Belanda.
Piranti tersebut bisa kita pelajari untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
maupun untuk pariwisata.
Status Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda
Pengelolaan kawasan Tahura Ir. H. Djuanda sebelumnya yang merupakan
Kawasan Hutan Lindung Gunung Pulosari berdasarkan proses verbal tanggal 27
September 1992 dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Bosche Wezen,
kemudian semenjak kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 secara
otomatis status kawasan hutan Negara dikelola oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui jawatan Kehutanan.
Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 1985 Taman Wisata Curug Dago
pengelolaannya dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah
III Jawa Barat sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
575/Kpts/Um/8/1980. Tahun 1985 sampai tahun 2003 pengelolaannya
dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dibina oleh Dirjen PHPA berdasarkan
SK Menteri Kehutanan Nomor 192/Kpts-2/1985. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah, PP 62 Tahun 1998, PP Nomor 25
Tahun 2000 dan PERDA Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2002 serta surat keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/203 tanggal 23 Maret 2003 tentang
penyelenggaraan tugas pembantuan pengelolaan Tahura oleh Gurbenur atau
Bupati/Wali Kota, kewenangan pengelolaan berada dibawah Pemerintah Propinsi
Jawa Barat, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat melalui UPTD Balai
Pengelolaan Tahura.
Budaya prasejarah sudah ikut terekam dan terlindungi oleh Tahura Ir. H.
Djuanda, selain itu, budaya manusia modern juga ikut terekam di dalamnya
karena tata ruang alaminya memang memadai untuk itu. Budaya manusia modern
tersebut antara lain dengan pemanfaatannya untuk kepentingan militer pada masa
perang dunia II dan sekarang digunakan untuk arboretum dalam lingkup Tahura Ir.
H. Djuanda. Adanya Tahura Ir. H. Djuanda yang amat dekat dengan pusat kota
Bandung dan memliki nilai sosial, ekonomi, dan budaya, dapat menjadi sarana
pendidikan, sasaran penelitian, dan sekaligus menjadi daerah tujuan wisata yang
penuh pesona. Untuk itulah Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda, terus
berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas fungsi Tahura Ir. H. Djuanda agar
data dan informasi yang terekam di dalamnya dapat digunakan sebagai acuan
untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan mencerdaskan kehidupan.
Deskripsi Umum Tahura Ir. H. Djuanda
Tahura Ir. H. Djuanda yang merupakan bagian dari daerah cekungan
Bandung, memliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan zaman purba
15
hingga sekarang. Secara geologis daerah ini mengalami perubahan yang
disebabkan oleh gejolak alam dalam kurun waktu pembentukan alam semesta.
Salah satu sisa ekosistem hutan di cekungan Bandung yang sekarang masih dapat
dinikmati sebagai hutan kota adalah kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Secara
harfiah tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tahura adalah kawasan pelestarian
alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/satwa yang alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Lokasi dan Aksesibilitas Kawasan Tahura Ir. H. Djaunda
Tahura Ir. H. Djuanda terletak di sebelah Utara Kota Bandung, memilki
tingkat aksesibilitas yang tinggi dan berjarak ±7 km dari pusat kota. Secara
geografis berada 107º 30’BT dan 6º 52’LS, secara administrasi berada di wilayah
Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan sebagian masuk
wilayah Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa
Wangunharja Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan
Dago Kecamatan Coblong kota Bandung. Tahura Ir. H. Djuanda yang terletak di
tengah-tengah Bandung merupakan kawasan pelestarian alam yang tersisa juga
berfungsi sebagai paru-paru pada kota Bandung. Hanya berjarak ± 5 km dari pusat
pemerintahan (Gedung sate). Lokasi yang strategis ini dapat dengan mudah
ditempuh melalui :
Terminal Dago ± 2 Km
Cimbeleuit Puncurt ± 6 Km
Padasuka Cimenyan ± 8 Km
Lembang Maribaya ± 4 Km
Untuk memasuki kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dapat melalui beberapa
pintu antara lain :
Pintu masuk utama di Pakar Dago
Pintu masuk kolam pakar di PLTA Bengkok
Pintu masuk Maribaya di Lembang
Semua jenis kendaraan dapat mencapai pintu gerbang dengan kondisi jalan
beraspal hotmix cukup baik. Berdasarkan hasil rekonstruksi tata batas Tahura Ir.
H. Djuanda pada tahun 2003 luasnya adalah 526,98 hektar. “Area outbound”
kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dapat ditempuh melalui pintu masuk gerbang
sekunder yang terletak di Pakar Dago yaitu pada bagian Selatan (± 250 m) dari
gerbang utama kawasan Tahura Ir. H. Djuanda secara keseluruhan. Tata batas area
ini luasnya ± 42.000 m² dan berbatasan dengan Desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung.
16
Gambar 4 Peta administrasi dan sumberdaya kawasan
(Dinas pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, 2012)
17
Gambar 5 Peta inventarisasi kawasan
(Survei Lapang, 2012)
18
Kondisi Fisik Taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Kemiringan Lahan
Sebagian besar kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan ekosistem
pinggir sungai (Riparian ecosystem), pada umumnya kondisi lapangan berlereng
dengan kelerengan agak curam sampai dengan terjal, dan ketinggian ± 770 mdpl
sampai dengan ± 1350 mdpl. Mempunyai variasi topografi sangat tinggi, terutama
pada sisi kiri dan kanan Sungai Cikapundung. Pada umumnya topografi pada
“area outbound” kawasan Tahura Ir. H. Djuanda memiliki kemiringan 0-15%
dengan interval kontur 0,6 meter dan titik tertinggi terdapat pada bagian utara
kawasan yaitu 961,2 mdpl sedangkan titik terendah terdapat pada bagian selatan
kawasan yaitu 956,4 mdpl. Kemiringan lahan pada tapak dapat dilihat pada
Gambar 5.
Secara keseluruhan kelerengan kawasan objek wisata ini adalah
bergelombang ringan, agak curam sampai curam dan berbukit-bukit dengan hijau
pepohonan merupakan atraksi alam yang mempunyai keindahan tersendiri dan
dapat dilihat dari berbagai ketinggian dan beberapa tempat ketinggian tertentu.
Kondisi kemiringan tersebut akan mempengaruhi kesesuaian jenis penggunaan
lahan, intensitas penggunaan lahan, dan keberadaan bangunan.
Iklim
Iklim merupakan elemen fisik dasar, dalam hal ini terdiri dari curah hujan,
suhu, dan kelembaban udara. Salah satu fungsi kawasan Tahura Ir. H. Djuanda
adalah sebagai tempat wisata alam, daerah ini mempunyai iklim yang menunjang
fungsi tersebut baik temperatur udara maupun curah hujannya. Objek wisata alam
Tahura Ir. H. Djuanda merupakan daerah basah yang memiliki curah hujan
tahunan berkisar antara 2.500 – 4.500 mm. Keadaan temperatur udara di bagian
lembah dan bagian puncak perbukitan terdapat perbedaan, di bagian lembah
temperatur udara berkisar antara 22ºC - 24ºC dan dibagian puncak perbukitan
berkisar antara 18ºC - 22ºC. Iklim menurut klasifikasi Schmidht Ferguson
termasuk type B.
Kelembaban udara di kawasan Taman hutan raya Ir. H. Djuanda pada
umumnya cukup tinggi, dengan kelembaban udara rata-rata terendah adalah 70℅
pada siang hari dan 90℅ pada malam dan pagi hari. Suhu dan kelembaban
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia,
kenyamanan juga dapat dicapai apabila ingin dapat dirasakan kehadirannya, yaitu
bila angin ini tidak terperangkap atau tidak terlalu kencang. Angin juga dapat
menjadi media penyebaran polutan sehingga pengetahuan yang berkaitan dengan
media ini sangat membantu usaha perbaikan mutu lingkungan. Curah hujan dan
suhu udara mempengaruhi keberadaan dan penyebaran biota, serta kerapuhan
sumberdaya alam. Karena itu, perencanaan suatu tapak tidak dapat tanpa
memperhitungkan kondisi iklim suatu kawasan minimal dari tingkatan iklim
mikro (Nurisyah 2004).
19
Gambar 6 Peta analisis kemiringan lahan
(Survei Lapang, 2012)
20
Jenis Tanah
Keadaan tanah di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda termasuk peka terhadap
erosi dan agak miskin akan kandungan mineral. Hal ini disebabkan karena jenis
tanahnya terdiri dari tanah grumosol dan andosol. Bentuk tanah grumosol terdapat
di bagian utara Tahura dengan fisiografi bergelombang, sedangkan pada bagian
selatan terdapat tanah andosol dengan fisiografi bergunung. Area outbound
kawasan Tahura Ir. H. Djuanda terletak pada bagian selatan dengan fisiografi
bergunung, jenis tanah yang terdapat pada area ini adalah tanah andosol. Tanah
andosol adalah tanah yang berasal dari abu gunung api yang terdiri dari mineral
yang tinggi dan banyak mengandung unsur hara tanaman. Kandungan unsur hara
yang terkandung pada tanah andosol yaitu N, P dan K.
Contoh data yang terkait kondisi geologis antara lain ketersediaan air,
kerawanan terhadap gempa, dan longsor, yang terkait dengan data tanah antara
lain kesuburan tanah, kesesuaian terhadap bentuk-bentuk aktivitas tertentu.
Melestarikan, mereklamasi, memperbaiki dan mengikuti kondisi awal merupakan
alternatif tindakan analisis yang berkaitan dengan berbagai sifat dan karakter
geologis dan tanah ini (Nurisyah 2004).
Dibawah ini adalah peta geologi kuarter cekungan Bandung :
Gambar 7 Peta geologi kuarter cekungan Bandung
(Sumber : Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda, 2010)
Tanah untuk kepentingan perencanaan tapak, diklasifikasikan menjadi dua
yaitu sebagai media tumbuh tanaman (agriculture classification), dengan bobot
dan pertimbangan yang berbeda, keduanya digunakan antara lain untuk penentuan
lokasi penghijauan, bangunan dan fasilitas sanitasi serta areal rekreasi, habitat
kehidupan liar dan lainnya. Data geologis dan tanah yang digabungkan dengan
data lain dapat menjamin suatu pemahaman yang lebih baik sebab diketahui
adanya sistem tanah, iklim, dan biota yang saling terkait, serta sistem lanskap
buatan lainnya (Nurisyah 2004).
21
Gambar 8 Peta tanah kawasan
(Dinas pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, 2010)
22
Penutupan Lahan
Penutupan lahan secara umum di Tahura Ir. H. Djuanda merupakan
penutupan lahan alami, dan penutupan lahan terbangun. Penutupan lahan alami
berupa hutan sekunder, tanaman dan belukar, dengan susunan vegetasi campuran
yang tidak kurang dari 112 jenis, diantaranya yang dominan adalah jenis Pinus,
Kaliandra dan Mahoni. Pada lereng-lereng terjal berjeluk tanah tipis dimana
perakaran pinus tidak mampu bertahan, penutupan lahan didominasi oleh jenis
Caliandra spp, sedangkan tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Eupathorium
spp (kirinyuh). Penutupan lahan terbangun berupa struktur bangunan. Penutupan
lahan pada Tahura Ir. H. Djuanda terbagi menjadi beberapa zonasi yang terlihat
dalam Tabel 3.
Tabel 3 Zonasi pentupan lahan taman hutan raya Ir. H. Djuanda
No
1
Nama zonasi
Blok koleksi tanaman
Luas
(Ha)
Cakupan Wilayah
Kabupaten
Bandung
Cimenyan
171,2
Bandung barat
Lembang
72,7
Bandung
Bandung barat
2
3
Cimenyan
Lembang
Blok pemanfaatan
2,96
Kota Bandung
Coblong
280
Bandung
Cimenyan
Bandung barat
Lembang
Blok perlindungan
Jumlah
Kecamatan
526,98
Sumber: Dinas pengelola taman hutan raya Ir. H. Djuanda
Penutupan lahan yang dominan pada “area outbound” kawasan Tahura Ir.
H. Djuanda yaitu penutupan lahan alami. Penutupan lahan alami ini sesuai dengan
fungsi dan tujuan dari Tahura itu sendiri yaitu sebagai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan antara lain pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan.
Vegetasi dan Satwa
Kawasan Tahura Ir. H. Djuanda merupakan hutan alam sekunder dan
hutan alam yang terdiri dari tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan tingkat rendah.
Tumbuhan tinggi didominasi oleh pinus (Pinus merkusii) sedangkan tumbuhan
rendah didominasi oleh lumut dan pakis, sehingga berfungsi sebagai laboratorium
alam (arboretum). Hutan tanaman mulai dikembangkan tahun 50-an, namun
karena tumbuhnya pada lahan berbatu, diameternya relatif kecil. Pada tahun 1963
ditanam jenis tumbuhan kayu asing berasal dari luar daerah dan luar negeri di
lahan seluas 30 hektar yang terletak sekitar Plaza dan Goa Jepang. Jenis
tanamannya yang ada di Tahura ini antara lain Pinus, Mahoni Uganda, Damar,
Kayu manis, Beringin, Kigelia, Bunga Bangkai seperti contoh gambar yan