Classification of Propolis Extract of Trigona spp Bee from Four Regions in Indonesia Using FTIR based Metabolomic Approach

PENGKLASIFIKASIAN PROPOLIS LEBAH MADU TRIGONA
SPP. DARI EMPAT WILAYAH DI INDONESIA DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN METABOLOMIK
BERBASIS FTIR

NANANG NASRULLOH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Pengklasifikasian
Propolis Lebah Madu Trigona spp. dari Empat Wilayah di Indonesia dengan
Menggunakan Pendekatan Metabolomik Berbasis FTIR adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Jakarta, Januari 2013
Nanang Nasrulloh
NIM F25108011

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
NANANG NASRULLOH. Pengklasifikasian Propolis Lebah Madu Trigona
spp. dari Empat Wilayah di Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan
Metabolomik Berbasis FTIR. Dibimbing oleh C.HANNY WIJAYA dan NANCY
DEWI YULIANA.
Propolis merupakan bahan yang diproduksi lebah madu yang dikumpulkan
dari berbagai macam tanaman. Propolis diketahui memiliki kemampuan sebagai
antioksidan. Meskipun beberapa penelitian terhadap bioaktivitas propolis telah
dilakukan, namun informasi mengenai propolis yang berasal dari Indonesia
khususnya Trigona spp. masih belum ditemukan. Beberapa studi menyatakan

bahwa propolis memiliki beragam bioaktivitas diantaranya antimikroba,
antikanker dan antioksidan. Kemampuan ini dipengaruhi komponen asam
aromatik, senyawa fenol dan flavonoid. Efek antioksidan propolis diteliti secara
tidak langsung melalui kemampuannya melindungi produk pangan dan
kemampuan penangkapan radikal bebas. Sifat dan komposisi kimia propolis
sangat kompleks yang berbeda tergantung lokasi dan asal tanaman. Perbedaan
komposisi ini akan mempengaruhi bioaktivitasnya. Indonesia memiliki berbagai
jenis lebah lokal. Salah satu lebah lokal penghasil propolis adalah Trigona spp.
Pada penelitian ini, pemilihan sumber propolis didasarkan atas perbedaan
karakteristik fisik dan ketersediaannya.
Beberapa kajian dilakukan untuk melihat hubungan kandungan fenol,
flavonoid dan aktivitas antioksidan propolis. Meskipun demikian korelasi
flavonoid, fenol dan aktivitas antioksidan tidak selalu terjadi. Oleh sebab itu dapat
diketahui lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan metabolomik. Pendekatan
metabolomik dapat digunakan untuk mengetahui propolis dari daerah yang
potensial sebagai sumber antioksidan. Metabolomik adalah proses analisis
metabolit yang ada pada suatu organisme secara komperehensif, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan metabolomik dalam penelitian ini
diarahkan untuk pengklasifikasian sampel sehingga diketahui perbedaan propolis
antar wilayah dan kaitannya dengan aktifitas antioksidan.

Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan pendekatan metabolomik
untuk pengklasifikasian propolis dari berbagai wilayah yaitu Sulawesi Selatan,
Kalimantan Barat, NTB dan Jawa Barat, khususnya propolis lebah madu Trigona
spp. Selanjutnya mengevaluasi kapasitas antioksidan, kandungan fenol dan
flavonoid propolis. Selain itu, dikaji hubungan kapasitas antioksidan dengan
kandungan total fenol dan flavonoid propolis. Pendekatan metabolomik
menggunakan FTIR digunakan untuk mengetahui perbedaan komposisi kimiawi
propolis setiap daerah dan mengkorelasikannya dengan profil antioksidannya.
Penafsiran spektrum FTIR ekstrak propolis memperlihatkan senyawa fenol
atau esternya pada serapan ikatan O-H, C-O dan C-H aromatik. Adapun senyawa
flavonoid ditandai dengan adanya ikatan C=O, C-H dan C-H aromatik serta
didukung ikatan O-H. Disamping itu ketersediaan senyawa dengan ikatan C=C,
ikatan C-O menunjukkan adanya senyawa terpen. Sampel propolis juga
memperlihatkan ikatan N–O simetris dan C-N serta N-H yang menunjukkan
adanya asam amino serta amina aromatis. Selain itu ikatan C-O dan O-H
menunjukkan senyawa asam lemak.

Hasil analisis aktifitas antioksidan menggunakan metode DPPH
menunjukkan IC50 propolis ke empat wilayah bervariasi yaitu mulai dari 0,54
µg/ml hingga 2,90 µg/ml. IC50 terendah dimiliki oleh propolis Kalimantan Barat

dan tertinggi oleh propolis NTB. Adapun dibandingkan dengan propolis komersial,
nilai IC50 lebih rendah daripada propolis ke empat wilayah. Nilai IC50 dari
propolis empat wilayah tersebut secara signifikan lebih rendah dari trolox dan
vitamin C.
Hasil analisis PCA memperlihatkan bahwa propolis Jawa Barat,
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan propolis komersial cenderung menjadi
satu kelompok. Pada kelompok ini gugus fungsi dominan yang mempengaruhi
terjadinya pengelompokkan ditandai oleh C=O, C-O, C-H aromatik yang
diperkirakan merupakan senyawa fenolik dan flavonoid. Di lain pihak, propolis
NTB terpisah menjadi kelompok lain yang berarti komposisi kimia yang
dimilikinya berbeda dengan gugus fungsi yang mendominasi adalah ikatan O-H,
C-O dan C-C alifatik yang diduga merupakan senyawa asam lemak, dan adanya
gugus C-N, N-H serta N-O yang menandakan keberadaan senyawa asam amino.
Hasil analisis PLS menunjukkan propolis Kalimantan Barat, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan dan propolis komersial berada pada satu kelompok, sedangkan
propolis NTB pada kelompok lain. Propolis NTB memperlihatkan aktifitas
antioksidan yang rendah dengan senyawa yang berpengaruh ditunjukkan oleh
gugus fungsi N-H, C-N, C=C, C=O, C-H alifatik yang menandakan senyawa
terpen, asam lemak dan juga asam amino. Adapun propolis Kalimantan Barat,
Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan propolis komersial memiliki aktifitas

antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan NTB. Sumbangan konstituen yang
berperan besar pada pengelompokan ini diduga berasal dari gugus O-H, C-H,
C=C, C=O dari sampel yang mengarah pada senyawa fenol dan flavonoid
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan total fenol ekstrak propolis
ke empat wilayah berkisar antara 39,9–97,4 mg EAG/g. Propolis dari Kalimantan
Barat mengandung total fenol paling tinggi dibandingkan lainnya yaitu sekitar
97,4 mg EAG /g dan terendah adalah propolis NTB. Adapun kadar total flavonoid
juga bervariasi yaitu mulai dari 3,12-20,22 mg EK/g dengan kadar tertinggi
dimiliki propolis Kalimantan Barat dan terendah Sulawesi Selatan. Secara
keseluruhan total fenol dan flavonoid propolis komersial memiliki nilai tertinggi
dibandingkan propolis ke empat wilayah.
Keseluruhan total fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan ekstrak
propolis ke empat wilayah menunjukkan korelasi positif (r > 0,9). Oleh karena itu
gugus fungsi yang mengacu pada spektrum FTIR membuktikan bahwa senyawa
yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan propolis mengarah pada
keberadaan senyawa fenol dan flavonoid.
Kata kunci: propolis, Trigona spp., metabolomik, FTIR, analisis multivariat

SUMMARY
NANANG NASRULLOH. Classification of Propolis Extract of Trigona spp Bee

from Four Regions in Indonesia Using FTIR based Metabolomic Approach.
Supervised by C. HANNY WIJAYA and NANCY DEWI YULIANA.
Propolis is a resinous substance collected by honeybees from various plant
sources. Propolis obviously possesses antioxidant activity, as reported by many
researchers. Although numerous researchers have reported the biological activities
of propolis collected worldwide, information about Indonesian propolis,
particularly from Trigona spp., is only a few. Some studies reported that propolis
has various bioactivities including antimicrobial, anticancer and antioxidant.
These properties are influenced by phenols and flavonoids compounds.. The
complex constituents and properties of propolis is different from each other
depends on location and plant of origin. This variation will have an effect on its
bioactivity. Indonesia has many local honey bees; one of them that produce
propolis is Trigona spp. The location of propolis source used in this research may
relate to its physical and chemical characteristics.
Some researches have examined the correlation between phenol and
flavonoid content with antioxidant activity of propolis. It was found that for some
cases there is no correlation which implies that other compounds may have
influence to the antioxidant activity. Therefore metabolomic is further used to
observe this possibility. Metabolomic approach is capable of determination which
regions have a potential propolis as a source of antioxidant. Metabolomic is

defined as metabolite process analysis of the organism comprehensively
quantitatively or qualitatively. Metabolomic approach in this study is focussed on
classification of propolis as a result the difference of regions and its correlation to
antioxidant activity.
The objective of this research is to apply metabolomic in classification of
propolis from four regions based on its FTIR metabolite profile and its antioxidant
activity. Those four regions are West Nusa Tenggara, West Java, West
Kalimantan and South Sulawesi. Since the composition of propolis varies with its
origin, the intensity of antioxidant activity should be different as well.
Metabolomic approach was used to identify which region has propolis with better
antioxidant activity. FTIR based metabolomic was applied to measure the spectra
of propolis in order to examine the differences among propolis samples then to
classify them. For this purpose, the FTIR spectra were analyzed by PCA and PLS.
In addition, the correlation between propolis phenol and flavonoid content to its
antioxidant capacity was also determined.
Interpretation of FTIR spectra showed the presence of O-H, C-O and C-H
aromatic bond for phenol and its ester. Meanwhile, the presence of flavonoid
compound is designated to C=O, C-H, C-H aromatic and supported by O-H bond.
In addition, C=C, C-O bonds were also found which may relate to the presence of
terpenes. The samples also confirm the presence of N-O symmetric, C-N and N-H

which point to amino acid and aromatic amine. There were also C-O and O-H
bonds which may relate to fatty acid. Nevertheless the existence of these
compounds according to the functional groups is not confirmed yet. Then further

confirmation by targeted analysis of propolis total phenol and flavonoid content
and its correlation to propolis antioxidant activity are required.
Antioxidant potential of propolis from four regions in Indonesia was
accessed by analyze propolis scavenging effect on DPPH radicals which IC50 were
in the range 0,54-2,90 µg/mL. Low values of IC50 on DPPH scavenging assay
were obtained for West Kalimantan and West Java propolis are 0,54 µg/mL and
0,86 µg/mL, respectively. The IC50 of propolis from four regions of Indonesian
were found to be lower as compared to commercial propolis. All IC50 of propolis
from four regions were also lower than reference IC50 of trolox and vitamin C.
According to PCA score plot, the propolis samples were classified into two
groups. Propolis from West Kalimantan, West Java, South Sulawesi and
commercial tend to group itself which imply chemical composition similarities,
meanwhile West Nusa Tenggara can be remarked as being totally different. The
three members of the first group were recognized by the presence of C=O, C-O,
C-H aromatic bond which are interpreted as phenol and flavonoid compound. By
contrast, the second group was designated by O-H, C-O, C-C aliphatic which are

interpreted as fatty acid, then C-N, N-H and N-O that refers to amino acid.
Based on PLS, the propolis samples were classified in the same clusters as
in PCA. Propolis from West Nusa Tenggara as group 2 demonstrates lower
antioxidant activity than group 1 which consist of propolis from West Kalimantan,
West Jaca, South Sulawesi and commercial. The major compounds in group 2
were attributed by N-H, C-N, C=C, C=O, C-H aliphatic bonds which shows the
existence of terpene, fatty acid and amino acid. Then, the three members of the
group 1 which have higher antioxidant activity have predominant O-H, C-H,
C=C, C=O bonds which indicate the presence of phenol and flavonoid
compounds. From this, the assumption that the composition of complex chemical
constituent and antioxidant activity do vary according to its geographical origin
was proven.
Total flavonoid and phenols contents of extracts of propolis samples were
determined by using aluminium nitrate and Folin–Ciocalteu colorimetric methods
were in the range of 39.9 – 97.4 mg/mL of GAE and 3.12 – 20.2 mg/mL of QE,
respectively. Both phenol and flavonoid contents of commercial propolis was
higher as compared to propolis from four regions of Indonesian.
All the samples exhibited strong positive correlation between phenolic,
flavonoid content and its antioxidant activity. Therefore, it is concluded that the
result from PLS analysis which mentioned functional groups of phenol and

flavonoids as a major difference between propolis with good antioxidant activity
and those with lower antioxidant activity was proven.
Keywords: propolis, Trigona spp., metabolomic, FTIR, multivariate analysis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGKLASIFIKASIAN PROPOLIS LEBAH MADU TRIGONA
SPP. DARI EMPAT WILAYAH DI INDONESIA DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN METABOLOMIK
BERBASIS FTIR

NANANG NASRULLOH


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi

Judul Tesis : Pengklasifikasian Propolis Lebah Madu Trigona spp. dari Empat
Wilayah di Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan
Metabolomik Berbasis FTIR
Nama
: Nanang Nasrulloh
NIM
: F251080111
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya, MAgr
Ketua

Dr Nancy Dewi Yuliana, STP, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 14 Januari 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai Oktober
2012 ini adalah metabolomik, dengan judul Pengklasifikasian Lebah Madu
Trigona spp dari Empat Wilayah di Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan
Metabolomik Berbasis FTIR.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. C. Hanny Wijaya,
MAgr dan Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP, MSc selaku pembimbing yang
memberikan nasehat dan saran kepada penulis. Pernyataan terima kasih juga
disampaikan kepada Ibu Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua
Program Studi Ilmu Pangan dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSc sebagai
dosen penguji dari pihak Program Studi Ilmu Pangan serta Ibu Dr. Didah Nur
Faridah, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi. Penghargaan disampaikan
kepada Bapak Mahani serta Ibu Nunung Nurjanah sebagai pihak yang
memberikan sampel propolis Trigona spp. sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mas Nono sebagai sahabat yang
sangat membantu sejak awal kuliah. Selain itu disampaikan pula terima kasih
kepada Mbak Ira, Ibu Maria, Pak Taufik, Mbak Ari, Mbak Ayu, Bu Andi, Bu
Yanti, Pak Imam Budiono, Pak Imam Sutowo, Mbak Fite, Pak Beni dan rekanrekan IPN 2008 serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum Enyak dan
almarhum Babe, Ibu Asni dan almarhum Bapak Syafri selaku mertua, Ibu Ratu
selaku ibu angkat, Bang Judin, Uda Romi, Uni Helmi, Pamanda Ci H.Alwi, Ibu
Molina, Bapak Arif, Ibu Kurni, Mbak Lia serta seluruh keluarga. Akhir kata,
ungkapan terima kasih sedalam-dalamnya disampaikan kepada istri tercinta
Litdia, terima kasih atas doa, cinta dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Jakarta, Januari 2013
Nanang Nasrulloh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
Hipotesis
4
Manfaat Penelitian
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
5
Lebah Dan Produk Lebah
5
Lebah Madu Trigona spp.
5
Propolis
7
Ekstraksi Propolis
9
Karakteristik Propolis
12
Komposisi Kimiawi Propolis dan Bioaktivitasnya
13
Antioksidan
15
Metode Uji Antioksidan
16
Metabolomik
16
Fourier Transform Infrared (FTIR)
17
Principal Component Analysis (PCA) dan Partial Least Square (PLS) 19
3 METODE PENELITIAN
21
Tempat dan Waktu
21
Bahan dan Alat
21
Metode Penelitian
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Iklim dan Vegetasi Daerah Asal Propolis
27
Analisis Fingerprint Propolis (FTIR)
27
Aktivitas Antioksidan DPPH
30
Analisis PCA
32
Analisis PLS
37
Kadar Fenol
44
Kadar Flavonoid
47
Korelasi Kandungan Fenol Terhadap Aktivitas Antioksidan
49
Korelasi Kandungan Flavonoid Terhadap Aktivitas Antioksidan
52
5 SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
RIWAYAT HIDUP
78

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rendemen Propolis
Tabel 2 Kandungan fenol dan flavonoid propolis dari beberapa wilayah/negara
Tabel 3 Aktivitas antioksidan propolis
Tabel 4 Iklim dan vegetasi daerah asal propolis Trigona spp.
Tabel 5 IC 50 sampel ekstrak propolis ke empat wilayah dan sampel referensi
Tabel 6 Daerah serapan gugus fungsi dominan kelompok 1 dan 2 analisis PCA
Tabel 7 Daerah serapan gugus fungsi dominan kelompok 1 dan 2 analisis PLS
Tabel 8 Daerah serapan gugus fungsi dan koefisien regresi
Tabel 9 Daerah serapan gugus fungsi dan koefisien regresi x-loading weight
Tabel 10 Kandungan total fenol propolis
Tabel 11 Kandungan total flavonoid propolis

12
14
15
26
30
35
39
41
43
46
48

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lebah Trigona spp.
Gambar 2 Propolis mentah
Gambar 3 Propolis mentah dari empat wilayah
Gambar 4 Ekstrak propolis
Gambar 5 Diagram alir ekstraksi propolis
Gambar 6 Spektrum FTIR
Gambar 7 Score plot dan loading plot PCA
Gambar 8 Score plot dan loading plot PLS
Gambar 9 Koefisien regresi
Gambar 10 X-loading weight
Gambar 11 Korelasi total fenol dan aktivitas antioksidan
Gambar 12 Korelasi total flavonoid dengan aktivitas antioksidan

7
8
9
10
11
28
34
38
40
42
50
53

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Total Fenol
Lampiran 2 Kurva Standar Asam Galat dan Regresinya
Lampiran 3 Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Total Fenol
Lampiran 4 Total Flavonoid
Lampiran 5 Kurva Standar Kuersetin dan Regresinya
Lampiran 6 Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Total Flavonoid
Lampiran 7 Aktifitas Antioksidan (IC 50 )
Lampiran 8 Perhitungan Inhibition Concentration 50 (IC 50 )
Lampiran 9 Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Aktifitas Antioksidan (IC 50 )
Lampiran 10 Korelasi Fenol Aktifitas Antioksidan
Lampiran 11 Korelasi Flavonoid Aktifitas Antioksidan
Lampiran 12 Tabel Interpretasi Koefisien Nilai r
Lampiran 13 Tabel Daerah Serapan Gugus Fungsi

64
64
65
66
66
67
68
68
69
70
73
76
77

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini, penggunaan bahan tambahan pangan atau produk alami
semakin menarik perhatian karena dipercaya lebih aman dibanding bahan
tambahan pangan yang dibuat dari bahan sintetik kimia. Terdapat kecenderungan
industri pangan, industri kosmetik dan farmasi berupaya menemukan komponen
bioaktif dari produk alam melalui proses ekstraksi dan pemurnian.
Sifat dari komponen bioaktif diantaranya adalah kemampuannya sebagai
antioksidan. Senyawa antioksidan diketahui mampu memperpanjang masa simpan
produk pangan dengan mekanisme diantaranya penghambatan terhadap reaksi
peroksidasi lipid, yang merupakan salah satu reaksi yang mempercepat kerusakan
produk selama pengolahan dan penyimpanan (Halliwel 1997). Komponen
antioksidan merupakan unsur mikro dalam bahan pangan yang dapat menghambat
oksidasi lemak melalui reaksi penghambatan inisiasi atau propagasi reaksi
berantai oksidasi, serta melalui serangkaian penangkapan radikal bebas.
Salah satu produk alami yang memiliki kemampuan antioksidan adalah
propolis. Propolis merupakan bahan yang diproduksi oleh lebah madu. Beberapa
studi menyatakan bahwa propolis memiliki beragam bioaktivitas diantaranya
antimikroba, antikanker, dan antioksidan (Ishida 2011). Kemampuan tersebut
diperkirakan sebagian besar dipengaruhi komponen asam aromatik, senyawa fenol
dan flavonoid (Grange & Davey, 1990). Efek antioksidan propolis diteliti secara
tidak langsung melalui kemampuannya dalam melindungi produk pangan dan
kemampuan penangkapan radikal bebas (Krol et al. 1990). Oleh karena itu,
propolis menjadi penting karena manfaat dan potensi penggunaannya di industri
farmasi, makanan dan minuman. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
propolis memperpanjang masa simpan sosis dan produk daging (Ali et al. 2010;
Tosi et al. 2007), mentega (Ozcan & Ayar 2003), biskuit (Salam & Samiha 2000),
susu (Yang et al. 2009) dan sebagai pengemas makanan (Tosi et al. 2007).
Komposisi propolis sangat kompleks dan banyak komponen aktifnya
belum diketahui. Berdasarkan penelitian terakhir, diketahui terdapat lebih dari 300
senyawa berhasil diidentifikasi, walaupun komposisi spesifik berbeda tergantung

2
pada lokasi dan asal tanaman propolis (Bankova et al. 2000). Sifat dan komposisi
kimia propolis yang berbeda pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan asal
tanaman (Markham et al. 1996). Menurut Bankova (2005) perbedaan komposisi
kimia ini mempengaruhi kemampuan aktivitas biologisnya Meskipun demikian
masih belum jelas mekanisme aktivitas dan sifat dari komponen bioaktif tersebut.
Saat ini, produk propolis yang beredar di Indonesia didominasi oleh
produk impor yang berasal dari lebah Apis mellifera. Lebah ini merupakan jenis
lebah yang terkenal di dunia, termasuk di Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki
berbagai jenis lebah lokal. Salah satu lebah lokal yang diketahui sebagai penghasil
propolis adalah Trigona spp.
Lebah Trigona

spp. sebelumnya tidak populer karena menghasilkan

sedikit madu dan sulit diesktrak tetapi propolis yang dihasilkan lebih banyak
dibanding lebah yang lain (Hasan 2007). Penelitian mengenai propolis telah
umum dilakukan pada lebah madu genus Apis namun masih sedikit pada Trigona
spp. Lebah Trigona spp. sendiri merupakan lebah liar di Indonesia yang sudah
dapat dibudidayakan di lima provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan
Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Mahani et al. 2011). Pada
penelitian ini, pemilihan sumber propolis di keempat wilayah tersebut didasarkan
atas perbedaan karakteristik fisik dan ketersediaannya.
Meskipun banyak senyawa bioaktif terkandung dalam propolis, namun
sejauh ini penelitian terhadap kaitan kandungan total fenol dan flavonoid terhadap
aktivitas antioksidan propolis yang diperoleh dari beberapa lokasi di Indonesia
belum pernah dilaporkan. Beberapa kajian dilakukan untuk melihat hubungan
kandungan fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan propolis. Namun sejauh ini
penelitian kaitan kandungan fenol dan flavonoid terhadap aktivitas antioksidan
propolis dari beberapa tempat di Indonesia belum ada. Meskipun demikian
korelasi flavonoid, fenol dan aktivitas antioksidan tidak selalu terjadi. Hal ini bisa
berarti ada senyawa lain yang berperan dalam aktivitas antioksidan. Oleh karena
itu penyebab perbedaan aktivitas antioksidan propolis dari masing-masing daerah
tersebut

secara

lebih

lanjut

dapat

diketahui

menggunakan

pendekatan

metabolomik.
Pendekatan metabolomik diperlukan untuk mengetahui propolis daerah

3
mana yang potensial sebagai sumber antioksidan. Metabolomik adalah proses
analisis metabolit yang ada pada suatu organisme secara komperehensif secara
kuantitatif dan kualitatif (Dunn & Ellis 2005). Pendekatan metabolomik dalam
penelitian ini diarahkan untuk pengklasifikasian sampel sehingga diketahui
perbedaan propolis antar masing-masing wilayah dan aktifitas antioksidannya.
Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian berbasis
metabolomik adalah FTIR. Penggunaan spekstroskopi FTIR dilakukan karena
mudah, praktis dan terjangkau. Penggunaan teknik kemometrik yaitu PCA dan
PLS pada pendekatan metabolomik digunakan untuk membedakan propolis baik
berdasarkan wilayah dan aktifitas antioksidannya.
Studi ini bertujuan untuk menggunakan pendekatan metabolomik dalam
mengklasifikasikan propolis dari berbagai wilayah di Indonesia yaitu Sulawesi
Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat (Kabupaten Sambas), NTB
(Kabupaten Lombok), Kabupaten Ciamis (Jawa Barat), khususnya propolis lebah
madu Trigona spp. Selanjutnya mengevaluasi kapasitas antioksidan, kandungan
fenol dan flavonoid propolis. Selain itu, dikaji hubungan kapasitas antioksidan
dengan kandungan total fenol dan flavonoid propolis. Pendekatan metabolomik
dengan menggunakan FTIR digunakan untuk mengetahui perbedaan komposisi
kimiawi propolis setiap daerah dan mengkorelasikannya dengan profil
antioksidannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi sidik jari metabolomik (metabolomic fingerprint) propolis
dari ke empat wilayah dan mengkorelasikannya dengan profil antioksidannya.
2. Mengevaluasi propolis yang potensial sebagai antioksidan dari beberapa
wilayah tersebut.
3. Menganalisis aktivitas antioksidan, kandungan fenol dan flavonoid dari
propolis yang dihasilkan lebah madu spesies Trigona spp. dari berbagai daerah
di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat
(Kabupaten Sambas), Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok), Kabupaten
Ciamis (Jawa Barat).
4. Menganalisis hubungan total fenol/flavonoid dengan aktivitas antioksidan.

4
Hipotesis
Terdapat perbedaan komposisi kimiawi propolis Trigona spp. dari berbagai
daerah di Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu), Kalimantan Barat
(Kabupaten Sambas), Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok), Kabupaten
Ciamis dan Majalengka (Jawa Barat). Perbedaan ini akan mempengaruhi aktivitas
antioksidannya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk pengembangan
propolis lebah madu Trigona spp. pada daerah yang memiliki potensi sebagai
sumber antioksidan yang baik.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebah Dan Produk Lebah
Di dunia terdapat beberapa jenis lebah madu. Lebah madu merupakan
hewan serangga bersayap termasuk family Apidiae yang mempunyai tiga genus:
Apis, Trigona dan Melipona (Murtidjo 1991). Spesies lebah sangat banyak, yang
telah dibudidayakan adalah Apis cerana, Apis mellifera, Apis nigrocincta, Apis
nuluensis dan Apis koschevnikovi serta Trigona spp.
Lebah madu sepanjang hidupnya selalu bekerja. Selain membantu
penyerbukan tumbuhan, lebah madu memproduksi berbagai zat yang bermanfaat
bagi kesehatan. Produk yang umum dikenal adalah madu. Padahal sebenarnya
banyak produk lain yang dihasilkan yaitu royal jelly, bee pollen, lilin lebah, racun
lebah dan propolis.
Lebah Madu Trigona spp.
Salah satu jenis lebah madu yang mampu menghasilkan propolis dalam
jumlah banyak yaitu jenis Trigona spp. (Salatino et al. 2005). Lebah ini
merupakan lebah asli Asia dari genus trigona yang memiliki sifat yaitu jarang
sekali hijrah serta harga produk madunya lebih tinggi dibandingkan dengan madu
produk lebah genus Apis. Karakteristik lain dari Trigona spp. yaitu menghasilkan
madu dengan aroma yang khas yaitu rasa campuran manis dan asam seperti
lemon, namun tahan terhadap fermentasi (Suranto 2010). Aroma tersebut berasal
dari resin tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah.
Di kalangan konsumen, madu Trigona dianggap lebih bagus sehingga
harga madunya lebih mahal dibandingkan dengan madu produksi lebah genus
Apis. Selain madu, Trigona spp. juga menghasilkan propolis berkualitas tinggi.
Hal ini ditunjukkan melalui kandungan antioksidannya yaitu flavonoid. Hasan
(2009) melaporkan bahwa kadar flavonoid propolis trigona mencapai 4%,
sedangkan propolis apis hanya 1,5%.
Lebah Trigona spp. merupakan lebah liar di Indonesia yang sebelumnya
tidak populer karena menghasilkan sedikit madu dan sulit diesktrak tetapi propolis
yang dihasilkan lebih banyak dibanding lebah yang lain (Hasan 2007). Trigona

6
spp. termasuk lebah yang tidak memiliki sengat atau disebut stingless bee
sehingga untuk mempertahankan diri lebah ini akan menggigit sebagai bentuk
pertahanan ketika sarangnya diganggu. Meskipun lebah Trigona spp. tidak
memiliki sengat, mekanisme pertahanan diri yang unik adalah berupaya
melindungi koloni dengan upaya yang lebih keras, yakni memproduksi propolis
dalam jumlah besar. Hal inilah yang menjadikan propolis lebah Trigona spp. lebih
banyak dibanding lebah lainnya.
Produksi propolis lebah anggota famili Meliponidae itu mencapai 80%
atau lima kali produksi propolis lebah madu Apis cerana dan Apis mellifera yang
hanya menghasilkan propolis sekitar 15%. Dalam satu koloni, produksi propolis
Trigona dapat mencapai 3 kg per tahun; lebah genus Apis berkisar 20—30 gram
per tahun. Keistimewaan lainnya dari lebah Trigona spp. menurut Mahani et al.
(2011) adalah kemudahan untuk dibudidayakan, ketahanan terhadap hama
penyakit, komponen fitokimia lebih beragam karena keragaman rasa dan warna
propolis baku dan tidak mengenal masa paceklik sehingga propolis dapat
diproduksi sepanjang tahun dengan hasil yang lebih tinggi
Pengembangan budi daya propolis lebah lokal di Indonesia memiliki
potensi yang sangat tinggi karena didukung oleh jenis vegetasi yang beragam di
Indonesia dan juga hutan yang sangat luas, yaitu sekitar 200 juta hektar (Mahani
et al. 2011). Lebah Trigona spp. sendiri sudah dapat dibudidayakan di lima
provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan
Nusa Tenggara Barat.
Saat ini ada tiga provinsi yang telah berhasil membudidayakan lebah
Trigona spp, yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Propolis di masing-masing provinsi tersebut dapat dipanen setiap empat bulan
sekali. Free (1982) menyatakan bahwa lebah Trigona spp. merupakan salah satu
serangga sosial yang hidup berkelompok membentuk koloni dengan jumlah yang
sangat besar (300-80.000 pekerja sehingga pertahanannya lebih kuat daripada
lebah lainnya. Klasifikasi Trigona spp. sebagai berikut:

7

Gambar 1 Lebah Trigona spp.
Divisi : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidea
Genus : Trigona
Spesies : Trigona spp. (Free 1982)
Propolis
Propolis merupakan suatu zat yang dihasilkan lebah madu. Propolis adalah
sejenis resin yang karena teksturnya lengket seperti lem disebut sebagai lem lebah
(bee glue) (Hausen et al. 1987 dalam Hasan 2010). Propolis berperan dalam
pembangunan sarang, jika kekurangan maka sarang tidak akan sempurna.
Menurut Bankova et al. (2000) propolis dalam sarang digunakan oleh lebah
pekerja untuk menutup celah-celah, mendempul retakan-retakan, memperkecil
dan menutup lubang.
Propolis dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin dari berbagai
macam tumbuhan. Resin dikumpulkan dari kuncup, kulit atau bagian lain dari
tumbuhan, kemudian resin dicampur dengan saliva dan enzim pada lebah
sehingga menjadi resin baru yang berbeda dengan resin asalnya (Pereira et al.
2002). Selanjutnya dicampur dengan wax (lilin) dan serbuk sari bunga. Campuran
dibuat menjadi elastis. Produk campuran elastis inilah yang disebut propolis.
Bentuk propolis mentah sebelum diekstraksi yang diperoleh dari sarang lebah
disajikan pada Gambar 2.
Sifat aktivitas biologis dari propolis berhubungan dengan asal tumbuhan

8
(Salatino et al. 2005). Hal ini karena meskipun propolis merupakan produk hasil
hewan, komponen penyusunnya sebagian besar merupakan turunan dari
tumbuhan. (Kumazawa et al. (2004) mengemukakan bahwa flavonoid pada
propolis dipastikan memiliki asal usul sebagaimana flavonoid pada tumbuhan.

Gambar 2 Propolis mentah
Perhatian terhadap sampel propolis dari zona tropis seperti Indonesia
dengan keanekaragaman hayati yang luas semakin meningkat secara ilmiah dan
secara ekonomi. Hubungan antara komposisi kimia propolis dari daerah geografis
yang berbeda dengan aktivitas biologis mengarah pada identifikasi prinsip-prinsip
aktif, alat fundamental untuk mencapai standarisasi dari produk lebah.
Pada penelitian ini, pemilihan propolis Trigona spp. dari ke empat wilayah
yaitu Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat
didasarkan atas aspek perbedaan karakteristik fisik dan ketersediaan propolisnya.
Karakteristik fisik propolis mentah dari ke empat wilayah itu berbeda-beda.
Propolis Sulawesi Selatan memiliki warna terang (dominan warna merah-kuning)
dan sangat aromatik. Sebaliknya propolis Jawa berwarna gelap (dominan hitam)
dan hampir tidak memiliki aroma.
Adanya perbedaan karakterisitik fisik propolis ini

kemungkinan

mempengaruhi pula perbedaan sifat-sifat kimiawi, klinis dan sebagainya.
Sementara itu untuk aspek ketersediaan, sebenarnya propolis Trigona spp. dapat
diproduksi hampir di semua propinsi di Indonesia. Tetapi sentra produksi propolis
Trigona spp. di Indonesia pada saat ini masih terbatas di empat wilayah tersebut.

9
Ekstraksi Propolis
Ekstrak propolis diperoleh dari CV Nutrima yang mengumpulkan propolis
mentah dari empat wilayah yaitu dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi
Selatan dan NTB. Adapun propolis mentah dari ke empat lokasi tersebut
ditunjukkan pada Gambar 3.

a. Kalimantan Barat

b. Jawa Barat

c. Sulawesi Selatan

d. Nusa Tenggara Barat

Gambar 3 Propolis mentah dari empat wilayah
Sebagian besar sampel propolis mentah ini memiliki bau yang khas
dengan warna dari kuning sampai coklat kehitaman. Propolis dikumpulkan oleh
lebah madu Trigona spp. dari beragam sumber. Komposisi yang tepat dari
propolis mentah bervariasi tergantung sumbernya sehingga kandungan kimia
seperti fenol dan flavonoid dalam propolis bervariasi. Propolis mentah tersebut
kemudian diekstraksi untuk memperoleh ekstrak propolis. Hasil ekstrak propolis
diperlihatkan pada Gambar 4 berikut.
Metode yang digunakan CV Nutrima untuk mengekstrak propolis adalah
berdasarkan metode Mahani (2011). Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%
karena memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran
berbeda yang terdapat dalam propolis dapat terekstrak dengan waktu yang

10
berbeda. Jumlah rendemen dipengaruhi oleh metode ekstraksi, warna propolis,
dan komposisi zat aktif di dalam propolis kasar. Diagram alir proses ektraksi
propolis dapat dilihat pada Gambar 5.

a. Kalimantan Barat

b. Jawa Barat

c. Sulawesi Selatan

d. NTB

Gambar 4 Ekstrak propolis
Propolis mentah terlebih dahulu dibekukan dalam refrigerator atau freezer.
Propolis memiliki sifat membeku dan membentuk padatan keras dan rapuh pada
suhu kurang dari 15°C. Tahapan berikutnya adalah pemecahan bahan propolis
mentah menggunakan pisau. Proses pemecahan harus dilakukan dengan cepat,
saat propolis mentah masih membeku. Untuk memastikan propolis dapat dipecah
dengan cepat, propolis mentah sebelumnya dibuat menjadi lempengan dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi : 20 cm x 8 cm x 2,5 cm. Setiap lempengan
propolis mentah ini kira-kira memiliki bobot 1 kg. Pecahan propolis yang
dihasilkan harus segera disimpan kembali pada suhu kurang dari 15°C. Pecahan
propolis mentah tersebut siap untuk memasuki tahapan proses ekstraksi.

11

Propolis Mentah

Pembekuan (disimpan pada lemari

Pemecahan Propolis

Penghancuran & Pelarutan menggunakan blender 5 menit
• Perbandingan propolis:etanol = 1:2,5 (1)
• Perbandingan propolis:etanol = 1:1,5 (2)

Bubur propolis Diendapkan 1 malam

Ampas

Filtrat

Penguapan menggunakan Rotavapor

Ekstrak Propolis

Penambahan Propilen Glikol
• Ekstrak propolis:propilen glikol=1:12

Propolis Cair

Gambar 5 Diagram alir ekstraksi propolis
Proses ekstraksi dengan menambahkan pelarut etanol 70% pada pecahan
propolis mentah menggunakan blender berlangsung 5 menit. Tahapan proses
ekstraksi adalah; sebanyak 1 kg pecahan propolis mentah dimasukkan ke dalam
blender dan segera ditambahkan pelarut etanol 70% dengan perbandingan
propolis : pelarut = 1 : 2,5 (B/V). Proses pehancuran ini akan mengubah pecahan
propolis menjadi bubur propolis, dengan ukuran butiran propolis yang sangat
kecil. Butiran propolis pada bubur tersebut lolos saringan 30 mesh.

12
Untuk mendapatkan filtrat propolis, bubur propolis diendapkan pada
wadah tertutup (kedap cahaya dan udara) selama 12 jam. Filtrat dipisahkan dari
ampas dan ditampung pada wadah terpisah (kedap cahaya dan udara). Filtrat yang
dihasilkan bersifat pekat. Ampas propolis, ditambahkan lagi pelarut etanol 70%
dengan perbandingan (1:1,5 B/V) lalu diblender kembali selama 5 menit. Proses
yang sama diulangi hingga 3 kali.
Proses selanjutnya yaitu penguapan/pengentalan filtrate propolis yang
dihasilkan. Pengentalan dilakukan dengan alat rotary evaporator yang
dihubungkan dengan vacuum pump, pada suhu maksimum 50°C, kecepatan
putaran 3 rpm.

Selama proses penguapan/pengentalan, filtrat propolis akan

mengalami perubahan warna. Awal proses penguapan/pengentalan, filtrat propolis
berwarna coklat gelap.

Jika etanol telah habis menguap, dan tersisa air dan

propolis, filtrat propolis berubah menjadi coklat susu. Filtrat propolis akan
berubah warna kembali menjadi coklat gelap apabila air yang tersisa telah habis
menguap. Proses penguapan/pengentalan dihentikan bila dihasilkan ekstrak kental
propolis dan berwarna coklat gelap. Pada proses akhir, ekstrak propolis yang
diperoleh ditambahkan filler cair (propilen glikol) sesuai konsentrasi yang
diinginkan sehingga dihasilkan propolis cair.
Tabel 1 Rendemen Propolis
Asal Propolis
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Kalimantan Barat

Propolis Mentah Propolis Ekstrak Rendemen %
berat (g)
berat (g)
100
8,2
8,2
100
10,1
10,1
100
8,2
8,2
100
8,5
8,5

Berdasarkan informasi dari CV Nutrima maka perbandingan rendemen
ekstrak propolis yang diperolah ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1
maka propolis dari Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat
memiliki yield lebih rendah dibanding propolis Sulawesi Selatan.
Karakteristik Propolis
Propolis memiliki warna bervariasi dari transparan, kuning hingga coklat
gelap dengan bau yang khas (Thirugnasampandan 2012). Variasi tersebut
dipengaruhi sumber resinnya. Bankova (2009) menyatakan bahwa keragaman

13
jenis tumbuhan asal resin merupakan faktor utama yang menimbulkan perbedaan
komposisi senyawa kimia dari propolis. Perbedaan komposisi senyawa kimia
yang menyusun propolis menyebabkan perbedaan warna dan aroma propolis pada
jenis yang berbeda. Aroma yang tercium merupakan senyawa aromatik yang
bersifat mudah menguap (Salatino et al. 2005).
Pada suhu 25-45oC tekstur propolis menjadi lengket dan lentur, sedangkan
di atas suhu tersebut propolis semakin lengket menyerupai permen karet. Adapun
pada suhu rendah, propolis memiliki tekstur keras dan rapuh. Sementara pada
suhu 60-70C propolis akan mencair (Suranto 2007).
Komposisi Kimiawi Propolis dan Bioaktivitasnya
Secara kimia, komponen kimiawi propolis sangat kompleks dan kaya akan
senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat, dan asam fenolat.
Propolis juga mengandung banyak senyawa fenol khususnya flavonoid sehingga
propolis merupakan sumber senyawa flavonoid yang baik (Mihai et al. 2011).
Krol et al. (1994) menyatakan bahwa flavonoid merupakan kelompok senyawa
kimia yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan terutama kemampuannya
dalam mengikat radikal bebas (free radical scavenging) dan sifat mengkelat
logam (metal chelating).
Senyawa fenol umumnya terdapat pada tumbuhan yang dilaporkan
memiliki beragam kemampuan bioaktivitas termasuk aktivitas antioksidan
(Kahkonen et al. 1999). Viuda et al. (2008) melaporkan bahwa salah satu ikatan
fenol yang ada dalam propolis yaitu Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) yang
kadarnya mencapai 50% dari keseluruhan komponen. CAPE merupakan sisi aktif
flavonoid yang bekerja untuk memaksimalkan aktivitas scavenger terhadap
radikal bebas, dengan cara menurunkan aktivitas radikal hidroksil (●OH)
sehingga tidak terlalu reaktif lagi (Cadenas & Packer 2002).
Menurut Kumazawa et al. (2004) kandungan fenol diperkirakan
bertanggung jawab sebagai antioksidan utama pada propolis. Penelitian
kandungan fenol dan flavonoid propolis yang diperoleh dari lebah Apis dari
beberapa negara (Laskar et al. 2010, Mohammadzadeh et al. 2007 dan Kumazawa
et al. 2004) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan adanya perbedaan
fenol dan flavonoid dari wilayah/negara tersebut. Komposisi propolis dipengaruhi

14
vegetasi dari daerah asal propolis sehingga perbedaan lokasi geografis asal
propolis tersebut akan menentukan komposisi fenol dan flavonoidnya. Disamping
adanya senyawa fenol dan flavonoid, propolis juga mengandung zat gizi penting
seperti vitamin dan mineral. Vitamin di antaranya B1, B2, B6, C dan E. Gugus
kimia utama yang terdapat dalam resin propolis meliputi asam fenol atau esternya,
flavonoid (flavon, flavanon, flavonol, dihiroflavonol dan kalkon), terpen, aldehid
dan alkohol aromatik, asam lemak, stilbena dan b-steroid (Marcucci 1995).
Tabel 2 Kandungan fenol dan flavonoid propolis dari beberapa wilayah/negara
Wilayah/Negara

Fenol mg/g EAG

Flavonoid mg/g EK

159.10 ± 0.26

57.25 ± 0.24

Tehran (Iran)b

7.79 ± 0.39

8.46 ± 0.03

Isfahan (Iran)

3.18 ± 0.08

7.11 ± 0.19

Khorasan (Iran)

1.22 ± 0.33

3.08 ± 0.02

Argentina

212 ± 9.2

130 ± 5.5

Australia

269 ± 16.3

145 ± 6.5

Brazil

120 ± 5.6

51.9 ± 2.4

Bulgaria

220 ± 2.5

157 ± 8.9

210 ± 11.1

116 ± 9.3

China (Hebei)

298 ± 8.7

147 ± 9.3

China (Hubei)

299 ± 0.5

158 ±10.8

262 ± 12.6

136 ± 17.4

Hungary

242 ± 0.2

176 ± 1.7

New Zealand

237 ± 6.0

152 ± 12.6

South Africa

99.5 ± 4.4

50.8 ± 0.8

Thailand

31.2 ± 0.7

2.5 ± 0.8

Ukraine

255 ± 7.4

63.7 ± 3.2

Uruguay

187 ± 8.5

168 ± 6.4

256 ± 15.7

122 ± 6.2

174 ± 6.7

94.2 ± 6.8

Indiaa

c

Chile

China (Zhejiang)

United States
Uzbekistan
a

b

c

Laskar et al. 2010; Mohammadzadeh et al. 2007; Kumazawa et al. 2004

Propolis juga mengandung 16 asam amino essensial yang dibutuhkan
untuk regenerasi sel. Dari semua asam amino yang terdapat dalam propolis,
arginin dan prolin tergolong yang terbanyak, sekitar 45,8%. Propolis mengandung

15
semua mineral, kecuali sulfur. Zat besi (Fe) dan seng (Zn) adalah kandungan yang
terbanyak. Kandungan mineral ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat
tumbuh tanaman. Berdasarkan penelitian terdahulu disimpulkan bahwa perbedaan
komposisi propolis dipengaruhi daerah asal propolis (Bankova 2009).
Antioksidan
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan berguna untuk mencegah
ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan
fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini
(Yu 2008). Senyawa antioksidan memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi

berkembangnya

reaksi

oksidasi,

dengan

cara

mencegah

terbentuknya radikal (Winarsi 2007). Propolis mempunyai aktivitas antioksidan
yang paling kuat dalam melawan oksidan dan radikal bebas (radikal H2O2, O2● -,
OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya (Nakajima et al. 2009).
Aktifitas antioksidan propolis berbeda-beda berdasarkan asal wilayahnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Propolis pada tabel tersebut merupakan
propolis dari lebah madu Apis (Laskar et al. 2010; Moreira et al. 2008;
Kumazawa et al. 2004). Tabel 3 menampilkan perbedaan aktivitas antioksidan
dari masing-masing wilayah/negara. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi asal
daerah propolis.
Tabel 3 Aktivitas antioksidan propolis
Asal wilayah/negara
a

India

IC 50 (mg/ml)
0.07

b

Bomes (Portugal)

0.006 ± 0.003

Fundao (Portugal)

0.052 ± 0.003

Brasilc
a

0,79 ± 0,23
b

Laskar et al. 2010; Moreira et al. 2008; Nakajima et al. 2009

Aktivitas antioksidan propolis dipengaruhi oleh komposisi kimiawinya.
Oleh karena komposisi kimiawi propolis tersebut berbeda-beda tergantung daerah
asalnya yaitu dipengaruhi vegetasinya maka intensitas aktivitas antiokisan dari
propolis tersebut kemungkinan juga berbeda-beda.

16
Metode Uji Antioksidan
Banyak metode yang bisa digunakan untuk mengukur aktivitas
antioksidan. Metode yang sering digunakan antara lain daya pereduksi atau FRAP,
penangkapan radikal 3-etilbenzotiazolin-6-asam sulfonat atau ABTS, besi(III)
tiosianat atau FTC, asam tiobarbiturat atau TBA, penangkapan radikal 1,1-difenil2-pikrilhidrazil atau DPPH (Ozyurt et al. 2006).
Salah satu metode yang sekarang populer digunakan adalah metode DPPH
(Molyneux 2004). DPPH banyak digunakan untuk menguji kemampuan mengikat
radikal bebas pada berbagai macam sampel (Pereira et al. 2006; Sousa et al. 2008)
seperti buah, sayuran, atau pun biji. Pengukuran aktivitas antioksidan pada
metode ini menggunakan spektrofotometer ultraviolettampak (UV-Vis) karena
relatif sederhana, mudah dioperasikan, waktu analisisnya relatif cepat, hasilnya
memiliki ketelitian yang cukup memadai, dan aplikasinya dapat menjangkau
berbagai bidang analisis antara lain bidang anorganik, organik, polimer, klinis,
dan mikrobiologi. Disamping itu, metode ini tidak memerlukan substrat sehingga
memiliki keuntungan yaitu peka, murah dan memerlukan sedikit sampel
(Marghitas et al. 2009)
Metabolomik
Metabolomik adalah proses analisis metabolit yang ada pada suatu
organisme secara komperehensif, secara kuantitatif dan kualitatif (Dunn & Ellis
2005). Penentuan metabolit tersebut dapat dihubungkan dengan karakter tertentu
seperti terkait dengan penyakit, respon pengobatan, metabolisme obat, perlakuan
kimiawi dan sebagainya. Fave et al. (2009) mengemukakan bahwa analisis
metabolomik sangat ditentukan oleh keakuratan terhadap berbagai senyawa
metabolit yang terkandung dalam bahan yang hendak dianalisis.
Metabolomik merupakan proses menggambarkan keberadaan berbagai
objek dalam suatu target sehingga berbagai senyawa yang ada harus terekam
secara accurate (teliti) dan precise (tepat). Dengan demikian dipilih metode
instrumentasi yang sesuai kriteria sensitivitas dan selektivitas serta dapat
mengakomodasi serta mendeteksi berbagai senyawa dengan kisaran BM rendah
ke tinggi sesuai tujuan analisis (Kemsley et al. 2006)
Terdapat beberapa strategi dalam metabolomik untuk mempelajari

17
metabolom dalam suatu sistem biologis, baik itu untuk kuantifikasi metabolit
maupun hanya untuk klasifikasi sampel. Strategi tersebut adalah metabolite
profiling,

metabolite

targetted

analysis,

metabolite

fingerprinting

dan

metabonomic. Dua strategi pertama utamanya digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi metabolit, sedangkan dua yang terakhir terutama digunakan untuk
klasifikasi sampel. Pada penelitian ini, pendekatan metabolomik diarahkan untuk
pengklasifikasian sampel yaitu metabolite fingerprinting untuk mengetahui
perbedaan propolis dari masing-masing wilayah tersebut (Dunn & Ellis 2005).
Ke empat strategi ini diimplementasikan melalui beberapa teknik analisis
seperti kromatografi, spektroskopi, spektrometri massa dan kombinasi diantara
ketiganya. Menurut Hussain et al. (2009) salah satu teknik spektroskopi yang
umum digunakan dalam kajian metabolomik adalah FTIR (Fourier Transform
Infrared). FTIR menggunakan karakteristik vibrasi dalam molekul untuk
menghasilkan suatu spektra sidik jari yang fitur-fiturnya didefinisikan dari gugus
fungsi yang ada dalam sampel. Keistimewaan dari spektra FTIR suatu sampel
dengan kemudahan, kecepatan serta reprodusibilitas data yang dihasilkannya,
menjadikan FTIR sebagai metode pilihan dalam klasifikasi sampel berdasarkan
asal atau sifat biologisnya.
Adapun penggunaan teknik spekstroskopi FTIR untuk analisis sidik jari
(fingerprint) propolis masih terbatas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan penggunaan teknik spektroskopi FTIR metabolite fingerprinting.
Karakteristik sidik jari spektra FTIR ekstrak propolis dari beberapa wilayah di
Indonesia akan dikaitkan dengan bioaktivitasnya (aktivitas antioksidan) dan
spektra FTIR akan digunakan untuk memprediksi komponen bioaktif yang
terlibat.
Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi infra merah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai
untuk mengidentifikasi senyawa alami maupun buatan. Jika sinar infra merah
dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi akan
diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap.
Gambaran antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi akan
menghasilkan suatu spektrum infra merah (Ellis et al. 2004).

18
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen akan menyerap
berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah.
Daerah spektrum elektromagnetik inframerah terletak pada panjang gelombang
sekitar 400 cm-1 sampai 4000 cm-1. Seperti halnya dengan tipe penyerapan energi
yang lebih tinggi bila menyerap radiasi inframerah, penyerapan radiasi inframerah
merupakan proses kuantisasi. Hanya energi tertentu dari radiasi inframerah akan
diserap oleh molekul.
Menurut Kemsley et al. (2006) setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai
sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua
senyawa yang berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka
tidak akan ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk
serapan inframerah atau spektrum inframerah yang tepat sama. Transisi yang
terjadi didalam serapan inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi
dalam molekul. Daerah radiasi spektroskopi inframerah berkisar pada panjang
gelombang 1280-10 cm-1 atau pada 0,78-1000 cm-1.
Ada 2 jenis instrumentasi untuk absorbsi inframerah yaitu, instrumentasi
dispersi (konvension