Kerangka Teori KOMPARASI PERJANJIAN KREDIT PADA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

commit to user 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Bank

a. Pengertian Bank

Pengertian bank menurut pasal 1 angka 2 UU Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Hermansyah dalam bukunya hukum perbankan nasional Indonesia memberikan pengertian tersendiri tentang bank yaitu: “Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan usaha pemerintah maupun swasta, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana yang dimilikinya” Hermansyah, 2008 : 7. Menurut kamus hukum blacks law, pengertian bank adalah sebagai kantor uang yang berfungsi untuk menyimpan, menukar, membayar, menerima pembayaran uang tunai atau alat-alat pembayaran yang berujud surat-surat berharga lainnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 angka 3 UU Perbankan menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada Pasal 1 angka 3 UU Perbankan dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang commit to user 13 melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank

Dalam Pasal 2, 3, dan 4 UU Perbankan disebutkan yaitu bank mempunyai asas, fungsi dan tujuan sebagai berikut : i. Asas, perbankan di Indonesia melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati- hatian ii. Fungsinya adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. iii. Tujuan, perbankan di Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.

c. Usaha Pokok Bank

Bank yang pada dasarnya merupakan perantara antara Surplus Spending Unit SSU dengan Defisit Spending Unit DSU, usaha pokok bank didasarkan atas 4 hal pokok yaitu : 1 Denomination Divisibility Artinya bank menghimpun dana dari Surplus Spending Unit SSU yang masing-masing nilainya relatif kecil tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan sangat besar sehingga bank dapat memenuhi permintaan Defisit Surplus Unit DSU yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit. 2 Maturity Flexibility Artinya bank menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya seperti rekening giro, deposito berjangka, sertifikat depoito, buku tabungan, dan sebagainya. Penarikan simpanan yang dilakukan Surplus Spending Unit SSU juga bervariasi sehingga ada yang mengendap. Dana yang commit to user 14 mengendap inilah yang dipinjam oleh Defisit Spending Unit DSU dari bank yang berangkutan dan harus didasarkan atas yuridis dan ekonomis. 3 Liquidity Transformation Artinya dana yang disimpan oleh penabung SSU kepada bank umumnya bersifat likuid. Karena itu, SSU dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank diharuskan menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas atau Giro Wajib Minimumnya GMW yang ditentukan oleh Bank Indonesia yang memperhitungkan jumlah unag beredar JUB agar seimbang dengan volume perdagangan. Dengan seimbangnya jumlah uang beredar, diharapkan nilai tukar relative stabil. 4 Risk Diversification Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepda banyak pihak atau debitur dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.

d. Jenis-jenis Bank

Dalam hal ini jenis-jenis Bank itu dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu H. Malayu S.P. Hasibuan, 2009 : 30 : 1 Bank Indonesia atau Bank Sentral. Dimana Bank Indonesia pertama kali diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1953 tentang Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam Undang-Undang tersebut Bank Sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia. Dimiliki oleh Negara dan merupakan Badan Hukum. Bank Indonesia menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, mempunyai tugas pokok membantu Pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan rupiah kemudian mendorong kelancaran commit to user 15 produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan yang dimaksud Bank Indonesia sebagai Badan Hukum menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu Bank Indonesia sebagai badan hukum Publik dan badan hukum Perdata. Dalam kedudukan sebagi badan hukum Publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagi badan hukum Perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam dan diluar pengadilan. 2 Bank Umum Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran., di mana dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Sebagimana halnya fungsi dan tugas perbankan Indonesia, Bank umum juga merupakan agent of development yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugasnya Bank umum dapat melakukan kegiatan usaha pokok berikut : a Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangkan, sertifikat deposito, tabungan; b Memberikan kredit; c Menerbitkan surat pengakuan utang; d Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan nasabah; e menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga save deposit box dll. Selain usaha-usaha pokok diatas Bank Umum juga dapat melakukan kegiatan tambahan anatara lain sebagai berikut: commit to user 16 a Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia; b Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, perusahaan efek, asuransi serta lembaga keliring penyelesaian dan penyimpanan denagn memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia; c Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun dengan memenuhi ketentuan dalam perundang- undangan dana pensiun yang berlaku. Selain usaha yang diizinkan, terdapat usaha-usaha yang dilarang bagi bank umum, antara lain usaha Perasuransian. Bentuk hokum suatu bank umum dapat berupa Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan Daerah dan hanya dapat didirikan seizing Direksi Bank Indonesia. Untuk memperoleh izin usaha tersebut, wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Pendirian Bank Umum dapat dilakukan oleh : a Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; b WNI dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing dan atau badan hukum asing scara kemitraan; 3 Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat BPR adalah Bank yang tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Diamana Bank Perkreditan Rakyat meneriama simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini tugas pokok Bank Perkreditan Rakyat itu diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan moderenisasi ekonomi pedesaan commit to user 17 serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepas uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas Bank Perkreditan Rakyat tidak hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan. Untuk mewujudkan tugas pokoknya tersebut, Bank Perkreditan Rakyat dapat melakukan upaya sebagai berikut: a Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan tau yang dipersamakan dengan itu; b Memberikan kredit; c Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah; d Menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain. Sedangkan usaha-usaha yang dilarang Bank Perkreditan Rakyat yaitu : a Menerima simpanan berupa Giro dan ikut seta dalam lalu lintas pembayaran; b Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing , kecuali melakukan transaksi jual beli uang kertas asing money changer; c Melakukan penyertaan modal; d Melakukan usaha perasuransian. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat dapatdilakukan oleh : a Warga Negara Indonesia; b Pemerintah Daerah; c Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI. commit to user 18 4 Bank Devisa Dimana dalam pengertiannya Bank Devisa adalah Bank Umum, baik bersifat konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah yang dapat memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri. Bank devisa harus memperoleh suart izin dari Bank Sentral Bank Indonesia untuk dapat melakukan usaha usaha perbankan dalam valuta saing, baik transaksi ekspor-impor maupun jasa-jasa valuate asing lainnya. Tugas dan usaha dari Bank Devisa antara lain : a Melayani lalu lintas pembayaran baik dalam maupun luar negeri; b Melayani pembukaan dan pembayaraan LC; c Melakukan jual beli Valuta Asing; d Menerima tabungan Valuta Asing Dll.

2. Tinjauan Umum tentang Bank Syariah

a. Pengertian Bank Syariah

Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuanganperbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan- ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. commit to user 19

b. Sistem Operasional Bank Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan misalnya modal usaha, dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi: 1 Sistem Penghimpunan Dana, Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas: a Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik owner. Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan fixed assetnon earning asset. Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam commit to user 20 prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b Investasi, Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana shahibul maal dengan pengelola dana mudharib, dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. 2 Sistem Penyaluran Dana, Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu: a Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’. b Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa yang dilakukan dengan prinsip sewa ijarah. Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa. c Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah. d Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah commit to user 21

3. Tinjauan tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 pengertian Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah “suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian” Salim H.S., 2003 : 16. Perjanjian adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan promissory agreement diantara dua pihak atau lebih yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum Black, Henry Campbell, 1968 : 394 Pengertian perjanjian menurut Subekti sebagaimana yang dikutip Johannes Ibrahim dalam bukunya adalah sebagai berikut: “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” Johnny Ibrahim, 2004 : 22. Dari pengertian perjanjian tersebut di atas mempunyai unsur yang sama yaitu adanya para pihak subyek, adanya kata sepakat konsensus dan adanya tujuan tertentu. Bagi penulis mempunyai pendapat yang mengarah kepada Subekti yaitu bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut Salim H.S., perjanjian adalah “hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan” Salim H.S., 2003 : 17. Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian : “suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk commit to user 22 memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk menunaikan prestasi” M. Yahya Harahap, 1986 : 6.

b. Syarat Sahnya Perjanjian

Agar suatu perjanjian dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu. Persyaratan yuridis agar suatu perjanjian dianggap sah meliputi : 1 Syarat sah yang subjektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata 2 Syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian yang subjektif adalah : 1 Sepakat mereka yang mengikatkan diri Kesepakatan merupakan kesesuaian kehendak mereka yang mengikatkan diri. Kata sepakat muncul dari kemauan bebas dari para pihak yang dinyatakan dalam isi perjanjian. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tulisan. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur yaitu unsur paksaan dwang, duress, penipuan bedrog, fraud, kesilapan dwaling, mistake. Kata sepakat yang diberikan karena penipuan, paksaan atau kesilapan maka dapat diadakan pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari orang-orang yang berkepentingan. Adapun unsur-unsur sepakat adalah : a Offerte penawaran adalah pernyataan pihak yang menawarkan. b Acceptasi penerimaan adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran. 2 Cakap Untuk membuat Suatu Perjanjian Kecakapan bertindak adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian commit to user 23 haruslah orang yang cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum. Sesuai Pasal 1329 KUHPerdata, “Setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap” R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1999 : 341. Seseorang dikatakan cakap hukum apabila laki-laki atau wanita yang telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah. Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu : a Orang-orang yang belum dewasa b Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan c Orang-orang perempuan, dalam hal ini telah ditetapkan Undang- undang telah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963. Sedangkan menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk syarat sahnya perjanjian yang objektif adalah : 3 Mengenai suatu hal tertentu Suatu hal tertentu menyangkut obyek umum perjanjian atau mengenai bendanya. Obyek perjanjian harus jelas, syarat ini diperlukan untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak jika terjadi perselisihan. Suatu hal tertentu berkaitan dengan objek perjanjian Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut : a Objek yang akan ada, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. b Objek yang dapat diperdagangkan barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian. commit to user 24 4 Suatu sebab yang halal Sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian, apakah isi perjanjian dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 KUHPerdata.

c. Asas-asas Perjanjian

Menurut Rutten dalam Purwahid Patrik ada empat asas hukum yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu Purwahid Patrik, 1994 : 66 : 1 Asas konsensualisme, artinya perjanjian itu lahir karena adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak dari para pihak. 2 Asas kekuatan mengikat, artinya para pihak apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian tersebut mempunyai kekuatan mengikat bagi para pembuatnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. 3 Asas Kebebasan Berkontrak, artinya setiap orang bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian. Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 yaitu : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Kebebasan berkontrak adalah bagian dari hak-hak dasar manusia, tetapi perlu adanya pembatasan bagi kebebasan ini, karena manusia adalah mahkluk sosial dan hukum perdata tidak hanya bertujuan untuk melindungi masyarakat pada umumnya. Pembatasan tersebut diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu sebab terlarang apabila, dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”. 4 Asas Kepercayaan Vertrouwensbeginsel, Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara commit to user 25 kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa ada kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

d. Subyek Perjanjian

Subyek perjanjian ialah pihak-pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang terlibat pada perjanjian itu : 1 Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri; 2 Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapatkan hak daripadanya; dan 3 Pihak ketiga Mariam Darus Badrulzaman, 2001 : 22.

e. Obyek Perjanjian

Ditinjau dari objeknya prestasi, maka perjanjian terbagi menjadi tiga macam, yaitu : 1 Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang; 2 Perjanjian untuk berbuat sesuatu; dan 3 Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu Salim H.S., 2003 : 3. Obyek dari perjanjian atau prestasi harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Jika ada salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasinya, maka pihak yang tidak memenuhi prestasi tersebut dikatakan wanprestasi. Namun hal tersebut dapat diperkecualikan dalam hal memaksa atau overmacht, di mana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya karena sebab di luar dirinya. Hal memaksa tersebut misalnya, bencana alam, meninggal dunia, kecelakaan dan lain-lain. commit to user 26

f. Risiko Perjanjian

Di dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer ajaran tentang risiko. Resicoleer adalah suatu ajaran di mana seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian, ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa overmacht Salim H.S., 2003 : 101.

4. Tinjauan tentang Perikatan Islam Akad

a. Pengertian Hukum Perikatan

Dalam literatur ilmu hukum, terdapat berbagai istilah yang sering dipakai sebagai rujukan disamping istilah “hukum perikatan” untuk menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat. Ada yang menggunakan istilah “hukum perhutangan”, “hukum perjanjian” ataupun “hukum kontrak”. Masing-masing istilah memiliki titik tekan tersendiri. Perhutangan menurut Prof. Subekti SH dalam bukunya, Hukum Perjanjian adalah, “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu“. Istilah perhutangan biasanya diambil karena suatu transaksi mengakibatkan adanya konsekuensi yang berupa suatu peristiwa tuntut- menuntut. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata ialah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Hukum perjanjian digunakan apabila melihat bentuk nyata dari transaksi, perjanjian menurut Prof. Subekti SH adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. Apabila pengaturan hukum itu mengenai perjanjian yang berbentuk tertulis, orang sering menyebutnya sebagai hukum kontrak. Sedangkan digunakannya istilah hukum perikatan untuk menggambarkan bentuk commit to user 27 abstrak dari terjadinya keterikatan para pihak yang mengadakan transaksi tersebut, yang tidak hanya timbul dari adanya perjanjian antara para pihak, namun juga dari ketentuan yang berlaku diluar perjanjian tersebut yang menyebabkan terikatnya para pihak untuk melaksanakan tindakan hukum tertentu. Tampak bahwa hukum perikatan memiliki makna yang lebih luas dibandingkan dengan hukum perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan akad atau perjanjian adalah janji setia kepada Allah SWT, dan juga meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K Lubis, 1994 : 2. Bahwa substansi dari hukum perikatan Islam lebih luas daripada materi yang terdapat pada hukum perikatan barat. Hal ini dapat dilihat dari keterikatan hukum perikatan sendiri dengan hukum Islam yang tidak hanya mengatur hubungan antar manusia tapi juga manusia dengan Tuhannya dan dengan alam sekitarnya, hal ini dimaksudkan untuk proteksi yaitu, untuk melindungi manusia dari terhadap kelemahan sifat-sifat manusia yang berpotensi untuk saling menguasai atau melampaui batas-batas hak orang lain. Para ahli hukum Islam jumhur ulama memberikan definisi akad sebagai pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya. “Dasar hukum perjanjian islam dalam Kaidah fiqhiyah menyebutkan pada dasarnya perjanjian itu adalah kata sepakat kedua belah pihak dan akibatnya adalah apa yang mereka tetapkan melalui janji” Ali Ahmad an- Nazawi dikutip oleh Yusdani dalam Millah, 2002 : 74. Menurut A. Gani Abdullah, dalam hukum perikatan Islam titik tolak yang paling membedakannya adalah pentingnya unsur ikrar ijab kabul dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar ijab kabul, maka terjadilah ‘aqdu’ perikatan Gemala Dewi, 2005 : 47. commit to user 28 Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antar hukum Islam dan KUH Perdata adalah dalam hal tahap perjanjiannya. Hukum perikatan Islam mengatur bahwa janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua dua tahapan, setelah itu baru lahir perikatan. Sedangkan dalam KUH Perdata, perjanjian antara pihak pertama dan pihak kedua merupakan satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan.

b. Karakteristik dan Asas-Asas Hukum Perikatan Islam

Islam merupakan ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT, seluruh bidang kehidupan diatur disana. Salah satu bidang yang diatur adalah bidang hukum, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum yang berlaku dimasyarakat. Menurut Yusuf Qardawi karakteristik hukum dalam Islam adalah : 1 Komprehensivitas, Komprehensivitas mengandung arti bahwa hukum diterapkan bukan hanya untuk seseorang individu tanpa keluarga dan bukan ditetapkan hanya untuk satu keluarga, serta bukan ditetapkan hanya untuk satu bangsa-bangsa dunia lainnya, baik bangsa penganut ahlul kitab maupun kaum penyembah berhala paganisme. Selain itu komprehensivitas hukum Islam juga terlihat dalam implikasi hukumnya yang menyentuh sampai pada inti terdalam berbagai permasalahan, faktor yang mempengaruhi hukum, dan yang terpengaruh oleh hukum. 2 Realisme. Realisme mengandung arti tidak mengabaikan kenyataan dalam setiap yang dihalalkan maupun yang diharamkan pembolehan dan pelarangan terkait dengan kepentingan manusia sehingga harus diperhatikan. Selain itu, Hukum Islam cenderung pada kemudahan dan keringanan yang dapat sesuai dengan setiap situasi dan kondisi di setiap zamannya. Dalam kaitannya dengan hukum perikatan Islam, asas hukum perikatan Islam adalah sebagai berikut Faturahman Jamil, 2001 : 249-251. commit to user 29 a Asas Ilahiyah, Setiap tingkah laku manusia tidak akan pernah lepas dari pengawasan Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam firmannya “ Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” QS. Al Hadid : 4. Kegiatan muamalah, termasuk perbuatan perikatan tidak akan pernah lepas dari nilai-nilai ketauhidan, karena dengan demikian setiap manusia memiliki rasa tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap pihak kedua, tanggung jawab terhadap masyarakat dan tanggung jawab terhadap Allah SWT. Hal ini sangat penting agar manusia tidak dikuasai oleh nafsu untuk menguasai orang lain demi kepentingannya sendiri. b Asas kebebasan, Islam memberikan kebebasan pada para pihak untuk melakukan perikatan, demikian pula mengenai bentuk dan isi perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak, dan apabila telah disepakati maka perikatan tersebut bersifat mengikat para pihak yang menyepakatinya dengan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Namun, kebebasan ini tidak bersifat absolut, sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam, maka perikatan itu boleh dilaksanakan. Menurut Faturahman Jamil, “syariah Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai dengan yang diinginkan, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran agama.” Kebolehan ini juga dapat dilihat dari hadits Rasulullah, “kamu sekalian adalah lebih mengetahui dengan urusan keduniaanmu”. Kaidah fiqih menyebutkan bahwa segala sesuatunya adalah boleh atau mubah sampai ada dasar hukum yang melarangnya, ketentuan ini berlaku bagi hukum muamalah sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi Muhammad SAW “apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal dan apa-apa yang diharamkan commit to user 30 Allah adalah haram dan apaapa yang didaiamkan dimaafkan. Maka, terimalah dari Allah pemaafan-Nya. Sesungguhnya Allah itu tidak melupakan sesuatupun.” HR. Al-Bazar dan At- Thabrani. Setelah terjadinya kesepakatan para pihak, sangat ditekankan bagi para pihak untuk memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam perikatan, Dasar hukumnya adalah “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu.” QS.Al- Maidah 5 : 1 c Asas persamaan atau kesetaraan, Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan suatu perikatan, dimana para pihak menentukan hak dan kewajiban masing- masing didasarkan pada asas persamaan atau kesetaraan, tidak boleh ada kezaliman yang dilakukan dalam perikatan tersebut. Dalam Al-Quran disebutkan “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” QS. Al- Hujurat 49 : 13. d Asas keadilan, Adil Al Adlu merupakan salah satu sifat Allah SWT yang seringkali disebutkan dalam Al-Quran, Allah SWT seringkali menekankan kepada, manusia untuk bersikap adil dalam melakukan perbuatan, karena adil menjadikan manusia lebih dekat pada ketakwaan. Disebutkan dalam firman-Nya “Katakanlah: “Tuhanku menyuruh supaya berlaku adil.” QS. Al-A’raaf 7: 29 Dan dalam QS. Al-Maidah 5: 8 disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang- orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat commit to user 31 kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Menurut Yusuf Qardhawi, keadilan adalah keseimbangan antara berbagai potensi individu, baik moral ataupun materiil, antara individu dan masyarakat, dan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya yang berlandaskan pada syariah Islam. Dalam asas ini, para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya e Asas kerelaan, Dalam QS. An-Nisa 4: 29 “Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka.” Dapat disimpulkan bahwa segala transaksi yang dilakukan haruslah dilakukan atas dasar suka sama suka kerelaan antara masing- masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan, penipuan, dan misstatement. Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka perikatan tersebut dapat dibatalkan karena dilakukan dengan cara yang batil. Unsur sukarela ini menunjukkan keikhlasan dan itikad baik dari para pihak. f Asas kejujuran dan kebenaran, Kejujuran merupakan hal yang harus ada dalam perikatan karena jika tidak diterapkan maka akan merusak legalitas perikatan, selain itu juga dapat menimbulkan perselisihan diantara para pihak. Disebutkan dalam firmanNya QS. Al-Ahzab 33 : 70 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan benar.” Perbuatan muamalat dapat dikatakan benar jika memiliki kemanfaatan bagi para pihak yang melakukan perikatan dan juga bagi masyarakat dan commit to user 32 lingkungannya, sedangkan perbuatan muamalat yang mendatangkan madharat adalah dilarang. g Asas tertulis, Quran Surah Al-Baqarah 2 : 282-283, menyebutkan bahwa Allah SWT menganjurkan kepada manusia hendaklah suatu perikatan dilakukan secara tertulis, dihadiri oleh saksi-saksi, dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perikatan, dan yang menjadi saksi. Selain itu, dianjurkan pula bahwa apabila suatu perikatan dilaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang suatu benda sebagai jaminannya. Adanya tulisan , saksi, danatau benda jaminan ini menjadi alat bukti atas terjadinya perikatan tersebut.

c. Konsep Perikatan akad dalam Hukum Islam

1 Konsep perikatan akad, Al-Quran setidaknya menyebutkan dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu al-‘aqdu akad dan al-‘ahdu janji. Akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Ikatan al-rabth maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya sehingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu Gufron A. Mas’adi, 2002 : 75. Menurut Faturahman Jamil, istilah al-’aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-‘ahdu janji dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain Faturrahman Jamil, 2001 : 247-248. Para ahli hukum Islam jumhur ulama memberikan definisi akad sebagai “pertalian antara ijab kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.” Abdoerraoef dalam bukunya Al-Quran dan Ilmu Hukum: A Comparative Study commit to user 33 menyebutkan bahwa perikatan al-‘aqdu melalui tiga tahapan Gemala Dewi, 2005 : 46, yaitu : a Al ‘Ahdu perjanjian, yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk melaksanakan janjinya tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Ali Imran 3 : 76. b Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama, persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji pihak pertama. c Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka terjadilah apa yang dinamakan ‘aqdu’ oleh Al-Qur’an yang terdapat dalam QS. Al-Maidah 5:1. Maka, yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau ‘ahdu itu, tetapi ‘aqdu.

5. Tinjauan tentang Kredit

a. Pengertian Kredit

Kredit berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayan. Dengan demikian kredit diberikan kreditur kepada pihak lain debitur atas dasar kepercayaan bahwa penerima kredit akan dapat memenuhi segala kewajiban sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Menurut OP. Simorangkir 2000 : 1, dalam bukunya Budi Untung yang berjudul Kredit Perbankan Di Indonesia, kredit diartikan pemberian prestasi uang, barang dengan balas prestasi kontraprestasi yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. UU Perbankan, Pasal 1 angka 11 memberikan definisi: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, commit to user 34 berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dari pengertian-pengertian tersebut penulis menyimpulkan pengertian kredit adalah penyediaan uang, barang atau jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara debitur dan kreditur dengan harapan bahwa debitur akan memenuhi segala kewajibannya kepada kreditur di masa yang akan datang.

b. Unsur-Unsur Kredit

Kredit diberikan atas dasar kepercayaan sehingga pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa pemberi kredit benar- benar yakin penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal itu, unsur-unsur kredit adalah : 1 Kepercayaan Yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi yang diberikan uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2 Waktu Yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3 Degree of risk Yaitu risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan kontraprestasi yang akan diterimanya di kemudian hari. Semakin lama waktu kredit maka semakin tinggi pula resikonya, sehingga terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang commit to user 35 menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko ini maka dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit. 4 Prestasi Yaitu obyek kredit bank baik berbentuk uang, barang atau jasa. Tapi yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan adalah dalam bentuk uang. Disamping unsur-unsur di atas rnasih terdapat penggolongan unsur kredit yang lain, yaitu: a Adanya dua pihak, yaitu pemberi kredit kreditur dan penerima kredit debitur. b Adanya kepercayaan pemberi kredit kepada penerima kredit yang didasarkan atas credit rating penerima kredit. c Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak bank dengan pihak lainnya yang berjanji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit. d Adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit. e Adanya unsur waktu. f Adanya unsur resiko. Resiko di pihak pemberi kredit adalah gagal bayar, sedangkan resiko di pihak penerima kredit adalah kecurangan dari pihak kreditur. g Adanya unsur bunga sebagai kompensasi prestasi kepada pemberi kredit Budi Untung, 2000 : 3

c. Fungsi Kredit

Kredit mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Oleh karena itu bank selalu diikutsertakan dalam menentukan kebijakan di bidang perekonomian. Fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan antara lain sebagai berikut : 1 Kredit dapat meningkatkan daya guna uang. 2 Kredit meningkatkan daya guna suatu barang. commit to user 36 3 Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 4 Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat. 5 Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi. 6 Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional. 7 Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional Budi Untung, 2000 : 4

d. Jenis dan Macam Kredit

Dalam praktek perbankan kredit dapat dibedakan berdasarkan : 1 Jangka Waktunya a Kredit jangka pendek Yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Setelah berakhir jangka waktunya biasanya oleh bank diberi perpanjangan waktu lagi atas permohonan debitur. b Kredit jangka menengah Yaitu kredit yang berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. c Kredit jangka panjang Yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah investasi yang bertujuan untuk menambah modal perasahaan dalam jangka rehabilitasi, ekspansi perluasan, dan pendirian proyek baru. 2 Menurut Sifat penggunaannya a Kredit investasi Yaitu kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. b Kredit modal kerja Yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. commit to user 37 3 Menurut Tujuannya a Kredit produksi atau eksploitasi. Yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi untuk meningkatkan barang atau jasa. b Kredit perdagangan. Yaitu yang digunakan untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan pada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. c Kredit konsumtif Yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seorang atau badan usaha. 4 Menurut Jaminannya a Kredit dengan jaminan. Yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan itu dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. b Kredit tanpa jaminan. c Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik debitur Budi Untung, 2000 : 5 commit to user 38

B. Kerangka Pemikiran