Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Kecap CV Maja Menjangan di Kabupaten Majalengka

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN
USAHA KECAP CV MAJA MENJANGAN
DI KABUPATEN MAJALENGKA

HASTRIRATNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Kelayakan Pengembangan Usaha Kecap CV Maja Menjangan di Kabupaten
Majalengka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Hastriratna
NIM H34114037

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ii

i


ABSTRAK
HASTRIRATNA. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Kecap CV
Maja Menjangan di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh WAHYU
BUDI PRIATNA
Terdapat beberapa merek kecap yang menguasai pasar nasional,
namun banyak juga terdapat perusahaan kecap berskala kecil yang
menguasai daerah tertentu di seluruh Indonesia. CV Kecap Maja Menjangan
(MM) merupakan salah satu perusahaan yang turut meramaikan industri
kecap skala kecil di Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis kelayakan pengembangan kecap yang akan dilakukan CV MM
di Majalengka. Lokasi penelitian dilakukan di CV MM, kabupaten
Majalengka. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menilai
kelayakan usaha berdasarkan aspek non finansial berupa aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial dan lingkungan.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial
berdasarkan kriteria penilaian investasi dan analisis switching value. Hasil
analisis yang diperoleh menunjukkan usaha kecap CV MM baik dalam
kondisi sebelum maupun sesudah pengembangan layak untuk dijalankan.
Kata kunci: kelayakan, kecap, CV Maja Menjangan


ABSTRACT
HASTRIRATNA. Development feasibility analysis of soy sauce business
belonging to CV Maja Menjangan in the Majalengka Sub-District.
Supervised by WAHYU BUDI PRIATNA.
There are several brands of soy sauce market that dominate the
national market however there are also many local-scale soy sauce company
that control of certain areas in Indonesia. CV Maja Menjangan is one of the
companies that helped to enliven the small-scale soy sauce industry in West
Java. The purpose of this research is to analyze the development feasibility
that are going to be performed of CV MM. The research was conducted at
the CV MM in the Majalengka Sub-District. Data analysis method which is
used on this research is qualitative and quantitative method. Qualitative
analysis is used to analyze feasibility based on non-financial aspect such as
market aspect, technical aspect, management and law aspect, and also social
and environmental aspect. Quantitative analysis is used to analyze
feasibility of financial aspect based on investment criteria and switching
value analysis. The result of this feasibility analysis shows that soy sauce
business in the pre and post development condition in CV MM is feasible to
run.

Key words : feasibility, soy sauce, CV Maja Menjangan

ii

iii

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA
KECAP PADA CV MAJA MENJANGAN
DI KABUPATEN MAJALENGKA

HASTRIRATNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

v

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Kecap CV Maja
Menjangan di Kabupaten Majalengka
Nama
: Hastriratna
NIM
: H34114037

Disetujui oleh

Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa
ta’ala, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih kelayakan usaha, dengan judul
Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Kecap CV Maja Menjangan di
Kabupaten Majalengka.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua,

kakak adik tersayang, serta sahabat yang telah memberikan dukungan, doa,
dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan.
Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Tintin Sarianti, SP, MM
sebagai dosen evaluator kolokium yang telah memberikan banyak saran,
keluarga besar CV Maja Menjangan yang telah memberikan kesempatan
untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan telah membantu selama
pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Hastriratna

viii

ix


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan Kecap
Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
x
x
1
1
5
6
6
7
7
8

9
10
10
16
18
18
18
18
24
24
32
42
42
43
43
45

x

DAFTAR TABEL


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jumlah produksi komoditi subsektor tanaman pangan (ton) tahun 2009-2012
Nilai konsumsi jenis bumbu-bumbuan tahun 2008-2012
Jumlah UMKM dan produksi kecap di Kabupaten Majalengka
Penawaran dan permintaan kecap CV MMa
Upah pekerja CV MMa
Biaya investasi yang digunakan dalam perhitungan
Hasil kelayakan investasi CV MM sebelum pengembangan
Analisis switching value CV MM sebelum pengembangan
Biaya investasi yang digunakan dalam perhitungan
Hasil kelayakan investasi CV MM setelah pengembangan
Analisis switching value CV MM setelah pengembangan

1
2
4
25
28
34
35
36
39
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pemikiran operasional
Tata letak CV MM
Struktur organisasi CV MM

17
28
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Dokumentasi penelitian
Cashflow CV MM sebelum pengembangan
Laba rugi CV MM sebelum pengembangan
Switching value kenaikan harga gula aren sebelum pengembangan
Switching value CV MM penurunan produksi sebelum pengembangan
Cashflow CV MM setelah pengembangan
Laba rugi CV MM setelah pengembangan
Switching value kenaikan harga gula aren CV MM setelah pengembangan
Switching value penurunan produksi CV MM setelah pengembangan

45
47
49
49
51
53
56
56
58

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri pangan merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi
atau sumbangan ke dalam PDB di Indonesia. Industri pangan masuk dalam
kategori Perdagangan, Hotel dan Restoran. Menurut Badan Pusat Statistik (2013),
tiga sektor utama pembentukan PDB pada tahun 2008 sampai 2012 adalah Sektor
Pertanian; Industri Pengolahan; dan Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Ke-3
sektor tersebut mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu
sebesar 56,3% pada tahun 2008, 55,0% pada tahun 2009, 53,8% pada tahun 2010,
52,8% pada tahun 2011 serta 52,3% pada tahun 2012. Subsektor yang
menghasilkan kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan adalah subsektor
tanaman pangan. Subsektor ini menghasilkan beberapa komoditi seperti yang
ditunjukkan oleh Tabel 1. Komoditi tersebut dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah produksi komoditi subsektor tanaman pangan (ton) tahun 20092012
Komoditi
2009
2010
2011
2012
Padi
60 325 925 64 398 890
66 411 469
68 061 715
3 156 154
3 220 884
3 451 278
3 253 578
Padi Ladang
Padi Sawah
57 169 771
61 108 445
63 018 116
64 808 137
Jagung
17 392 246
16 317 252
17 592 309
18 327 636
293 976
Kacang Hijau
297 997
315 400
291 705
698 982
Kacang Tanah
770 034
776 596
779 228
819 446
Kedelai
1 880 977
972 945
907 031
2 172 437
Ubi Jalar
21 756 991
2 057 913
2 051 046
Sumber: Kementrian Pertanian (2013)

Tabel 1 memperlihatkan jumlah produksi dari komoditi yang termasuk ke
dalam subsektor tanaman pangan. Salah satu tanaman yang termasuk tanaman
pangan adalah kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi beberapa produk turunan,
seperti tahu, tempe, kecap, dan susu. Kedelai merupakan salah satu pangan
strategis bagi bangsa Indonesia yang merupakan sumber gizi protein nabati utama.
Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 240 000 ton setiap tahunnya. Sampai saat
ini produksi kedelai lokal hanya mampu memenuhi 20% sampai dengan 30%
kebutuhan kedelai nasional, sehingga pemerintah masih harus mengimpor kedelai
dari beberapa negara penghasil kedelai dunia seperti United State of America,
Brazil, Argentina, China, India dan Paraguay. Dengan demikian Indonesia masih
menggantungkan 70% - 80% kebutuhan kedelai pada impor dari negara lain.
Saat ini sebagian besar kedelai yang dikonsumsi masyarakat telah melalui
proses pengolahan. Pengolahan kedelai dapat dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi
kedelai salah satunya akan menghasilkan kecap. Industri kecap merupakan salah
satu industri pangan yang berkembang di Indonesia. Hal ini

2

terlihat dari banyaknya perusahaan-perusahaan berskala kecil, sedang,
maupun besar yang memproduksi kecap. Terdapat beberapa merek kecap
yang menguasai pasar nasional, namun banyak juga terdapat perusahaan
berskala lokal (Usaha Kecil Menengah) yang menguasai daerah tertentu
yang tersebar di seluruh Indonesia. Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
bergerak di berbagai kegiatan ekonomi, merupakan sektor penting dalam
mengatasi masalah yang dihadapi oleh bangsa yakni pengangguran dan
kemiskinan. Peran UKM yang saat ini tersebar di seluruh Indonesia, tidak
saja diharapkan mampu meningkatkan lapangan kerja, dan mengatasi
masalah pengangguran, tetapi sekaligus juga dapat mendorong peningkatan
pembangunan daerah.
Pada awalnya, industri kecap di Indonesia bermula dari industri
rumah tangga, yang biasanya memiliki skala produksi yang terbatas. Pada
Tabel 2 menunjukkan nilai konsumsi kecap sebagai salah satu bumbu
pelengkap mulai dari tahun 2008-2012. Berdasarkan data yang diperoleh
dari BPS, diketahui bahwa pada tahun 2008 nilai konsumsi kecap
merupakan yang tertinggi diantara bumbu lainnya. Penurunan konsumsi
kecap terjadi pada tahun 2009 dan 2010 namun konsumsi kecap kembali
meningkat pada tahun selanjutnya. Hal ini dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2 Nilai konsumsi jenis bumbu-bumbuan tahun 2008-2012
Tahun
Jenis Bumbu-Bumbuan
2008
2009
2010
2011
2012
Kecap (140 ml)
186
112
112
122
118
Saus Tomat (140 ml)
37
22
168
194
220
Garam (ons)
90
187
99
120
126
Kemiri (ons)
75
84
76
88
108
Merica (ons)
74
89
79
88
111
Sumber : BPS (2013)

Pertumbuhan industri kecap saat ini cukup besar1, dimana menurut
Dicky Saelan, Manajer Pemasaran PT Unilever Indonesia (produsen Kecap
Bango), dikatakan bahwa pertumbuhan bisnis kecap luar biasa. Setiap
tahunnya, secara nasional terjadi peningkatan sebesar 10% sampai dengan
20%. Saat ini konsumsi kecap per tahun mencapai sekitar 130 juta liter
dengan market size Rp 3 triliun. Menurut Burhan, Manajer Pemasaran Sari
Sedap Indonesia, populasi penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa membuat
bisnis kecap di Indonesia cukup menggiurkan. Kecap dipilih karena produk
ini merupakan bahan yang dibutuhkan oleh hampir setiap rumah tangga.
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Jawa Barat yang terkenal dengan citra rasa kecap yang sangat
khas2. Di Majalengka terdapat banyak UKM Kecap yang terkenal. Kecap
Majalengka dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat terutama
masyarakat perkotaan di Majalengka hal ini karena kecap Majalengka
1
2

Kristanti,”Makin Gurih Kecapnya Makin Legit Labanya”, Kompas. 23 September 2013
Hartana,”Menembus Kota Angin Majalengka”,Kompas, diakses dari
http//:travel.kompas.comMenembus.Kota.Angin.Majalengka,pada tanggal 8 Maret 2013

3

memiliki citra rasa tersendiri. Kualitas produksi kecap di Majalengka dapat
dikatakan cukup baik, terbukti dengan keberadaan produk yang telah
mampu menembus pasar lokal, regional dan nasional. Sebagai produk yang
mempunyai citra rasa tersendiri, kecap Majalengka dapat menjadikan daya
tarik bagi para konsumen yang melintas ke Kabupaten Majalengka ataupun
pengunjung wisata untuk membeli kecap khas Majalengka.
CV Kecap Maja Menjangan (MM) merupakan salah satu perusahaan
yang turut meramaikan industri kecap skala kecil di Jawa Barat. CV MM
berdiri sejak tahun 1940 dan merupakan perusahaan kecap tertua di
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Kecap MM merupakan kecap yang
dibuat melalui proses fermentasi kedelai hitam yang dilakukan secara
tradisional. Produk yang dihasilkan hanya satu varian rasa dengan tiga
ukuran kemasan yang berbeda. Perusahaan ini mengalami masa kejayaan
pada era tahun 1980-an sampai dengan awal dekade 1990-an dan saat itu
merupakan market leader untuk kecap lokal Kabupaten Majalengka. Kecap
Maja Menjangan ini merupakan salah satu merek yang cukup melegenda di
Majalengka karena proses pembuatannya yang dilakukan secara tradisional3.
Saat ini perusahaan harus berkompetisi dengan perusahaanperusahaan kecap besar berskala nasional maupun perusahaan lokal di
Majalengka. Di tataran lokal Majalengka saja, saat ini terdapat sekitar 35
perusahaan kecap. Jumlah UMKM di industri kecap terdapat pada Tabel 3.
Belum lagi persaingan dengan perusahaan kecap nasional, dimana
persaingan dalam industri kecap saat ini sangat kompetitif dengan hadirnya
perusahaan-perusahaan besar. Ada banyak merek kecap di Indonesia dengan
pemain besar seperti kecap Bango (Unilever), kecap ABC (Heinz ABC),
kecap Nasional (Sari Sedap Indonesia), kecap Indofood (Indofood), kecap
Sedap (Wings Food). Perubahan iklim persaingan tersebut memberikan
dampak kepada kelangsungan perusahaan Kecap Maja Menjangan. Menurut
data potensi industri kecap Disperindag Kabupaten Majalengka tahun 2007,
kecap Maja Menjangan menduduki peringkat keempat, dimana peringkat
pertama diduduki oleh Kecap H. Santana, peringkat kedua Kecap Sari Dele
dan peringkat ketiga Kecap Ayam Jago (Muliasih, 2010).
Kendati CV MM sudah memiliki konsumen yang tetap sebagai
mitranya, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh mitra seperti
kesepakatan besama itu menjadi tolak ukur CV MM sendiri untuk
menjalankan keberlangsungan usahanya dengan mitra tersebut. Seiring
bertambahnya jumlah permintaan kecap dari pihak mitra ke CV MM juga
menyebabkan perlu adanya pengembangan pada usaha kecap tersebut demi
tercapainya target yang sudah ditentukan oleh kesepakatan bersama antara
kedua belah pihak.
Studi kelayakan sangat diperlukan oleh CV MM. khususnya terutama
bagi para investor selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan
pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundangundangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama
lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat
keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat
Wardani,”Kecap
Legendaris
dari
Majalengka”,Tribunnews,diakses
http//:www.tribunnews.com/2011/03/02/,pada tanggal 5 Maret 2013
3

dari

4

keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya,
pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara
makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dan lain-lain.
Pentingnya dilakukan analisis kelayakan dalam penelitian di CV MM ini
untuk mengetahui apakah setelah melakukan pengembangan perusahaan
tetap berada dalam kondisi layak atau tidak.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Tabel 3 Jumlah UMKM dan produksi kecap di Kabupaten Majalengka
Perusahaan
Kecamatan
Total Produksi
(Botol per tahun)
Ikan Mas Koki
Dawuan
20 000
Sari
Sumberjaya
Kecap Ayam Jago
Cigasong
H. Dedi J
Cikijing
Cap Matahari Sugiri
Dawuan
Cap Potret Matahari
Dawuan
15 000
Kambing
Dawuan
1 200
Kecap Cap Gurame
Talaga
Kecap Cap Sate
Kadipaten
183 000
Kecap Potret Matahari
Kadipaten
180 000
Terbit
Kecap Panggang Ayam
Kadipaten
45 000
Panggang Ayam
Kadipaten
9 300
Sapyudin
Banjaran
Anton
Banjaran
Anton Yulianto
Kadipaten
Ijoh
Sindangwangi
960
Oman
Sindangwangi
840
CV Maja Menjangan
Majalengka
144 778
Eeny Riani
Majalengka
H. Saroni
Majalengka
Saridele
Majalengka
H. Saniana
Sumberjaya
Segitiga
Sumberjaya
30 000
Ban Bersayap
Sumberjaya
12 000
Ayam Jago
Majalengka
225 000
Dua Bintang
Majalengka
84 000
Moh. Suherman
Cigasong
7 000
Kecap Tauhid
Cigasong
840
Tohri
Talaga
Iyan Dasiyah
Leuwimunding
750
Surahman
Bantarujeg
Tata
Talaga
Ajud Tajudin
Talaga
Deden Hardian
Talaga
Roda Bersayap
Majalengka
-

Sumber : Dikoperin Kabupaten Majalengka (2013)
Keterangan
: - : tidak melaporkan

5

Perumusan Masalah
Kecap merupakan salah satu produk olahan kedelai yang sejak lama
akrab di lidah masyarakat nusantara. Sebagian dari masyarakat telah
menganggap kecap sebagai bumbu pelengkap yang tak bisa dipisahkan dari
setiap sajian yang dimasak setiap hari. Majalengka merupakan daerah yang
yang terkenal akan produksi kecapnya di provinsi Jawa Barat. Salah satu
kecap Majalengka yang dikenal oleh masyarakat adalah kecap yang
dihasilkan oleh CV MM, yaitu kecap dengan merek dagang Maja
Menjangan. CV MM merupakan kebanggaan daerah Majalengka karena
merupakan perusahaan kecap tertua karena pertama kali berdiri di daerah
tersebut.
Usaha ini telah berdiri sejak tahun 1940 dan saat ini dikelola oleh
generasi kedua. Usaha ini dikenal dengan kecapnya yang memiliki cita rasa
yang unik, proses produksi melalui fermentasi alami dan diolah secara
tradisional. Produk yang dihasilkan oleh CV MM hanya 1 varian rasa
dengan 3 ukuran kemasan yang berbeda. Kecap legendaries ini diminati
oleh konsumen yang tidak hanya berasal dari Kabupaten Majalengka tetapi
juga dari beberapa daerah seperti Kuningan, Cirebon, Indramayu, Bandung,
Bogor, dan Jakarta.
Saat ini produksi kecap per bulan sebanyak 12 152 botol yang terdiri
dari 5 000 botol kecap ukuran 140 ml, 5 091 botol ukuran 275 ml dan 1 061
botol ukuran 575 ml dan permintaan kecap yang ada dan belum dipenuhi
sebanyak 15 081 botol yang terdiri dari 7 500 botol kecap ukuran 140 ml, 6
364 botol ukuran 275 ml dan 608 botol ukuran 575 ml. Terjadi gap karena
CV MM tidak mengoptimalkan jam kerja yang seharusnya dimulai pukul 8
pagi hingga pukul 5 sore. Pekerja CV MM hanya bekerja hingga pukul 1
siang. Melihat kondisi permintaan yang ada pada saat ini sangat
disayangkan jika tidak dilakukan penambahan produksi. CV MM berencana
mengembangkan usaha dan menambah kapasitas produksi. Dengan
mengoptimalkan jam kerja yang ada maka produksi akan bertambah
menjadi 14 472, sehingga CV MM dapat memenuhi seluruh permintaan dari
konsumennya. Selain mengoptimalkan jam kerja yang ada, perusahaan juga
ingin melakukan pengembangan terhadap bentuk produk kecapnya.
Pengembangan yang akan dilakukan perusahaan ialah dengan membuat
kecap dengan menggunakan kemasan pouch ukuran 220 ml. Kemasan
pouch ini merupakan salah satu bentuk strategi pengembangan yang akan
dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk inovasi yang berbeda dari
industri kecap rumahan yang ada di sekitarnya. Ukuran 220 ml ditentukan
oleh pihak CV MM dengan melakukan pendekatan terhadap salah satu
merek kecap nasional yang biasanya laris penjualannya dalam menjual
produk kecapnya di ukuran tersebut.
Dalam mewujudkan rencana pengembangan yang akan dilakukan
maka diperlukan tambahan investasi baru berupa mesin pengemas untuk
kecap ukuran pouch yang nilainya tidak sedikit. Berdasarkan pemikiran
yang telah dipaparkan oleh pemilik perusahaan, terdapat alternatif
pengembangan usaha yang dapat dilaksanakan oleh CV MM yaitu dengan
penambahan alat investasi baru berupa mesin pengemas kecap untuk ukuran

6

pouch yang disertai peningkatan kapasitas produksi Sebelum rencana bisnis
ini direalisasikan diperlukan studi kelayakan terhadap pengembangan yang
akan dilakukan sehingga diperoleh rencana tepat dan tujuan perusahaan
dapat tercapai.
Studi kelayakan usaha digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha
yaitu yang pertama jika dia merupakan suatu usaha baru dan yang kedua
apabila terdapat investasi baru pada usaha tersebut. Berdasarkan uraian di
atas maka CV MM termasuk dalam kategori yang kedua yaitu akan
melakukan penambahan alat investasi baru berupa . Dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan pihak industri diketahui bahwa belum pernah ada
yang melakukan analisis kelayakan pengembangan usaha kecap di
perusahaan ini, sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan
usaha ini untuk mengetahui apakah rencana pengembangan yang akan
dilakukan oleh CV ini layak atau tidak untuk dijalankan mengingat kondisi
persaingan saat ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kelayakan pengusahaan kecap CV Maja Menjangan dilihat
dari aspek non finansial?
2. Bagaimana kelayakan aspek finansial pengusahaan kecap CV Maja
Menjangan baik sebelum maupun setelah pengembangan?
3. Bagaimana switching value kelayakan pengusahaan kecap CV Maja
Menjangan jika terjadi penurunan produksi dan peningkatan harga bahan
baku, baik sebelum maupun setelah pengembangan?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menganalisa kelayakan usaha kecap dilihat dari aspek non finansial.
2. Menganalisa kelayakan aspek finansial usaha kecap baik sebelum
maupun setelah pengembangan.
3. Menganalisa switching value kelayakan usaha kecap jika terjadi
penurunan produksi dan peningkatan harga bahan baku.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengusaha kecap, pembaca maupun penulis. Bagi pengusaha kecap sebagai
tempat penelitian yang dipilih oleh penulis, penelitian ini bermanfaat untuk
memberi masukan apakah bisnis ini layak atau tidak untuk dikembangkan.
Bagi pembaca dapat memberikan informasi bagi investor untuk melakukan
investasi pada pengembangan kecap ini. Bagi pengusaha kecap di luar
tempat penelitian yang dilakukan penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan untuk melakukan pendirian ataupun pengembangan usaha kecap.

7

Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan ini antara lain:
1. Komoditas yang akan dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah kecap
yang diusahakan CV MM.
2. Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara
dan diskusi langsung dengan pihak CV MM dan data sekunder berupa
hasil studi literatur beberapa buku, skripsi, dan artikel dari internet yang
berkaitan dengan materi penelitian serta pengolahan data yang diperoleh
dari dinas-dinas terkait seperti, Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian
dan Perdagangan kota Majalengka.
3. Lingkup kajian masalah yang diteliti difokuskan pada analisis studi
kelayakan pengembangan usaha pada aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek
finansial.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan Kecap
Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang
dicampurkan dengan bahan-bahan lain (gula, garam, dan bumbu) untuk
meningkatkan cita rasa masakan. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam
pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Tidak ada
perbedaan komposisi diantara keduanya dan perbedaan jenis kedelai
tersebut tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Menurut Utomo
dan Nikkuni (2000), dalam proses pembuatan kecap terdapat dua cara
fermentasi. Pertama, fermentasi dengan menggunakan Aspergillus pada
suhu 20-30oC selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk
dari proses fermentasi tersebut dicampur dengan 20-30% larutan garam
untuk dibawa ke fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di bawah
20 persen pada suhu 25-30oC selama 14-120 hari. Kemudian bubur yang
telah difermentasi disaring.
Berdasarkan penelitian Yudhana (2013), prinsip dasar pembuatan
kecap adalah fermentasi kedelai dengan kapang Aspergillus oryzae dan
Aspergillus sojae. Kedelai direbus utuh, atau digiling terlebih dahulu,
didinginkan, baru kemudian difermentasi, Prinsip fermentasi kedelai ini
sama dengan pada pembuatan tempe, hanya bedanya biji kedelai untuk
kecap tidak dibuat menyatu satu dengan lainnya. Hingga hasil fermentasinya
tetap berupa biji yang satu sama lain terpisah. Fermentasi kedelai pada
pembuatan kecap, sama dengan pada pembuatan tauco. Bedanya, tauco
menggunakan kedelai kuning. Setelah terfermentasi, kedelai bahan kecap
dijemur sampai kering.
Terkait dengan kecap yang berkualitas, proses pembuatan kecap
terbagi menjadi dua yaitu secara modern maupun tradisional. Kecap yang
diolah secara tradisional umumnya masih dilakukan oleh industri kecap

8

skala lokal. Proses pembuatannya ada yang menggunakan tungku dan ada
yang menggunakan peralatan memasak biasa. Kecap yang diproses secara
modern seperti yang dilakukan oleh industri kecap skala nasional diolah
menggunakan pengembangan inovasi teknologi proses fermentasi kecap
(Sardjono, 2014). Tepatnya, dengan melakukan penelitian komprehensif
tentang perbaikan proses dan peningkatan efisiensi proses fermentasi kecap
dengan bahan baku lokal, yakni kedelai hitam. Salah satu faktor penghambat
pabrik kecap dalam meningkatkan produksi adalah fermentasi moromi atau
fermentasi dalam larutan garam. Penyebabnya ialah tahapan fermentasi
memakan waktu lama, berkisar antara lima sampai dengan enam bulan.
Dari inovasi yang dikembangkan oleh Sardjono (2014), proses
fermentasi dapat diperpendek menjadi 3,5 bulan dengan kualitas yang sama
dengan fermentasi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Sardjono dimulai
dengan isolasi mikroflora dari proses fermentasi kecap, melakukan seleksi
beberapa strain mikroba yang memiliki potensi besar untuk fermentasi.
Langkah berikutnya ialah melakukan formulasi starter dan merancang
proses produksi starter, termasuk unit produksinya.
Penelitian berikutnya ialah pengembangan dan perbaikan proses
fermentasi oleh jamur atau fermentasi koji. Fermentasi koji merupakan
tahapan proses yang sangat penting untuk menentukan kualitas hasil
fermentasi. Dalam pengembangan yang dilakukan Sardjono (2014),
fermentasi koji yang semula tidak dikendalikan dengan baik diubah dengan
merancang proses yang dapat dikendalikan dengan baik, yakni dengan
pengendalian RH ruang fermentasi, suhu, aerasi (oksigen), pengeluaran
CO2, cara pengadukan bahan, dan sistem pengendalian otomatis. Alat
tersebut
dapat
terwujud
berkat
diskusi
intensif
dengan
divisi engineering pabrik (dalam hal ini PT Unilever Indonesia Tbk.) dan
pabrik pembuat alat-alat industri pangan. Dari rancangan pertama bioreaktor
telah dilakukan evaluasi dan revisi. Saat ini telah terpasang beberapa unit
bioreaktor untuk fermentasi koji dengan kapasitas sebuah bioreaktor sekali
fermentasi ekuivalen dengan empat ton kedelai.

Aspek Non Finansial
Berdasarkan penelitian Novianti (2011) aspek non finansial di CV
Cisarua Integrated Farming, hasil analisis aspek pasar menjelaskan usaha ini
layak karena peluang pasar dinilai memadai melakukan peningkatan
kapasitas produksi serta untuk pemasaran poduk. Analisis aspek teknis
menjelaskan bahwa usaha ini layak karena perusahaan telah memiliki lokasi
yang tepat serta memiliki sarana dan prasarana pendukung yang lengkap.
Pada aspek manajemen menjelaskan bahwa usaha ini layak karena memiliki
struktur organisasi yang digunakan untuk pembagian tugas dan wewenang
yang jelas sehingga memeberikan kemudahan dalam koordinasi diantara
karyawan. Berdasarkan analisis aspek sosial dan lingkungan diketahui
bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karean memberikan manfaat positif
ke lingkungan sekitar.

9

Penelitian berikutnya oleh Indah (2010) di PT Panafil Essential Oil di
Bandung. Berdasarkan hasil analisis penelitian dari aspek pasar, teknis,
manajemen dan sosial proyek pengembangan usaha budidaya nilam yang
akan dijalankan PT Panafil Oil layak untuk dijalankan. Hal tersebut dapat
dilihat dari aspek pasar yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan
antara permintaan minyak nilam terus meningkat dan suplainya yang
menurun sehingga hal tersebut menjadi peluang usaha ini. Untuk aspek
teknis didukung oleh kesesuaian kondisi iklim dan tanah di desa Ciburuy
dengan yang dibutuhkan oleh tanaman nilam, ketersediaan sarana produksi,
tenaga kerja dan skala operasi. Daya dukung aspek manajemen dapat dilihat
dengan adanya rencana kerja budidaya dan penentapan sistem pola tanaman
yang akan memperlancar persediaan bahan baku nilam. Sementara dari
aspek sosial daya dukungnya dapat dilihat dari adanya manfaat yang dapat
secara langsung dan tidak langsung oleh masyarakat di antaranya perbaikan
kondisi lingkungan serta terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat sekitar.

Aspek Finansial
Menurut penelitian Novianti (2011) tentang kelayakan usaha
peningkatan kapasitas produksi pakan konsentrat sapi perah di CV Cisarua
Integrated Farming, Desa Cibereum, kecamatan Cisarua Bogor mengkaji
kelayakan finansial di CV ini berdasarkan kelayakan investasi yaitu NPV,
IRR, Net B/C Ratio, Payback Period dan analisis sensitivitas. Hasil
penelitian dari aspek finansial ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk
dijalankan berdasarkan nilai NPV Rp 455 809 870, Net B/C sebesar 3,33,
IRR sebesar 50% dan payback periode sebesar 4,1. Hasil analisis
sensitivitas dengan menggunakan dua variabel parameter yaitu hasil
wawancara dan yang mungkin akan terjadi ialah harga dedak padi
mengalami kenaikan 8 persen. Berdasarkan analisis sensitivitas tersebut
perubahan peningkatan harga bahan baku dedak pasi sebesar 10 persen lebih
sensitive dibandingkan perubahan harga bahan baku dedak pasi sebesar 5
persen.
Penelitian Napitupulu (2009) tentang Kelayakan Usaha Pembuatan
Jus dan Sirup di CV Winner Perkasa Indonesia Unggul, kota Depok,
mengkaji kelayakan finansial di CV ini berdasarkan kelayakan investasi
yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period dan analisis switching
value. Hasil penelitian dari aspek finansial ini menunjukkan bahwa usaha ini
layak untuk dijalankan berdasarkan nilai NPV yang dihasilkan selama kurun
waktu 10 tahun adalah sebesar Rp 292 938 966. Nilai IRR yang diperoleh
yaitu, sebesar 48,95% dimana IRR tersebut lebih besar dari discount factor
yang berlaku yaitu, 14%. Net B/C yang diperoleh adalah sebesar 3,09. Hal
ini berarti, setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha ini,
akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 3,09. Payback period yang
diperoleh adalah 3,76 tahun atau sama dengan 3 tahun 7 bulan 4 hari. Hasil
analisis switching value menunjukkan bahwa usaha ini menjadi tidak layak
untuk dijalankan apabila harga gula pasir mengalami kenaikan melebihi

10

18,84%, harga botol jus mengalami kenaikan melebihi 20,94 %, penurunan
penjualan jus melebihi 6,09%, dan penurunan penjualan sirup lebih dari
10,48%.
Penelitian berikutnya Indah (2010) tentang kelayakan usaha di
budidaya nilam (Pogostemon cablin) PT Panafil Essential Oil Bandung.
Kelayakan aspek finansial berdasarkan hasil analisis kriteria kelayakan yaitu
NPV sebesar Rp 337 257 777 ; IRR sebesar 2,02, Net B/C 15% dan payback
periode selama 7,72 triwulan. Berdasarkan hasil hitungan ini, proyek
pengembangan usaha budidaya nilam ini layak untuk dijalankan.
Berdasarkan tiga penelitian di atas, kelayakan aspek finansial
diperoleh apabila hasil NPV lebih dari nol, nilai B/C lebih dari satu, IRR
lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan dan Payback Period berada
sebelum masa bisnis berakhir.
Penelitian terdahulu yang dikaji mmiliki manfaat yang bisa diambil
antara lain penggunaan metode, objek penelitian dan lokasi penelitian yang
digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Persamaan penelitian
terdahulu dengan penelitian ini ialah kriteria kelayakan investasi yang
digunakan seperti NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period serta
menggunakan analisis switching value seperti pada penelitian Napitupulu
(2010).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah pada
penelitian Novianti (2010) meneliti tentang kelayakan usaha peningkatan
kapasitas produksi pakan konsentrat sapi perah di CV Cisarua Integrated
Farming, Desa Cibereum. Di sini Novianti menggunakan analisis
sensitivitas sementara penelitian ini menggunakan analisis switching value.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya dengan
harapan akan memperoleh hasil dan merupakan wadah untuk melakukan
kegiatan seperti perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan. Rangkaian
dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan bisnis adalah siklus bisnis yang
terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan dan analisis penilaian,
pelaksanaan dan evaluasi (Gitinger,1986). Evaluasi bisnis sangat penting,
evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan bisnis.
Studi kelayakan adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu ide
bisnis tentang layak atau tidaknya ide tersebut untuk dilaksanakan. Studi
kelayakan bila diletakkan pada objek pendirian sebuah usaha baru disebut
studi kelayakan proyek. Namun, jika objeknya adalah pengembangan usaha
(usaha sudah berjalan, namun direncanakan ada pengembangan) maka
disebut studi kelayakan bisnis (Subagyo, 2007). Adapun tujuan dari studi
kelayakan bisnis adalah untuk mengetahui apakah suatu proyek/bisnis akan
untung atau rugi, dengan kata lain untuk memperkecil tingkat risiko

11

kerugian yang memastikan bahwa investasi yang dilakukan memang
menguntungkan. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), kriteria
keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat investasi yang terdiri
atas:
1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga
disebut sebagai manfaat finansial).
2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga
manfaat ekonomi nasional).
3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.
Hal-hal yang mendasari untuk menjalankan studi kelayakan bisnis
investasi jika suatu pihak atau seseorang melihat kemampuan usaha, yaitu
apakah kesempatan usaha tersebut bisa dimanfaatkan secara ekonomis serta
apakah kita bisa mendapatkan keuntungan yang cukup layak ari usaha
tersebut. Semakin luas skala bisnis maka dampak yang dirasakan baik
secara ekonomi maupun sosial semakin luas. Oleh karena itu studi
kelayakan dilengkapi dengan analisa yang disebut analisa manfaat dan
pengorbanan (cost and benefit analysis).
Aspek –Aspek Studi Kelayakan
Menurut Kasmir dan Jakfar (2006), untuk menentukan layak atau
tidaknya suatu proyek harus dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk
dikatakan layak harus memiliki standar tertentu. Namun, penilaian tidak
hanya dilakukan pada suatu aspek saja. Penilaian untuk menentukan
kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai, jadi
tidak berdiri sendiri. Jika ada aspek yang kurang layak akan diberikan
beberapa saran perbaikan, sehingga memenuhi kriteria yang layak. Namun,
apabila tidak dapat memenuhi kriteria tersebut sebaiknya jangan dijalankan.
Menurut Nurmalina (2010), secara umum aspek-aspek yang diteliti
dalam studi kelayakan proyek meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek
finansial, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi, dan aspek sosial.
Namun, belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti.
Aspek-aspek yang akan diteliti terlebih dahulu harus ditentukan dalam
menentukan studi kelayakan. Penelitian ini, akan mengkaji mengenai aspek
teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, aspek
hukum, serta aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari :
1. Aspek Pasar
Pasar adalah titik pertemuan antara permintaan dan penawaran barang
dan jasa, sehingga tercapai kesepakatan dalam transaksi (Subagyo, 2007).
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek
yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang
dihasilkan oleh proyek tersebut.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengorganisasian setelah proyek
tersebut selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Penilaian
kelayakan terhadap aspek ini penting dilakukan sebelum suatu proyek
dijalankan. Penentuan kelayakan teknis perusahaan menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan teknis atau operasi, sehingga jika tidak dianalisis

12

dengan baik akan berakibat fatal bagi perusahaan dimasa yang akan
datang (Kasmir dan Jakfar, 2006).
a. Lokasi Proyek
Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian
yaitu, lokasi dan lahan pabrik serta lokasi bukan pabrik. Pengertian
lokasi bukan pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara
langsung tidak berkaitan dengan proses produksi yaitu, lokasi
administrasi perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi proyek. Variabel ini
dibedakan ke dalam dua golongan besar yaitu, variabel utama (primer)
dan variabel bukan utama (sekunder). Variabel-variabel utama
(primer) tersebut yaitu, ketersediaan barang mentah, letak pasar yang
dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas
transportasi. Variabel-variabel sekunder terdiri dari, hukum dan
peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari
masyarakat setempat (adat istiadat), serta perencanaan masa depan
perusahaan.
b. Skala Operasional atau Luas Produksi
Skala operasi atau luas produksi adalah jumlah produk yang
seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal.
Pengertian kata ”seharusnya” dan ”keuntungan yang optimal”,
mengandung maksud untuk mengkombinasikan faktor eksternal dan
faktor internal perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan luas produksi yaitu, batasan permintaan,
persediaan kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga
kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan
manajemen, serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi
di masa yang akan datang.
c. Layout Atau Tata Letak Alur Produksi
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan
penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan
demikian, pengertian layout mencakup layout site (layout lokasi
proyek), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik dan fasilitasfasilitasnya. Dalam layout pabrik terdapat dua tipe utama yaitu, layout
fungsional (layout process) dan layout Produk (layout garis).
d. Pemilihan Jenis atau Teknologi Peralatan
Prinsip-prinsip yang dipegang dalam penetuan jenis atau teknologi
peralatan antara lain, seberapa jauh derajat mekanisasi yang
diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, ketepatan teknologi
dengan bahan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan
penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciriciri mendekati lokasi proyek, kemampuan pengetahuan penduduk
(tenaga kerja) setempat, dan kemungkinan pengembangannya serta
pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan
teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.
3. Aspek Manajemen
Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola
proyek dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan

13

berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari
merencanakan, sampai dengan mengendalikannya agar tidak terjadi
penyimpangan. Demikian juga dengan struktur organisasi yang dipilih
harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya (Kasmir dan Jakfar,
2006). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), hal-hal yang dipelajari
dalam aspek manajemen antara lain:
a. Manajemen dalam Masa Pembangunan Proyek
Manajemen proyek adalah sistem untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengawasi pembangunan proyek dengan efisien.
Manajemen proyek harus dapat menyusun rencana pelaksanaan
proyek dengan mengkoordinasi berbagai aktivitas atau kegiatan dan
pengguaan sumber daya agar secara fisik proyek dapat diselesaikan
tepat pada waktunya (Kasmir dan Jakfar, 2006). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam manajemen masa pembangunan proyek yaitu,
pelaksana proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, dan pihak
yang melakukan studi masing-masing aspek.
b. Manajemen dalam Operasi
Manajemen ini meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang
dipilih, struktur organisasi, deskripsi, dan spesifikasi jabatan, anggota
direksi, dan tenaga kunci, serta jumlah tenaga kerja yang akan
digunakan (Husnan dan Suwarsono, 2000).
4. Aspek Finansial
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan
antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan
menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2006), penelitian dalam aspek finansial
dilakukan untuk menilai biaya-biaya yang akan dikeluarkan dan juga
meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek
dijalankan. Penelitian ini meliputi, lama pengembalian investasi yang
ditanamkan, sumber pembiayaan proyek, dan tingkat suku bunga yang
berlaku, sehingga jika dihitung dengan formula penilaian investasi akan
sangat menguntungkan. Hal-hal yang mendapatkan perhatian dalam
penelitian aspek ini antara lain :
a. Biaya Kebutuhan Investasi
Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk
membeli aset-aset yang dibutuhkan usaha tersebut. Aset-aset ini
biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari
pendirian hingga dapat dioperasikan. Karena itu, dalam melakukan
investasi dibutuhkan biaya investasi yang digunakan untuk membeli
berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan investasi tersebut. Biaya
kebutuhan investasi biasanya disesuaikan dengan jenis usaha yang akan
dijalankan. Secara umum, komponen biaya terdiri atas, biaya
prainvestasi, biaya pembelian aktiva, dan biaya operasional (Kasmir
dan Jakfar, 2006).
b. Sumber-Sumber Dana
Dana yang dibutuhkan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana
yang ada seperti, dari modal sendiri, modal pinjaman, atau gabungan
keduanya. Pilihan apakah menggunakan modal sendri atau modal

14

pinjaman atau gabungan dari keduanya tergantung dari jumlah modal
yang dibutuhkan dan kebijakan pengusaha (Kasmir dan Jakfar, 2006).
Pada dasarnya, pemilihan sumber dana bertujuan untuk memilih
sumber dana yang pada akhirnya bisa memberikan kombinasi dengan
biaya terendah, dan tidak menimbulkan likuiditas bagi proyek atau
perusahaan mensponsori usaha tersebut (artinya, jangka waktu
pengembalian sesuai dengan jangka waktu penggunaan dana). Sumbersumber dana yang utama terdiri dari, modal sendiri yang disetor oleh
pemilik perusahaan, penerbitan saham di pasar modal, obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal, kredit bank,
leasing dari lembaga keuangan nonbank, dan project finance (Husnan
dan Suwarsono, 2000).
c. Aliran Cashflow
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di
perusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan
berapa uang yang masuk ke perusahaan dan jenis pemasukan tersebut.
Cash flow juga menggambarkan berapa uang yang keluar serta jenisjenis biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar, 2006). Aliran kas
penting digunakan dalam akuntansi karena laba dalam pengertian
akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih, dan yang relevan bagi
para investor adalah kas bukan laba. Aliran kas yang berhubungan
dengan suatu usaha dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu,
aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional
(operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow).
Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode
merupakan aliran kas permulaan. Aliran kas yang timbul selama
operasi usaha disebut aliran kas operasional, sedangkan aliran kas
terminal adalah aliran kas yang diperoleh ketika usaha berakhir
(Husnan dan Suwarsono, 2000).
d. Kriteria Kelayakan Investasi
Menurut Nurmalina (2010), kriteria kelayakan secara finansial yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi :
i. Net Present Value (NPV)
Merupakan nilai sekarang dari selisih antara penerimaan dan
biaya pada tingkat diskonto tertentu. Penggunaan kriteria NPV
ditujukan untuk mengetahui gambaran nilai bersih suatu proyek. Suatu
bisnis dikatakan layak bila NPV lebih besar dari nol dan semakin
besar NPV menunjukkan semakin layak bisnis tersebut untuk
dilaksanakan. Sebaliknya apabila NPV di bawah nol, maka
menunjukkan bahwa bisnis tidak layak untuk diusahakan karena
kegiatan usaha tersebut tidak menguntungkan.
ii. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka
perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan
present value dari net benefit yang negatif. Kriteria Investasi
berdasarkan Net B/C Rasio adalah:
Net B/C = 1, maka NPV = 0, artinya proyek tidak untung
ataupun rugi

15

Net B/C > 1, maka NPV > 0, artinya proyek tersebut
menguntungkan
Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek tersebut merugikan
iii. Internal Rate Return (IRR)
Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan
present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran
kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat
bunga yang menyebabkan Net Present value (NPV) sama dengan nol.
Menurut Gittinger (1986) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern
tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan
dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan.
Suatu investasi dianggap layak apabila memiliki nilai IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga yang berlaku dan suatu investasi dianggap tidak
layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku
bunga yang berlaku.
iv. Payback Periode (PBP)
Payback Period atau tingkat pengembalian investasi merupakan
suatu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang untuk
mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat
modal kembali, maka akan semakin baik suatu proyek untuk diusahakan
karena modal yang kembali dapat dipergunakan untuk membiayai
kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999).
v.. Incremental Net Benefit
Analisis studi kelayakan bisnis terutama yang bergerak dibidang
pertanian membedakan antara arus komponen biaya dan manfaat antara
kondisi dengan dan tanpa bisnis. Perbedaan besaran angka kondisi tanpa
dan dengan bisnis merupakan besaran sebenarnya yaitu sebagai pengaruh
kondisi yang dihasilkan oleh adanya investasi baru atau kondisi yang
dihasilkan oleh adanya suatu bisnis. Usaha pada sektor agribisnis
seringkali diperhitungkan manfaat bersih tambahan (Incremental Net
Benefit) yaitu manfaat bersih dengan bisnis (net benefit with business)
dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis (net benefit without
business). Hal ini dimungkinkan karena ada faktor-faktor produksi yang
sebelumnya tidak digunakan atau tidak terpakai ataupun belum
termanfaatkan sehingga pada saat ada bisnis apakah faktor tersebut
memberikan manfaat atau tidak bagi bisnis yang dijalankan (Nurmalina et
al. 2009).
5. Aspek Hukum
Aspek hukum akan membahas masalah kelengkapan dokumen
perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang
dimiliki. Kelengkapan dokumen usaha sangat penting, karena merupakan
dasar hukum yang harus dipegang apabila di kemudian hari timbul
masalah (Kasmir dan Jakfar, 2006).
6. Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis aspek sosial digunakan untuk melihat seberapa besar
pengaruh yang ditimbulkan jika proyek tersebut berjalan. Analisis aspek
lingkungan akan melihat dampak proyek yang dijalankan terhadap

16

lingkungan sekitar, baik terhadap air, darat, udara, yang pada akhirnya
akan berdampak terhadap kehidupan manusia, binatang, dan tumbuhan
(Kasmir dan Jakfar, 2006).
Analisis Switching Value
Analisis switching value dilakukan untuk meneliti kembali analisa
kelayakan proyek yang telah dilakukan, tujuannya yaitu untuk melihat
pengaruh yang akan terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan
suatu cara untuk menarik perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek
selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan
yang telah diramalkan (Nurmalina et al, 2010). Pada proyek di bidang
pertanian terdapat empat masalah utama yang mengakibatkan proyek
sensitif terhadap perubahan, yaitu:
1. Perubahan harga jual
2. Keterlambatan pelaksanaan proyek
3. Kenaikan biaya
4. Perubahan volume produksi
Variabel harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial
diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga
produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap. Walaupun
dalam keadaan nyata kedua variabel dapat berubah-ubah sejalan dengan
penambahan waktu. Jadi analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai
berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat
mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi
tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986).

Kerangka Pemikiran Operasional
Di Indonesia, kecap merupakan bahan makanan yang paling banyak
digunakan. Bahkan bagi sebagian kalangan, kecap dianggap menu wajib
yang harus selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari. Perkembangan
industri kecap tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan akan kecap.
Namun, konsumsi kecap yang semakin meningkat tersebut tidak hanya
dipenuhi oleh produksi dalam negeri tetapi juga oleh impor. Hal ini dapat
terlihat dari semakin banyaknya produk kecap impor yang masuk ke pasaran
Indonesia sehingga kecap hasil industri rumahan pun kalah saing.
CV MM telah menjalani usaha penjualan kecap lebih dari 70 tahun.
Dalam penelitian ini, CV MM yang berada di Kabupate